ATLAS MINERAL DAN BATUAN ENDAPAN NIKEL Oleh : Sukaesih/Nip. 196409121990032001 Sari Laterit nikel merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik. Batuan ultramafik berkomposisi olivin, piroksen, kaya akan unsur mobile yang disebabkan oleh MgO dan SiO dan sedikit akan unsur nonmobile (sedikit Fe dan Al). Alterasi batuan ultramafik yaitu serpentinisasi, mengubah mineralmineral pada batuan ultramafik sehingga teksturnya ikut berubah. Proses pembentukan laterit nikel ditunjang oleh batuan asal, struktur (joint), iklim, proses pelarutan kimia dan vegetasi, topografi dan waktu. Hasil proses laterititisasi berupa formasi gradasi pelapisan yang membentuk profil laterit. Profil laterit nikel keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi, iron Capping/Overburden:, Limonite layer, Zona Smektit atau Nontronit (Zona Transisi),Silika Boxwork,Saprolite dan Bedrock Unsur nikel tidak terdapat pada proses serpentinisasi karena unsur nikel hanya sebagai impurities yang tidak mengalami reaksi. Unsur nikel hanya mengalami pengumpulan akibat proses lateritisasi. Kata kunci : batuan ultramafik, laterit nikel, serpentinisasi 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang berada di zona khatulistiwa memiliki iklim tropis yang sangat mendukung proses pelapukan yang sangat intensif. Keterdapatan endapan laterit nikel di Indonesia yang tersebar di wilayah zona khatulistiwa tersebut berkaitan dengan distribusi jalur global tektonik ofiolit berumur Mesozoikum-Kenozoikum Sirkum Pasifik (Gambar 1.). Distribusi ofiolit tersebut melintasi Indonesia bagian timur dimana keterdapatannya adalah sebagai obduksi batuan ultrabasa (Gambar 2.) 1 U Tanpa skala Gambar 1. Distribusi Ofiolit di Seluruh Dunia (Kadarusman, 2001) U Tanpa skala Gambar 2. Distribusi Ofiolit di Indonesia bagian timur (Kadarusman, 2001) Distribusi batuan ultramafik dan potensi laterit nikel di Indonesia terdapat di beberapa daerah di bagian timur Indonesia, diantaranya yaitu (Gambar 3.) : - Sulawesi bagian timur (Sorowako, Bahodopi, Pomalaa), - Halmahera bagian timur (Gebe, Sangaji, Buli, Pulau Pakal), dan - Irian Jaya bagian utara (Waigeo, Gag, Sentani). 2 Indonesia Principal Nickel Laterite Deposits U SERAWAK HALMAHERA SULAWESI WEDA BAY KALIMANTAN SOROWAKO SUMATRA GEBE WAIGEO IRIAN JAYA OBI GAG BAHODOPI POMALAA PNG SENTANI 500km TIMOR Gambar 3 Distribusi Endapan Bijih Laterit Nikel Indonesia (PT. INCO dalam Ahmad, 2005) 2. Laterit Nikel Laterit nikel merupakan residu hasil pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses lateritisasi berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap di permukaan bumi sampai menghasilkan berupa residu nikel yang diakibatkan oleh faktor laju pelapukan, struktur geologi, iklim, topografi, reagen-reagen kimia dan vegetasi, dan waktu. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif didukung oleh pecahan bentukan geologi methamorphic belt di Timur dan Tenggara. Selain itu kondisi ini juga tidak terlepas oleh iklim, reaksi kimia, struktur, dan topografi Sulawesi yang cocok terhadap pembentukan nikel laterit. Pelapukan pada batuan dunit dan peridotit menyebabkan unsur-unsur bermobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe dan Cr mengalami pengayaan secara residu dan sekunder (Burger, 1996). Berdasarkan proses pembentukannya endapan nikel laterit terbagi menjadi beberapa zona dengan ketebalan dan kadar yang bervariasi. Daerah yang mempunyai intensitas pengkekaran yang intensif akan mempunyai profil lebih tebal dibandingkan dengan yang pengkekarannya kurang begitu intensif. Batuan ultramafik yang berada di wilayah bercurah hujan tinggi, bersuhu hangat, topografi yang landai, banyak vegetasi (melimpahnya humus), akan mengalami pelapukan membentuk endapan laterit nikel. 3 Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksen, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peridotit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. 2.1 Faktor-Faktor Pembentukan Laterit Nikel Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih laterit nikel ini adalah sebagai berikut : a. Batuan asal, batuan asal untuk terbentuknya endapan nikel laterit adalah batuan ultra basa. Terdapat elemen Ni pada olivin dan piroksen b. Struktur yang umum dijumpai pada zona laterit nikel adalah struktur kekar (joint) . c. Iklim, pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. d. Proses pelarutan kimia dan vegetasi, adalah unsur-unsur dan senyawasenyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan batuan menjadi soil. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. e. Topografi, yang landai, akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. f. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Waktu lateritisasi tiap ketebalan 1 mm membutuhkan waktu sekitar 100 tahun, (Ahmad, 2006). 2.2 Profil Laterit Nikel Hasil proses laterititisasi berupa formasi gradasi pelapisan yang membentuk profil laterit. Profil laterit nikel keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut (lihat Gambar 4 – 5) : 4 a. Iron Capping/Overburden: b. Limonite layer c. Zona Smektit atau Nontronit (Zona Transisi) d. Silika Boxwork e. Saprolite f. Bedrock Gambar 4 Profil laterit nikel (Ahmad, 2005) Wet Climate Goro Plateau New Calcedonia Dry Climate Australia % Ni % Co % Mg % Fe % Ni % Co % Mg % Fe Ferricrete 0,2-0,5 0,02 0,6 35+ 0,2-0,5 0,02 0,6 35+ Limonite 0,6-1,4 0,1-0,2 1-2 45 1,2-1,7 0,1-0,2 1-2 45 Nontronite 1,2 0,08 3,5 18 Saprolite 0,4 0,02 12 9 1,5-3 0,05-0,1 10-20 10-25 Wet Climate Soroako Hills Indonesia % Ni % Co % Mg % Fe 0,2-0,5 0,02 0,6 35+ 1,2-17 0,1-0,2 1-4 45 1,5-3 0,05-0,1 10-30 10-20 Gambar 5 Variasi profil laterit disebabkan oleh iklim dan topografi (Ahmad, 2006) 5 3 Batuan Induk Batuan induk endapan laterit nikel adalah batuan ultramafik. Batuan ultramafik adalah batuan yang kaya mineral ferromagnesian tanpa memperhatikan kandungan silika, feldspar dan feldspatoid (Ahmad, 2006). Batuan ultramafik merupakan batuan yang kaya mineral olivin, piroksen, amfibol, dan biotit. Batuan ultramafik memiliki indeks warna >70.Batuan ultramafik terjadi dalam berbagai cara, sebagian besar berasal dari diferensiasi magma pada magma basaltik yang merupakan batuan plutonik berupa tubuh sill, stock, dyke; terbentuk juga sebagai inklusi dalam aliran lava basaltik. Keterdapatan mereka di beberapa posisi tersebut merupakan awal terbentuknya rekristalisasi magma (Moorhouse, 1959).Klasifikasi batuan ultramafik dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini (Gambar 6.). Gambar 6 Diagram Klasifikasi untuk Variasi Batuan Mafik dan Ultramafik (Streckeisen, 1974) Alterasi batuan ultramafik yaitu serpentinisasi, mengubah mineral-mineral batuan ultramafik sehingga teksturnya ikut berubah. Mineral yang terubah menjadi serpentin terdiri dari olivin dan orthopiroksen, dengan reaksi kimia sebagai berikut : 6 4H2O (air) + 3Mg2SiO4 (olivin) + SiO2 = 2Mg3Si2O5(OH)4 (serpentine) 4H2O (air) + 3Mg2Si2O6 (orthopiroksen) = 2Mg3Si2O5(OH)4 (serpentine) + 2SiO2 (silika akueous) 6Mg2SiO4 (forsterit) + 3H2O = Mg3Si2O5(OH)4 (serpentin) + Mg3Si4O10(OH)2 (talk) + 6Mg+ 3(Mg,Fe)2SiO4 (fayalit) + 3H2O = Mg3Si2O5(OH)4 (serpentin) + Fe3O4 (magnetit) + 2OH- Mineral olivin tersebut terubah menjadi mineral serpentin pada suhu berkisar dari 200°-500°C, namun pada suhu 500°-625°C olivin terubah menjadi talk, 625°-800°C olivin berubah menjadi enstatit dan kemudian talk, lebih dari 800°C olivin terubah menjadi enstatit (Ahmad, 2006). 3.1 Kandungan Nikel Dalam Batuan Ultramafik Unsur nikel tidak terdapat pada proses serpentinisasi karena unsur nikel hanya sebagai impurities yang tidak mengalami reaksi. Unsur nikel hanya mengalami pengumpulan akibat proses lateritisasi. Namun dari prosesnya tersebut, yang sangat berpengaruh terhadap proporsi kandungan Ni adalah kemampuan Ni (nikel) mengganti Mg (magnesium) dalam mineral serpentin yang mengalami pelapukan. Kandungan Ni yang terdapat dalam batuan ultramafik sebagai impurities di dalam mineral olivin dan piroksen. Proporsi nikel umumnya secara berurut sebagai berikut : olivin > opx > cpx. Pada mineral olivin dapat mengandung nikel berkisar 0,2-0,4%, pada piroksen berkisar 0,04-0,1%, pada kromit dan magnetit primer mengandung nikel dalam jumlah sangat kecil (Tabel 2.4). Dalam mineral ultramafik, kandungan nikel terbentuk pertama kali pada mineral olivin, sedangkan pada piroksen mengandung nikel dalam jumlah sedikit. 3.2 Unsur Mobile dan Nonmobile dalam Batuan Ultramafik Batuan ultramafik pada dasarnya terdiri dari olivin, piroksen, serpentin, kaya akan unsur mobile yang disebabkan oleh MgO dan SiO dan sedikit akan unsur nonmobile (sedikit Fe dan Al). Kerusakan awal mineral-mineral batuan ultramafik mengarah pada pembentukan mineral klorit dan montmorilonit yang rendah unsur-unsur nonmobile dan masih membutuhkan jumlah silika yang mencukupi dalam struktur mereka. Karena semakin silika terlepas dalam sistem, lempung yang kaya akan unsur nonmobile dan sedikit silika akan terbentuk seperti haloisit, ilit, kaolin, dan nontronit. 7 Dengan desilisifikasi lanjut, hanya hidroksida aluminium dan besi yang tersisa dengan berbagai tingkat air kristalisasi. Hidroksida aluminium termasuk boehmite, bauksit, gibsit dan shanyavskite. Hidroksida besi termasuk turgite, goethite, hydrogoethite, limonit, ferihidrit, xanthosiderite, dan esmeraldaite. Penyederhanaan utama dari tren mineralogi adalah pembentukan hematit di mana hidroksil (OH) ion akan dihapus dari struktur goethite / limonit meninggalkan oksida murni. Dalam profil laterit, kehadiran hematit ditunjukkan oleh warna merah marun gelap tanah, khususnya ke arah atas (bagian tertua) dari profil pelapukan. Kematangan profil pelapukan laterit dinilai oleh kedekatan kimia dan mineralogi dengan produk akhir dari pelapukan kimia - hidroksida aluminium dan besi. Setelah hidroksida ini terbentuk, profil laterit sepenuhnya matang dan perubahan tambahan sedikit dapat terjadi selain dehidrasi parsial hidroksida besi untuk membentuk hematit. 4 Hand Spesiment dan Fotomikrografi Cr Ol A B Foto 1 : A. Hand specimen Dunit, kelabu abu-abu, kekuningan, sangat halus-halus massive crystalline; B.Sayatan tipis x-nikol olivine (Ol) kristalin retak-retak, mosaic texture, asosiasi mineral opak anhedral kromit (Cr) warna hitam (kanan). Lokasi : Sorowako, Sulawesi Selatan 8 Pnt A Cr B Foto 2: A. Hand specimen Dunit-serpentinit, kelabu kusam kecoklatan,butiran halus, nampak terdapat sedikit retakan; B.Sayatan poles dunit serpentinit //-nikol, berkomposisi mineral kromit (Cr) warna kelabu terang sangat halus, bentuk anhedral, dan mineral pentlandit (Pnt) warna putih, bentuk anhedral subhedral. Lokasi : Pomala. A B Foto 3: A.Sayatan tipis x-nicol harzburgit serpentinit,berkomposisi olivin, ortopiroksen retak-retak diisi lamellar platy antigorit, dengan platy bastit pseudomorf olivin.; B.Sayatan poles //-nicol kromit dan pentlandit. Lokasi : Pulau Pakal, Halmahera Timur. 9 Cyl A B Foto 4 : A. Hand specimen Serpentin-krisotil-asbestos warna putih kusam kekuningan, berstruktur serat-serabut; B.Sayatan tipis, x-nikol, serabut krisotil (Cyl) berasosiasi dengan bastit dan retakan diisi brusit. lokasi: Pomala. Element CK OK FeL NiL MgK SiK Matrix Foto 5 : Wt% 02.80 45.41 17.38 04.27 17.61 12.53 Correction At% 05.03 61.36 06.73 01.57 15.66 09.65 ZAF Fotomikrografi Scanning Electron Microscope (SEM) serpentin, struktur platy massive; Hasil pengukuran Energy Disperse X-ray (EDS) kandungan unsurnya tercantum dalam tabel. Lokasi : Sorowako, Sulawesi Selatan 10 DAFTAR PUSTAKA _______, 2012, Laporan Eksplorasi Nikel, PT. ANTAM.Tbk, Tidak dipublikasi, Jakarta. _______, 2002, Laporan Pemantauan Dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya Mineral Di Daerah Pomalaa Kab.Kolaka Prop. Sulawesi Tenggara, Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung. Ahmad, W, 2006, Fundamentals Of Chemistry, Mineralogy, Weathering Processes, And Laterites Formations, PT. INCO. 212 hal. Kadarusman, A., 2001, Geodynamic of Indonesian region; a petrological Approaches, unpublished PhD Thesis, Tokyo Institute ofTechnology, 456p. Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D., and Ishikawa, A., 2004,Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysics, v. 392, 55 – 83. _______, 2012, Laporan Eksplorasi Nikel, PT. ANTAM.Tbk, Tidak dipublikasi, Jakarta. _______, 2002, Laporan Pemantauan Dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya Mineral Di Daerah Pomalaa Kab.Kolaka Prop. Sulawesi Tenggara, Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung. Ahmad, W, 2006, Fundamentals Of Chemistry, Mineralogy, Weathering Processes, And Laterites Formations, PT. INCO. 212 hal. Kadarusman, A., 2001, Geodynamic of Indonesian region; a petrological Approaches, unpublished PhD Thesis, Tokyo Institute ofTechnology, 456p. Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D., and Ishikawa, A., 2004,Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysics, v. 392, 55 – 83. 11