Arlin Rusli - Repository | UNHAS

advertisement
KARAKTERISTIK NIKEL LATERIT
Arlin Rusli
Program Studi Geofisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin
SARI BACAAN
Pembentukan nikel laterit secara kimia terkait dengan proses serpentinisasi yang terjadi pada
batuan peridotit akibat pengaruh larutan hidrotermal yang akan merubah batuan peridotit
menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peridotit, sedangkan proses kimia dan fisika
dari udara, air, serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinyu (berkelanjutan)
menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Pada pelapukan kimia, air tanah
kaya akan CO2 yang berasal dari udara dan pembusukan tumbuh – tumbuhan akan menguraikan
mineral – mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksen) pada batuan ultrabasa kemudian
menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut dan Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel –
partikel silika yang sangat halus. Di dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri –
hidroksida akhirnya membentuk mineral – mineral seperti geotit, limonit, dan hematit dekat
permukaan. Bersama mineral – mineral ini selalu ikut terdapat unsur kobalt dalam jumlah kecil.
Kata Kunci : Pembentukan Nikel Laterit, Serpentinisasi, Karakteristik Nikel Laterit.
ABSTRACT
Formation of lateritic nickel is chemically related to the process occurring in the peridotite rock
due to the influence of hydrothermal solutions that will change peridotite rock into serpentinite
rock or serpentinite peridotite rock, while the chemical and physical processes of air, water, and
change heat and cold working continuously cause disintegration and decomposition of the
bedrock. In chemical weathering, groundwater rich in CO2 from the air and decaying vegetation plants will loosen unstable minerals (olivine and pyroxene) in ultramafic rocks and then produce
Mg, Fe, Ni soluble and Si are likely to form a colloid of fine silica particles. In solution, Fe is
oxidized and precipitated as ferric - hydroxide eventually forming minerals such as geotit,
limonite and hematite near the surface. Together this minerals have always come there are
elements of cobalt in small amounts.
Key Word: Formation of lateritic nickel, Serpentinisation, characteristic of lateric nickel.
PENDAHULUAN
Pulau Sulawesi terletak di bagian tengah
wilayah kepulauan Indonesia dengan luas
wilayah 174.600 km². Sulawesi dan
sekitarnya
merupakan
daerah
yang
kompleks karena merupakan tempat
pertemuan tiga lempeng besar yaitu lempeng
Indo – Australia yang bergerak ke arah
Utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke
arah Barat dan lempeng Eurasia yang
bergerak ke arah Selatan-Tenggara serta
lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng
Filipina yang menyebabkan kondisi
tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan
batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh,
ofiolit, danbongkah dari mikrokontinen
terbawa bersama proses penunjaman,
tubrukan, serta proses tektonik lainnya (van
Leeuwen etc, 1994).
Sukamto (1975) membagi pulau Sulawesi
dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala
Geologi, yaitu :
1. Mandala Geologi Sulawesi Barat,
dicirikan oleh adanya jalur gunungapi
Paleogen.
2. Mandala Geologi Sulawesi Timur,
dicirikan oleh batuan Ofiolit yang
berupa batuan ultramafik peridotite,
harzburgit, dunit, piroksenit dan
serpintit yang diperkirakan berumur
kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula,
dicirkan oleh batuan dasar berupa
batuan
metamorf
Permo-Karbon,
batuan plutonik yang bersifat granitis
berumur Trias dan batuan sedimen
Mesozoikum.
yang diduga berumur kapur (Tonggiroh dkk,
2012).
Golightly (1979) dalam Surawan (2014)
membagi geologi daerah Sorowako menjadi
tiga bagian, yaitu :
1. Satuan batuan sedimen yang berumur
Kapur terdiri dari batugamping laut
dalam dan rijang. Terdapat di bagian
barat Soroako dan dibatasi oleh sesar
naik dengan kemiringan ke arah Barat.
2. Satuan batuan ultrabasa yang berumur
awal Tersier umumnya terdiri dari jenis
peridotit,
sebagian
mengalami
serpentinisasi dengan derajat yang
bervariasi dan umumnya terdapat di
bagian timur. Pada satuan ini juga
terdapat intrusi-intrusi pegmatit yang
bersifat gabroik dan terdapat di bagian
utara.
3. Endapan aluvial dan sedimen danau
(lacustrine) yang berumur Kuarter,
umumnya terdapat di bagian utara dekat
desa Sorowako.
ENDAPAN NIKEL LATERIT
Gambar 1 Peta Satuan Litotektonik
Sulawesi (Syafrizal dkk, 2011)
Dari peta satuan litotektonik Sulawesi di
atas, dapat dilihat bahwa daerah penelitian
termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi
Timur, batuan tertua pada Mandala Geologi
Sulawesi Timur adalah batuan ultramafik
yang merupakan batuan alas, terdiri dari
harzburgit, serpentinit, dunit, wherlit, gabro,
diorite, basal, mafit malihan dan magnetit
Pembentukan nikel laterit secara kimia
terkait dengan proses serpentinisasi yang
terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh
larutan hidrotermal yang akan merubah
batuan peridotit menjadi batuan serpentinit
atau batuan serpentinit peridotit, sedangkan
proses kimia dan fisika dari udara, air, serta
pergantian panas dingin yang bekerja
kontinyu (berkelanjutan) menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan
induk.
Pada pelapukan kimia, air tanah kaya akan
CO2 yang berasal dari udara dan
pembusukan tumbuh – tumbuhan akan
menguraikan mineral – mineral yang tidak
stabil (olivin dan piroksen) pada batuan
ultrabasa kemudian menghasilkan Mg, Fe,
Ni yang larut dan Si yang cenderung
membentuk koloid dari partikel – partikel
silika yang sangat halus. Di dalam larutan,
Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri
– hidroksida akhirnya membentuk mineral –
mineral seperti geotit, limonit, dan hematit
dekat permukaan. Bersama mineral –
mineral ini selalu ikut terdapat unsur kobalt
dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si
terus menerus mengalir ke bawah tanah
selama larutannya bersifat asam hingga pada
suatu kondisi dimana suasana cukup netral
akibat adanya kontak dengan tanah dan
batuan, maka ada kecenderungan untuk
membentuk endapan hidrosilikat. Nikel
yang terkandung dalam rantai silikat atau
hidrosilikat dengan komposisi bervariasi
tersebut akan mengendap pada celah – celah
atau rekahan – rekahan yang dikenal dengan
urat – urat garniet dan krisopras sedangkan
larutan residunya akan membentuk suatu
senyawa yang disebut saprolit yang
berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur –
unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang
terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke
bawah sampai batas pelapukan dan akan
diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang
biasa mengisi celah – celah atau rekahan –
rekahan pada batuan induk. Di lapangan,
urat – urat ini dikenal sebagai batas petunjuk
antara zona pelapukan dengan zona batuan
segar yang disebut dengan akar pelapukan
(root of weathering).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
1. Batuan Asal
2. Iklim
3. Reagen – reagen kimia dan vegetasi
4. Topografi
5. Struktur
Gambar 2 Profil Laterit (Ahmad, 2009)
Pada gambar II.2, Profil laterit dibedakan
menjadi beberapa zona berdasarkan proses
penbentukan endapan nikel laterit dengan
ketebalan dan kadar bervariasi, yaitu:
1. Zona limonit
Merupakan lapisan berwarna cokelat
muda, ukuran butir lempung sampai
pasir. Lapisan ini tipis pada daerah yang
terjal. Zona ini didominasi oleh mineral
goethite, disamping juga terdapat
magnetit, hematit, kromit, serta kuarsa
sekunder. Pada goethite terikat nikel,
krom,
kobalt,
vanadium,
serta
aluminium. Ini adalah zona di mana
konsentrasi sisa/residu dari unsur-unsur
non-mobile paling banyak. Semua
komponen kimia yang larut (Ca, Na, K,
Mg, Si) dari profil pelapukan telah
mengalami pencucian meninggalkan
seskuioksida yaitu Fe, Al dan Mn.
2. Zona saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar
yang sudah lapuk, berupa bongkahbongkah lunak berwarna coklat
kekuningan sampai kehijauan. Struktur
dan tekstur batuan asal masih terlihat.
Zona ini terdiri dari garnierit yang
menyerupai bentuk vein, mangan,
serpentin, kuarsa sekunder yang
bertekstur boxwork (tekstur seperti
jaring laba-laba), dan krisopras. Zona
ini merupakan zona alterasi batuan
dasar di mana proses pelapukan kimia
paling aktif.
3. Bedrock
Merupakan bagian terbawah dari profil
nikel laterit, berwarna gelap kehijauan,
terdiri dari bongkah-bongkah batuan
dasar dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis. Zona
ini terdiri dari batuan dasar yang relatif
tidak berubah di bagian bawah profil
pelapukan.
Gambar 3 Endapan Laterit Sorowako
(Ahmad, 2005)
Menurut Ahmad (2005), tipe endapan nikel
laterit di daerah Sorowako pada dasarnya
dibagi menjadi 2 yaitu Sorowako West Block
dan Sorowako East Block. (lihat gambar
II.3). Pembagian tipe endapan ini
berdasarkan beberapa parameter utama,
diantaranya :
1. Tipe batuan ultramafik
2. Derajat serpentinisasi
3. Kandungan kimia bijih
4. Fraksi batuan
5. Tingkat kesulitan dalam penambangan
6. Derajat penetrasi dengan auger drilling
7. Kandungan olivin
PRINSIP DASAR KELISTRIKAN BUMI
Menurut Hendrajaya (1990), dalam suatu
materi, baik itu berupa padatan, cairan
maupun gas, terjadi interaksi antara satu
atom dengan atom lainnya. Interaksi ini
menyebabkan beberapa elektron dapat lepas
dari ikatannya dan menjadi elektron bebas.
Banyak tidaknya elektron bebas ini dalam
suatu materi menentukan sifat materi
tersebut dalam menghantarkan arus listrik.
Makin banyak mengandung elektron bebas
yang terdapat di dalamnya maka makin
mudah materi tersebut menghantarkan arus
listrik. Materi yang banyak mengandung
elektron bebas disebut konduktor, dan yang
tidak mengandung elektron bebas disebut
isolator,
sedangkan
yang
sedikit
mengandung elektron bebas disebut
semikonduktor.
Batuan merupakan suatu jenis materi
sehingga batuanpun mempunyai sifat-sifat
kelistrikan. Sifat listrik batuan adalah
karakteristik dari batuan bila dialirkan arus
listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat
berasal dari alam itu sendiri akibat
terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus
listrik yang sengaja dimasukkan ke
dalamnya.
Metode geolistrik adalah suatu metode
dimana arus listrik dialirkan ke dalam
lapisan bumi melalui dua elektroda arus,
sedangkan potensialnya diukur melalui dua
buah elektroda potensial (Hendrajaya,
1990).
Suatu arus yang dialirkan pada medium
homogen isotropis, seperti pada gambar II.4
berikut.
Gambar 4 Arus Yang Menembus Luasan
Permukaan Medium Homogen
Isotropis (Hendrajaya,1990)
Bila dA adalah elemen luas permukaan dan
J terapan arus listrik (ampere/m2) maka
besarnya elemen arus yang melalui
permukaan tersebut adalah :
d = dA………………………(1)
Hubungan rapat arus (J) dan medan listrik
(E) yang ditimbulkan, dapat dihubungkan
dengan hokum Ohm :
…………………………(2)
Dengan : σ = konduktivitas medium (Ωm)-1
=
= : rapat arus (A.m-2)
= : medan listrik (V.m-1)
Konduktivitas (σ) adalah besaran skalar
yang merepresentasikan kemampuan suatu
bahan untuk menghantarakan arus listrik.
Sedangkan resistivitas (ρ) adalah kebalikan
dari konduktivitas.
Bumi terdiri dari beberapa lapisan (non
homogen) dengan ditandai adanya variasi
nilai resistivitas yang berbeda, baik secara
horizontal maupun secara vertikal. Untuk
memudahkan perhitungan maka metode
geolistrik resistivitas ini mengasumsikan
bahwa bumi memiliki sifat homogen
isotropis. Homogen artinya setiap lapisan
memiliki tahanan jenis yang sama,
sedangkan isotropis adalah daya hantar
listrik
(konduktivitas)
sama
dengan
harganya untuk ke segala arah dari aliran
arus listrik. Sehingga jika suatu arus
diinjeksikan ke dalam bumi yang homogen
isotropis ini, maka arus tersebut akan
menyebar ke segala arah dan permukaan
ekuipotensial dalam bumi berupa permukaan
bola.
Medan listrik merupakan gradien dari
potensial skalar (V), maka diperoleh
hubungan:
……………………(3)
Persamaan (2.3) disubtitusikan ke dalam
persamaan (2.2), sehingga rapat arusnya
diperoleh :
……………………(4)
Jika dianggap muatannya tetap, berarti tidak
ada arus yang keluar ataupun yang masuk
dalam suatu volume tertutup dengan luas
permukaan dA, maka dapat ditulis:
……………………(5)
Menurut Teorema Gauss, integral volume
dari divergensi arus melalui suatu daerah
tertutup adalah sama dengan jumlah muatan
total dalam volume tertutup itu, sehingga:
…………………(6)
Dengan v sebagai volume yang sangat kecil,
maka dengan mensubtitusikan persamaan
(4) ke persamaan (6) diperoleh :
2
V = 0 ……………(7)
Dalam medium homogen isotropis,
adalah suatu konstanta, sehingga persamaan
(7) menjadi :
………………………(8)
Persamaan ini memenuhi persamaan
Laplace yang menunjukkan distribusi
potensial listrik untuk aliran arus searah
dalam medium homogen isotropis.
Potensial V akibat suatu sumber arus
tunggal I pada medium homogen dengan ρ
konstan pada seluruh ruang lebih sesuai jika
dibahas dalam sistem koordinat bola. Karena
sifat simetri (tidak berotasi dan berevolusi)
dari sistem yang ditinjau maka potensial
hanya merupakan fungsi dari jarak r atau V
(r) sehingga persamaan Laplace dalam
sistem koordinat bola menjadi (Telford,
1990) :
…(9)
Integrasi dua kali berturut-turut terhadap
persamaan (10) menghasilkan :
…(10)
………………(11)
dimana A dan B adalah konstanta. Dengan
menerapkan syarat batas bahwa potensial
pada jarak tak-hingga berharga nol (V = 0, r
= ∞), maka B = 0. Selain itu, arus mengalir
ke luar secara radial kesegala arah dari titik
elektroda. Sehingga arus total yang melalui
permukaan bola dengan radius r dinyatakan
oleh :
…(12)
dari persamaan (7) dan (11) didapatkan :
……………………………(13)
maka,
atau
…(14)
Berdasarkan persamaan tersebut, permukaan
ekuipotensial yaitu permukaan dengan
potensial
yang
sama,
membentuk
permukaan bola konsentris dengan titik
pusat terletak disumber arus. Dari titik
tersebut arus listrik mengalir ke segala arah
secara homogen dan membentuk lintasan
yang tegak lurus terhadap permukaan
ekuipotensial dimana r = konstan, seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 5.
Gambar 6 Sumber Arus Tunggal C1 di
Permukaan Medium Homogen
Setengah-Ruang (half-space),
Sementara Pasangan Sumber
Arus C2 dianggap Terletak di
Tak – Hingga (Telford,1990)
Gambar 5 Sumber Arus Tunggal C1 dalam
Medium Homogen SeluruhRuang
(Whole-Space),
Sementara Pasangan Sumber
Arus C2 dianggap Terletak di
Tak-Hingga (Telford,1990)
Jika sumber arus terletak di permukaan
medium homogen yang membentuk medium
setengah-ruang/setengah bola (half-space)
dengan setengah-ruang lainnya adalah di
udara (σudara = 0) dengan persamaan
(Telford, 1990) :
……………………………(15)
sehingga dari kasus ini didapatkan :
…………(16)
dimana faktor 4π menjadi 2π sebagai akibat
distribusi arus hanya terdapat pada setengahruang. Dalam hal ini distribusi arus dan
permukaan ekuipotensial diperlihatkan pada
Gambar 6.
Bila dua elektroda memiliki jarak tertentu
(Gambar 7), potensial pada titik di
permukaan yang letaknya antara dua
elektroda arus, potensial pada setiap titik di
permukaan akan dipengaruhi oleh kedua
elektroda arus (Telford, 1990).
Gambar 7 Dua Elektroda Arus Dan Dua
Elektroda
Potensial
di
Permukaan
Bumi Yang
Homogen (Telford,1990)
Perubahan potensial sangat drastis pada
daerah dekat sumber arus. Dimana gradien
potensial yang berada di luar C1 dan C2 yang
menjauh dari linier memiliki gradien
potensial yang besar, sedangkan pada daerah
antara C1 dan C2 gradien potensial kecil dan
mendekati linier.Dari alasan ini, pengukuran
potensial paling baik dilakukan pada daerah
diantara C1 dan C2 yang mempunyai gradien
potensial
linier.
Untuk
menentukan
perbedaan potensial antara dua titik yang
ditimbulkan oleh sumber arus listrik C1 dan
C2, maka dua elektroda potensial misalnya
P1 dan P2 ditempatkan di dekat sumber
seperti pada gambar 8.
Gambar 8 Distorsi Garis Ekuipotensial dan
Garis Aliran Arus pada Dua
Titik
Sumber
Arus
(Telford,1990). (a) Denah ; (b)
Penampang
Vertikal
di
Permukaan
Tanah
(Telford,1990)
Potensial di titik P1 yang ditimbulkan arus
C1dan C2 adalah :
………………………(17)
dan di P2 potensial yang timbul adalah :
……………………..(18)
Sehingga beda potensial antara titik P1 dan
P2 adalah :
………(19)
dimana r1, r2, r3, dan r4 adalah besaran jarak,
seperti dapat dilihat pada Gambar 7.
KESIMPULAN
1. Pembentukan nikel laterit terjadi pada
batuan peridotit akibat pengaruh larutan
hidrotermal.
2. Mineral pada batuan ultrabasa kemudian
menghasilkan Mg, Fe, Ni, dan Si.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Waheed., 2005. Mine Geology,
Exploration
Methods,
Ore
Processing, Resource Estimation,
and
Projeck
Development.
Sorowako: PT. Vale Inco.
Ahmad, Waheed., 2009. Nickel Laterites
(Fundamentals
of
Chemistry,
Mineralogy, Weathering Processes,
Formation
and
Exploration).
Sorowako: PT. Vale Inco.
Sukamto, R. 1975. The Structure of
Sulawesi in The Light of Plate
Ttectonic. Paper Presented in The
Regional Conference of Geology
and Mineral Resources, Southeast
Asia. Jakarta.
Surawan,
Yudi.
2014.
Optimalisasi
Penggunaan
ERT(Electrical
Resistivity
Tomography)
Konfigurasi
Gradient Dalam
Memaksimalkan Eksplorasi Nikel
Laterit.
Skripsi.
Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Syafrizal, Anggayana Komang, Guntoro
Dono.
2011.
Karakristik
Mineralogi Endapan Nikel Laterit
di Daerah Tinanggea Kabupaten
Konawe
Selatan,
Sulawesi
Tenggara. 18,(4),211 – 220.
Telford, WM, . 1990. Applied Geophysics,
Second
Edition.
Cambridge:
Cambridge University Press.
Tonggiroh Adi, Suharto dan Mustafa
Muhardi,. 2012. Analisis Pelapukan
Serpentin Dan Endapan Nikel
Laterit
Daerah
Pallangga
Kabupaten
Konawe
Selatan
Sulawesi
Tenggara.
Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Van Leeuwen, T.M., Taylor, R., Coote, A.,
and Longstaffe, F.J., 1994.
Porphyry
Molybdenum
Mineralization in a Continental
Collision setting at Malala,
Nortwest Sulawesi, Indonesia.
Journal
of
Geochemical
Exploration, Vol. 50. Amsterdam:
Elsevier.
Download