1 bab i persepsi masyarakat tentang pengaruh media terhadap

advertisement
1
BAB I
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH MEDIA
TERHADAP TINGKAT KEJAHATAN DI KOTAMADYA JOGJAKARTA
DAN UPAYA REGULASI HUKU M PIDANA UNTUK
MENGENDALIKANNYA
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan zaman selalu diikuti oleh berbagai macam efek sampingnya,
baik itu yang positif maupun yang negatif. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari
adanya kemajuan zaman dan peradab an itu sendiri, mengingat hal itu
merupakan satu kesatuan. Kemajuan zaman dan peradaban beriringan dengan
kemajuan teknologi, yang pada prinsipnya diharapkan dapat menciptakan
kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Tetapi ternyata tidak
semua manusia dapat menyikapi kemajuan teknologi tersebut dengan bijak
demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia lainnya. Pada kenyataannya
teknologi tanpa kebijakan hanya akan membawa kehancuran bagi umat
manusia itu sendiri Begitu pula halnya yang terjadi dengan media massa di
Indonesia ini, baik cetak maupun elektronik. Media massa adalah salah satu
bentuk dari sarana dan tatacara dalam berkomunikasi yan g dibutuhkan setiap
individu dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia
untuk berkomunikasi sebagai ciri manusia sebagai makhluk sosial.
2
Media massa atau dapat juga disebut sebagai komunikasi massa adalah
merujuk pada keseluruhan ins titusinya yang merupakan pembawa pesan,
koran, majalah, stasiun pemancar, yang mampu menyampaikan pesa n
kejutaan orang nyaris serentak 1. Maka semua bentuk cara dan alat pembawa
pesan yang dapat menyampaikan kabar kepada semua penikmat berita yang
berjumlah banyak dalam waktu hampir serentak dapat dikatakan sebagai
media massa.
Selain hal tersebut diatas, komunikasi massa atau media massa
mempunyai beberapa karakteristik yaitu ; pertama komunikasi massa adalah
sifatnya satu arah. Memang ada televisi maupun radio yang mengadakan
dialog interaktif yang melibatkan khalayak secara langsung. Namun itu hanya
untuk keperluan terbatas. Kedua, selalu ada proses seleksi. Misal, setiap
media memilih khalayaknya 2. Ketiga, karena media mampu menjangkau
khalayak secara luas, jumlah media yang diperlukan sebena rnya tidak terlalu
banyak sehingga kompetisinya selalu berlangsung ketat. Keempat, untuk
meraih khalayak sebanyak mungkin, harus berusaha membidik sasaran
tertentu. Kelima, komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka
terhadap kondisi lingkungannya 3.
1
. William R Rivers, Jay W Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern,
Kencana, edisi kedua, 2003, hlm 18.
2
. Ibid, hlm 19.
3
. Ibid, hlm 20.
3
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi,
saluran pendidikan dan saluran hiburan, namum kenyataannya media massa
memberi efek lain diluar fungsinya itu. Efek media m assa tidak saja
mempengaruhi sikap seseorang namun pula dapat mempengaruhi perilaku,
bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi
sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.
Bila sebelum era reformasi berlangsung media massa seakan-akan
terbelenggu kebebasannya oleh rezim penguasa saat itu maka 10 tahun
terakhir adalah saat yang sangat tepat untuk melepaskan belenggu itu. Media
massa ditanah air sering kali mempublikasikan berita -berita yang terkait
dengan kasus-kasus kriminalitas yang terkini lengkap dengan kronologis
peristiwa dan alat serta cara yang digunakan si pelaku untuk melakukan
perbuatannya.
Seringkali
berita
tersebut
terlalu
berlebihan
dalam
pemuatannya sehingga menimbulkan efek yang tidak perlu bagi or ang yang
mengkonsumsi berita tersebut. Berdalih dengan berlindung dibalik kebebasan
berkomunikasi yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 F yang berbunyi “
setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkun gan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan seg ala jenis saluran yang tersedia “4. Tanpa
4
. Lihat UUD 1945 pasal 28F yang berbunyi : “ setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
4
mengingkari fungsi dan maanfaat media massa dalam kehidupan masyarakat,
disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media
massa. Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas
terjadinya pergeseran nilai -nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti
menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya k ejahatan, rusaknya moral
dan menurunnya kreativitas yang bermutu.
Masyarakat sendiri adalah memang sekumpulan manusia yang saling
bergaul, atau dengan istilah alamiah, saling berinteraksi . Suatu kesatuan
manusia dapat mempunyai prasarana melalui ap a warga-warganya dapat
saling berinteraksi. 5 Tetapi tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau
berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus
mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. 6 Yaitu pola tingkah laku yang khas
mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu. Lagipula,
pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu; dengan perkataan lain, pola khas
itu sudah harus menjadi adat istiadat yang khas. 7
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal
delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi
pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa -apa yang disaksikan ataupun
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. “
5
. Koentjaraningrat, PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI ,Rineka Cipta,Jakarta, hal 144.
6
. Ibid.
7
. Ibid,hal 145.
5
diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa
memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa,
kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang
terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal -hal yang baik dari apa yang
ditampilkan media massa. Tetapi kita tidak dapat menutup mata terhada p
pengaruh buruk yang juga dibawa oleh suatu media.
Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan
pembicaraan yang menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan,
perampokan, perkosaan dan bentuk -bentuk yang lain. Akibat logis d ari
keadaan tersebut bahwa segala sesuatu yang digambarkan serta disajikan
kepada masyarakat luas dapat membantu dan mengembangkan kemampuan
menentukan sikap pada individu -individu di tengah masyarakat dalam
menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditem puhnya untuk kehidupan
sosial mereka.
Pemberitaan masalah kejahatan melalui media massa mempunyai aspek
positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus dan tersebar
(long term impact) terhadap perilaku seolah -olah kurang dirasakan
pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan.
Hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi
6
massa pada sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum
terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang. 8
Selain dampak buruk dari media massa sep erti yang telah disebutkan
diatas, diakui maupun tidak media massa juga mempunyai efek positif juga
bagi perkembangan masyarakat. Melalui informasi yang diberikan oleh media
massa dengan berbagai macam jenisnya masyarakat dapat mengetahui
perkembangan terkini yang terjadi tidak hanya dilingkunga n sekitarnya tetapi
bahkan dunia. Media massa tidak mengenal keterbatasan yang didasarkan
pada wilayah suatu daerah atau batas-batas geografi, negara maupun antariksa
sekalipun. Sehingga bagi masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan
terkini yang terjadi pada dunia dan alam semesta, kehadiran media massa
sangatlah memberikan dampak yang positif.
Media massa memberikan banyak hal yang dapat dis erap oleh setiap
anggota masyarakat antara lain ikut membentuk perilaku anggota masyarakat
tersebut. Proses ini sebenarnya sudah dimulai pada permulaan kehidupan
seseorang adalah keluarga, sekolah tempat kerja lingkungan sosial dan media
massa. Keluarga adalah sumber pertama, karena dari keluargalah, sejak masa
kanak-kanak hingga remaja seseorang mendapatkan nilai -nilai dan normanorma dalam hidupnya. Keadaan-keadaan tersebut dianggap penting dan
8
“MEDIA MASSA DAN PROSES SOSIALISASI”, sosiologi online SMAN 3 Cimahi ,terdapat
dalam http: // www.google.com. Diakses pada Senin 2 Februari 2009.
7
bersifat menentukan bagi perkembangan fisik, mental dan bagi penyesuaian
sosial (social adjustment ) si anak dan si remaja 9. Walaupun sering kali nilai nilai dan norma yang telah didapatkan dalam keluarga tergeser oleh nilai,
norma dan kebudayaan yang dibawa oleh media massa sebagai agen
sosialisasi. Misal, pada seorang anak kecil yang berasal dari keluarga biasa,
harmonis dan berkecukupan secara materi, tetapi seringkali mendapatkan
berita tentang kekerasan seksual terhadap wanita dari koran -koran kriminal
dan tayangan dari televisi yang dapat dengan mudah didapatka n, bisa saja si
anak tersebut memiliki keinginan untuk meniru perbuatan tersebut.
Sedangkan dari internal keluarganya sendiri si anak tidak mendapatkan hal
itu, sekaligus tidak mendapatkan bimbingan dan pengarahan yang memadai
dari orang tua serta keluarganya. Lama-lama keinginan tersebut dipendam dan
menjadi suatu obsesi tersembunyi, jika pada suatu saat memiliki kesempatan
maka si anak bukan tidak mungkin akan meniru apa yang sering kali dilihat
dan dibacanya itu. Atau si anak akan menderita deviasi seksu al10 adalah
penyimpangan seksual dalam bentuk masturbasi, homoseksualitas sasiriasis,
impotensi, pelacuran, incest, pedophilia, bestiality, perkosaan, sadism dan
necophilia.
9
. Stephen Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, 1986, hlm 103.
. Mudzakir, Peranan Psikologi Dalam Penerapan Hukum Pidana , dalam skripsi untuk
menyelesaikan kuliah S1 jurusan Hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1983, hlm 26.
10
8
Banyak kasus yang terjadi ditengah -tengah masyarakat kita yang
ditenggarai dipengaruhi oleh keberadaan media massa sebagai alat
komunikasi sekaligus pembawa pesan yang efektif. Seperti kasus yang terjadi
dalam kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap Nyonya Diah yang dilakukan
Agus Nasser sebagai suaminya ditahun 1989 11. Dalam sidang pada 2
Desember 1989, Agus mengakui memutilasi karena terinspirasi peristiwa
penemuan mayat terpotong 13 di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, yang tak
terungkap. Menurut pengakuannya dalam sidang di PN Jakarta Pusat
(Kompas, 4 Desember 1989) “ Ketika mula i panik mau dikemanakan mayat
itu, tiba-tiba saya teringat berita di koran tentang mayat terpotong 13 yang
ditemukan di Jalan Jenderal Sudirman. Lalu terlintas pikiran, kalau mayat itu
saya potong-potong, tentu polisi sulit melacak. “ . Lain lagi dengan yang
terjadi di Bandung, seorang bocah bernama Reza Ikhsan Fadillah, berumur 9
tahun, meninggal dunia setelah di “smack” tiga orang temannya
12
disekolahnya setelah ketiga temannya sering menonton acara “smack down”
dalam acara yang ditayangkan salah satu stasi un televisi swasta, yang
kemudian dipraktekannya disekolah terhadap si korban.
Media massa sebagai agen sosialisasi dapat membawa suatu kebudayaan
yang relatif baru masuk kedalam suatu tatanan didalam masyarakat yang telah
11
. “Media Bisa Menginspirasi Kejahatan Mutilasi Terban yak di Tahun 2008”, Pengaruh Media
Massa, terdapat dalam http //www.google.com, diakses pada Minggu 29 Maret 2009.
12
. “ Acara Smack Down Memakan Korban”, terdapat dalam http //www.pikiran -rakyat.com,
diakses pada Minggu 29 Maret 2009.
9
ada. Banyak akibat yang dapat timbul dari masuknya suatu kebudayaan baru
kedalam masyarakat yang sebelumnya telah memiliki kebudayaan dan adat
tersendiri. Tanpa diimbangi kedewasaan dan intelegensi maka suatu
masyarakat dapat dengan mudah terpengaruh oleh kebudayaan yang dibawa
oleh media massa yang bersangkutan. Yang sesungguhnya tidak cocok atau
belum saatnya diterapkan dalam suatu tatanan sos ial masyarakat tertentu
sehingga berakibat pada timbulnya kemungkinan -kemungkinan yang akan
terjadi bila terjadi pertemuan antara kebudayaan , 13 yaitu :

Kebudayaan bertemu pada perbatasan pendampingan , dalam proses
pertemuan atau proses komunikasi antara dua kebudayaan yang
berbeda, terdapat suatu kesadaran tentang norma tingkah laku masing masing yang berbeda itu. Artinya, norma tingkah laku y ang berbeda
itu tidak dianggap sebagai musuh atau lawan, melainkan dapat hidup
berdampingan, dan masing-masing mempunyai hak untuk menentukan
cara hidupnya sendiri-sendiri.

Peleburan antara
kedua kebudayaan, peleburan antara kedua
kebudayaan ini dapat memb entuk kebudayaan baru, yang nilai -nilai
dan norma-normanya yang berlaku relative lebih seragam.

Pertentangan kebudayaan, jika suatu kebudayaan pindah ke tempat
kebudayaan lain hidup, dengan membawa cara -cara, norma-norma,
13
. Abdulsyani DRS,Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya CV,1987, hlm 83.
10
dan
nilai-nilai
menimbulkan
yang
berlawanan,
k ejadian
pertentangan -pertentangan
demikian
antara
dapat
kebudayaan
pendatang dan kebudayaan yang didatangi.
Kemungkinan yang terakhir ini dapat menyebabkan terjadinya konflik
kebudayaan yang merupakan ciri dasar penyimpangan dan kejahata n. Konflik
kebudayaan (cultural conflict) adalah suatu keadaan kurangnya kestabilan dan
keharmonisan dalam kehidupan individu di masyarakat, yang disebabkan oleh
masuknya norma-norma tingkah laku dari luar kalangan sendiri, sehingga
menimbulkan berbagai pertentangan 14. Penyimpangan yang terjadi ini juga
sulit untuk diselesaikan karena pada dasarnya prinsip keduanya telah
bertentangan sejak awal dan saling berebut pengaruh antara satu dan lainnya.
Sampai ada salah satu kebudayaan yang kalah dan kehilangan pen garuhnya,
sehingga kebudayaan yang lain berperan lebih dominan.
Berbagai macam cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur
dan membatasi media massa dengan segala implikasinya. Melalui lembaga
legislatifnya pemerintah mengeluarkan beberapa
undang-undang yang
mengatur media massa. Seperti UU no : 40/1999 tentang pers, UU no :
32/2002 tentang penyiaran, UU no : 36/1999 tentang telekomunikasi, dan UU
no : 33/2009 tentang perfilman.
14
. Ibid, hlm 81.
11
Meskipun demikian tetap saja ada beberapa kasus penyalahgu naan
media massa yang dilakukan oleh oknum -oknum dengan mengandalkan
kelemahan media massa sebagai alatnya. Seperti yang diungkapkan oleh Drs.
Abdulsyani bahwa bacaan-bacaan yang buruk, porno, k riminal merupakan
faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbuln ya kriminalitas 15. Karena
bacaan-bacaan yang demikian lebih menarik untuk dibaca dan lebih besar
pengaruhnya daripada bacaan -bacaan yang berisikan pengetahuan umum dan
berita sosial kemasyarakatan lainnya. Menurut Stephen Hurwitz 16, memang
pengaruh bacaan demikian dapat berbahaya, sekalipun sekaligus Hurwitz
mengatakan bisa sebaliknya. Dikatakan demikian karena bacaan yang buruk
itu bisa sampai pada batas tertentu dapat diimbangi, artinya keburukan d apat
membelokkan kecenderungan k riminal dengan jalan memberi kan kepuasan
kepada fantasi, sehingga dapat ditemukan pemecahan bagi si pembaca itu
sendiri. Terutama terhadap bacaan yang menyajikan pornografi. Sedangkan
menurut Louis Ie Maire 17, bacaan pornografi, terutama dalam bentuk -bentuk
cerita bergambar yang mudah didapat umum, merupakan sumber yang
berbahaya,
khususnya
bagi
orang -orang
yang
punya
predisposition
(pembawaan) melakukan kejahatan seks. Yang dapat juga disebabkan oleh
trauma pelecehan seks massa kecil si pelaku.
15
. Ibid, hlm 50.
. Ibid.
17
. Ibid, hlm 51.
16
12
Hal diatas hanyalah satu contoh dari puncak gunung es fenomena
kejahatan yang dipengaruhi oleh media massa sebagai fak tor pemicunya.
Fenomena-fenomena ini sering kali terjadi ditengah masyarakat Indonesia
dewasa ini dan terus-menerus terjadi. Dari uraian diatas d apat kita lihat bahwa
kemajuan zaman dan perkembangan media massa dewasa ini memiliki
hubungan dengan tingkat kejahatan yang terjadi menurut pandangan
masyarakat umum. Apakah kemerdekaan pers dan kebebasan berkomunikasi
yang dijamin keberadaannya oleh konstitusi negara ini melalui UUD 1945
mempunyai dampak terhadap tingkat kejahatan menurut masyarakat. Hal ini
mendorong penulis untuk diangkat dalam penelitian dengan judul “
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH MEDIA D ENGAN
TINGKAT KEJAHATAN DI KOTAMADYA JOGJAKARTA DAN
UPAYA
REGULAS I
HUKUM
PIDANA
UNTUK
MENGENDALIKANNYA”. Karena persepsi masyarakat adalah merupakan
representasi apa yang dipikirkan dan dipahami oleh masyarakat terhadap
pengaruh pemberitaan di media massa dengan tingkat kejahatan khususnya di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga di massa yang akan datang
diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak -pihak terkait dalam
memperbaiki asas manfaat media massa. Pandangan masyarakat menjadi
bagian penting dalam perubahan kebijakan -kebijakan dalam pengaturan media
massa.
13
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan dalam
mempermudah penulis dalam membahas masalah yang diteliti. Dengan
melihat latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pandangan masyarakat mengenai pengaruh media terhadap
tingkat kejahatan ?
2. Jenis-jenis tayangan dalam media elektronik apa sajakah yang menurut
persepsi masyarakat berpengaruh terhadap tingkat kejahatan ?
3. Bagaimana regulasi hukum pidana yang i deal menurut persepsi
masyarakat untuk menekan kriminalitas yang t erjadi akibat publikasi
media ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas agar
penelitian mempunyai arah yang pasti serta hasil yang diperoleh dari
penelitian sesuai yang diharapkan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagi
berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan masyarakat mengenai
pengaruh media terhadap tingkat kejahatan.
14
2. Untuk mengetahui berbagai bentuk tayangan media yang berpengaruh
terhadap tingkat kejahatan menurut persepsi masyarakat.
3. Untuk mengetahui bagaimana regulasi hukum pidana yang ideal untuk
menekan kriminalitas yang terjadi akibat publikasi media.
D. Tinjauan Pustaka
Hak setiap warga negara dalam berkomunikasi diakui da n dijamin oleh
negara melalui konstitusinya sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan
sepenuhnya. Dengan catatan hak tersebut dilakukan tanpa merugikan atau
mencederai pihak lain. Bilamana hak tersebut dalam penerapannya ternyata
menimbulkan kerugian terhada p pihak lain maka dapat menimbulkan suatu
kekacauan didalam kehidupan be rmasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam melaksanakan haknya, setiap orang juga berkewajiban untuk
memperhatikan hak yang sama yang dimiliki oleh orang lain. Termasuk
dalam hal berkomuniksasi. Berbicara masalah komunikasi sendiri, kita tidak
dapat hanya menekankan pada media cetak dalam bentuk koran, majalah
ataupun tabloid saja melainkan juga berbagai macam media elektronik seperti
televisi, radio maupun internet. Tidak dapat disang kal mungkin dimasa yang
akan datang akan muncul sebuah bentuk media baru.
Setiap manusia pada hakekatnya sangat membutuhkan komunikasi, hal
ini dikarenakan manusia memiliki sifat untuk saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya. Jika tidak menggunakan komunikasi antar sesamanya,
maka manusia itu akan terisolasi dari dunia luar yang semakin canggih dan
15
modern. Kebutuhan untuk komunikasi ini didasarkan pada dua hal yaitu
kebutuhan untuk melangsungkan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Di Indonesia sendiri telah ada beberapa peraturan perundang -undangan
yang mengatur media massa sesuai dengan bentuk -bentuknya. Seperti yang
tertuang dalam undang-undang tentang UU no : 40 tahun 1999 tentang pers
pasal 5 angka 1 yang berbunyi “ pers nasional berkewajiban memberikan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma -norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. “18. Pasal tersebut
dapat berarti bahwa setiap pihak yang mempunyai hak sebagai lemb aga pers
nasional dalam menerbitkan beritanya tidak diperbolehkan melanggar norma norma tiap agama yang hidup dan berkembang didalam negara ataupun nilainilai kesusilaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia ini. Selain itu
lembaga pers nasional juga h arus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah
( presumption of innocent ). Di Indonesia ini kebebasan pers sangatlah
dihargai dan dihormati, sebagai tuntutan aspirasi dari masyarakat sendiri
dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 sebagai dasar dan pe doman
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Republik
Indonesia ini.
Undang-undang no : 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi pasal 21 yang
berbunyi “ penyelenggara telekomunikasi dilarang
18
. Undang-undang no : 40 tahun 1999 tentang pers pasal 5 angka 1.
melakukan kegiatan
16
usaha
penyelenggaraan
telekomunikasi
yang
bertentangan
denga n
kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, serta ketertiban umum. ”19 Yang
dapat diartikan secara bebas adalah setiap penyelenggara telekomunikasi tidak
diperkenankan untuk melanggar kepentingan umum, kesusilaan, ke amanan
serta ketertiban umum. Atau dengan kata lain kebebasan yang dewasa dan
bertanggung jawab. Agar segala bentuk media telekomunikasi tidak disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencederai dan merugikan pihak
lain.
Hal yang sedikit banyak sam a maknanya diatur juga dalam undang undang no : 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 3 yang berbunyi “
penyiaraan diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh intregrasi
nasional, terbinanya watak dan jatidiri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam
rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera
serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia . “20 Berarti juga bahwa
segala jenis penyiaraan di Indonesia wajib mengandung hal positif yang dapat
turut serta membangun mental masyarakat Indonesia menuju keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa memecah belah kerukunan
yang ada didalam masyarakat sehingga berperan dalam mencerdaskan seluruh
masyarakat Indonesia dan menunjang pembangunan penyiaran itu sendiri .
19
20
. Undang-undang no : 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi pasal 21.
. Undang-undang no : 32 tahun 2002 tentang penyiaraan pasal 4.
17
Sedangkan pasal 36 masih dalam undang-undang yang sama angka (5 )
berbunyi “isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan
atau bohong. Mempertontonkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,
penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang dan mempertentangkan suku
agama ras dan antar golongan.” Dan angka (6) berbunyi “ isi siaraan
dilarang memperolok, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan
nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia atau merusak hubungan
internasional.” 21
Undang-undang no : 33 tahun 2009 tentang film pasal 3 menyebutkan
bahwa perfilman di Indonesia h arus diarahkan kepada ; terbinanya akhlak
mulia, terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa, terpeliharanya kesatuan
dan
kesatuan
bangsa,
meningkatkan
harkat
dan
martabat
bangsa,
berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa, dikenalnya budaya bangsa
oleh dunia internasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan
berkembangnya film berbasisi budaya yang hidup dan berkelanjutan. 22
Meskipun telah diatur dalam beberapa peraturan perundang -undangan
seperti diatas, tetap saja banyak penyalahgunaan media massa dan efeknya di
tengah-tengah masyarakat kita beserta akibat negatif yang ditimbulkannya.
Karena undang-undang hanyalah buatan ma nusia semata yang tentu saja jauh
dari kata sempurna. Hukum dan segala peraturan perundang -undangannya
21
22
. Ibid, pasal 36 angka (5) dan (6).
. Undang-undang no : 33 tahun 2009 pasal 3.
18
sebagai produk manusia selalu tertinggal dari peristiwanya, karena itu selalu
ada perubahan dan perbaikan disana -sini sesuai dengan kemajuan zaman.
Itulah proses yang harus dilewati untuk menuju masyarakat yang teratur,
aman, adil dan sejahtera, sesuai dengan tujuan dari para pendiri bangsa ini
ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajah.
Media massa sebagai alat komunikasi massa da pat juga digunakan sebagai
agen sosialisasi mempunyai kemungkinan dan pros es bagaimana terjadinya
percontohan
terhadap apa yang disaksikan maupun diperoleh para
penikmatnya dapat dipelajari melalui beberapa teori :
1. Teori peniruan atau imitasi , adalah suatu proses kognisi untuk
melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh
model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan
pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari
rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan
motorik. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi
karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman
terhadap pemikiran orang lain 23. Misalnya imitasi seorang anak
laki-laki untuk menjadi seorang atlet gulat gaya bebas setelah si
anak menonton acara world wrestling federation (WWF) Smack
Down di salah satu stasiun televisi swasta. Setelah si anak
23
. Teori imitasi, terdapat dalam http // www.wikipedia.com,wikipedia bahasa Indonesia ,
ensiklopedi bebas, diakses pada 21 Februari 2009.
19
menonton acara tersebut tanpa panduan orang dewasa yang dapat
memberikan pengertian secara rasional, maka si anak akan
menerapkannya terhadap orang-orang disekitarnya terutama teman
sepermainannya. Karena yang diimitasi salah dan tanpa panduan
dari orang yang lebih dewasa secara rasional maka si anak akan
menelan mentah-mentah apa yang telah ditontonnya tersebut.
2. Teori identifikasi diri, yaitu berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun
secara batiniah 24. Misalnya, identifikasi seorang anak laki -laki
untuk menjadi sama dengan ayahnya. Proses identifikasi ini mula mula terjadi secara tidak sadar kemudian berlangsung secara
irrasionil atau tidak diperhitungak an secara rasional. Perbedaan
antara imitasi dan identifikasi diri terletak pada tingkat hubungan
antara peniru dengan panutannya. Bila pada imitasi tingkat
hubungan
antara
peniru
dan
panut annya
adalah
sebatas
memperhatikan saja. Sedangkan pada identifikasi diri hu bungan
antara peniru dan panutannya cukup dekat bahkan saling mengenal
antara satu dengan yang lain.
3. Teori social learning atau pembelajaran sosial, yaitu menekankan
bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara
respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori
24
. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 63.
20
ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil
belajar melalui pengamatan atas tingkah laku individu -individu
lain yang menjadi model. Teori belajar sosial ini menjelaskan
bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses
pengamatan, dimana orang belajar melalui observasi atau
pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau
orang yang dianggap memiliki nilai lebih dari orang lainnya.
Istilah yang terkenal dalam teori belajar so sial adalah modeling
atau peniruan 25.
Persepsi sendiri dapat didefinisikan sebagai proses yang digunakan untuk
menginterprestasikan data sensoris. Data sensoris sampai pada penikmat
media massa melalui lima indera dalam tubuh manusia normal , yaitu indera
pendengaran, indera penciuman, indera penglihatan, indera perasa, dan indera
peraba. Ada dua jenis pengaruh dalam persepsi yaitu 26 pengaruh struktural
dan pengaruh fungsional. Pengaruh st ruktural pada persepsi berasal dari
aspek-aspek fisik rangsangan yang terpapar pada penikmat media massa.
Pemberitaan media massa, baik ataupun buruk, akan tersampaikan kepada
masyarakat penikmat media massa sebagai sebuah pesan yang diterima oleh
otak. Pesan inilah yang kemudian menjadi persepsi. P engaruh fungsional
25
. Verdi’s Journal, Social Learning Theory, terdapat dalam http // www.google.com, diakses pada
21 Februari 2009.
26
. Heriyanto, Menakar Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi di Kepolisian, terdapat dalam http
// www.google.com, diakses pada 21 Februari 2009.
21
merupakan faktor-faktor psikologis yang mempengaruh i persepsi, dan karena
itu
membawa
pula
subyektivitas
kedalam
proses
penilaian.
Bagaimana persepsi terbentuk tidaklah dalam waktu yan g singkat.
Melainkan dalam waktu yang relatif lama, tergantung pada tingkat
kedewasaan dan intelegensi
masyarakat sebagai obyek penikmat
media
massa. Terbangun dalam proses persinggungan antara media massa dan
masyarakat sebagai penikmat media massa dala m kehidupan sehari-hari. Bila
suatu individu dalam masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
menikmati kabar yang tertuang dalam media massa , maka waktu untuk
membentuk persepsi tersebut semakin singkat. Sejalan dengan hal tersebut
adalah jika individu sebagai obyek dari media massa tersebut tidak di karuniai
dengan tingkat kedewasaan dalam berpikir kritis dan intelegensi yang
memadai pula maka persepsi yang terbentuk akan memakan waktu yang
relatif singkat. Bukan hanya frekuensi atau waktu yang di habiskan penikmat
media massa yang mempunyai efek lebih besar, tetapi ternyata isi dari media
massa yang bersangkutan lebih berperan 27 dalam membentuk persepsi
masyarakat.
Media massa memiliki beberapa efek yang secara garis besar dapat
digolongkan dalam dua jenis, yaitu; pertama efek media yang terencana 28
yaitu efek media massa yang dapat direncanakan bisa terjadi dalam waktu
27
28
. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm 274.
. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, cetakan pertama, Kencana, Jakarta, 2006, hlm 317.
22
yang pendek atau waktu yang cepat, tetapi juga bisa terjadi dalam waktu yang
lama. Efek media massa yang dapat direncanakan da n terjadi dalam waktu
yang cepat yaitu seperti propoganda, respon individu, kampanye media, news
learning, pembingkaian berita dan agenda seting. Sedangkan efek media yang
terjadi dalam waktu yang lama seperti terjadi dalam penyebaran gagasan gagasan difusi inovasi terhadap hal-hal baru di masyarakat. Sebuah difusi
inovasi yang baik di masyarakat akan dengan mudah mendapat penerimaan
masyarakat, karena itu dalam waktu yang lama, media dapat menyebarkan
difusi inovasi kepada seluruh lapisan masyarakat .
Yang kedua adalah efek media yang tidak terencana 29, yang dapat
berlangsung dalam dua tipologi. Yaitu terjadi dalam waktu yang cepat dan
terjadi dalam waktu yang lama. Yang terjadi dalam waktu yang cepat
merupakan tindakan reaksional terhadap pemberitaan
yang tiba-tiba
mengagetkan masyarakat. Pemberitaan macam ini tanpa disadari media akan
menimbulkan reaksi individu yang merasa dirugikan, akan reaksi kelompok
yang merasa dicemarkan, bahkan bisa memicu tindakan -tindakan kekerasan.
Sedangkan yang terjadi dalam waktu yang lama
seperti halnya dalam
pemberitaan media massa tentang kekerasan dan kriminal seperti Derap
Hukum, Tikam, Patroli dan sebagainya. Sekilas dalam waktu pendek tak
bermasalah, orang yang menonton acara itu tidak langsung melakukan
tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilihatnya di televisi atau media
29
. Ibid, hlm 318.
23
massa lain. Namun dalam waktu yang lama, tanpa disadarinya, acara -acara
macam itu akan menciptakan “jalan keluar’ yang tak dikehendaki oleh dirinya
sendiri, apabila ia mengalami masalah yang s ama dengan apa yang dilihatnya
di televisi. Jadi efek media ini telah menciptakan “peta analog” mengenai
jalan keluar dari masalah yang akan dihadapi di waktu yang akan datang. Jadi
dalam waktu yang lama sama efek -efek media massa ini sulit dikendalikan
oleh media itu sendiri, atau bahkan tak terkendali sama sekali. Namun efek itu
telah merusak kontrol sosial, sistem -sistem sosial, sistem budaya, pandangan
hidup dan konsep realitas orang, sampai dengan
gagasan -gagasan
menciptakan budaya-budaya baru yang merusak peradaban umat manusia.
Media massa sebagai agen of change dapat membawa perubahan sosial
kedalam suatu tatanan kehidupan dimasyarakat tertentu. Perubahan sosial
adalah 30 proses sosial yang dialami oleh semua anggota masarakat serta
semua unsur-unsur budaya dan sistem -sistem sosial, dimana semua tingkat
kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur -unsur
eksternal meninggalkan pola -pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang
baru. Perubahan sosial terjadi ketika ada ketersedi aan anggota masyarakat
untuk meninggalkan unsur -unsur budaya dan sistem sosial lama dan beralih
menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Unsur -unsur
budaya dan sistem sosial yang baru ini dapat dibawa oleh media massa
sebagai agen of change, terlepas dari baik ataupun buruk pengaruh yang
30
. Ibid, hlm 91.
24
dibawanya, dari suatu masyarakat dengan berbagai macam peradabannya
kepada suatu masyarakat lain yang sebelumnya tidak mengenalnya. Karena
media massa tidak mengenal segala keterbatasan jarak, tempat dan geografi
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Waktu yang diperlukan oleh
media untuk menyampaikan isinya relatif singkat sekaligus dapat menjangkau
khalayak ramai dalam waktu nyaris serentak, sebagai suatu kelebihan media
massa dibandingkan alat kom unikasi lainnya.
Media massa selain sebagai agent of change ternyata juga berwajah ganda
karena disisi lainnya media massa memiliki peran sebagai agen perusak yang
miskin nilai edukasi dan kemanusiaan serta pemicu masalah -masalah sosial di
masyarakat saat ini dengan cara menjadi corong provokasi hal -hal
materelialistis, hedonisme, seks, konsumerisme, kekerasan, sekulerisme dan
lain sebagainya. Beberapa contoh isi media massa yang dapat menimbulkan
akibat dari perannya sebagai agen perusak adal ah; yang berkaitan dengan
mistisme dan tahayul baik berupa pemberitaan di media cetak maupun
tayangan berita dan sinetron di media elektronik. Kebutuhan masyarakat
terhadap hiburan semacam ini adalah sebuah petualangan batin masyarakat
untuk menjawab rasa ingin t ahu mereka terhadap dunia lain, dunia mistik
yang tak terjawab itu 31. Dengan kata lain keinginan mengetahui dunia lain
sebagai sifat petualangan manusia, atau sebuah tantangan lain, menjadi
pendorong utama masyarakat menyukai tayangan mistik. Akibat dari ta yangan
31
. Ibid, hlm 327.
25
ini bagi masyarakat adalah dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dengan
perilaku-perilaku buruk yang ada dalam tayangan tersebut. Berupa pemujaan
berlebihan kepada patung
atau benda yang dianggap memiliki kekuatan
magis. Lebih jauh lagi bila terny ata diikuti dengan sikap ingin memiliki benda
tersebut, apalagi dengan cara melakukan perusakan atau penghancuran seperti
yang diatur dalam pasal 406 KUHP 32 atau bahkan pencurian atas barang milik
orang lain seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHP 33.
Selanjutnya adalah media massa yang berisi pornomedia 34 yaitu meliputi
pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi. Atau realitas porno yang
diciptakan oleh media yang dimuat dimedia cetak maupun elektronik sebagai
kecenderungan
media
massa
dalam
pemb eritaannya
yang
biasanya
menggunakan figur wanita sebagai objeknya sehingga dapat menimbulkan
dampak negatif terutama terhadap wanita. Karena media massa yang berisik an
hal-hal tersebut diatas memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penikmat
media yang bersangkutan untuk meniru apa yang dilihat, didengar, dibaca
maupun dirasakan dari media. Lalu diterapkan kepada kehidupannya tan pa
diimbangi realita penyaluran hasrat yang benar, sehingga dapat berakibat
32
. Mulyatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 406 angka (1) “ barangsiapa dengan
sengaja dan melawan hokum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, di ancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda pa ling banyak tiga ratus
rupiah. “
33
. Ibid, pasal 362 “ barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilik i secara melawan hokum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah.”
34
. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, cetakan pertama, Kencana, Jakarta, 2006, hlm 332.
26
berupa perbuatan pidana pelecehan seksual, pencabu lan maupun perkosaan
seperti yang diatur dalam pasal 285 -297 KUHP 35.
Berikutnya adalah pembunuhan karakter 36 yang dilakukan oleh media
massa, berupa mengadili seseorang melalui pemberitaan media massa. Modus
pemberitaan macam ini adalah media memberit akan seseorang telah
melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi dan bersifat tendensius
untuk memojokkan orang itu. Mengadili seseorang melalui media massa
adalah bentuk kekerasan terhadap orang lain, karena yang berhak menyatakan
orang itu bersalah adalah pengadilan. Seringkali pemberitaan semacam ini
lepas dari kendali media massa karena media merasa telah melakukan prinsipprinsip jurnalisme, namun kadang pula karena kualitas wartawan dan reportasi
yang tidak memadai dan memenuhi persyaratan jurnalis me, maka berkibat
buruk bagi semua pihak. Implikasinya adalah kasus pencemaran nama baik
yang diatur dalam pasal 310 KUHP 37.
Untuk mengetahui efek -efek yang dibawa oleh media massa perlu dilihat
dari teori efek komunikasi massa 38, beberapa teori efek komunikasi massa
adalah;
35
. Mulyatno, op. cit, pasal 285-297.
. Burhan Bungin, op. cit, hlm 347.
37
. Mulyatno, op. cit, pasal 310 ayat (1) “ Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau
nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu di ketahui
umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.”
38
. Burhan Bungin, op. cit, hlm 275.
36
27
1. Teori stimulus-respon, pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar
yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus
tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan
erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Prinsip stimulusrespon ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik
mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat
berpengaruh. Teori ini memandang bahwa sebuah pemberitaan media
massa diibaratkan sebagai ob at yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah audience, yang kemudian audience akan bereaksi seperti yang
diharapkan. Dalam masyarakat massa, dimana prinsip stimulus -respon
mengasumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh media dan
didistribusikan secara sistematis dan dalam skala yang luas.
2. Teori agenda setting, adalah jika media massa memberikan tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak
untuk menganggapnya penting . Jadi apa yang dianggap penting oleh
media penting juga bagi masyarakat. Oleh karena, apabila media
massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan isu yang
lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum.
3. Teori dependensi efek komunikasi massa, yang pada dasarnya
merupakan suatu pendekatan strukt ur sosial yang berangkat dari
gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat
massa), dimana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi
28
yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan
dan konflik pada tataran masya rakat, kelompok atau individu dalam
aktifitas sosial. Pemikiran terpenting dalam teori ini adalah bahwa
dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media
massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan
orientasi kepada, apa yang t erjadi dalam masyarakatnya.
4. Teori spiral of silence, atau teori kebisuan berkaitan dengan
pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Yang
menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam
suatu proses saling mempengaruhi anta ra komunikasi massa,
komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya
sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam
masyarakat. Dalam kondisi tertentu, media massa tampak membentuk
persepsi
mengenai
pendapat
yang
dominan
dan
ka renanya
mempengaruhi pendapat individu melalui cara -cara yang dijelaskan
oleh teori ini.
5. Uses and gratification atau penggunaan media untuk mendapatkan
pemenuhan
atas
kebutuhan
seseorang
bertujuan
untuk
menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi mass a dan
menjelaskan penggunaan media oleh individu atau agregasi individu.
Beberapa teori diatas memiliki peran masing -masing terhadap pengaruh
media massa terhadap tingkat kejahatan yang dilakukan oleh para penikmat
29
media massa yang bersangkutan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa selain
teori-teori tersebut diatas masih banyak variabel yang dapat mempengaruhi
efek media massa terhadap perilaku menyimpang masyarakat seba gai
penikmat media massa.
Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan adanya suatu tindak pidana
kejahatan dilarang dalam undang -undang yang berlaku memberikan
wewenang kepada negara untuk mengaturnya. Konsep bahwa tindak pidana
adalah melanggar kepentingan negara sebagai representasi kepentingan
publik, umumnya menjadi dasar kewen angan negara untuk menentukan,
membuat peraturan, menuntut dan menghukum seseorang yang melanggar
peraturan 39. Adanya alasan mengapa suatu perbuatan tertentu dilarang dalam
hukum pidana adalah bila masalah kriminalisasi dan dekriminalisasi atas
suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik kriminil yang dianut oleh
bangsa Indonesia, yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan atau
tidak bertentangan dengan nilai -nilai fundamental yang berlaku dalam
masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau ti dak patut dihukum
dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat 40. Menurut Barda
Nawawi 41, proses kriminalisasi harus memperhatikan berbagai aspek
pertimbangan sebagai berikut :
39
. Teguh Prasetyo, Abdul Hadi Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, 2005, hlm
40
. Ibid, hlm 41.
. Ibid, hlm 50.
26.
41
30
1. Penggunaan
hukum
pidana
harus
memperhatikan
tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.
2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan
hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki,
yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau
spiritual) atas warga masyarakat.
3. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya
dan hasil (cost and benefit principles ) juga social cost atau biaya
sosial.
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperh atikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari badan -badan penegak hukum, yaitu
jangan sampai ada kelampauan beban tugas ( overbelasting).
Dari pertimbangan tersebut diatas maka alasan kriminalisasi pada
umumnya meliputi 42 :
1. Adanya korban.
2. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan.
3. Harus berdasarkan asas ratio principles.
4. Adanya kesepakatan sosial (publikl support).
Proses depenalisasi atau dekriminilisasi dan kriminalisasi mempunyai
peranan penting untuk mengisi pembaruan hukum pidan a, tetapi perlu juga
42
. Ibid, hlm 51.
31
diperhatikan jangan sampai
terjadi
overcriminalization
karena akan
menambah beban bagi petugas peradilan pidana yang pada gilirannya dapat
mengurangi kepercayaan atau kehandalan sistem pidana itu sendiri 43
Selain itu menurut Soerjono Soekanto 44 masalah pokok dari penegakan
hukum
sebenarnya
terletak
pada
faktor -faktor
yang
mungkin
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak -pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusi a di dalam pergaulan hidup.
Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo 45 penegakkan hukum adalah suatu
proses untuk mewujudkan keinginan -keinginan hukum menjadi kenyataan.
Yang disebut sebagai keinginan -keinginan hukum disini tidak lain adalah
pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
43
. Ibid, hlm 47.
. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, 2007, hlm 8.
45
. Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakkan Hukum, Sinar Baru, Bandung, hlm 24.
44
32
peraturan-peraturan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang
dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana
penegakkan hukum itu dijalankan.
Selain masalah penegakkan hukum se perti yang diutarakan diatas, perlu
dilihat dari ilmu kriminologi mengapa seorang pelaku kriminal melakukan
tindakan kriminalnya, agar kedepan dapat dibuat suatu peraturan perundangan
yang dapat menekan aspek -aspek penyebab kejahatan dari segi pelaku.
Menurut Cesare Lombroso 46 adalah bahwa penjahat mewakili suatu tipe
keanehan atau keganjilan fisik, yang berbeda dengan non -kriminal. Lombroso
mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang
termanifestasikan dalam karakter fisik yang meref leksikan suatu bentuk awal
dari
evolusi.
Sedangkan
menurut
Sigmund
Freud 47
penemu
dari
Ipsychoanalysis, berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari “ an
overactive consience” yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih.
Freud menyebutkan bahwa m ereka yang mengalami perasaan bersalah yang
tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan
dihukum. Begitu mereka dihukum perasaan bersalah mereka akan mereda.
Lain lagi pendapat dari Emile Durkheim 48 yang berkata bahwa jika
masyarakat stabil, bagian-bagiannya beroperasi secara lancar, susunan susunan sosial berfungsi. Namun, jika bagian -bagian komponennya tertata
46
. Topo Santoso, Eva Achjani Zulva, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm 37.
. Ibid, hlm 51.
48
. Ibid, hlm 58.
47
33
dalam suatu keadaan yang membahayakan keteraturan atau ketertiban sosial,
susunan masyarakat tersebut disebut dysfunctional (tidak berfungsi). Baginya
penjelasan tentang perbuatan manusia (dan terutama perbuatan salah manusia)
tidak terletak pada diri si individu, tetapi terletak pada kelompok dan
organisasi sosial. Durkheim memperkenalkan istilah ini dengan anomie atau
hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat dari hilangnya patokan -patokan
dan nilai-nilai.
Bila beberapa teori diatas mengkaji mengapa seseorang melanggar
norma-norma, hal sebaliknya justru diungkapkan dalam teori kontrol sosial 49
dimana teori ini lebih tertarik kepada mengapa sebagian orang taat pada
norma. Para penganut teori ini menerima bahwa pencurian bisa dilakukan oleh
siapa saja, bahwa kenakalan juga bisa dilakukan siapa saja, bahwa
penyalahgunaan obat-obatan bisa dilakukan siapa saja. Pertanya annya justru,
mengapa orang menaati norma ditengah banyaknya cobaan , bujukan dan
tekanan melakukan pelanggaran norma. Jawabannya adalah bahwa anak -anak
muda dan orang dewasa mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan kekuatan pengontrol tertentu dalam ke hidupan mereka. Mereka menjadi
kriminal ketika kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau
hilang.
49
. Ibid, hlm 87.
34
Menurut Stephen Hurwitz 50 ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kriminalitas :
1. Faktor sosiologis umum, bahwa ada hubungan timbal -balik antara
faktor-faktor umum sosial polotik -ekonomi dan bangunan kebudayaan
dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan
kecil maupun besar.
2. Faktor ekonomi dan sistem ekonomi, bahwa ada hubungan langsung
antara keadaan-keadaan ekonomi dan krim inalitas, terutama mengenai
kejahatan terhadap hak milik dan pencurian.
3. Faktor mental dan agama, kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai
suatu anti-krimogenis bila dihubungkan dengan pengertian dan
perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Norma -norma
etis yang secara teratur diajarkan dalam bimbingan agama dan khusus
bersambung
pada
keyakinan
keagamaan
yang
sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan -dorongan yang kuat untuk
melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
4. Faktor bacaan, koran dan film, memilik pengaruh crimogenis yang
lebih langsung terhadap gambaran suatu kejahatan tertentu dapat
berpengaruh langsung dan suatu teknis tertentu kemudian dapat
dipraktekan oleh si pembaca.
50
. Stephen Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta, Cetakan Kedua, 1986, hlm 86.
35
Beberapa teori-teori diatas dapat memberikan gambaran mengapa
penegakkan hukum harus juga dilihat dari segi kriminologi, karena tidak
dapat dipungkiri bahwa faktor dari diri pelaku memiliki peran yang besar
dalam menentukan arah perbuatannya. Sehingga diharapkan dapat lebih
berperan dalam menekan angka krimin alitas.
E. Definisi Operasional
1. Persepsi
Persepsi dalam karya penulis ini adalah pandangan masyarakat terhadap
pengaruh media massa terhadap tingkat
kejahatan yang terjadi di
sekelilingnya. Yang dapat diakibatkan oleh pengaruh dari tayangan -tayangan
media baik cetak maupun elekronik. Media massa menyiarkan beritanya yang
kemudian dibaca, didengar, dilihat dan kemudian dirasakan oleh masyarakat
sebagai penikmat media kemudian masyarakat tersebut menafsirkan apa yang
didapatnya tadi sesuai dengan pengalam an dan imajinasinya masing-masing
untuk menciptakan sebuah gambaran yang bermakna tentang dunia dan apa
yang tengah terjadi untuk kemudian menentukan sikap dalam mengarahkan
perilakunya.
2. Masyarakat
Masyarakat sendiri dalam karya penulis ini adalah masyarakat yang
berdomisili baik permanen maupun sementara di beberapa kelurahan di satu
(1) kecamatan terpilih di Kotamadya Jogjakarta Propinsi Daerah Istimewa
36
Yogyakarta yang sangat bervariasi dan heterogen. Baik dari sisi asal usul etnis
dan daerah serta tingkat pendidikan. Masyarakat yang dijadi kan obyek
penelitian berjumlah 50 (lima puluh) orang. Yang diharapkan dapat mewakili
dan memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang dirasakan mayoritas
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta , khususnya Kotamadya Jogjakarta
mengenai pengaruh media terha dap kriminalitas yang disebabkan oleh media
massa.
3. Media Massa
Media massa dalam karya penulis adalah media massa dalam bentuk
media elektronik. Berupa media televisi dan media internet. Karen a dua media
ini dianggap sebagai media massa modern, yang merangsang lebih banyak
indera manusia.
4. Tingkat Kejahatan
Terdiri atas dua kata yaitu tingkat dan kejahatan. Tingkat adalah susunan
yang berlapis-lapis atau tinggi rendah martabat, pangkat , derajat, taraf, kelas
dan golongan. 51 Sedangkan kejahatan adalah perbuatan yang jahat, sifat yang
jahat, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang
telah disahkan menurut hukum yang tertulis. 52 Dalam karya penulis ini tingkat
kejahatan adalah tingkatan yang berlapis -lapis atau memiliki hierarki yang
jelas atas sebuah tindak kriminal yang dinilai telah melanggar peraturan
51
. Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat dalam http //www.google.co.id, diakses pada Minggu
22 Maret 2009.
52
. Ibid.
37
tertulis yang berlaku atau hukum posi tif. Media massa dianggap memiliki
kontribusi atas terjadinya kejahatan yan g berlangsung ditengah -tengah
masyarakat saat ini, tinggal diteliti lebih jauh sebesar apa pengaruh media
terhadap tingkat kejahatan tersebut.
F. Metode Penelitian
Didalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan Metode Penelitian
sebagai berikut :
a. Obyek
a.1.Pandangan masyarakat mengenai pengaruh media massa terhadap
tingkat kejahatan.
a.2.Jenis-jenis tayangan media elektronik apa yang ternyata paling
berpengaruh terhadap tingkat kejahatan menurut persepsi masyarakat.
a.3.Regulasi hukum pidana yan g ideal untuk menekan kriminalitas yang
terjadi akibat publikasi media.
Agar dapat digunakan untuk
pencegahan kejahatan di massa yang akan datang.
b. Subyek Penelitian
Subyek penelitian penulis dalam skripsi ini adalah masyarakat yang
berdomisili baik permanen maupun sementara di beberapa kelurahan di satu
(1) kecamatan Mergangsan sebagai kecamatan yang dipilih oleh penulis di
Kotamadya Jogjakarta Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan
Mergangsan dipilih karena letaknya yang strategis, bera da ditengah kota,
memiliki beberapa sekolah dari sekolah dasar samapi perguruan tinggi.
38
Banyaknya sekolah dan perguruan tinggi menyebabkan perkembangan
masyarakat dan media massanya dapat digolongkan sebagai yang maju. Hal
ini dapat tergambar dengan, sebag ai contoh banyaknya warung internet
sebagai penunjang akan kebutuhan akan media massa.
b.1. Populasi
Populasi adalah ruang lingkup atau besaran karakteristik dari
seluruh obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian adalah
masyarakat yang berdomisili baik permanen maupun sementara di
beberapa kelurahan di satu (1) kecamatan
Mergangsan untuk
dijadikan sampel di Kotamadya Jogjakarta Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
b.2. Sampel
Sample yang digunakan diambil dengan cara acak. Sampel
adalah besaran karakteristik tertentu dari sebagian populasi yang
memiliki karakteristik sama dengan populasi. Samp el penelitian ini
adalah lima puluh (50) masyarakat yang berdomisili baik permanen
maupun sementara dengan tingkat pendidikan bervariasi mulai dari
(SD) atau sederajat sebanyak 8 % atau sebanyak 4 responden, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat sebesar 6 % atau 3
responden, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau yang setaraf
sebesar 38 % atau 19 responden, Diploma III sebesar 8 % atau
39
sebanyak 4 responden dan tingkat sarjana baik Strata I, maupun Strata
II sebesar 40 % atau sebanyak 20 responden.
b.Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari :
i. Data primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari
subjek penelitian berupa hasil angket (kuisioner).
ii. Data sekunder, yakni data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui studi kepustakaan dan dokumen.
c. Teknik Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian kali ini diperoleh penulis melalui metode
pengumpulan data menggunakan kuisioner. Kuisioner adalah memberikan
pertanyaan mengenai masalah yang di teliti dengan daftar pertanyaan kepada
pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Alternatif jawaban
tersebut merupakan suatu pertanyaan atau penilaian. Kuisioner diserahkan
langsung kepada responden dan diberikan langsung setelah diisi lengkap
kepada peneliti.
Sedangkan data sekunder diperoleh peneliti melalui :

Studi kepustakaan, yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai
peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian.
40
d. Pendekatan yang Digunakan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan :

Pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan dari sudut pandang persepsi
masyarakat.
e. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif kemudian
dianalisis secara kuantitatif , dengan langkah -langkah sebagai berikut :

Editing yaitu meneliti data yang diperoleh dilapangan untuk
mengetahui
atau
menjamin
apakah
sudah
dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan dan membetulkan
apakah ada data yang keliru dan menambah bila ada data yang kurang.

Coding adalah mengkatagorisasikan data dengan memberikan kode
atau symbol untuk dapat ditabula sikan.

Tabulasi adalah kegiatan untuk memindahkan data dari daftar
pertanyaan kedalam bentuk table.

Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan
temuan-temuan penelitian dilapangan dengan perspektif atau sudut
pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk table -tabel.
Kegiatan
analisis
ini
merupakan
proses
untuk
merumuskan
kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penelitian yang diajukan.
41
Analisis data menggunakan software SPSS untuk membantu
pengolahan, perhitungan dan analisis data secara statistik.
Download