PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak merupakan salah satu aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan protein manusia, terutama protein hewani. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan ternak. Pakan yang baik adalah pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produktivitas ternak. Permasalahan yang umum terjadi adalah ketersediaan pakan yang tidak kontinyu. Ketersediaan hijauan pada musim hujan akan melimpah, namun pada musim kemarau peternak akan mengalami kesulitan mendapatkan hijauan. Produksi pakan hijauan juga semakin menurun karena tidak adanya lahan untuk menanam. Di sisi lain, limbah pertanian dan limbah perkebunan memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan sumber serat, karena ketersediaannya yang melimpah. Limbah pertanian dan limbah perkebunan yang berpotensi sebagai pakan sumber serat adalah jerami padi dan serat sawit. Pemanfaatan jerami padi dan serat sawit masih terkendala oleh tingginya kandungan serat yang sulit dicerna mikroba rumen. Kandungan serat kasar yang tinggi dapat menghambat mikroba rumen dalam mencerna pakan. Secara biologis, bahan pakan sumber serat dapat dirusak ikatan kimianya dengan bantuan enzim dan mikroorganisme tertentu (Selly, 1994). Rayap merupakan serangga yang makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang mengandung selulosa (Tarumingkeng, 2001). Rayap memiliki kesamaan aktivitas dengan ruminansia dalam proses pencernaannya, antara lain sumber pakan berupa selulosa dan adanya mikroorganisme pendegradasi serat kasar dalam saluran pencernaannya (Oldeson and Breznak, 1983). Hal ini menunjukkan potensi mikroba saluran pencernaan rayap sebagai pendegradasi pakan sumber serat. Setianegoro (2004) mempelajari kemampuan mikroba simbion rayap Macrotermes gilvus Hagen, Coptotermes curvignathus Holmgren dan Microtermes inspiratus Kemner serta gabungan ketiganya dalam mencerna jerami padi, serat sawit dan rumput gajah. Widyastuti (2005) mendapatkan 13 isolat murni bakteri rayap maupun rumen yang mempunyai kemampuan mendegradasi serat kasar jerami padi dan serat sawit. Dari hasil penelitian tersebut dipilih lima isolat terbaik yang diteliti oleh Sulistiani (2005) untuk menguji kecernaan dan fermentabilitasnya. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Pradana (2006) dan Solihat (2006) menguji kemampuan isolat bakteri rayap dalam kondisi rumen, hingga diperoleh tiga isolat terbaik yang memiliki kemampuan mendegradasi pakan sumber serat dalam kondisi rumen pada saat ketiga isolat ini ditumbuhkan secara tunggal. Ketiga isolat tersebut adalah isolat A (SB 53 5(3) 1) dan isolat C (SB 53 1 (3)) yang berasal dari rayap Coptotermes curvignathus Holmgren, dan isolat D (SC 51 5 (2)) yang berasal dari rayap Microtermes inspiratus Kemner. Sopandi (2007) meneliti kemampuan isolat campuran dari ketiga isolat bakteri rayap terbaik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa isolat campuran AD mempunyai kemampuan mendegradasai pakan sumber serat lebih baik dibandingkan isolat campuran AC dan CD. Proses pencernaan serat di dalam rumen melibatkan aktivitas mikroba rumen yang jumlahnya sangat banyak, selain itu isolat bakteri rayap tersebut harus dapat beradaptasi dalam kondisi rumen. Oleh karena itu, perlu diketahui taraf inokulum isolat bakteri rayap yang tepat agar bakteri dapat beradaptasi dengan baik dalam kondisi rumen. Perumusan Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan ternak ruminansia terutama pada musim kemarau adalah kesulitan untuk mendapatkan pakan baik dari segi kuantitas, kualitas dan ketersediaannya. Pemanfaatan limbah tanaman merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pakan. Limbah tanaman yang berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi dan serat sawit. Namun, penggunaan jerami padi dan serat sawit sebagai pakan ternak masih terbatas karena rendahnya kecernaan kedua bahan pakan tersebut. Limbah tanaman biasanya memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, dan hal ini dapat menghambat mikroba rumen dalam mencerna pakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu cara agar kecernaan kedua bahan pakan tersebut dapat meningkat, salah satunya adalah dengan cara biologis. Di sisi lain, rayap merupakan serangga yang makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang mengandung selulosa. Hal ini menunjukkan potensi mikroba saluran pencernaan rayap sebagai pendegradasi pakan sumber serat, terutama rumput gajah, jerami padi dan serat sawit. Serangkaian penelitian telah dilakukan berkaitan dengan kemampuan mikroba saluran pencernaan rayap ini. Setianegoro (2004) menerangkan bahwa bakteri simbion pada rayap Macrotermes gilvus Hagen, Microtermes inspiratus Kemner dan Coptotermes curvignathus Holmgren serta gabungan ketiganya memiliki kemampuan mencerna 2 pakan sumber serat. Selanjutnya Widyastuti (2005) mendapatkan 13 isolat murni bakteri rayap maupun bakteri rumen domba yang memiliki kemampuan selulolitik terbaik, kemudian lima isolat terbaik dipilih berdasarkan uji kecernaan dan fermentabilitas pakan sumber serat (Sulistiani, 2005). Pradana (2006) dan Solihat (2006) menguji kemampuan kelima isolat bakteri rayap dalam kondisi rumen, hingga diperoleh tiga isolat yang memiliki kemampuan mendegradasi pakan sumber serat dalam kondisi rumen dan kemampuan selulolitik terbaik. Sopandi (2007) mengkaji kemampuan kombinasi dari ketiga isolat bakteri rayap dalam mendegradasi pakan sumber serat. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut perlu dikaji kembali kemampuan mencerna pakan sumber seratnya jika ditumbuhkan secara tunggal dengan taraf inokulasi tertentu, agar isolat bakteri rayap tersebut dapat beradaptasi dengan baik dalam kondisi rumen. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan taraf inokulum isolat bakteri rayap terbaik (A (SB 53 5(3) 1) dan D (SC 51 5 (2)) berdasarkan fermentabilitas dan kecernaan in vitro pakan sumber serat. 3