EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Naskah Publikasi Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NANIK SRI KHODRIYATI 20141050004 PROGRAM STUDY MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016 LEMBAR PENGESAH Naskah Publikasi EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNA PASIEN POST KATETERISAS DI RSUP DR. SARDJITO YOG 2 3 ABSTRACT EFFECTIVENESS OF COMBINATION MUSIC TH RELAXATION TECHNIQUE TOWARD TO PATIENT WITH POST CARDIAC Nanik Sri Khodriyati ¹, Arlina Dewi², ¹Student of Nursing Master, University of Mu ²˒³Lecture of Graduate Program, Universitas M Email : naniksri72@yahoo Background: Coronary heart disease can be identified / diag This action can cause discomfort / pain. Pain management sh from pain is part of human rights. Pain can be derived using techniques. Non-pharmacological techniques include therapy breathing relaxation techniques, which proved to show the pressure and heart rate. Objective: To analyze the effectiveness of combination mu towards decreasing pain intensity to patients with post cardiac Methods: Research design was quasi experiment with p consecutive sampling approach. Total samples were 38 res intervention groups with a combination of music therapy respondents in control group with therapy of standard room Pain assessment used Numeric Rating Scale (NRS), statistic wilcoxon, independent sample t-test and mann-whitney. Results: Statistical test results of paired t test, wilcoxon sho combination of music therapy and deep breathing relaxation intensity and stabilize the vital signs to patients with post differences of each variable and SOP hospital as a control w whitney test. Results value of p value < 0.05 for pain, respirat value of p value > 0.05 and continued to mann-whitney tes with each p value > 0.05, except pain value of p value < 4 ABSTRAK EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN T TERHADAP PENURUNAN INTE PADA PASIEN POST KATETERI DI RSUP DR. SARDJITO YOG Nanik Sri Khodriyati ¹,Arlina Dewi², ¹Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas ²˒³ Dosen Program Pasca Sarjana Universitas M Email : naniksri72@yahoo Latar belakang: Penyakit Jantung Koroner dapat dikenali jantung. Tindakan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan/ny secara tepat, karena bebas dari nyeri adalah bagian dari ha menggunakan teknik farmakologi dan non farmakologi. Teknik musik dan teknik relaksasi nafas dalam. Musik dan relaksasi na menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah dan denyut ja Tujuan : Untuk menganalisis efektivitas kombinasi terapi musi penurunan intensitas nyeri pada pasien post kateterisasi jantun Metode: Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pendekatan consecutive sampling. Jumlah sampel 38 responden, t kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam dan 1 ruangan berupa teknik relaksasi nafas dalam. Penilaian nyeri analisa data menggunakan uji paired t- test, wilcoxon, independent sa Hasil: Hasil uji statistik paired t- test, wilcoxon menunjukkan p va dan teknik relaksasi nafas dalam secara signifikan dapat menuru sign pasien post kateterisasi jantung, kemudian hasil analisis per independent sample t- test dan mann-whitney p value < 0.05 untuk sistole, diastole p value > 0.05 dan dilanjutkan uji mann-whitney t dua variabel dengan masing-masing p value > 0.05, kecuali ny statistik tidak ada perbedaan kestabilan vital sign, antara kelomp untuk nyeri penurunannya signifikan. Kesimpulan: Kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi na pada pasien post kateterisasi jantung. Kata Kunci: Kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas 5 PENDAHULUAN Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi kasus terbanyak pemicu kematian di negara-negara maju, jumlah penderita penyakit ini tiap tahun semakin meningkat. Data WHO menyebutkan bahwa 17,3 juta orang diperkirakan meninggal karena kardiovaskular pada tahun 2010, mewakili 30% dari semua kematian global. Dari data kematian tersebut, diperkirakan 7,3 juta yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Smeltzer et al, 2012). Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada perempuan (Smeltzer et al, 2012). Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis (Brunner & Suddarth, 2009). PJK dapat dikenali / didiagnosis dengan beberapa cara, mulai dari teknik non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti koronografi / kateterisasi jantung (Guyton & Hall, 2007). Kateterisasi jantung merupakan tindakan prosedur diagnostik invasif dengan cara memasukkan satu atau beberapa kateter ke dalam jantung atau menentukan pembuluh darah koroner untuk saturasi oksigen dalam darah, mengetahui adanya penyumbatan dalam arteri 6 Society tahun 2003, dalam Smeltzer & Bare, (2012). Standar JCI Assessment of Patient (AOP) standar 1.7 koroner, fungsi katup dan kelainan jantung menyatakan bahwa semua pasien rawat inap dan (Brunner & Suddarth, 2009). Tindakan kateterisasi rawat jalan diskrining untuk rasa sakit dan jantung selain dilakukan assessmen nyeri. Standar JCI yang lain mempunyai fungsi yang menunjang diagnostik, yaitu Care of Patient (COP) 6.4 disebutkan bahwa yaitu: aritmia, emboli, perubahan saraf, iskemik, mewajibkan alergi dan komplikasi pembuluh darah (Aaronson pengelolaan rasa nyeri secara efektif. mempunyai beberapa risiko, &Ward, 2010). Tindakan kateterisasi jantung merupakan tindakan menimbulkan invasif berbagai yang reaksi baik akan sebelum pasien Penurunan untuk nyeri dibantu pada pasien dalam dapat diupayakan dengan mendekatkan teman atau keluarga, memberikan informasi teoritis, tindakan maupun setelah dilakukan tindakan memberikan teknik relaksasi, memberikan terapi antara lain nyeri post tindakan, peningkatan musik dan guided imagery tekanan darah ,frekuensi pernafasan dan frekuensi mengurangi nyeri (Buzatto, 2010; Apriani, 2011). nadi (Brunner & Suddarth, 2009). Tindakan Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan keperawatan yang diperlukan post kateterisasi nyeri dengan meminimalkan aktifitas simpatis jantung antara lain mengevaluasi keluhan pasien dalam sistem saraf otonom sehingga dapat mengenai rasa nyeri/ ketidaknyamanan, kebas atau mengurangi kesemutan intensitas reaksi terhadap nyeri (Tarwoto, 2011; pada ekstrimitas yang dilakukan sensasi nyeri agar pasien bisa dan mengontrol Hastuti,dkk., 2013). Mendengarkan musik yang intervensi (Brunner & Suddarth, 2009). Manajemen nyeri merupakan bagian dari sesuai dan mengatur pola nafas yang lambat secara perawatan pasien yang sangat penting. The Joint teratur memberikan efek ketenangan pada tubuh Commission of Healthcare baik secara fisik dan psikis. Apabila tubuh merasa tahun 2000, nyaman sistem kerja tubuh akan sesuai, jantung mengembangkan standar pengelolaan nyeri bagi berdenyut secara normal, transport oksigen pada institusi kesehatan dengan menyatakan bahwa sel tubuh terpenuhi, metabolisme tubuh sesuai keluhan nyeri harus dinilai pada semua pasien kebutuhan, homeostasis tubuh seimbang dan tidak karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan memicu timbulnya stresor. Kondisi ini akan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. World mengoptimalkan tubuh dalam mengatasi terjadinya Health komplikasi penyakit jantung Organization on the Accreditation (JCAHO) Organization ( WHO) tahun 2002 menyatakan bahwa bebas dari nyeri adalah bagian (Anderson, et al. 2010; Nilsson, 2008). dari hak azazi manusia. Nyeri dinyatakan sebagai Terapi musik belum diterapkan di RSUP Dr. tanda-tanda vital kelima oleh The American Pain Sardjito Yogyakarta dan belum ada standar 7 prosedur operasionalnya, demikian juga dengan area-area kombinasi antara terapi musik dan relaksasi nafas neuroendokrin. Sistem saraf otonom berisi saraf dalam. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti simpatis ingin melihat sejauh mana “kombinasi terapi memberikan rangsangan pada saraf simpatis dan musik dan teknik relaksasi nafas dalam efektif saraf parasimpatis untuk menghasilkan respon menurunkan intensitas nyeri pada pasien post relaksasi. Karakteristik respon relaksasi yang kateterisasi ditimbulkan berupa penurunan frekuensi nadi, jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Tujuan sistem dan saraf para otonom simpatis. dan Musik sistem dapat relaksasi otot dan tidur. Musik dan nyeri menganalisis mempunyai persamaan penting yaitu bahwa efektivitas kombinasi terapi musik dan relaksasi keduanya bisa digolongkan sebagai input sensor nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan output. Sensori input berarti bahwa ketika musik dan vital sign pasien post kateterisasi jantung. terdengar, sinyal dikirim keotak ketika rasa sakit Musik penelitian merupakan untuk sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri dari dirasakan (Journal of the American Association for Musik Therapist, 2011). melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya Mekanisme musik dalam perubahan tanda- (Bally et al, 2010). Musik harus didengarkan tanda minimal 15 menit supaya dapat memberikan hasil endorphin yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri katekolamin seperti epineprin dan norepineprin pascaoperasi klien (Potter dan Perry, 2005). Jenis dari medulla adrenal, penurunan hormone ini akan musik pain relief maupun natural healing yang mengurangi vasokontriksi yang diakibatkan oleh mempunyai karakteristik frekuensi 40-60 hz dan nyeri sehingga membantu memperbaiki tanda- tempo 61-80 beat/menit memenuhi kriteria tanda vital diantaranya adalah penurunan kekuatan sebagai terapi musik untuk relaksasi yang dapat kontraksi ventrikel yang dimanisfestasikan dengan digunakan untuk mengurangi nyeri minimal satu adanya kestabilan tekanan darah dan denyut hari satu kali (Perdana, A., 2016). jantung dengan hasil akhir Mekanisme musik dalam menurunkan nyeri menurut Tuner (2010), bahwa musik dihasilkan vital. Musik dan merangsang mengurangi pengeluaran pengeluaran dapat menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah dan konsumsi oksigen (Bally et al, 2010). dari stimulus yang dikirim dari akson-akson Hal-hal yang perlu diperhatikan saat serabut sensorik asenden ke neuron-neuron relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan Reticular Activating System (RAS). Stimulus ini nyaman, pikiran pasien harus tenang dan kemudian ditransmisikan oleh nuclei spesifik dari lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks thalamus melewati area-area korteks cerebral, sistem limbik dan korpus collosum serta melewati dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri 8 sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf jantun, bebat untuk menekan arteri radialis dan perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, bantal pasir untuk penekanan arteri femoralis serebri, dilepas. Pasien mengalami komplikasi berat post dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2009). kateterisasi jantung. Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan Instalasi METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah quasi Rawat Jantung (IRJAN) Sardjito Yogyakarta pada bulan RSUP Dr. Mei 2016. eksperiment dengan pre - post test with control group Variabel bebasnya yaitu kombinasi terapi musik design, dimana pada kelompok pertama diberikan dan teknik relaksasi nafas dalam. Variabel terikat perlakuan terapi musik dan relaksasi nafas dalam yaitu penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital serta terapi standar ruangan, kelompok kedua tidak sign. Instrumen yang digunakan Numeric Rating diberikan perlakuan (memakai protap rumah Scale ( NRS). Kemudian Teknik analisa data: analisa data univariat membandingkan hasil pengukuran kelompok satu untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik dan kelompok dua. Populasi dalam penelitian ini responden adalah keseluruhan pasien yang telah dilakukan pengalaman dilakukan kateterisasi jantung pada tindakan kateterisasi jantung dengan atau tanpa kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang PTCA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Teknik berbentuk angka frekuensi atau angka prosentase. sampling yang digunakan dalam penelitian ini Analisa data bivariat untuk melihat adanya adalah teknik non probability sampling dengan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel pendekatan consecutive sampling, besar sampel untuk terikat dengan menggunakan uji statistik wilcoxon kelompok intervensi 19 pasien dan kelompok dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena kontrol 19 pasien. Kriteria inklusi: pasien yang distribusi tidak normal dengan melihat pengaruh telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung skala nyeri dan respirasi serta menggunakan uji dengan atau tanpa intervensi PTCA di RSUP DR. statistik paired t-test dengan nilai signifikasi p-value ˂ Sardjito. Pasien telah kembali ke ruang rawat inap 0,05 karena distribusi normal dengan melihat setelah dari ruang kateterisasi jantung. Skala nyeri perubahan sistole, diastole, nadi, sebelum dan dengan Numerik Rating Scale ≥ 2. Pasien tidak sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan mengalami gangguan pendengaran. Pasien suka relaksasi nafas dalam. Uji mann whitney dengan nilai mendengarkan musik. Umur 25-75 tahun. Kriteria signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi tidak eksklusi: (misalnya normal untuk melihat analisis perbedaan skala gangguan mental organik, skizoprenia, retardasi nyeri dan respirasi pada kelompok intervensi dan mental, dll). Sebelum 2 jam post kateterisasi kelompok kontrol serta uji independen t-test dengan sakit/terapi standar penderita ruangan). gangguan jiwa meliputi umur, jenis kelamin, 9 nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi Sumber : Data Primer tahun 2016 normal, untuk melihat analisis perbedaan sistole, diastole, nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal untuk analisis selisih nyeri, systole, diastole, nadi, respirasi pada kelompok intervensi dan kontrol (Dahlan, 2011). Berdasarkan Tabel 4.1. menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik usia, jenis kelamin, pengalaman pernah dilakukan kateterisasi jantung HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2. Analisis Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum 1. Analisis Karakteristik Responden Analisis univariat menggambarkan meliputi umur, pada penelitian karakteristik jenis kelamin, ini responden pengalaman dilakukan kateterisasi jantung di IRJAN RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pengalaman pernah dilakukan kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Mei 2016, N=38) Variabel Usia (Mean ±SD) Jenis Kelamin (F, %) Laki-laki Perempuan Pengalaman (F, %) Satu kali Dua kali Intervensi (n=19) 55,26 ±11,04 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kontrol (n=19) 55,37±10,12 p-value 0,98 dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan pengaruh pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol Tabel 4.2 Rata rata Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Mei 2016, N=38) I n 0,49 12 7 63,2 36,8 14 5 73,7 26,3 e 0,68 16 3 84,2 15,8 15 4 78,9 21,1 t r v e Variabel Nyeri pre terapi n 19 Mean 5.26 SD ±0.806 Min 4 Mak 6 10 n s i K Nyeri post terapi 19 2.58 Sistole pre terapi 19 127.95 Sistole post terapi 19 Diastole pre terapi ±0.902 1 4 ±21.099 101 170 121.68 ±12.526 106 145 19 79.42 ±10.308 60 105 Diastole post terapi 19 76.37 ±6.994 65 90 Nadi pre terapi 19 79.32 ±12.365 60 105 Nadi post terapi 19 77.32 ±10.231 65 100 Respirasi pre terapi 19 22.26 ±2.400 20 28 Respirasi post terapi 19 19.89 ±1.243 18 22 Nyeri pre 19 4.26 ±1.195 3 6 0.021* 0.006* 0.049* 0.001** o n t r o l 0.065** Nyeri post 19 4.05 Sistole pre 19 130.21 Sistole post 19 Diastole pre ±1.268 2 6 ±20.060 102 180 129.32 ±19.672 103 181 19 75.63 ±9.622 60 90 Diastole post 19 72.47 ±8.455 60 87 Nadi pre 19 73.00 ±11.523 60 98 0.663* 0.062* 0.054* Nadi post 19 69.37 ±7.960 59 Tabel 834.2 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang Respirasi pre 19 21.32 ±1.565 untuk skala nyeri, tekanan darah sistole, 18 bermakna 24 0.676** Respirasi post 19 21.16 ±2.035 18 tekanan 24 * p ˂ 0,05 based on Paired t-test ** p ˂ 0,05 based on Wilcoxon darah diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada kelompok intervensi. Sedangkan rata-rata skala nyeri ,tekanan darh, nadi dan respirasi pada kelompok control sebelum dan sesudah mendapatkan terapi standar ruangan hasil uji statistik nilai p value ˃ 0,05 berarti tidak ada 11 pengaruh yang bermakna untuk skala nyeri, Intervensi 19 127.95 ±21.099 101 170 tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, Kontrol 19 130.21 ±20.060 102 180 frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan protap Rumah Sakit. 3. Analisis perbedaan Diastole Intervensi 19 79.42 ±10.308 60 105 Kontrol 19 75.63 ±9.622 60 90 Intervensi 19 79.32 ±12.365 60 105 Kontrol 19 73.00 ±11.523 60 98 Respirasi Intervensi 19 22.26 ±2.400 20 28 Kontrol 19 21.32 ±1.565 18 24 Nadi Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Post Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan perbedaan skala nyeri dan vital sign sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol Nyeri Intervensi 19 2.58 ±0.902 1 4 Kontrol 19 4.05 ±1.268 2 6 Sistole Intervensi 19 121.68 ±12.526 106 145 Kontrol 19 129.32 ±19.672 103 181 Diastole Intervensi 19 76.37 ±6.994 65 90 Kontrol 19 72.47 ±8.455 60 87 Intervensi 19 77.32 ±10.231 65 100 Kontrol 19 69.37 ±7.960 59 83 Respirasi Intervensi 19 19.89 1.243 18 22 Kontrol 19 21.16 2.035 18 24 Nadi Tabel 4.3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nyeri, tekanan darah systole, diastole, nadi, respirasi pre perlakuan pada kelompok intervensi dan kontrol (p value ˃ 0,05). Tabel.4.3 Rata-rata Perbedaan Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas ( Mei 2016, N=38) * p ˂ Sedangkan 0,05 based on Independent test dan respirasi rata-rata skalasample nyeri,t- nadi ** p sesudah ˂ 0,05 based on Mann whitney diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi Pre n Mean SD Nyeri Intervensi 19 5.26 ±0.806 Kontrol 19 4.26 Sistole Min Mak menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna p-value antara skala nyeri post pada kelompok intervensi 4 6 ±1.195 3 6 0.100** dan kontrol (p value ˂ 0,05). Sedangkan untuk sistole dan diastole tidak terdapat perbedaan yang 0.737* 0.249* 0.112* 0.306** 0.001** 0.162* 0.131* 0.011* 0.049** 12 bermakna post perlakuan pada kelompok kelompok kontrol (0.21±0.419). Hal ini menunjukkan terdapat selisih perubahan skala intervensi dan kontrol (p value ˃ 0,05). nyeri antara kelompok intervensi setelah diberikan 4. Analisis Selisih Skala Nyeri dan Vital Sign Sesudah kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi dalam, dan secara statistik bermakna dengan p Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan value ˂ 0,05. Sedangkan untuk selisih rata-rata Kelompok Kontrol. tekanan darah sistole, diastole, nadi, respirasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan menunjukkan tidak terdapat perubahan selisih selisih rata-rata skala nyeri dan vital sign sesudah tekanan darah (p value ˃ 0,05). pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol. PEMBAHASAN Tabel 4.4 Selisih Rata-rata Skala Nyeri dan Vital 1. Karakteristik Responden Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada responden dalam penelitian ini homogen rata- kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada rata usia responden 55,26,±11,04 untuk Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. kelompok intervensi dan 55,37±10,12 untuk Sardjito Yogyakarta (Mei 2016, N=38) kelompok Variabel menunjukkan bahwa pada usia rentang antara ±8.131 ±6.311 0.113 sesuai pendapat Kern, (2003) mengatakan 4.21 6.47 ±3.172 ±7.336 0.617 19 19 3.79 5.74 ±2.485 ±6.181 0.536 Intervensi 19 2.37 ±2.140 0.103 Kontrol 19 1.32 ±1.336 Mean 2.68 0.21 SD ±0.749 ±0.419 Sistole Intervensi Kontrol 19 19 9.32 6.05 Diastole Intervensi Kontrol 19 19 Nadi Intervensi Kontrol gangguan penyakit jantung koroner, hal ini bahwa PJK lebih sering menyerang usia dewasa tua karena pada usia dewasa tua memiliki faktor risiko yang lebih besar seperti adanya riwayat merokok, kadar kolesterol total dan LDL yang meningkat, hipertensi, DM dan faktor usia sendiri. p ˂ 0,05 based on Mann whitney Tabel ini 45 sampai dengan 65 tahun mempunyai n 19 19 Respirasi penelitian pvalue 0.001 Kelompok Intervensi Kontrol Nyeri kontrol, 4.4 menunjukkan Kejadian penyakit jantung koroner bahwa terdapat akan semakin bertambah dengan perbedaan selisih rata-rata skala nyeri pada bertambahnya usia kondisi ini diakibatkan kelompok intervensi (2.68±0.749), sedangkan karena pada tahap proses penuaan akan 13 mengubah fungsi vaskuler termasuk perubahan endotel pembuluh darah. Endotel meningkat dengan cepat dan sebanding insidensi pada laki-laki. pembuluh darah atau lapisan sel terdalam dari struktur pembuluh akan antara nyeri dengan jenis kelamin, sehingga ini meningkatkan produksi endothelin (ET) yang sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa jenis merupakan vasokostriktor kuat pada saat kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak proses berperan berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri terhadap proses terjadinya arterosklerosis (Smeltzer and Bare, 2012) dan menurut Potter & (Lewis, 2000). Perry (2005), juga mengatakan bahwa antara laki- penuaan, darah kondisi ini Dari hasil penelitian tidak ada hubungan ini Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak laki dan perempuan secara umum tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia mempunyai perbedaan yang bermakna terhadap dengan intensitas nyeri, demikian juga hasil nyeri. penelitian usia dengan vital sign tidak ada Karakteristik responden berdasarkan signifikasinya walaupun menurut teori usia juga pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi mempengaruhi tekanan darah, nadi dan kecepatan jantung sebelumnya, dalam penelitian ini sebagian pernafasan pasien (Ganong, 2001). Hal ini besar responden belum memiliki pengalaman dimungkinkan karena usia dalam penelitian ini dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebesar homogen atau setara , sehingga tidak berbeda 81,6%. Penelitian lain menunjukkan mayoritas dalam klasifikasinya. responden belum memiliki pengalaman operasi Data yang diperoleh dari responden pada sebelumnya sebesar 60% (Ayudianingsih, 2009). kedua kelompok menunjukkan 68,4% responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berjenis kelamin laki-laki dan 31,6% berjenis ada kelamin perempuan, hal ini berarti sebagian besar dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebelumnya responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil analisis atau menunjukkan dengan pengalaman intensitas nyeri pernah antara perbedaan kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal antara kelompok ini sesuai dengan penelitian lain yang mengatakan intervensi dan kelompok kontrol. Kondisi ini bahwa setiap individu belajar dari pengalaman sesuai dengan teori bahwa laki-laki lebih banyak nyeri, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan menderita penyakit jantung dibandingkan dengan individu tersebut tidak berarti bahwa individu perempuan menurut Menyar, (2009). Estrogen tersebut akan mudah menghadapi nyeri pada masa endogen bersifat protektif pada perempuan, yang akan datang (Prasetyo, 2010), dan apabila namun pernah mengalami nyeri dan tidak mampu jenis setelah tidak tidak, antara ada karakteristik bahwa hubungan kelamin menopause insidensi PJK mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi 14 atau sensasi terhadap nyeri sebagai sesuatu yang kestabilan irama pernafasan, denyut jantung dan tidak menyenangkan (Potter & Perry, 2005). tekanan darah manusia (Bally et al, 2010). Kelompok 2. penelitian menunjukkan penelitian terdapat perbedaan antara kelompok sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar. Berdasarkan penelitian Novita (2012) menyatakan penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign bahwa terdapat perbedaan antara tingkat nyeri (tekanan darah sistole, diastole, frekuensi nadi dan sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar. frekuensi respirasi) pada pasien penyakit jantung Menurut analisa peneliti bahwa pada kelompok koroner pada pre intervensi dan post intervensi, kontrol hanya dianjurkan tarik nafas dalam oleh sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perawat ruangan tanpa instruksi yang rinci seperti penurunan yang bermakna untuk skala nyeri dan yang vital sign, tetapi terdapat perubahan penurunan bermakna. Perubahan penurunan yang lebih kecil pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok intervensi membuktikan relaksasi nafas dalam membuat pasien lebih relaks dan intensitas nyeri serta vital sign lebih stabil dibandingkan hanya menggunakan protap rumah sakit yang berupa teknik relaksasi nafas dalam saja. Penelitian ini didukung oleh Turana, (2008) mengatakan bahwa musik membuat rasa tenang dan nyaman, juga dapat mengurangi kecemasan, dan membuat lebih relaks dengan memberikan efek akhir positif terhadap kestabilan tekanan darah, detak jantung, nadi dan laju nafas. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak dan berpengaruh dalam standar prosedur 3. Perbedaan Skala Nyeri Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. bahwa perlakuan dengan kombinasi terapi musik dan nyeri tercantum operasional Rumah Sakit yang ada. antara pre post pada kelompok intervensi yang kelompok kontrol yang secara statistik tidak mendapatkan tidak bermakna, sedangkan berdasarkan beberapa terjadi secara statistik bermakna maupun pre post pada yang terapi standar ruangan menunjukkan hasil yang Pengaruh Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Hasil kontrol terhadap Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan perlakuan terjadi penurunan nyeri lebih besar dibandingkan yang hanya menggunakan protap Rumah Sakit. Sebelum perlakuan kelompok intervensi skala nyerinya lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan tidak bermakna. Sesudah perlakuan, kelompok intervensi skala nyerinya lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan perbedaan tekanan darah sistole dan diastole, nadi, pernafasan antara kelompok intervensi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok 15 post skala nyeri, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi menurun karena kelompok tersebut mendapatkan teknik relaksasi nafas dalam, tetapi yang menjadi perbedaan menurunnya masingmasing variabel berbeda, karena pada kelompok intervensi mendapat perlakuan yang lebih yaitu dengan terapi musik, tetapi pada kelompok kontrol hanya mendapatkan teknik relaksasi nafas dalam saja. Penelitian yang mendukung dari penelitian ini adalah tentang pengaruh comfort technical intervention dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur (Susanti, 2014), dimana diperoleh perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Pada dasarnya beat/ketukan yg mempunyai frekuensi tertentu atau hertz akan meningkatkan menekan kerja saraf saraf simpatik parasimpatik sehingga dan dengan tertutupnya saraf simpatik respon jantung akan menurunkan denyutnya. Untuk respon emosinya berada di system limbic. Irama dengan hertz tertentu akan merangsang sistem emosi di sistem limbic lebih tenang dan lebih stabil sehingga akan meningkatkan kerja saraf parasimpatik sehingga denyutan jantung menjadi normal/stabil (Santoso, 2015). Musik dan relaksasi membuat rasa tenang dan nyaman serta membuat pasien lebih relaks dengan hasil akhir memberikan efek positif terhadap detak jantung (Suselo, 2010). 4. Selisih Skala Nyeri dan Vital sign Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat selisih yang bermakna pada nyeri, sedangkan untuk vital sign tidak terdapat selisih yang bermakna pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Perbedaan selisih dari masing-masing variabel berbeda, karena pada kelompok intervensi mendapatkan perlakuan yang lebih yaitu dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam, tetapi pada kelompok kontrol hanya sesuai dengan protap Rumah sakit yang ada. Dalam penelitian ini yang dilakukan 1 hari didapatkan hasil terjadi penurunan rata-rata intensitas nyeri pada kelompok intervensi sebesar 2,68 poin dan dibandingkan dengan kelompok kontrol secara statistik bermakna, hal ini didukung beberapa penelitian antara lain musik efektif untuk manajemen nyeri pasca operasi jantung karena terjadi penurunan intensitas nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tanpa terapi musik (Jafari, et al. , 2012). Penelitian tentang kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur yang dilakukan selama 3 hari masing-masing 20 menit didapatkan hasil terjadi penurunan intensitas nyeri sesudah dilakukan intervensi sebesar 5 poin oleh Susanti (2014). Hasil dalam penelitian ini didapatkan pada kelompok intervensi selisih sistole 9,32 poin, secara statistik tidak bermakna, untuk selisih diastole pada penelitian ini didapatkan kelompok intervensi pada 4,21 poin, secara statistik 16 tidak bermakna, selisih frekuensi nadi 3,79 poin, epineprin dan norepineprin dari medulla adrenal, secara statistik tidak bermakna, untuk selisih penurunan frekuensi respirasi pada penelitian ini didapatkan vasokontriksi yang diakibatkan oleh nyeri sehingga hasil pada kelompok intervensi 2,37 poin, secara membantu statistik tidak bermakna, menurut peneliti hal ini diantaranya adalah penurunan kekuatan kontraksi disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan ventrikel yang dimanisfestasikan dengan adanya dalam 1 hari dengan rentang 1,5 jam, sehingga kestabilan tekanan darah dan denyut jantung lama waktu intervensi juga berpengaruh sesuai dengan hasil akhir dapat menurunkan frekuensi penelitian yang dilakukan Tori (2008) bahwa nadi, tekanan darah dan konsumsi oksigen (Bally et relaksasi yang dilakukan secara teratur dan jangka al, 2010). Perbedaan nadi dan pernafasan sebelum waktu yang lama akan membantu mengendalikan dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan emosi sehingga berdampak pada sistem syaraf tidak mengalami penurunan yang signifikan. hormone ini memperbaiki akan mengurangi tanda-tanda vital otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi Penelitian relaksasi nafas dalam yang di dan pernafasan. Synder, (2002) dalam Tori (2008) lakukan oleh Anderson et al. (2010), selama 4 menyebutkan bahwa salah satu langkah dalam minggu hasil pengukuran tekanan darah setiap hari terapi musik maupun relaksasi adalah memilih menunjukkan hasil penurunan tekanan darah tempat yang tenang dan bebas dari gangguan sistolik rata-rata 11 poin dan diastolik 6 poin. Hasil orang penelitian lain. Ruangan yang tenang akan lain menurut Sebastian, (2014) memungkinkan seseorang untuk berkonsentrasi ditemukan dengan slow breathing dapat menurunkan menikmati terapi yang diberikan. Responden tekanan darah sistolik 6,7 mmHg dan tekanan dalam penelitian ini tidak berada di ruang khusus darah diastolik 4,9 mmHg dimana nilai p=0,001 < tetapi di ruang rawat inap, dimana ada yang satu α 0,05. kamar untuk 1 orang ada yang untuk 2 dan ada relaksasi nafas dalam berpengaruh menurunkan yang 3 orang serta ada dibatasi korden antar tekanan darah secara bertahap sampai ke batas pasien, ada normal sesuai dengan sistem adaptasi tubuh stimulus yang menyebabkan responden kurang (Muttaqin, 2009). Hal ini didukung hasil penelitian berkosentrasi saat intervensi. Penggunaan headset tentang kombinasi terapi musik dan slow deep juga belum 100 % menjamin responden tidak breathing mendengar suara dari luar, hal ini berdampak tidak kelompok intervensi penurunan tekanan darah ada perbedaan tekanan darah, nadi, respirasi antara sistolik sebesar 41,46 poin dan distolik sebesar kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Musik 37,52 yang berarti penurunan tekanan darah secara merangsang dan signifikan. Kombinasi dari kedua terapi non seperti farmakologis ini memberikan hasil lebih baik sehingga mengurangi masih pengeluaran pengeluaran memungkinkan endorphin katekolamin Kombinasi terapi musik dan teknik selama 14 hari menunjukkan pada 17 dibandingkan dengan menggunakan salah satu (kadang terapi non farmakologis. konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian Suselo (2010), jam Adapun berkunjung) sehingga kurang hal-hal yang perlu diperhatikan pemberian terapi musik selama 3 hari berturut- saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan turut menunjukkan penurunan rata-rata tekanan nyaman, darah sitolik sebesar 39,34 poin dan penurunan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat rata-rata tekanan darah distolik sebesar 7 poin. meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi Hasil dalam penelitian ini didapatkan pada menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang kelompok intervensi selisih sistole 9,32 poin, saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu secara statistik tidak bermakna, untuk selisih dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya diastole pada penelitian ini didapatkan berdampak pada menurunnya persepsi nyeri kelompok intervensi pada 4,21 poin, secara statistik pikiran pasien harus tenang dan (Brunner & Suddart, 2009). tidak bermakna, selisih frekuensi nadi 3,79 poin, Hasil observasi pada responden terjadi secara statistik tidak bermakna, untuk selisih peningkatan kenyamanan, dimana saat penelitian frekuensi respirasi pada penelitian ini didapatkan sebelum dilakukan kombinasi terapi musik dan hasil pada kelompok intervensi 2,37 poin, secara teknik relaksasi nafas dalam respon responden statistik tidak bermakna, menurut peneliti hal ini memperlihatkan expresi wajah tampak menahan disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan sakit dan setelah intervensi ± 80% tampak relaks. dalam 1 hari dengan rentang 1,5 jam, sehingga Pemberian intervensi pada kelompok kontrol skala lama waktu intervensi juga berpengaruh sesuai nyerinya tetap, kemungkinan karena standar penelitian yang dilakukan Tori (2008) bahwa prosedur operasional yang sudah ada diruangan relaksasi yang dilakukan secara teratur dan jangka kurang optimal pelaksanaannya. waktu yang lama akan membantu mengendalikan emosi sehingga berdampak pada sistem syaraf KESIMPULAN DAN SARAN otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi Kesimpulan dan pernafasan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti 1. Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, berasumsi bahwa kombinasi terapi musik dan pengalaman pernah dilakukan kateterisasi atau relaksasi nafas dalam yang dilakukan mengambil tidak dengan intensitas nyeri dan vital sign. waktu minimal 15 menit karena masa rawat inap 2. Ada pengaruh pemberian kombinasi terapi pasien pendek yaitu 2 hari dan keluhan yang musik dan teknik relaksasi nafas dalam dirasakan pasien rentang 2 sampai 6 jam setelah terhadap penurunan intensitas nyeri dan dilakukan kateterisasi jantung, kemudian intervensi kestabilan vital sign kelompok intervensi pada 18 pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. menjaga ketenangan selama pasien dilakukan Sardjito Yogyakarta. kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi 3. Tidak ada pengaruh pemberian kombinasi nafas dalam . terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign kelompok kontrol pada 2. Bagi Peneliti Selanjutnya pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian Sardjito Yogyakarta. tentang kombinasi terapi musik dan teknik 4. Ada perbedaan perubahan intensitas nyeri, relaksasi nafas dalam yang dikembangkan lebih respirasi dan nadi sesudah diberikan kombinasi lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam dan dalam jangka waktu yang lebih lama pada pada pasien post kateterisasi jantung di RSUP pasien post operasi atau tindakan invasif yang Dr. Sardjito Yogyakarta antara kelompok lain yang mempunyai masa rawat inap yang intervensi dengan kelompok kontrol. lebih panjang (minimal satu minggu). 5. Tidak ada perbedaan perubahan sistole dan diastole sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam pada DAFTAR PUSTAKA pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Aaronson & Ward (2010). At a glance: Sistem kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sardjito Yogyakarta antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. American Music Therapy Association.(2011). Music Therapy The New York Times Company.Diakses 12 Desember 2015 dari http://www.Musictherapy.org//about/qu ates. Saran 1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Terapi komplementer berupa kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan intensitas nyeri dan menstabilkan vital sign pada pasien post kateterisasi jantung Anderson DE, McNeely JD and Windham. (2010). Regular slow-breathing axercise effects on blood pressure and breathing patterns at rest. Journal of Human Hypertension 24, 807813, diakses 09 Desember 2015 dari http://Journal+of Human+Hypertension. bisa diterapkan sebagai intervensi keperawatan mandiri. Hal ini diharapkan menjadi pertimbangan oleh pihak manajemen Rumah sakit untuk menyediakan fasilitas/ruangan khusus yang diperlukan khususnya untuk intervensi terapi musik serta peraturan untuk Brunner and Suddarth's. (2009), Textbook of Medical-Surgical Nursing, USA Buzzato. (2010). Anxiety Before Cardiac Catheterization, Brazil. Dahlan. ( 2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika. 19 Deivi,SK. Sefti,SJ. Hendro,B. (2015). Pengaruh Pemberian Musik Terhadap Skala Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Pada Pasien Pasca Operasi Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah Sakit TK. III 07.06.01 R.W Monginsidi Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2. Dezta, (2011) Hubungan gaya hidup dengan kejadian penyakit jantung koroner, Bandung. Dody S. (2012). Intervention of Relaxation Music Therapy and Nature Sound to Pain and Anxiety Level of Patient: Literature Review. Gonzales, et al (2010). Effec of Guided Imagery on Postoperative Outcome in Patiens Undergoing same-Day Surgical Procedures : A Randomized, Single blind study. AAN Journal . vol .78, No. 3 181. Hamel, W.J. (2009). Femoral artery closure after cardiac catheterization. Critical Care Nurse. 29:39-46 dari http://ccn.aacnjournals.org Hariadi, (2010). faktor faktor resiko tindakan kateterisasi jantung diRS jantung dan pembuluh darah harapan kita Jakarta. Hastuti. Umi I, Abdul M (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Sensasi Nyeri pada Perawatan Luka Pasien dengan Ulkus Diabetik di RSUP Dr. Sardjito. Posted on October 25, 2013 . Jafari H, Amir E and Aria S. (2012). The effects of listening to preferred music on pain intensity after open heart surgery. Iranian journal of nursing and midwifery research. Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations.(2000). Pain: current understanding of assessment, management, and treatments. National Pharmaceutical Council, Inc. Juli, J. (2012) faktor – faktor yang menyebabkan Penyakit jantung koroner di RS jantung dan pembuluh darah harapan kita Jakarta. Dari http://lib.ui.ac.id Kemenkes. (2013). Riset kesehatan dasar 2013. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2014 dari www.litbang.depkes.go.id. Kern, M.J. (2003). The cardiac catheterization handbook(5th Ed.) St. LouisMisouri. Mosby. Margareta,E.,Gill,SD.(2009). Music as a Nursing Intervention For Post Operative Pains : A Systematic Review . Journal of Perianesthesia Nursing, 24.(9):370-383 diakses 20 Desember 2014 dari http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1996210 4. Menyar. (2009). Comparison of Men and Women With Acute Coronary Syndrome in Six Middle Eastern Countries, AM J Carddio. Motahedian,E.,Saeid,M.,Ebrahim,H.,Marzieh,L.,(2 012). The effect of Music Therapy on Postoperative Pain Intensity in Patients Under spinal Anesthesia. Iran J Crit Care Nurs 5.(3): 139-144 diakses 13 November 2014 dari http://www.inhc.ir/browse.php/a_id. Nilsson, U. (2008). The Anxiety and PainReducing Effects of Music Interventions: A Systematic Review, 780, 782, 785-794, 797807. Novita, D. (2012). Pengaruh terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF di RSUDAM Propinsi Lampung. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Perdana, A. (2016). Pain relief dan natural healing untuk relaksasi, Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang Otak, Jepara Jawa tengah. Potter &Perry . (2005). Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Purwanto, Edi. (2011). Jurnal Efek Musik Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi di Ruang Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta. Prasetyo,N.S.(2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu : Yogyakarta. Santoso.( 2015).Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi2. EGC. Jakarta. Sebastian, (2014). Efektifitas Kombinasi terapi Musik dan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien 20 Hipertensi. Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. (2012). Buku ajar keperawatan medical-bedah. Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Susanti. (2014). Pengaruh Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam dengan Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur Femur. Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Sussanne M Cutshall; et.al. (2011). Effect of the Combination of Music and nature Sounds on Pain and Anxiety in Cardiac surgical Patients: A Randomized Study. Alternative Therapies Jul/Aug 2011, vol. 17. No. 4: 16-21. Suselo. (2010). Efektifitan Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-tanda Vital pada Pasien Hipertensi Primer di Rumah Sakit Umum Jayapura Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Tim Terapi Musik. (2016).TerapiMusikUntuk mengurangi nyeri dan Relaksasi diakses 04 Desember 2015 dari http://www.terapimusik.com. Tori. (2008). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Status Hemodinamik pada Pasien Koma. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 2, Hal 115-120. Tubagus,EN. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada pasien Dengan Post Operasi Di RSUD A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan Volume VI, Nomor 1, hal 14-22. Turana.(2008). Stres, Hipertensi dan Terapi Musik. diakses 23 Desember 2015 dari http://www.tanya dokter.com. Van Kouten, M.E (1999).Nonpharmacologis pain management for postoperative coronary artery by pass surgery patients. The Journal of nursing scholarship 152 (31):127. World Health Organization. (2002). World Health Organization Report. Genewa. 68 69