I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Perkawinan adalah sesuatu yang sakral
karena perkawinan merupakan masalah keagamaan, sehingga perkawinan harus
dilaksanakan dengan rangkaian upacara yang bersifat religius dan dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari para pihak yang
melangsungkan perkawinan tersebut. Hal ini seperti yang ditentukan dalam Pasal
2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya
disebut UU Perkawinan), juga sesuai dengan perumusan pada Pasal 29 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945.
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk
segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan,
baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan.2 Pasal 2
Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) menentukan bahwa
perkawinan merupakan akad yang sangat kuat atau miitssaaqan gholidhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan
1
2
Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika. 2012. hal. 7
Ibid. hal. 7
2
ialah suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua
belah pihak dengan dasar sukarela dan keridhaan keduanya dalam rangka
mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman
dan kasih sayang dengan cara yang diridai oleh Allah.3 Suatu perkawinan
dianggap sah apabila tidak keluar dari peraturan agama yang bersangkutan.4
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Alquran dan Alhadis,
yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui UU Perkawinan dan
KHI mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:5
1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
Suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan material.
2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas
yang berwenang,
3. Asas monogami terbuka
Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila
lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja.
4. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya, agar
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang
baik sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian.
3
70
4
5
Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti. 2000. hal
Wati Rahmi Ria. Hukum Islam Dan Islamologi. Bandar lampung: CV Sinar Sakti. 2011. hal 128
Zainuddin Ali. Op.Cit., hal.7
3
5. Asas mempersulit terjadinya perceraian.
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.
7. Asas pencatatan perkawinan
Pencatatan perkawinan mempermudah mengetahui manusia yang sudah
menikah atau melakukan ikatan perkawinan.
UU Perkawinan bertujuan mengatur pergaulan hidup yang sempurna, bahagia dan
kekal di dalam suatu rumah tangga guna terciptanya rasa kasih sayang dan saling
mencintai.6 Di samping itu, UU Perkawinan dan KHI juga mengatur mengenai
pembatalan perkawinan. Perkawinan dapat dibatalkan oleh Pengadilan apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.7
Ditegaskan juga dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang
Peraturan Pelaksanaan UU Perkawinan (selanjutnya disebut PP No. 9 tahun 1975)
bahwa “Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan”.
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan, dijelaskan bahwa batalnya suatu
perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Dalam mengajukan
permohonan pembatalan pernikahan harus dilihat terlebih dahulu pihak mana
yang dapat mengajukan permohonan tersebut dan alasan-alasan sehingga
permohonan pembatalan perkawinan dapat diterima.
6
MR Martiman Prodjohamidjojo. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta:Indonesia Legal Center
Publishing. 2007. hal.1
7
Pasal 22 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
4
Sesuai dengan undang-undang No. 1 Tahun 1974 prinsip perkawinan adalah
monogami. Asas monogami terbuka artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil
terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja. Di
Indonesia, ketentuan tentang poligami ini diatur oleh UU Perkawinan khususnya
bab 1 Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
Bab VII Pasal 40 sampai dengan Pasal 44, yang mana kesemuanya itu mengacu
pada tujuan menjaga kehormatan wanita agar tidak terjadi adanya tindakan diluar
ketentuan hukum, dengan jelas ditentukan dalam pasal 3 UU Perkawinan bahwa
Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri, seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.8
Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri
(sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan
praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri. Pada dasarnya
seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, begitupun isteri hanya boleh
memiliki seorang suami. Poligini adalah sistem perkawinan yang membolehkan
seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai isterinya dalam waktu yang
bersamaan.9 Seorang suami yang beristri lebih dari seorang dapat diperbolehkan
bila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan Pengadilan Agama telah
memberi izin (Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan).
8
http://escampur-sari.blogspot.com/2012/06/makalah-poligami.html (diakses pada 29 Oktober 2013
pkl. 6:41 wib)
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengertian_Poligini (diakses pada 11 Februari 2014 pukul 06.18 wib)
5
Dasar pemberian izin poligini oleh Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) UU Perkawinan dan juga dalam Bab IX KHI Pasal 57 seperti dijelaskan
sebagai berikut:
a.Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b.Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c.Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila diperhatikan alasan pemberian izin melakukan poligini di atas, dapat
dipahami bahwa alasannya mengacu kepada tujuan pokok pelaksanaan
perkawinan, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal (istilah KHI
disebut sakinah, mawaddah, dan rahmah ) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.10
Dijelaskan oleh Ibu Redoyati, S.H. selaku panitera muda di Pengadilan Agama
Kelas IA Tanjung Karang, karena undang-undang menetapkan berbagai
persyaratan yang tidak mudah untuk dipenuhi begitu saja, maka ada
kecenderungan di masyarakat untuk melakukan poligini dengan mengambil jalan
pintas dengan cara-cara yang dilarang, sehingga melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu secara diam-diam, tanpa sepengetahuan istri,
bahkan tanpa didaftarkan di pencatatan nikah, dan ada juga yang menggunakan
identitas palsu.
Setiap permohonan pembatalan perkawinan berbeda-beda masalahnya, antara lain
karena penipuan identitas, wali nikah yang tidak sah, menikah di bawah ancaman,
10
http://not4pay.blogspot.com/2013/05/makalah-poligami-alasan-syarat-dan.html (diakses pada 29
Oktober 2013 pkl. 6:57 wib)
6
dan hal-hal lainnya. Penipuan identitas yang terjadi dalam Putusan ini adalah
seorang pria yang menikahi seorang wanita dengan mengaku sebagai duda
ditinggal mati oleh isterinya yang terdahulu, padahal masih berstatus sebagai
suami yang terikat perkawinan dengan isteri sahnya yang masih hidup. Berarti
pria tersebut telah memalsukan identitasnya agar dapat melakukan perkawinan
dengan wanita lain, yang jelas hal ini melanggar ketentuan dalam Pasal 71 KHI
dan UU Perkawinan Pasal 27 ayat (2).11
Menurut Ibu Redoyati, S.H., penipuan identitas ini dapat merugikan pihak suami
maupun istri, sehingga perlu mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke
Pengadilan Agama, karena jelas bahwa pernikahan tersebut telah dilandasi oleh
kebohongan dan melanggar ketentuan dari UU Perkawinan dan KHI. Alasan
untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan pada saat ini sebenarnya
banyak terjadi di kalangan masyarakat, namun tidak semua orang mengajukan
permohonan pembatalan tersebut dengan pertimbangan tertentu. Pihak yang dapat
mengajukan pembatalan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas
dari suami dan isteri, suami atau isteri pejabat dan setiap orang yang mempunyai
kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut.12
Dalam putusan No. 1597/Pdt.G.2008/PA.Kdl tertulis bahwa seorang laki-laki
yang selanjutnya disebut sebagai suami memalsukan identitasnya sehingga
seorang wanita yang selanjutnya disebut sebagai istri mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan karena merasa telah tertipu, sehingga si istri tidak
berkeinginan lagi untuk melanjutkan perkawinan tersebut merasa telah dirugikan.
11
Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada
waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
12
Zainuddin Ali. Op.cit. hal.24
7
Dalam putusan tersebut dapat diketahui mengapa suatu perkawinan dapat
dibatalkan walaupun telah sah dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ada.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian, dan menuliskannya dalam skripsi yang berjudul : “Analisis
Pembatalan Perkawinan Dalam Putusan No: 1597/Pdt.G/2008/PA. Kdl”.
B. Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian
1. Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah yang
akan diteliti adalah:
Faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya Pembatalan Perkawinan dalam
Putusan No: 1597/Pdt.G/2008/PA.Kdl ?
Pokok bahasan pada penelitian ini adalah :
a.Alasan
pembatalan
perkawinan
dalam
kasus
putusan
No.
1597/Pdt.G.2008/PA.Kdl
b. Syarat dan prosedur pembatalan perkawinan
c. Akibat hukum pembatalan perkawinan
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada lingkup pembahasan dan
lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan adalah analisis pembatalan
perkawinan dalam putusan no : 1597/Pdt.G/2008/PA.Kdl. Bidang ilmu adalah
kajian hukum perdata khususnya hukum kekeluargaan.
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Menganalisis alasan pembatalan perkawinan dalam kasus putusan No.
1597/Pdt.G.2008/PA.Kdl
2. Menganalisis syarat dan prosedur dalam mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan
3. Menganalisis akibat hukum pembatalan perkawinan.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Secara teorotis penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya
mengembangkan teori-teori yang sesuai disiplin ilmu hukum, khususnya
hukum keluarga Islam dan untuk memberikan masukan dan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum,
khususnya ilmu hukum yang berkenaan dengan analisis pembatalan
perkawinan dalam putusan no : 1597/Pdt.G/2008/PA.Kdl.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna untuk :
a. Sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan
penelitian di bidang ilmu hukum khususnya hukum keluarga.
b. Sebagai bahan literature bagi mahasiswa lanjut yang akan melakukan
penelitian mengenai hukum keluarga.
9
c. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti dalam menyelesaikan
studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Download