BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sayuran sawi ditaneim dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan S perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan tersebut adalah : (1) ETT MS = Bokashi + ETT daun mimba segar, (2) ETT MK = Bokashi + ETT daun mimba kering, (3) Kl = Kontrol dengan Bokashi, (4) K2 = Kontrol tanpa bokashi, (5) KP = Kontrol yang dibeli dari Pasar Pagi Arengka. Analisis sidik ragam dilakukan, dengan hasil sebagai berikut. 4.1.1. Analisis fisik 4.1.1.1. Berat segar tanaman sawi Berat sawi segar diukur ditentukan melalui penimbangan sawi bersama akamya yang telah dibersihkan. Tabel 1 menunjukkan berat segar tanaman sawi yang diberi perlakuan dengan ETT mimba kering (MK) berbeda secara nyata (P<0,05) dengan sawi yang ditanam dengan perlakuan ETT mimba segar (MS) dan kedua kontrol. Namun, berat sawi dengan perlakuan ETT MS tidak berbeda secara nyata dengan Kl (P>0,05). Tabel 1. Berat sawi segar No Perlakuan 1 ETT MS (mimba segar) 2 ETT MK (mimba kering) 3 Kl (kontrol l:bokashi tanpa ETT) 4 K2 (kontrol 2:tanpa bokashi dan ETT) Berat Segar (g) 514,10*5.308" 633,60 ± 4.784' 519,06*6.096" 325,16 ± 1.704" Ket: notasi yang berbeda menunjukkan berat sawi segar yang berbeda secara nyata (P<0,05) Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa berat sawi segar yang ditanam dengan perlakuan ETT MK (63,360 g) > Kl (51,906 g) > ETT MS (51,410 g) > K2 (32,516 g). 22 700 ® 600 u 500 SD 4 0 0 * 300 200 100 0 514.1 623.6 519.067 326.167 J MS MK Kl Perlakuan K2 Gambar 6. Diagram berat sawi segar dengan 4 perlakuan. Keterangan: MK= ETT daun mimba kering, MS= ETT daun mimba segar, Kl= kontrol dengan bokashi, K2= kontrol tanpa bokashi. 4.1.1.2. Persentase kerusakan daun Persentase kerusakan daun dihitung berdasarkan penjumlahan daun yang rusak. Tabel 3 menunjukkan persentase kerusakan daun sawi yang disiram dengan ETT daun mimba kering (MK) tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dengan sawi yang ditanam tanpa menggunakan bokashi dan ETT (K2). Tabel 2. Persentase Kerusakan Daun sawi No Perlakuan 1 2 3 4 Kerusakan Daun (%) ETT MS (mimba segar) ETT MK (mimba kering) Kl (kontrol l:bokashi tanpa ETT) K2 (kontrol 2:tanpa bokashi dan E l l ) 86.789*3,817" 85.055 ± 2,274" 88.123*2,033" 89.198* 1,791" Ket : notasi yang sama menunjukkan persentase kerusakan daun yang tidak berbeda secara nyata (P>0,05) Tingkat kerusakan daun (Gambar 7) dari sawi yang diberi perlakuan ETT MK (85.055 %) < ETT MS (86.789 %) < Kl (88.123 %) <K2 (89.198%). 23 85.056 88.12J 89.198 I? MS MK Kl Perlakuan Gambar 7. Diagram persentase kerusalcan daun sawi dengan 4 perlakuan. Keterangan: MK= ETT daun mimba kering, MS= ETT daun mimba segar, Kl= kontrol dengan bokashi, K2= kontrol tanpa bokashi. 4.1.2. Analisis kimia 4.1.2.1. Kandungan vitamin C Kandungan vitamin C pada daun sawi ditentukan dengan metode iodimetri. Tabel 3 menunjukkan kandungan vitamin C pada sampel sayur sawi yang ditanam dengan perlakuan ekstrak tanaman terfermentasi (ETT) dari daun mimba segar (MS) dan kering (MK) memberikan hasil yang tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) dibandingkan dengan ketiga kontrol (Kl,K2,dan KP). Tabel 3. Kandungan vitamin C No Perlakuan 1 ETT MS (mimba segar) 2 ETT MK (mimba kering) 3 Kl (kontrol Irbokashi tanpa ETT) 4 K2 (kontrol 2:tanpa bokashi dan ETT) 5 KP (Pasar Pagi Arengka) Vitamin C (mg/lOOg) 69,178*7,222' 69,911 *9,055" 67,711 *7,360" 66,000 * 7,379" 62,578*4,276" Ket: notasi yang sama menunjukkan kandungan vitamin C yang tidak berbeda secara nyata (P >0,05) 24 Gambar 8 memperlihatkan kandungan vitamin C pada sawi yang diberi perlakuan ETT MK (69,911 mg/lOOg) >ETT MS (69,178 mg/lOOg ) > Kl (67,711 mg/lOOg) >K2 (66,000 mg/lOOg) >KP (62,578 mg/lOOg). 70 t ^8_I78 60 50 U B ^ 69mi e-LJU 66.000 62.578 40 30 20 MS MK Kl K2 Perlakuan KP Gambar 8. Diagram kandungan vitamin C sawi dengan 5 perlakuan. Keterangan: MK= ETT daun mimba kering, MS= ETT daun mimba segar, Kl= kontrol dengan bokashi, K2= kontrol tanpa bokashi, KP= kontrol dari Pasar Pagi Arengka. 4.1.2.2. Kadar total fenol Kadar total fenol pada sawi ditentukan dengan menggunakan metoda FolinCioucalteau. Kadar total fenol pada sayur sawi (Tabel 4) yang diberi perlakuan ETT MK berbeda secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan ketiga kontrol (Kl, K2, dan KP), namun tidak berbeda secara nyata dengan perlakuan ETT MS (P^0,05). Tabel 4. Kadar total fenol No Perlakuan 1 ETT MS (mimba segar) 2 ETT MK (mimba kering) 3 Kl (kontrol Irbokashi tanpa E l i ) 4 K2 (kontrol 2:tanpa bokashi dan ETT) 5 KP (Pasar Pagi Arengka) Total Fenol (mg/lOOg) 594.940*7,036" 603.770 ± 8,466" 546.429* 4,9 ir 521.429*9,297" 490.972* 10,506" Ket: notasi yang bervariasi menunjukkan kadar total fenol yang berbeda secara nyata (P<0,05) 25 Kadar total fenol (Gambar 9) pada sawi yang diberi perlakuan ETT MK (603,770 mg/lOOg) >ETT MS (594.940 mg/lOOg) >K1 (546.429 mg/lOOg) >K2 (521.429 mg/lOOg) >KP (490.972 mg/lOOg). Periakuan Keterangan: Gambar 9. Diagram kadar total fenol sawi dengan 5 perlakuan. MK= ETT daun mimba kering, MS= ETT daun mimba segar, Kl= kontrol dengan bokashi, K2= kontrol tanpa bokashi, KP= kontrol dari Pasar Pagi Arengka. 4.1.2.3. Aktivitas antioksidan (%) Aktivitas antioksidan pada sawi ditentukan berdasarkan persentase penghambatan (inhibisi) oksidasi asam linoleat. Persentase inhibisi didapatkan berdasarkan absorbansi sampel dan blanko saat waktu 0 (to) dan 24 (124) jam yang diukur pada panjang gelombang 500 nm. Tabel 5 menunjukkan aktivitas antioksidan pada sawi yang diberi perlakuan ETT MK tidak berbeda secara nyata dengan ETT MS (P>0,05) tetapi berbeda secara nyata dengan ketiga kontrol (P<0,05). Tabel 5. Aktivitas antioksidan (%) sawi No Periakuan 1 ETT MS (mimba segar) 2 ETT MK (mimba kering) 3 Kl (kontrol hbokashi tanpa ETT) 4 K2 (kontrol 2:tanpa bokashi dan Eri) 5 KP (Pasar Pagi Arengka) Aktivitas Antioksidan (%) 71,852 ± 3,013 74,815 ±5,636' 66,420 ±4,326*" 63,457 ±2,386" 62,222 ±3,322" Ket: notasi yang bervariasi menunjukkan aktivitas antioksidan yang berbeda secara nyata (P<0,65) 26 Aktivitas antioksidan pada sawi (Gambar 10) dengan perlakuan ETT MK (74,815%) >ETT MS (71,852%) >K1 (66,420%) >K2 (63,457%) >KP (62,222%). 74.8] 5 66.420 MS MK 63.457 62.222 Kl K2 Perlakuan KP Gambar 10. Diagram aktivitas antioksidan sawi dengan 5 perlakuan. Keterangan: MK= ETT daun mimba kering, MS= ETT daun mimba segar, Kl= kontrol dengan bokashi, K2= kontrol tanpa bokashi, KP= kontrol dari Pasar Pagi Arengka. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Analisis Fisik Analisis fisik tanaman yang diukur meliputi berat, dan persentase kerusakan daun. Berat sawi segar (g) diukur dengan menimbang tanaman bersama akamya setelah dibersihkan. Tabel 1 menunjukkan berat segar tanaman sawi tertinggi (63,360 g) yang disiram dengan ETT daun mimba kering (MK) dan tidak berbeda secara nyata (P >0,05) dengan sawi yang ditanam tanpa menggunakan bokashi dan ETT (K2). Hal ini disebabkan karena faktor hujan. Hujan menyebabkan berkurangnya penyerapan ETT dan unsur hara tanah yang mudah larut di dalam air. Pertumbuhan yang tidak berbeda secara nyata akan memberikan berat dan kandungan senyawa-senyawa yang tidak jauh berbeda. Selain itu, hujan menyebabkan teijadinya pemadatan tanah, sehingga mengganggu sistem aerasi tanah. Penggemburan akan meningkatkan sistem aerasi pada tanah, sehingga proses pertukaran gas menjadi lebih baik. Oksigen akan berdifiisi ke dalam sel-sel akar melalui lentisel untuk pemapasan. Selain itu, mikroorganisme aerob, bakteri, aktinomisetes, dan fungi yang terdapat dalam EM memanfaatkan oksigen dari atmosfer tanah dan sangat berpengaruh terhadap perubahan hara dari bahan organik menjadi bentuk yang mudah 27 larut, sehingga dapat digunakan oleh tanaman (Foth, 1994). Membaiknya aerasi tanah akan meningkatkan produksi nitrat ((Sutedjo dkk., 1991). Peningkatan berat pada sawi yang diberi bokashi dan disiram dengan ETT karena pengaruh mikroba tanah yang mengandung beberapa spesies yang terdapat dalam EM dapat mensintesis beberapa fitohormon, seperti: auksin, giberelin, dan kinetin yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Kato dkk., 1996). Auksin merupakan hormon yang merangsang pemanjangangan koleoptil dan batang. Auksin juga merangsang pembelahan sel dalam kambium. Giberelin dapat merangsang pertumbuhan batang. Hormon sitokinin dapat mendorong pembelahan sel dalam bagian ujung tunas samping dan mengubahnya menjadi meristem aktif (Heddy, 1996). Actinomycetes dan Streptomyces menghasilkan auksin, giberelin dan sitokinin. Jamur Aspergillus niger menghasilkan giberelin (Kato dkk., 1996). Persentase kerusakan daun dihitung berdasarkan penjumlahan daun yang rusak. Tabel 2 menunjukkan persentase kerusakan daun sawi yang disiram dengan ETT daun mimba kering (MK) tidak berbeda secara nyata (P >0,05) dengan sawi yang disiram dengan ETT daun mimba segar (MS) dan tanpa menggunakan bokashi dan ETT (K2). Tingginya kerusakan daun hampir 90% disebabkan karena curah hujan yang tinggi. ETT yang melekat pada daun sawi sering terlarutkan oleh hujan, sehingga hanya sebahagian ETT yang terserap oleh sawi. Rendahnya konsentrasi ETT yang terserap dan melekat pada daun akan menurunkan daya usir hama. Berkurangnya intensitas hujan akan meningkatkan penyerapan ETT oleh tanaman. Oleh karena itu, mungkin perlu untuk meningkatkan konsentrasi ETT pada musim hujan. 4.2.2. Analisis Kimia Penggunaan bokashi dan ETT daun mimba diharapkan dapat meningkatkan kandungan antioksidan seperti vitamin C, dan total fenol pada sawi. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas, dan basa (Winamo, 1991). Vitamin C merupakan antioksidan primer yang mencegah pembentukan senyawa radikal baru. Senyawa fenolik merupakan senyawa yang mudah larut dan terlepas dari jaringan buah-buahan dan sayuran pada proses yang terjadi di dalam air. Senyawa fenolik berperan sebagai antioksidan primer yang dapat menghentikan reaksi 28 i pembentukan radikal. Senyawa fenolik dapat melepaskan hidrogen karena adanya ikatan rangkap yang terkonjugasi dan gugus hidroksil yang kaya elektron (Kalt, 2005). Pada penelitian ini peningkatan kandungan vitamin C pada sawi yang diberi periakuan ETT tidak berbeda secara nyata (P >0,05) jika dibandingkan dengan kontrol, seperti terlihat pada Tabel 3 Kandungan vitamin C pada sawi yang diberi bokashi dan ETT daun mimba kering sebesar 69,91 Img/IOOg, sedangkan pada kontrol sebesar 66,0 mg/lOOg. Data ini menunjukkan kecilnya pengaruh ETT terhadap peningkatan kandungan vitamin C. Hal ini disebabkan karena pengaruh hujan yang mengurangi penyerapan ETT oleh sawi. Selain itu, penggunaan bokashi pada budidaya di kebun bokashi KOMPPOS-EM sebelum penelitian ini dilakukan menyebabkan peningkatan unsur hara yang tersedia. Peningkatan unsur hara akan menyebabkan sawi tumbuh lebih baik. Sedangkan sawi yang dibeli dari Pasar Pagi Arengka memiliki kandungan vitamin C sebesar 62,578mg/100g, namun tidak berbeda secara nyata dengan sawi yang diberi perlakuan ETT MK. Hal ini disebabkan karena penanaman sawi oleh petani menggunakan pupuk kandang. Sehingga tidak akan menurunkan kandungan vitamin C pada sawi. Chassy dkk (2006) melaporkan bahwa jumlah kandungan total fenol dan vitamin C dari tomat yang ditanam menggunakan mulsa organik meningkat sebesar 29% dan pupuk kandang meningkat sebesar 17,6% dibanding menggunakan larutan pupuk mineral. Hal ini menunjukkan bahwa sumber nutrien dapat mempengaruhi jumlah antioksidan pada tomat. Sayuran sawi yang ditanam dengan menggunakan bokashi dan diberi perlakuan dengan ETT menghasilkan kadar total fenol yang lebih tinggi dari pada sawi yang ditanam tanpa menggunakan ETT. Hal ini menunjukkan bahwa ETT dapat mempengaruhi pembentukan senyawa polifenol. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar total fenol tertinggi (603,770 mg/lOOg) terdapat pada sawi yang diberi perlakuan dengan menggunakan ETT daun mimba kering dan berbeda nyata (P<0,05) dengan sawi yang tidak dirawat dengan ETT. Hal ini disebabkan karena pengaruh senyawa bioaktif pada daun mimba dapat mengekspresi DNA mikroba dari EM pada proses fermentasi ETT, sehingga mikroba tersebut menghasilkan suatu metabolit sekunder tertentu yang dapat pula mengekspresi DNA sawi. DNA yang mengalami ekspresi akan berperan dalam biosintesis protein, seperti 29 enzim. Protein ini akan masuk dalam jaliir metabolisme untuk menghasilkan suatu metabolit (Johnson dan Kaput, 2007). Peningkatan kandungan total fenol juga disebabkan oleh adanya asam amino dari proses fermentasi. Fermentasi daun mimba akan menghasilkan asam amino tertentu, seperti fenilalanin dan tirosin. Fenilalanin dan tirosin merupakan senyawa dasar dalam biosintesis flavonoid, senyawa polifenol terbanyak (Manito, 1992). Tingginya kadar total fenol pada sawi ini akan menyebabkan sawi memiliki sistem pertahanan yang lebih baik terhadap penyakit, cahaya matahari, atau serangan hama (Pietta, 2000), Kandungan senyawa polifenol dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tingginya intensitas penyinaran cahaya matahari, tersedianya air dan temperatur. Penyimpanan dan cara pengolahan pada sayur dan buah dapat mengurangi kandungan antioksidan (Kalt, 2005). Aktivitas antioksidan sayuran antara lain dipengaruhi oleh kandungan vitamin C dan total fenol. Aktivitas antioksidan pada sawi ditentukan berdasarkan persentase penghambatan (inhibisi) oksidasi asam linoleat. Tabel 5 menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi (74,815%) pada sawi yang diberi periakuan ETT mimba kering (MK) dan berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05). Hal ini dipengaruhi karena tingginya kandungan total fenol dan vitamin C dibandingkan dengan sawi kontrol. Sawi yang diberi periakuan ETT MK memiliki kandungan vitamin C dan total fenol yang tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dibandingkan dengan ETT MS, sehingga aktivitas antioksidannya juga tidak akan berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena mimba kering dan segar memiliki kandungan senyawa aktif yang sama. 30