1 penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share

advertisement
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK
PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR
SISWAPADA MATERI FUNGSI KELAS VIII E SMP NEGERI 2
MALANG
Hertika Agustina
Ipung Yuwono
Rini Nurhakiki
Program StudiPendidikanMatematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UniversitasNegeri Malang
Abstract: The objective of this research is to describe the steps of the implementation of
cooperative learning model (think pair share type) which is to improve the students’ learning
activities especially in learning Function subject activities. The data were collected through the
observation of students’ and teacher’s activity and peer assessment. For the observation, it was
also got as the result of the observation during the implementation Think Pair Share in the learning
process. Meanwhile, peer assessment was used to know the students’ learning activities outside the
class.The result of the research showed that the steps of cooperative learning method (Think Pair
Share Type) could improve the students’ learning activities. This research was conducted in two
cycles and each cycle consisted of two meetings. In this research, the students’ learning activities
improved from 57.8% (22 students) in cycle I to 76.32% (29 students) in cycle II. Furthermore,
related to the students’ learning activities outside class, there were 3 groups who were active
outside the class in cycle I. Meanwhile, there were 6 groups who were active outside the class in
cycle II. It meant that the results of cycle II were better than in cycle I.
Keyword: Learning model, learning type of Think Pair Share,Students’ learning activities.
Berlakunya Kurikulum 2004 yang berbasis Kompetensi (KBK) yang
menjadi roh bagi berlakunya Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan ) yang menuntut adanya perubahan paradigma dalam pendidikan dan
pembelajaran, khususnya di lembaga pendidikan formal (sekolah). Pembaharuan
Kurikulum tersebut menghendaki pembelajaran tidak hanya mempelajari konsep,
teori dan fakta tetapi juga penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian materi pelajaran (matematika) tidak hanya tersusun atas hal – hal yang
sederhana dan bersifat hafalan tetapi tersusun atas materi yang kompleks dan
memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis (Trianto 2011: 10-11). Namun proses
pembelajaran pada kenyataannya di sekolah seringkali membuat siswa kesulitan
dalam belajar matematika dan siswa cenderung kurang menyukai dengan
pelajaran matematika. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk
mengembangkan aktivitas siswa, dalam penerapan kegiatan proses pembelajaran
saat ini, guru secara tidak sadar mengakibatkan aktivitas siswa menjadi terhambat
(Panduan KTSP 2006). Proses pembelajaran yang kurang melibatkan siswa dapat
menyebabkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep menjadi kurang optimal
karena siswa cenderung bekerja secara prosedural dan menghafal. Guru lebih
sering menekankan bahwa suatu jawaban dalam menyelesaikan soal matematika
hanya dapat dicapai dengan satu cara, atau hanya ada satu jawaban yang benar.
Guru pada umumnya kurang menyenangi keadaan siswa yang sering bertanya
tentang hal-hal yang berada di luar konteks yang dibicarakan. Dengan kondisi
* Hertika Agustina adalah Mahasiswi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Malang, Ipung Yuwono dan Rini Nurhakiki adalah Dosen Universitas Negeri Malang.
1
2
demikian, maka aktivitas siswa terhambat atau tidak dapat berkembang secara
optimal.
Berdasarkan observasi yang dilaksanakan oleh peneliti pada saat proses
pembelajaran berlangsung, pembelajaran yang dilaksanakan di kelas VIII-E SMP
Negeri 2 Malang masih bersifat konvensional. Metode yang sering diterapkan
oleh guru adalah metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas sehingga
siswa menjadi pasif dalam belajar. Peneliti mencatat pada saat guru menerapkan
diskusi kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 4-5 orang, siswa
yang pandai mendominasi dalam pembelajaran. Data yang diperoleh peneliti dari
38 siswa hanya 5 siswa aktif bertanya dan 7 siswa atau dengan prosentase 31,6%
dapat menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh guru, sisanya hanya
mendengarkan dan melihat temannya mengerjakan tanpa ikut aktif mengerjakan.
Keadaan yang sama juga terjadi pada saat presentasi kelas hanya 8 siswa dari 38
atau dengan prosentase 21,05 % siswa yang mendengarkan sedangkan sisanya
tidak mau mendengarkan penjelasan temannya di depan kelas dan berbicara diluar
materi pelajaran serta ada siswa yang melamun serta ada yang mengerjakan tugas
mata pelajaran yang lain. Selain itu penyebab dari tidak aktifnya siswa dalam
pembelajaran kemungkinan model pembelajaran yang tidak bervariasi dan tidak
menimbulkan aktivitas siswa dalam proses belajar matematika.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut adalah penerapan model pembelajaran tipe Think Pair Share. Model
pembelajaran Think Pair Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekanrekan dari Universitas Maryland.Trianto (2007:61) menyatakan bahwa
Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir serta aktivitas siswa, karena siswa
membangun pengetahuan melewati eksplorasi dirinya sendiri dan pengetahuan
siswa juga bisa berkembang melalui transfer pola pikir dengan siswa yang
lain,sehingga siswa mampu menggabungkan dan membandingkan pola pikir
mereka sendiri dengan pola pikir siswa yang lain. Model pembelajaran ini dapat
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi karena di sini potensi yang
dimiliki oleh siswa benar-benar digali semaksimal mungkin. Selain itu kecakapan
dan strategi mereka juga diuji, apa yang akan siswa lakukan terhadap masalah
yang dia dapatkan tergantung pada pemikiran mereka sehingga diharapkan siswa
dapat berpikir secara optimal. Selain itu keunggulan dari Model Pembelajaran
Think
Pair
Share
ini
adalah
memilikiprosedur
yang
ditetapkansecaraeksplisituntukmemberikankesempatan
yang
lebihbanyakkepadasiswauntukberpikir, menjawab, dansalingmembantusatusama
lain (Nurhadidkk, 2009: 77).
Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan pembelajaran baik aktivitas
kelompok, maupun aktivitas individu yang dilakukan oleh siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman 2007:101)
jenis aktivitas yang diteliti dalam proses pembelajaran adalah meliputi: Visual
activities, Oral activities, Listening activities, Drawing activities, Writing
activities, Motor activities, Mental activities, Emotional activities.
METODE
Pendekatan yang digunakanpadapenelitianiniadalahpendekatankualitatif.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Peneliti dalam penelitian ini
3
bertindak sebagai perencana, pengajar, pengamat, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis data, dan pelapor hasil penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Negeri 2 Malang dengan subyek penelitiannya siswa kelas VIII E berjumlah 38
siswa yang terdiri atas 16 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Sumber data
yang diambil dari penelitian ini adalah siswa dan peneliti sebagai pengajar. Data
yang akan diambil pada penelitian ini adalah (1) Data hasil observasi diperoleh
dari aktivitas siswa dan aktivitas guru selama penerapan pembelajaran Think Pair
Share, dan hasil observasi aktivititas siswa di luar kegiatan pembelajaran yaitu
pada saat menyelesaikan tugas rumah secara berkelompok dan data diperoleh
dengan menggunakan lembar penilaian teman sebaya (Peer Assessment); (2) Data
hasil pedoman observasi aktivitas belajar secara klasikal ini berupa data
pendukung tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share; (3) Data hasil catatan lapangan sebagai data pendukung untuk mencatat
kejadian selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar
observasi aktivitas guru, lembar penilaian teman sebaya (peer assessment),
pedoman observasi aktivitas belajar siswa secara klasikan dan catatan lapangan.
Rincian Tahap Penelitian ini adalah sebagai berikut: Pendahuluan terdidri
atas: Pertama, Obsevasi awal. Pada tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi
permasalahan di kelas VIII-E selama proses pembelajaran matematika. Observasi
ini dilakukan untuk mengetahui metode apa saja yang diterapkan oleh guru kelas
dan aktivitas siswa dalam belajar matematika. Kedua, Perencanaan Tindakan.
Tahap ini meliputi penyusunan Instrumen dan perangkat pembelajaran,
penyusunan kelompok yang dipilih secara heterogen,Memberikan panduan
kepada para observer tentang cara memberikan nilai pada format lembar aktivitas
siswa maupun guru.Pelaksaan Tindakan yang terdiri atas: Pertama, Pelaksanaan
tindakan dalam satu siklus akan dibagi menjadi tiga tahap sesuai dengan tahap
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yag telah tersususn dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Kedua, Observasi Observasi yang dilakukan
dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang
lebih mendalam tentang proses pembelajaran dan dilaksanakan pada saat kegiatan
belajar mengajar sedang berlangsung yang berpedoman pada lembar observasi.
Ketiga, Refleksi. Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menganalisis data
hasil observasi, peer assessment, hasil pedoman observasi aktivitas belajar siswa
secara klasikal dan data dari catatan lapangan kemudian mengkaji hasil tersebut
secara menyeluruh untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya
memperbaiki untuk siklus berikutnya sehingga tujuan tercapai. Analisis data siswa
selama penerapan pembelajaran Think Pair Sharedapat dihitung dengan
menggunakan lembar observasi.Data aktivitas yang diperoleh dicari prosentase
dan dianalisis secara deskriptif. Kriteria keberhasilan aktivitas belajar siswa
dijelaskan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1.TabelKriteriaKeberhasilanTindakanDitinjaudariAktivitasSiswa
No.
1
2
3
4
Prosentase keberhasilan (%)
85 ≤ PK < 100
70 ≤ PK < 85
54 ≤ PK < 70
39 ≤ PK < 54
Kriteria Keberhasilan
A (Sangat Baik)
B (Baik)
C (Sedang)
D (Kurang)
4
5
0 ≤ PK < 39
E (Sangat Kurang)
Sumber: Arikunto (2009:245)
HASIL
Penerapan Model pembelajaran Think Pair Share pada materi Fungsi
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) tahap Think (Berpikir Individu), (2) tahap
Pair (Berpasangan), (3) tahap Share (Berbagi). Pembelajaran yang dirancang
dimulai dengan memberikan masalah yang berkaitan dengan materi dan disajikan
dalam bentuk LKS. Pada tahap Think siswa diminta untuk mengerjakan LKS
secara individu. Tahap Pair adalah dimana siswa duduk berkelompok atau
berpasangan kemudian saling mendiskusikan dan memecahkan permasalahan
yang ada dalam LKS. Selanjutnya tahap Share, siswa bersama dengan kelompok
atau pasangannya menyampaikan hasil diskusinya kepada seluruh kelompok di
dalam kelas.
Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti mendapatkan
hasil observasi sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
1
Visual Activities
60,52%
76,32%
Rata-Rata
Prosentase
Keberhasilan
68,42%
2
Oral Activities
68,42%
71,05%
69,74%
C
3
Listening Activities
31,58%
57, 90%
44,74%
D
4
Motor Activities
89,47%
92,10%
90,79%
A
5
Writting Activities
47,37%
52,63%
50,00%
D
6
Mental Activities
31,58%
50,00%
40,79%
D
7
Emotional Activities
47,37%
65,41%
50,00%
D
53,76 %
64,66%
59,21 %
C
No.
Aspek Yang Dinilai
Rata-rata
Prosentase Keberhasilan
Pertemuan I
Pertemuan II
Kriteria
Keberhasilan
C
Data siklus I pada di atas menunjukkan bahwa prosentase aktivitas
belajar siswa dengan skor terendah berada pada aspek mental activities dengan
prosentase rata-rata 40,79 % dan prosentase aktivitas belajar siswa dengan skor
tertinggi yaitu pada tahap motor activities dengan prosentase rata-rata sebesar
90,79 %, sedangkan rata-rata aktivitas belajar siswa pada data siklus I tersebut
sebesar 59,21 % atau berada pada kriteria sedang.
Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2
Malang selama penerapan model pembelajaran koopratif tipe Think Pair Share
pada siklus I dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Secara Klasikal
No.
Rentang Keberhasilan
Frekuensi
Prosentase (%)
1
2
85 ≤ PK < 100
70 ≤ PK < 85
4
18
10,53%
47,37%
3
54 ≤ PK < 70
15
39,47%
4
39 ≤ PK < 54
1
2,63%
5
0 ≤ PK < 39
0
0%
Jumlah
38
%
5
Berdasarkan tabel3 di atas, diketahui bahwa siswa yang berhasil pada
tindakan siklus I sebanyak 22 siswa atau sebesar 57, 90 %. Sedangkan siswa yang
belum berhasil pada tindakan siklus I sebanyak 16 siswa atau sebesar 42,10 %.
Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti
mendapatkan hasil observasi sebagai berikut:
Tabel 4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
Pertemuan I
Pertemuan II
Visual Activities
73,68%
76,32%
Rata-Rata
ProsentaseK
eberhasilan
75,00%
2
Oral Activities
78,95%
81,58%
80,27%
3
Listening Activities
68,42%
73,68%
71,05%
B
4
Motor Activities
94,74%
94,74%
94,74%
A
5
Writting Activities
65,79%
76,32%
71,06%
B
6
Mental Activities
63,16%
68,42%
65,79%
C
7
Emotional Activities
50,00%
84,21%
67,11%
C
70,68%
79,32%
75,00%
B
ProsentaseKeberhasilan
No.
Aspek Yang Dinilai
1
Rata-rata
KriteriaKebe
rhasilan
B
B
Data siklus II pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa prosentase
aktivitas belajar siswa terendah berada pada aspek mental activities dengan ratarata prosentase keberhasilan 65,79% dan prosentase tertinggi yaitu pada
aspekmotor activities dengan rata-rata prosentase keberhasilan
94,47%.
Peningkatan prosentase keberhasilan yang terbesar dari siklus I ke siklus II
terdapat pada aspek listening activities yaitu sebesar 26, 31 %. Sedangkan ratarata aktivitas belajar siswa pada data siklus II tersebut sebesar 75,00%.
Secara klasikal, aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2
Malang selama penerapan model pembelajaran koopratif tipe Think Pair Share
pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Secara Klasikal
No.
RentangKeberhasilan
Frekuensi
85 ≤ PK < 100
6
1
70
≤
PK
<
85
23
2
54 ≤ PK < 70
9
3
39 ≤ PK < 54
0
4
0 ≤ PK < 39
0
5
Jumlah
38
Prosentase (%)
15,79%
60,53%
23,68%
0%
0%
%
Berdasarkan tabel 5 di atas, diketahui bahwa siswa yang dikatakan
berhasil pada tindakan siklus II sebanyak 29 siswa atau sebesar 76,32%. Sedang
siswa yang belum berhasil pada tindakan siklus II sebanyak 9 siswa atau sebesar
23,68 %.
PEMBAHASAN
Penerapan Model pembelajaran Think Pair Share pada materi Fungsi
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) tahap Think (Berpikir Individu), (2) tahap
6
Pair (Berpasangan), (3) tahap Share (Berbagi) yang masing-masing tahap
tertuang dalam LKS.
Pada tahap think di siklus 1 siswa belum bisa beradaptasi dengan model
pembelajaran yang diterapkan, sehingga pada tahap Think ini siswa tidak berpikir
secara individu dalam menyelesaikan LKS. Siswa masih tampak mencontek dan
bekerjasama dengan siswa lainnya. Pada siklus II siswa tampak bisa beradaptasi
untuk mengerjakan LKS yang diberikan guru dengan individu walaupun masih
ada beberapa siswa yang menggangu siswa lain dalam berfikir individu.Pada
tahap Pair siklus I, siswa masih terlihat tidak saling berdiskusi dan bekerjasama
dengan pasangannya, tampak bahwa siswa berdiskusi dan bekerjasama dengan
anggota kelompok lain dan cenderung dengan teman akrabnya di kelas. Pada
siklus II siswa sudah mulai beradaptasi dengan tahap Pair. Dalam kegiatan ini,
siswa diharapkan lebih berani berinteraksi dengan pasangan atau kelompoknya.
Siswa yang kurang memahami masalah yang diberikan juga akan menjadi lebih
paham setelah berdiskusi dengan kelompok atau pasangannya. Hudojo (2003:277)
juga menyatakan bahwa bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. Tahap ini
melatih siswa untuk aktif dan bekerjasama dengan kelompok atau pasangannya.
Siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep akan terbantu oleh
pasangannya yang sudah memahami konsep tersebut terlebih dahulu.Pada tahap
share siklus I masih banyak pasangan yang malu dan ragu untuk
mempresentasikan hasil diskusinya sehingga guru cenderung untuk menunjuk
siswa atau pasangan untuk maju mempresentasikannya. Pada siklus II siswa dapat
beradaptasi dengan tahap - tahap pada model pembelajaran Think Pair Share.
Siswa aktif dalam bertanya, menanggapi dan maju kedepan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Diskusi ini bertujuan untuk mematangkan
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Sesuai pendapat Hudojo
(2003:100) yang menyatakan bahwa dengan berdiskusi kelas, siswa dapat saling
mengetahui hasil dari kelompok lain yang mungkin hasilnya sama namun cara
penyelesaiannya berbeda sehingga pengalaman belajar siswa dapat bertambah.
Aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair
share bersadarkan pengamatan observer diringkas sebagai berikut :
Tabel 6. Ringkasan hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus I
Siklus II
Prosentase keberhasilan aktivitas belajar siswa
57,90%
76,32%
Rata-rata prosentase keberhasilan aspek aktivitas
belajar siswa
59,21%
75,00%
Keberhasilan aktivitas belajar siswa di luar
kegiatan pembelajaran di sekolah
3 Kelompok
6 Kelompok
Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa
pada akhir siklus I belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu sebanyak 22 siswa
atau sebesar 57,90 % (dalam kategori “sedang”). Sedangkan untuk rata-rata
prosentase keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa juga belum mencapai kriteria
keberhasilan yaitu dengan prosentase sebesar 59,21 % atau dalam kategori
“cukup”. Berdasarkan pada tabel 6 pada siklus I, hanya terdapat 3 kelompok yang
aktif dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
7
Ketidakberhasilan aktivitas belajar ini disebabkan oleh siswa lebih cenderung
menyelesaikan tugas secara individu dibanding bekerja secara berkelompok.
Pada pelaksanaan siklus II aktivitas belajar siswa meningkat secara
signifikan dengan prosentase sebesar 76,32 % atau sebanyak 29 siswa.
Peningkatan aktivitas siswa secara klasikal siklus II sebesar 18,42 % atau
sebanyak 7 siswa. Selain itu peningkatan rata-rata prosentase aspek aktivitas
belajar siswa juga terjadi pada siklus II, pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa
prosentase rata-rata keberhasilan aspek aktivitas belajar siswa dalam kategori
“Baik” atau sebesar 75,00 %. Aktivitas belajar siswa pada siklus II meningkat
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: Pertama. Siswa sudah terbiasa dan
beradaptasi dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
sehingga siswa merasa nyaman dengan model pembelajaran yang telah
diterapkan. Kedua. Siswa yang dahulunya cenderung pasif menjadi lebih aktif
karena guru memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa serta memberikan
semangat kepada semua siswa agar lebih giat belajar, hal ini sesuai dengan
pendapat Isjoni (2010:63) bahwa peran guru dalam pembelajaran kooperatif
adalah sebagai motivator, dimana peran guru dalam hal ini adalah membimbing
serta mengarahkan jalannya diskusi, disamping itu sebagai motivator guru
berperan sebagai pemberi semangat kepada siswa untuk aktif berpartisipasi.
Ketiga. Siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan mandiri dan bekerjasama
dalam pasangan serta berani mengeluarkan pendapat dan aktif dalam kegiatan
diskusi. Keempat. Siswa lebih aktif menjawab atau memberikan tanggapan dan
masukan pada tahap pair dan Share. Kelima. Peningkatan aktivitas siswa juga
disebabkan oleh keterlibatan siswa cukup besar dalam proses pembelajaran Think
Pair Share, hal ini karena siswa dituntut melakukan interaksi antar siswa dalam
satu pasangan maupun siswa dalam pasangan lain.
Selain itu, aktivitas belajar siswa di luar kegiatan pembelajaran di
sekolah juga meningkat, pada siklus I hanya 3 kelompok yang dikatakan berhasil
dan pada siklus II meningkat menjadi 6 Kelompok yang aktif dalam aktivitas
belajar di luar sekolah. Peningkatan ini disebabkan oleh peran guru yang sangat
besar kepada siswa untuk memberikan motivasi yaitu dengan belajar kelompok
diluar kegiatan pembelajaran disekolah dapat memperdalam pengetahuan tentang
materi yang sedang dipelajari dengan menyelesaikan tugas rumah.
Karena hasil observasi pada siklus II sudah mencapai kriteria
keberhasilan, maka berdasarkan peningkatan prosentase keberhasilan pada
masing-masing aspek aktivitas belajar yang dicapai dari siklus I dan II dapat
disimpulkan bahwa: “ Dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
Share siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal sehingga
aktivitas belajar siswa meningkat”.
KESIMPULAN
Pada tahap Think, permasalahan yang disajikan dalam bentuk LKS yang
disebut sebagai LKS Tahap Think. pengamatan penilaian terfokus pada aspek
aktivitas belajar siswa lebih ditekankan pada Oral activities, Writing activities,
dan Mental activities. Pada tahap Pair, permasalahan yang disajikan dalam bentuk
LKS yang disebut sebagai LKS Tahap pair, pengamatan penilaian terfokus pada
aspek aktivitas belajar siswa lebih ditekankan pada Visual activities, Oral
activities, Writing activities, Motor activities, Emotional activities dan Mental
8
activities. Pada tahap Share penilaian aspek aktivitas belajar siswa lebih
ditekankan pada penilaian aspek visual activities, Listening activities, dan Mental
activities. Pada akhir tahap Share penelitian ini guru membimbing siswa untuk
membuat suatu kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari.
Melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
dengan menggunakan LKS yang terfokus pada aspek aktivitas dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 2 Malang.
Keberhasilan aktivitas belajar siswa pada siklus I termasuk dalam kategori
“Sedang”, meningkat menjadi dalam kategori “Baik”. Selain itu, aktivitas belajar
siswa diluar kegiatan pembelajaran di sekolah pada siklus I yaitu sebanyak 3
kelompok yang aktif meningkat pada siklus II sebanyak 6 Kelompok yang aktif.
SARAN
Pada saat pelaksanaan tindakan baik siklus I maupun siklus II
manajemen waktu kurang berjalan dengan baik, sehingga peneliti menyarankan
calon peneliti untuk lebih cermat lagi dalam mengatur dan menyesuaikan
perencanaan waktu dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Saat pemberian tindakan pada siklus I beberapa anggota kelompok tidak
ikut aktif dalam diskusi, siswa yang berkemampuan tinggi mendominasi dalam
kerja kelompok. Sehingga peneliti menyarankan agar calon peneliti mengatur
tempat duduk masing – masing pasangan saling berhadapan sehingga terjadi
komunikasi yang baik antar siswa.
Saat pelaksanaan tindakan pada siklus I ada beberapa kelompok yang
tidak mau membaca perintah pada LKS dan cenderung bertanya dengan guru,
sehingga peneliti menyarankan pada calon peneliti agar menyusun LKS secara
cermat terutama tata bahasanya agar siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan
LKS dan membuat LKS semenarik mungkin sehingga siswa termotivasi untuk
belajar
Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian mengenai
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada jenjang pendidikan
dan materi yang lain, sehingga dapat menambah pengetahuan dan manfaat yang
lebih banyak dari model pembelajaran ini.
9
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasarEvaluasiPendidikan. Jakarta:
BumiAksara
Hudojo, Herman. 2003. PengembanganKurikulumdanPembelajaranMatematika.
Malang: Kerjasama JICA dengan FMIPA UniversitasNegeri Malang
Isjoni. 2010. Cooperative Learning efektivitasPembelajaranKelompok.
Bandung: Alfabeta.
Nurhadi&Senduk, AgusGerrad. 2009.PembelajaranKontekstual. Surabaya: JP
Books
Sardiman. 2007. Interaksi Dan MotivasiDalamBelajarMengajar. Jakarta: Raja
GrafindoPersada.
Trianto. 2007. Model-model PembelajaranInovatifBerorientasiKonstruktivistik.
Surabaya: PrestasiPustaka.
Trianto. 2011. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, danImplementasinyapadaKurikulum Tingkat
SatuanPendidikan. Jakarta. KencanaPrenada Media Group.
Download