BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim & Kusufi (2012) yaitu: “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi 4 jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusidaerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan yang sah.” Menurut Undang-Undang No 33 tahun 2004, yang dimaksud dengan PAD adalah: “Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.” PAD tersebut dapat bersumber dari: 1. Pajak Daerah Ialah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut sesuai peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Jenis-jenis pajak daerah untuk Provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tersebut disebutkan : Pasal 2: a. Jenis Pajak Provinsi yang terdiri dari: 14 15 Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air Pajak Bahan Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan air permukaan b. Jenis Pajak Kabupaten/ Kota yang terdiri dari: Pajak hotel Pajak restoran Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian golongan C, Pajak parkir 2. Retribusi Daerah ; Yakni pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah. Menurut Halim (2004), “Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah”. Jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan berikut: a) Retribusi pelayanan kesehatan, b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, c) Retribusi pergantian biaya cetak KTP, 16 d) Retribusi pergantian cetak akta catatan sipil, e) Retribusi pelayanan pemakaman, f) Retribusi pelayanan pengabuan mayat, g) Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, h) Retribusi pelayanan pasar, i) Retribusi pengujian kendaraan bermotor, j) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, k) Retribusi penggantian biaya cetak peta, l) Retribusi pengujian kapal perikanan, m) Retribusi pemakaian kekayaan daerah, n) Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan, o) Retribusi jasa usaha tempat pelelangan, p) Retribusi jasa usaha terminal, q) Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, r) Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa, s) Retribusi jasa usaha penyedotan kakus, t) Retribusi jasa usaha rumah potong hewan, u) Retribusi jasa usaha pelayaran pelabuhan kapal, v) Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga, w) Retribusi jasa usaha penyebrangan diatas air, x) Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, y) Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, z) Retribusi izin mendirikan bangunan, 17 aa) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, bb) Retribusi izin gangguan, cc) Retribusi izin trayek. (Halim, 2004). 3. Perusahaan Daerah Dalam hal ini laba perusahaan daerah diharapkan dapat menjadi sumber pemasukan bagi daerah. Maka dari itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat profesional dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi. 4. Lain-lain PAD yang Sah Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Lain- lain PAD yang sah antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.33 Tahun 2004, meliputi: a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b) jasa giro c) pendapatan bunga d) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e) komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Metode perhitungan Pendapatan Asli Daerah: 18 PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan + Lain-lain PAD yang sah 2.1.2 Dana Perimbangan Pengertian Dana perimbangan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 18 tentang Perimbangan antar Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan diartikan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Departemen Keuangan, 2004). Pendapatan yang termasuk ke dalam Dana Perimbangan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antar Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu : 2.1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Pajak Terdiri Dari : a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dana bagi hasil PBB untuk daerah sebesar 90% dengan rincian sebagai berikut : 1. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan 2. 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan 19 3. 9% untuk biaya pemungutan Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut : 1. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota 2. 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten da/atau kota yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dengan rincian sebagai berikut : 1. 16% untuk provinsi yang bersangkutan 2. 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 Dana Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan 20 Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dengan rincian sebagai berikut : 1. 60% untuk kabupaten atau kota 2. 40% untuk provinsi 2.1.2.2 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Terdiri Dari : a. Sektor Kehutanan Penerimaan kehutanan yang berasal dari Penerima Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. Penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan dana sebesar 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. b. Sektor Pertambangan Umum Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. c. Sektor Pertambangan Minyak Bumi Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan 21 perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,5%% untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk daerah. d. Sektor Pertambangan Gas Bumi Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah pusat dan 30,5% untuk daerah. e. Sektor Perikanan Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional, dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. f. Sektor Pertambangan Panas Bumi Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. 2.1.2.3 Dana Alokasi Umum Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan bahwa: “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka 22 pelaksanaan desentralisasi.” Dalam pengaturan keuangan menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 adalah provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke Kabupaten dan Kota yang disebut dengan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Umum adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia (Kuncoro, 2004). Kebijakan Dana Alokasi Umum merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovernmental transfer) berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Tujuan DAU disamping untuk mendukung 23 sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan kemampuan keuangan pemerintah daerah (Saragih, 2003). DAU dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU yang berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota masing-masing sebesar 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen) dari besaran DAU secara nasional. Metode perhitungan menurut UU No. 33 Tahun 2004 sebagai berikut : DAU = AD + CF Keterangan : DAU artinya alokasi DAU per daerah AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar CF = alokasi DAU berdasar Celah Fiskal 2.1.2.4 Dana Alokasi Khusus Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan, untuk membantu kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai sarana 24 dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu, untuk mendorong percepatan pembangunan daerah, seperti di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi dan air bersih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintah daerah, serta lingkungan hidup. Berbeda dengan Dana Bagi Hasil dan DAU, kewenangan dalam pengalokasian DAK relatif terbatas karena dana tersebut pada dasarnya dikaitkan dengan pembiayaan kegiatan tertentu. Dana tersebut dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan rumus DAU, serta pembiayaan proyek yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lambat 2 minggu setelah Undang-Undang APBN ditetapkan. Petunjuk teknis penggunaan DAK ditetapkan paling lambat 2 minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh menteri keuangan. Daerah penerimaan DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD. Penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan DAK. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan administrasi, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. Metode perhitungan menurut Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: 1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan 2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah. 25 Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut: 1) Kriteria Umum Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini: Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD Keterangan: PAD = Pendapatan Asli Daerah APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah 26 Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK ditentukan dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan, seperti DBH, dan DAU. 2) Kriteria Khusus Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu: a) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil. b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK. 3) Kriteria Teknis Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK 27 di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni:8 a) Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan; b) Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan; c) Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum; d) Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri; e) Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan; f) Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian; g) Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup; h) Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional; i) Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan; j) Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan k) Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan. 2.1.3 Belanja Modal Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 28 2006 pasal 53 ayat (1): “Belanja Modal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan asset tetap lainnya.” Sedangkan menurut Halim (2004) pengertian Belanja Modal yaitu: “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.” Kementrian Keuangan (2012) telah menjelaskan pengertian Belanja Modal menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) bahwa: “Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.” Dalam SAP, belanja modal dapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu: 1 . Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 29 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan untuk pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan 30 pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Metode perhitungan Belanja Modal: Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan + Belanja Aset Tetap Lainnya 2.2 No Review Penelitian Terdahulu Penelitian (tahun) Judul Metode Penelitian Hasil Sama/Beda dengan Penelitian Sekakang 31 1 Mawarni, Daranis, Syurkiy Abdullah (2013). Pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal serta dampaknya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah pada Kab/Kota di Aceh. Metode yang digunakan adalah metode analisis jalur (Perluasan dari analisis regresi linier berganda). 2 Lilis Setyowati & Yohana Kus Suparwati (2012). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Metode yang digunakan adalah metode analisis jalur. Secara simultan PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Sedangkan secara parsial PAD berpengaruh positif sementara DAU berpengaruh negatif terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di PAD Provinsi dan Aceh. DAU terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Beda dengan penelitian sekarang adalah bedanya tempat penelitian dan variabel Y. Dalam penelitian tersebut terdapat 2 variable Y sedangkan yang akan di teliti hanya 1 variable Y. Bedanya dengan penelitian sekarang adalah bedanya jumlah variable, tempat 32 3 Pengalokasian Belanja Modal sebagai Variable Intervening di Kab/Kota Jawa Tengah. Iin Indarti & Pengaruh Sugiartiana Pertumbuhan (2012) Ekonomi (PDRB), PAD, DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal di Kota Semarang Periode 20052009. Metode yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda. Pengalokasian Belanja Modal. penelitian, dan tahun penelitian. PAD tidak berpengaruh positif terhadap alokasi anggaran Belanja Modal di Kota Semarang karena potensi daerah yang kurang maksimal di Kota Semarang. Dan DAU berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap alokasi anggaran Belanja Modal di Kota Semarang karena dana transfer ini diperlukan dalam pembangunan daerah. Bedanya dengan penelitian sekarang adalah jumlah variable X dan tempat penelitian. 33 4 2.3 Darwanto & Pengaruh Yulia Pertumbuhan Yustikasari Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Metode yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda. PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Bedanya dengan penelitian sekarang adalah jumlah variable X dan tempat penelitian. Kerangka Pemikiran Mardiasmo (2007) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Menurut Undang-Undang No 17 tahun 2003 APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Departemen Keuangan, 2003). Dalam Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah 34 yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada pasal 3, disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi (Departemen Keuangan, 2004). Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan bagian daerah dari bagi hasil pajak pusat. Masing-masing dana perimbangan memiliki fungsi berbeda-beda, yaitu bahwa dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal anatara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. Dana alokasi umum berperan sebagai pemerata fiskal antar daerah di Indonesia dan Dana Alokasi Khusus Berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat (Saragih, 2003). Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif (Departemen Keuangan, 2007). Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode 35 akuntansi. Belanja modal termasuk, belanja tanah; belanja peralatan dan mesin; belanja modal gedung dan bangunan; belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya (Halim & Kusufi, 2012). 2.3.1 Hubungan Pendapatan Asli daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2), dan Dana Alokasi Khusus (X3) dengan Belanja Modal (Y) Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tentang programprogram apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran (Mardiasmo, 2007). Sesuai dengan PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Artinya belanja langsung akan mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan pendapatan yang diterima yang berasal dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Dilihat berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya maka, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan sebagai bagian dari Pendapatan Daerah akan secara bersama-sama mempengaruhi besarnya belanja daerah, apabila Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan 36 mengalami perubahan kenaikan atau penurunan maka dalam penelitian ini yaitu belanja langsung yang merupakan bagian dari belanja daerah akan mengalami perubahan kenaikan atau penurunan. Berdasarkan kerangka teoritis, paradigma konseptual penelitian dan hipotesis adalah sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Belanja Modal Dana Alokasi Khusus Gambar 2.1 Paradigma Konseptual Penelitian 2.3.2 Hubungan Pendapatan Asli Daerah (X1) dengan Belanja Modal (Y) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah 37 pusat. Sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya (Ebit, Darwanis, Jalaluddin, 2012). PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004). Sesuai dengan PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Artinya, disetiap penyusunan APBD, jika Pemda akan mengalokasikan belanja langsung maka harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan PAD yang diterima. Studi tentang pengaruh pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah sudah banyak dilakukan, berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka, pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi (Indah, 38 2010:70). Hasil penelitian lain yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (Edwin, 2013:80). Penelitian yang lainnya juga menunjukkan bahwa, Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh signifikan terhadap belanja langsung (Luski, 2013:123). Melihat menunjukan teori dan beberapa bahwa Pendapatan hasil Asli penelitian Daerah diatas (PAD) telah merupakan, sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan menunjukan tingkat Asli Daerah ini kemandirian suatu sekaligus dapat daerah. Semakin banyak Pendapatan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan kerangka teoritis, paradigma konseptual penelitian dan hipotesis adalah sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal Gambar 2.2 Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal 39 2.3.3 Hubungan Dana Alokasi Umum (X2) dengan Belanja Modal (Y) Menurut Legrenzi dan Milas (2001) yang dikutip oleh Maimunah (2006:4) yaitu : Dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan dengan transfer yang diterima. Sesuai dengan PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Artinya, disetiap penyusunan APBD, jika Pemda akan mengalokasikan belanja langsung maka harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan Dana Perimbangan yang diterima. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, Dana Alokasi Umum berpengaruh Pemerintah positif terhadap alokasi belanja daerah. Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi (Indah, 2010:70). Penelitian lain juga menunjukan bahwa, Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (Setyowati & Suparwati, 2012). 40 Selain itu ada penelitian lain juga yang menunjukan bahwa, Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (Mawarni dkk, 2013). Melihat teori dan beberapa hasil penelitian diatas telah menujukan bahwa, Dana Alokasi Umum yang merupakan bagian dari Dana Perimbangan memiliki pengaruh pada besarnya belanja pemerintah daerah, dan Dana Alokasi Umum ini sekaligus dapat menunjukan tiknkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang didapat maka menunjukan, semakin tergantung Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut tidak mampu untuk mandiri, dan begitu sebaliknya. Berdasarkan kerangka teoritis, paradigma konseptual penelitian dan hipotesis adalah sebagai berikut: Dana Alokasi Umum Belanja Modal Gambar 2.3 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal 2.3.4 Hubungan Dana Alokasi Khusus (X3) dengan Belanja Modal (Y) Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari Dana perimbangan yang menjadi sumber pendapatan Daerah berdasarkan Undang-Undanng No. 33 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Dana Alokasi Khusus diartikan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan 41 khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN (Departemen Keuangan, 2004). Studi tentang pengaruh dana perimbangan terhadap belanja daerah sudah banyak dilakukan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAK mempunyai pengaruh terhadap belanja daerah bidang pendidikan baik dengan lag maupun tanpa lag (Kristina, 2009). Penelitian lain juga menunjukan bahwa Dana Alokasi Khusu memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (Miharabi, 2013). Selain itu penelitian lain juga yang menunjukan bahwa Dana Alokasi Khusu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (Jiwatami, 2013). Melihat teori dan beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa, Dana Alokasi Khusus yang merupakan bagian dari Dana Perimbangan memiliki pengaruh pada besarnya belanja pemerintah daerah, dan Dana Alokasi Khusus ini sekaligus dapat menunjukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Dana Alokasi Khusus yang didapat maka menunjukkan, semakin tergantung Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut tidak mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan kerangka teoritis, paradigma konseptual penelitian dan hipotesis adalah sebagai berikut: Dana Alokasi Khusus Belanja Modal 42 Gambar 2.4 Hubungan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan sementara yang hendak diuji kebenarannya dengan melihat hasil analisis penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 = Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun 2010-2014 secara simultan. H2 = Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun 2010-2014. H3 = Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun 2010-2014. H4 = Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun 2010-2014. 43