pengaruh variasi diameter pully alternator

advertisement
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
PENGARUH VARIASI DIAMETER PULLY ALTERNATOR
KONVENSIONAL TERHADAP PENGISIAN PADA
TOYOTA KIJANG 5K
Muhadrin1, Kadir2,Muhammad Hasbi3
1
2,3
Alumni Sarjana Teknik S-1 Mesin, Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
Dosen Pembimbing Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the effect of variations in the large diameter alternator pulley current
and voltage generated at a predetermined speed and compare the rotation each alternator pulley diameter used
are 63, 68, and 78 mm. The research method used in this research is by measuring the amperage and voltage
output of the alternator in every rotation in 1000, 1300, 1600, 1900, 2200, 2500, and 2800 rpm. Measurements
were performed 3 times and be averaged. So this pulley diameter variation testing on diameter pulley 68 mm
can be used for an alternative, but with that will not long last because the examiner did not measure the
temperature of the heat contained in rotor coil and the stator coil. At low rpm, diameter pulley of 78 mm issued
a voltage of 13.3 V and 12 A, at average rpm show alternator output 14.1 V and 14.5 V at high speed on a
steady current of 10 A. Pulley diameter 68 mm, from the low rpm on the voltmeter reads voltage of 13.4 V, 10 A,
average rpm being read 14.2 V and high rpm 14, 7 V. A 63 mm diameter pulley low rpm voltmeter output is 13.8
V, average rpm was 14.3 V and 15.1 V.
Keywords : Conventional charging system, pulley, regulator
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi diameter pully alternator terhadap besar
arus dan tegangan yang dihasilkan pada kecepatan yang telah ditentukan dan mengetahui perbandingan putaran
masing-masing diameter pully alternator yang digunakan yaitu 63, 68, dan 78 mm. Metode penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengukur ampere dan tegangan output dari alternator dalam
setiap putaran 1000, 1300, 1600, 1900, 2200, 2500, dan 2800 rpm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan
diambil rata-ratanya. Maka dari pengujian variasi diameter pully ini pada diameter pully 68 mm bisa digunakan
untuk alternatif, tapi dengan syarat bahwa tidak akan tahan lama dikarenakan penguji tidak mengukur suhu
panas yang terdapat pada rotor coil dan stator coil. Diameter pully 78 mm pada putaran rendah mengeluarkan
tegangan 13,3 V, dan 12 A, putaran sedang output alternator terbaca 14,1 V dan pada putaran tinggi 14,5 V pada
arus stabil 10A. Diameter pully 68 mm, dari putaran rendah tegangan pada voltmeter 13,4 V, 10 A, putaran
sedang terbaca 14,2 V dan putaran tinggi 14,7 V. Keluran ampere tetap stabil 10 A. Diameter pully 63 mm
putaran rendah voltmeter terbaca 13,8 V, putaran sedang 14,3 V dan putaran tinggi 15,1 V, dengan amperemeter
terbaca 10 A.
Kata kunci : system pengisian konvensional, pully, regulator
PENDAHULUAN
Sistem tenaga listrik merupakan salah satu
sumber listrik yang terdapat pada kendaraan. Setiap
mesin mobil selalu membutuhkan tenaga listrik
untuk menstart mobil, menyalakan lampu body dan
wiper. Serta ketika berjalan dimalam hari untuk
menghidupkan lampu. Oleh karena itu di dalam
mobil dibutuhkan suatu komponen yang biasa
mengisi battery sehingga dapat dipakai terus
menerus tanpa takut kehabisan tenaga listrik.
Dengan kata lain setiap kendaraan harus dilengkapi
sistem pengisian yang terdiri dari alternator yang
menghasilkan tenaga listrik sesuai putaran mesin
yang dihubungkan oleh v-belt.
Sistem pengisian yang terdapat pada mobil
Toyota Kijang seri 5K adalah type kovensional
30
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
dengan menggunakan regulator mekanik. Berbeda
dengan sistem pengisian pada kendaraan
pengeluaran terbaru yang menggunakan IC,
regulator mekanik membatasi tegangan yang
masuk ke battery dengan memutus dan
menghubungkan arus sehingga kurang efektif.
Alternator yang baik adalah harus mengeluarkan
arus dan menyuplai pada batery berkisar 13,8–14,8
volt, dengan tegangan batery 12 V.
Di pasaran, spare part untuk pully alternator
kadang ukurannya berbeda dengan spare part yang
asli. Perbedaan diameter pully alternator ini
mempengaruhi putaran yang dihasilkan sehingga
mempengaruhi sistem pengisian pada kendaraan
dengan type konvensional.
Dari permasalahan ini, maka penulis tertarik
untuk meneliti dan mengangkat judul ”Pengaruh
Diameter Pully Alternator Terhadap Sistem
Pengisian Pada Kijang 5K”, dan diharapkan
menjadi solusi permasalahan di lapangan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh variasi diameter pully
alternator terhadap besar arus dan tegangan yang
dihasilkan pada kecepatan yang telah ditentukan
dan mengetahui perbandingan putaran masingmasing diameter pully alternator yang digunakan
yaitu 63, 68, dan 78 mm.
gulungan yang banyak. Sehingga memungkinkan
induksi listrik yang cukup besar. Arus yang
dihasilkan oleh rotor dan stator masih berupa arus
AC dan disearahkan oleh enam diode.
Gambar 1. Sistem Pengisian Konvensional
(PT. Toyota Astra Motor Fundamentals of
Electricity Step 2)
3. Voltage Regulator
Fungsi regulator adalah mengatur besar
kecilnya arus listrik yang masuk ke dalam rotor
coil, sehingga arus yang dihasilkan dari stator coil
akan tetap konstan atau sama menurut harga yang
telah ditentukan walaupun putaran mesin berubahubah. Selain daripada itu regulator juga berfungsi
untuk mematikan lampu pengisian, lampu tanda
pengisian akan secara otomatis mati apabila
alternator sudah menghasilkan arus listrik.
TEORI DASAR
1.
Motor Bensin
Motor bensin (spark ignition) adalah suatu
tipe
mesin pembakaran
dalam (Internal
Combustion Engine) yang dapat mengubah energi
panas dari bahan bakar menjadi energi mekanik
berupa daya poros pada putaran poros engkol.
Energi panas diperoleh dari pembakaran bahan
bakar dengan udara yang terjadi pada ruang bakar
(combustion chamber) dengan bantuan bunga api
yang berasal dari percikan busi untuk menghasilkan
gas pembakaran. Berdasarkan siklus kerjanya
motor bensin dibedakan menjadi dua jenis yaitu
motor bensin dua langkah dan motor bensin empat
langkah.
2.
Sistem Pengisian Konvensional
Pembangkit
listrik
pada
alternator
menggunakan prinsip induksi yaitu perpotongan
atara penghantar dengan garis-garis gaya magnet.
Besarnya arus induksi tergantung pada kekuatan
medan magnet, jumlah konduktor pemotong mesin
medan magnet dan kecepatan perpotongan. Kerja
sebuah alternator adalah medan magnet berputar
(rotor) sedangkan penghantar (stator) diam.
Alternator kumparan penghantar statis dipasang
pada rangkaian disebut stator, medan magnet
disebut motor yang bergerak di tengah stator. Stator
terdiri dari konduktor yang gulungan kawat dengan
Gambar 2. Regulator Dua Titik
(PT. Toyota Astra Motor Fundamentals of
Electricity Step 2)
4.
a.
Prinsip Kerja Sistem Pengisian
Kunci kontak On, mesin mati.
Bila kunci kontak dihidupkan (ON), maka
arus field coil dari battery akan mengalir ke
rotor. Pada saat itu juga arus dari battery
mengalir kelampu indicator dan lampu
menyala. Secara keseluruhan mengalirnya
arus listrik sebagai berikut.
31
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
Po → magnet coil dari voltage regulator
→ terminal E regulator → massa body.
Akibatnya pada coil voltage regulator
timbul
kemagnetan
yang
dapat
mempengaruhi posisi dari titik kontak
(point) PLo. Dalam hal ini PLo akan
tertarik dari PL1 sehingga pada kecepatan
sedang PLo akan mengambang (seperti
pada gambar rangkaian).
Gambar 3. Cara Kerja Rangkaian Pengisian pada
Posisi Mesin Mati (New Step 1, 1995 : 634)

Arus yang ke field coil.
Terminal (+) battery→fusible link → kunci
kontak (IG switch) → fuseterminal IG
regulator→ point PL1→ point PL0→
terminal
F
regulator→terminal
F
alternator→ brush → slip ring → rotor
coil→ slip ring→brush→ terminal E
alternator→ massa body. Akibatnya rotor
terangsangdan timbul kemagnetan yang arus
selanjutnya disebut arus medan (field
current).
 Arus ke lampu indicator
Terminal (+) battery→ fusible link→ kunci
kontak (IG switch) → fuse →lampu CHG
→ terminal L regulator → titik kontak Po →
titik P1 →terminal E regulator → massa
body. Akibatnya lampu indikator (lampu
CHG) akan menyala.
b. Mesin Dari Kecepatan Rendah ke Cepatan
Sedang
Gambar 4. Cara Kerja Rangkaian Pengisian Pada
Posisi Kecepatan Sedang (New Step 1, 1995 : 634)
 Tegangan netral
Terminal N alternator → terminal N
regulator → magnet coil dari voltage relay
→ terminal E regulator → massa
body.Akibatnya pada magnet coil pada
voltage relay akan terjadi kemagnetan dan
dapat menarik titik kontak Po dari P1 dan
selanjutnya Po akan bersatu dengan P2
dengan demikian lampu pengisian
(charge) jadimati.
 Tegangan
voltage)
yang
keluar
(output
Terminal B alternator → terminal B
regulator → titik kontak P2 → titik kontak

Arus yang ke field (field current)
Terminal B alternator → IG switch → fuse
→ terminal IG regulator → pointPL1 →
point PL2 → resistor R → terminal F
regulator → terminal F alternator → rotor
coi l→ terminal E alternator → massa
body.
 Output current
Terminal B alternator → battery dan
beban → massa body.
c. Mesin dari Kecepatan Sedang ke Kecepatan
Tinggi
Bila putaran mesin bertambah, voltage
yang dihasilkan oleh kumparan stator menjadi
naik, daya gaya tarik dari kemagnetan
kumparan voltage regulator menjadi lebih
kuat. Dengan gaya tarik yang lebih kuat, field
current yang ke rotor akan mengalir terputusputus (intermittently), akan tetapi selama
mesin berputar tinggi arus dapat megalir ke
rotor coil. Dengan kata lain, gerakan titik
kontak PLo dari voltage regulator kadangkadang membuat hubunagan dengan dengan
titik kontak PL2. Bila gerakan titik kontak
PLo pada regulator berhubungan dengan titik
kontak PL2, field coil akan dibatasi.
Bagaimanapun juga, point PLo dari voltage
relay tidak akan terpisah dari point P2, sebab
tegangan neutral terpelihara dalam sisa flux
dari rotor. Aliran arusnya sebagai berikut :
Gambar 5. Cara Kerja Rangkaian Pengisian Pada
Posisi Kecepatan Tinggi (New Step 1, 1995 : 634)
 Voltage Neutral ( tegangan netral)
Terminal N alternator → terminal N
regulator → magnet coil dari voltage relay
→ terminal E regulator → massa body.
 Output Voltage
Terminal B alternator → terminal B
regulator → point P2 → point Po →
32
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan pada penelitian
ini adalah tachometer, avometer, vernier caliper,
hydrometer, kamera, dan kunci ring.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah mobil Toyota Kijang 5K dan 3 buah pully
masing-masing dengan diameter 63 mm, 68 mm,
dan 78 mm.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dari penelitian ini yang akan
dilakukan dengan pengujian tanpa beban adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memeriksa alat dan bahan dalam keadaan
baik dan siap digunakan.
3. Lepaskan kabel terminal B alternator dan
hubungkan
pada
kabel
negatif
amperemeter.
4. Hubungkan kabel positif amperemeter
pada terminal B regulator.
5. Hubungkan kabel positif voltmeter pada
terminal B alternator.
6. Hubungkan kabel negatif voltmeter
dengan massa.
7. Lakukan pengukuran dengan variasi 3
diameter pully dengan variasi putaran
mesin 1000, 1300, 1630, 1900, 2200,
2500, dan 2800 rpm.
8. Catat hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mesi
n
1000
1300
1600
1900
2200
2500
2800
Tega
ngan
(V)
Aru
s
(A)
13,8
14,3
14.3
14.3
14.7
15,0
15,1
10
10
10
10
10
10
10
17
Tegangan (V)

magnet coil dari N regulator → terminal E
regulator.
Tidak ada arus ke Field Current
Terminal B alternator → IG switch → fuse
→ terminal IG regulator →resistor R →
terminal F regulator → terminal F
alternator → rotor coil → point Plo →
point PL2 → ground (no F.C) → terminsl
E alternator → massa (F current). Bila
arus resistor R → mengalir terminal F
regulator → rotorcoil → massa, akibatnya
arus yang ke rotor ada, tetapi jika PLo
menempel PL2 → maka arus mengalir ke
massa sehingga arus yang ke rotor coil
tidak ada.
Output Current
Terminal B alternator battery / load massa
15
13.8
Teg
ang
an
(V)
13,4
14
14,1
14,2
14,6
14,5
14,7
Teg
ang
an
(V)
13,3
14
13,9
14,1
14,5
14,4
14,5
Aru
s
(A)
10
10
10
10
10
10
10
14.3 14.3 14.3 14.7
Aru
s
(A)
12
10
10
10
10
10
10
15
15.1
10
10
13
10
11
10
10
10
10
9
800
1800
2800
Putaran Mesin (rpm)
Puli 63 mm
Arus
Gambar 6. Grafik dengan diameter pully 63 mm
17
Tegangan (V)

ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
13.8
15
15 15.1
14.3 14.3 14.3 14.7
13
10
11
10
10
10
10
10
10
9
800
1300
1800
2300
Putaran Mesin (rpm)
Puli 63 mm
2800
Arus
Gambar 7. Grafik dengan diameter pully 68 mm
15
Tegangan (V)
Vol. 2, No.2 November 2016
14
13.3
13
12
14
13.9 14.1 14.5 14.4 14.5
12
11
10
10
10
10
10
10
10
9
800
1800
2800
Putaran Mesin (rpm)
Puli 78 mm
Arus
Gambar 8. Grafik dengan diameter pully 78 mm
Data Rata-Rata Arus Dan Tegangan Penelitian
Tabel 1. Data arus dan tegangan rata-rata pada
penelitian
Diameter Pully Alternator
Puta
ran
63 mm
68 mm
78 mm
33
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
Tegangan (V)
Putaran Pully Alternator (rpm)
7000
15.5
6000
15
5000
14.5
4000
14
3000
13.5
2000
13
800
1800
2800
Putaran Mesin (rpm)
Puli 63 mm
Puli 68 mm
Puli 78 mm
Gambar 9. Grafik gabungan pully diameter 63, 68,
dan 78 mm
Contoh Perhitungan Dan Perbandingan
Putaran Pully Mesin Dan Pully Alternator
Pully 1 = 63 mm; Pully mesin = 143 mm
1000 rpm =>
x

x
 63 = 143000

= 2269
Pully 2 = 68 mm; Pully mesin = 143 mm
1000 rpm =>
x

x
 68 = 143000

= 2102
Pully 3 = 78 mm; Pully mesin = 143 mm
1000 rpm =>
x

x
 78 = 143000

= 1833
Tabel 2. Perbandingan Putaran Pully Mesin dan
Pully Alternator
Putaran Pully Alternator (rpm)
Putaran
Mesin
63 mm
68 mm
78 mm
1000
2269
2102
1833
1300
2950
2734
2383
1600
3632
3365
2933
1900
4313
3996
3483
2200
4994
4626
4033
2500
5674
5257
4583
2800
6356
5888
5133
1000
1000
1500
2000
2500
3000
Putaran Mesin (rpm)
Puli 63 mm
Puli 68 mm
Puli 78 mm
Gambar 10. Grafik perbandingan putaran pully
alternator
Pembahasan
Dengan data yang diperoleh dari hasil
penelitian variasi diameter pully pada alternator
pada Kijang 5K. Tegangan output alternator
konvensional yang disebutkan pada buku pedoman
reparasi sekitar 13,8 – 14,8 volt. Hal tersebut
sebenarnya bisa diperbaiki dengan menyetel
kekerasan pegas penahan moving point dari voltage
regulator sehingga bisa mencapai tegangan
standart. Alternator konvensianal dengan voltage
regulator berbentuk moving point sangat rentan
terhadap naik turunnya tegangan, sehingga voltage
regulator telah mengatur tegangan yang
dibangkitkan oleh alternator agar tetap konstan
akan tetapi pada kenyataannya tegangan yang
dihasilkan tidak tetap atau berubah - ubah.
Kemagnetan yang timbul di voltage
regulator terjadi karena adanya arus dari terminal
B alternator yang mengalir pada kumparan voltage
regulator yang akhirnya menarik moving point.
Kemagnetan pada voltage regulator tidak terjadi
begitu saja. Ketika arus dialirkan menuju kumparan
voltage regulator, kemagnetan yang terjadi secara
bertahap, dan saat arus berkurang kemagnetan pada
voltage regulator berkurang secara bertahap pula.
Apabila titik kontak pada voltage
regulator berubah dari sisi kontak dari putaran
tinggi kesisi kontak putaran rendah maka terjadilah
penurunan tegangan. Ketika titik kontak hingga
merubah
hasil
dalam
penambahan
atau
pengurangan perlawanan dari kerja pada putaran
tinggi tertinggal di dalam kumparan dan akibatnya
output alternator menurun. Efek panas juga
berpengaruh kinerja voltage regulator. Hal tersebut
disebabkan kumparan voltage regulator terdiri dari
kumparan magnet yang bila temperaturnya naik,
tahanannya akan bertambah dan akan terjadi
pengurangan gaya tarik. Panas yang timbul tersebut
diakibatkan arusyang melewati kumparan. Karena
permasalahan ini mengakibatkan tegangan yang
keluar dari alternator menjadi lebih tinggi. Untuk
mengantisipasi hal tersebut dalam voltage
34
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
regulator digunakan bimetal atau resistor atau
bahkan kedua-duanya.
Pengisian konvensional tidak terlalu tahan
pada getaran dan temperature yang tinggi yang bisa
mempengaruhi kinerja voltage regulator. Sistem
pengisian juga memerlukan penyetelan karena
moving point terbakar akibat arus yang mengalir.
Sistem pengisian konvensional juga memiliki
kelemahan saat putaran tinggi yaitu titik kontak
yang seolah mengambang karena pengaturan
tegangan, hal tersebut menimbulkan efek pada
putaran tinggi sistem pengisian ini output
alternatornya putus-putus pada putaran tinggi
secara teratur.
Keunggulan dari pengisisan konvensional
bila terjadi kerusakan masih bisa diprebaiki, tidak
terlalu tahan getaran dan temperatur tinggi bisa
mempengaruhi kinerja voltage regulator, harga
suku cadangnya tidak terlalu mahal.
Pembacaan grafik pada gambar 8 dengan
diameter pully 78 mm adalah pada saat awal mesin
distarter pada amperemeter menunjukan 12 A
dengan putaran rendah (1000 rpm) dan
mengeluarkan tegangan 13,3 V. Tapi pada putaran
keatas ampere meter terbaca 10 A dan tetap stabil
sampai putaran yang ditentukan dalam penelitian
yaitu 2800 rpm, pada putaran sedang (1900 rpm)
output alternator terbaca 14,1 V dan pada putaran
tinggi (2800 rpm) terbaca 14,5 V.
Dilihat dari grafik, output pada alternator
akan semakin naik apabila putaran mesin
bertambah. Keluaran tegangannya pun masih dalam
batas standartnya yaitu 13,8 - 14,8 V. Kejanggalan
yang terjadi pada grafik diatas ampermeter naik
sedangkan voltage turun padahal pada grafik
diameter pully 68 dan 63 mm lainnya amperemeter
tetap stabil dari putaran rendah sampai tinggi.
Terjadinya hal tersebut banyak faktor yang
mempengaruhi antara lain battery tidak bisa
menyimpan arus dengan baik, karena berat jenis air
accu tidak sesuai speknya yaitu 1,25-1,29.
Hambatan kabel pada sambungan kabel yang
terjadi pada output alternator terhadap kinerja dan
performa mesin serta system analisa yang
dilakukan.
Uraian grafik dari gambar 7, variasi
diameter pully 68 mm, dari putaran rendah (1000
rpm) tegangan yang terbaca pada voltmeter 13,4 V,
putaran sedang (1900 rpm) terbaca 14,2 V dan
putaran tertinggi (2800 rpm) 14,7 V. Keluran
amperemeter dari putaran bawah sampai tinngi
tetap stabil yaitu 10 A. Tegangannya pun akan naik
sesuai dengan bertambahnya putaran mesin, maka
dari itu dari percobaan atau eksperimen dapat
menyimpulkan bahwa pada diameter pully 68 mm
dapat dipakai apabila pully standartnya Kijang
sudah sulit untuk dijumpai pada toko-toko.
Uraian grafik dari gambar 6 dengan
variasi diameter pully 63 mm, pada putaran rendah
(1000 rpm) voltmeter terbaca 13,8 V, putaran
sedang (1900 rpm) terbaca 14,3 V dan putaran
tinggi (2800 rpm) 15,1 V. Dan amperemeter pun
terbaca 10 A dari putaran mesin 1000 rpm sampai
2800 rpm, hal itu menunjukan bahwa amperemeter
tetap stabil hingga putaran mesin yang paling tinggi
dalam pengambilan data. Dari hasil data tersebut
telah dilakukan selama tiga kali percobaan dan
diambil rata-ratanya. Dari variasi diameter pully
78mm, 68 mm, dan 63 mm. Dengan hasil data yang
diperoleh maka pully yang dapat digunakan adalah
dengan diameter pully 68 mm, karena terlihat pada
grafik putaran 2800 rpm keluaran daripada output
alternator hanya 14,7 V.
Dibanding dengan diameter pully lainnya
outputnya hamper mendekati speknya pada Toyota
Kijang yang berkisar 13,8-14,8 V. Padahal jika
keluaran
dari
output
melebihi
speknya
kemungkinan akan dapat mengakibatkan over
charge. Maka data pengujian variasi diameter pully
ini signifikan pada diameter pully 68 mm, tapi
dengan satu syarat bahwa tidak akan tahan lama
dikarenakan penguji tidak mengukur suhu panas
yang terdapat pada rotor coil dan stator coil.
Karena panas pada alternator dapat membuat
terbakarnya lilitan yang terdapat pada stator coil
dan rotor coil.
Dari grafik pada gambar 9 diatas dapat
dilihat perbedaan variasi diameter pully dari
pembacaan voltmeter dan amperemeter dengan
putaran mesin yang berbeda. Dan jika
dibandingkan dengan dengan grafik putaran mesin
dan alternator, pully alternator dengan diameter
terkecil memiliki putaran dan tegangan paling
tinggi diantara pully alternator yang lain. Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa keluaran output
bervariasi dengan putaran mesin 1000-2800 rpm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap pengaruh
variasi diameter pully alternator konvensional
terhadap pengisian, dengan putaran mesin 1000,
1300, 1600, 1900, 2200, dan 2800 rpm dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
Perbandingan dari hasil keluaran dari
output alternator secara jelas terlihat dalam putaran
mesin, ketika putaran mesin bertambah dengan
kelipatan 300 rpm. Secara jelas perubahan output
dari pully yang standartnya (78 mm) tetapi dengan
diameter pully yang berbeda (68 mm dan 63 mm).
Dengan hasil output pada alternator adalah sebagai
berikut : diameter pully 78 mm putaran rendah 13,3
V. Putaran sedang 14,1 V dan putaran tinggi 14,5
V. Diameter pully 68 mm, putaran rendah pada
voltmeter terbaca 13,4 V. Putaran sedang 14,2 V
dan putaran tertinggi 14,7 V. Diameter pully 63
mm, putaran rendah voltmeter terbaca 13,8 V
35
Vol. 2, No.2 November 2016
ENTHALPY – Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin e-ISSN:2502-8944
putaran sedang terbaca 14,3 V dan putaran tinggi
voltmeter terbaca 15,1 V.
Perbedaan tegangan yang dihasilkan oleh
alternator ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah
putaran rotor yang diputar oleh pully alternator
yang berbeda, dan semakin kecil pully yang
digunakan maka semakin tinggi pula putaran dan
arus yang dihasilkan.
Saran
Jika suatu saat mobil anda rusak pada
pully alternatornya, dan ternyata pully untuk
kendaraan anda tidak ada suku cadangnya anda
bisa menggantinya dengan pully dengan diameter
yang lebih kecil dari standartnya. Dan telah
dilakukan uji coba diameter pully dari 63 mm dan
68 mm dengan cara membandingkan diameter pully
standartnya 78 mm. Dari hasil penelitian yang
memenuhi syarat adalah 68 mm dan ini hanya
dapat digunakan dalam keadaan darurat karena
peneliti tidak mengukur suhu pada alternator ketika
variasi diameter pully alternator.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1996. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta :
Rineka Cipta.
Daryanto, 2002, Sistem Kelistrikan Mobil, Jakarta :
Bumi Akasara.
Poerwadarminta, W.J. S. 1984. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tokheim, Roger L, 1990. Electronik Digital.
Jakarta : Erlangga.
SolihRohyana, 1999. Bagian–Bagian Mesin.
Jakarta : Erlangga.
Sri Wurdiatmoko, 2006. Analisis Sistem Pengisian
dan Trouble Shooting Pada Toyota Kijang
5K.
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan : Semarang
Yayat Supriatna Sumarsono, 1998, Listrik Otomotif
1, Bandung : Angkasa.
Derato. 1984. Automotive Diagnosis and Tune Up.
United state of America : Gregg Division
Mc Graw Hill
36
Download