Politik luar negeri Republik Indonesia merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hubungannya dengan dunia internasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa. Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa "... kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan ..." Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa "... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ..." Para pemikir Indonesia seperti Hatta, Sjahrir dan Wilopo mencetusan sebuah gagasan bahwa Indonesia memilih politik luar negeri yang independen (bebas) dan diikuti dengan peran aktif dalam mewujudkan ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Di samping itu, dengan telah disahkannya Undang--undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri tanggal 14 September 1999, maka Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri RI selalu merujuk pada ketentuan-ketentuan termaksud dalam UU tersebut." Indonesia pada jaman pemerintahan Soekarno tidak ingin mencari masalah dengan negara-negara di dunia karena pada saat itu keadaan di Indonesia yang baru merdeka masih rentan terhadap serangan dari luar. Oleh karena itu, presiden kita menetapkan kebijakan politik luar negeri bebas aktif, yang berarti : Bebas dan tidak memihak blok barat dan blok timur dan aktif dengan ikut menjaga perdamaian dunia. Karena apabila dalam politik luar negeri, ada 2 negara yang saling bermusuhan. Jika kita membela negara A, maka secara otomatis kita juga bermusuhan dengan negara B dan hal inilah yang tidak diinginkan presiden kita. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara 3882); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara 4012); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara 4286); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5. Tambahan Lembaran Negara 4355); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 4421); Tujuan pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain: 1. Menjalankan politik damai 2. Sahabat dengan segala bangsa 3. Saling menghormati dan tidak mencampuri urusan dalam negara lain 4. Terus berusaha ikut mewujudkan keadilan sosial Internasional dengan berpedoman pada Piagam PBB 5. Mempertahankan kemerdekaan Bangsa dan menjaga keselamatan Negara 6. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat apabila barang tersebut belum bias doproduksi di dalam negeri 7. Meningkatkan perdamaian Internasional karena hanya daam keadaan damai, Indonesia dapat membangun dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat 8. Meningkatkan kemakmuran segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang tersimpul di dalam Pncasila sebagai dasar falsafah Negara RI. Pada dasarnya prinsip dari politk luar negeri Indonesia yang bebas aktif berlandaskan Pancasila dan Konstitusional UUD 1945. Pada dasarnya setiap prinsip politik luar negeri Indonesia di buat melihat unsur penting yaitu kepentingan nasional atau national interest. Bukanhanya Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia. Selain komitmen pada kepentingan nasioanal (national interest), politik luar RI juga tetap mengedepankan perinsip dasar bangsa Indonesia yang anti kolonialisme. Proses pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tersebut diawali dengan penetapan kebijakan dan keputusan dengan mempertimbangkan beberapa hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal, serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal. Pada dasarnya penerapan politik luar negeri bebas-aktif tersebut harus disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis baik di tingkat global maupun regional yang sangat mempengaruhi penekanan kebijakan luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia dibentuk agar mampu mempertemukan kepentingan nasional Indonesia dengan lingkungan internasional yang selalu berubah. Jadi, tidak dapat dipungkiri perlunya polugri yang luwes dan fleksibel untuk menghadapi segala tantangan global Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri bebas aktif saat itu.