PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWAPADA MATERI FUNGSI KELAS VIII E SMP NEGERI 2 MALANG Hertika Agustina Ipung Yuwono Rini Nurhakiki Program StudiPendidikanMatematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasNegeri Malang Abstract: The objective of this research is to describe the steps of the implementation of cooperative learning model (think pair share type) which is to improve the students’ learning activities especially in learning Function subject activities. The data were collected through the observation of students’ and teacher’s activity and peer assessment. For the observation, it was also got as the result of the observation during the implementation Think Pair Share in the learning process. Meanwhile, peer assessment was used to know the students’ learning activities outside the class.The result of the research showed that the steps of cooperative learning method (Think Pair Share Type) could improve the students’ learning activities. This research was conducted in two cycles and each cycle consisted of two meetings. In this research, the students’ learning activities improved from 57.8% (22 students) in cycle I to 76.32% (29 students) in cycle II. Furthermore, related to the students’ learning activities outside class, there were 3 groups who were active outside the class in cycle I. Meanwhile, there were 6 groups who were active outside the class in cycle II. It meant that the results of cycle II were better than in cycle I. Keyword: Learning model, learning type of Think Pair Share,Students’ learning activities. Berlakunya Kurikulum 2004 yang berbasis Kompetensi (KBK) yang menjadi roh bagi berlakunya Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) yang menuntut adanya perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya di lembaga pendidikan formal (sekolah). Pembaharuan Kurikulum tersebut menghendaki pembelajaran tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta tetapi juga penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pelajaran (matematika) tidak hanya tersusun atas hal – hal yang sederhana dan bersifat hafalan tetapi tersusun atas materi yang kompleks dan memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis (Trianto 2011: 10-11). Namun proses pembelajaran pada kenyataannya di sekolah seringkali membuat siswa kesulitan dalam belajar matematika dan siswa cenderung kurang menyukai dengan pelajaran matematika. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas siswa, dalam penerapan kegiatan proses pembelajaran saat ini, guru secara tidak sadar mengakibatkan aktivitas siswa menjadi terhambat (Panduan KTSP 2006). Proses pembelajaran yang kurang melibatkan siswa dapat menyebabkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep menjadi kurang optimal karena siswa cenderung bekerja secara prosedural dan menghafal. Guru lebih sering menekankan bahwa suatu jawaban dalam menyelesaikan soal matematika hanya dapat dicapai dengan satu cara, atau hanya ada satu jawaban yang benar. Guru pada umumnya kurang menyenangi keadaan siswa yang sering bertanya tentang hal-hal yang berada di luar konteks yang dibicarakan. Dengan kondisi * Hertika Agustina adalah Mahasiswi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang, Ipung Yuwono dan Rini Nurhakiki adalah Dosen Universitas Negeri Malang. 1 2 demikian, maka aktivitas siswa terhambat atau tidak dapat berkembang secara optimal. Berdasarkan observasi yang dilaksanakan oleh peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung, pembelajaran yang dilaksanakan di kelas VIII-E SMP Negeri 2 Malang masih bersifat konvensional. Metode yang sering diterapkan oleh guru adalah metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar. Peneliti mencatat pada saat guru menerapkan diskusi kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 4-5 orang, siswa yang pandai mendominasi dalam pembelajaran. Data yang diperoleh peneliti dari 38 siswa hanya 5 siswa aktif bertanya dan 7 siswa atau dengan prosentase 31,6% dapat menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh guru, sisanya hanya mendengarkan dan melihat temannya mengerjakan tanpa ikut aktif mengerjakan. Keadaan yang sama juga terjadi pada saat presentasi kelas hanya 8 siswa dari 38 atau dengan prosentase 21,05 % siswa yang mendengarkan sedangkan sisanya tidak mau mendengarkan penjelasan temannya di depan kelas dan berbicara diluar materi pelajaran serta ada siswa yang melamun serta ada yang mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain. Selain itu penyebab dari tidak aktifnya siswa dalam pembelajaran kemungkinan model pembelajaran yang tidak bervariasi dan tidak menimbulkan aktivitas siswa dalam proses belajar matematika. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut adalah penerapan model pembelajaran tipe Think Pair Share. Model pembelajaran Think Pair Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekanrekan dari Universitas Maryland.Trianto (2007:61) menyatakan bahwa Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir serta aktivitas siswa, karena siswa membangun pengetahuan melewati eksplorasi dirinya sendiri dan pengetahuan siswa juga bisa berkembang melalui transfer pola pikir dengan siswa yang lain,sehingga siswa mampu menggabungkan dan membandingkan pola pikir mereka sendiri dengan pola pikir siswa yang lain. Model pembelajaran ini dapat merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi karena di sini potensi yang dimiliki oleh siswa benar-benar digali semaksimal mungkin. Selain itu kecakapan dan strategi mereka juga diuji, apa yang akan siswa lakukan terhadap masalah yang dia dapatkan tergantung pada pemikiran mereka sehingga diharapkan siswa dapat berpikir secara optimal. Selain itu keunggulan dari Model Pembelajaran Think Pair Share ini adalah memilikiprosedur yang ditetapkansecaraeksplisituntukmemberikankesempatan yang lebihbanyakkepadasiswauntukberpikir, menjawab, dansalingmembantusatusama lain (Nurhadidkk, 2009: 77). Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan pembelajaran baik aktivitas kelompok, maupun aktivitas individu yang dilakukan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman 2007:101) jenis aktivitas yang diteliti dalam proses pembelajaran adalah meliputi: Visual activities, Oral activities, Listening activities, Drawing activities, Writing activities, Motor activities, Mental activities, Emotional activities. METODE Pendekatan yang digunakanpadapenelitianiniadalahpendekatankualitatif. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Peneliti dalam penelitian ini 3 bertindak sebagai perencana, pengajar, pengamat, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan pelapor hasil penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Malang dengan subyek penelitiannya siswa kelas VIII E berjumlah 38 siswa yang terdiri atas 16 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Sumber data yang diambil dari penelitian ini adalah siswa dan peneliti sebagai pengajar. Data yang akan diambil pada penelitian ini adalah (1) Data hasil observasi diperoleh dari aktivitas siswa dan aktivitas guru selama penerapan pembelajaran Think Pair Share, dan hasil observasi aktivititas siswa di luar kegiatan pembelajaran yaitu pada saat menyelesaikan tugas rumah secara berkelompok dan data diperoleh dengan menggunakan lembar penilaian teman sebaya (Peer Assessment); (2) Data hasil pedoman observasi aktivitas belajar secara klasikal ini berupa data pendukung tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share; (3) Data hasil catatan lapangan sebagai data pendukung untuk mencatat kejadian selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi aktivitas guru, lembar penilaian teman sebaya (peer assessment), pedoman observasi aktivitas belajar siswa secara klasikan dan catatan lapangan. Rincian Tahap Penelitian ini adalah sebagai berikut: Pendahuluan terdidri atas: Pertama, Obsevasi awal. Pada tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan di kelas VIII-E selama proses pembelajaran matematika. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui metode apa saja yang diterapkan oleh guru kelas dan aktivitas siswa dalam belajar matematika. Kedua, Perencanaan Tindakan. Tahap ini meliputi penyusunan Instrumen dan perangkat pembelajaran, penyusunan kelompok yang dipilih secara heterogen,Memberikan panduan kepada para observer tentang cara memberikan nilai pada format lembar aktivitas siswa maupun guru.Pelaksaan Tindakan yang terdiri atas: Pertama, Pelaksanaan tindakan dalam satu siklus akan dibagi menjadi tiga tahap sesuai dengan tahap model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yag telah tersususn dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Kedua, Observasi Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang proses pembelajaran dan dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung yang berpedoman pada lembar observasi. Ketiga, Refleksi. Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menganalisis data hasil observasi, peer assessment, hasil pedoman observasi aktivitas belajar siswa secara klasikal dan data dari catatan lapangan kemudian mengkaji hasil tersebut secara menyeluruh untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya memperbaiki untuk siklus berikutnya sehingga tujuan tercapai. Analisis data siswa selama penerapan pembelajaran Think Pair Sharedapat dihitung dengan menggunakan lembar observasi.Data aktivitas yang diperoleh dicari prosentase dan dianalisis secara deskriptif. Kriteria keberhasilan aktivitas belajar siswa dijelaskan pada tabel 1 berikut. Tabel 1.TabelKriteriaKeberhasilanTindakanDitinjaudariAktivitasSiswa No. 1 2 3 4 Prosentase keberhasilan (%) 85 ≤ PK < 100 70 ≤ PK < 85 54 ≤ PK < 70 39 ≤ PK < 54 Kriteria Keberhasilan A (Sangat Baik) B (Baik) C (Sedang) D (Kurang) 4 5 0 ≤ PK < 39 E (Sangat Kurang) Sumber: Arikunto (2009:245) HASIL Penerapan Model pembelajaran Think Pair Share pada materi Fungsi dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) tahap Think (Berpikir Individu), (2) tahap Pair (Berpasangan), (3) tahap Share (Berbagi). Pembelajaran yang dirancang dimulai dengan memberikan masalah yang berkaitan dengan materi dan disajikan dalam bentuk LKS. Pada tahap Think siswa diminta untuk mengerjakan LKS secara individu. Tahap Pair adalah dimana siswa duduk berkelompok atau berpasangan kemudian saling mendiskusikan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam LKS. Selanjutnya tahap Share, siswa bersama dengan kelompok atau pasangannya menyampaikan hasil diskusinya kepada seluruh kelompok di dalam kelas. Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti mendapatkan hasil observasi sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I 1 Visual Activities 60,52% 76,32% Rata-Rata Prosentase Keberhasilan 68,42% 2 Oral Activities 68,42% 71,05% 69,74% C 3 Listening Activities 31,58% 57, 90% 44,74% D 4 Motor Activities 89,47% 92,10% 90,79% A 5 Writting Activities 47,37% 52,63% 50,00% D 6 Mental Activities 31,58% 50,00% 40,79% D 7 Emotional Activities 47,37% 65,41% 50,00% D 53,76 % 64,66% 59,21 % C No. Aspek Yang Dinilai Rata-rata Prosentase Keberhasilan Pertemuan I Pertemuan II Kriteria Keberhasilan C Data siklus I pada di atas menunjukkan bahwa prosentase aktivitas belajar siswa dengan skor terendah berada pada aspek mental activities dengan prosentase rata-rata 40,79 % dan prosentase aktivitas belajar siswa dengan skor tertinggi yaitu pada tahap motor activities dengan prosentase rata-rata sebesar 90,79 %, sedangkan rata-rata aktivitas belajar siswa pada data siklus I tersebut sebesar 59,21 % atau berada pada kriteria sedang. Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2 Malang selama penerapan model pembelajaran koopratif tipe Think Pair Share pada siklus I dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Secara Klasikal No. Rentang Keberhasilan Frekuensi Prosentase (%) 1 2 85 ≤ PK < 100 70 ≤ PK < 85 4 18 10,53% 47,37% 3 54 ≤ PK < 70 15 39,47% 4 39 ≤ PK < 54 1 2,63% 5 0 ≤ PK < 39 0 0% Jumlah 38 % 5 Berdasarkan tabel3 di atas, diketahui bahwa siswa yang berhasil pada tindakan siklus I sebanyak 22 siswa atau sebesar 57, 90 %. Sedangkan siswa yang belum berhasil pada tindakan siklus I sebanyak 16 siswa atau sebesar 42,10 %. Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti mendapatkan hasil observasi sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I Pertemuan II Visual Activities 73,68% 76,32% Rata-Rata ProsentaseK eberhasilan 75,00% 2 Oral Activities 78,95% 81,58% 80,27% 3 Listening Activities 68,42% 73,68% 71,05% B 4 Motor Activities 94,74% 94,74% 94,74% A 5 Writting Activities 65,79% 76,32% 71,06% B 6 Mental Activities 63,16% 68,42% 65,79% C 7 Emotional Activities 50,00% 84,21% 67,11% C 70,68% 79,32% 75,00% B ProsentaseKeberhasilan No. Aspek Yang Dinilai 1 Rata-rata KriteriaKebe rhasilan B B Data siklus II pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa prosentase aktivitas belajar siswa terendah berada pada aspek mental activities dengan ratarata prosentase keberhasilan 65,79% dan prosentase tertinggi yaitu pada aspekmotor activities dengan rata-rata prosentase keberhasilan 94,47%. Peningkatan prosentase keberhasilan yang terbesar dari siklus I ke siklus II terdapat pada aspek listening activities yaitu sebesar 26, 31 %. Sedangkan ratarata aktivitas belajar siswa pada data siklus II tersebut sebesar 75,00%. Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2 Malang selama penerapan model pembelajaran koopratif tipe Think Pair Share pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5 Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Secara Klasikal No. RentangKeberhasilan Frekuensi 85 ≤ PK < 100 6 1 70 ≤ PK < 85 23 2 54 ≤ PK < 70 9 3 39 ≤ PK < 54 0 4 0 ≤ PK < 39 0 5 Jumlah 38 Prosentase (%) 15,79% 60,53% 23,68% 0% 0% % Berdasarkan tabel 5 di atas, diketahui bahwa siswa yang dikatakan berhasil pada tindakan siklus II sebanyak 29 siswa atau sebesar 76,32%. Sedang siswa yang belum berhasil pada tindakan siklus II sebanyak 9 siswa atau sebesar 23,68 %. PEMBAHASAN Penerapan Model pembelajaran Think Pair Share pada materi Fungsi dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) tahap Think (Berpikir Individu), (2) tahap 6 Pair (Berpasangan), (3) tahap Share (Berbagi) yang masing-masing tahap tertuang dalam LKS. Pada tahap think di siklus 1 siswa belum bisa beradaptasi dengan model pembelajaran yang diterapkan, sehingga pada tahap Think ini siswa tidak berpikir secara individu dalam menyelesaikan LKS. Siswa masih tampak mencontek dan bekerjasama dengan siswa lainnya. Pada siklus II siswa tampak bisa beradaptasi untuk mengerjakan LKS yang diberikan guru dengan individu walaupun masih ada beberapa siswa yang menggangu siswa lain dalam berfikir individu.Pada tahap Pair siklus I, siswa masih terlihat tidak saling berdiskusi dan bekerjasama dengan pasangannya, tampak bahwa siswa berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota kelompok lain dan cenderung dengan teman akrabnya di kelas. Pada siklus II siswa sudah mulai beradaptasi dengan tahap Pair. Dalam kegiatan ini, siswa diharapkan lebih berani berinteraksi dengan pasangan atau kelompoknya. Siswa yang kurang memahami masalah yang diberikan juga akan menjadi lebih paham setelah berdiskusi dengan kelompok atau pasangannya. Hudojo (2003:277) juga menyatakan bahwa bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. Tahap ini melatih siswa untuk aktif dan bekerjasama dengan kelompok atau pasangannya. Siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep akan terbantu oleh pasangannya yang sudah memahami konsep tersebut terlebih dahulu.Pada tahap share siklus I masih banyak pasangan yang malu dan ragu untuk mempresentasikan hasil diskusinya sehingga guru cenderung untuk menunjuk siswa atau pasangan untuk maju mempresentasikannya. Pada siklus II siswa dapat beradaptasi dengan tahap - tahap pada model pembelajaran Think Pair Share. Siswa aktif dalam bertanya, menanggapi dan maju kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Diskusi ini bertujuan untuk mematangkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Sesuai pendapat Hudojo (2003:100) yang menyatakan bahwa dengan berdiskusi kelas, siswa dapat saling mengetahui hasil dari kelompok lain yang mungkin hasilnya sama namun cara penyelesaiannya berbeda sehingga pengalaman belajar siswa dapat bertambah. Aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share bersadarkan pengamatan observer diringkas sebagai berikut : Tabel 6. Ringkasan hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II Siklus I Siklus II Prosentase keberhasilan aktivitas belajar siswa 57,90% 76,32% Rata-rata prosentase keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa 59,21% 75,00% Keberhasilan aktivitas belajar siswa di luar kegiatan pembelajaran di sekolah 3 Kelompok 6 Kelompok Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa pada akhir siklus I belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu sebanyak 22 siswa atau sebesar 57,90 % (dalam kategori “sedang”). Sedangkan untuk rata-rata prosentase keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa juga belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu dengan prosentase sebesar 59,21 % atau dalam kategori “cukup”. Berdasarkan pada tabel 6 pada siklus I, hanya terdapat 3 kelompok yang aktif dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru. 7 Ketidakberhasilan aktivitas belajar ini disebabkan oleh siswa lebih cenderung menyelesaikan tugas secara individu dibanding bekerja secara berkelompok. Pada pelaksanaan siklus II aktivitas belajar siswa meningkat secara signifikan dengan prosentase sebesar 76,32 % atau sebanyak 29 siswa. Peningkatan aktivitas siswa secara klasikal siklus II sebesar 18,42 % atau sebanyak 7 siswa. Selain itu peningkatan rata-rata prosentase aspek aktivitas belajar siswa juga terjadi pada siklus II, pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa prosentase rata-rata keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa dalam kategori “Baik” atau sebesar 75,00 %. Aktivitas belajar siswa pada siklus II meningkat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: Pertama. Siswa sudah terbiasa dan beradaptasi dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sehingga siswa merasa nyaman dengan model pembelajaran yang telah diterapkan. Kedua. Siswa yang dahulunya cenderung pasif menjadi lebih aktif karena guru memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa serta memberikan semangat kepada semua siswa agar lebih giat belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Isjoni (2010:63) bahwa peran guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai motivator, dimana peran guru dalam hal ini adalah membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, disamping itu sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat kepada siswa untuk aktif berpartisipasi. Ketiga. Siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan mandiri dan bekerjasama dalam pasangan serta berani mengeluarkan pendapat dan aktif dalam kegiatan diskusi. Keempat. Siswa lebih aktif menjawab atau memberikan tanggapan dan masukan pada tahap pair dan Share. Kelima. Peningkatan aktivitas siswa juga disebabkan oleh keterlibatan siswa cukup besar dalam proses pembelajaran Think Pair Share, hal ini karena siswa dituntut melakukan interaksi antar siswa dalam satu pasangan maupun siswa dalam pasangan lain. Selain itu, aktivitas belajar siswa di luar kegiatan pembelajaran di sekolah juga meningkat, pada siklus I hanya 3 kelompok yang dikatakan berhasil dan pada siklus II meningkat menjadi 6 Kelompok yang aktif dalam aktivitas belajar di luar sekolah. Peningkatan ini disebabkan oleh peran guru yang sangat besar kepada siswa untuk memberikan motivasi yaitu dengan belajar kelompok diluar kegiatan pembelajaran disekolah dapat memperdalam pengetahuan tentang materi yang sedang dipelajari dengan menyelesaikan tugas rumah. Karena hasil observasi pada siklus II sudah mencapai kriteria keberhasilan, maka berdasarkan peningkatan prosentase keberhasilan pada masing-masing aspek aktivitas belajar yang dicapai dari siklus I dan II dapat disimpulkan bahwa: “ Dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal sehingga aktivitas belajar siswa meningkat”. KESIMPULAN Pada tahap Think, permasalahan yang disajikan dalam bentuk LKS yang disebut sebagai LKS Tahap Think. pengamatan penilaian terfokus pada aspek aktivitas belajar siswa lebih ditekankan pada Oral activities, Writing activities, dan Mental activities. Pada tahap Pair, permasalahan yang disajikan dalam bentuk LKS yang disebut sebagai LKS Tahap pair, pengamatan penilaian terfokus pada aspek aktivitas belajar siswa lebih ditekankan pada Visual activities, Oral activities, Writing activities, Motor activities, Emotional activities dan Mental 8 activities. Pada tahap Share penilaian aspek aktivitas belajar siswa lebih ditekankan pada penilaian aspek visual activities, Listening activities, dan Mental activities. Pada akhir tahap Share penelitian ini guru membimbing siswa untuk membuat suatu kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari. Melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan menggunakan LKS yang terfokus pada aspek aktivitas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2 Malang. Keberhasilan aktivitas belajar siswa pada siklus I termasuk dalam kategori “Sedang”, meningkat menjadi dalam kategori “Baik”. Selain itu, aktivitas belajar siswa diluar kegiatan pembelajaran di sekolah pada siklus I yaitu sebanyak 3 kelompok yang aktif meningkat pada siklus II sebanyak 6 Kelompok yang aktif. SARAN Pada saat pelaksanaan tindakan baik siklus I maupun siklus II manajemen waktu kurang berjalan dengan baik, sehingga peneliti menyarankan calon peneliti untuk lebih cermat lagi dalam mengatur dan menyesuaikan perencanaan waktu dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Saat pemberian tindakan pada siklus I beberapa anggota kelompok tidak ikut aktif dalam diskusi, siswa yang berkemampuan tinggi mendominasi dalam kerja kelompok. Sehingga peneliti menyarankan agar calon peneliti mengatur tempat duduk masing – masing pasangan saling berhadapan sehingga terjadi komunikasi yang baik antar siswa. Saat pelaksanaan tindakan pada siklus I ada beberapa kelompok yang tidak mau membaca perintah pada LKS dan cenderung bertanya dengan guru, sehingga peneliti menyarankan pada calon peneliti agar menyusun LKS secara cermat terutama tata bahasanya agar siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan LKS dan membuat LKS semenarik mungkin sehingga siswa termotivasi untuk belajar Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada jenjang pendidikan dan materi yang lain, sehingga dapat menambah pengetahuan dan manfaat yang lebih banyak dari model pembelajaran ini. 9 DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasarEvaluasiPendidikan. Jakarta: BumiAksara Hudojo, Herman. 2003. PengembanganKurikulumdanPembelajaranMatematika. Malang: Kerjasama JICA dengan FMIPA UniversitasNegeri Malang Isjoni. 2010. Cooperative Learning efektivitasPembelajaranKelompok. Bandung: Alfabeta. Nurhadi&Senduk, AgusGerrad. 2009.PembelajaranKontekstual. Surabaya: JP Books Sardiman. 2007. Interaksi Dan MotivasiDalamBelajarMengajar. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Trianto. 2007. Model-model PembelajaranInovatifBerorientasiKonstruktivistik. Surabaya: PrestasiPustaka. Trianto. 2011. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif: Konsep, Landasan, danImplementasinyapadaKurikulum Tingkat SatuanPendidikan. Jakarta. KencanaPrenada Media Group.