peran komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN KELOMPOK
DALAM PROGRAM PENJANGKAUAN DAN
PENDAMPINGAN (OUTREACH) KOMUNITAS PENGGUNA
NAPZA SUNTIK
(Studi kasus tentang Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok dalam
Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna
Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta Tahun 2010)
NETHY PUDJIASTUTI
D 1208598
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
PEMBIMBING
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si
NIP. 19580617 198702 1 001
Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si
NIP. 1970908 200312 1 001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji :
1. Dr. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D
NIP. 19600813 198702 2 001
sebagai Ketua
(.......................)
2. Dra. Sri Urip Haryati, M.Si
NIP. 19570821 198303 2 001
sebagai Sekretaris
(.......................)
3. Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si
NIP. 196006131986011001
sebagai Penguji I
(.......................)
4. Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si
NIP. 1970908 200312 1 001
sebagai Penguji II
(………………)
Mengetahui
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, SU
NIP 195301281981031001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, pada hal ia amat baik bagi mu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk, bagi mu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Al-Baqarah : 216)
Hidup akan lebih berarti jikalau diri kita bermanfaat untuk orang lain, dengan
suatu harapan insya Allah akan tercipta suatu kebahagiaan bagi mereka dan itulah
hadiah terindah yang dapat kita berikan kepada hati kita.
(Penulis)
Jangan pernah berkata tidak untuk sesuatu yang belum pernah kita coba, dengan
niatan tulus…Insya Allah apa yang akan kita kerjakan tidak akan pernah sia-sia.
(Penulis)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini teruntuk :
§
Allah SWT,
Atas segala limpahan karunia-Nya.
§
Kedua Orang tua,
Atas pelajaran hidup yang tak kan dapat tergantikan.
§
Kakak ku,
Bangkitlah dari kegagalan, masa depan menantimu
§
Adik ku dan Teman-teman kost Wisma Hidayah
Atas semangat kebersamaan yang tak kan terlupakan.
§
Mas Adie Candra,
Atas semangat dalam suka dan duka.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat ALLAH SWT atas segala anugerah
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “PERAN
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN KELOMPOK DALAM PROGRAM
PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN (OUTREACH) KOMUNITAS
PENGGUNA NAPZA SUNTIK (Studi kasus tentang Peran Komunikasi Antar
Pribadi dan Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan
(Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta
Tahun 2010).”
Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban
Penulis sebagai mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Keberhasilan ini tidak lepas dari semua pihak yang telah membantu penulis
dengan sepenuh hati. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan moral.
Ucapan terima kasih ini Penulis sampaikan kepada:
1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Dr. Prahastiwi Utari, M. Si., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si, selaku Pembimbing I Skripsi atas
bimbingan dan bantuannya selama skripsi.
4. Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing
II
Skripsi
atas
bimbingan dan bantuannya selama skripsi.
5. Direktur Mitra Alam dan seluruh staff LSM Mitra Alam Surakarta (Pak
Yunus, Pak Walidi, Mas ligik, Mbak Ayuk, Mas Mulyadi, Mas Puger, dan
Mbak Lumiris) yang telah membantu Penulis menyelesaikan penelitian.
6. Teman-teman Kost Wisma Hidayah (Adikku Ambar, Maya, Laras, Nana,
Wahyu), serta Dila, Niken, Okta, dan Tanjung yang menjadi tempat
berbagi canda, duka dan menjadi sahabat yang terbaik.
7. Teman-teman Ilmu Komunikasi Swadana Transfer FISIP UNS Angkatan
2008 atas bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan dan kelapangan hati penulis menerima saran
maupun kritik yang sifatnya membangun. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Wassalamu’Alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
vii
Nethy Pudjiastuti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .................................................................................................................
i
PERSETUJUAN..................................................................................................
ii
PENGESAHAN ...................................................................................................
iii
MOTTO ...............................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................................
vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xiv
ABSTRAK ...........................................................................................................
xv
ABSTRACT .........................................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................
7
1. Peran Komunikasi Tatap
Muka/Antar
commit
to user Pribadi ..................................
6
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Peran Komunikasi Kelompok……………………………………….
19
3. Peran Komunikasi Antarpribadi dan Kelompok Dalam Program
Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach) ......................................
24
4. Pengguna Narkoba Suntik..................................................................
29
F. Kerangka Konsep .....................................................................................
29
G. Metodologi Penelitian ...............................................................................
32
1. Jenis Penelitian Data ...........................................................................
32
2. Lokasi Penelitian .................................................................................
34
3. Sumber Data .......................................................................................
34
4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................
35
5. Teknik Pengambilan Sampel ..............................................................
37
6. Teknik Analisis Data ...........................................................................
38
7. Validitas Data ......................................................................................
40
BAB II. DESKRIPSI LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum LSM Mitra Alam .........................................................
42
B. Gambaran Umum Pelaksanaan Outreach Lapangan ................................
63
C. Profil Narasumber .....................................................................................
66
BAB III. PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
A. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok dalam Program
Penjangkauan dan Pendampingan Komunitas Pengguna Napza Suntik
(Penasun) oleh LSM Mitra Alam Surakarta .............................................
1. Tahap-Tahap
Komunikasi
Antar
Pribadi
Dalam
Program
Pendampingan dan Penjangkauan .......................................................
commit to user
ix
69
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Key person . ..................................................................................
72
a) Peran penting Key person . .....................................................
72
b) Proses Komunikasi Key person dalam merekrut IDU . ..........
76
b. Membangun Komunikasi . ............................................................
78
a) Memahami Karakteristik IDU . ..............................................
78
b) Penggunaan Istilah/bahasa IDU sehari-hari . ..........................
82
c. Mengembangkan Kredibilitas . .....................................................
84
a) Keterlibatan Petugas lapangan dalam Program Penjangkauan
dan pendampingan . ................................................................
84
b) Menanamkan Kepercayaan pada IDU maupun warga sekitar
91
2. Tahap-Tahap Komunikasi Kelompok dalam Program Penjangkauan
dan Pendampingan .............................................................................
95
a. Pembagian Kelompok Dampingan dalam Komunikasi Kelompok
96
b. Pelaksanaan Komunikasi Kelompok . ..........................................
98
c. Pemecahan Masalah dalam Komunikasi Kelompok .................... 103
B. Tolak Ukur Keberhasilan Peran Komunikasi Antar Pribadi Dan Kelompok
Dalam Program Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach) Pada
Komunitas Pengguna Napza Suntik.......................................................... 105
1. Peningkatan Pemahaman Penasun Tentang HIV/AIDS ...............
106
2. Pertambahan Jumlah IDU Yang Dijangkau Dan Didampingi ......
108.
3. Jumlah Kelompok Dampingan Yang Mengakses Layanan KIE
dan LJSS .......................................................................................
110
a. Layanan Media KIE . ........................................................ 110
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Layanan LJSS . ................................................................. 111
c. Layanan Methadone . ........................................................ 112
4. Terjadinya Perubahan Perilaku .....................................................
114
C. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar
Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan
Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik ................................................. 115
1. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi
Antar Pribadi ................................................................................ 115
2. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi
Antar Kelompok Yang Dirasakan ................................................. 118
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 121
B. Saran .......................................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
TABEL
HALAMAN
Tabel II.1 Tabel Pengalaman Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat ........ 48
Tabel III.1 Tabel Pemahaman IDU Tentang HIV/AIDS ................................... 106
Tabel III.2 Tabel Capaian IDU Program Penanggulangan HIV/AIDS
Tahun 2007-2009 .............................................................................. 108
Tabel III.3 Tabel Capaian Distribusi Media Komunikasi Informasi Dan
Edukasi (KIE) Tahun 2007-2009 ...................................................... 110
Tabel III.4 Capaian Distribusi Jarum Suntik Tahun 2007 – 2009 ...................... 111
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
HALAMAN
Gambar I.1 Bagan Tahapan dalam disuksi pemecahan masalah . ..................... 23
Gambar I.2 Bagan Alur kerangka konsep ........................................................... 32
Gambar I.3 Bagan Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman ... 42
Gambar II.1 Bagan Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Surakarta. ............... 46
Gambar II.2 Bagan Cara Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Komunitas
Injecting Drug User (IDU) ............................................................ 63
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Surat tugas penelitian
2. Surat keterangan dari lokasi penelitian
3. Kontrak kerjasama LSM dengan badan penyandang dana FHI (Family
Health International)
4. Surat permohonan asistensi kelompok kerja (POKJA) HR KPA Prov. Jawa
Tengah tahun 2010
5. Dokumentasi lokasi penelitian
6. Brosur tentang informasi HIV/AIDS
7. Pamflet tentang informasi HIV/AIDS
8. Form penilaian risiko kelompok (GRA)
9. Lembar penilaian risiko pribadi
10. Tabel jumlah IDU yang mengakses layanan LJSS 2007-2009
11. Tabel jumlah IDU yang dijangkau tahun 2007-2009
12. Tabel capaian evaluasi tentang pemahaman IDU mengenai HIV/AIDS
13. Catatan lapangan
14. Hasil wawancara
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Nethy Pudjiastuti. D.1208598. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan
Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach)
Komunitas Pengguna Napza Suntik. Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2010
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah,
mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat
narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satu dampak
yang ditimbulkan penyalahgunaan narkoba adalah penularan virus HIV khususnya
bagi pengguna narkoba suntik atau sering disebut dengan Injecting Drugs User
(IDU). Upaya menyikapi penyebaran virus HIV pada pengguna narkoba suntik
tersebut antara lain adalah dengan program harm reduction yaitu pengurangan
dampak buruk penularan virus HIV/AIDS pada pengguna napza suntik melalui
penjangkauan dan pendampingan pada para IDU. Tujuan dari penelitian ini adalah
Untuk mengetahui Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok dalam program
Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh
LSM Mitra Alam Surakarta
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Kasus memiliki batas, lingkup
kajian, dan pola pikir tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau
fisik yang unik, spesifik dan menantang. Penulis menggunakan metode observasi
semi partisipan dan wawancara serta studi kepustakaan. Observasi dilakukan
dengan pengamatan langsung dalam proses komunikasi yang berlangsung dalam
program pendampingan dan mekanisme kerja yang dilakukan dalam pelaksanaan
program pendampingan di lapangan oleh Petugas Outreach LSM Mitra Alam
Surakarta. Teknik analisa dilakukan melalui proses analisa data melalui reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitan ini adalah purposive sampling. Populasi adalah seluruh
pihak LSM Mitra Alam mencakup seluruh staf LSM Mitra Alam, dan pengguna
Napza Suntik. Sampelnya Manager Program, Koordinator Lapangan, 3 Petugas
Lapangan, dan 3 orang pengguna Napza Suntik.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa peran komunikasi antar pribadi
Melalui tatap muka secara langsung komunikasi antar pribadi antara petugas
lapangan dengan pengguna napza suntik akan menjadi efektif karena petugas
lapangan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh pengguna napza suntik secara
langsung sehingga dapat tercipta kredibilitas melalui : Keterbukaan, empati,
sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Sedangkan Peran Komunikasi
kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik dilakukan
melalui proses diskusi kelompok. Komunikasi interpersonal dan komunikasi
kelompok yang efektif maka program pengurangan dampak buruk penyebaran
virus HIV pada IDU dapat berhasil sesuai tujuan program.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nethy Pudjiastuti. D.1208598. The Role of Interpersonal
Communication and Outreach Program and the Group Mentoring
Community injecting drug users. Thesis. Department of Communication
Science Faculty of Social and Political Sciences, University of Sebelas Maret
Surakarta. 2010
Until now the spread of drugs is already almost inevitable, given the
almost entire population of the world can easily get drugs from rogue elements
who are not responsible. One of the impacts of drug abuse is the transmission of
the HIV virus, especially for injecting drug users or often referred to Injecting
Drugs Users (IDU). Efforts to address the spread of HIV in injecting drug users
are among others with harm reduction programs that harm reduction transmission
of HIV / AIDS in injecting drug users through outreach and assistance to the IDU.
The purpose of this research is to know Role of Interpersonal Communication and
Outreach group and mentoring program Community Injection drug users by the
NGO Nature Partner Surakarta
In this study the authors use this type of qualitative research using case
study approach. The case has a limit, the scope of the study, and its own mindset
so as to reveal the social or physical reality is unique, specific and challenging.
The author uses the method of semi-participant observation and interviews and
literature study. Observations carried out by direct observation in the
communication process that takes place in mentoring programs and mechanisms
for the work done in the implementation of mentoring programs in the field by
officers NGO Outreach Natural Partners Surakarta. Technical analysis is done
through the process of data analysis through data reduction, data presentation, and
conclusion. The sampling technique used in this research is purposive sampling.
The population is all the NGO partners include the entire staff of NGO's Natural
Natural Partners, and injecting drug users. Sample Program Manager, Field
Coordinator, 3 Field Officer, and 3 Injection drug users.
From the results of this research is that the role of interpersonal
communication in outreach programs of injecting drug user community through
direct face to face will create credibility through transparency in the community
of injecting drugs user. The second is empathy in interpersonal communication.
Third supportive attitude that aims to support the positive attitude of injecting
drug users in better behavior change. Fourth is a must have a positive attitude,
and the fifth is the equality who conducted the field. The role of group
communication in outreach through IDUs meeting, Support Group IDUs, Group
Risk Assessment, Discussion and Evaluation Program.
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkoba adalah suatu akronim dari narkotika dan obat - obatan
berbahaya, yang dalam bahasa Inggris disebut drug. Narkotika sendiri sering
diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis yang dapat menurunkan kesadaran, mengurangi sampai
menghilangkan kerugian jika salah dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah.
Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat
narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari
bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik,
tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini
bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah
sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan
narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan
SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Telah banyak pula generasi muda
di Indonesia yang telah terlibat baik sebagai pengedar maupun sebagai
pengguna, sehingga tidak sedikit mengakibatkan tumbuhnya keresahan dan
kerawanan sosial.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2
digilib.uns.ac.id
Kasus AIDS pertama kali di Indonesia dilaporkan pada 1987. Jumlah
kasus masih tetap relatif rendah, meski diperkirakan bahwa akan segera terjadi
peningkatan drastis. Hingga Mei 2001, 23 dari 26 propinsi "lama" telah
melaporkan ada kasus HIV, dan dari 23 propinsi tersebut 16 di antaranya telah
melaporkan adanya kasus AIDS. 1
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peredaran dan penyalahgunaan
narkoba dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan
masalah nasional yang sangat kompleks yang dapat merusak dan mengancam
kehidupan masyarakat, bangsa,dan negara serta dapat melemahkan ketahanan
nasional. Oleh karena itu pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa
peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan bahaya yang harus
ditangani secara dini dengan melibatkan seluruh potensi yang ada, baik
pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak lain yang terkait.
Pada awal tahun 1970-an di Jakarta mulai ditemukan penggunaan
narkoba dengan cara suntik atau biasa disebut Injecting Drug User (IDU).
Orang yang terlibat biasanya dikenal sebagai morfinis tetapi sekarang
diperkirakan yang disuntikkan itu adalah heroin dan bukan morfin. Awalnya
heroin dipakai dengan cara menghirup asapnya, kemudian karena alasan
ekonomi dan agar lebih cepat merasakan kenikmatannya, merekapun mulai
memakai cara suntik. Jenis narkoba yang sering dipakai melalui suntikan
adalah heroin, amfetamin dan kokain, walaupun banyak narkoba lain yang
disuntikkan, termasuk obat penenang dan obat farmasi lain.
1
commit
to kalangan
user Pengguna Narkoba Suntikan Dasar
Chrish W. Green, Menanggapi Epidemi
HIV di
Pemikiran Pengurangan Dampak Buruk Narkoba, Warta AIDS, Yogyakarta, 2001, hal. 33.
3
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan UU No.5/1997 tentang Psikotropika dan UU No.22/1997
tentang Narkotik, pengedar narkoba diancam dengan pidana mati. Namun,
kenyataan bisa jadi berbeda. Pada akhir 1999 polisi menangkap pemilik pabrik
ecstacy yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta dan mampu membuat 1,8 juta
pil per bulan. Pengadilan akhirnya menghukumnya dengan hanya empat bulan
kurungan.2
Mengkonsumsi narkoba dengan cara suntik sangat rawan menularkan
HIV/AIDS, terutama pada IDU (Injecting Drug User) yang memakai jarum
suntik secara bergantian, tanpa proses penyucihamaan secara tepat. Berbagai
alasan dilontarkan berkenaan dengan pemakaian jarum suntik bergantian.
Mulai dari kelangkaan alat suntik yang tersedia, penyuntikan dalam keadaan
mabuk, karena dalam gejala dalam putus zat (sakaw), sampai alasan
kesetiakawanan atau persahabatan yang akrab.
Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan virus HIV
melalui pengguna napza suntik adalah melalui program harm reduction yaitu
sebuah program pengurangan dampak buruk dari penggunaan napza suntik
yang bertujuan memutus mata rantai penularan virus HIV melalui
penjangkauan pada kelompok sasaran yaitu komunitas pengguna napza suntik.
Program Harm Reduction meliputi 12 langkah layanan yang meliputi
penjangkauan (outreach) ke komunitas pengguna napza suntik, penyampaian
Komunikasi Informasi dan Edukasi(KIE), konseling penggunaan resiko
pribadi dan kelompok, VCT, layanan jarum suntik steril, layanan kesehatan
commit to user
2
Ibid, hal. 34
4
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dasar, pendidikan sebaya (peer educater), program subtistusi oral, rehabilitasi,
perawatan dan pengobatan HIV/AIDS, sterilisasi jarum dan penghancuran alat
suntik bekas.
Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang melaksanakan
program Harm Reduction adalah Yayasan Mitra Alam Surakarta. Berdasarkan
data dari Yayasan Mitra Alam Tersebut, diketahui bahwa 20 persen dari total
keseluruhan penderita HIV/AIDS di Kota Solo, Jawa Tengah, berasal dari
kalangan pecandu narkoba. Sejak 2005 hingga 2009, pengidap HIV/AIDS di
Kota Solo berjumlah 306 orang. Dari jumlah tersebut, 60 di antaranya
merupakan kalangan yang mengalami ketergantungan pada narkotika dan
obat-obatan berbahaya. Dari 60 orang pengidap HIV/AIDS dari kalangan
orang yang mengalami ketergantungan narkoba, 40 persen di antaranya saat
ini belum bisa lepas dari penggunaan narkoba, terutama melalui media jarum
suntik. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan karena
sangat berpotensi menyebarkan virus HIV/AIDS. 3
Salah satu kegiatan dalam harm reduction adalah penjangkauan
(outreach) yaitu proses penjangkauan langsung yang dilakukan secara aktif
kepada IDU baik secara kelompok maupun individu. Populasi ini sulit
dijangkau dengan metode yang lebih formal karena stigma dan diskriminasi
yang sangat kuat di dalam masyarakat terhadap status penggunaan napzanya.
Dalam proses penjangkauan dan pendampingan para pekerja lapangan
3
http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=22303 diakses tanggal 30 April 2010
commit to user
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan proses identifikasi lokasi yang biasa menjadi tempat IDU
berkumpul datau tempat yang memungkinkan untuk melakukan interaksi
langsung dengan IDU.
Penjangkauan
yang dilakukan dalam pogram harm reduction
berperan sebagai komunikasi interpersonal yang di dalamnya terjadi sebuah
komunikasi antara petugas outreach dengan pengguna napza suntik, dimana
Petugas Lapangan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan/informasi
mengenai Pencegahan HIV/AIDS pada komunitas IDU yang bertujuan untuk
merubah sikap dari menyuntik beresiko menjadi tidak beresiko dan juga
bertujuan untuk merubah perilaku dari menggunakan napza menjadi tidak
menggunakan napza. Sesuai dengan definisi komunikasi antar pribadi menurut
Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik seketika.4 Kebanyakan komunikasi interpersonal
berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara
lisan. Melalui proses komunikasi ini para pengguna napza suntik dapat
mengerti tentang bahaya dari penggunaan napza suntik yaitu merupakan salah
satu pintu masuk penularan virus HIV.
Komunikasi selain merupakan kegiatan pengoperan dan penerimaan
lambang atau keinginan mengubah pendapat orang lain, juga merupakan suatu
4
commit
to user PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993,
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi,
hal. 59-60.
perpustakaan.uns.ac.id
6
digilib.uns.ac.id
usaha untuk mengadakan hubungan sosial. Hal ini dilakukan dengan jalan
komunikasi yang serasi.
Dalam sistem sosial komunikasi berfungsi sebagai berikut5: Informasi,
Sosialisasi, Motivasi, Perdebatan dan diskusi, Pendidikan, Memajukan
kebudayaan, Hiburan, dan Integrasi. Demikian juga dalam program harm
reduction ini bahwa fungsi komunikasi baik interpersonal maupun komunikasi
kelompok yang dikembangkan oleh petugas lapangan berfungsi untuk
menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS dan upaya untuk memutus mata
rantai penularan virus HIV pada pengguna napza suntik, Sebagai Penyediaan
sumber pengetahuan mengenai Program pencegahan HIV/AIDS yang
memungkinkan IDU bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
untuk mempengaruhi para IDU untuk mengubah sikap dan perilakunya dari
menggunakan napza suntik yang beresiko menjadi tidak beresiko yaitu dengan
cara menggunakan jarum suntik steril, tidak berbagi jarum, bahkan tujuan
jangka panjang tidak lagi menggunakan napza suntik ataupun napza jenis
apapun.
Tujuan komunikasi menurut Efendy antara lain adalah untuk
perubahan sikap, perubahan pendapat, perubahan perilaku dan perubahan
sosial. Dilihat dari tujuan komunikasi tersebut maka komunikasi yang
dilakukan oleh seorang petugas outreach dalam program penjangkauan dan
pendampingan pada pengguna napza suntik disamping bertujuan untuk
perubahan sikap juga untuk perubahan perilaku. Tujuan untuk perubahan
5
A. W. Widjaja, Komunikasi:Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara Jakarta,
commit to user
1993, hal. 3.
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sikap yaitu dari menggunakan napza menjadi tidak menggunakan, sedangkan
tujuan untuk merubah perilaku yaitu dari perilaku beresiko menularkan virus
HIV menjadi tidak beresiko.
Salah satu pemandangan yang khas terlihat di Drop In Center LSM
Mitra Alam Surakarta yang berada di Jl. Arif Rahman Hakim No.66,
Kepunton, Jebres, Surakarta. Ditempat ini merupakan kantor sekaligus tempat
berkumpulnya para IDU yang mengakses layanan yang tersedia oleh
Lembaga, dan juga ruang untuk para IDU mengisi waktu luang dengan
melakukan kegiatan positif, misalnya melakukan olahraga fitness. Di DIC
LSM Mitra Alam ini setiap sebulan sekali menyelenggarakan kegiatan
pertemuan IDU, Support Group, Penilaian Resiko Kelompok maupun Diskusi
dan Evaluasi bagi komunitas IDU yang bertujuan untuk mendorong para IDU
agar berubah perilakunya dalam hal menyuntik menjadi tidak beresiko dan
dapat
timbul
kesadarannya
untuk
mengambil
keputusan
berhenti
menggunakan napza jenis apapun.
Berdasarkan fenomena sosial yang terjadi tersebut, banyak hal yang
menarik untuk diamati tentang keberadaan para IDU. Mengenai Latar
belakang mereka dapat terjerumus menggunakan napza, dan bagaimana peran
komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam Program Penjangkauan dan
pendampingan oleh LSM Mitra Alam Surakarta melalui Petugas Lapangan
dalam menyampaikan komunikasi yang efektif untuk mengubah sikap,
perilaku maupun opini para IDU agar dapat berhenti dari penyalahgunaan
Napza suntik.
commit to user
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka pokok masalah
dari penelitian ini adalah:
Bagaimana Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok dalam program
Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza
Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok
dalam program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas
Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis
maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangsih
bagi pengembangan ilmu penelitian di bidang komunikasi.
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi referensi berbagai pihak untuk memberikan informasi
mengenai pencegahan HIV/AIDS, dan perubahan perilaku yang lebih
aman bagi kelompok Pengguna Napza Suntik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9
digilib.uns.ac.id
E. Tinjauan Pustaka
1. Peran Komunikasi Tatap Muka/Antar Pribadi
Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam
bukunya The Interpersonal Communication Book6 sebagai proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan
balik seketika. Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita
mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi
tertentu dari panca indra kita. Kita bisa berkomunikasi secara verbal (lisan
dan terrtulis) dan non verbal (tanpa kata). Saluran komunikasi adalah
media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui
hanya satu saluran, kita menggunakan tiga atau empat saluran yang
berbeda secara simultan.7
Dalam proses komunikasi, komunikasi interpersonal efektivitasnya
paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi.
Komunikator mengetahui pasti apakah komunikannya itu menanggapi
dengan positif atau negatif, berhasil atau tidak. Pentingnya situasi seperti
ini bagi komunikator adalah karena ia dapat mengetahui diri komunikan
selengkap-lengkapnya dan yang penting artinya untuk mengubah sikap,
pendapat atau perilakunya. Dengan demikian komunikator dapat
mengarahkan ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan.8
6
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal.
59-60.
7
commitProfessional
to user Books Jakarta, 1997, hal.28.
Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia,
8
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Remadja Rosdakarya, Bandung, 1986, hal. 8
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hubungan dalam komunikasi interpersonal terbina melalui tahaptahap. Kita menumbuhkan keakraban secara bertahap, melalui langkah
atau tahap. Kelima tahap ini adalah kontak, keterlibatan, keakraban,
perusakan, dan pemutusan. Tahap-tahap ini menggambarkan hubungan
seperti apa adanya. Tahap-tahap ini tidak mengevaluasi atau menguraikan
bagaimana seharusnya hubungan itu berlangsung.9 Tahap-tahap itu antara
lain :
Kontak, pada tahap pertama kita membuat kontak. Ada beberapa
macam persepsi alat indra (melihat, mendengar, dan membaui seseorang).
Menurut beberapa riset selama tahap inilah dalam empat menit pertama
interaksi awal. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting karena
dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Namun
demikian, kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan,
keterbukaan dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini. Jika anda
menyukai orang ini dan ingin melanjutkan hubungan maka akan beranjak
ke tahap kedua.
Keterlibatan, tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh,
ketika kita mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan juga
mengungkapkan diri kita. Jika ini adalah hubungan yang romantik, maka
ini disebut tahap kencan.
Keakraban, pada tahap keakraban, kita mengikat diri lebih jauh
dengan orang lain. Hubungan dalam keakraban disebut sebagai hubungan
commit to user
9
Joseph A.Devito, Op. Cit, hal.233-235.
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
primer (primary relationship), dimana orang menjadi sahabat baik atau
kekasih.
Perusakan, dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan,
ketika ikatan di antara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan mulai
merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting apa yang
dipikirkan sebelumnya. Hubungan akan semakin jauh. Makin sedikit
waktu senggang yang dilalui bersama dan bila bertemu maka akan
berdiam diri, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan
ini berlanjut maka memasuki tahap pemutusan.
Pemutusan, tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang
mempertalikan kedua pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan,
pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun
pemutusan hubungan aktual dapat berupa hidup berpisah. Adakalanya
terjadi peredaan, kadang-kadang ketegangan dan keresahan makin
meningkat, saling tuduh dan permusuhan.
Pentingnya komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi dialogis adalah
bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi.
Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda,
masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.
Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku
komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding)
dan empati.
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Walaupun
demikian
derajat
keakraban
dalam
komunikasi
interpersonal dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi
horizontal selalu menimbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi
ketimbang komunikasi vertikal. Yang dimaksudkan horizontal adalah
komunikasi antara orang-orang yang memiliki kesamaan dalam apa yang
disebut Wilbur Schramm, frame of reference (kerangka referensi) yang
kadang-kadang dinamakan juga field of experience (bidang pengalaman).
Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of
reference/field of experience itu adalah mereka yang sama atau hampir
sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama,
bangsa, hobi, ideologi, dan lain sebagainya.10
Komunikasi interpersonal mempunyai beberapa tujuan antara lain11 :
a. Menemukan Diri Sendiri
Salah
satu
tujuan
komunikasi
interpersonal
adalah
menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam
pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak
sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi
interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk
berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita.
Adalah sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi
mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri.
Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita
10
11
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993,
commit to user
hal. 61.
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal. 78-80
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan,
pikiran, dan tingkah laku kita.
b. Mengetahui Dunia Luar
Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat
memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang
berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui
datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah
informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu
seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami
melalui interaksi interpersonal.
c. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna
Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah
membentuk dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain.
Banyak
dari
waktu
kita pergunakan
dalam
komunikasi
interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga
hubungan sosial dengan orang lain.
d. Mengubah Sikap Dan Perilaku
Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan
tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Dengan
adanya Program Penjangkauan dan pendampingan ini, maka
diharapkan terjadi perubahan perilaku yang beresiko menjadi
aman terhadap pemakaian jarum suntik sesuai dengan tujuan
program.
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Untuk Bermain Dan mencari Hiburan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai
tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan
sesama IDU, memulai percakapan dengan obrolan basa-basi dari
hal yang ringan pada umumnya hal itu adalah merupakan
pembicaraan
melakukan
yang
untuk
komunikasi
menghabiskan
interpersonal
waktu.
semacam
Dengan
itu
dapat
memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang
memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.
f. Untuk Membantu
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi
menggunakkan
komunikasi
interpersonal
dalam
kegiatan
profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua
juga
berfungsi
membantu
orang
lain
dalam
interaksi
interpersonal kita sehari-hari.
Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas outreach
dengan pengguna Napza Suntik bertujuan untuk menciptakan suasana
yang baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang terlibat didalamnya
membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu
hubungan yang harmonis. Menurut Joseph A.Devito, komunikasi
interpersonal yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu
dipertimbangkan, yaitu : 12
commit to user
12
Joseph A.Devito, Op.Cit, hal.259.
perpustakaan.uns.ac.id
15
digilib.uns.ac.id
a. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Sebaliknya,
harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi
yang biasanya disembunyikan. Kedua, mengacu pada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang
datang. Orang yang diam, tidak kritis dan tanggap merupakan peserta
percakapan yang menjemukan. Kita ingin setiap orang bereaksi secara
terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Aspek ketiga, menyangkut
kepemilikan perasaan hati dan pikiran. Terbuka dalam arti ini adalah
mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang kita lontarkan adalah milik
kita dan kita bertanggungjawab atasnya.
b. Empati
Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai
kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami
orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu,
melalui kacamata orang lain itu. Pengertian empati itu akan membuat
seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Langkah
pertama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk
mengevaluasi, menilai, menafsirkan dan mengkritik. Bukan karena
reaksi ini salah, tetapi seringkali menghambat pemahaman. Langkah
kedua, semakin banyak anda mengenal seseorang-keinginannya,
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya, maka
anda akan mampu melihat apa yang dilihat dan dirasakan orang itu.
c. Sikap mendukung
Sikap
mendukung
adalah
pandangan
yang
mendukung,
membantu bersama-sama. Sebuah bentuk hubungan interpersonal yang
efektif adalah sebuah hubungan dimana terdapat sikap mendukung
(supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.
d. Sikap positif
Sikap positif mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal.
Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif
mengisyaratkan perasaan ini ke orang lain dan selanjutnya
merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan positif untuk
situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang
positif. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan ketimbang
berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi interaksi.
e. Kesetaraan
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidak-setaraan salah
seorang lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada
dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Komunikasi
interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17
digilib.uns.ac.id
ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan.
Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi
instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain,
karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk
mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada
komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling
sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapanpun,
selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi
tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya,
berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar,
televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.
Teori komunikasi Antar Pribadi yang cocok dengan perkembangan
hubungan adalah Social Penetration Theories.
One of the most widely studied processes of relational development
is social penetration. Briefly, this is the idea that relationships become
more intimate over time when partners disclose more and more
information about them selves. Social penetration, then, is the process of
increasing disclousure and intimacy in a relationship. 13
Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan
hubungan adalah penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide
bahwa hubungan menjadi lebih akrab seiring waktu ketika patner
13
commitCommunication,
to user
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human
Belmont, California: Wadsworth
Publishing Company, 1998, hal. 266-267
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri.
Selanjutnya,
social
penetration
merupakan
proses
peningkatan
disclosure dan keakraban dalam hubungan.
Terdapat empat langkah perkembangan hubungan. Orientation
mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahu
hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Jika tahap
ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak menuju
tahap
berikutnya,
the
exploratory
affective
exchange,
dimana
perluasaan/ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih
dalam dari disclosure itu terjadi. Tahap ketiga, affective exchange
memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih
dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner menyadari
reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih awal.
Akhirnya, stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan
mengijinkan patner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan
menanggapinya dengan sangat baik.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan secara terus menerus
akan mempengaruhi perilaku, hal ini seperti dalam International Journal
Communication berikut ini:
When interpersonal discussion occurs, it can substantially
influence subsequent behavior. An investigation into the role of
interpersonal communication in promoting behavioral change was done
by the team investigating the impact of the radio drama "Twende na
Wakati" in Tanzania in the 1990s (Rogers et al., 1999”.14
14
commit
Joyee S. Chatterjee, Anurudra Bhanot,
Laurento
B.user
Frank, Sheila T. Murphy, Gerry Power , The
Importance of Interpersonal Discussion and Self-Efficacy in Knowledge, Attitude, and Practice
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketika diskusi interpersonal terjadi, secara substansial dapat
mempengaruhi perilaku. Hal ini seperti hasil penelitian terhadap peran
komunikasi interpersonal dalam mempromosikan perubahan perilaku
dilakukan oleh tim peneliti dampak dari radio drama "Twende na
Wakati" di Tanzania pada 1990an (Rogers et al, 1999.). Hasil dari
analisis mereka menemukan salah dari proses utama melalui opera
sabun yang mengubah perilaku perencanaan keluarga sebagai pendengar
Tanzania melalui komunikasi interpersonal
2. Peran Komunikasi kelompok
Komunikasi Kelompok menurut Onong Uchjana Effendy adalah
komunikasi dengan sejumlah komunikan. Karena jumlah komunikan itu
menimbulkan konsekuensi, jenis ini diklasifikasikan menjadi komunikasi
kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar.
Communication in small groups is interpersonal communication
within groups of between 3 and 20 individuals. This implication that
group discussion goes through the same series of stages in the same
order for any decision-making group is known as the linear phase
model. As a consequence, large groups tend to be dominated by one or
two members to the detriment of the others15.
Menurut Journal international dalam Wikipedia menjelaskan bahwa
kelompok kecil dilakukan antara 3 sampai 20 peserta. Menurut penelitian
yang telah dilakukan oleh Robert
Bales tentang bahwa dari diskusi
kelompok kecil tersebut yang berperan adalah 40 sampai 50 persen dari
15
Models, International Journal Communication, Volume 3, diakses tanggal 20 November 2010
dari http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/444/337
Lilaroja, Communication in Small Groups, International Free Journal, dari
commit to user
http://en.wikipedia.org/wiki/Communication_in_small_groups
diposting tanggal 29 Oktober
2010
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seluruh peserta dalam kelompok. Dengan demikian dalam komunikasi
kelompok besar hanya akan didominasi oleh satu atau dua orang saja yang
akan merugikan seluruh peserta dalam kelompok besar.
Menurut Onong Uchjana Effendi, dasar pengklasifikasiannya bukan
jumlah yang dihitung secara matematis, melainkan kesempatan komunikan
dalam menyampaikan tanggapannya.16
Kelompok kecil didefinisikan oleh Robert F. Bales dalam bukunya “
Interaction Proces Analysis” sebagai sejumlah orang yang terlibat dalam
suatu interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu pertemuan yang
bersifat tatap muka (face to face meeting). Setiap anggota dalam kelompok
ini dengan leluasa mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan
lainnya. Sehingga baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya,
seseorang
dapat
memberikan
tanggapan
kepada
masing-masing
perorangan. 17
Komunikasi kelompok dipengaruhi oleh tingkah laku komunikasi
anggota
kelompok atau peserta kelompok. Tingkah laku komunikasi
anggota kelompok tersebut meliputi, penyampaian pesan-pesan selama
berinteraksi serta bagaimana tingkah laku anggota kelompok lain akibat
efek yang penyampaian pesan tadi yang berupa umpan balik. Pesan itu
sendiri dalam komunikasi kelompok dapat dibedakan berdasarkan pesan
dalam bentuk verbal dan non verbal. Selain itu, tingkah laku komunikasi
kelompok anggota lainnya yang mempengaruhi komunikasi kelompok
16
17
to
Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal.commit
10
Ibid, hal. 72
user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah faktor keingintahuan antar anggota kelompok lainnya. Keyakinan
serta system kepercayaan juga ikut mempengaruhi para anggota kelompok
selama berinteraksi. Hal ini merupakan ciri-ciri kelompok pada umumnya.
Ciri-ciri kelompok yang dapat menjadi bagian dari teori komunikasi
kelompok menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, adalah umpan
balik antar pribadi, kecepatan interaksi kelompok, fase-fase kelompok,
norma-norma kelompok, iklim atau suasana kelompok, konflik antar
pribadi serta distribusi kepemimpinan.18
Dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan
HIV/AIDS di kalangan IDU, peran komunikasi kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi lapangan yang diorganisasikan oleh petugas lapangan.
Diskusi lapangan bisa mencakup berbagai macam isu, baik yang berkaitan
dengan masalah HIV/AIDS, Napza, atau masalah lain yang dirasa bisa
mendorong IDU dan pasangannya untuk terlibat di dalam intervensi.
Tujuan dilaksanakan diskusi adalah mengembangkan dialog pemecahan
masalah tentang upaya pengurangan resiko penularan HIV/AIDS di antara
IDU, sehingga bisa terbangun pengetahuan dan pemahaman yang baik
diantara mereka serta timbul kesadaran bagi para IDU berhenti
menggunakan napza jenis apapun dan merubah perilaku beresiko mereka
dalam pemakaian jarum suntik yang tidak steril. Dengan adanya distribusi
informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul sebuah
norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan perilaku
seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun
commit to user
18
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Op. Cit, hal. 8-9
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu
mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama.
Dalam diskusi kelompok terdapat kelompok Pemecahan masalah
melalui kegiatan Pertemuan rutin bagi para IDU. Kelompok Pemecahan
masalah menurut Joseph. A. Devito19 dalam bukunya Komunikasi Antar
Manusia mendefinisikan bahwa sekumpulan individu yang bertemu untuk
memecahkan suatu masalah tertentu untuk mencapai suatu keputusan
mengenai suatu permasalahan.
a. Kelompok Pemecahan masalah
Dalam Kelompok pemecahan masalah ada beberapa tahapan
yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan
pendapat dari seorang Filsuf John Dewey pendekatan masalah
diidentifikasi dalam enam tahap. 20
Tahap-tahap ini dirancang agar pemecahan masalah lebih
efisien dan efektif. Enam langkah di dalam pendekatan pemecahan
masalah terdiri dari pendefinisian dan analisis masalahnya, menyusun
kriteria
untuk
mengevaluasi
pemecahannya,
mengembangkan
pemecahan yang mungkin, mengevaluasi pemecahannya, memilih
pemecahan terbaik, dan menguji pelaksanaan pemecahannya.
19
20
Joseph. A. Devito, Op.Cit, hal. 304
Ibid, hal. 304
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan I. 1
Tahapan dalam disuksi pemecahan masalah
Definisi dan Analisis Masalah
Menyusun Kriteria untuk
mengevaluasi pemecahan
Identifikasi pemecahan yang mungkin
Evaluasi Pemecahan
Pemilihan pemecahan terbaik
Kajian
Ulang
Pengujian terhadap pemecahan yang
dipilih
Pemilihan
pemecahan
Salah satu fungsi dari diskusi kelompok pada kalangan IDU
adalah akan terbentuk kelompok pemecahan masalah. Melalui
komunikasi kelompok akan diketahui permasalahan yang dapat
menghambat tercapainya tujuan program, sehingga melalui komunikasi
kelompok akan dapat dicari solusi untuk pemecahan masalah yang
timbul tersebut. Berdasarkan pendapat dari Jhon Dewey tersebut, untuk
memecahkan suatu masalah perlu dilakukan 6 langkah pendekatan
mulai dari mendefinisikan atau menganalisis permasalahan yang
timbul, menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan, identifikasi
pemecahan yang dapat dilakukan, evaluasi pemecahan, pemilihan
pemecahan terbaik dan akhirnya dilakukan pengujian terhadap
commitMelalui
to user 6 langkah pendekatan terhadap
permasalahan yang dipilih.
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemecahan masalah ini maka proses komunikasi kelompok akan
menjadi efektif sehingga tujuan program untuk mengubah sikap
penasun untuk menjadi tidak beresiko akan dapat tercapai.
b. Metoda Pengambilan Keputusan
Dalam Komunikasi kelompok mungkin saja menggunakan
metoda Pengambilan keputusan yang berbeda-beda, misalkan saja
dalam menentukan kriteria atau alternative pemecahan masalah yang
akan diambil. Pada umumnya, kelompok akan menggunakan salah satu
dari ketiga metoda berikut :
1.
Wewenang : Para anggota menyuarakan perasaan dan pendapat
mereka, tetapi pimpinan, bos, atau direksi membuat keputusan
akhir
2.
Aturan mayoritas : Kelompok menyetujui untuk mematuhi
keputusan mayoritas dan mengijinkan adanya pemungutan suara
untuk mencari penyelesaian suatu masalah.
3.
Konsensus : Kelompok hanya akan sampai pada suatu keputusan
jika semua anggota kelompok menyetujuinya.
Berbagai metode pengambilan keputusan tersebut masing-
masing akan mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun dalam
program penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna
napza suntik akan dapat dicari metode pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik kelompok dampingan sehingga selain pemecahan masalah
menjadi efektif, tujuan program juga akan dapat tercapai.
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terkait dengan efek dan umpan balik yang diharapkan, komunikasi
kelompok dinilai ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini dan perilaku komunikan. Teori yang menjelaskan tentang hal
tersebut adalah tentang Teori sistim A-B-X dan Newcomb.
Teori sistim A-B-X dari Newcomb yang menitikberatkan pada pola
interaksi antara dua individu, A dan B dalam suatu interaksi dengan suatu
objek (X) yang mempengaruhi interaksi mereka. Interaksi dua individu ini
merupakan interaksi yang terjadi dalam komunikasi kelompok.21
Berdasarkan teori tersebut, maka bila salah satu anggota dari
kelompok tersebut mempunyai pendapat tentang suatu hal maka ia akan
cenderung mempengaruhi anggota kelompok lainnya agar mengikuti
pendapatnya. Bila hal ini berhasil, maka biasanya akan diikuti perubahan
sikap pula.
3. Peran Komunikasi Antarpribadi dan Kelompok Dalam Program
Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach)
Komunikasi yang terjalin antara petugas outreach dan pengguna
Napza suntik dapat diawali dengan membangun komunikasi yang baik,
diwujudkan dengan cara melibatkan IDU dan pasangan seksualnya,
keluarga, ataupun orang kunci (teman IDU) dalam upaya advokasi
pencegahan HIV/AIDS pada jaringan sosialnya.
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang
melaksanakan
hak
dan
commit to user
21
Ibid, hal. 51-52
kewajibannya
sesuai
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
26
digilib.uns.ac.id
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Setiap orang
mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan
hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan karena ia
mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batasbatas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain22
Sedangkan arti dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, Peran adalah
tindakan yang dilakukan dalam suatu peristiwa. 23
Program penjangkauan dan pendampingan (outreach) adalah proses
penjangkauan langsung yang dilakukan secara aktif kepada IDU baik
secara kelompok maupun individu.24
Selain itu juga pengertian Outreach dapat diartikan sebagai suatu
strategi untuk menjangkau kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang
karena faktor struktural memiliki hambatan untuk mengakses informasi
dan layanan publik yang ada di dalam masyarakat. Faktor struktural ini
antara lain kemiskinan, keyakinan politik, stigma masyarakat, status
hukum dari tindakan/perilaku, atau hambatan geografis yang membuat
mereka terisolasi dari lingkungan sosial masyarakat yang lebih luas.25
22
23
24
25
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Grafindo Persada, Yogyakarta, 2000, hal.
268
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hal. 641
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Op. Cit, hal.18
Ignatius Praptoharjo dan Octavery Kamil, Standar Operasional dan Prosedur Intervensi
commit
to Suntik,
user Family Health International, Jakarta,
Pencegahan HIV/AIDS Bagi Pengguna
Napza
2009, hal. 12
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Outreach dilakukan agar kelompok sasaran memiliki akses terhadap
layanan publik yang dibutuhkan. Disisi lain outreach juga berusaha untuk
melakukan pendidikan kepada masyarakat umum tentang persoalanpersoalan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok yang tidak memiliki
akses terhadap layanan publik dan implikasi dari persoalan tersebut
terhadap masyarakat umum. Oleh karena itu, outreach digunakan sebagai
strategi untuk mengidentifikasi, melibatkan dan mendorong kelompokkelompok IDU untuk melakukan pengurangan resiko terhadap penularan
HIV/AIDS dalam praktik penyuntikannya serta memanfaatkan layananlayanan sosial dan kesehatan yang tersedia di masyarakat.
Dalam pelaksanaan Program Pendampingan pada komunitas
pengguna napza suntik ini, yang paling penting adalah adanya : 26
a. Kelompok Dampingan (Pengguna Napza Suntik)
Kelompok Dampingan adalah pengguna napza suntik menjadi
sasaran utama (primer) sedangkan pengguna Napza yang lain dan
pasangan seks IDU menjadi sasaran sekunder. Selain itu masyarakat di
sekitar IDU baik keluarga, orang kunci dan teman-temannya menjadi
sasaran tersier.
b. Petugas Outreach
Petugas Outreach adalah sebuah tim yang terdiri dari petugas
lapangan dan koordinator penjangkauan. Petugas lapangan dapat yang
mempunyai latar belakang mantan IDU atau individu yang mempunyai
commit to user
26
Ibid, hal 19-20
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan dan kesediaan untuk masuk dalam komunitas IDU.
Sedangkan koordinator penjangkauan berperan dalam memberikan
dukungan dan pemantauan terhadap proses penjangkauan dan
pendampingan di lapangan sehingga searah dengan tujuan program
yang dikembangkan oleh LSM Mitra Alam, yaitu memberikan
informasi yang benar
tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksual (terutama tentang HIV/AIDS) dan memberikan dukungan
terhadap perubahan perilaku di kalangan komunitas Pengguna
Narkoba Suntik di Surakarta dari perilaku tidak aman (beresiko tertular
HIV/AIDS) menjadi perilaku yang aman (tidak beresiko tertular
HIV/AIDS).
Dalam proses penjangkauan dan pendampingan para pekerja
lapangan melakukan proses identifikasi lokasi yang biasa menjadi tempat
IDU berkumpul atau tempat yang memungkinkan untuk melakukan
interaksi langsung dengan IDU. Proses penjangkauan dan pendampingan
memberi peluang bagi IDU untuk dapat mengakses berbagai layanan
kesehatan yang dibutuhkannya, seperti: mendapatkan layanan Informasi,
tes HIV dan Konseling, layanan kesehatan dasar yang tersedia, layanan
manajemen kasus untuk IDU yang membutuhkan, akses terhadap jarum
suntik steril dan layanan lainnya yang memungkinkan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa
Peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian
dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dari uraian
commit to user
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di atas pula dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal dalam
penjangkauan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas
lapangan yaitu sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU,
dalam meningkatkan pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan
perilaku dalam mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran
komunikasi interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan adalah
membuka akses pendampingan pada komunitas IDU maupun pasangan
seksualnya yang berada di masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya
petugas outreach, untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis
besar, maka hubungan antara petugas lapangan dengan IDU akan terjalin
lebih akrab. Sehingga dapat mempermudah dalam proses penjangkauan
dan pendampingan.
Sedangkan
peran
komunikasi
kelompok
dalam
program
penjangkauan dan pendampingan dilakukan melalui diskusi. Diskusi
kelompok bertujuan mengembangkan dialog tentang upaya pengurangan
resiko penularan HIV/AIDS di antara IDU, sehingga bisa terbangun
pengetahuan dan pemahaman yang baik diantara mereka. Dengan adanya
distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul
sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan
perilaku seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat
membangun kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga
mereka mampu mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara
bersama.
commit to user
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pengguna Narkoba Suntik
Pengguna Napza Suntik adalah pengguna atau penyalahguna Napza
yang digunakan dengan cara disuntikkan pada pembuluh darah vena
memakai jarum suntik.27
Istilah lain Penasun berasal dari pengguna Narkoba suntik yang
umumnya disebut IDU (Injecting Drug User) yang berarti individu yang
menggunakan obat terlarang (narkotika) dengan cara disuntikkan
menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah.
Jarum hipodermik atau jarum suntik adalah jarum yang secara umum
digunakan dengan alat suntik untuk menyuntikkan suatu zat ke dalam
tubuh. Alat inilah yang digunakan oleh orang untuk memasukan zat pada
tubuhnya untuk merasakan kenikmatan sesaat, namun jika seseorang itu
terinfeksi HIV/AIDS lalu jarum tersebut dipakaikan lagi pada orang lain
maka beresiko besar akan menular.
F. Kerangka Konsep
Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas Outreach dengan
pengguna Napza Suntik bertujuan untuk menciptakan suasana yang baik dan
maksimal. Artinya, setiap individu yang terlibat didalamnya membutuhkan
komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu hubungan yang
harmonis.
commit to user
27
Ibid, hal. 70
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peran Komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara petugas outreach
dengan kelompok pengguna Napza suntik, termasuk dalam konteks sosial
dalam penjangkauan dan pendampingan (outreach) lebih mengarah pada
permasalahan HIV/AIDS, sebagai kelompok pengguna Napza Suntik yang
memiliki perilaku yang tidak bisa diterima dari sisi norma hukum maupun
norma social.
Peran petugas lapangan dalam Outreach yang dimaksud, yakni petugas
lapangan diharapkan mampu membantu kelompok sasaran dalam mengakses
layanan public yang dibutuhkan. Namun dalam pemanfaatan layanan public
menuntut keterlibatan aktif kelompok sasaran. Selain itu peran komunikasi
antar pribadi yang dilakukan Petugas lapangan
dalam penjangkauan dan
pendampingan sebagai upaya pengurangan resiko dan memberikan informasi
dalam meningkatkan pengetahuan dan kepedulian tentang HIV/AIDS.
Dalam
upaya
meningkatkan
kesadaran
terhadap
permasalahan
HIV/AIDS di kalangan IDU, peran komunikasi kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi lapangan yang diorganisasikan oleh petugas lapangan.
Tujuan dilaksanakan diskusi adalah mengembangkan dialog tentang
upaya pengurangan resiko penularan HIV/AIDS di antara IDU, sehingga bisa
terbangun pengetahuan dan pemahaman yang baik diantara mereka. Dengan
adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan
muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan
perilaku seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun
commit to user
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu
mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama.
Dari uraian di atas pula dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal
dalam penjangkauan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas
lapangan yaitu sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam
meningkatkan pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan perilaku
dalam mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran komunikasi
interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan adalah membuka akses
pada komunitas IDU maupun pasangan seksualnya yang berada di
masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya petugas outreach, untuk masuk
ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar, maka hubungan antara petugas
lapangan
dengan
IDU
akan
terjalin
lebih
akrab.
Sehingga
dapat
mempermudah dalam proses penjangkauan dan pendampingan.
Bagan I.2
Alur kerangka konsep dalam penelitian Peran Komunikasi
dalam Program Pendampingan dan Penjangkauan (Outreach) Komunitas Pengguna
Napza Suntik Oleh LSM Mitra Alam Surakarta
Peran Komunikasi
Peran Komunikasi
Antar Pribadi/Tatap muka
Kelompok
Peran komunikasi dalam
Penjangkauan dan Pendampingan
(Outreach)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33
digilib.uns.ac.id
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian Data
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih
menekankan pada masalah proses dan makna, maka jenis penelitian
dengan strategi yang terbaik adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Sebagaimana dijelaskan oleh Vradenberg, penelitian deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan realitas sosial yang kompleks dengan menerapkan
konsep-konsep yang telah dikembangkan. Jadi penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan secara terinci fenomena
sosial tertentu tanpa menggunakan hipotesa yang telah dirumuskan secara
ketat.28
Penelitian ini bersifat studi kasus yaitu penelitian yang memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail yang bertujuan
mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir dan interaksi
lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu,
kelompok, lembaga atau komunitas pada keadaan sekarang.29
Adapun penggunaan studi kasus dalam penelitian komunikasi dapat
dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :30
a. Menentukan topik penelitian (relatif spesifik) dan tujuan penelitian.
b. Mengidentifikasi unit analisis (individu, kelompok, organisasi,
komunitas, teks).
c. Melakukan studi literatur.
28
Masri Singarimbun & Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1982, hal 4
commit
user Yogyakarta, 1998, hal 63
Anwar Syarifuddin, Metode Penelitian,
Pustakato
Pelajar,
30
Pawito, Ph.D, Op.Cit, hal. 145-146
29
perpustakaan.uns.ac.id
34
digilib.uns.ac.id
d. Merancang pedoman wawancara, terutama pada studi kasus yang
melibatkan manusia sebagai sumber data (subjek, informan). Dalam
hal ini, jumlah subjek yang diangkat sebagai kasus biasanya relatif
terbatas jumlahnya, tergantung pada tujuan penelitian.
e. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data, termasuk observasi
dan in- dept interview. Catatan lapangan serta penggunaan alat-alat
perekam yang digunakan untuk merekam wawancara sangat penting
dalam hal ini.
f. Membandingkan (mencari persamaan serta perbedaan) yang ada di
antara unit analisis yang berbeda-beda, menghubung-hubungkan satu
dengan yang lain.
g. Menyusun draft awal (persoalan demi persoalan) di bawah sub-sub
judul tertentu sambil kembali memeriksa literatur.
h. Penyusunan draft final laporan penelitian.
Dalam menjalankan penelitian, peneliti dapat belajar tentang
pengetahuan proposional dan eksperimental (pengalaman). Pengetahuan
proposional menunjuk pada deskripsi tentang kasus yang
telah
diasimilasikan dalam pikiran peneliti sehingga terwujud dalam bentuk
paparan tekstual yang unik, kaya, spesifik dan kadang menantang
emosional.
Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah pengguna napza
suntik yang menjadi anggota komunitas LSM Mitra Alam Surakarta dan
juga staff LSM Mitra Alam yang berhubungan langsung dengan Program
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) yaitu Manager Program,
Koordinator Lapangan dan juga petugas lapangan. Dengan latar belakang
sebagai penyalahguna napza, yang tidak dapat diterima baik dari sisi
norma agama, sosial, maupun hukum. Penyalahgunaannya dilakukan
secara tersembunyi. Sehingga Penyalahguna napza sendiri memiliki
hambatan dalam mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan
berkaitan dengan informasi seputar pencegahan HIV/AIDS.
Dengan metode ini dimaksudkan agar fenomena yang terjadi pada
pengguna napza suntik dapat diungkapkan secara nyata, dan agar data
yang akan diperoleh akan lebih lengkap, sehingga akan memiliki
kredibiltas yang tinggi. Dan dapat diketahui sejauhmana peran komunikasi
antar pribadi dan kelompok yang dilakukan petugas lapangan LSM Mitra
Alam dalam melaksanakan Program Penjangkauan dan pendampingan
(Outreach) sebagai upaya dalam pencegahan HIV/AIDS agar berjalan
sesuai dengan harapan/tujuan program yang diinginkan..
2. Lokasi Penelitian
LSM Mitra Alam Surakarta, JL. Arif Rahman Hakim No.66,
Kepunton, Jebres, Surakarta, khususnya pada Program Pendampingan
Divisi Kesehatan Masyarakat.
commit to user
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Sumber Informan Penelitian
Dalam penelitian ini sumber data diperoleh melalui wawancara
maupun observasi. Sumber data atau informan penelitian ini adalah para
pengguna napza suntik yang berperan dalam membentuk peran
komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program penjangkauan dan
pendampingan (outreach) LSM Mitra Alam secara umum dan Petugas
lapangan yang menjadi fasilitator dalam menyampaikan informasi
mengenai pencegahan HIV/AIDS dari LSM Mitra Alam.
Sumber data tertulis yang digunakan meliputi mengutip buku,
dokumen, arsip dan catatan lain yang mendukung. Foto dan rekaman
digunakan sebagai pendukung dari data-data sebelumnya dan memperkuat
gambaran keadaan melalui bahasa audio dan visual.
4. Teknik Pengumpulan Data
Observasi dilakukan sebelum dan selama penelitian ini berlangsung
yang meliputi gambaran umum berupa peristiwa, tempat dan lokasi serta
benda-benda dan rekaman audio. Dilakukan secara langsung dan
menggunakan komunikasi interpersonal. Dikatakan secara langsung
karena memiliki pengertian bahwa peneliti hadir dan mengamati kejadiankejadian di lokasi.31
Metode observasi sendiri ada dua jenis, yaitu : observasi dengan ikut
terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation)
commit to user
31
Pawito,Op.Cit, hal 114
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan observasi tidak terlibat (non participant observation). Metode
observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti
(participant observation) masih dibedakan menjadi dua jenis dengan
berdasarkan tingkat keterlibatan/tingkat partisipasi, yakni berpartisipasi
secara aktif dan penuh (total participant observation), serta berpartisipasi
aktif (active participant observation).32
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
berperan aktif (active participant observation), peneliti ikut aktif dalam
kegiatan penjangkaun dan pendampingan (Outreach) pada komunitas
pengguna napza suntik dengan didampingi oleh petugas lapangan secara
langsung dan melakukan pengamatan. Akan tetapi, peneliti tidak menjadi
bagian dari masyarakat yang diteliti.
Observasi yang dilakukan menghasilkan catatan-catatan lapangan
yang kemudian akan menjadi arsip dan dokumen tertulis dari setiap
perilaku yang teramati selama masa observasi, serta menjadi sumber data
yang cukup penting.
a. Wawancara Mendalam
Sumber data penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa
manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau informan. Maka
untuk mengumpulkan informasi diperlukan teknik wawancara untuk
menambah informasi mengenai masalah yang sedang diteliti.
Wawancara
mendalam
dilakukan
commit to user
32
Ibid, hal 114-115.
dengan
Manager
Program,
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Koordinator lapangan LSM Mitra Alam, pengguna napza suntik yang
mengikuti program penjangkauan dan pendampingan (outreach) dan
petugas lapangan
yang menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan
penjangkauan dan pendampingan (outreach) LSM Mitra Alam
Surakarta.
b. Studi Kepustakaan
Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dan informasi
dengan menggunakan data yang diperoleh orang lain melalui
penelitian sebelumnya, atau yang diperoleh dari sumber tertulis yang
terdapat dalam berbagai referensi buku, surat kabar dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini sumber tertulis diperoleh dari
dokumen resmi LSM Mitra Alam mengenai hasil evaluasi tahunan
mengenai program penjangkauan dan pendampingan (outreach), Buku
Standar Operasional dan Prosedur Intervensi Pencegahan HIV/AIDS
Bagi Pengguna Napza Suntik dari Family Health International, Buku
pedoman tentang bagaimana Menanggapi Epidemi HIV di kalangan
Pengguna Narkoba Suntikan Dasar Pemikiran Pengurangan Dampak
Buruk Narkoba dari Warta AIDS Yogyakarta, dan Buku panduan
mengenai Pelatihan Dasar bagi Petugas Lapangan dari Departemen
Kesehatan.
commit to user
39
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Teknik Sampling
Penelitian lapangan sering melibatkan keputusan sesaat tentang
pengambilan sampel untuk mendapatkan keuntungan peluang baru selama
pengumpulan data aktual. Ketika melakukan pengamatan, orang tidak
mungkin menangkap segalanya. Oleh karena itu, perlu membuat
keputusan tentang aktivitas yang diamati, orang yang diamati dan
diwawancarai, dan periode waktu seperti apa yang akan diseleksi untuk
mengumpulkan data. Sehingga dapat diambil secara acak sampel dalam
periode waktu tertentu (Patton, 2006:97).
Dalam konteks penelitian kualitatif, logika sampel sebagaimana
dikemukakan di atas tidak dapat berjalan. Persoalannya terlalu banyak
gejala komunikasi yang bersifat kompleks dan laten. Setidaknya, untuk
banyak hal sangat sulit untuk memenuhi tuntutan representativitas sampel
dengan prinsip acak (random). Dalam penelitian komunikasi kualitatif
prinsip keterwakilan dengan mendasarkan diri pada random dan
probabilitas tidak dibutuhkan karena dinilai tidak efisien dan justru dapat
menimbulkan kesesatan.
Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel dalam penelitian
komunikasi kualitatif berbeda dengan kuantitatif, lebih mendasarkan diri
pada alasan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian. Sifat metode sampling dari penelitian kualitatif adalah
purposive sampling. 33
commit to user
33
Pawito, Op. Cit, hal. 88.
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Informan dalam penelitian ini yaitu pengguna napza suntik, Manager
Program, Koordinator lapangan, dan petugas lapangan yang terlibat
langsung dalam melaksanakan program Penjangkauan dan pendampingan
(Outreach) dalam menyampaikan informasi terutama dalam pemakaian
jarum suntik yang tidak steril dan juga mendorong perubahan perilaku
yang beresiko menjadi aman pada pengguna napza suntik.
6. Teknik Analisa Data
Dalam proses pelaksanaannya, tahap pengolahan data tidak cukup
hanya terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi saja, akan tetapi mencakup
banyak tahap. Di antaranya adalah tahap reduksi data, penyajian data,
interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Lebih dari sekedar
itu, pengolahan data, yang tidak lain merupakan tahap analisis dan
interpretasi data mencakup langkah-langkah reduksi data, penyajian data,
interpretasi data dan penarikan kesimpulan /verifikasi.
Teknik analisa data menggunakan model analisa interaktif
(interactive model of analysis) dari Miles dan Huberman. 34 Dimana proses
pengumpulan data berlangsung, penulis bergerak diantara komponen
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan
serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying concluisions).
Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses pengurangan
data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data,
commit to user
34
Ibid, hal 104
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan,
maupun penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang.
Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang
disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang
diperlukan. Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari
serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar
melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan
mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan.
Penarikan kesimpulan merupakan proses perumusan makna dari
hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan
mudah difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan
peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya
berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan
perumusan masalah yang ada.
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut: 35
Bagan I.3
Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994:12)
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Penarikan/pegujian
kesimpulan
Reduksi
Data
8. Validitas Data
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur itu menggunakan apa yang ingin diukur.36 Validitas dalam
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data wawancara mendalam
tak berstruktur dan pengamatan.37 Sangatlah penting untuk memastikan
bahwa indeks yang dipilih benar-benar tidak tergantung, kokoh dari
berbagai tipe dan sumber.
Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data dengan tujuan
untuk memberikan kebenaran dan memperoleh kepercayaan terhadap
suatu data. Dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang
berbeda. Dimana data tersebut dikontrol oleh data yang sama tetapi dari
35
Ibid, hal. 105
commit
Masri Singarimbun dan Effendy, Op.cit,
hal 124to user
37
Burhan, Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, PT.Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.96
36
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sumber yang berbeda dan juga mengontrol data yang sama, pada situasi
yang berbeda.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajad kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Ini dapat dilakukan dengan
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan, membandingkan hasil wawancara dengan isi dalam suatu
sub bab dokumen yang berkaitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Gambaran Umum LSM Mitra Alam
LSM Mitra Alam adalah salah satu organisasi non pemerintah (NGO)
local yang berkedudukan di Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah yang
bekerja dalam berbagai kegiatan pengembangan swadaya masyarakat.
Program pelayanan Mitra Alam berorientasi pada pemberdayaan masyarakat
rentan yang bertumpu pada pendekatan kelompok maupun pendekatan secara
individual.
Keberadaan LSM Mitra Alam dirintis sejak tahun 1998 oleh tim
relawan dari berbagai disiplin ilmu yang peduli terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan tidak membedakan latar belakang suku,
agama,
ras,
dan
berbagai
golongan.
Untuk
lebih
meningkatkan
profesionalisme pelayanan, maka keberadaan lembaga diaktanotariskan pada
tanggal 18 Juli 2000, oleh Ny. E. Ratna Widjaja Notaris di Surakarta. Berdasar
Status Hukum antara lain terdaftar di PN Sukoharjo No. 37/2000/p/Skh,
Kansospol No. 106/YL/2000 dan di Dinas Sosial No. 466/609/BKS.
LSM Mitra Alam adalah Non Government Organization (NGO) yang
tidak terikat oleh lembaga lain dalam status hokum organisasinya
(independent) serta tidak berafiliasi pada organisasi massa atau partai politik
tertentu. Dalam menjalankan program-program pelayanan, LSM Mitra Alam
userdan internasional NGO dalam
bekerjasama dengan NGO commit
local to
lain
44
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan dan pendanaan program yang berprinsip pada transparasi,
akuntabilitas dan sustainabilitas program. Peran serta LSM dikalangan
masyarakat sangatlah diperlukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat.
LSM Mitra Alam bergerak dalam berbagai bidang kegiatan yaitu :
1. Bidang Pertanian dan Lingkungan
2. Bidang MED (Microenterprise Development)
3. Bidang Kesehatan Masyarakat
Setiap menjalankan prosedur dari masing-masing bidang kegiatan,
sekiranya tidak mengurangi perhatiannya pada bidang lain, akan tetapi bidang
yang ada tersebut berjalan saling beriringan walaupun berada dalam satu
organisasi yang menaungi beberapa gagasan yang berlainan, bahkan
cenderung memiliki perbedaan program kerja satu sama lain. Hal ini tidaklah
menjadi persoalan yang besar, karena ada alternatif yang dapat diambil, untuk
membedakan dari semua bidang yang ada tersebut, semisal dibentuknya
sebuah tim-tim kerja untuk berbagai bidang yang ada.
1. Visi, Misi, dan Tujuan Berdirinya LSM Mitra Alam :
a. Visi
: Terwujudnya
kelembagaan
yang
mandiri
dengan
mengembangkan prinsip–prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan sustainabilitas dalam pelayanan dan pendampingan
kepada masyarakat rentan
b. Misi
: 1. Membangun keswadayaan masyarakat rentan dengan
meningkatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam
yang berwawasan lingkungan.
commit to user
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pelibatan kelompok-kelompok masyarakat secara aktif dan
partisipatif dalam proses analisis,perencanaan, pelaksanaan
sampai monitoring dan evaluasi program.
3. Menjalin kemitraan dan membangun jaringan kerja dengan
pihak-pihak lain dalam mengembangkan Layanan program
kepada masyarakat rentan.
c. Tujuan : Melakukan proses pendampingan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat rentan baik diperkotaan maupun di
pedesaan melalui berbagai aktivitas keswadayaan.
2. Struktur Organisasi Lembaga dan Susunan Pengurus / Pelaksana
a. Struktur Organisasi Lembaga
Bagan II.1
Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Surakarta
Badan Pengurus
Direktur
Bag.Adm dan Keu
KOORD. BIDANG
Lingkungan dan PRB
Staf Program
b.
KOORD. BIDANG
MED
Staf Program
commit to user
KOORD. BIDANG
Kesehatan Masyarakat
Staf Program
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Susunan Kepengurusan
1. Dewan Pengawas
: Aloysius Eka Wardaya SP
2. Dewan Pembina
: Idi Bantara Msc
3. Dewan Pengurus
:
Ketua Badan Pengurus
: Ir. Taholi Laia
Sekretaris
: Yunus Prasetyo SP
Bendahara
: Widi Nugroho SE.
3. Program Lembaga
Adapun yang menjadi program dari Lembaga Swadaya Masyarakat
Mitra Alam berdasarkan bidangnya masing-masing adalah :
1. Bidang Pertanian dan Lingkungan
a. Peningkatan SDM Petani melalui Pertanian Organik
b. Pengembangan Ternak Kecil bagi Petani Lahan Kering
c. Pengembangan Hutan Rakyat dan Konservasi Lahan
2. Bidang MED (Microenterprise Development)
-
Layanan Pengembangan Usaha Kecil Produktif
3. Bidang Kesehatan Masyarakat
a. Program Harm Reduction untuk Penganggulangan HIV/AIDS
pada IDU di Kota Surakarta dan Kota Salatiga.
b. Program Awareness untuk Pencegahan HIV/AIDS.
commit to user
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pengalaman Organisasi
Tabel II.1
Pengalaman Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Nama Program /
Kegiatan
Periode Lokasi
(Tahun)
Candlelight Memorial 12 Mei Traffic Light
2004 bersama Lingkar 2004
Jl.
Jendral
LSM Peduli AIDS Solo
Sudirman
Solo
Kampanye Publik Hari 1
Des Traffic Light
AIDS Sedunia
2004
Jl.
Jendral
Sudirman
Solo
Facilitator
Refresher 20 Des Wisma RBM
Training
2004
Colomadu
Karanganyar
Sarasehan
21 Des Aula SMKN 4
Penanggulangan HIV / 2004
Solo
AIDS bagi Pelajar
SMU
Sarasehan
22 Des Gedung
Penanggulangan HIV / 2004
Serbaguna
AIDS bagi Masyarakat
Rejosari
Umum
Kelurahan
Gilingan
Kelompok
Sasaran
Sumber
Masyarakat
Solo
Swadaya
Masyarakat
umum
Pengguna
jalan Solo
20
orang
staf
CWS
Dana
Lembaga
Indonesia
CWS
Indonesia
240 siswa CWS
SMU
Indonesia
107 orang
tokoh
masyarakat
Kel.
Gilingan
Kota Solo
Kampanye Publik pada 1
Des Kota
Masyarakat
Hari AIDS sedunia 2005
Surakarta
di Terminal
2005
Tirtonadi
Solo
Sarasehan
10 Des Aula
SMA 300 siswa
Penanggulangan HIV / 2005
Negeri 4 Solo SMU
AIDS bagi Pelajar
Koordinator Kegiatan 19-20
Kota
Lingkar
AIDS
Candlelight Mei
Surakarta
LSM Peduli
Memorial 2006
2006
AIDS Solo,
commit to user
Masyarakat
CWS
Indonesia
CWS
Indonesia
CWS
Indonesia
CWS
Indonesia
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9
Program
Reduction
10
Program
Awareness 2007Kota
Untuk
Pencegahan sekarang Surakarta
HIV/AIDS
11
Harm 20062009
Umum
Kota
Komunitas
ASA FHI
Surakarta
, IDUs,
Kota Salatiga, Warga
Cilacap,
Binaan
Banyumas
Rutan
di
Surakarta,
Salatiga dan
Nusakamba
ngan.
Harm Reduction
20092010
Kota
Surakarta,
Salatiga,
Kabupaten
Banyumas
dan
Temanggung
Mendampin
gi
Kelompok
Siswa
Peduli
AIDS dan
Narkoba di
14 Sekolah
Menengah
Atas di Solo
Komunitas
IDU
dan
Pasangan
IDU
CWS
Indonesia
Aware Java
HCPI
5. Fokus Perhatian Pada Bidang Kesehatan
Bidang kesehatan masyarakat yang menjadi focus perhatian
penelitian ini,
pengurangan
kegiatannya menitik beratkan pada penanganan
dampak
buruk
(Harm
Reduction)
dan
mengurangi
permintaan (Dermand Reduction)
commit toatau
userdengan program yang terangkum
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam bentuk Awareness. Adapun salah satu cabang dari usaha bidang
kesehatan ini terletak di Jalan Arif Rahman Hakim no. 66 Kepunton,
Jebres, Surakarta.
Untuk melaksanakan kegiatan dalam bidang kesehatan tersebut
diperlukan beberapa staf khusus yang menanganinya diantarannya dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Staff Program
1. Direktur Program :
Bertanggung jawab secara umum atas bidang yang ditangani
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
keberlanjutan
proyek.
Secara
operasional
pimpinan
proyek
bertanggung jawab sebagai berikut :
a) Menyusun dan mengembangkan perencanaan kegiatan program.
b) Mengembangkan dan mengadakan koordinasi dengan stakeholder
terkait.
c) Mengadakan kunjungan lapangan untuk kepentingan lapangan
supervis dan monitoring.
d) Mengadakan evaluasi secara internal, maupun untuk kepentingan
donor.
e) Menyampaikan
dan
mengirimkan
laporan
kegiatan
keuanngan ke Lembaga Donor dan badan pengurus.
commit to user
dan
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manager Program:
Bertanggung jawab membantu Direktur Program atas bidang
yang ditangani mulai dari perencanaan, pelaksanaan monitoring dan
evaluasi serta keberlanjutan program.
Adapun operasional tanggung jawab Manager Program antara
lain :
a. Menyusun dan mmengembangkan rencana kegiatan bulanan
program.
b. Memimpin operasional seluruh kegiatan program.
c. Melakukan supervise pada Petugas Outreach dan staf program
lainnya di kantor maupun di lapangan.
d. Menyusun laporan kegiatan program secara periodic kepada
lembaga donor.
e. Menjalin dan mengembangkan kerja sama dengan masyarakat
sasaran program.
3. Manajer Data.:
Bertanggung jawab membantu Manager Program atas bidang
yang berkaitan dengan dukungan data untuk menyusun analisis
perkembangan program.
Operasional tannggung jawab Manager Data Yaitu :
a. Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan maupun
data sekunder yang berhubungan dengan implementasi program.
commit to user
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Melakukan analisis situasi lembaga dengan data-data yang
diperoleh tersebut.
c. Melakukan oleh data untuk pengembangan program dan
melakukan entry data cakupan Outreach secara Online ke
lembaga donor (FHI).
d. Melakukan filling data-data dari Petugas Outreach untuk
membantu penyusunan pelaporan manager program.
4. Manager Kasus :
a. Bertanggung jawab penuh terhadap tindak lanjut mendampingi
pengguna narkoba suntik yang status HIV-nya positif dari hasil
VCT yang dilakukan.
b. Case
Manager berperan mendampngi ODHA untuk dapat
memperoleh
layanan
SCT
dengan
statusnya.
Dalam
pendampingannya.
c. Case Manager berperan memfasilitasi ODHA dengan merujuk
pada penyedia layanan kesehatan yang bekerjasama dalam
program ini.
d. Dalam tahap awal 1 orang Case Manager akan mengcover 2
Drop in center di Kota Salatiga.
e. Manajer kasus akan mulai bulan 1 program berjalan.
Peran Manajer Kasus:
a. Manajer Kasus dapat bekerja dengan orang dari berbagai macam
latar belakang.
commit to user
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Manajer Kasus perlu mengetahui dan menerima bahwa setiap
orang mempunyai sikap, tata nilai dan keyakinan yang berbeda.
c. Konseling bukanlah menekan orang untuk menganut standar
tertentu yang diterima masyarakat.
d. Konseling yang efektif mampu memperhatikan tata nilai, sikap
dan kebudayaan klien.
e. Manajer Kasus yang baik tidak memaksakan sikap, tata nilai dan
keyakinannya mempengaruhi proses konseling.
f. . Kesulitan dan konflik yang terjadi antara Manajer Kasus – klien
akan sikap, tata nilai dan keyakinan harus diselesaikan melalui
supervisi, konsultasi dengan senior Manajer Kasus dan jika perlu
dirujuk.
5. Konselor :
a.
Bertanggung jawab penuh dalam proses Voluntary Counseling
and Testing (VCT), mulai dari pre test, post test dan
penyampaian hasil status HIV peserta Voluntary Counseling ang
Testing (VCT).
b. Menerima rujukan klien yang akan memeriksakan status HIVnya
di Drop In Center di Kota Surakarta dan Kota Salatiga, untuk
selanjutnya mendampingi dalam proses tes status HIV-nya dari
konseling sebelum tes, proses dan pengambilan dan penyerahan
hasil test yang dilakukan.
commit to user
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Bertugas untuk memberikan layanan konseling adiksi serta
mengelola kegiatan kelompok dukungan bagi pengguna narkoba
suntik yang sudah berhenti menggunakan narkoba.
6. Staf Keuangan dan Administrasi :
Bertanggung jawab atas semua kegiatan administrasi
keuangan
untuk
menunjang
keberhasilan
program.
dan
Adapun
operasional tanggung jawabnya adalah:
a. Melakukan kegiatan kearsipan serta mengumpulkan informasi
yang berhubungan dengan proyeknya.
b. Merealisasikan kebutuhan dana sesuai anggaran yang sudah
disusun dalam cashlow.
c. Menyiapkan kelengkapan administrasi pendukung kebutuhan
proyek (alat tulis, materi).
d. Mencatat pengeluaran dana pemasukan keuangan secara teratur
dengan diketahui Manager Program.
e. Menyimpan bukti-bukti transaksi.
f. Bersama Manager Program proyek menyusun laporan keuangan
sesuai standar lembaga donor dan mengirimkan ke lembaga
donor dengan tepat waktu.
7. Koordinator Petugas Outreach :
Bertanggung jawab penuh terhadap koordinasi pelaksanaan
penjangkauan yang dilaksanakan oleh Petugas Outreach (PO).
Operasional tanggung jawab adalah :
commit to user
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Melakukan
Koordinasi
dengan
PO
untuk
perencanaan
penjangkauan dan pengaturan jadwal kerja PO.
b. Bersama dengan PO melakukan penjangkauan kepada kelompok
dampingan.
c. Membantu PO dalam melakukan pelaporan pelaksanaan
penjangkauan kepada Manager Program.
d. Membantu PO dalam mengatasi permasalahan teknis dilapangan.
8. Petugas Outreach (PO) :
Bertanggung jawab penuh dalam penjangkauan sasaran dan
pendampingan kelompok saasaran dan kegiatan program di lapangan
Adapun tanggung jawab operasionalnya antara lain:
a. Mendampingi keloompok sasaran
b. Melakukan kunjungan lapangan dan observasi sesuai jadwal.
c. Menindaklanjuti masalah yang bias diatasi di lapangan.
d. Sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan program.
e. Memberikan laporan intervensi pelaksanaan program.
f. Menghadiri pertemuan Mingguan dan Bulanan.
9. Janitor (2 orang – bekerja 100%):
a. Membantu aktivitas pelaksanaan program di Drop In Center dan
kantor
b. Mengantar kenyamanan Dropn In Center dan kantor.
c. Bertanggung jawab kepada Program Manager.
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Bentuk Penerapan Program dari Bidang Kesehatan Masyarakat
Adapun bentu yang menjadi program dari pelaksanaan di bidang
kesehatan masyarakat antara lain:
1. DEMAND REDUCTION – PENGURANGAN PERMINTAAN
Gambaran umum mengenai program demang reduction dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Memberikan Pendidikan public agar menghindar dari narkoba,
seperti memberi pelatihan kepada guru dan siswa dalam upaya
pencegahan dan penanganan kasus narkoba yang berada di sekolah,
beserta pemberian informasi yang tekait seputar permasalahan sebab
maupun akibat yang ditimbulkan ketika seseorang menggunakan
narkoba. Di sini siswa tidak hanya diberi pelatihan dalam segi
pengetahuannya saja melainkan juga menerapkan pelatihan berupa
ketrampilan dalam menyampaikan informasi yang benar seputar
narkoba dan HIV / AIDS kepada rekan-rekannya yang lain. Sehingga
dalam hal ini berlaku pola sosialisasi teman sebaya yang mana
diharapkan lebih efektif dan efisien ketika informasi itu dilakukan tidak
seperti menggurui namun pada situasi yang santai yang membuat orang
lain secara tidak sadar telah memahami sebuah informasi yang penting
seputar narkoba dan HIV / AIDS.
Sebagai upaya peningkatan pengetahuan bagi masyarakat dalam
bidang kesehatan dapat berupa pemberian informasi eputar narkoba
dan HIV / AIDS, dimaksudkan agar masyarakat mengerti akan bahaya
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditimbulka, ketika narkoba ataupun HIV/AIDS itu menyerang
individu. Sehingga diharapkan agar masyarakat dapat melakukan
tindakan preventif untuk menolak dan menghindari akan bahaya yang
diakibatkan ari penggunaan narkoba beserta perilaku yang mengarah
kepada tindakan berisiko tinggi terhadap penyebaran HIV / AIDS.
2. HARM REDUCTION – PENGURANGAN DAMPAK BURUK
Ada 12 program yang komprehensif (standar WHO) antara lain:
a. KIE (sarana komunikasi, informasi dan edukasi, yang berupa stiker,
brosur, pamflet, dan lain-lain).
b. Penjangkauan pendampingan (pemetaan, membuka akses dan lainlain)
c. Konseling pengurangan risiko skill information HIV / AIDS
d. Voluntary Counseling ang Testing (VCT) atau konseling sukarela
untuk mengetahui status kesehatan.
e. Pencegahan
infeksi
(informasi
oportunistik)
f. PISS (pertukaran jarum suntik steril)
g. Penghancuran alat suntik bekas
h. Pendidikan sebaya
i. Layanan kesehatan dasar
j. Perawatan pengobatan HIV / AIDS
k. Program substitusional
commit to user
penyuntikan,
adanya
infeksi
perpustakaan.uns.ac.id
58
digilib.uns.ac.id
l. Pelayanan pemulihan napza
7. Program Harm Reduction
Program Harm Reduction mempunyai ruang lingkup diantaranya seperti:
a. Latar belakang belakang intervensi
b. Pengertian tentang harm reduction
c. Prinsip dan jenis kegiatan harm reduction
d. Pelibatan IDU dalam perubahan perilaku
Dari ruang lingkup yang ada tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Komponen Intervensi dikomunitas IDU:
Komponen Intervensi dikomunitas IDU antara lain sebagai berikut:
a. Outreach → indicator frekuensi kontak, jumlah yang ikut penilaian
risiko secara pribadi (IRA) dan penilaian risiko secara kelompok
( GRA)
b. Tes dan konseling HIV, Voluntary Counseling and Testing (VCT)
→ jumlah yang tes, ambil hasil
c. Case Management, CM → jumlah yang dilayani
d. Layanan Kesehatan Dasar (LKD) jumlah yang dilayani
e. PISS (jumlah jarum terdistribusi)
f. Support Group jumlah kelompok dukungan, frekuensi kegiatan.
jumlah kontak yang mengikuti
g. Layanan Rujukan → Perawatan ARV, Drugs Treatment, Metadon,
Konseling Adiksi, Detoksifikasi, Rehabilitasi (jumlah yang
dirujuk), Kerangka Intervensi di Lapas/Rutan.
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengertian
Pengertian “pengurangan dampak buruk”’ pendekatan pragmatis
(sesuai dengan kenyataan dan praktis) untuk mengurangi dampakdampak buruk (risiko penularan HIV/AIDS dan risiko lain) akibat
penggunaan jarum suntuk narkoba dengan tidak aman ataupun Harm
Reduction sebagai pendekatan public health untuk mengatasi drug
related issues dengan menempatkan prioritas utama untuk mengurangi
konsekwensi-konsekwensi negative akibat drug user. Sebutan lain dari
harm reduction antara lain Harm Minimisation, Risk Minimisation atau
Risk Reduction. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan
sebutan Pengurangan Dampak Buruk, Pengurangan Efek Mudhorot.
Sampai saat ini tak ada consensus diantara praktisi adiksi atau dalam
literature-literatur adiksi tentang pengertian Harm Reduction (HR).
3. Prinsip dan jenis kegiatan Harm Reduction
Prinsip perubahan perilaku dalam Harm Reduction dengan
melibatkan
peran
akan
sebuah
informasi,
Materi
dan
Skill
(Ketrampilan).
Prinsip pelaksanaan program pengurangan dampak buruk narkoba
dalam mencegah infeksi HIV/AIDS dikalangan IDU antara lain sebagai
berikut :
a. Penggunaan materi KIE bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran
akan resiko HIV dikalangan IDU, pendidikan kesehatan serta
motivasi dikalangan IDU dan masyarakat sekitarnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60
digilib.uns.ac.id
b. Penjangkauan IDU dapat dilakukan melalui pendidikan dengan cara
tatap muka mengenai resiko-resiko HIV/AIDS dan langkah-langkah
pencegahanya, serta pendistribusian materi KIE dan upaya
pencegahan.
c. Penyediaan alat suntik yang seteril dan zat suci hama seperti cairan
pemutih termasuk penyediaan kondom, merupakan sarana utama
dalam pencegahan HIV dari dan dikalangan IDU.
d. Penyediaan terapi substitusi narkoba dapat membantu IDU dalam
mengurangi atau menghentikan penyuntikan narkoba.
e. Kebijakan yang mendukung, perundang-undangan, dan advokasi
yang terarah dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi,
diskriminasi, sehingga IDU dengan mudah mendapatkan pelayanan
pencegahan HIV/AIDS.
4. Goal dan strategi
Goal dan Strategi dari program Harm reduction antara lain :
a. Goal, semua kebijakan dan program mempunyai tujuan yang sama
yaitu mengurangi “harm” akibat penggunaan narkoba.
b. Strategi, kebijakan dan program mempunyai strategi yang sama
yaitu mengurangi “harm” tanpa mempersyaratkan abstinensia.
Kegiatan penanggulangan masalah pemakaian narkoba bertujuan untuk:
1. Menyediakan bimbingan, rujukan, dan perawatan.
2. Mengurangi resiko penularan penyakit.
3. Menurunkan angka kriminalitas (menjadi pemakai narkoba legal).
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Mengurangi risiko over dosis.
5. Jenis Program Harm Reduction
Jenis Program Harm Reduction antara lain sebagai berikut:
I.
Pencegah HIV / AIDS
a. Pendidikan penjangkauan dengan memakai pendidik sebaya
b. Penyediaan program informasi untuk menyadarkan IDU
mengenai risiko –risiko penggunaan dan penyuntikan narkoba
c. Program penyebaran / pertukaran jarum suntik yang suci hama
dan pembuangan jarum suntik bekas
II. Perawatan Narkoba
a. Pendirian program pengalihan narkoba
b. Program perawatan dan pemulihan pecandu
III. Dukungan dan Perawatan HIV / AIDS
a. Konseling dan tes HIV pada kelompok IDU
b. Pengobatan dan perawatan HIV / AIDS
c. Memperbesar kesempatan bagi IDU untuk memperoleh layanan
kesehatan dasar
IV. Special setting
Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan
V. Advokasi
Mengurangi atau menghapus hambatan yang menghalangi upaya
penyuntikan yang lebih aman, termasuk undang-undang dan
tindakan polisi
commit to user
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Pelibatan IDU dalam perubahan perilaku atau hierarki perubahan
perilaku (pesan Harm Reduction)
a. Berhenti menggunakan narkoba jenis apapun.
b. Jika itu tidak bias dilakukan, maka penggunaannya jangan disuntik.
c. Jika itupun masih belum bisa, maka gunakan jarum sendiri dan
jangan berbagi jarum dengan orang lain.
d. Jika benar-benar belum bias dilakukan, maka sterilkan dengan
pemutih jika harus berbagi dalam penggunaan jarum suntik.
7. Mendorong perubahan perilaku
Kegiatan dalam upaya mendorong perubahan perilaku, perlu
mengidentifikasi dan mendapatkan akses pada mereka yang paling
berisiko seperti pada:
a. Institusi Sekolah, Kampus serta Lapas atau Rutan
b. Penjangkauan komunitas
1. tempat tetap
2. bergerak
Penerapan pendekatan-pendekatan khusus ini dapat diupayakan selalui:
a. Meningkatkan kesadaran terhadap HIV / AIDS
b. Memunculkan HIV / AIDS sebagai bahaya saat ini dan nyata (Clear
ang Present danger)
c. Menyederhanakan
pengetahuan
tentang
penularannya
commit to user
HIV
dan
bagaimana
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Memberikan usulan berbagai strategi alternatif pengurangan risiko
yang memungkinkan
e. Mendorong advokasi pencegahan dapat dilakukan dengan cara, antara
lain:
1) Mempelajari norma social yang terkait dengan perilaku resiko
tinggi.
Menggali bagaimana klien mengartikan risiko yang dapat diterima
dan yang tidak dapat diterima.
2) Membantu klien untuk mengidentifikasi perilaku berisikonya
sebagai risiko yang tidak dapat diterima.
3) Memperkuat
perubahan
norma
social
untuk
mendukung
penggunaan risiko.
4) Cara mencegah penularan HIV / AIDS di komunitas Injecting
Drug User (IDU) dapat dilihat seperti bagan di bawah ini:
Bagan II.2.
Cara Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Komunitas
Injecting Drug User (IDU)
Harm Reduction
· Oral Subtitusi
· PJSS
· Sterilisasi
IDU
HIV/AIDS
KONDOM
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari serangkaian kegiatan yang dilalui dalam pelaksanaan program Harm
Reduction, tak dapat dipungkiri bahwa hambatan-hambatan untuk menerapkan
program tersebut dapat muncul kapan saja untuk itu perlu mempersiapkan caracara untuk mengatasi hambatan yang ditimbulkan tersebut antara lain dengan
melakukan:
1. menggunakan “indigenous staff” akan memfasilitasi akses dan
meningkatkan legitimasi.
2. perlu berjaringan melalui kontak-kontak awal.
3. melibatkan IDU dalam perencanaan dan implementasi kegiatan
intervensi.
4. membangun kepercayaan - jaga kerahasiaan.
5. menunjukkan kepedulian dan Bantu klien dalam masalah-masalah
kesehariannya.
B. Gambaran Umum Pelaksanaan Outreach Lapangan
Pelaksana program penjangkauan dan pendampingan adalah sebuah tim
yang terdiri dari petugas lapangan dan koordinator penjangkauan. Petugas
lapangan dapat yang mempunyai latar belakang mantan IDU atau individu
yang mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk masuk dalam komunitas
IDU. Sedangkan koordinator penjangkauan berperan dalam memberikan
dukungan dan pemantauan terhadap proses penjangkauan dan pendampingan
di lapangan sehingga searah dengan tujuan program yang dikembangkan. Tim
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penjangkauan dan pendampingan, sebelum melaksanakan program sudah
mendapatkan pelatihan khusus mengenai penjangkauan dan pendampingan.
Sarana dan Prinsip-prinsip Pelaksanaan
Sarana :
a. Material pendukung KIE terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa
brosur, buklet, stiker atau media lainnya.
b. Alat untuk demonstrasi pencegahan HIV, yaitu jarum suntik, pemutih
(bleach), air bersih, tissue/kapas beralkohol (alcohol swab) dan kondom.
Prinsip-prinsip Pelaksanaan
a. Para petugas lapangan yang telah direkrut oleh lembaga pelaksana
mendapatkan
pelatihan
khusus
mengenai
penjangkauan
dan
pendampingan. Dalam pelatihan dibahas mengenai informasi dasar
HIV/AIDS, status epidemi HIV/AIDS secara umum dan pada kelompok
Penasun, teknis penjangkauan dan pendampingan, pemberian informasi,
mengisi laporan dan melakukan rujukan layanan.
b. Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang merupakan tempat IDU berkumpul.
c. Mengidentifikasi
waktu
yang
paling
optimal
untuk
melakukan
penjangkauan dan pendampingan di lokasi atau tempat tertentu. Hal ini
dilakukan dengan proses pengamatan awal yang dilakukan dalam waktu
berbeda.
d. Membuat kontak dengan anggota dari kelompok sasaran dalam lingkungan
tersebut secara bertahap. Proses ini mengutamakan upaya untuk
commit to user
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membangun kepercayaan dengan IDU atau orang kunci yang mungkin
akan membantu untuk masuk dalam komunitas IDU yang ada.
e. Petugas lapangan memulai kontak dengan IDU dengan memperkenalkan
diri, lembaga tempat bekerja, dan tujuan berada di lapangan. Hubungan
ini biasanya diperoleh dari kontak-kontak yang diperoleh melalui IDU
yang sudah dikenal sebelumnya pada saat program dikembangkan.
f. Petugas lapangan menyampaikan informasi kepada IDU yang sudah
dikenal dan menyiapkan beberapa informasi tentang perawatan Napza atau
perawatan HIV/AIDS yang dapat bermanfaat bagi para IDU secara
berkala.
g. Petugas lapangan memotivasi IDU untuk melakukan pengurangan risiko
terinfeksi HIV ssecara berkala.
h. Petugas lapangan perlu membangun hubungan dengan masyarakat sekitar
serta menjelaskan tujuan dan peran yang sedang dilaksanakan
di
lapangan, tanpa menghilangkan prinsip kerahasiaan IDU. Tokoh-tokoh
atau orang kunci yang berada di sekitar lokasi perlu dihubungi dan
diupayakan untuk mendapatkan dukungannya.
i. Petugas lapangan menuliskan laporan harian mengenai proses kegiatan
penjangkauan setiap hari. Laporan ini berisi mengenai lokasi tempat
penjangkauan, jumlah IDU yang ditemui, diskripsi situasi, materi atau
topik diskusi yang dilakukan dengan IDU, serta kejadian penting yang ada
di lapangan.
commit to user
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j. Secara berkala tim penjangkauan dan pendampingan melakukan
pertemuan koordinasi mengenai hasil kegiatan yang telah dilakukan dan
membahas masalah dan tantangan yang ditemukan di lapangan. Tim
mendiskusikan dan mencari cara pemecahan bersama dan menentukan
rencana kerja penjangkauan dan pendampingan ke depan.
k. Pihak menejemen program penjangkauan dan pendampingan perlu
melakukan koordinasi dengan pihak KPA daerah, BNP/BNK dan institusi
kepolisian setempat mengenai kegiatan yang dilakukan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kesalahpahaman terhadap kegiatan penjangkauan dan
pendampingan yang dilaksanakan.
C. Profil Narasumber
1.
2.
3.
Nama
: Ligik Triyogo
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Sukoharjo
Pekerjaan
: Manager Program LSM Mitra Alam, Surakarta
Nama
: Walidi
Umur
: 40 tahun
Alamat
: Mertodranan, RT 02/03, Pasar Kliwon, Surakarta
Pekerjaan
: Koordinator Lapangan
Nama
: Ira Ayu Cahyaningtyas
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Jl. Kalilarangan No.65, Surakarta
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta
commit to user
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
5.
6.
Nama
: Mulyadi
Umur
: 27 tahun
Alamat
: Pasar Kliwon, Surakarta
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta
Nama
: Puger
Umur
: 34 tahun
Alamat
: Purwosari
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta
Nama
: Hery
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Solo
Pekerjaan
: Pengangguran (Kelompok Dampingan LSM Mitra Alam,
Surakarta)
7.
Nama
: Abby
Umur
: 29 tahun
Alamat
: Solo
Pekerjaan
: Wiraswasta (Kelompok Dampingan LSM Mitra Alam,
Surakarta)
8.
Nama
: Dony
Umur
: 30 tahun
Alamat
: Singosaren
Pekerjaan
: Wiraswasta (Key Person, Anggota Kelompok Dampingan
LSM Mitra Alam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
A. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program
Penjangkauan dan Pendampingan Komunitas Pengguna Napza Suntik
(Penasun) oleh LSM Mitra Alam Surakarta
Program penjangkauan dan pendampingan dilakukan oleh satu tim
proyek dari Yayasan Mitra Alam yang terdiri dari Program Manager,
Administrasi, Koordinator Lapangan, dan Petugas Lapangan. Tim proyek
direkrut dari orang-orang yang mempunyai kepedulian dan kapasitas untuk
melaksanakan program pengurangan dampak buruk bagi pengguna narkoba
suntik melalui penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna
napza suntik.
Pelaksanaan penjangkauan dan pendampingan pada pengguna napza
suntik dilakukan melalui proses komunikasi yang baik yang dilakukan oleh
petugas lapangan. Komunikasi yang dilakukan meliputi komunikasi antar
pribadi dan komunikasi kelompok. Tahapan dalam pelaksanaan komunikasi
antar pribadi dimulai dari keterlibatan pihak ketiga yaitu Key person sebagai
tokoh kunci yang akan menghubungkan pada komunitas IDU. Setelah dapat
masuk pada kelompok sasaran melalui Key person maka dilanjutkan dengan
membangun komunikasi untuk menciptakan derajat keakraban. Setelah
tercipta derajat keakraban, tahap selanjutnya adalah mengembangkan
kredibilitas melalui keterbukaan, empati, sikap mendukung,, sikap positif, dan
commit to user
69
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesetaraan. Apabila komunikasi antar pribadi telah berjalan dengan baik
maka komunikasi kelompok juga dapat dilaksanakan tanpa mengalami suatu
permasalahan. Komunikasi kelompok antara petugas lapangan dengan
pengguna napza suntik dilakukan melalui proses diskusi kelompok.
Petugas
lapangan
sebelum
melaksanakan kegiatan penjangkauan
terlebih dahulu dibekali dengan start up yaitu pembekalan bagi petugas
lapangan
tentang informasi HIV/AIDS, Pengetahuan tentang Drugs dan
Adiksi, Infeksi Menular Seksual, dan tahapan penjangkauan yang wajib
dilakukan agar tidak mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi
kepada kelompok sasaran dalam upaya mencapai tujuan program. Perekrutan
petugas lapangan berasal dari IDU yang sudah clean yaitu yang sudah tidak
menggunakan napza suntik lagi dan berasal dari non IDU yang masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Petugas
outreach yang berasal dari IDU yang sudah clean tidak mengalami kendala
yang berarti dalam masuk dalam kelompok sasaran karena sudah mengetahui
karakteristik yang akan dijangkau, namun di sisi lain mempunyai kelemahan
ada kemungkinan untuk relaps atau menggunakan narkoba lagi jika
berhubungan secara terus menerus dengan IDU aktif
jangkauannya.
Demikian juga Petugas Outreach yang bukan berasal dari IDU akan
mengalami kesulitan dalam masuk ke kelompok sasaran tapi di sisi lain tetap
dapat menjalankan tugasnya dengan baik karena lebih kecil kemungkinan
untuk ikut arus dalam dunia pecandu narkoba suntik.
commit to user
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prinsip-prinsip pelaksanaan peran komunikasi antar pribadi dan
kelompok dalam program penjangkaun dan pendampingan komunitas IDU
dapat terbagi dalam tahap komunikasi antar pribadi dan tahap komunikasi
kelompok.
1. Tahap-Tahap
Komunikasi
Antar
Pribadi
Dalam
Program
Pendampingan dan Penjangkauan
Tahap awal dalam proses penjangkauan dan pendampingan petugas
lapangan yang telah mendapatkan pelatihan tentang ketrampilan outreach
dan pemahaman tentang HIV&AIDS terlebih dahulu membuat jadwal
atau
rencana tindak lanjut yang digunakan sebagai dasar dalam
memberikan informasi tentang HIV dan AIDS kepada para IDU di
lapangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Koordinator Lapangan tentang
pelaksanaan program penjangkauan dan pendampingan pada IDU,
diperoleh penjelasan mengenai penggunaan metode komunikasi antar
pribadi dalam program intervensi IDU yang terbagi dalam beberapa
tahapan komunikasi antar pribadi.
“Kita kalau sudah mendapatkan akses dan diterima masuk ke
komunitas. Petugas Lapangan akan mudah dalam menyampaikan
informasi dan posisinya kita sebagai teman bagi mereka.” 1
Setelah memperoleh akses masuk ke dalam pendampingan pada
komunitas IDU untuk mengetahui sejauhmana keefektifan komunikasi
Antar Pribadi yang dicapai selanjutnya diperlukan adanya feedback
commit to user
1
Walidi, Koordinator Lapangan, Wawancara Tanggal 23 September 2010
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
langsung dari kelompok dampingan. Dalam program penjangkauan dan
pendampingan ini kedudukan antara petugas lapangan dengan IDU sejajar,
yaitu tidak ada yang merasa pintar atau lebih tahu sebagai pendamping
atau sebaliknya. Petugas penjangkau sebisa mungkin memposisikan diri
sebagai teman bagi kelompok dampingan, sehingga tidak ada jarak
diantara mereka yang nantinya akan menghambat dalam proses
pendampingan/intervensi. Adapun tahap-tahap komunikasi Antar Pribadi
dalam melakukan penjangkauan dan pendampingan di lapangan adalah :
a. Key Person
Pelaksanaan penjangkauan dan pendampingan ke komunitas
IDU, bukanlah suatu masalah yang mudah. Pengguna napza tidak
dibenarkan baik dari sisi norma agama maupun hukum. Situasi ini
menyebabkan
penggunaan Napza dilakukan
secara sembunyi-
sembunyi dan penggunanya menjadi komunitas yang tersembunyi
pula, sehingga menyulitkan orang luar untuk masuk dalam komunitas
ini. Dengan demikian keberadaan key person sangat dibutuhkan dalam
membuka akses masuk pendampingan ke komunitas.
a)
Peran penting Key Person
Peran dari key person yaitu menghubungkan antara petugas dan
kelompok dampingan.
Pentingnya Key person
berdasarkan hasil wawancara
dengan Mulyadi selaku petugas lapangan adalah sebagai berikut:
“Peran Key person sangat penting bagi PO karena dapat
to user baru,
membuka commit
komunitas
dapat
menyambung
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi/isu tentang HIV/AIDS. Sedangkan yang ditunjuk
sebagai Key person yaitu orang yang sudah dikenal PO atau
bisa juga dari kelompok dampingan”2
Menurut Mulyadi selaku petugas lapangan, key person
mempunyai peran penting antara lain menyambung informasi
tentang HIV/AIDS, dan key person merupakan orang yang sudah
dikenal oleh Petugas Lapangan dan juga dari kelompok
dampingan. Pendapat Mulyadi tersebut dilengkapi oleh pendapat
petugas lapangan yang lain yaitu
Ira Ayu, yang merupakan
petugas lapangan wanita memberikan tanggapan tentang
key
person adalah sebagai berikut:
“Peran key person itu penting. Karena yang tadinya untuk
masuk ke komunitas kita sebagai Petugas Lapangan
mengalami kesulitan dengan bantuan key person
memudahkan kita diterima dan dapat memberikan
informasi terkait HIV/AIDS. key person disini menjadi
penghubung antara petugas Lapangan ke komunitas
penasun. Apabila keberadaan Petugas sudah dapat diterima.
Petugas dapat bekerja sendiri atau tetap didampingi oleh
key Person. Key person adalah orang yang bener-bener bisa
dipercaya untuk mengenalkan ke teman-temannya. Yang
sudah dikenal PO dan tahu tentang pekerjaan PO sendiri”3
Menurut Ira Ayu selaku petugas lapangan wanita, peran key
person dalam masuk ke komunitas pengguna napza suntik sangat
penting pada saat petugas lapangan mengalami kesulitan dalam
masuk ke komunitas pengguna napza suntik di suatu kelompok
tertentu.
Peran key person tersebut lebih pada upaya untuk
membuka akses baru ke komunitas pengguna napza suntik
2
3
commit
Mulyadi, Petugas Lapangan, Wawancara
Tanggalto22user
September 2010
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga apabila petugas lapangan sudah berhasil diterima oleh
suatu
komunitas
pengguna
napza
suntik
dengan
penuh
kepercayaan maka petugas lapangan akan dengan mudah untuk
melakukan komunikasi baik interpersonal maupun secara
berkelompok dalam rangka penyebaran informasi HIV/AIDS dan
menawarkan
layanan
yang
disediakan
oleh
LSM
yang
melaksanakan program. Peran key person menurut petugas
lapangan yang lain yaitu Puger Mulyono adalah sebagai berikut:
”Peran key person sangat penting bagi PO karena dapat
mengontrol mereka yang memberikan informasi yang
bersumber dari kita dianggap netral dan benar-benar
membantu dan tidak mengada-ngada”4
Menurut Puger Mulyono selaku petugas lapangan, peran
key person lebih pada alat kontrol dari pihak ketiga yaitu key
person tentang informasi yang diberikan oleh petugas lapangan
ke pengguna napza suntik. Petugas lapangan akan dapat
melakukan komunikasi dengan baik kepada pengguna napza
suntik karena pintu masuknya melalui key person yang
merupakan orang yang berpengaruh pada komunitas pengguna
napza suntik tersebut.
Keberadaan key person berdasarkan penjelasan ketiga
Petugas Lapangan adalah sangat penting dalam menghubungkan
informasi antara Petugas Lapangan dengan IDU yang pada
intinya berperan sebagai penghubung antara petugas lapangan
commit to user
4
Puger Mulyono, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan komunitas pengguna napza suntik. Menurut Liliweri, key
person
dapat
diartikan
sebagai
pihak
ketiga.
Dimana
penjelasannya terdapat dalam salah satu ciri dari komunikasi
interpersonal, yaitu ciri tatanan Ekstrinsik, dimana tata aturan
yang timbul dalam proses komunikasi akibat pengaruh pihak
ketiga. 5
Keberadaan key person/ pihak ketiga dalam proses
komunikasi ini dapat diartikan sebagai alat/jembatan yang
digunakan
untuk
menghubungkan
komunikator
dengan
komunikan, berbeda dengan penggunaan alat dan media pada
umumnya yang berupa bahasa dan media massa, key person yang
biasanya berasal dari kelompok dampingan sendiri dianggap
netral dan dianggap sebagai kunci dari proses komunikasi dalam
program penjangkauan dan pendampingan ini. Karena tanpa
keberadaan key person akan sulit untuk membuka akses masuk
pendampingan ke komunitas IDU.
Key person mempunyai peran penting dalam membuka
akses ke komunitas IDU karena karakteristik dari para pengguna
napza adalah tertutup dan mudah curiga kepada orang asing
karena keberadaan mereka bertentangan dari berbagai norma
mulai norma hukum, norma agama dan juga norma sosial. Bagi
petugas lapangan yang berasal dari komunitas IDU tidak lagi
commit to user
5
Allo Liliweri, Op.Cit, hal 38
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami kesulitan dalam masuk ke kelompok sasaran, namun
bagi petugas IDU dengan latar belakang non IDU merupakan
permasalahan
utama
sehingga
peran key
person
sangat
dibutuhkan untuk dapat membuka akses masuk dalam komunitas
pengguna napza suntik.
b)
Proses komunikasi Key person dalam merekrut IDU baru
Proses komunikasi yang dilakukan oleh key person kepada
komunitas IDU adalah dengan melakukan pendekatan secara
pribadi, namun karena key person tersebut berasal dari komunitas
pengguna napza suntik, maka proses komunikasi akan berjalan
lancar.
Hal ini seperti hasil wawancara penulis dengan key
person tentang proses komunikasi yang dilakukan dengan IDU
baru yaitu sebagai berikut.
“Biasanya ngobrol basa basi dulu, karena biasanya yang
diajak masuk ke komunitas berasal dari teman lamaku...Jadi
ya pendekatannya lebih mudah. Awalnya kita kenalkan
petugas Lapangan. Kaya begini...Ini ada petugas dari LSM
yang akan mendampingi kita supaya lepas dari
ketergantungan narkoba. Nanti kita disediakan sarana dan
pra sarana untuk membantu kita mengakses layanan
kesehatan.”6
Komunikasi yang terjadi antara key person dengan calon
IDU baru dapat berjalan lancar karena adanya persamaan latar
belakang yaitu sebagai pengguna narkoba. Dengan demikian
pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh key person lebih
mudah diterima. Hal ini berbeda apabila petugas membuka akses
commit to user
6
Doni, Key person, wawancara tanggal 3 September 2010
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri
ke
komunitas
IDU
tanpa
bantuan
key
person,
kemungkinan besar akan ditolak dan bahkan tidak diterima
dengan baik oleh calon IDU, karena mereka sangat tertutup
dengan orang asing yang belum dikenalnya.
Terdapat dua langkah yang dilakukan key person dalam
membuka akses petugas lapang untuk masuk dalam komunitas
IDU.
Pertama, key person biasanya mengenalkan petugas
lapangan terlebih dahulu, kemudian yang kedua, key person
memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan Petugas
untuk melakukan pendampingan.
Penjelasan dan informasi secara baik yang disampaikan
oleh
key person ke calon IDU baru tentang petugas lapang,
mengakibatkan diterimanya petugas lapang ke komunitas mereka
sehingga
dapat
masuk
menyampaikan informasi
ke
kelompok
sasaran
untuk
HIV& AIDS. Hal tersebut karena
komunikasi horizontal selalu menimbulkan derajat keakraban
yang lebih tinggi ketimbang komunikasi vertikal. Komunikasi
horizontal adalah komunikasi antara key person dan calon
pengguna Napza Suntik yang memiliki kesamaan dalam apa
yang disebut wilbur schramm, frame of reference (kerangka
referensi) yang kadang-kadang dinamakan juga field of
experience (bidang pengalaman). Para pelaku komunikasi yang
mempunyai kesamaan dalam frame of reference/field of
commit to user
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam
tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa,
hobi, ideologi, dan lain sebagainya.7
b. Membangun Komunikasi
Tahapan setelah petugas lapang berhasil membuka akses untuk
masuk dalam kelompok sasaran adalah membangun komunikasi.
Membangun komunikasi merupakan tahap yang harus dilakukan oleh
petugas lapang yang telah berhasil membuka akses pada komunitas
pengguna napza suntik (IDU). Karakteristik IDU di satu komunitas
dengan komunitas lain berbeda sehingga seorang petugas lapang perlu
memahami karakteristik IDU di satu wilayah yang ingin didampingi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, bahwa
petugas lapang LSM Mitra Alam tidak mengalami kendala dalam
proses komunikasi pada komunitas IDU, hal ini disebabkan para
petugas lapang tersebut telah memahami karakteristik IDU disatu
wilayah. Karakteristik IDU dalam suatu tongkrongan tersebut dapat
digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan strategi lapangan
yang sesuai dengan karakter kelompok yang bersangkutan.
a)
Memahami Karakteristik IDU
Pemahaman
kelompok
petugas
dampingan
lapangan
akan
commit to user
7
Onong Uchjana, Op. Cit, hal. 61.
tentang
memudahkan
karakteristik
dalam
proses
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membangun komunikasi.
Langkah awal dalam membangun
komunikasi antar pribadi dapat dimulai dari pembicaraan hal-hal
ringan yang menarik minat kelompok dampingan, seperti tentang
hobi, pekerjaan dan juga mendengarkan permasalahan yang
sering dialami dampingan terkait dengan isu penangkapan yang
dilakukan polisi terhadap teman mereka yang sedang ramai
dibicarakan dikomunitasnya.
Tahap awal dalam
membangun komunikasi yang
dilakukan oleh petugas lapang antara lain adalah seperti pendapat
para petugas lapangan yaitu sebagai berikut:
“Melakukan pendekatan dan memberikan informasi
mengenai HIV/AIDS, Biasa aja ngobrol gitu. Sebagai PO
kita harus mampu berimprovisasi mengenai informasi yang
kita sampaikan. Kalau sudah akrab dengan PO mereka
memberanikan diri minta insul, minta kondom terus kita
merujuk VCT, terus PTRM. Jadi ya basa-basi dulu gak
langsung kita ajak mereka untuk mengakses layanan”8
Berdasarkan wawancara dari Ira Ayu sebagai petugas
lapangan, bahwa tahap awal dalam pelaksanaan penjangkauan
yang perlu dilakukan
adalah membangun komunikasi untuk
menciptakan derajat keakraban. Apabila telah terjalin keakraban
antara petugas lapangan dan pengguna napza suntik maka proses
penyampaian informasi yang diberikan juga akan lebih mudah.
Banyak cara untuk menjalin keakraban dengan komunitas
commit to user
8
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 Sepetember 2010
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengguna napza suntik antara lain seperti diungkapkan oleh
Puger Mulyono selaku petugas lapangan yaitu sebagai berikut:
“Agar dapat masuk ke komunitas dengan mudah antara lain
coba bertanya yang dia suka, kalo aku lebih suka mencari
sesuatu yang ringan, biasanya seputar hobinya apa dari situ
mungkin bisa kita gali”9
Berdasarkan penjelasan petugas lapang tersebut dapat
diketahui bahwa tahapan awal dalam membangun komunikasi
adalah dengan meningkatkan derajat keakraban yaitu melalui
pembicaraan terhadap hal-hal yang ringan dan menarik bagi IDU
yang didampingi. Dalam komunikasi interpersonal dialogis pada
situasi tertentu bisa berbeda.
Derajat keakraban akan dapat diperoleh dalam komunikasi
horizontal
dibandingkan
dengan
komunikasi
vertikal.
Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara orang-orang
yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut wilbur
schramm, frame of reference (kerangka referensi) yang kadangkadang dinamakan juga field of experience (bidang pengalaman).
Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame
of reference/field of experience itu adalah mereka yang sama atau
hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau
pekerjaan, agama, bangsa, hobi, ideologi, dan lain sebagainya.10
9
committanggal
to user
Puger Mulyono, Petugas lapangan, wawancara
23 September 2010
Onong Uchjana, Op. Cit, hal. 61.
10
81
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian dalam upaya membangun komunikasi
efektif dalam proses penjangkauan dan pendampingan, seorang
petugas lapang harus dapat lebih pada komunikasi horizontal.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa dalam proses
penjangkauan dan pendampingan pada IDU, petugas lapang
sudah cenderung melakukan komunikasi secara horizontal.
Meskipun secara pengalaman, latar belakang pendidikan,
maupun pekerjaan jelas berbeda, akan tetapi petugas lapangan
berupaya melakukan komunikasi secara horizontal yaitu dengan
terlebih dahulu memahami perilaku IDU, memahami dan
menggunakan istilah-istilah yang digunakan IDU, bahkan dari
cara berpakaian juga disesuaikan dengan kondisi lapangan
sehingga tidak terlihat terdapat gap diantara petugas lapang dan
IDU.
Setelah tercipta derajat keakraban maka penyebaran
informasi tentang HIV/AIDS maupun drug serta promosi
terhadap layanan program akan dapat meminimalkan hambatan
yang terjadi di lapangan. Membina hubungan baik antara petugas
lapangan dengan kelompok dampingan diperlukan dalam proses
penjangkauan, hal ini seperti pendapat dari petugas lapangan
yaitu sebagai berikut:
”...Dalam membangun komunikasi dengan warga sekitar
atau
tokoh
masyarakat
perlu
melakukan
koordinasi/dihubungi dan diupayakan untuk mendapatkan
commit
to user
dukungannya.
Dengan
cara memberikan penjelasan tujuan
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan peran yang sedang dilaksanakan di lapangan, tanpa
menghilangkan prinsip kerahasiaan Penasun.”11
Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas
Outreach dengan pengguna Napza Suntik, bertujuan untuk
menciptakan suasana yang baik dan maksimal. Hal ini seperti
dikemukakan Joseph A.Devito bahwa tiap individu yang terlibat
didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik
untuk membina suatu hubungan yang harmonis.12
Hubungan yang harmonis antara petugas lapang dengan
IDU akan dapat dicapai dengan komunikasi yang baik, antara
lain adalah dengan komunikasi horisontal yaitu dengan
meningkatkan
derajat
keakraban
antara
lain
dengan
menggunakan gaya komunikasi informal yang sering dipakai
oleh kelompok dampingan. Melalui komunikasi dengan istilah
yang sering dipakai oleh IDU,
maka proses penyampaian
informasi akan mudah ditangkap karena peristilahan yang
digunakan adalah sederhana dan sudah tidak asing lagi bagi para
IDU tersebut.
b)
Penggunaan Istilah/bahasa IDU sehari-hari
Pentingnya mengetahui istilah-istilah yang sering dipakai
oleh IDU dilapangan adalah seperti hasil keterangan dari para
staf lapangan yaitu sebagai berikut:
11
12
committanggal
to user
Puger Mulyono, Petugas lapangan wawancara
23 September 2010
Joseph A.Devito, Op. cit, hal.259.
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
”..kita sendiri harus tahu pemahaman karakter dari mereka
sebelum masuk komunitas. Karena dengan pemahaman
bahasa/istilah yang mereka gunakan kita akan mudah
diterima.
Sehingga
akan
mempermudah
dalam
penyampaian. Dengan demikian kita harus wajib
menguasai bahasa-bahasa yang biasa digunakan jungki.”13
Salah satu upaya untuk membangun komunikasi antara
petugas lapangan dengan kelompok dampingan adalah dengan
meningkatkan
keakraban
yang
telah
terjalin,
sehingga
kedudukannya lebih pada menjadi teman. Upaya yang dilakukan
petugas lapangan adalah dengan memahami istilah yang
digunakan oleh para pengguna napza suntik. Berikut adalah
beberapa istilah yang sering digunakan para pengguna napza
suntik:
”Istilahnya banyak...Ya Bar pakau po, Bar bokul po, Paling
juga pakai bahasa keseharian.”14
Para petugas lapangan selain memahami bahasa sehari-hari
yang digunakan pengguna napza suntik juga harus menggunakan
dalam bahasa sehari-hari dalam penjangkauan agar komunikasi
interpersonal yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Bahasa
sehari-hari tersebut harus dipahami dan digunakan oleh setiap
petugas lapangan setiap kali berinteraksi dengan kelompok
dampingan
“Bahasa yang biasa dipakai yakni bahasa keseharian.
Namun ada juga istilah yang biasa dipakai di
13
14
commit
to user
Walidi, Koordinator Lapangan wawancara
tanggal
23 September 2010
Ira Ayu, Petugas lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunitas.Yang sering digunakan sebagai contoh Bokul
artinya beli, dan Cucau artinya nyuntik.”15
Komunikasi yang digunakan dalam proses penjangkauan
dan pendampingan oleh petugas penjangkau dapat berupa
komunikasi verbal maupun non verbal. Pesan verbal adalah
pesan yang disampaikan menggunakan bahasa yang dikeluarkan
dengan kata-kata, sedangkan pesan non verbal adalah pesan yang
disampaikan dengan menggunakan gerakan tubuh. Penggunaan
bahasa dalam proses penjangkauan ke komunitas IDU adalah
yang banyak digunakan oleh petugas lapangan.
c. Mengembangkan Kredibilitas
Tujuan penjangkauan yang dilakukan oleh petugas lapangan pada
komunitas IDU adalah meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap
dan perilaku perorangan atau kelompok serta meningkatkan kualitas
hidup kelompok dampingan khususnya pengguna napza suntik.
a)
Keterlibatan Petugas lapangan dalam Program Penjangkauan dan
pendampingan
Tugas petugas lapangan cukup komplek mulai dari
mendampingi
kelompok
sasaran,
melakukan
kunjungan
lapangan, sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan, bahkan juga
dituntut untuk dapat menindaklanjuti permasalahan yang dapat
commit
Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara
Tanggalto22user
September 2010
15
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diatasi di lapangan, dengan demikian seorang petugas lapangan
dituntut untuk menguasai teknik komunikasi mulai dari
komunikasi sebagai fasilitator sampai pada komunikasi untuk
dapat diterima dalam komunitas pengguna napza suntik yaitu
dengan komunikasi horisontal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapangan
mengenai keterlibatannya dalam proses penjangkauan adalah
sebagai berkut:
“Kalau saya pribadi, selain menjalankan tugas saya sebagai
pendamping. Posisi atau kedudukan saya sejajarkan dengan
penasun. Dalam artian bahwa saya pribadi dapat menjadi
teman sharing bagi mereka. Selain sebagai penyampai
informasi terkadang saya menjadi pendengar terhadap
keluhan atau permasalahan dampingan”16
Menurut
Mulyadi
selaku
petugas
lapangan
proses
komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan penjangkauan adalah
dengan mensejajarkan diri dengan para pengguna napza suntik
yang didampingi sehingga dapat diterima dengan baik. Petugas
lapangan juga harus
dapat berempati dengan mendengarkan
permasalahan dari para pengguna napza suntik, sehigga dengan
kedudukannya yang sejajar petugas lapangan dapat melakukan
komunikasi dengan baik dalam upaya menyampaikan informasi
dan layanan.
commit to user
16
Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
86
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut
Puger
Mulyono
selaku
petugas
lapangan,
keterlibatannya dalam proses penjangkauan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
“Keterlibatan sebagai pendamping kalau saya pribadi
biasanya selalu memberikan saran bagi mereka untuk
merubah perilaku beresiko yang mereka lakukan untuk
berubah menjadi lebih aman. Atau bahkan sampai berhenti
menggunakan narkoba. Kedudukan saya sebagai teman
bagi mereka. Sehingga sebagai petugas saya sediakan
waktu 24 jam bagi mereka. Terkadang penasun yang
membutuhkan bantuan untuk mengatasi keluhan yang
mereka rasakan. Pada waktu malam hari pun saya
sempatkan untuk mendengarkan keluhan mereka. Biasanya
bisa tentang masalah pribadi yang mereka hadapi”17
Menurut Puger Mulyono selaku petugas lapangan, apabila
petugas lapangan dapat menempatkan diri sebagai teman bagi
para pengguna napza suntik, maka petugas lapangan akan dapat
memberikan saran agar tidak melakukan perilaku beresiko
bahkan dalam jangka panjang dapat berhenti untuk tidak
menggunakan narkoba suntik ataupun narkoba jenis lain. Petugas
lapangan juga harus berempati yaitu mendengarkan keluhan dari
para pengguna napza suntik sehingga setelah mengetahui apa
yang mereka rasakan akan dapat memberikan saran yang dapat
membantu mengatasi permasalahan khususnya yang berkaitan
dengan upaya agar dapat terlepas dari kecanduan napza suntik.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
para
petugas
lapangan tersebut diketahui bahwa keterlibatan petugas lapangan
commit to user
17
Puger Mulyono, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam proses penjangkauan dan pendampingan adalah dengan
melakukan komunikasi horisontal yaitu mensejajarkan diri
dengan kelompok dampingan sebagai teman sharing terhadap
permasalahan yang didampingi sehingga komunikasi yang
dilakukan untuk penyebaran informasi dapat berjalan secara
efektif. Menurut Joseph A.Devito, termasuk dalam komunikasi
Interpersonal yang efektif yang dimulai dengan lima kualitas
umum yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 18
1)
Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek
dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator
interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang
diajak berinteraksi. Kedua
mengacu
pada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus
yang datang. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan
perasaan hati dan pikiran.
Upaya petugas lapangan untuk melaksanakan prinsip
keterbukaan dalam komunikasi interpersonal antara lain
dilakukan sejak masuk dalam kelompok sasaran yaitu
dengan mengenalkan diri bahwa ia adalah seorang petugas
lapangan yang akan bertujuan memberikan informasi
seputar HIV, AIDS dan permasalahan drugs. Selanjutnya
commit to user
18
Joseph A.Devito, Op. Cit, hal.259.
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reaksi dari komunitas pengguna napza suntik merupakan
umpan balik yang dilakukan oleh pengguna napza suntik
sehingga keterbukaan akan terjadi. Perasaan hati dan
pikiran juga harus dimiliki pada petugas lapangan pada saat
melakukan komunikasi interpersonal, hal ini terlihat dari
falsafah yang ditegakkan dalam program penjangkauan
yaitu bekerja dengan hati, sehingga tindakan
dalam
memberikan layanan pada kelompok dampingan dapat
dilakukan dengan tulus sehingga tujuan pendampingan
dapat tercapai.
2)
Empati
Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati
sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang
sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain
itu. Pengertian empati itu akan membuat seseorang lebih
mampu menyesuaikan komunikasinya. Petugas lapangan
juga
harus
mempunyai
empati
dalam
melakukan
komunikasi interpersonal dengan komunitas pengguna
napza suntik sehingga dapat mengetahui apa yang dirasakan
oleh para pengguna napza suntik sehingga akan dapat
merasakan apa yang dialami oleh para pecandu napza
suntik.
commit to user
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Derajat keakraban yang terjalin antara petugas
lapangan dan IDU menimbulkan berbagai efek baik positif
yaitu penyampaian informasi seputar HIV dan AIDS dapat
lebih dipahami, sedangkan dari sisi negatif mereka
seringkali mengutarakan permasalahan seperti keuangan
kepada petugas lapangan sehingga akan berkembang pada
pinjam meminjam keuangan bahkan jual beli barang-barang
yang tidak jelas dari mana asalnya. Seorang petugas
lapangan diharapkan mempunyai rasa empati yaitu ikut
merasakan permasalahan para pengguna napza suntik, akan
tetapi tidak dibenarkan perasaan empati berubah menjadi
simpati yang berdampak pada pinjam meminjam keuangan
dan juga jual beli barang, yang akan dapat menghambat
keberhasilan program.
3)
Sikap mendukung
Sikap mendukung adalah pandangan yang mendukung,
membantu
bersama-sama.
Sebuah
bentuk
hubungan
interpersonal yang efektif adalah sebuah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi
yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung. Seorang petugas lapangan
dalam melakukan proses penjangkauan dan pendampingan
juga menerapkan prinsip saling mendukung. Meskipun
commit to user
90
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan
jangka
panjang
yang
diharapkan
dalam
penjangkauan yaitu para pengguna napza suntik dapat
berhenti menggunakan napza, akan tetapi petugas lapangan
juga memberikan dukungan para pengguna napza suntik
yang belum dapat meninggalkan napza antara lain dengan
memberikan pengetahuan tentang upaya untuk mengurangi
resiko dari penularan virus HIV dan juga memberikan
dukungan layanan tes VCT dan rujukan layanan therapi
ketergantungan ke panti rehap.
4)
Sikap positif
Sikap positif mengacu pada dua aspek komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina
jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi
pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang positif.
Seorang petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan
harus mempunyai pikiran positif sehingga akan dapat
mempengaruhi pola pikir para IDU
yang
cenderung
berpikiran negatif dan penuh curiga. Sikap positif petugas
lapangan secara tidak langsung akan mempengaruhi para
IDU untuk menekan rasa curiga dan kawatir tentang
kehadiran orang asing ke komunitasnya.
commit to user
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5)
Kesetaraan
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan
salah seorang lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik.
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
segala hal. Proses penjangkauan yang dilakukan petugas
lapangan telah menerapkan prinsip kesetaraan yaitu seorang
petugas lapangan tidak menempatkan posisi lebih pandai
dari kelompok dampingan, akan tetapi menerapkan prinsip
sama-sama belajar untuk kepentingan bersama yaitu dengan
tujuan memberikan informasi yang benar tentang HIV dan
AIDS, dan drugs sehingga akan dapat memutus mata rantai
penularan virus HIV pada komunitas pengguna napza
suntik.
b)
Menanamkan kepercayaan pada IDU maupun warga sekitar
Setelah terjalin komunikasi yang efektif tahap yang perlu
dilakukan oleh seorang petugas lapangan adalah harus dapat
membangun kepercayaan dengan komunitas IDU dan juga
masyarakat sekitar. Pentingnya membangun kepercayaan pada
kelompok dampingan tersebut seperti hasil wawancara dengan
petugas lapangan yaitu sebagai berikut:
”Caranya membina hubungan baik Ya PO harus
menanamkan kepercayaan di benak KD. Asalkan PO tidak
suka ngember, bisa menjadi teman yang baik bagi mereka.
Bisa menjaga kerahasiaan/identitas mereka. KD tidak akan
commit to user
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lari dari kita. Setiap diadakan pertemuan mereka akan
mengusahakan datang.”19
Salah satu upaya membangun kepercayaan adalah dengan
menjaga kerahasiaan identitas IDU. Seperti diketahui bahwa IDU
merupakan komunitas yang tertutup dari pihak luar karena
perbuatan yang dilakukan adalah bertentangan dengan berbagai
norma, sehingga mereka akan menghindar jika kerahasiaan
mereka sebagai IDU tidak terjaga. Petugas lapangan juga harus
dapat menanamkan kepercayaan bahwa mereka mempunyai
tujuan baik yaitu membantu kelompok IDU dalam mengatasi
permasalahan mereka agar terhindar dari penyebaran virus HIV,
bahkan membantu para IDU yang ingin berhenti dari kecanduan
dengan membangun kelompok dukungan melalui diskusi
kelompok.
1) Respon
Dari
Kelompok
Dampingan
Terhadap
Komunikasi Antar Pribadi
Keberhasilan komunikasi antar pribadi antara petugas
lapangan dengan komunitas IDU dapat dilihat dari umpan
balik (feedback) dari Kelompok Dampingan berupa respon
atau tanggapan. Respon yang bersifat positif maupun negatif
dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atas pelaksanaan
program Penjangkauan dan Pendampingan.
commit to user
19
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 Sepetember 2010.
93
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Respon positif dari Kelompok dampingan bisa terlihat
selama Pendampingan berlangsung baik itu dari terjalinnya
komunikasi
antara Petugas
Lapangan
dan
Kelompok
Dampingan khususnya dalam hal mengakses layanan yang
tersedia di LSM. Sedangkan untuk respon negatif yang bisa
terlihat
yakni
Kelompok
Dampingan
akan
berusaha
menghindari Petugas Lapangan, khususnya setiap kali
diadakan pertemuan rutin atau justru bagi IDU yang sudah
mengakses Layanan maka tidak akan melanjutkan mengakses
layanan kembali.
Hal ini ditentukan oleh kreativitas Petugas Lapangan
dalam
melakukan
improvisasi,
agar
informasi
yang
disampaikan dapat dibuat menarik perhatian dan membuat
suasana yang nyaman dalam melakukan komunikasi.
Berdasarkan fakta yang ditemui dilapangan diketahui
bahwa sebagian besar IDU memberikan respon positif terkait
dengan program penjangkauan dan pendampingan yang
dilakukan oleh Petugas Lapangan, hal ini seperti hasil
wawancara sebagai berikut:
“ Kalau respon positif yang saya temui di lapangan.
Penasun yang ingin berhenti dari kecanduan. Mereka
akan berantusias dalam mengakses layanan kesehatan
yang disediakan”20
commit to user
20
Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
94
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manfaat dari layanan yang disediakan oleh LSM Mitra
Alam dirasakan oleh kelompok dampingan terutama mereka
yang sudah memahami tujuan program yaitu untuk mencegah
penularan virus HIV pada pengguna napza suntik dan juga
merubah perilaku pengguna napza suntik dari menyuntik
beresiko menjadi tidak beresiko, bahkan jangka panjang tidak
menggunakan narkoba suntik lagi ataupun narkoba jenis lain.
Selain manfaat layanan, bagi kelompok dampingan yang
belum memahami tentang HIV/AIDS akan menjadi lebih
paham seperti pendapat salah satu kelompok dampingan yaitu
sebagai berikut:
“Ya...yang tadinya aku belum tahu banyak tentang
HIV/AIDS dan juga kalau menggunakan jarum suntik
secara bersama dapat beresiko tertular HIV/AIDS.
Makanya aku sekarang mau ikut dampingan untuk
mudah mengakses layanan kesehatan”21
Penulis dapat mengartikan respon dari Kelompok
Dampingan tersebut sebagai umpan balik/feedback. Seperti
yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy bahwa dalam
proses komunikasi, komunikasi interpersonal efektivitasnya
paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan
terkonsentrasi.
Komunikator
mengetahui
commit to user
21
Abby, Kelompok Dampingan, Wawancara tanggal 23 September 2010
pasti
apakah
95
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunikannya itu menanggapi dengan positif atau negatif,
berhasil atau tidak.22
Penulis secara lebih spesifik menggunakan kata respon
karena sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan, dimana
respon dapat saja terjadi sebelum komunikasi terjadi,
misalnya saja IDU tahu Petugas mengajak bertemu atau akan
mendatanginya, maka mereka jusrtu menghindar, sedangkan
dalam menyampaikan pesan dan setelah penyampaian pesan
terjadi. Respon ini dapat berbentuk verbal dan non verbal.
2. Tahap-Tahap Komunikasi Kelompok dalam Program Penjangkauan
dan Pendampingan
Berdasarkan hasil penelitian di Yayasan Mitra Alam Surakarta,
diketahui
bahwa
dalam
pelaksanaan
program
penjangkauan
dan
pendampingan disamping komunikasi pribadi juga dilakukan komunikasi
kelompok. Jumlah peserta dalam diskusi kelompok bermacam-macam
tergantung pada kegiatan yang dilakukan, namun untuk efektifitas kegiatan
jumlah peserta dalam kelompok berkisar antara 5 sampai 10 orang.
Menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi kelompok dibedakan
menjadi kelompok besar dan kelompok kecil .23 Komunikasi kelompok
yang dilakukan oleh petugas lapangan tersebut menurut Robert F.Bales
termasuk dalam kelompok kecil karena sejumlah sejumlah orang
22
23
to
Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. commit
8
Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. 10
user
96
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu sekelompok pengguna napza suntik yang terlibat dalam proses
diskusi kelompok bersifat tatap muka (face to face meeting), dan antar
anggota leluasa mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan
lainnya, sehingga setiap pertanyaan akan mendapatkan tanggapan dengan
baik. 24
Pembagian
kelompok
dampingan
dalam
proses
komunikasi
kelompok, petugas lapangan menerapkan pembagian berdasarkan pada
komunitasnya masing-masing, hal ini untuk mencegah terjadinya konflik
dalam komunitas.
a.
Pembagian Kelompok Dampingan dalam Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok juga dilakukan oleh petugas lapang dalam
proses penjangkauan dan pendampingan disamping komunikasi
pribadi. Terdapat berbagai jenis kegiatan yang melibatkan komunikasi
kelompok antara lain: kegiatan pertemuan IDU (IDU’s Meeting),
Penguatan Kelompok Dampingan (Support Grup IDU), Penilaian
Resiko Kelompok (Group Risk Asessment), Pertemuan dan Pelatihan
Pendidik Sebaya (Peer Educator), dan Evaluasi Program (Annual
Survey).
Menurut Onong Uchjana Effendy, pengertian komunikasi
kelompok adalah komunikasi dengan sejumlah komunikan. Karena
jumlah
komunikan
itu
menimbulkan
konsekuensi,
jenis
ini
diklasifikasikan menjadi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi
commit to user
24
Onong Uchjana Effendy, Op.Cit, hal. 72
97
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok besar. Dasar pengklasifikasiannya bukan jumlah yang
dihitung secara matematis, melainkan kesempatan komunikan dalam
menyampaikan tanggapannya.25
Jumlah peserta dalam komunikasi kelompok tergantung pada
kegiatan yang dilakukan, namun untuk diskusi kelompok jumlah yang
efektif adalah 5 sampai dengan 10 orang. Jumlah ini efektif untuk
pertemuan IDU (IDU’s Meeting), Penguatan Kelompok Dampingan
(Support Grup IDU) dan juga Penilaian Resiko Kelompok (GRA).
Jumlah peserta dalam pertemuan dan pelatihan Pendidik Sebaya (Peer
Educator) dilakukan antara 15 sampai dengan 30 orang, sedangkan
untuk evaluasi program disesuaikan dengan sampel yang dibutuhkan
namun untuk efektifnya kegiatan tetap dilakukan antara 5 sampai 10
peserta.
Komunikasi kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan
menurut Robert F.Bales termasuk dalam kelompok kecil karena
sejumlah orang yang terlibat dalam interaki tatap muka leluasanya
mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya.
Komunikasi kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna
napza suntik tersebut termasuk efektif karena satu orang dengan yang
lainnya dapat memberikan tanggapan dengan baik mengingat jumlah
kelompok yang relatif sedikit.
commit to user
25
Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. 10
98
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapangan mengenai
pembagian peserta dalam diskusi kelompok adalah sebagai berikut:
“...biasanya pembagian kelompok didasarkan pada komunitasnya
masing-masing. Supaya tidak terjadi perselisihan atau menekan
perselisihan yang biasanya terjadi antar komunitas. Sehingga
dalam satu komunitas pasti mereka saling mengenal”26
Menurut pendapat Puger Mulyono selaku petugas lapangan
bahwa pembagian kelompok dalam melakukan komunikasi kelompok
didasarkan pada komunitasnya dari kelompok masing-masing. Hal ini
bertujuan untuk memperkecil perselisihan yang mungkin timbul jika
lebih dari satu komunitas dijadikan dalam satu diskusi kelompok.
Jumlah peserta yang ikut dalam diskusi kelompok terlihat dari hasil
wawancara dengan kelompok dampingan yaitu sebagai berikut:
“Saya pernah ikut diskusi kelompok, paling waktu kita kumpul
kita diajak diskusi/dialog ± 5-8 orang sekali pertemuan”27
Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut
diketahui
bahwa
pembagian kelompok dalam diskusi kelompok harus dilakukan oleh
komunitasnya yang sudah saling mengenal untuk menghindari
terjadinya konflik, sedangkan jumlah anggota dalam komunikasi
kelompok yang efektif adalah antara 5 sampai 10 orang.
b. Pelaksanaan Komunikasi Kelompok
Upaya
yang
dilakukan
oleh
petugas
lapangan
untuk
mempermudah penyampaian informasi disamping penyampaian
komunikasi verbal juga dilakukan dengan media komunikasi dan
26
27
commit tanggal
to user23 September 2010
Puger Muyono, Petugas Lapangan, wawancara
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
99
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi atau sering disebut media Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) yang berupa pamflet, brosur, setiker maupun poster.
Media KIE juga diberikan oleh petugas lapangan sebagai upaya dalam
mengembangkan dialog dengan kelompok dampingan. Hal ini seperti
hasil wawancara dengan petugas lapang yaitu sebagai berikut:
“Kita biasanya membagi-bagikan Brosur dari KIE dan materi
tentang pencegahan HIV/AIDS seperti; kondom, jarum suntik
steril, cairan pemutih (bleach), air bersih, dan kapas alkohol.
Dengan begitu Kelompok dampingan tidak merasa bosan dan
timbul pertanyaan kepada petugas...Ya terus ada diskusi melalui
tanya jawab gitu”28
Melalui media KIE tersebut akan menarik minat Kelompok
dampingan sehingga akan timbul rasa ingin tahu dan muncul
pertanyaan kepada petugas lapangan. Pada saat masuk dalam
komunitas, seorang petugas lapangan harus dapat memposisikan diri
sejajar dengan kelompok agar dapat diterima dan informasi yang
diberikan dapat ditangkap oleh komunitas IDU, dengan demikian
petugas lapangan harus dapat berperan sebagai komunikator terkadang
juga bertukar peran sebagai komunikan.
Pelaksanaan diskusi kelompok yang dilakukan oleh petugas
lapangan dalam proses penjangkauan dan pendampingan antara lain
sebagai berikut:
1) Pertemuan IDU’s (IDU’s Meeting)
IDU’s
Meeting
merupakan
media
komunikasi
kelompok antara petugas lapangan dengan para IDU dengan
commit to user
28
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
100
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah peserta antara 5 sampai 10 orang. Pertemuan IDU’s
dilakukan sebagai media untuk memberikan informasi
tentang HIV&AIDS dan juga seputar drug dan adiksi.
Disamping pemberian informasi dalam pertemuan ini juga
sebagai media diskusi untuk membahas permasalahan yang
terjadi dalam tingkatan kelompok sehingga dapat diperoleh
upaya pemecahan terhadap permasalahan yang terjadi.
2) Penguatan Kelompok IDU (Support Grup IDU)
Support Grup merupakan jenis komunikasi kelompok
dengan beranggotakan sama dengan pertemuan IDU yaitu
antara 5 sampai dengan 10 orang. Jenis kegiatan ini
merupakan media untuk saling menguatkan diantara para
IDU khususnya dalam mengatasi permasalahan kecanduan
napza, dengan demikian dalam support grup ini dibagi
menjadi kelompok-kelompok yang masih aktif kecanduan,
kelompok yang ingin berhenti, dan kelompok yang sudah
berhenti dan ingin mempertahankan statusnya untuk tidak
menggunakan narkoba lagi (stay clean).
3) Penilaian Resiko Kelompok (Grup Risk Asessment)
Penilaian Resiko Kelompok merupakan komunikasi
kelompok yang dilakukan dengan jumlah peserta antara 5
sampai 10 orang
IDU. Penilaian Resiko
Kelompok
merupakan media agar IDU dapat memahami perilaku
commit to user
101
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyuntik mereka yang beresiko terhadap penyebaran virus
HIV.
4) Diskusi dalam Evaluasi
Jumlah peserta dalam evaluasi juga berkisar antara 5
sampai 10 orang, untuk mencapai efektivitas kegiatan yang
dilakukan. Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilakukan
oleh Yayasan Mitra Alam dalam proses penjangkauan dan
juga pendampingan.
Pelaksanaan komunikasi kelompok yang berbentuk diskusi
lapangan tersebut dilakukan secara rutin tiap satu bulan sekali yang
bertujuan untuk menilai resiko mereka secara berkelompok dan juga
untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh kelompok
dampingan dalam mengakses layanan. Isu yang dibahas dalam diskusi
antara lain meliputi permasalahan HIV/AIDS, Napza, dan juga
permasalahan yang berhubungan dengan layanan program. Melalui
distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan
muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan
Napza dan perilaku seks yang lebih aman.
Isu
lain
yang dibahas
dalam
diskusi
kelompok
selain
permasalahan drug dan HIV/AIDS juga tentang penangkapan oleh
Aparat Kepolisian terhadap teman mereka dalam penyalahgunaan
Narkoba ataupun masalah kriminalitas yang dilakukan oleh para IDU.
commit to user
102
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan permasalahan yang dialami kelompok dampingan
melalui diskusi, diharapkan dapat membangun kesadaran IDU atas
situasi yang dialami sehingga mampu mengartikulasikan kebutuhan
dan kepentingan secara bersama. Melalui keterlibatan mereka dalam
diskusi diharapkan terbentuk suatu norma agar
timbul kesadaran
dalam merubah perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini seperti hasil
wawancara dengan kelompok dampingan yaitu sebagai berikut:
“Melalui Sesi tanya jawab tentunya kita akan terlibat dalam
mengembangkan dialog serta berinteraksi dengan komunitas dan
timbul kesadaran atas situasi yang kita alami. Sehingga
mengartikulasikan kepantingan secara bersama. Dan biasanya
akan timbul suatu norma yang mengatur kita untuk mengakses
layanan yang tersedia agar kita bisa lepas dari kecanduan
narkoba”29
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor
keingintahuan antar anggota kelompok Dampingan dengan anggota
lainnya dalam bentuk tingkah laku dapat mempengaruhi komunikasi
kelompok itu sendiri. Melalui pesan verbal maupun non verbal yang
disampaikan anggota kelompok Dampingan dengan anggota yang
lainnya dapat mempengaruhi sistem kepercayaan dan keyakinan para
anggota kelompok selama berinteraksi. Hal ini merupakan ciri-ciri
kelompok pada umumnya. Ciri-ciri kelompok yang dapat menjadi
bagian dari teori komunikasi kelompok menurut Alvin A. Goldberg
dan Carl E. Larson, adalah umpan balik antar pribadi, kecepatan
interaksi kelompok, fase-fase kelompok, norma-norma kelompok,
commit to user
29
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
103
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
iklim atau suasana kelompok, konflik antar pribadi serta distribusi
kepemimpinan.30
c.
Pemecahan Masalah Dalam Komunikasi Kelompok
Salah satu fungsi dari komunikasi kelompok dalam program
penjangkauan dan pendampingan pada pengguna napza suntik adalah
dapat memecahkan permasalahan yang timbul di komunitas pengguna
napza suntik yang berhubungan dengan upaya untuk memutus mata
rantai penularan virus HIV pada pengguna napza suntik. Berbagai
permasalahan yang timbul di komunitas yang tidak dapat diselesaikan
secara personal akan diupayakan penyelesaiannya melalui komunikasi
kelompok seperti pertemuan IDU’s (IDU’s Meeting) ataupun Support
Grup.
Idu’s Meeting dan juga Support Grup merupakan media yang
disediakan oleh Program Harm Reduction, melalui proses diskusi
yang lebih pada upaya untuk pemecahan permasalahan yang timbul
berkaitan dengan program seperti akses layanan yang disediakan
sebagai contoh permasalahan mengapa terdapat komunitas pengguna
napza suntik yang tidak bersedia menggunakan layanan drop in center,
adanya pengguna napza suntik yang tidak bersedia mengakses layanan
jarum suntik steril, tidak menggunakan layanan kesehatan dasar,
layanan VCT dan lain-lain layanan yang telah disediakan oleh
program.
commit to user
30
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Op. Cit, hal. 8-9
104
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Filsuf Jhon Dewey, upaya pemecahan masalah yang
efisien terdapat enam langkah yaitu sebagai berikut:
1.
Mendefinisikan dan Analisis Masalah
2.
Menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan
3.
Identifikasi pemasalahan yang mungkin
4.
Evaluasi pemecahan
5.
Pemilihan pemecahan terbaik
6.
Pengujian terhadap pemecahan yang dipilih
Seorang petugas outreach diharapkan dapat menganalisis
suatu permasalahan yang timbul di kelompok sasaran, sehingga dapat
memberikan alternatif pemecahan terhadap suatu permasalahan yang
timbul pada kelompok dampingan sehubungan dengan keberhasilan
pencapaian tujuan program.
Mengenai metode pengambilan keputusan dalam pemecahan
masalah terdapat tiga model yaitu:
1. Wewenang
2. Aturan Mayoritas
3. Konsensus
Berdasarkan ketiga metode pengambilan keputusan tersebut yang
efektif diterapkan pada proses komunikasi kelompok pada pengguna
napza suntik adalah aturan mayoritas dan konsensus karena para
kelompok sasaran yang akan membuat kesepakatan-kesepakatan
sendiri dan nantinya juga akan dilaksanakan sendiri oleh mereka
commit to user
105
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkaitan dengan akses layanan yang ditawarkan oleh program
pengurangan dampak buruk pengguna napza suntik.
B. Tolok Ukur Keberhasilan Peran Komunikasi Antar Pribadi Dan
Kelompok
Dalam
Program
Penjangkauan
Dan
Pendampingan
(Outreach) Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik
Salah satu tujuan dari penjangkauan (outreach) dan juga pendampingan
yang dilakukan oleh petugas lapangan Yayasan Mitra Alam adalah untuk
meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS.
Keberhasilan petugas
lapangan dalam memberikan informasi tentang HIV/AIDS dipengaruhi oleh
proses komunikasi yang dilakukan, dengan demikian komunikasi baik antar
pribadi dan kelompok mempunyai peran yang besar terhadap keberhasilan
proses penjangkauan dan pendampingan. Apabila komunikasi yang dilakukan
oleh petugas lapangan tersebut efektif maka tujuan dari penjangkauan dan
pendampingan akan berhasil, demikian pula apabila petugas lapangan gagal
dalam melaksanakan komunikasi yang baik dengan kelompok dampingan
IDU maka program penjangkauan dan pendampingan tidak dapat berhasil
mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Keberhasilan proses komunikasi baik komunikasi antar pribadi maupun
kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam melakukan
penjangkauan dan pendampingan dapat dilihat dari indikator-indikator antara
lain meningkatnya pemahaman pengguna napza suntik tentang HIV/AIDS,
meningkatnya jumlah IDU yang dijangkau, meningkatnya IDU yang
commit to user
106
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengakses layanan, dan yang terakhir adalah terjadinya perubahan perilaku
IDU.
1. Peningkatan Pemahaman Penasun T
Tentang HIV/AIDS
Peningkatan pemahaman pengguna napza suntik tentan
tentang
g HIV/AIDS
merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan penjangkauan dan
pendampingan yang selama ini telah dilakukan oleh petugas lapangan
Yayasan Mitra Alam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan Mitra
Alam dari hasil evaluasi tahunan diperoleh da
data
ta tentang peningkatan
pemahaman pengguna napza suntik tentang HIV/AIDS yaitu sebagai
berikut:
TABEL III.1
PEMAHAMAN IDU TENTANG HIV/AIDS
Sumber : Yayasan Mitra Alam, 2010
Pemahaman HIV/AIDS oleh pengguna napza suntik (IDU) tersebut
antara lain adalah mengenai pengertian HIV, cara penularan, pencegahan,
dan apa yang harus dilakukan apabila ter
terinfeksi
infeksi virus tersebut.
Berdasarkan data evaluasi tahunan yang dilakukan oleh Yayasan Mitra
Alam terlihat bahwa pemahaman IDU dalam intervensi selama 3 tahun
commit to user
107
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terus meningkat yaitu pada tahun 2007 sebesar 86% IDU yang dijangkau
telah paham tentang HIV/AIDS, sedangkan tahun 2008 menjadi 88% dan
tahun 2009 menjadi 91%.
Melihat data tentang adanya peningkatan pemahaman tentang
HIV/AIDS pada komunitas IDU dapat dikatakan bahwa komunikasi yang
dilakukan oleh para petugas lapangan dengan komunitas pengguna napza
suntik cukup berhasil, hal ini terlihat dengan meningkatnya pemahaman
pengguna napza suntik tentang informasi HIV/AIDS yang diberikan oleh
petugas lapangan.
Sebelum dilakukannya penjangkauan oleh LSM Mitra Alam, para
pengguna napza suntik banyak yang belum mengetahui tentang
HIV/AIDS, seperti hasil wawancara penulis dengan salah satu pengguna
napza suntik yaitu sebagai berikut:
“Ya paling itu mbak..Aku belum mengetahui secara keseluruhan atau
mendetail tentang HIV/AIDS”31
Peningkatan pemahaman para IDU tentang HIV/AIDS terus
meningkat sejak dilakukannya penjangkauan dan pendampingan yang
dilakukan oleh petugas lapangan Yayasan Mitra Alam, hal tersebut juga
dapat dilihat dari hasil evaluasi tahunan yang menunjukkan bahwa
prosentase pemahaman pengguna napza suntik sejak tahun 2007 terus
meningkat, hal tersebut menunjukkan keberhasilan komunikasi antar
pribadi dan kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza
suntik.
commit to user
31
Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
108
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pertambahan Jumlah IDU Y
Yang Dijangkau Dan Didampingi
Pertambahan jumlah IDU yang dijangkau dan didampingi oleh LSM
Mtra Alam merupakan tolok ukur keberhasilan program. Hal ini seperti
hasil wawancara penulis dengan koordinator lapangan tent
tentang
ang tolok ukur
keberhasilan penjangkauan yang dilakukan petugas lapangan yaitu sebagai
berikut:
“Pertama,
Pertama, cakupan/
cakupan/coverage penasun yang didampingi. Kedua,
jumlah distribusi jarum yang didistribusikan. Ketiga, jumlah penasun
yang dirujuk ke puskesmas dan Ru
Rumah
mah Sakit (VCT, Metadon, IMS,
Layanan Kesehatan Dasar). Keempat, Penasun yang dirujuk ke
Rehabilitasi”32
Pertambahan cakupan pengguna napza suntik yang didampingi oleh
petugas lapangan dapat dilihat dari hasil penjangkauan sejak tahun 2007
yaitu sebagai berikut:
TABEL III.2
CAPAIAN IDU PROGRAM PENANGGULANGAN HIV
TAHUN 2007 - 2009
Sumber : Data YMA, tahun 2010
commit to user
32
Ligik Triyogo, Manager Program, wawancara tanggal 24 September 2010
109
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan Program Manager Yayasan
Mitra Alam Surakarta, bahwa jumlah pengguna napza suntik (IDU) yang
didampingi merupakan tolok ukur keberhasilan penjangkaun dan
pendampingan dalam rangka pengurangan resiko penyebaran virus HIV
pada komunitas IDU.
Jumlah IDU yang telah dijangkau dan didampingi oleh LSM Mitra
Alam, menurut penjelasan dari koordinator lapangan adalah sebagai
berikut:
“Iya...sampai hari ini kita sudah melalui 3 tahun lebih 3 bulan Ya
hampir 4 tahun. Dan sampai saat ini anggota dampingan yang bisa
kita akses kurang lebih 400 an IDU’s dan 60 % sudah mengakses
layanan yang ada”33
Berdasarkan data yang diperoleh dari LSM Mitra Alam, diketahui
bahwa jumlah IDU yang didampingi oleh petugas lapangan rata-rata
adalah 423 IDU, yaitu sebanyak 437 pada tahun 2007, sebanyak 411 pada
tahun 2008 dan sebanyak 422 pada tahun 2009. Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa jumlah IDU yang ikut dalam kelompok dampingan
rata-rata adalah 400 IDU. Relatif stabilnya jumlah IDU yang menjadi
dampingan Yayasan Mitra Alam tersebut merupakan keberhasilan petugas
lapangan dalam melakukan komunikasi baik interpersonal maupun
kelompok.
commit to user
33
Walidi, Koordinator Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
110
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jumlah Kelompok Dampingan Yang M
Mengakses
engakses Layanan KIE dan
LJSS
a. Layanan Media KIE
Media Komunikasi Informasi dan Edukasi atau sering disebut
dengan istilah Media KIE, merupakan media informasi non verbal
yang biasa digunakan oleh petugas lapangan dalam proses pemberian
informasi tentang HIV/AIDS kepada komunitas pengguna napza
suntik (IDU).Media KIE saja tidak cukup untuk memberikan informasi
akan tetapi harus juga dilakukan komunikasi verbal agar informasi
informa
yang diberikan dapat diterima dengan baik.
Penggunaan media KIE sebagai salah satu alat komunikasi dalam
proses penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna
napza suntik di Surakarta dapat dilihat dari data pada tahun 2007
sampai 2009 yaitu seb
sebagai berikut:
TABEL III.3
CAPAIAN DISTRIBUSI MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI DAN
EDUKASI (KIE) TAHUN 2007-2009
Sumber : Data YMA, Tahun 2010
commit to user
111
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan data selama tiga tahun dapat diketahui bahwa
penggunaan media KIE sebagai salah satu media komunikasi cukup
tinggi dan terus meningkat yaitu pada tahun 2007 sebanyak 3860,
tahun 2008 sebanyak 3400, dan tahun 2009 sebanyak 6169 KIE. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Media KIE merupakan salah satu media
komunikasi yang efektif dan dapat membantu dalam proses
penjangkauan dan pendampingan.
b. Layanan LJSS
Layanan Jarum Suntik Steril atau biasa disebut dengan LJSS,
merupakan salah satu layanan yang dib
diberikan
erikan oleh LSM Mitra Alam
melalui
kegiatan
penjangkauan
dan
pendampingan.
Tujuan
dilakukannya LJSS ini adalah untuk memutus mata rantai penularan
virus HIV melalui pertukaran darah akibat dari penggunaan jarum
suntik yang tidak steril.
Berdasarkan data yyang
ang diperoleh dari LSM Mitra Alam mengenai
banyaknya jarum suntik steril yang diakses oleh kelompok dampingan
adalah sebagai berikut:
TABEL III.4
CAPAIAN DISTRIBUSI JARUM SUNTIK
TAHUN 2007 – 2009
Sumber : YMA, Tahuncommit
2010 to user
112
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah distribusi jarum suntik steril yang diakses oleh pengguna
napza suntik merupakan salah satu indikator keberhasilan program.
Apabila jumlah jarum terdistribusi tinggi berarti ada perubahan
perilaku bagi para pengguna napza suntik untuk menggunakan jarum
suntik steril setiap kali memakai napza sehingga dapat memutus mata
rantai penularan virus HIV. Jumlah permintaan jarum suntik steril
tersebut merupakan salah satu indikator dari keberhasilan proses
penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh para petugas
lapangan, sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku dari pola
menyuntik beresiko yaitu menggunakan jarum bekas secara bergantian
yang berdampak terjadinya pertukaran darah, menjadi menggunakan
jarum suntik steril secara sendiri-sendiri tanpa berbagi (sharing)
dengan yang lain.
c.
Layanan Methadone
Methadone
merupakan
obat
pengganti
heroin
yang
menggunaannya dengan ditelan, yang dapat berfungsi mengurangi
bahkan menghilangkan ketergantungan pecandu terhadap heroin,
sehingga apabila pengguna napza suntik yang belum bisa berhenti,
dapat mengakses layanan methadone sehingga dapat memutus mata
rantai penularan virus HIV yang diakibatkan pertukaran jarum suntik
tidak steril.
commit to user
113
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator lapangan LSM
Mitra Alam tentang tolok ukur keberhasilan program penjangkauan
dan pendampingan adalah sebagai berikut:
“Tolak ukurnya itu Tetap No Drug...kalau pemakai narkoba
sudah lepas dari narkoba ini dikatakan bahwa program kita ini
sudah selesai. Sehingga tidak ada intervensi program. Tetapi
kalau masih ada pengguna narkoba. Diharapkan agar mereka
tidak menggunakan jarum suntik. Bisa dialihkan menggunakan
narkoba jenis lain yang mengandung unsur Depresan. Sehingga
tidak menimbulkan rasa ingin memakai narkoba lagi. Unsur
Depresan yang dimaksud secara medis lebih mengarah pada obat
penenang yang bisa diperoleh di puskesmas yang ditunjuk
pemerintah. Seperti kalau di Surakarta tepatnya Puskesmas
Manahan”34
Menurut program manager LSM Mitra Alam bahwa salah satu
prioritas petugas lapangan dalam program penjangkauan adalah harus
memiliki target untuk mendorong kelompok dampingan mengakses
layanan PTRM ( Pelayanan Terapi Rumatan Metadhone).
“Target minimal 1 orang petugas merujuk KD untuk metadon
dalam waktu sebulan”35
Target yang harus dicapai petugas lapangan untuk dapat merujuk
layanan PTRM dimulai sejak bulan Maret 2010, dan sampai pada
bulan September 2010 telah terdapat 35 kelompok dampingan yang
telah mengakses layanan PTRM di Puskesmas Manahan Surakarta.
Adanya
kelompok
dampingan
yang
mengakses
layanan
methadone tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh petugas
34
35
commit
to user
Walidi, Koordinator Lapangan, wawancara
tanggal
23 September 2010
Ligik Triyogo, Manager Program, wawancara tanggal 24 September 2010
114
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lapangan. Apabila petugas lapangan berhasil mengkomunikasikan
dengan baik tentang manfaat layanan methadone yang diberikan maka
kelompok dampingan yang mengakses layanan ini akan semakin
meningkat.
4. Terjadinya Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh LSM
Mitra Alam dalam program penanggulangan HIV pada komunitas IDU
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perubahan perilaku yang
dapat dicapai dalam program jangka pendek antara lain adalah adanya
kesadaran untuk menggunakan jarum suntik steril, adanya kesadaran untuk
melakukan seks secara aman, tidak menggunakan jenis narkoba yang
disuntikkan, bahkan tujuan jangka panjang adalah dapat berhenti
menggunakan narkoba (no drugs).
Terjadinya perubahan perilaku dengan tidak lagi melakukan sharing
jarum suntik menurut hasil wawancara dengan kelompok dampingan
adalah sebagai berikut:
”Ya...yang tadinya aku belum tahu banyak tentang HIV/AIDS dan
juga kalau menggunakan jarum suntik secara bersama dapat beresiko
tertular HIV/AIDS. Makanya aku sekarang mau ikut dampingan
untuk mudah mengakses layanan kesehatan”36
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dampingan LSM
Mitra Alam tersebut dapat diketahui tentang keberhasilan proses
komunikasi yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam program
penjangkauan dan pendampingan. Salah satu indikator keberhasilan
commit to user
36
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 22 September 2010
115
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
program ini antara lain adalah terjadinya perubahan perilaku beresiko pada
komunitas pengguna napza suntik.
5. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi
Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan
Pendampingan Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik
Pandangan kelompok dampingan terhadap
terhadap peran
komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program penjangkauan dan
pendampingan dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam keberhasilan
program.
1. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi
Antar Pribadi
Terjalinnya komunikasi antar pribadi yang efektif dalam program
Penjangkauan dan Pendampingan dapat mencerminkan keberhasilan
suatu program yang dijalankan, yaitu petugas lapangan yaitu sebagai
alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam meningkatkan
pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan perilaku dalam
mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran komunikasi
interpersonal
dalam
penjangkauan
dan
pendampingan
adalah
membuka akses pada komunitas IDU maupun pasangan seksualnya
yang berada di masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya petugas
outreach, untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar,
maka hubungan antara petugas lapangan dengan IDU akan terjalin
commit to user
116
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih akrab, sehingga dapat mempermudah dalam proses penjangkauan
dan pendampingan.
Tahapan komunikasi antar pribadi yang dilakukan secara efektif
membuat proses pemberian informasi berjalan dengan baik dengan
situasi yang akrab sehingga kelompok dampingan merasa nyaman
dalam menerima informasi yang disampaikan petugas lapangan. Hal
ini seperti hasil wawancara penulis dengan kelompok dampingan yaitu
sebagai berikut:
“Lebih bersifat non formal, aku pribadi jadi nyante…ngobrol
secara face to face gak banyak orang aku lebih enak..ya jadinya
antara aku ma petugas kayak obrol ama temen ku sendiri…Jadi
ya pas lagi kasih informasi tentang HIV/AIDS pun ya aku
oke..”37
Pandangan Aby selaku kelompok dampingan merasa nyaman
didampingi oleh petugas lapangan karena derajat keakraban yang
berhasil diciptakan, sehingga pemberian informasi yang diberikan
dapat diterima dengan baik. Berikut hasil wawancara penulis dengan
Aby sebagai berikut:
“Selama ini ya aku pribadi enjoy aja dengan Petugas Lapangan
selama pendampingan...Soalnya mereka itu bisa jadi temen
sharing buat aku... kapan aku lagi butuh. Sebisa mungkin mereka
mau bantu aku. Mau jadi pendengar yang baik pokoknya..Kalau
udah gitu ya pas pendampingan aku ngikut aja..Toh buat
kebaikan kita juga ko.”38
Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut
diketahui
bahwa
kelompok dampingan merasa nyaman apabila melakukan komunikasi
37
38
commit
to user
Abby, Kelompok Dampingan, Wawancara
tanggal
22 September 2010
Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
117
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
antar pribadi dengan petugas lapangan, karena dinilai lebih efektif dan
lebih terbuka untuk mengutarakan masalah pribadi yang tidak mungkin
diketahui oleh orang lain atau anggota lain komunitas. Salah satu
proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan ini adalah
Teori penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa
hubungan
menjadi
lebih
akrab
seiring waktu
ketika patner
memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri.
Selanjutnya, social penetration merupakan proses peningkatan
disclosure dan keakraban dalam hubungan.
Terdapat empat langkah perkembangan hubungan. Orientation
mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahu
hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Jika
tahap ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak
menuju tahap berikutnya, the exploratory affective exchange, dimana
perluasaan/ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih
dalam dari disclosure itu terjadi. Tahap ketiga, affective exchange
memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih
dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner menyadari
reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih awal.
Akhirnya, stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan
mengijinkan patner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan
menanggapinya dengan sangat baik). 39
commit to user
39
Stephen W. Littlejohn, Op.Cit, hal. 266-267
118
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejauh ini, peran komunikasi antar pribadi dianggap paling
efektif untuk melakukan pendekatan ke kelompok dampingan. Ada
kalanya IDU tidak ingin masalahnya diketahui semua orang atau
kelompok dampingan yang lainnya. Oleh karena itu, sebagian dari
mereka lebih senang untuk berbicara berdua saja dengan petugas
Lapangan tanpa ada rasa takut dan khawatir ada teman mereka yang
mendengarkan, sebagai contoh pada saat kelompok dampingan sedang
mengalami masalah pribadi dengan keluarganya. Melalui komunikasi
Antar Pribadi ini kelompok dampingan bisa lebih terbuka kepada
petugas Lapangan.
2. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi
Kelompok Yang Dirasakan
Pandangan kelompok dampingan terhadap peran komunikasi
kelompok dalam program penjangkauan dan pendampingan dapat
diketahui dari hasil diskusi yang difasilitasi oleh petugas lapangan.
Diskusi kelompok bertujuan
mengembangkan dialog dan dengan
adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, sehingga
diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju
penggunaan napza dan perilaku seks yang lebih aman.
Berikut ini adalah hasil wawancara penulis dengan kelompok
dampingan tentang keterlibatannya dalan diskusi lapangan yang
difasilitasi oleh petugas lapangan.
commit to user
119
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Melalui Sesi tanya jawab tentunya kita akan terlibat dalam
mengembangkan dialog serta berinteraksi dengan komunitas dan
timbul kesadaran atas situasi yang kita alami. Sehingga
mengartikulasikan kepentingan secara bersama. Dan biasanya
akan timbul suatu norma yang mengatur kita untuk mengakses
layanan yang tersedia agar kita bisa lepas dari kecanduan
narkoba”40
Berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu kelompok
dampingan tersebut bahwa melalui komunikasi kelompok yang
dikembangkan
lembaga penyedia program akan terjalin interaksi
melalui dialog sehingga akan menggugah kesadaran untuk mengakses
layanan yang telah disediakan demi kepentingan para pengguna napza
suntik agar dapat terhindar dari bahaya penularan virus HIV dan juga
bisa terlepas dari kecanduan narkoba. Selanjutnya pendapat dari Hery
selaku anggota kelompok dampingan adalah sebagai berikut:
“Melalui diskusi kelompok yang difasilitasi oleh Mitra Alam,
kita bisa berinteraksi dengan aktif baik dengan sesama pengguna
napza suntik yang lain juga dapat berdialog dengan Mitra Alam
melalui petugas yang memimpin diskusi ”41
Berdasarkan tanggapan dari Hery yang merupakan anggota
kelompok dampingan, merasa senang dapat terlibat aktif dalam
kegiatan kelompok yang difasilitasi oleh LSM Mitra Alam karena
dapat bertukar pikiran dengan sesama pengguna napza suntik dalam
hal positif.
Terkait dengan efek dan umpan balik yang diharapkan,
komunikasi kelompok dinilai ampuh dalam kegiatan mengubah sikap,
40
41
commit
to 22
user
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara
tanggal
September 2010
Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
120
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Melalui dialog atau tanya
jawab, kelompok dampingan akan dapat berinteraksi dengan anggota
lainnya. Dari informasi yang diperoleh dari hasil diskusi mengenai
HIV/AIDS, IMS, ataupun isu-isu yang dialami oleh anggota kelompok
dampingan akan dapat mempengaruhi sikap, kepercayaan, opini dan
perilaku mereka, khususnya adanya kemauan dari kelompok
dampingan untuk mengakses layanan yang tersedia oleh LSM Mitra
Alam dan timbulnya kesadaran untuk mengarah ke perilaku yang tidak
beresiko.
Teori yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah tentang teori
sistim A-B-X dan Newcomb. Teori sistim A-B-X dari Newcomb yang
menitikberatkan pada pola interaksi antara dua individu, A dan B
dalam suatu interaksi dengan suatu objek (X) yang mempengaruhi
interaksi mereka. Interaksi dua individu ini merupakan interaksi yang
terjadi dalam komunikasi kelompok. 42
Berdasarkan teori tersebut, maka bila salah satu anggota dari
kelompok tersebut mempunyai pendapat tentang suatu hal maka ia
akan cenderung mempengaruhi anggota kelompok lainnya agar
mengikuti pendapatnya. Bila hal ini berhasil, maka biasanya akan
diikuti perubahan sikap pula.
commit to user
42
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson ,Op. Cit, hal. 51-52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah proses pembahasan dan analisis data berkenaan dengan peran
komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam penjangkauan dan pendampingan
komunitas pengguna napza suntik, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Peran komunikasi antar pribadi
dalam program penjangkauan dan
pendampingan (outreach) komunitas pengguna napza suntik adalah sebagai
berikut:
a. Melalui tatap muka secara langsung komunikasi antar pribadi antara
petugas lapangan dengan pengguna napza suntik akan menjadi efektif
karena petugas lapangan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh
pengguna napza suntik secara langsung sehingga dapat
tercipta
kredibilitas melalui :
1) Keterbukaan, Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga
aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator
interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang diajak
berinteraksi. Kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga,
menyangkut kepemilikan perasaan hati dan pikiran.
commit to user
121
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
Upaya petugas lapangan untuk melaksanakan prinsip keterbukaan
dalam komunikasi interpersonal antara lain dilakukan sejak masuk
dalam kelompok sasaran yaitu dengan mengenalkan diri bahwa ia
adalah seorang petugas lapangan yang akan bertujuan memberikan
informasi seputar HIV, AIDS dan permasalahan drugs. Selanjutnya
reaksi dari komunitas pengguna napza suntik merupakan umpan
balik yang dilakukan oleh pengguna napza suntik sehingga
keterbukaan akan terjadi. Hal ini merupakan awal dari terjalinnya
komunikasi dari kedua belah pihak. Perasaan hati dan pikiran juga
harus dimiliki pada petugas lapangan pada saat melakukan
komunikasi interpersonal, hal ini terlihat dari falsafah yang
ditegakkan dalam program penjangkauan yaitu bekerja dengan hati,
sehingga tindakan dalam memberikan layanan pada kelompok
dampingan dapat dilakukan dengan tulus
sehingga tujuan
pendampingan dapat tercapai.
2) Empati, yaitu Petugas lapangan sebaiknya mempunyai rasa empati
dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan komunitas
pengguna napza suntik Hal ini bertujuan untuk mengetahui apa
yang dirasakan oleh para pengguna napza suntik, sehingga akan
dapat merasakan apa yang dialami oleh para pecandu napza suntik.
Derajat keakraban yang terjalin antara petugas lapangan dan IDU
menimbulkan berbagai efek baik positif yaitu penyampaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
informasi seputar HIV dan AIDS dapat lebih dipahami, sedangkan
dari sisi negatif mereka seringkali mengutarakan permasalahan
seperti keuangan kepada petugas lapangan
sehingga akan
berkembang pada pinjam meminjam keuangan bahkan jual beli
barang-barang yang tidak jelas dari mana asalnya.
3) Sikap mendukung, yaitu sikap yang dimiliki oleh petugas lapangan
dalam
mendukung sikap positif dari pengguna napza suntik.
Sehingga seorang petugas lapangan dalam melakukan proses
penjangkauan dan pendampingan juga menerapkan prinsip saling
mendukung. Tujuan jangka panjang yang diharapkan dalam
penjangkauan yaitu para pengguna napza suntik dapat berhenti
menggunakan
napza,
akan
tetapi
petugas
lapangan
juga
memberikan dukungan para pengguna napza suntik yang belum
dapat meninggalkan napza antara lain dengan memberikan
pengetahuan tentang upaya untuk mengurangi resiko dari penularan
virus HIV dan juga memberikan dukungan layanan tes VCT dan
rujukan layanan therapi ketergantungan ke panti rehap.
4) Sikap positif, yaitu sikap yang dimiliki seorang petugas lapangan
dalam melakukan penjangkauan dengan berpikiran positif sehingga
akan dapat mempengaruhi pola pikir para IDU yang cenderung
berpikiran negatif dan penuh curiga. Sikap positif petugas lapangan
secara tidak langsung akan mempengaruhi para IDU untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
menekan rasa curiga dan kawatir tentang kehadiran orang asing ke
komunitasnya.
5) Kesetaraan yang dilakukan petugas lapangan yaitu menempatkan
posisi sejajar tidak ada yang lebih pandai ataupun lebih tahu dan
menerapkan prinsip sama-sama belajar untuk kepentingan bersama
yaitu dengan tujuan memberikan informasi yang benar tentang HIV
dan AIDS, dan drugs sehingga akan dapat memutus mata rantai
penularan virus HIV pada komunitas pengguna napza suntik.
Keberhasilan komunikasi antar pribadi antara petugas lapangan
dengan pengguna napza suntik dapat dilihat dari umpan balik
(feedback) dari kelompok dampingan berupa respon atau tanggapan
baik positif maupun negatif.
Permasalahan yang dihadapi oleh
petugas lapangan dalam mengembangkan rasa empati adalah banyak
pengguna napza suntik yang mempunyai permasalahan keuangan tidak
segan-segan untuk meminjam ke petugas lapangan, disamping itu
petugas lapangan juga rentan terlibat jual beli barang-barang dari
pengguna napza suntik yang harus benar-benar dihindari oleh petugas
lapangan.
2.
Peran
komunikasi
kelompok
dalam
program
penjangkauan
dan
pendampingan (outreach) komunitas pengguna napza suntik antara lain
dilakukan dengan diskusi kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
Kegiatan yang melibatkan komunikasi kelompok dalam program penjangkaun
dan pendampingan antara lain :
a. Pertemuan IDU
Pertemuan IDU’s sebagai media untuk memberikan informasi tentang
HIV&AIDS dan juga seputar drug dan adiksi. Disamping pemberian
informasi dalam pertemuan ini juga sebagai media diskusi untuk
membahas permasalahan yang terjadi dalam tingkatan kelompok
sehingga dapat diperoleh upaya pemecahan terhadap permasalahan
yang terjadi.
b. Support Grup IDU,
Kegiatan ini merupakan media untuk saling menguatkan diantara para
IDU khususnya dalam mengatasi permasalahan kecanduan napza,
dengan demikian dalam support grup ini dibagi menjadi kelompokkelompok yang masih aktif kecanduan, kelompok yang ingin berhenti,
dan kelompok yang sudah berhenti dan ingin mempertahankan
statusnya untuk tidak menggunakan narkoba lagi (stay clean).
c.
Penilaian Resiko Kelompok,
Penilaian Resiko Kelompok sebagai media agar IDU dapat memahami
perilaku menyuntik mereka yang beresiko terhadap penyebaran virus
HIV.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
d. Diskusi dan Evaluasi Program.
Diskusi dan Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan para petugas
lapangan setiap sebulan sekali untuk mengetahui keberhasilan
program yang telah dilakukan oleh Yayasan Mitra Alam dalam proses
penjangkauan dan juga pendampingan.
B. Saran
Dalam melakukan penelitian ini tidak sedikit kendala yang dihadapi oleh
peneliti misalnya dalam melakukan penelitian dengan metode observasi semi
partisipan, lebih baik dilakukan oleh tim dari pada perorangan ini berkaitan
dengan banyaknya hal yang perlu dilihat (di observasi). Penelitian yang
dilakukan lebih dari satu orang bisa saling melengkapi baik dalam bentuk data
gambar maupun informasi.
Hal lain yang perlu kita ingat adalah kebiasaan yang seringkali terjadi
apabila berhadapan dengan kelompok Pengguna Napza Suntik, yang memiliki
kecenderungan untuk tertutup dengan orang asing yang baru dikenal. Sehingga
untuk memperoleh informasi perlu adanya pendekatan dari peneliti untuk
mengutarakan maksud dan tujuan dalam mengadakan penelitian. Selain itu
peneliti perlu memberikan balas jasa terkait dengan informasi yang telah
diperoleh dari Komunitas Napza Suntik pada waktu melakukan kegiatan
wawancara. Sehingga pada penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
melakukan pengumpulan data dengan metode lain, misalnya menyebar
kuesioner/angket.
Penelitian ini tentunya jauh dari sempurna banyak keterbatasan di dalamnya.
Salah satunya adalah keterbatasan peneliti sendiri dalam hal pengalaman, materi,
jumlah personil dan lama waktu penelitian. Mungkin akan lebih tepat penelitian
ini dikaji dengan menggunakan metode etnografi atau untuk penelitian
selanjutnya lebih menfokuskan pada satu permasalahan yang cakupannya tidak
luas. Misalnya mengkaji permasalahan berkaitan dengan penggunaan media
Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam penyampaian informasi mengenai
pencegahan HIV/AIDS pada komunitas IDU.
Dalam pelaksanaan Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach)
sebaiknya petugas lapangan mempertahankan Sikap empati agar jangan sampai
berubah menjadi simpati karena sebagai seorang petugas lapangan sangat rentan
terlibat jual beli dan pinjam meminjam barang dengan komunitas pengguna
napza suntik yang seharusnya dihindari. Sedangkan bagi IDU sendiri Perlu
adanya pengelolaan waktu yang lebih baik, misalnya pada waktu pertemuan IDU
agar dilaksanakan tepat waktu sehingga waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan
sebaik mungkin.
commit to user
Download