Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah Permukaan bumi atau biosfer merupakan tempat kehidupan makhluk (manusia, hewan, dan tanaman). Secara geologis, biosfer terdiri dari komponen-komponen yang menyediakan tempat, makanan, minuman, dan udara; komponen-komponen utama kehidupan. Sinar matahari, termasuk komponen tersebut, bersamasama udara berada dalam jumlah tidak terbatas. Permukaan atas biosfer, disebut tanah, berasal dari bahan induk batuan dan bahan organik hasil daur-ulang makhluk mati. Tanaman merupakan makhluk primer menjadi sumber utama kehidupan makhluk sekunder, manusia dan hewan. Bagi tanaman, tanah berfungsi sebagai medium tumbuh akar, jangkar tempat berpegang, dan sumber utama unsur hara dan air. Unsur hara dalam tanah diserap tanaman melalui bantuan air. Selain pelarut, air berfungsi sebagai media transpor hara dari tanah menuju akar dan selanjutnya masuk ke dalam jaringan. Air merupakan bagian penyusun tubuh dan menempati hampir 90 persen volume jaringan. Kemampuan tanaman hidup di suatu tempat berbeda tergantung sifat genetik dan daya adaptasi lingkungan, termasuk tanah dan air. Sifat perilaku unsur dalam tanah dan jaringan tanaman, serta keberadaan air sebagai media, penting dipelajari dalam kaitan dengan status masing-masing komponen dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan tanaman agar hidup secara normal berkelanjutan. Hal-hal tersebut merupakan topik utama dalam buku ini. 1 1.1. Tanah Sebagai Medium Tumbuh Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari perombakan jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut. Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat. Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1.1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan. Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik. Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase. 2 Tabel 1.1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*) Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm) USDA Pasir : Sangat kasar Debu Liat ISSS 2.00 - 1.00 --- Kasar Sedang 1.00 - 0.50 0.50 - 0.25 2.00 - 0.20 --- Halus Sangat Halus 0.25 - 0.10 0.10 - 0.05 0.20 - 0.02 --- 0.05 - 0.002 <0.002 0.02 - 0.002 <0.002 *) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah. Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil). Komponen ini berasal dari perombakan sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami perombakan menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya. Sisa jasad mikro yang belum memengalami perombakan sempurna disebut serasah atau seresah (litter). Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami perombakan dan ada yang mudah. Golongan pertama 3 menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara. Senyawa organik sukar mengalami perombakan yang paling penting adalah humus. Bersama-sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya. Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu-waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah. Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter. 4 1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini. Struktur Dasar Mineral Liat Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam grup-grup disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969) Kristalin: (a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain. (b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit, nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain. (c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit. Nonkristalin: (d) Alofan (e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit. Mineral liat berbentuk laminar berlapis-lapis atau berlempeng-lempeng dengan permukaan luar dan dalam sangat luas (Gambar 1.1). 5 Pembesaran kisi kristal ++ + + + + + + Ca2+ H+ H+ Na+ ------- - - - - + ---- - - - - - - + + + + + + + + + + Permukaan ++ ++ + + + ++ luar - --- - - - - - - + ---- - - - - - - + Al3+ H+ 3+ + Al H H+ K+ Mg2+ K+ + 3+ H Ca2+ Al H+ + K + + + + + + + + Permukaan ++++ + + + + ++ dalam + H Na+ + 2+ H Ca 3+ Al Gambar 1.1. Bagan Permukaan Lempeng Liat Silikat (Brady, 1974) Pada dasarnya lempeng liat ini terdiri atas beribu bahkan berjuta unit struktur kristal ber-inti-kan silikon atau aluminium dalam kordinasi tetrahedral dan oktahedral dengan oksigen atau hidroksil. Kordinasi tersebut dikenal sebagai silikon tetrahedral dan aluminium oktahedral. Bagan molekuler masing-masing kristal disajikan dalam Gambar 1.2. Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masingmasing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit. Contoh struktur dasar kaolinit dan montmorilonit disajikan dalam Gambar 1.3a dan b. Mineral liat tipe 1:1 (Gb 1.3a) mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 (Gb 1.3b) bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol 6 (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak. Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1. Struktur liat berbagai tipe disajikan dalam Gambar 1.3c. 7 (www.alkherat.com/ vb/showthread.php?t=3160) Gambar 1.2. Struktur Dasar Mineral Liat Silikat 8 (soils.missouri.edu) Gambar 1.3a. Struktur Dasar Mineral Liat Tipe 1:1 (Kaolinit) 9 (soils.missouri.edu) Gambar 1.3b. Struktur Dasar Mineral Liat Tipe 2:1 (Montmorilonit) 10 (soils.missouri.edu/tutorial/page8.asp) Gambar 1.3c. Struktur Liat berbagai Tipe http://www.keywordspy.com/organic/domain.aspx?q=soils.missouri.edu Komponen Organik: Humus Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsurunsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses perombakan sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami perombakan berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’ terhadap perombakan. Senyawa yang tahan 11 mengalami perombakan antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama. Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi. Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadangan P, N, dan S. Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH. 1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan. 12 Muatan Listrik pada Liat Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas. Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+, muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OHdominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH-. Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut: Pada pH rendah: ----O----+ H + + H muatan permukaan + --OH 2+ Pada pH tinggi: ---O----+ H + -OH muatan permukaan - --O- + H2O Pada kasus kedua, kedudukan kation-kation yang bertindak sebagai inti dalam struktur lempeng (silikon tetrahedral atau aluminium oktahedral) digantikan oleh kation-kation lain yang mempunyai jari-jari ionik berukuran relatif sama. Sebagai contoh, jarijari silikon sedikit lebih kecil dari pada aluminium (Tabel 1.3). Akibatnya, aluminium dapat menempati pusat kordinasi tetrahedral menggantikan kedudukan silikon. 13 Penggantian ion bervalensi tiga (Al3+) untuk ion bervalensi empat (Si ) menyebabkan satu muatan negatif tidak terkordinasi sehingga muncul pada permukaan lempeng yang sebelumnya netral (Gambar 1.4). Berapa banyak penggantian, menentukan jumlah muatan negatif di permukaan lempeng (Gambar 1.5) 4+ Tabel 1.3. Jari-jari Ionik Kation dalam Struktur Liat (Loughnan, 1969) Ion Ikatan Si4+ Al3+ Li+ Fe3+ Mg2+ Ti4+ Fe2+ Zr2+ Na+ Ca2+ Sr2+ K+ Rb+ Co+ Jari-Jari Ion (Ao) 0.41 0.50 0.60 0.64 0.65 0.68 0.76 0.80 0.95 0.99 1.13 1.33 1.48 1.69 Nisbah Jari-Jari Kation: Oksigen 0.29 0.36 0.43 0.46 0.46 0.49 0.54 0.57 0.68 0.71 0.81 0.95 1.06 1.21 Nomor Kordinasi 4 6,4 6 6 6 6 6 6,8 8 8 8 8,12,(14) 12,(14) 12,(14) % 51 63 79 51 74 63 72 67 82 79 79 84 84 86 Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen). Lempeng Si-tetrahedral (tanpa penggantian): O- - Si ++++ O- - o Tidak ada muatan Lempeng Al-oktahedral (Si diganti Al): O- - Al +++ O-- Tercipta satu muatan negatif Gambar 1.4. Munculnya Muatan pada Kisi-kisi Mineral Liat (Brady, 1974) 14 OH | Al | O OH | Al | OH 0 OH | Mg | O Tidak ada penggantian, muatan 0 OH | Al | OH + Al diganti Mg, muatan + Gambar 1.5. Mekanisme Munculnya Muatan Permanen pada Permukaan Liat Silikat (Brady, 1974) Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel). O - …… H+ Satuan Pusat Koloid Humus (umumnya C dan H) COO - ………. H+ O - ………. H+ COO - ……….. H+ O- ….........H+ muatan - ion-ion terjerap Gambar 1.6. Muatan Bergantung pH pada Permukaan Humus (Brady, 1974) 15 Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke-alkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik (Gambar 1.7). KTK (me/100 g) 140. koloid organik 120. Monmorilonit Muatan bergantung pH 80. 40. muatan tetap 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 pH Gambar 1.7. Muatan Bergantung pH dan KTK pada Permukaan Humus (Brady, 1974) Nisbah C/N Tanah dan Tanaman Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah. 16 Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman. Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat perombakan bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terperombakan sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15. Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan perombakan bahan organik. Makin tinggi C/N makin sukar terperombakan. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga perombakannya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 1.4. Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10. Dalam proses pembentukan kompos, perombakan dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena perombakan membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad. 17 Tabel 1.4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967) BAHAN KARBON NITROGEN C/N (%)(%) Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 Jerami padi 34.6 Kacang-kacangan 50.0 Pupuk kandang 30.9 Kompos 18.7 Serbuk gergaji Kue kacang tanah 44.9 Darah beku 41.5 1.5 - 3.5 0.78 2.0 - 3.5 2.15 1.77 7.92 11.10 15 - 30 44 13 - 25 14 11 40 6 4 1.4. Ikatan Senyawa Organik dengan Fraksi Mineral Senyawa organik dalam tanah umumnya tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan berikatan dengan koloid liat (Home, 1995), sebagai: 1. Garam dalam bentuk ikatan lemah dengan molekul asamasam organik (asetat, oksalat, laktat, dan lain-lain). 2. Garam dalam bentuk ikatan kuat dengan senyawa humat atau fulvat dan kation-kation alkali. 3. Bentuk khelat berikatan dengan ion-ion logam. 4. Senyawa terikat pada kisi-kisi pemukaan. 18 Garam lemah – molekul asam-asam organik: Ikatan asam-asam (asetat, oksalat, fumarat, laktat) dengan mineral (magnesit, kalsit, siderit dan lain-lain) atau garam-garam asam mineral dan kation-kation Ca, K serta kation lain. Garam senyawa humat dengan kation-kation alkali: Komprehensif dengan kation-kation: humat (garam asam humat), atau fulvate (garam asam fulvat). Keduanya merupakan senyawa humat atau fulvat khas dalam tanah. Kation alkali (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) diikat pertama kali oleh pertukaran kation sederhana pada grup COOH (RCOONa, RCOOK dll.). Humat dan fulvat tampak dalam tanah sebagai hidroksida Fe atau Al. Khelat dengan kation logam: Kompleks khelat terbentuk bila dua atau lebih posisi koordinat kation logam diikat oleh grup donor ligan tunggal membentuk struktur cincin internal. Dalam aturan ligan tanah berkaitan dengan grup senyawa fungsional organik. Orde penurunan afinitas peng-grupan organik untuk ion metal kurang lebih sebagai berikut: -O- > -NH2 enolat amina > N=N- > azo =N > cincin N -COOkarboksilat > -Oether > C=O karbonil Kemungkinan orde penurunan afinitas kation-kation kurang lebih sebagai berikut: Fe3+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Zn2+ > Fe2+ > Mn2+ Kemampuan pengomplekan asam humat dan fulvat tergantung pada grup oksigen fungsional, seperti COOH, OH, dan C=O. 19 Senyawa organik tanah membentuk kompleks larut dan tak larut dengan ion-ion logam dan selanjutnya berperan ganda dalam tanah. Senyawa berbobot molekul rendah (biokimia, asam fulvat) menggerakkan ion-ion logam menuju akar tanaman. Sebaliknya, senyawa berbobot molekul tinggi (misalnya asam humat) berfungsi sebagai "sink" (penerima) kation polivalen. Agen pengompleks alami dipertimbangkan penting dalam proses perombakan dan pergerakan seskuioksida menuju subsoil. Kompleks liat – organik: Intraksi senyawa organik dengan liat membawa konsekuensi perubahan terhadap sifat dan perilaku fisika, kimia dan biologi matriks tanah. Beberapa mekanisme berkaitan dengan jerapan senyawa humat oleh mineral liat adalah sebagai berikut: -Gaya van der Waal (Gambar 1.8): Gambar 1.8. Gaya Van der Waal (dalam Sparks, 1995) Gaya Van der Waal (Gambar 1.8), berlaku untuk semua molekul, namun agak lemah. Gaya ini dihasilkan dari fluktuasi kerapatan muatan listrik individu-individu atom. Fluktuasi muatan listrik positif suatu atom cenderung memproduksi fluktuasi muatan listrik negatif dalam atom tetangganya yang menghasilkan gaya 20 atraktif bersih. Gaya atraktif yang dihasilkan dari fluktuasi ini terjadi pada setiap pasangan at0m atau molekul. Jerapan karena gaya van der Waal di anggap penting bagi molekul netral polar dan nonpolar, khususnya berbobot tinggi. -Ikatan jembatan kation (Gambar 1.9): Gambar 1.9. Ikatan jembatan kation (dalam Sparks, 1995) Pada Gambar 1.9, anion-anion organik secara normal ditarik oleh muatan negatif permukaan liat, maka jerapan asam humat dan fulvat oleh mineral liat seperti montmorilonit terjadi hanya bila terdapat kation polivalen pada kompleks pertukaran. Tidak seperti Na+ dan K+, kation-kation polivalen mampu menjaga netralitas permukaan melalui penetralan baik pada muatan negatif liat maupun grup fungsional asam bahan organik (misalnya COO ). Kation-kation polivalen utama yang menentukan ikatan asam humat dan fulvat terhadap liat tanah adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Kation divalen Ca2+ tidak membentuk koordinasi kompleks dengan molekul organik. Sedang Fe3+ dan Al3+ membentuk koordinasi kompleks kuat 21 dengan senyawa organik. Kation polivalen bertindak sebagai jembatan ikatan antara dua titik muatan. Pada molekul organik rantai panjang, beberapa titik pasangan dengan partikel liat bisa terjadi. -Ikatan – H (Gambar 1.10): Gambar 1.10. Asosiasi dengan hidroksida Fe/Al (dalam Sparks, 1995). Ikatan – H adalah hubungan antara grup molekul organik polar dengan molekul air atau oksigen terjerap pada permukaan silikat melalui ikatan dengan ion H+ tunggal (Gambar 1.10). -Jerapan asiosiasi dengan hidroksida - jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (Gambar 1.11): 22 Gambar 1.11. Jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (dalam Sparks, 1995) Koordinasi atau pertukaran ligan (Gambar 1.11) terjadi bila grup anionik masuk ke koordinasi Al atau Fe dan bergabung dengan OH permukaan lempeng. Jerapan asam fulvat dan permukaan oksida bergabung menggantikan grup OH dengan ion COO -. Anion organik tidak mudah digantikan dengan garam sederhana, meski peka terhadap pH. Ikatan yang sangat kuat terjadi bila ada lebih dari satu grup molekul asam humat. 23 Bab 2. Tanah Sebagai Sumber Unsur Hara 2.1. Hara dalam Sistem Tanah –Tanaman Peran kunci pupuk sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk kehidupannya. Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut, dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit, adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor. Seperti disebut di atas, semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan 24 lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman) Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman. Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme. Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg2+), besi (Fe2+), tembaga (Cu2+), seng (Zn2+), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO3-), mono fosfat (H2PO4-), sulfur (SO42-), Khlor (Cl-), dan lain-lain. Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman. Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan. Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disajikan pada Tabel 2.1. 25 Tabel 2.1. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971) Unsur Unsur Tanah (Total) P K Ca Mg S Fe Mn Cu Zn 0.05 - 0.25 % P2O5 0,1 - 4 % K2 O 2.5 % CaO 0,1 - 2 % MgO 0,05 - 0.4 % SO3 0,1 - 8 % Fe2O3 0-0.5% MnO 2-200(1-1000) ppm 10-300 ppm Tanah Terekstrak) (ppm) 0,5 – 500 50 - 4 000 100 - 15 000 10 - 3 000 5 - 50 10 - 1 000 2 - 500 0.5 – 100 1 - 100 B 3-200 ppm 0.1 - 2 Mo 0.2-5% 0.5 –10 Tanaman 0,03 - 1.0% 0,2 - 10.0% 0,1- 10.0% 0,05 - 2% 0,1 - 1% 20 - 200 ppm 5-5000 ppm 1-25 ppm 5-300 ppm, (5-1500) ppm 10-100 ppm, (5-1500) ppm 0.01-25 ppm Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut penting dipelajari untuk tujuan pengendalian. 2.1. Nitrogen Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di 26 lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit. Sumber Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil perombakan bahan organik; (2) penambatan gas N2 atmosfer oleh bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3) penambatan gas N2 atmosfer non-simbiotik oleh jazad mikro tanah seperti Azotobacter dan Clostridium; (4) penambatan gas N2 atmosfer oleh ganggang hijau biru bersimbiose dengan paku air, (5) terdapat dalam air hujan; (6) terbawa asap gunung berapi; dan (7) diberikan sebagai pupuk organik maupun anorganik. Gambaran keseimbangan N di alam secara global disajikan dalam Tabel 2.2. Penambatan gas N 2 atmosfer secara simbiotik merupakan mekanisme paling efisien dalam tanah, karena tidak ada kehilangan melalui pencucian maupun denitrifikasi dan merupakan sumber utama protein. Jumlah N ditambat secara tepat belum diketahui, tetapi ada hubungannya dengan jenis tanaman seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Penambatan N simbiotik oleh ganggang hijau biru dilakukan Anabaena-azollae bersimbiose dengan pakis air (Azolla-pinnata). Pada tanah sawah, asosiasi Azolla - Anabaena diketahui mampu menambat N bebas 100 hingga 150 kg N tiap hektar per tahun, dengan biomas 40 hingga 60 ton Azolla. Percobaan Vergilius (dalam Partohardjono, Ismunaji, dan Darwis, 1983) menunjukkan peningkatan produksi gabah sekitar satu ton dengan pembenaman Azolla sebelum dan setelah tanam. Jumlah ini melebihi pengaruh 60 kg/ha. 27 Tabel 2.2. Keseimbangan Nitrogen di Bumi (Yamaguchi, 1976) Kegiatan Biologi/Non Biologi Luas (dalam juta Ha) N2 yang di tambat (kg/ha/th) N2 yang di tambat (juta ton/th) 250 1.015 135 12.000 36.000 55-140 5 30 25-30 0.31 14-35 5 4 30-35 10-36 Penambatan Biologik: - Legum Non-Legum - Sawah -Tipe Tanah/Vegetasi - Marin Penambatan Industrial Penambatan atmosferik Penambatan juvenil Denitrifikasi: -Daratan -Marin Hilang ke sedimen 30 7.6 0.2 13.400 36.100 3 1 Tabel 2.3. Nitrogen yang Ditambat dari Asosiasi Rhizobium-Legum (NAS, 1979) Tanaman Legum Alfalfa, Medicago sativa Sweet Clover, Melilotus sp Clover, Trifolium sp. Kacang Tunggak, Vigna unguiculata Faba Bean, Vicia vaba Lentil, Lens sp. Kacang Tanah, Arachis hypogea Kedelai, Glycine max Kacang Hijau, Vigna radiata Koro Benguk, Mucuna pruriens Rumput Legum, Desmodium sp. Lezpedeza sp. Lupin, Lupinus sp. 28 Kisaran Kira-kira (kg/ha/th) 100-300 125 100-150 85 240-325 100 50 60-80 55 115 100-400 150-200 43 40 0.2 Sifat dan Perilaku Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4+ dan NO3-. Di dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia karena terikat atau terfiksasi. Perubahan-perubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah. Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidak-tersediaan. Nitrogen tanah kebanyakan berada dalam bentuk senyawa organik. Perombakan merupakan proses perombakan atau mineralisasi senyawa N dari kompleks menjadi lebih sederhana; dengan urutan, yaitu: aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Prosesproses tersebut diterangkan sebagai berikut: Aminisasi, adalah proses pelepasan senyawa amina dari perombakan senyawa organik mengandung nitrogen, dalam hal ini adalah protein: Protein R-NH4+ + CO2 + senyawa lain + energi Amonifikasi, adalah aminisasi protein: RNH2 + HOH proses pelepasan amoniak 2 R-OH + NH3 + energi Alkohol NH3 + HOH dari hasil amoniak NH4+ + OH- Amonium Nitrifikasi, adalah proses pembentukan nitrit dan nitrat dari hasil amonifikasi: NH4+ + O2 NO2- + 2H+ + O2 NO2- + 4 H+ (a) Nitrit NO3- + H2O 29 (b) Nitrat Dalam proses perombakan, mineralisasi, aminisasi dan amonifikasi yang berperan adalah jazad heterotrof; dan nitrifikasi dilakukan oleh jasad autotrof, terjadi pada kondisi aerobik. Pada proses nitrifikasi, jasad mikro yang berperan adalah: proses (a) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosoccus; sedang proses (b) dilakukan oleh Nitrobacter. Apabila proses (b) mengalami hambatan, maka dalam tanah terjadi penimbunan NO 2- yang dapat bersifat racun bagi akar tanaman. Nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobik karena bersifat oksidatif. Pada kondisi anaerobik, Bacterium-denitrificans menggunakan oksigen dari NO2- dan N03-, sehingga kedua ion berubah menjadi gas dan hilang ke atmosfer. Proses ini disebut denitrifikasi (c). Denitrifikasi: NO3- NO2- NO, N2O, N2 (c) gas nitrogen Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme penyediaan unsur hara karena ion NH4+ dan NO3- merupakan bentuk tersedia. Sedangkan proses denitrifikasi merugikan karena N hilang ke atmosfer berupa gas. Tidak semua ion N0 3; sebagian tercuci ke lapisan lebih bawah karena N0 3- bermuatan negatif tidak diikat oleh komponen tanah yang bermuatan sama. Pencucian NO 3seringkali menjadi masalah bagi kesuburan N terutama pada tanah bertekstur pasir. Tidak semua ion NH4+ aman karena ia dapat mengalami fiksasi, yaitu terperangkap di antara lempeng liat terutama dengan adanya ion K. Bila ion K+ berada dalam jumlah banyak, fiksasi amonium terjadi akibat K+ yang mempunyai jari-jari ionik relatif sama dengan NH4+ menghalangi pergerakan ion terakhir ini sehingga tidak tersedia. Mekanisme fiksasi diterangkan dalam Gambar 2.1. Mekanisme lain menjadi penyebab ketidak-tersediaan nitrogen adalah imobilisasi, yaitu N yang semula tersedia menjadi 30 tidak tersedia akibat di-inkorporasi (di ikat masuk) ke dalam tubuh jasad mikro karena N merupakan unsur hara esensial bagi jasad. Nitrogen kembali tersedia bila jasad mikro mati dan dirombak. Perubahan atau transformasi N tanah selain dilakukan jasad mikro secara biologis; juga melalui proses fisika, kimia, atau fisikokimia. Penguapan N menjadi gas nitrogen pada suhu atau kandungan karbonat tinggi, disebut volatilisasi. Proses ini menjadi masalah terutama di daerah kering dan/atau kalkareus; dan percobaan N di kamar-kaca di mana suhu tinggi pada siang hari. NH4+ + CO32- Amonium Karbonat NH3 + HCO3Amoniak Bikarbonat Perilaku nitrogen dapat menjelaskan perubahan N, berkaitan dengan pemupukan. Pemberian urea, ZA, Amofos, DAP, atau amonium-nitrat, pada tanah sawah seringkali kurang efisien; bila + disebar rata di permukaan. Ion NH4 dioksidasi menjadi N03 , tercuci ke lapisan reduktif atau ikut air irigasi. Di lapisan reduktif, N03mengalami denitrifikasi. Oleh karena itu, hanya sebagian N diambil tanaman, sebagian lagi hilang. Ketidak efisienan pemberian N secara sebar-rata di permukaan tanah dapat diatasi bila pupuk amonium dibenamkan (Ponammperuma, 1964). Mekanismenya pada Gambar 2.2. (chaos.bibul.slu.se) Gambar 2.1. Mekanisme Fiksasi Amonium Terjebak di antara Lempeng Mineral Liat 31 NO N2 , N2O N2 NH 3 perombakan kimia Udara volatilisasi Volatilisasi NH4-N Air nitrifikasi Zone Oksidasi nitrifikasi NH4-N HNO2 HNO3 HNO2 HNO3 Difusi ke atas Zone Reduksi N2 N2O fiksasi NH4-N Organik-N denitrifikasi difusi ke bawah HNO3 leaching Gambar 2.2. Bagan Perubahan Senyawa N dari Pupuk pada Tanah Sawah (Stevenson, F.J. 1986) Teknik mengantisipasi kehilangan N melalui aplikasi sebarrata di permukaan tanah sawah, antara lain dilakukan dengan melapisi atau memperbesar butir pupuk agar bersifat lambat tersedia (slow release). Sebagai contoh sulfur terselimut urea (SCU, urea dibungkus sulfur); super granular urea (SGU, urea butir besar); mudball urea (MBU, urea kelereng lumpur), bricket urea (urea pasta), dan pellet urea (urea tablet). Bentuk-bentuk ini lambat larut karena menghambat proses nitrifikasi merupakan alternatif mengefisienkan pupuk amonium. Kegiatan bakteri nitrifikasi dicegah dengan menggunakan senyawa kimia penghambat (inhibitor), misalnya nitrapyrin. Zat penghambat banyak diteliti dan dikembangkan di 32 International Rice Recearch Institute, Filipina, tetapi sulit diaplikasikan karena khawatir dapat membunuh jazad penting. Waktu pemberian yang tepat merupakan kunci efisiensi pemberian pupuk N. Pemberian secara split sebelum dan setelah tanaman berumur tertentu ditujukan agar serapan N lebih efisien dengan memperhatikan perkembangan sistem perakaran. Cara ini disebut sinkronisasi pemberian pupuk dan merupakan konsep yang rasional. Pada umumnya petani lebih menyukai pemberian pupuk N secara sebar-rata dipermukaan (broadcasting), dibandingkan dibenamkan (dipping) di lapisan reduksi. Karena itu, usaha untuk membenamkan pupuk amonium ke lapisan reduktif melalui pengembangan berbagai teknik aplikasi, masih sulit diadopsi petani meskipun secara teori lebih efisien. Analisis dan Interpretasi Perkembangan metode analisis nitrogen tanah sampai saat ini sangat pesat. Namun beberapa di antaranya ada yang sulit digunakan secara rutin, karena bersifat terlalu spesifik. Metode standar yang paling umum adalah oksidasi katalitik, di mana Norganik dan anorganik diubah menjadi bentuk amonium, menggunakan distilator Kjeldahl. Metode ini digunakan pula untuk ekstrak ion NH4+ yang terikat pada lempeng liat. Meskipun pengukuran dengan metode yang sama seringkali menunjukkan hasil berbeda, namun kisaran nilai harkat yang disajikan dalam Tabel 2.4 dapat digunakan mengevaluasi kandungan N total secara umum. Sebagai catatan tambahan, serapan N akan menurun bila dalam tanah terdapat khlor. Pengaruh pH rendah terhadap ketersediaan N juga perlu diperhatikan sehubungan dengan aktivitas jasad mikro menurun sehingga N tersedia rendah, meskipun total N tinggi. Pada pH sangat rendah, perombakan bahan organik terhenti 33 dan terjadi gambut. Keadaan spesifik ini perlu diperhatikan agar interpretasi tidak keliru. Tabel 2.4. Kisaran Nilai Harkat Nitrogen dalam Tanah (Landon, 1986) KANDUNGAN NITROGEN NILAI HARKAT Metode Kjeldahl (% bobot) >1.0 Sangat tinggi 0.5 - 1.0 Tinggi 0.2 - 0.5 Sedang 0.1 - 0.2 Rendah <0.1 Sangat rendah 2.2. Fosfor Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman di lapangan adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat. Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pem-bungaan, pembentukan buah dan biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mine-ral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi". 34 Sumber Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lainlain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai: (a) Senyawa Ca, Fe, dan Al, (b) Dalam larutan tanah, (c) Terjerap pada permukaan komplek padatan, (d) Terserap dalam fase padatan, dan (e) Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat.. Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi dengan kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama suatu periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman tersebut. Sifat dan Perilaku Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah (Gambar 2.3). Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO 42-. Ion PO43terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral (4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga banyak pendapat bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi keter-sediaan fosfat. Gambar 2.3 menunjukkan hubungan pH dengan bentuk P terlarut dan belum menunjukkan ketersediaan bagi 35 tanaman. Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn tinggi; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg berada dalam jumlah banyak. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kationkation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus. konsentrasi ion-ion intermediet terhadap P-total 1 ppm H2PO4 1.00 - HPO42- - .50 - PO43- .00 3 . 4 . 5 . 6 . 7 . 8 . 9 . 10 pH larutan Gambar 2.3. Hubungan antara Bentuk Ion P dengan pH (Buehrer dalam Tisdale dan Nelson, 1975) 36 Pembebasan P terjadi bila pH diubah mendekati 7.0; melalui usaha tindakan pengapuran ataupun pemberian belerang. Kondisi ketersediaan P dikaitkan dengan pH tanah disederhanakan seperti dalam Gambar 2.4. Sangat tinggi pH 6.5 untuk ketersediaan optimum Tinggi Sedang Fosfat Tak Tersedia bentuk Fe-Al terjerap oksida dan liat Fosfat bentuk Ca Rendah 3 E k s t r e m 4 5 S a n g a t S e d a n g 6 7 8 A g a k N e t r a l A l k a l i n Gambar 2.4. Hubungan antara Ketersediaan P dengan pH (Buehrer dalam Tisdale dan Nelson, 1975) Analisis dan Interpretasi Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan P tanah adalah metode Olsen dengan ekstraksi bikarbonat. Metode ini peka terhadap suhu, terutama untuk pH di atas 7.0. Untuk tanah37 tanah masam, digunakan metode Bray, Truog, atau Morgan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam ppm fosfat (P2O5); dengan faktor konversi P elemental dan P2O5: Konversi dari P ke P2O5 kalikan 2.29 Konversi dari P2O5 ke P kalikan 0.44 Oleh karena banyak macam metode analisis, maka tidak ada pedoman interpretasi umum ketersediaan P. Harkat P dengan metode Olsen disajikan dalam Tabel 4.5 (Cooke dalam Landon, 1984) Untuk metode asam flourida (Bray) dan semua ekstraksi asam, nilai rendah menunjukkan defisiensi, tetapi nilai tinggi belum tentu dapat di interpretasikan. Nilai tinggi ini dapat diperoleh dari tanah-tanah dengan tingkat ketersediaan P rendah atau seringkali pula defisiensi unsur P. Rata-rata analisis P-total untuk kedalaman 15 cm di USA adalah sekitar 0.06% atau 600 ppm P, dan jarang ditemukan lebih dari 0.2% atau 2000 ppm. Data P-total (ekstraksi asam perkhlorat) dari Varley (Landon, 1984) untuk tanah-tanah tropika adalah: rendah 200 ppm, sedang 200 hingga 1000 ppm, dan tinggi >1000 ppm. Perlu diingat bahwa terdapat interaksi negatif antara P dengan Fe, Zn, dan Cu dan khlorida dalam tanah dapat mengurangi serapan P oleh tanaman. 2.3. Sulfur Sumber Belerang dalam tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (a) mineral mengandung belerang, (b) perombakan bahan organik, (c) abu sisa pembakaran, (d) asap pabrik ataupun kendaraan ber motor, dan (e) bahan kimia mengandung S. Permasalahan belerang antara lain muncul akibat: 1. Penggantian pupuk N beranalisis rendah dan berikutan S (ZA) dengan N beranalisis tinggi (urea), 38 2. 3. 4. Penggantian pupuk K berikutan S (ZK) dengan tanpa S (KCl, MOP), Beralihnya penggunaan pestisida mengandung S menjadi berbahan aktif P atau unsur lain, dan Pengangkutan bahan panen ke luar lahan terus menerus sehingga S dalam tanah menjadi rendah. Selain itu, lahan-lahan jauh dari gunung berapi, pusat industri, atau jalan raya dilalui kendaraan bermotor cenderung mengalami defisiensi sulfur. Tabel 2.5. Interpretasi Umum Penetapan Fosfor MenurutMetode Olsen (Landon, 1984) Karakteristik Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman Kurang Diragukan Cukup ............................... (ppm) .......................... P-rendah rumput, <4 5-7 >8 sereal, kedele, Jagung P-sedang P-tinggi Lucerne, kapas, jagung, Tomat Gula-bit, kentang, seledri, Bawang <7 8 - 13 >14 <11 12 - 20 >21 39 Sifat dan Perilaku Bentuk belerang tersedia bagi tanaman adalah berupa SO 32, SO2 (gas). Sifat dan perilaku S mirip dengan N, baik perubahan-perubahan dalam tanah maupun bentuk senyawa dalam tanaman; hanya bedanya S3- atmosferik dapat diserap langsung oleh tanaman sedang N-atmosferik tidak. Di dalam tanaman baik S maupun N merupakan penyusun asam amino dalam pembentukan protein. Gejala defisiensi N dan S ditandai menguningnya daun karena mengalami khlorosis; pada N dimulai dari daun tertua (terbawah) sedang S merata untuk seluruh jenis daun. SO42-, Seperti halnya N, pelepasan S dari bahan organik (protein) terjadi dengan bantuan jazad mikro tanah pada kondisi oksidatif 2menghasilkan ion SO4 . Begitu terjadi perubahan kondisi menjadi reduktif, maka ion SO42 direduksi menjadi gas H2S dan bila terdapat besi reduksi (Fe2+) akan terbetuk pirit yang mengendap dan sukar larut. Reaksinya sebagai berikut: Mineralisasi: (bantuan Bacterium thiooxidans) Bahan organik (protein) Asam amino SO42- Reduksi Sulfat: (bantuan Bacterium desulforicans) SO42- S2- S2- + H+ H2S (gas) S2- + Fe2+ FeS (pirit) Pada tanah-tanah cekung dan selalu tergenang masalah kehilangan S menjadi gas atau terbentuk endapan pirit merupakan indikasi bahwa drainase jelek dan kondisi tanah adalah reduktif. Pada keadaan ini pemupukan belerang menjadi tidak efektif bila tidak dilakukan perbaikan drainase. Belerang elementer (So) 40 seringkali diberikan ke dalam tanah untuk maksud menurunkan pH. Apabila hal ini dilakukan, diperlukan masukan bahan organik agar proses oksidasi yang melibatkan aktivitas jazad mikro tanah berjalan dengan baik. Oksidasi belereng elementer menjadi ion sulfat memberikan ekses ion H sehingga menurunkan pH tanah. Interpretasi Hasil Analisis Meskipun SO4-S merupakan bentuk diserap tanaman, pengukuran sulfat jarang menunjukkan suatu penduga yang nyata terhadap level S dalam tanah, oleh karena ion sulfat seringkali dapat berubah melalui disosiasi dan pengukuran sangat tergantung kondisi pengambilan contoh. Hal yang sama juga untuk pengukuran sulfat organik dalam hubungannya dengan laju pelepsan S menjadi bentuk lebih tersedia. Hanya dapat dilakukan pendugaan sangat terbatas terhadap status S tanah hasil pengukuran (Tabel 2.6). Tabel 2.6. Interpretasi Hasil Pengukuran S (Landon, 1984) Pengukuran S Level S Total S S Tersedia (Morgan) S Tersedia (jenuh) S (terekstrak)*) Pemunculan <200 ppm < 3 ppm > 30 me/l 6-12 ppm *)Berbagai metode 41 Defisiensi Defisiensi Kelebihan Batas repon 2.4. Kalium Kalium tanah yang cukup merupakan syarat ketegaran dan vigur tanaman, karena kalium berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua (bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali bertekstur berpasir, mengandung K-total tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral. Sumber Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada kompleks mineral tanah dan intensitas perombakan. Sebagai contoh, perombakan kalium feldspar menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Loughnan, 1969): 2KalSiO + 3HO K-feldspar air 3KalSiO + K-feldspar 2HO air AlSiO (OH) + 4SiO + 2KOH kaolinit silikat kalium KAl(Al,Si)O(OH) + 6SiO + 2KOH Ilit silikat kalium Kalium dibebaskan berupa hidroksida mudah terionisasi dan ion K+ bebas dapat diserap tanaman, hilang melalui air drainase, atau di ikat muatan negatif kompleks jerapan tanah. Kalium merupakan unsur penting dalam kerak bumi, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada sebagai senyawa-senyawa dalam batuan, mineral, dan garam-garam larut. Secara umum, kerak bumi mengandung 42 kurang lebih 3.11 persen K2O; (Madiadipoera, 1976). sedang air laut 0.04 persen Batuan felsik, intermediet, mafik, dan ultramafik berturutturut mengandung 3.3, 2.3, 0.8, dan 0.3 persen kalium (Krauskopf, 1979). Menurut Mohr, van Baren, dan Schuylenborg (1972) mineral K paling umum dijumpai dalam tanah adalah feldspat, mika, dan feldspatoid; masing-masing beranggotakan ortoklas dan sanidin (feldspat), 12.3 dan 9.6 persen K; biotit dan muskovit (mika) 5.82 dan 7.48 persen K; dan lusit (feldspatoid) 16.17 persen K. Urutan berdasarkan kepentingan bagi pertanian, dari paling penting hingga kurang penting adalah: lusit > ortoklas > sanidin > muskovit > biotit (Soepardi, 1977). Mineral liat terpenting adalah ilit; di mana K terdapat di antara lempeng-lempengnya lebih banyak dibandingkan mineral liat tipe 2:1 lainnya. Sifat dan Perilaku Bentuk kalium tersedia bagi tanaman adalah ion K+. Kalium tanah berada dalam keseimbangan bentuk-bentuk: mineral, terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk, 1941): Km Mineral Kf terfiksasi K dd dapat dipertukarkan Kl larut Bentuk kalium dalam mineral telah dikemukakan di bagian depan. Kalium terfiksasi bila jumlah dapat diekstraksi menurun akibat K+ larut/ tersedia berinteraksi dengan tanah (mineral liat). Fiksasi K terjadi karena terjebak di antara lempeng mineral liat Ilit atau dihalangi ion NH4+ yang relatif berjari-jari ionik mirip K+ (lihat fiksasi NH4+). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 2.5. Pada tanah-tanah mengandung banyak mineral liat Ilit, bila kondisi kekurangan seringkali tampak gejala defisiensi K pada tanaman; akan tetapi gejala tersebut segera pulih setelah mulai musim hujan. 43 Bila dalam tanah lebih banyak ion NH4+ dari pada K+ maka serapan K berkurang karena mobilitasnya dihalangi ion NH4+. Oleh sebab itu, pupuk amonium berlebihan dapat menyebabkan defisiensi kalium, khususnya pada tanah masam miskin K. Di antara ion-ion basa K, Ca, Mg, atau Na terdapat sifat antagonistik dalam hal serapan oleh tanaman. Bila salah satu unsur lebih banyak, maka serapan unsur lainnya akan terganggu. Kompetisi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia yang mirip satu sama lain sehingga terjadi perebutan tempat pada tapak-tapak jerapan tanah atau permukaan akar. Karena itu, nisbah K/Na, K/Ca, K/Ca+Mg, K/Ca+Na+Mg, seringkali dapat memberikan gambaran tentang status basa-basa dalam tanah. Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan dengan kemudahan pertukaran dengan kation lain dan ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari satu kali (split application) selama masa tanam. Dalam praktek, masalah kalium dapat didekati melalui penelaahan kondisi tanah. Secara umum, tanah-tanah berpeluang mengalami defisiensi kalium adalah tekstur berpasir, bahan induk kapur (kalkareous), bahan induk masam dan miskin K, kadar bahan organik tinggi, atau tanah-tanah mengalami pencucian lanjut seperti Oksisol (Soepardi, 1977). 44 Lempeng liat tipe 2:1 Ion Kalium dan Amonium Kation lain lebih kecil H+ , Na+ , Ca2+, dan lain-lain Gambar 2.5. Mekanisme Fiksasi Kalium yang Terjebak pada Lempeng Mineral Liat Ilit (Wood dan deTurk. 1941) Analisis dan Interpretasi Metode analisis kalium yang umum digunakan adalah penetapan K dapat dipertukarkan (Kdd ), diperoleh dari K larut pada analisis KTK. Patut disesalkan bahwa tidak ada uji tanah yang dapat diterima secara umum yang mampu menjelaskan Kdd serta beberapa indeks tingkat pelepasan K untuk melengkapi penilaian 45 status K. Nilai K total mungkin dapat digunakan, meskipun Varley menemukan hasil yang menyolok dari tanah Nepal dan Saint Helena. Tanah pertama mengandung mineral mika dengan nilai K total 20 000 ppm (2%) tetapi hanya menunjukkan nilai Kdd 0.1 me/100g; sedang tanah kedua menunjukkan K total 2 000 hingga 3 000 ppm dan Kdd lebih dari 2.0 me/100g (Landon, 1984). Perlu diingat bahwa level Kdd biasanya berubah bila tanahtanah menjadi kering. Oleh sebab itu, tidak jarang contoh tanah menunjukkan nilai K cukup tinggi di laboratorium tetapi di lapangan tanaman menunjukkan gejala defisiensi K. Jumlah K yang diperoleh dengan menggunakan ekstraktan amonium-asetat seringkali sedikit berbeda dibandingkan dengan pengekstrak asam encer. Namun demikian, ekstraksi amonium- asetat menunjukkan keampuhannya selama 15 hingga 20 tahun terakhir (Landon, 1984). Nilai kritik kalium disajikan dalam Tabel 2.7. Tabel 2.7. Nilai Kritik Kalium Tersedia Ekstrak Amonium Asetat (Landon, 1984) K Tersedia Tempat Sumber (ekstraksi amonium asetat) Rendah Sedang Tinggi ……....... (me/100g) ............... 0.03-0.2 0.2-0.4 <0.25 0.25-0.5 0.3-0.5 0.5-0.8 <0.15 0.15-0.6 0.4-0.8 >0.5 >0.8 >0.6 Malawi AS Sel.Baru Inggris Young & Brown (1962) Thomas (1966) Metson (1961) MAFF (1967) Sebagai pegangan umum, respon tanaman terhadap pemupukan K tampak bila nilai K tanah <0.2 me/100 g dan tidak tampak bila >0.4 me/100 g. Namun, batas ini masih bersifat 46 pertimbangan tergantung pada sifat-sifat tanah, lingkungan dan tanaman. Hasil penelitian di Zimbabwe (Landon, 1984), mengenai hubungan antara defisiensi K dengan tekstur tanah serta indeks ketersediaan disajikan dalam Tabel 2.8. Tabel 2.8. Hubungan Kdd dengan Tekstur (Landon, 1984) Kisaran K Kdd (ekstrak amonium asetat) Pasir Lempung Liat Berpasir ……….……….. (me/100g) ……………….…………… Defisien (respon) Marginal (respon) Kecukupan *) Kaya <0.05 0.05-0.1 0.1-0.25 >0.25 <0.1 0.1-0.2 0.2-0.3 >0.3 <0.15 0.15-0.3 0.3-0.5 >0.5 *)Tetapi pemberian diperlukan untuk mencegah defisiensi) Boyer (Landon, 1984) mengemukakan angka patokan defisiensi K tanah-tanah tropika basah sebagai berikut (meskipun menurut Jones dan Wild masih bervariasi menurut jenis tanaman serta level produksi): Minimum Mutlak : 0.07 hingga 0.20 me/100g Minimum Relatif: paling rendah 2% jumlah basa Nisbah K : Mg tinggi dalam tanah dapat menjadi petunjuk defisiensi Mg, misalnya setelah pemupukan K. Pada tanah-tanah KTK rendah, penambahan Ca dan Mg mungkin diperlukan untuk mengimbangi pemupukan K. Pada persentase K tinggi (>25%), permeabilitas dan struktur mungkin dipengaruhi, tetapi tidak sebesar bila Na tinggi. Tanaman dalam kamar kaca atau buahbuahan, serapan Mg mungkin terhambat bila nisbah K : Mg berkadar Mg rendah 2 : 1 (Landon, 1984). 47 Pada tanaman teh, Wibowo dan Verstrijden (1976) memberikan status K atau Mg berdasar nisbah K/Mg sebagai berikut: K/Mg <5 K/Mg >10 K/Mg = 8-9 : : : K/Mg = 5-7 : Teh cenderung defisiensi K, Teh cenderung defisiensi Mg, Kadar K dan Mg normal, atau keduanya sama-sama rendah, dan Kadar K rendah pada Mg normal atau di atas normal Secara umum, Reudering (Tobing, 1976) menetapkan nisbah K/Mg normal tanaman teh antara 3 hingga 5. 2.5. Kalsium dan Magnesium Pengapuran merupakan usaha mengatasi pengaruh buruk akibat kemasaman tanah; antara lain ketersediaan P dan Mo rendah, kekurangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg; keracunan Al, Fe atau Mn, serta penghambatan perkembangan jazad mikro tanah tertentu. Pengertian klasik tentang pengapuran tanah yaitu peningkatan pH hingga mendekati netral (pH=6.5). Namun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penyebab utama pengaruh buruk bukan oleh ion H+, melainkan efek keracunan ion Al3+. Data Vlamis (1953) merupakan bukti pernyataan tersebut (Tabel 2.9). Penelitian Team Fakultas Pertanian, IPB (Anonymous, 1983) pada Podzolik Merah Kuning Jasinga, Bogor, menunjukkan bahwa pemberian kapur 20 ton/ha menekan Aldd dari 20.0 menjadi 6.3 me/100 g tanah dan meningkatkan produksi biji kacang tanah dari 2.6 hingga 38.9 g/pot. Selain itu, berbagai pakar menyarankan bahwa penentuan jumlah kebutuhan kapur harus didasarkan pada: (1) jenis tanaman yang akan diusahakan, dan (2) jumlah aluminium yang harus dinetralkan agar dicapai pertumbuhan maksimum. 48 Bahan penetral kemasaman atau bahan kapur pertanian adalah senyawa mengandung Ca dan Mg. Bahan ini meliputi kapur tohor, kapur tembok, batu kapur (kalsit, dolomit), kulit kerang, dan terak baja. Persyaratannya paling sedikit mengandung 50 persen setara CaO atau 90 persen setara CaCO 3 . Di samping itu, harus berukuran 100 persen lolos saringan 20 mesh, dan 80 persen lolos saringan 60 mesh. Bahan organik dan pupuk TSP dapat 3 diperhitungkan sebagai bahan substitusi kapur karena mampu menetralkan Aldd. Secara kasar, setiap ton bahan organik setara satu ton kapur, dan setiap kuintal TSP setara 1/5 ton kapur. Dengan demikian, kebutuhan kapur aktual adalah kebutuhan berdasar Al dd dikurangi "discount factor" bahan organik dan pupuk TSP. Tabel 2.9. Aluminium Sebagai Penghambat Tumbuh Tanaman Jelai (Hordeum vulgare, L) (Vlamis, 1953) BOBOT JELAI Perlakuan Simbol pH Ekstrak Tanah(ET) ET + Kapur(K a) ET + Ka + H2SO4 (AS) ET+Ka+AS+Al2(SO4)(Al) ET+Ka+AS+Al+MnSO4(Mn) Al Mn Akar Tajuk Jumlah 4.2 5.8 4.2 4.2 4.2 .. (ppm)... ......mg/pot)…..……. 1.8 16 32 107 139 0.8 7 152 201 353 0.3 7 125 190 315 1.8 8 39 137 176 0.3 16 125 216 341 Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk kasus ini, pengertian pemberian Ca dan Mg bukanlah pengapuran tetapi pemupukan seperti halnya pemberian unsur hara lain ke tanah dalam memenuhi kebutuhan tanaman. 49 Sumber Ca dan Mg Sumber utama Ca dan Mg di alam adalah batu gamping. Di Indonesia, deposit batu ini tersebar luas dan terdapat hampir di semua propinsi. Batu gamping dijumpai sebagai mineral kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaCO3.MgCO3), terbentuk secara organik, mekanik atau kimia. Cara pertama merupakan proses terbanyak sebagai endapan cangkrang kerang dan siput, karang (foraminifera), atau ganggang. Penyebarannya dari bukit hingga pegunungan kapur sepanjang pantai. Cara kedua berawal dari bahan kapur pertama, perbedaannya setelah melalui perombakan kemudian diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedang cara ketiga terjadi pada kondisi iklim dan lingkungan tertentu dalam air laut maupun air tawar. Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Sifat dan Perilaku Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca antara lain: (1) konsentrasi ion H+ (pH), makin rendah pH makin rendah ketersediaan Ca, dan (2) sifat kation Ca dalam tanah, berkenaan dengan tipe koloid dan persentase kejenuhan Ca. Urutan pembebasan Ca terikat pada koloid yaitu: bahan organik > kaolinit > ilit > montmorilonit. Hubungan antara persentase kejenuhan Ca dengan jumlah Ca yang dibebaskan berbentuk kuadratik. Pada tanaman serealia, gejala kekurangan Ca ditandai oleh daun muda tidak membuka, tetap menggulung dan mudah patah. Di dalam tanah, magnesium dijumpai dalam bentuk: (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) terjerap pada kisi mineral liat, dan (4) berada dalam mineral primer; dan erat hubungannya dengan bahan induk tanah. Pada tanah Loss kadar Mg adalah tinggi, dan sebaliknya pada tanah tua adalah rendah. Selain itu, kadar Mg tinggi erat pula kaitannya dengan kadar montmorilonit tinggi. Magnesium merupakan penyusun khlorofil tanaman, karena itu kekurangan Mg ditandai oleh khlorosis khas di antara tulang daun (interveinal 50 khlorosisis). "Penyakit kuning" pada lada di Sumatera Selatan dan Lampung, khlorosis pada tanaman cengkeh di Sumatera Barat dan teh di Jawa Barat, erat kaitannya dengan kekurangan Mg. Demikian pula penyakit “grass tetany” yang menyebabkan kejang pada ternak ruminansia, dilaporkan karena kekurangan Mg pada rumput pakan ternak. Penggantian pupuk Fussed Magnesium Fosfat (FMP) berkadar fosfat rendah dengan DSP atau TSP merupakan salah satu penyebab Mg jarang diberikan melalui pemupukan. Analisis dan Interpretasi Secara normal, defisiensi Ca tampak pada tanah dengan nilai KTK rendah dan pH < 5.5. Pemupukan K tinggi atau tanah dengan cadangan K tinggi menghambat serapan Ca pada tanah netral. Defisiensi Ca terjadi pula pada pH tinggi bila Na berlebihan (tanah sodik). Pada kasus ini, pemberian Ca tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Ca tanaman tetapi juga untuk memperbaiki struktur tanah yang hancur akibat dispersi oleh Na. Respon terhadap pemberian Ca dapat terjadi pada tanah berkadar Ca dd < 0.2 me/100 g tanah. Defisiensi Mg selain karena kadar Mg tanah rendah, juga oleh sifat kompetitif dengan Ca atau K. Peningkatan nisbah Ca : Mg di atas 5 : 1, dapat menyebabkan ketersediaan Mg menurun, meskipun tanah termasuk kategori subur. Bila jumlah Mg jauh melebihi Ca, unsur terakhir ini akan berkurang ketersediannya, dan struktur tanah menjadi lebih lemah akibat terjadi deflokulasi liat. Nilai nisbah seimbang sangat tergantung pada jenis tanah. Interpretasi hasil analisis Mg disajikan pada Tabel 2.10. 51 Tabel 2.10. Interpretasi Nilai Mgdd (Landon, 1984) Level Kisaran Komentar (me/100 g) (ppm) < 0.2 < 30 Rendah Dibutuhkan pemberian Mg 0.2-0.5 > 0.5 30-60 Medium Gunakan Kapur Mg bila diperlukan pengapuran > 60 Tinggi Mg biasanya cukup 2.6. Unsur Mikro Perombakan batu-batuan akan menghasilkan mineralmineral sekunder tertentu dengan mengikut-sertakan semua unsur logam berat sebagai penyusun mikro. Sebagian kecil unsur mikro dibebaskan setelah mineral primer memengalami perombakan dan disintesis menjadi mineral liat, oksida logam, dan bahan organik. Sedang mineral-mineral sekunder mengandung logam berat adalah golongan mineral liat mengalami substitusi isomorfik (kaolinit, trioktahedral, mika, montmorilonit, khlorit, dan lain-lain), yaitu substitusi Al atau Si dengan logam mikro (Fe, Mn, Cu, Zn); serta oksida dan hidroksida residual, terutama Fe (Loughnan, 1969; Mitchell, 1964). Mitchell (1964) mengemukakan analisis unsur-unsur mikro terkandung pada berbagai jenis mineral berasal dari batuan beku maupun endapan, disajikan pada Tabel 2.11. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan untuk masing-masing jenis unsur mikro. Unsur Mikro Kation Unsur mikro kation meliputi: Fe, Mn, Cu, dan Zn. Secara pedogenesis, dua pertama dalam jumlah banyak di alam sebagai 52 penyusun makro; sedang dua terakhir relatif sedikit sehingga berpeluang kekurangan. Pengaruh tanah terhadap keempat kation berbeda-beda, tetapi pada kondisi tanah tertentu cenderung berpengaruh umum yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) reaksi tanah (pH), (2) tingkat oksidasi dan pH, (3) reaksi dengan unsur anorganik lain, dan (3) ikatan dengan bahan organik. Kelarutan unsur mikro kation tinggi pada tanah masam, sehingga keracunan Fe atau Mn sering terjadi, tetapi Cu dan Zn kekurangan akibat hilang melalui pencucian. Unsur Fe dan Mn sangat dipengaruhi oleh kondisi oksidasireduksi. Pada tanah tergenang (reduktif) ion Fe3+ atau Mn4+ berubah menjadi Fe2+ atau Mn2+ sehingga ketersediaannya meningkat. Sebaliknya bila tanah tergenang diperbaiki drainasenya maka jumlah ion Fe atau Mn tersedia menjadi berkurang. Selain itu, ketersediaan unsur mikro kation berkurang akibat keberadaan kation lain, sehubungan dengan mekanisme kompetisi terhadap serapan oleh akar. Baik Fe dan Mn maupun Cu dan Zn terikat kuat dengan bahan organik dalam bentuk ikatan khelat logam-organik. Secara alami, daerah tropika basah (tropical rain forest) berpeluang besar mengalami masalah unsur mikro kation. Curah hujan tinggi, reaksi tanah masam, tekstur tanah berpasir, topografi berombak hingga bergelombang, merupakan kondisi umum area pertanian lahan kering di Indonesia. Kekurangan unsur Cu dan Zn secara alami muncul akibat hilang melalui pencucian dan erosi terutama di lahan tegalan. Keracunan Fe dan Mn berkaitan dengan drainase buruk, di mana ketersediaan kedua unsur meningkat terutama pada daerah cekung, sawah atau rawa. Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat pula menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur mikro. Pemupukan NPK berat merupakan pendorong kekurangan; terlebih lagi bila digunakan pupuk NPK beranalisis tinggi tanpa atau sedikit ikutan unsur mikro seperti lazim digunakan (Urea, TSP dan KCl). Tindakan tersebut mempengaruhi keseimbangan unsur hara dalam tanah ataupun tanaman. 53 Tabel 2.11. Mineral Primer Sumber Fe, Mn, Zn dan Cu (Mitchell, 1964) A. Batuan Beku Stabilitas Unsur Hara Unsur Hara Mineral Utama Mikro Mengalami perombakan Mudah: Olivin Mg, Fe, Si Ni, Co, Mn, Li, Zn, Cu, Mo Hornblen Mg, Fe, Ca, Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Al, Si Cu, Ga Augit Ca, Mg, Al, Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Si Pb, Cu, Ga Biotit K, Mn, Fe, Al, Si Rb, Ba, Ni, Co, Sc, Li, Mn, V, Zn, Cu, Ga Apatit Ca, P, F Pb, Sr Unsur-unsur lain yang jarang Anorthit Ca, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn Andesit Ca, Na, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn Oligoklas Na, Ca, Al, Si Cu, Ga Mengalami perombakan Sedang: Albit Na, Al, Si Cu, Ga Garnet Ca, Mg, Fe, Mn, Cr, Ga, Al, Si Ortoklas K, Al, Si Rb, Ba, Sr, Cu, Ga Muskovit K, Al, Si F, Rb, Ba, Sr, Ga, V Titanit Ca, Ti, Si V, Sn Unsur-unsur lain yang jarang Ilmenit Fe, Ti Co, Ni, Cr, V Magnetit Fe Zn, Co, Ni, Cr, V Zirkon Zr, Si Hf Mengalami perombakan Sukar: Kuarsa Si 54 B. Batuan Sedimen STABILITAS UNSUR HARA MINERAL UTAMA Batu-pasir (sand-stone) UNSUR HARA MIKRO Si Zr, Ti, Sn, Th, Au, Pt, dsb. Batu-lapis (shale) Al,Si, K V, U, As, Sb, Mo, Cu, Ni, Co, Cd, Ag, Au, Pt, B, Se Bijih besi (ion ores) Bijih mangan (Mn ores) Fe V, P, As, Sb, Se Mn Li, K, Ba, B, Ti, W, Co, Ni, Cu, Zn, Pb Batu kapur dan dolomit Endapan garam Ca, Mg, Fe K, Na, Ca, Mg Ba, Sr, Pb, Mn B, I Penggunaan varietas unggul respon pemupukan secara terus menerus, diikuti pengangkutan sisa panen ke luar lahan juga mempercepat munculnya kebutuhan akan unsur mikro. Unsur Cu dan Zn yang sedikit dalam tanah terangkut ke luar lahan dan tidak dikembalikan melalui pemupukan. Pengairan berlebihan pada lahan berdrainase buruk dapat menyebabkan tanaman keracunan Fe atau Mn. Unsur Mikro Anion Unsur mikro anion (Cl, B, Mo) secara kimia mempunyai sifat berbeda sehingga reaksi yang terjadi dalam tanah pun tidak akan sama. Khlor Sebagian besar khlor dalam tanah dijumpai dalam bentuk sangat larut, misalnya kalium khlorida. Ion Cl- tidak dijerap liat yang bermuatan negatif dan oleh karena itu akan turut bergerak mengikuti aliran air, baik ke atas maupun ke bawah. Di daerah 55 bercurah hujan tinggi, ion khlor dalam tanah rendah akibat hilang melalui pencucian. Sedang di daerah kering atau setengah kering akan dijumpai kadar khlor lebih tinggi, bahkan kadang-kadang bersifat meracun tanaman. Penambahan khlor dari atmosfer diduga dapat mencukupi kebutuhan tanaman, terutama untuk kondisi seperti Indonesia yang merupakan kepulauan. Uap air laut merupakan sumber khlor cukup tinggi sehingga masalah khlor di Indonesia belum ada yang melaporkan. Ion Cl - meningkatkan laju mobilitas Ni2+, Cu2+ dan Cd2+ melalui tanah. Hal ini mungkin secara langsung berkaitan dengan tingkat pembentukan kompleks khlor seperti diramalkan dari konstanta kestabilan. Tembaga dipegang jauh lebih kuat dibandingkan Ni maupun Cd seperti ditunjukkan dari jumlah volume pori yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali Cu3+ dalam efluen (larutan pencuci) dan yang berada sebagai bentuk jerapan (Doner, 1978). Boron Ketersediaan dan penggunaaan boron sebagian besar ditentukan oleh pH tanah. Boron sangat larut dalam keadaan masam dan pada kondisi ini sebagian boron berada dalam bentuk asam borat yang segera tersedia bagi tanaman. Pada tanah berpasir bereaksi agak masam boron larut akan segera tercuci; demikian pula pada tanah liat tidak begitu masam, kerena liat bermuatan negatif tidak menjerap anion H2BO3- atau HBO32- Kecuali pada tanah liat masam didominasi oleh liat tipe 1 : 1 yang mengalami patahan, anion tersebut dijerap pada kisi yang bermuatan positif. Pada nilai pH tinggi boron tidak begitu tersedia, kemungkinan mengalami pengikatan oleh liat berkombinasi dengan adanya kation-kation bivalen Ca atau Mg. Pemberian kapur berlebihan seringkali menciptakan kekurangan boron. Boron yang berikatan dengan senyawa organik dilepas setelah prombakan dan tersedia bagi tanaman. Pada umumnya kadar boron lapisan tanah atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. Hal ini merupakan salah satu sebab kekurangan boron terjadi pada musim kemarau. Pada saat kekurangan air, akar tanaman terpaksa masuk lebih dalam untuk 56 memperoleh lebih banyak hara dan air sehingga kadar B rendah di bagian bawah ini menyebabkan tanaman kekurangan. Akan tetapi pada musim hujan, akar tanaman cukup memperoleh hara dan air dari lapisan tanah atas sehingga boron tidak menjadi masalah. Molibdenum Reaksi tanah terhadap molibdenum hampir sama seperti terhadap fosfor; misalnya Mo hampir tidak tersedia pada tanah bereaksi masam. Dalam keadaan ini, ternyata anion molibdat (MoO43-) bereaksi dengan mineral tanah seperti silikat, besi dan aluminium. Ion molibdat yang terikat dapat digantikan kedudukannya oleh ion fosfat melalui pertukaran anion, suatu petunjuk bahwa senyawa tanah yang sama dapat terlibat dalam pengikatan molibdenum dan fosfat. Ketersediaan Mo sangat menurun pada tanah masam, sehingga kebijakan pengapuran tertentu khusus ditujukan agar ketersediaan Mo meningkat. Molibdenum sangat penting bagi bakteri Rhizobium, sehingga tanaman legum yang ditanam pada tanah kalkareus seringkali menunjukkan respon terhadap pemberian Mo. 57 Bab 3. Ketersediaan Hara dalam Tanah 3.1. Pertukaran Ion Pertukaran ion merupakan reaksi umum dalam cairan tanah. Mekanisme ini sangat penting karena berkaitan dengan penyediaan hara dan prinsip pemupukan. Contoh reaksi perukaran ion adalah sebagai berikut: (a). Pertukaran kalsium pada pH rendah: Misel Ca + 2H+ Misel H + Ca2+ Pertukaran berlangsung relatif cepat secara ekivalen (satu molekul ion Ca bermuatan dua positif diganti oleh dua molekul ion H bermuatan satu positif). Bila terjadi penurunan ion H+ atau penambahan ion Ca2+ (misal-nya melalui pengapuran), maka reaksi beralih ke kiri. Sebaliknya, bila H+ bertambah dan Ca2+ berkurang, reaksi mengarah ke kanan. (b). Bila diumpamakan jumlah kalsium, aluminium, hidrogen, dan kation-kation lain (L) pada permukaan misel berada dalam perbandingan 40, 20, 20, dan 20, maka keseimbangannya dapat digambarkan sebagai berikut: Misel 40Ca 20Al + 2H+ 20H 20L 39Ca Misel 20Al + Ca2+ 22H 20L 58 (c). Pemupukan KCl pada tanah cukup kalsium, reaksi pertukaran adalah: Misel 40Ca 20Al+7 K +7Cl- 20H 20L 7K 38Ca + 2 CaCl2 Misel 20Al + 2 LCl 19H + HCl 18L Kalium terjerap berasal dari pupuk KCl merupakan K tersedia bagi tanaman dan tidak hilang melalui pencucian. Cara Perhitungan Ekivalensi: Ekivalensi atau kesetaraan bobot suatu unsur, yaitu bila unsur bereaksi dengan 1.008 gram H atau 8.0 gram O. Dalam perhitungan, ekivalen dinyatakan sebagai Bobot Molekular/Atom dibagi Valensi: me = BA/V mg = BA/V x me Contoh: Bila diketahui hasil analisis Kdd = 1 me K/100 gram tanah, beberapa kg KCl dibutuhkan untuk satu hektar (kedalaman olah = 2.0 cm) agar nilai Kdd tersebut menjadi 2 me/100 g? Misalkan: kerapatan jenis zarah atau Bulk Density = 1.0, maka: Berat 1 Ha = 10 000 x 10 000 x 2 dm3 x 1.0 = 2.106 kg K dibutuhkan = 2.106 . 103 g/102 g x 1 me = 2.107 me = 2.107 x 39/1 g = 7.8.108 g = 780 kg Jumlah KCl = 74/39 x 780 = 1.480 kg = 1.48 ton. Catatan: BA K = 39, C = 35, valensi ion K = 2 Bobot setara untuk dm3 = kg (BD =1.0) 59 3.2. Pertukaran Ion untuk Seskuioksida dan Sistim Liat Pada tanah-tanah berumur lanjut seperti Ultisol dan Oksisol, dijumpai seskuioksida cukup tinggi. Seskuioksida adalah oksida besi atau aluminium terhidrasi, dengan rumus: 2 Al(OH)3 atau Al2O3. 3H2O 2 Fe(OH)3 atau Fe2O3. 2H2O Seskuioksida disingkat R(OH)n; dengan jenis muatan bergantung pada pH. Mekanisme reaksi seskuioksida dan sistim liat pada pH 5 dan pH 6 adalah sebagai berikut: Pada pH = 5, n = 3: R (OH)no + 2H+ R (OH) (HOH)2 2+ R (OH)3o + 2H+ R (OH) (HOH) (HOH)2+ R(OH)(OH)(HOH)2+ Liat2- KTK = 0 Muatan permukaan = 0, (zpt=zero point of charge) Pada pH = 6: R(OH)(HOH)(OH)2+ Liat 2- R(OH)(OH)(HOH)1+ Liat 2- + OH + HOH Terdapat muatan negatif 1, KTK = 1 me Pertukaran kation erat hubungannya dengan daya-retensi (daya ikat) tanah terhadap unsur. Bila ZA atau amonium sulfat {(NH4)2SO4}, natrium nitrat (NaNO3) atau Murriate of Kalium (MOP, KCl) diberikan ke 60 tanah, maka kation (NH4+ , Na+, dan K+) dijerap oleh koloid tanah dan terhindar dari pencucian. Akan tetapi anion (SO42-, NO3-, dan Cl-) tidak dapat diikat sehingga mudah tercuci mengikuti air tanah. Anion-anion tertentu seperti PO43-, CO32-, dan SiO32- berikatan dengan kation besi, aluminium, kalsium, atau magnesium membentuk senyawa tidak larut dan terhindar dari pencucian. Sebagian ion fosfat terjerap dapat digantikan SiO44- atau F-, dalam mekanisme pertukaran anion. Prinsip pertukaran anion ini seringkali digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah fiksasi P. 3.3. Kapasitas Tukar Kation dan Persentase Kejenuhan Basa Pertukaran Kation Jumlah kation dapat dipertukarkan permukaan koloid dinyatakan dalam mili-ekivalen per100 gram (me/100g) tanah, disebut kapasitas tukar kation (KTK). Parameter sifat fisiko-kimia ini menunjukkan potensi kesuburan tanah dalam menyediakan unsur hara. Pengukuran KTK digunakan sebagai petunjuk kasar tipe mineral liat; karena ia ditentukan oleh macam liat dan jumlah bahan organik tanah (Tabel 3.1). Makin tinggi mineral liat dan bahan organik, makin tinggi nilai KTK. Mekanisme pertukaran kation dalam tanah seperti disajikan dalam Gambar 3.1. 61 (www.soils.umn.edu/) w (www2.mcdaniel.edu) Gambar 3.1. Mekanisme Pertukaran Kation dalam Larutan Tanah: ion Al3+ dan K+ bertukar tempat dengan ion Ca2+ dan Mg 2+ tempat di perrmukaan koloid tanah . Variasi nilai KTK beberapa mineral liat dalam Tabel 3.1 disebabkan oleh perbedaan: (a) sifat-sifat permukaan liat tempat reaksi, (b) jumlah muatan listrik (substitusi isomorfik dan disosiasi ion H+), dan 62 (c) ukuran butir liat. Di bagian muka telah disinggung muatan bergantung pH liat dan bahan organik. Pada kebanyakan tanah, nilai kapasitas tukar kation berkaitan dengan pH tanah, jenis mineral liat dan bahan organik. Di bawah pH 6.0, muatan liat tampak stabil, bersifat permanen dan berasal dari substitusi isomorfik. Di atas pH 6.0 terdapat muatan bergantung pH pada kisi-kisi patah. Muatan koloid organik selalu bergantung pada pH. Tabel 3.1. KTK Mineral Liat dan Bahan Organik (Brady, 1974) Mineral liat tipe KTK (me/100 g) Kaolinit Montmorilinit Vermikulit Illit Haloisit Bahan Organik 1:1 5 - 15 2:1 80 - 150 2 : 1 100 - 150 2:1 10 - 40 1:1 5 - 50 - 100 - 300 Pertukaran anion Beberapa unsur hara esensial diserap tanaman dalam bentuk anion, misalnya N, P, S, B, Mo, dan Cl berturut-turut sebagai NO3-, H2PO4-, HPO42-, dan PO43; SO42- dan SO32-; HBO3- dan BO32-; H2MoO4-, HMoO42-, MoO43- dan Cl-. Umumnya komplek jerapan tanah bermuatan negatif (uraian terdahulu); karena itu anion tidak dapat dijerap pada permukaannya. Anion-anion dijerap bila komplek bermuatan positif; dijumpai pada komplek dengan muatan bergantung pH saat pH rendah. Jerapan anion 63 oleh seskuioksida terjadi melalui penggantian OH- pada Fe dan Al terhidrasi oleh anion-anion tersebut. Mekanis-menya sebagai berikut: (a) >Al - OH pH tinggi >Al - OH2+ >Al - OH2+ + H+ >Al - OH2 + pH rendah + H2PO4+ NO3- >Al - OH2HPO4 >Al - OH2NO3 (b) >Al - OH2+ + H2PO4 >Al - H2PO4 + OHterjadi pada pH rendah Pada Oksisol atau Ultisol (Latosol atau Podzolik Merah Kuning), lapisan tanah bawah (sub soil) banyak mengandung seskuioksida; dengan demikian lapisan ini dapat menahan anion-anion seperti sulfat, fosfat, nitrat, borat, molibdat, atau khlorida sehingga terhindar dari pencucian. Bila pemupukan dosis tinggi dilakukan terus-menerus pada tanah semacam ini, maka penimbunan anion terjadi di lapisan bawah. Untuk pemanfaatannya diperlukan usaha pelepasan atau penambangan kembali (daur ulang). Beberapa kasus di lapangan menunjukkan kandungan sulfat rendah pada lapisan atas dan tanaman menampakkan gejala kekahatan S. Tetapi, begitu akar tanaman mencapai lapisan bawah, gejala hilang. Hal seperti ini dijumpai pula pada fosfat, sehingga diperlukan usaha untuk menambang kembali (daur ulang). Alternatif daur ulang misalnya melalui: (a) pengolahan dalam; (b) sistim perakaran intensif; (c) penggunaan senyawa pelepas fiksasi fosfat, misalnya silika dalam terak baja, atau (d) rekayasa biologi, misalnya inokulasi cendawan Mikoriza dan bakteri pelarut fosfat. Prinsip Penetapan KTK Sampel tanah diekstrak dalam pelarut Amonium Asetat (NH4Oac) hingga semua kation terjerap digantikan oleh ion NH4+. Kemudian diekstrak kembali menggunakan larutan KCl 1N, agar semua + + + NH4 diganti oleh K . Ion NH4 yang terlepas ditetapkan melalui analisis 64 N, dan jumlah setaranya menunjukkan nilai KTK tanah. Metode penetapan yang direkomendasikan untuk berbagai kondisi tanah adalah: (a). Tanah-tanah dengan muatan beragam: Ekstraksi KCl 1N pada pH tanah tidak disangga, dengan catatan beberapa ion H+ dan Al3+ mungkin tidak terukur; (b). Untuk tanah-tanah netral tidak berkapur dan bergaram: Ekstraksi NH4OAc disangga pada pH 7.0; dan (c). Untuk tanah-tanah lain termasuk tanah salin dan salin bergaram, serta tanah mengandung Ca dan Mg karbonat: Ekstraksi NaOAC disangga pada pH 8.2. Selanjutnya hasil ekstraksi dipakai untuk mengukur kationkation dapat dipertukarkan secara individual. Nilai KTK pada tanahtanah tidak mengandung sulfat tinggi dapat diukur menggunakan 0.5 M BaCl2/TEA disangga pada pH 8.2. Secara umum, kelas KTK lapisan tanah atas disajikan pada Tabel 3.2 (Landon, 1984). Nilai KTK dapat dijadikan petunjuk kasar pendugaan jenis mineral liat, meskipun harus berhati-hati terutama bila tanah didominasi lebih dari satu jenis mineral liat atau hidroksida. Jenis tanah kaya mineral kaolinit atau haloisit (tipe 1:1) miskin cadangan hara. Tanah lain bisa mempunyai KTK sama tetapi mengandung liat tipe 2:1 dengan cadangan hara lebih banyak. Karena KTK dan sifat kelembaban tergantung pada tekstur tanah, maka terdapat hubungan searah antara KTK dengan PKB, khususnya pada tanah dengan bahan induk dan latar belakang sejarah sama. Di samping itu, tanah dengan kandungan alofan dan/atau seskuioksida tinggi, mempunyai KTK sangat peka terhadap perubahan pH dan kepekatan kation tinggi. Pada umumnya penetapan KTK dilakukan dengan menggunakan ekstraksi larutan garam disangga, misalnya: BaCl2 + TEA (pH 8.2), NH4OAc (pH 7.0). 65 Tipe-tipe liat dominan dan bahan organik dikaitkan dengan KTK disajikan dalam Tabel 3.3. Tabel 3.2. Klasifikasi Umum Nilai KTK Lapisan Tanah Atas (Landon, 1984) NILAI KTK KLASIFIKASI (me/100 g) >40 25 - 40 15 - 25 5 - 15 <5 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Tabel 3.3. Nilai KTK Umum Dijumpai dalam Mineral Liat dan Bahan Organik (Landon, 1984) Tipe lempeng liat Kaolinit dan Haloisit 1:1 Ilit 2:1 Montmorilonit 2:1 Vernikulit 2:1 Bahan Organik Cadangan unsur Kisaran KTK pada pH 7.0 (me/100 gram liat) Beberapa unsur < 10 Kalium Umumnya Mg, K, Fe, dll. Umumnya Mg, K, Fe, dll. 15 - 40 80 - 100 + 100 + 200 Pengukuran KTK menggunakan garam disangga tidak dalam kondisi pH tanah aktual. Beberapa ahli berpendapat bahwa KTK sebaiknya ditetapkan dengan menggunakan garam tidak disangga agar diukur pada pH tanah aktual. Penentuan KTK tanah masam dengan NH4OAc 1N pH 7.0 menghasilkan nilai KTK tinggi karena sebagian NH4+ terjerap pada titik pertukaran bergantung pH. Ekstraksi menggunakan garam netral tanpa disangga tidak akan menghasilkan hal tersebut. Nilai 66 KTK termasuk ion Al3+ (dan juga H+) disebut KTK Efektif (KTKE), perlu ditetapkan pada tanah bereaksi masam. Cara Penetapan KTK Efektif Langkah-langkah penetapan KTK efektif adalah sebagai berikut: Tanah diekstraksi dengan NH4OAC 1N mengeluarkan Ca, Mg, K dan Na; dan (2). Tanah diekstraksi dengan KCl 1N mangeluarkan ion Al3+ dan H+ (kemasaman dapat dipertukarkan). Jadi KTKE adalah jumlah ion (Ca2++ Mg2++ Na++K++Al3++H+) me/100 g. (1) Contoh nilai KTK efektif disajikan dalam Tabel 3.4. Tabel 3.4. Nilai KTK Efektif Podzolik Merah Kuning Norfolk (Coleman et al., 1959) pH Aldd (Ca+Mg)dd KTK efektif …………………… (me/100 g) ………………..……………….. 4.5 0.91 0.20 1.11 5.4 0.34 0.91 1.25 5.9 0.10 1.60 1.70 Persentase kejenuhan Basa (PKB) Bila ion-ion dapat dipertukarkan dilihat hanya ion-ion basa, maka diperoleh nilai Kapasitas Pertukaran Basa (S) suatu tanah. Kejenuhan Basa (PKB) berbanding relatif dengan KTK; sehingga nilai S dapat dihitung dengan persamaan: Persentase Kejenuhan Basa (PKB) = S/KTK x 100 67 Nilai PKB berhubungan secara proporsional dengan basa-basa terjerap. Nilai PKB 80 persen berarti 4/5 bagian tempat pertukaran dijenuhi oleh basa-basa K, Ca, Mg, dan Na, serta 1/5 bagian oleh Al atau H. Beberapa jenis tanah pertanian ditentukan sifat dan proporsi relatif basa-basa tersebut. Seringkali diasumsikan bahwa untuk mencapai produksi optimal diperlukan tanah bereaksi netral. Berarti bahwa seluruh keasaman dinetralkan melalui penjenuhan tapak jerapan (adsorption sites) dengan unsur-unsur basa. Namun demikian, pada tanah-tanah masam ion aluminium dalam cairan tanah menjadi pembatas reaksi pertukaran. Oleh sebab itu, prinsip netralisasi kemasaman tanah berdasar pada jumlah ion Aldd banyak dianut. Pada prinsipnya, tanaman tumbuh normal meskipun pH di bawah 5.0 asalkan kejenuhan basa tinggi. Hal terakhir ini dijumpai pada tanah gambut (peat). Di bagian depan telah disinggung bahwa PKB dapat digunakan mengevaluasi tingkat kesuburan tanah. Menurut klasifikasi FAOUnesco (Landon, 1984), PKB ditetapkan menggunakan ekstraksi NH4OAc pada kedalaman tanah 20 hingga 50 cm mencirikan sifat kesuburan tanah. Contoh: >50 % : Tanah-tanah Eutrik, lebih subur <50 % : Tanah-tanah Distrik, kurang subur Sebagai pegangan, kisaran nilai baku PKB suatu tanah adalah: rendah (<20 %); sedang (20-60 %), dan tinggi (>60 %). Kompleks jerapan tanah-tanah daerah kering (arid) umumnya didominasi unsur basa; sedang daerah basah (humid) sedikit unsur basa tetapi lebih banyak ion Al3+ serta H+. Pengertian tentang hal ini penting dalam mengevaluasi kesuburan tanah. Terdapat hubungan erat antara PKB dengan pH, di mana nilai PKB menurun bila jumlah basa-basa berkurang dan berarti nilai pH menurun. Keadaan ini sesuai dengan kenyataan bahwa pencucian K, Ca, Mg, dan Na cenderung meningkatkan kemasaman tanah. 68 Bab 4. Reaksi (pH) Tanah Istilah reaksi tanah berkaitan dengan reaksi yang terjadi dalam larutan tanah akibat pengaruh senyawa-senyawa asam atau basa. Asam atau basa adalah zat atau senyawa itu sendiri sedang masam atau alkalis merupakan sifat dari larutan yang didominasi oleh asam atau basa. Asam menurut Robert Boyle (1663) dalam Krauskopf (1979), adalah suatu senyawa masam dan mempunyai kemampuan melarutkan banyak senyawa, mengubah warna lakmus, dan bereaksi dengan basa membentuk garam. Sedang menurut Arrhenius adalah senyawa mengandung hidrogen yang melepas ion-ion hidrogen bebas bila dilarutkan dalam air; dalam hal ini asam dicirikan oleh adanya ion hidrogen. Bronsted dan beberapa pakar lain menyatakan bahwa asam adalah molekul atau ion yang dapat memberikan ion H+ kepada molekul atau ion lain, atau dengan kata lain asam merupakan "donor proton". Penjabaran asam menurut Arrhenius: HCl H+ + ClSedang menurut Bronsted: + - HCl + H2O H3O + Cl Basa adalah senyawa dalam larutan air menunjukkan rasa sabun, pahit, mampu menetralkan asam, dan mengubah warna lakmus kebalikan dari asam. Menurut Arrhenius semua basa dicirikan oleh adanya ion OH-, dan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: Ca2+ + 2 OH- Ca(OH)2 69 Bronsted mengemukakan reaksi: H2CO3 + OH- HCO3- + H2O Menurut Bronsted, basa adalah semua ion atau molekul yang mampu bergabung dengan H+ (akseptor proton). Alkali, berasal dari kata Arab yang artinya pahit; umumnya digunakan bagi senyawa-senyawa basa kuat seperti NaOH, KOH, dan Ba(OH)2; tetapi penggunaan istilah tersebut tidak konsisten karena sering disamakan dengan basa. Bila HCl yang merupakan asam kuat dilarutkan dalam air, maka ia akan mengalami kelarutan sempurna; demikian pula halnya NaOH yang merupakan basa kuat. Reaksinya sebagai berikut: HCl H + + Cl- NaOH Na + + OH- Apabila HCl dan NaOH direaksikan pada volume dan kepekatan sama, akan terjadi netralisasi, dengan reaksi sebagai berikut: Na+ + OH- + H+ + Cl- H2O + Na+ + Cl- Secara sederhana, di mana Na+ dan Cl- tidak berpengaruh: OH- + H+ H2O Reaksi berjalan terus hingga titik keseimbangan pada kepekatan 10-7 M. Jadi konstanta disosiasi air adalah: H+ + OH- H2O Kw = [H+][OH-] = 10-14 70 Dalam pengertian sehari-hari, kita kenal istilah pH yang merupakan logaritma negatif konsentrasi ion hidrogen. Pengertian pH untuk menggambarkan reaksi tanah ditinjau berikut ini. 4.1. Kemasaman Tanah Reaksi tanah atau kemasaman tanah dengan simbol pH; + merupakan logaritma negatif kepekatan ion-ion H dalam gram per + liter. Bila kepekatan ion H dinyatakan sebagai CH+, maka pH = log10CH+. Pada kepekatan H+ larutan 10-2 (1/100) gram ion per liter, nilai pH = log10 10-2 (1/100) = 2. Air murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H+ dan OH- sama. Dalam larutan netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat kemasaman dan OH- tingkat + kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H dan OH adalah -14 -5 + -14 -5 -9 10 . Sebagai contoh COH = 10 , maka CH = 10 / 10 = 10 dan pH = 9. Tanah-tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam dan pH rendah. Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih masam daripada di dataran atau lembah karena pencucian basa-basa lebih intensif. Tanah menjadi masam disebabkan beberapa hal: (1) pernapasan akar dan aktivitas jasad mikro perombak bahan organik membebaskan kabon-dioksida (CO2) yang dalam air membentuk asam karbonat; aktivitas akar melepaskan asam-asam organik seperti asetat, sitrat, oksalat, laktat, humat, dan lain-lain, (2) proses oksidasi bahan anorganik misalnya belerang dan nitrogen menghasilkan asam anorganik sulfat dan nitrat, (3) di daerah tropika basah, perombakan intensif menyebabkan ionion basa seperti Na+, K+, Ca2+ dan Mg2+ mengalami pencucian hebat dengan konsekuensi ion-ion H+ masuk ke dalam komplek pertukaran ion sebagai bahan koloidal, dan (4) ion aluminium (Al3+) dan besi (Fe3+) membuat tanah-tanah menjadi masam karena kedua ion mampu menghidrolisis air. 71 Ion OH- dari hidrolisis diikat menjadi aluminium atau besi hidroksida, sedang ion H+ bebas menyebabkan pH tanah turun. Mekanismenya sebagai berikut: Al3+ + 3 H2O Al(OH)3 + 3 H+ Fe3+ + 3 H20 Fe(OH)3 + 3 H+ Penggunaan pupuk tertentu dapat pula menyebabkan kemasaman tanah. Pupuk-pupuk anorganik yang mengandung sisa asam kuat seperti khlorida, nitrat dan sulfat bersenyawa dengan sisa basa lemah misalnya amonium, akan menghasilkan kelebihan asam dan menghidrolisis air menjadi ion H+. Contohnya ialah amonium-sulfat (ZA), amonium-nitrat, atau amonium-khlorida. Sebaliknya, pupuk-pupuk berupa garam sisa basa kuat dan asam lemah akan memberikan ekses basa, misalnya kalsit (CaCO3) yang merupakan bahan kapur. Pendapat semula tentang pengaruh jelek tanah masam terutama karena efek ion H+ berlebihan mulai luntur setelah diketahui keberadaan Al3+, Fe3+ atau Mn3+ ternyata lebih menunjukkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman dibandingkan ion H+ tersebut. Pada tanah sangat masam, konsentrasi ion-ion basa K+, Na+, Ca2+, dan Mg2+ rendah, ketersediaan fosfor dan nitrat berkurang; dan kelarutan aluminium, besi, dan mangan meningkat sehingga berpengaruh meracun tanaman. Sebaliknya, pada tanah-tanah alkalin kelarutan aluminium, besi, mangan, serta kation-kation logam lain seperti seng dan tembaga menurun karena bereaksi dengan ion OH- membentuk kompleks logam hidroksida yang mengendap dan sukar larut. Penurunan kelarutan ion-ion Al3+, Fe3+ dan Mn3+ dengan meningkatkan pH akhir-akhir ini digunakan dasar mengatasi pengaruh buruk tanah masam melalui pengapuran. Kelarutan Cu dan Zn rendah pada tanah alkalin seringkali menjadi masalah bagi pertanian; demikian pula bila praktek pengapuran dilakukan berlebihan. Masalah ketersedian fosfor juga sering dijumpai pada tanah-tanah alkalin, kalkareus atau pengapuran berlebihan; hal ini berkaitan dengan reaksi 72 ion-ion fosfat dengan ion-ion kalsium membentuk senyawa-senyawa apatit yang sukar larut. Hal ini akan dibahas dalam tinjauan berikutnya. Penggunaan parameter reaksi tanah atau pH sebagai penduga kesuburan kimia tanah masih dianut hingga saat ini, dibandingkan parameter-parameter lain seperti Eh atau aktivitas ion. Keampuhan adalah dari kemudahan cara penentuan di laboratorium maupun lapangan menggunakan metode dan alat sederhana. Analisis dan Interpretasi Cara pengukuran pH yang lazim dilakukan di laboratorium adalah mengekstrak tanah pada perbandingan 1:1, 1:2.5, atau 1:5 menurut kebiasaan masing-masing. Pengekstrak umum adalah H2O, larutan KCl , NaF, atau CaCl2. Nilai pH air biasanya meningkat dengan makin encer suspensi; tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Pengukuran menggunakan media larutan seperti CaCl2 dan KCl, kadang-kadang lebih disukai sebab kepekatan larutan uji lebih mewakili kepekatan garam dalam larutan tanah alami dan nilainya kurang dipengaruhi oleh nisbah larutan. Nilai pH tanah dari penetapan menggunakan pelarut air disebut kemasaman aktual atau kemasaman aktif, sedang pelarut CaCl2 atau KCl disebut kemasaman potensial atau kemasaman cadangan. Pada kemasaman aktual hanya ion H+ berada dalam larutan terukur, sedang kemasaman potensial selain ion H+ dalam larutan juga termasuk ion H+ terjerap dan dapat dipertukarkan. Pelarut NaF digunakan untuk mengetahui keberadaan alofan pada jenis tanah Andisol, yaitu bila pH NaF > 10. Untuk tanah-tanah daerah sedang (temperate) dan beberapa tanah tropika, nilai pH dengan pelarut 0,01 M CaCl2 seringkali lebih baik; nilai pH dengan pelarut CaCl2 ini 0.5 hingga 0.9 unit lebih rendah dari pelarut air dan perbedaannya biasanya lebih besar pada tanahtanah netral dari pada masam. Demikian pula nilai pH pelarut KCl umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pelarut air, kecuali pada 73 tanah-tanah Oksisolik kaya seskuioksida. Hal terakhir ini dapat dijelaskan melalui mekanisme sebagai berikut: Tanah pada Umumnya: pH H2O > pH KCl Misel H H H + KCl H H K H H + HCl H H Misel H + + Cl- HCl Tanah-tanah Tua (kaya seskuioksida): pH H2O < pH KCl Seskui oksida OH OH + KCl OH OH Seskui oksida KOH Cl OH + KOH OH K + + OH- Nilai pH lapangan ditentukan: (a) keadaan redoks (reduksioksidasi), (b) kepekatan garam, dan (c) kepekatan CO2. Terdapat variasi pH di antara contoh tanah pada kedalaman, waktu, tempat, dan musim. Dengan demikian, pH tidak pernah digunakan secara tepat untuk keperluan pertanian sepanjang musim sehingga diperlukan pengukuran setiap waktu; pembacaan kisaran sekitar 0.2 unit dapat diterima. Batas toleransi tanaman sangat bervariasi, tetapi hampir semua tanaman tumbuh baik pada pH netral, dengan nilai pH (tanah : air = 1:2.5) antara 6.3 hingga 7.5. Hubungan pH dengan ketersediaan hara disajikan dalam Gambar 4.1. 74 Beberapa pengaruh penting pH: Nilai pH rendah (<5.5): (1). Fosfat: Ion fosfat berikatan dengan besi dan aluminium membentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman, (2). Unsur Mikro: Semua unsur mikro kecuali Mo menjadi lebih tersedia dengan meningkatnya kemasaman; kekurangan jarang terjadi dibawah pH 7, (3). Aluminium: Ion Al dibebaskan dari lempeng liat di bawah nilai pH 5.5 dan menjadi seimbang dengan kompleks liat; tanah-tanah dengan pH rendah harus ditentukan nilai Aldd untuk mengetahui potensi keracunan Al; dan (4). Mineralisasi: Di bawah pH 5.5 aktivitas bakteri berkurang dan mineralisasi bahan organik dihambat. Nilai pH tinggi (>8.0): (Hanya dijumpai pada tanah sangat alkalis/salis) (1). Fosfat: Bila terdapat kalsium, fosfat cenderung dikonversikan ke dalam bentuk Cafosfat, dan ketersediaan bagi tanaman berkurang. Di atas pH 8.5 adanya Natrium (lihat butir 3 di bawah) biasanya meningkatkan ketersediaan fosfat melalui pembentukan Na-fosfat yang mudah larut, (2). Boron: Keracunan Boron seringkali dijumpai pada tanah salin dan sodik, (3). Natrium: Kebanyakan pH tanah di atas 8.6 cenderung menunjukkan persentase Natrium dapat dipertukarkan >15, dan akan dijumpai kemungkinan perlu adanya reklamasi struktur tanah, (4). Mineralisasi: Nilai pH tinggi menekan aktivitas bakteri dan juga mineralisasi bahan organik; d (5). Unsur Mikro: Ketersediaan berkurang dengan meningkatnya pH, kecuali Molibdenum. 75 (www.agriculturesolutions.com/Resources/The-Im.) Gambar 4.1. Hubungan antara pH dan Ketersedian Hara 1.2. Penetralan Kemasaman Tanah Tanah masam atau alkalin pada prinsipnya dinetralkan melalui penambahan ion H+ atau OH-. Peningkatan pH tanah (pengurangan sifat kemasaman) dilakukan melalui pemberian kapur, dan sebaliknya penurunan pH (pengurangan sifat kebasaan) dengan pemberian belerang. Sumber kemasaman dapat bereaksi dengan bahan kapur, misalnya CaCO3 . 76 Reaksi dengan ion Al 3+ bebas: Ca2+ + HCO3 - + OH+ CaCO3 + H2O Al3+ + 3 OH- Al(OH)3 mengendap Reaksi dengan ion Al 3+ pada kompleks jerapan: Ca2+ + HCO3- + OH+ CaCO3 + H2O Misel Al + Ca2+ Misel Al3+ + 3 OH- Ca + Al3+ Al(OH)3 mengendap Pada bagian depan telah disinggung bahwa pengapuran lebih ditujukan untuk menetralkan pengaruh buruk ion Al dan/atau Fe dan Mn daripada penetralan ion H+. Oleh sebab itu, kebutuhan kapur suatu areal dapat diperhitungkan melalui reaksi ekivalensi seperti halnya pada Bab Pertukaran Ion. 77 Bab 5. Air Bagi Kehidupan Tanaman 5.1. Air dan Pertumbuhan Tanaman Air mutlak dibutuhkan bagi makhluk hidup termasuk tanaman. Kurang lebih 90 persen penyusun tubuh makhluk hidup terdiri dari air dan hampir setiap proses metabolik tanaman secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi suplai air. Pada jaringan tanaman hidup terkandung 85 hingga 95 persen air (Chapman dan Carter, 1976). Noggle dan Fritz (1977) mengemukakan fungsi air secara umum bagi tumbuhan, yaitu sebagai: (1) komponen terbanyak penyusun protoplasma, (2) medium atau pelarut unsur hara dan transportasi dar tanah ke tanaman, dari sel ke sel, jaringan ke jaringan, dan organ ke organ lain, (3) komponen yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis, (4) penentu mekanisme penutupan dan pembukaan stomata, (5) media dan sekaligus pereaksi pada bagian-bagian aktif dalam proses metabolisme, dan (6) medium mempertahankan turgor sel dan bahan untuk transpirasi. Air diserap tanaman adalah air tersedia dalam tanah; yaitu jumlah air berada antara pF 2.7 (kapasitas lapang) dan 4.2 (titik layu permanen). Jumlah tersedia beragam menurut kisaran pF di atas dan tergantung pada kadar bahan organik, tekstur, dan macam liat tanah. 78 Air tersedia antara kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah konstan dan tidak bergantung pada curah hujan, sehingga jumlah maksimumpun merupakan nilai konstan. Akan tetapi, jumlah aktual air segera tersedia (AST) bergantung curah hujan (CH) dan evapotranspirasi potensial (ETP). Selama CH lebih besar dari ETP, maka penguapan diimbangi jumlah hujan jatuh. Begitu ETP lebih besar dari CH, maka kekurangannya akan dipenuhi oleh air dalam tanah. Pada titik ini jumlah AST berkurang. Bila ETP terus menerus lebih besar dari CH, maka AST terus berkurang, hingga suatu saat mencapai keadaan di mana tanaman tidak lagi mampu menyerap air tanah. Di antara sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, air tersedia (AT) merupakan faktor paling beragam. Karena AT merupakan sumber utama air maka pemakaian konsumtif oleh tanaman merupakan faktor pembatas tumbuh terpenting. Keperluan total air tanaman tidak saja bergantung pada pemakaian konsumtif air oleh bagian-bagian atas tanaman, tetapi juga kehilangan air melalui perkolasi dan aliran permukaan. Viets (1962) mengemukakan hubungan ketersediaan air tanah dengan pertumbuhan tanaman. Pada kondisi tanah kering, lapisan tanah lebih dalam (sub-soil) tidak mengandung air tersedia untuk eksploitasi, tetapi pada kondisi basah, kelembaban lapisan ini merupakan cadangan air yang sangat berarti. Oleh sebab itu penetrasi akar ke bagian lebih dalam dapat memperbesar jumlah air tersedia bagi tanaman. Sehingga usaha memacu pertumbuhan akar ke bagian lebih dalam sangat penting dalam mengatasi masalah kekurangan air pada pertanian non-irigasi. Hal sama berlaku bagi tanaman palawija setelah padi sawah pada kondisi air terbatas. Tangkuman (1975) menyatakan bahwa kekurangan air pada fase pembungaan hingga pengisian polong kedelai sangat menurunkan produksi biji; dan menurut Stoker (1974) kekurangan air pada fase pengembangan polong menurunkan produksi lebih besar dibandingkan fase lain. Doorenbos dan Pruitt (1977) 79 mengemukakan bahwa kebutuhan air tanaman kedelai selama masa pertumbuhannya adalah sebanyak 318.93 mm. Pada fase vegetatif hingga umur 35 hari setelah tanam dibutuhkan 125.97 mm; dan fase pertumbuhan generatif hingga berumur 85 hari dibutuhkan 202.96 mm. Untuk tanaman jangung, Doorenbos dan Kassam (1979) mengemukakan kebutuhan air antara 500 hingga 600 mm selama fase pertumbuhannya. Periode kritik tanaman terhadap stres air terjadi mulai fase pembungaan sampai pengisian biji (Doorenbos dan Pruitt, 1977). Kekurangan air pada saat polinasi mengurangi jumlah dan ukuran biji; dan pada fase pengisian biji menyebabkan penurunan produksi 40 persen dari kecukupan air (Downey, 1971). Denmead dan Shaw (1960) menyatakan bahwa produki jagung menurun 35% bila terjadi kekurangan air pada awal pertumbuhan, dan 43% bila kekurangan pada fase pengisian tongkol. Keadaan ini menunjukkan keseriusan pengaruh stres air pada tanaman jagung. 5.2. Air dan Perilaku Unsur dalam Tanah Keberadaan air dalam tanah menentukan sifat aerobik dan anaerobik, yang selanjutnya mengatur perilaku serta sifat ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman. Parr (1969) mengemukakan bahwa bila tanah digenangi mula-mula akan mendorong perkembangan jazad mikro fakultatif anaerob kemudian obligat anaerob. Menurut Alexander (1961) jazad mikro tersebut akan mengubah ion-ion NO3-, SO42-, Fe3+, Mn4+/3+ menjadi gas NO, N2O, atau N2, SO2 atau H2S, Fe2+, dan Mn2+. Perubahan ini menyebabkan N dan S menjadi tidak tersedia karena hilang ke atmosfer, sedang Fe dan Mn ketersediaannya meningkat dan dapat menyebabkan racun bagi tanaman. Menurut Okajima (1975) perubahan besi bermartabat dua dimulai pada nilai redoks potensial antara +300 hingga +200 mV, sedang mangan bermartabat empat menjadi dua pada nilai redoks 80 antara +400 hingga +200 mV. Konsentrasi besi dan mangan valensi dua tinggi pada tanah sawah tergenang mencapai redoks -200 mV (Ponnamperuma, 1964; Chang, 1971; Suhardjo, 1973). Nilai Eh merupakan penciri paling penting dalam evaluasi status unsur dalam tanah. Berdasar pada hubungan antara sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, maka status redoks dikelaskan ke dalam empat kategori: oksidasi, reduksi lemah, reduksi sedang, dan reduksi kuat (Tabel 6.1). Perilaku unsur S mirip N sehingga secara analog perilaku unsur ini dapat diduga. Unsur P dalam bentuk ionion mono-, maupun di-fosfat mudah mengalami reaksi kompleks dengan ion-ion logam berat seperti Fe dan Mn sehingga tidak tersedia (fiksasi P). Perubahan bentuk ion Fe maupun Mn secara tidak langsung mempengaruhi kekuatan reaksi dan sekaligus menentukan tingkat ketersediaan P. Tanaman palawija ditumpang gilir dengan padi sawah termasuk kategori tanaman darat seperti disebut dalam Tabel 5.1. 5.3. Air dan Serapan Hara Unsur hara bergerak dalam air tanah melalui tiga mekanisme, yaitu: aliran masa (mass flow), difusi (difusion), dan kontak akar (root interception). Ketiga mekanisme ini berjalan baik bila kondisi air tersedia cukup. Menurut Barber (1976), terdapat hubungan erat antara jumlah dan persen volume dengan difusi unsur hara; bila kedua komponen meningkat maka difusi unsur juga meningkat. Soepardi (1985) mengemukakan bahwa aliran massa penting dalam membawa unsur Ca dan S ke permukaan akar, sedang pergerakan P sangat ditentukan oleh difusi. Pergerakan K, Mg dan N tampaknya sangat ditentukan oleh aliran masa maupun difusi. Pertukaran unsur hara di sekitar permukaan tanah dengan permukaan akar terjadi melalui mekanisme pertukaran kontak. 81 Tabel 5.1. Gradasi Status Redoks Tanah (Liu, 1985) Status Redoks Oksidasi Kisaran Eh (mV) >400 Reduksi rendah Reduksi sedang 400-200 Reduksi <(-100) 00-(-100) Reaksi O2 berlebih, material dalam bentuk oksidasi O2 ,NO3- dan Mn4+ direduksi Fe3+ direduksi; senyawa organik direduksi CO2 dan H+ direduksi Pertumbuhan Tanaman Baik bagi tanaman darat; tidak baik bagi padi Pertumbuhan padi normal; tanaman darat terganggu Tanaman darat terganggu Tanaman padi terganggu oleh senyawa reduksi Translokasi air Potensi air atmosfer biasanya lebih rendah dari potensi air tanah. Perbedaan ini menyebabkan terjadi pergerakan air dari tanah ke atmosfer melalui tubuh tanaman. Umumnya potensi air dalam jaringan daun tidak banyak berbeda dengan tanah. Perbedaan potensi yang besar dijumpai di sekitar jaringan pembuluh daun, stomata dan atmosfer. Tingkat pergerakan air memotong permukaan daun ke atmosfer ini terjadi secara proporsional terhadap perbedaan tekanan di antara kedua bagian jaringan. Pergerakan air tanah-tanaman-atmosfer merupakan persediaan air yang sangat penting bagi organ dan jaringan tanaman. Ada tiga langkah utama translokasi air, yaitu: (1) transpor sentripetal larutan tanah melalui korteks akar menuju pembuluh kayu di bagian silinder pusat, (2) transpor vertikal dari akar menuju daun, dan (3) pelepasan air berupa molekul gas ke atmosfer. Air diserap akar melalui jaringan epidermis, korteks, endodermis, masuk ke pembuluh kayu dan tapis ke selinder pusat. Endodermis yang membatasi korteks dengan selinder pusat secara umum dicirikan oleh jaringan bergabus. Jaringan ini tampak pada dinding sel radial dan transfersal, dikenal sebagai selubung kaspari, 82 terbentuk dari bahan lipid dan lignin yang mempunyai resistensi tinggi terhadap pergerakan air dan solut. Setelah mencapai silinder pusat, pergerakan air dari akar menuju ke bagian tajuk terjadi melalui ikatan pembuluh kayu (xylem). Ikatan pembuluh bersifat kapiler sehingga pergerakan air ke atas dibantu oleh daya kapilaritas. Namun demikian, daya isap tajuk terbesar adalah pergerakan akibat perbedaan tekanan air dalam tanah dan tajuk yang tinggi melalui proses transpirasi. Pada siang hari, penyinaran matahari menyebabkan suhu di sekitar permukaan tajuk tanaman meningkat. Energi panas menyebabkan perubahan air dalam jaringan menjadi uap kemudian keluar melalui stomata atau bagian lain yang terbuka. Akibat penguapan, air tajuk berkurang sedang dalam tanah tetap tinggi sehingga terjadi aliran menuju tajuk melalui akar tanaman. Selain suhu, penguapan dipercepat bila ada angin. Air tersedia Air tersedia dalam tanah sangat beragam, tergantung pada kadar bahan organik, tekstur dan macam liat. Pada tanah pasir, air tersedia lebih rendah dibandingkan tanah liat karena perbedaan pori mikro yang menahan air dari gaya tarik bumi. Menurut Soepardi (1977), kebutuhan air tanaman tidak hanya cukup dilihat dari air tersedia dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu; tetapi dilihat dari air segera tersedia yang ditentukan oleh curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Apabila curah hujan lebih tinggi dari evapo-transpirasi, maka kehilangan air melalui penguapan akan diimbangi penambahan air hujan. Sebaliknya, pada saat evapotranspirasi lebih tinggi, maka kehilangan air akan diimbangi oleh air dalam tanah. Keadaan ini berlangsung hingga titik di mana air tidak lagi tersedia bagi tanaman. Menurut Wiesner (1970), suhu tinggi, kelembaban rendah disertai kecepatan angin tinggi menyebabkan evapotranspirasi besar 83 dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman bila air tanah tidak mencukupi. Nilai evapotranspirasi aktual maupun potensial pada fase pertumbuhan tertentu menentukan nilai faktor stres harian (Hiler dan Clark). Turner et al. (1984) menyebutkan bahwa tanaman dikatakan mengalami kekurangan air (stres air) apabila mengganggu atau merusak pertumbuhan tanaman. Hiler dan Howel (dalam Taylor, Yordan, dan Sinclair, 1983) menghubungkan stres dengan penurunan hasil. 5.4. Neraca Air Neraca air adalah hubungan antara aliran air masuk dan keluar dari suatu matriks tanah untuk periode tertentu. Air masuk berupa hujan, irigasi atau air bawah tanah (ground water). Sedangkan air keluar berupa aliran permukaan, evapotranspirasi dan perkolasi. Selisih antara air masuk dengan keluar disebut simpanan air tanah; sangat beragam satu daerah ke daerah lain yang ditentukan oleh pengaruh berbagai faktor, seperti iklim terutama hujan, sifat tanah, topografi, drainase, dan siklus air daerah bersangkutan. Untuk daerah pertanian beririgasi, neraca air secara skematik dirumuskan sebagai berikut: Sn = (IRN + Pn) - (On + ETn + PRKn + Rn) di mana: Sn IRn ETn Pn On = = = = = PRKn = Rn = simpanan air tanah pada hari ke n jumlah air irigasi pada hari ke n evapotranspirasi hari ke n jumlah hujan pada hari ke n jumlah air keluar (out flow) dari daerah irigasi pada hari ke n jumlah perkolasi pada hari ke n jumlah rembesan (seapage) pada hari ke n 84 Efisiensi pemakaian air merupakan perbandingan antara jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman untuk evapotranspirasi (ET tanaman) dengan jumlah air irigasi diberikan pada periode tertentu. Jumlah air irigasi untuk ET tanaman adalah Et tanaman dikurangi jumlah hujan efektif yang terjadi di daerah irigasi. Pengertian ini hanya berlaku untuk tanaman yang tidak memerlukan penggenangan, di mana perkolasi selama pemberian air irigasi merupakan kejadian tidak dapat dihin- dari, sehingga perkolasi padi sawah bukan merupa- kan proses kehilangan air. Perubahan simpanan air tanah (storage) dari hari pertama ke hari berikutnya dianggap nol (delta S=0). Dengan asumsi bahwa pada hari pertama S=0, maka untuk selanjutnya persamaan neraca air adalah sebagai berikut: IRn + Pn - On - ETn = PRKn + Rn 5.5. Air dan Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan tahap pertama dari berbagai tahap produksi tanaman. Lama pengolahan tanah akan berpengaruh terhadap kualitas hasil olahan dan besarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Keadaan ini terjadi karena kegiatan pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pertumbuhan tanaman. Pada tahap ini, air irigasi yang diperlukan relatif banyak dibandingkan dengan produksi berikutnya (Valera dan Wickham dalam Pasandaran dan Taylor, 1984). Ketepatan jumlah air yang diperlukan dalam proses pengolahan tanah tidak saja berpengaruh terhadap kualitas hasil olahan maupun produksi akan tetapi juga efisiensi penggunaan air. Penggunaan air yang lebih efisien akan mengakibatkan: 85 (1) luas daerah mendapatkan air irigasi meningkat dengan jatah pemberian air sama, (2) cadangan air lebih banyak tersedia untuk memenuhi kebutuhan air tahap produksi berikutnya, dan (3) meningkatnya intensitas jadwal penanaman. Keterlambatan waktu pengolahan tanah akan menunda jadwal penanaman dan secara keseluruhan mengganggu sistim irigasi, sehingga efisiensi penggunaan air tahap produksi menurun. Kebutuhan air pertanian yang makin meningkat disebabkan bertam-bahnya intensitas dan luas pertanaman. Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi untuk keperluan tanaman di lahan petani dapat dicapai apabila jumlah air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang tepat telah tersedia. Sampai saat ini kebutuhan air tanaman padi, jagung, kedelai dan palawija lain hanya ditentukan berdasarkan perkiraan yang diperoleh dari pengalaman; misalnya untuk palawija 0.25 liter/detik/ha. Angka ini digunakan untuk semua jenis tanah dan jenis tanaman palawija; padahal kebutuhan air berbagai jenis tanah dan tanaman berbeda. Itulah sebabnya jatah air irigasi tidak terpenuhi (Anonimous, 1986). 5.6. Efisiensi Penggunaan Air Pentingnya air untuk produksi tanaman pangan telah diketahui pada lahan kering maupun sawah. Petani harus mengelola air secara efisien untuk memperoleh keuntungan. Pengertian efisien berkaitan dengan jumlah air dibutuhkan untuk memperoleh hasil, bahan organik maupun produksi. Terbatasnya sumber air serta makin luasnya areal pertanaman menyebabkan masalah kekurangan air menjadi serius. Apabila petani dapat mengefisienkan penggunaan air, maka tidak saja akan memperoleh keuntungan segi produksi, tetapi juga makin luasnya areal tanam. Oleh 86 sebab itu, masalah konservasi air sangat penting terutama pada musim kering. Departemen Sumber Air Negara Bagian Kalifornia (Hagan, 1976) mempelajari secara detail metode konservasi sumber air pertanian. Pendekatan dikemukakan antara lain: 1. Efisiensi penggunaan air hujan, 2. Pencegahan rembesan pada penampungan dan saluran-saluran, 3. Penentuan pertanaman meliputi varietas, waktu tanam, populasi tanaman, pola tanam, dan irigasi, 4. Pengurangan evaporasi vegetasi, tanah, dan permukaan tanah, 5. Pemberantasan gulma, 6. Seleksi metode irigasi yang paling efisien, penjadwalan irigasi (waktu dan jumlah) untuk mengoptimalkan respon tanaman dan penghematan air, 7. Sistem irigasi atomatik, 8. Drainase permukaan dan bagian bawah tanah, 9. Pengelolaan garam dan konsep minimalisasi pencucian hara, 10. Penyempurnaan institusi yang menangani, 11. penambahan air bawah tanah secara buatan untuk menyuplai air bagi sumber air bawah tersebut dalam kaitannya dengan suplai air permukaan, dan 12. modifikasi cuaca. 87 Bab 6. Hara Bagi Kehidupan Tanaman 6.1. Hara Esensial/Non-Esensial Tanaman, termasuk semua jazad hidup, membutuhkan makanan untuk energi dalam proses-proses pertumbuhan. Tanaman tinggi memperoleh makanan dari senyawa anorganik sederhana yang diserap dari atmosfer atau dari tanah. Karbon dioksida atmosfer mencukupi karbon yang dibutuhkan tanaman dalam membentuk gula, pati, dan selolusa. Air dalam tanah dan juga atmosfer (hujan) menyediakan oksigen dan hidrogen. Selain itu tanaman membutuhkan pula unsur-unsur mineral seperti nitrogen, fosfor, dan kalium berasal dari tanah. Beberapa unsur seperti aluminium dan silikon, berada dalam jaringan tanaman karena terdapat dalam tanah dan diserap oleh tanaman. Unsur hara tanaman dapat digolongkan kedalam: (a) unsur makro, dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan sulfur (S), dan (b) unsur mikro, dibutuhkan relatif sedikit: besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), dan khlor (Cl). Ke enam belas unsur disebut unsur hara esensial, artinya harus ada agar tanaman tumbuh, bila tidak ada maka tanaman tidak dapat tumbuh atau bila kurang tanaman akan kekurangan (defisiensi). Adapun syarat keesensialan unsur tersebut, antara lain berkaitan dengan: 88 (a). Peranannya secara umum bagi tumbuhan; (b). Fungsinya dalam proses metabolisme yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain; (c). Fungsinya sebagai aktivator atau katalisator dalam berbagai proses; dan (d). Bahan penyusun sel atau jaringan tanaman. Unsur-unsur hara lain yang dapat mendorong proses metabolisme tetapi tidak termasuk esensial digolongkan sebagai unsur hara fungsional. Sebagai contoh: silikon (Si), pada tanaman serealia (padi-padian); natrium (Na) pada tanaman kelapa; alumnium (Al) pada tanaman teh; vanadium (V) dan kobal (Co) pada tanaman legum. Dua unsur terakhir berkaitan dengan proses penambatan N dari atmosfer bekerjasama dengan bakteri Rhizobium. 6.2. Peranan Hara dalam Pertumbuhan Pengetahuan tentang fungsi unsur hara sangat membantu dalam mengelola lingkungan hidup tanaman agar memperoleh hara cukup. Unsur makro N, P, Ca, Mg, dan S, merupakan penyusun senyawa-senyawa; sedang K tidak tetapi berperan sebagai katalisator dan aktivator berbagai reaksi metabolisme. Unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Cl) merupakan bagian enzim-enzim spesifik, selain sebagai katalisator. Tanaman membutuhkan hara esensial sebagai berikut: Karbon Nitrogen Kalsium Hidrogen Fosfor Magnesium Oksigen Kalium Sulfur Besi Seng Khlor Mangan Boron .. Tembaga Molibden .. 89 Hara terangkut oleh berbagai jenis tanaman disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Hara Terangkut oleh Tanaman Berbasis pada Setiap Ton Produk dan Hubungannya dengan Produk Sampingan (Darryl et al., 2004) Tanaman Basis Produksi Barley musim dingin Barley musim semi Bawang merah Bayam Bit gula Bit meja Bit polong Buncis polong Buncis polong Buncis rumput semusim Buncis rumput semusim Campuran kacang polong dan oat Campuran kacang polong dan oat Austria Campuran vetch dan oat Colza Colza Gandum buck Gandum musim dingin Gandum musim semi Haricot Hemp (serat rami) Jagung biji Jagung ensilage Kacang polong Kacang polong Kacang polong Austria musim dingin Biji Biji Sayuran Hijauan Umbi umbi akar umbi akar Biji Hijauan Hijauan Jerami biji 25 29,1 3 2,8 4 5 3,5 60 3,2 4,8 22,8 45,5 11,1 11,9 1,2 2 1,6 1,6 1,1 18 1 1,3 5,6 13,4 25 27,4 4 7 6,5 7,4 7,8 38 3,5 3,9 18 24,4 biji 42,5 17,8 28,2 biji benih Hijauan biji biji biji biji serat biji Hijauan biji Hijauan biji 43,1 53 3,4 37,5 28,2 30,4 45 60,2 29,5 3,3 58,9 6,5 63,6 15,4 20 0,7 19,8 10,8 11,6 10,7 32,8 11,5 1,2 14 1,5 24,9 30,9 21 5,1 48,2 19,2 24,7 37,9 50,4 32,9 4,2 29 5 35,6 90 Hara terangkut basis setiap ton produksi dan hubungannya dengan produksi samping (kg) N P2O5 K2O Tabel 6.1. Lanjutan Tanaman Basis Produksi Kacang polong Austria musim dingin Kacang-kacangan biji semusim Kacang-kacangan biji semusim Kentang benih Kentang meja Kentang teknik Ketimun Kubis hijau Lobak Lobak Cina Lobak Cina Lupine Lupine Milet Mustard Mustard Oat (sejenis gandum) Rape benih musim dingin Rape benih musim semi Rumput rye semusim Rumput rye semusim + rumput permanen Rye musim dingin Sayuran hijau Serat flax Serradella Serradella Swede polong Tomat Hijauan Hara terangkut basis setiap ton produksi dan hubungannya dengan produksi samping (kg) N P2O5 K2O 4,5 1,1 3,5 Hijauan Jerami umbi umbi umbi sayuran sayuran umbi akar benih Hijauan biji Hijauan biji benih Hijauan biji benih benih Jerami Hijauan 4,5 17,4 5,4 5,4 5,4 1,3 4 2,7 50 5 84,3 5,4 30 57 4,2 25,9 58 55 16,6 3,9 1,3 5,4 2,2 1,6 2 0,5 1 1 20 1 19,9 1,7 12 20 1 12,4 29 30 7 1,7 4,3 25,9 9,8 10,7 9,5 2,3 4,3 3,7 32 4,9 44 3,9 30 32 5,1 28,6 26 30 38,5 9,2 biji sayuran serat biji Hijauan umbi akar sayuran 28 3 58,1 60 4,7 3 1,6 12,1 1 22,9 18 1,2 1 0,5 23,3 4,5 73 38 4 4,3 2,8 91 Tabel 6.1. Lanjutan Tanaman Basis Produksi Triticale musim dingin Triticale musim semi Vetch musim semi Vetch musim semi Wortel meja Rumput rye Inggris Rumput biji semusim Timothy umu Cocksfoot Meadow fescue grass Rumput biji permanen biji biji biji Hijauan umbi akar Jerami benih Jerami Jerami Jerami benih Hara terangkut basis setiap ton produksi dan hubungannya dengan produksi samping (kg) N P2O5 K2O 26 11,5 21 26 11,5 21 60 18 38 4,5 1,1 3,5 3,4 1,1 4,5 16,3 6,2 20,2 195 75 185 17,6 7 24 23,3 8 25,6 21,1 7,5 24,9 195 75 185 Nitrogen, Fosfor dan Kalium diketahui merupakan unsur hara primer tanaman; Kalsium, Magnesium dan Sulfur adalah unsur hara sekunder; Besi, Mangan, Tembaga, Seng, Boron, Molibden dan Khlor sebagai unsur hara mikro. Klasifikasi ini berdasar pada keberadaan relatif dibutuhkan tanaman, bukan kepentingan (esesialitas)nya. Udara merupakan sumber primer Nitrogen untuk nutrisi tanaman. Hanya tanaman leguminosa yang secara langsung dapat mengambil Nitrogen bebas di udara yaitu dengan melakukan simbiose dengan bakteri genus Rhizobium. Tanaman lain menyerap unsur Nitrogen dalam tanah dlam bentuk Nitrat dan Amonium. Nitrat dan Amonium diproduksi perombakan bahan organik dalam tanah oleh aktivitas jasad mikro. Jasad mikro non-simbiotik dapat memfiksasi Nitrogen bebas di udara dan menjadikannya tersedia bagi tanaman dalam bentuk Amonium dan Nitrat. Natrium tidak termasuk unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tetapi beberapa tanaman seperti bit, seledri, kubis, kale, knol-khol, lobak, rape dan turnip, menunjukkan pengaruh besar akibat diberi garam natrium larut, khususnya bila 92 tanah defisiensi kalium. Natrium juga menunjukkan pengaruh menguntungkan terhadap tanaman indigenous di tepi laut dan daerah kering beririgasi. Garam dari unsur ini daikatakan melepas lebih banyak kalium dari kompleks pertukaran dan membantu menyediakan fosfor menjadi bentuk lebih tersedia. Mereka juga bertindak sebagai pengganti kalium secara parsial khusus pad kentang dan kapas. Nitrogen Nitrogen diketahui menempati 40-50% plasma kering, berupa unsur kehidupan dalam sel tanaman, dan dibutuhkan relatif banyak dalam proses pertumbuhan. Protein, tersusun dari senyawasenyawa mengandung N, merupakan komponen sangat penting dalam organ tanaman antara lain biji. Demikian pula khlorofil merupakan zat hijau daun mengandung N, sehingga bila tanaman kekurangan maka daunnya menunjukkan gejala khlorosis dengan warna hijau kepucatan. Sejumlah senyawa organik penting lain mengandung N adalah asam amino, amida, dan alkaloid. Beberapa senyawa N dalam jaringan tanaman bersifat sangat mobil, mudah berpindah ke bagian-bagian tertentu. Pemindahan umumnya dari jaringan lebih tua ke jaringan muda, karena jaringan muda lebih banyak membutuhkan N untuk pertumbuhan. Pola ini menjelaskan mengapa gejala defisiensi N pertama kali tampak pada daun-daun tua atau terbawah. Nitrogen membantu memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman melalui impor warna hijau daun sehat. Ia juga mengontrol penggunaan fosfor dan Kalium. Secara bebas ia menghambat pertumbuhan tajuk dan akar, menyebabkan daun menjadi kekuningan atau kepucatan, penundaan pemasakan, menyebabkan mutu dan kuantitas tanaman rendah. Daun lebih tua pertama kali dipengaruhi. Kelebihan Nitrogen memproduksi kehampaan (kadang-kadang keriting), daun-daun hijau tua dan pertumbuhan sukulen (lunak berair). Ia juga menunda kemasakan tanaman, 93 merusak kualitas tanaman seperti barley, kentang, tembakau, tebu, dan buahan; meningkatkan kepekaan terhadap serangan hama penyakit dan menyebabkan 'rebah, lodging' tanaman sereal dengan cara perpanjangan ruas batang yang lemah. Fosfor Unsur P, seperti halnya N, berkaitan erat dengan penyusun bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel. Oleh karena itu, defisiensi P berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastik. Fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermediat, penyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi. Fosfor khususnya penting dalam proses perkecambahan biji, pemasakan biji dan buah, serta perkembangan akar. Selain itu, ia berfungsi sebagai penyangga kemasaman dan kealkalian sel tanaman. Fosfor menentukan vigur dan meningkatkan kualitas tanaman. Ia membantu pembentukan sel-sel baru, memacu pertumbuhan akar (khususnya perkembangan tanaman berserat), dan mempercepat perkembangan daun melalui pemunculan kelopak, pembentukan biji, dan kemasakan tanaman. Ia juga meningkatkan ketahanan (resistensi) terhadap hama penyakit dan memperkuat batang tanaman sereal, jadi mengurangi tendensi rebah. It mengimbangi pengaruh kerusakan akibat kelebihan nitrogen dalam tanaman. Bila diaplikasi pada tanaman legum, ia mempercepat dan membantu pengembangan bakteri bintil akar pengikat nitrogen-fixing. Bila terjadi defisiensi fosfor dalam tanah, tanaman gagal memulai pertumbuhan awal, tidak membantu perkembangan sistem perakaran, tetap kerdil dan kadang-kadang cenderung menyebabkan batang dan daun berwarna ungu kemerahan atau keunguan berhubungan dengan kadar gula tidak normal dan terjadi pembentukan anthosianin. 94 Bagaimanapun, defisensi unsur hara ini tidak mudah dikenali seperti halnya nitrogen. Telah diteliti bahwa pakan ternak yang ditanam pada tanah defisien menjadi kerdil, kaku dan kehilangan kehalusan kulit. Beberapa binatang menunjukkan kehilangan nafsu makan seperti halnya tanah itu sendiri. Karena fosfor berperan dalam mengefisienkan fungsi dan penggunaan nitrogen maka gejala defisiensi P seringkali tampak identik dengan N. Kalium Kalium tidak termasuk dalam penyusun senyawa-senyawa penting tanaman seperti protein, khlorofil, lemak atau karbohidrat. Fungsi K antara lain dalam pembentukan karbohidrat dan protein, pengaturan penggunaan air dalam sel dan kehilangannya melalui transpirasi, katalisator dan kondensator senyawa-senyawa kompleks, akselerator kegiatan enzim (misalnya diastase), dan berperan dalam proses fotosintesis, khususnya di bawah intensitas cahaya rendah. Kandungan K tanaman seringkali jauh lebih tinggi dari jumlah yang dibutuhkan dan berada dalam keadaan berlebihan (luxurious consumption). Sifat K sangat mobil sehingga dapat digunakan kembali untuk pertumbuhan jaringan muda. Tanaman yang mengalami defisiensi K menunjukkan gejala defisiensi pada daundaun tua dan bila defisiensi akut maka terjadi gangguan pada titik tumbuh; bagian pucuk mati, diikuti seluruh tanaman. Kalium membantu memperbaiki kemampuan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, serangan hama, dan hawa dingin serta kondisi merugikan lain. Ia berperan penting dalam pembentukan pati dan produksi serta translokasi gula, terutama sangat berarti bagi tanaman kaya karbohidrat, seperti tebu, kentang dan bit gula. Meningkatnya produksi pati dan gula dalam leguminosa dipupuk dengan kalium diperoleh dari simbiose bakteri sehingga mendorong fiksasi nitrogen. Kalium juga memperbaiki kualitas tanaman tembakau, jeruk, dan lain-lain, Karena kecukupan kalium, tanaman serealia memproduksi biji bernas dan jerami yang tegar. 95 Tetapi kelebihan kalium cenderung menunda kemasakan, meskipun tidak sama dengan pengaruh nitrogen. Kalsium Kalsium terutama berada dalam jaringan daun; relatif sedikit dalam biji atau buah. Salah satu fungsi utama adalah penyusun dinding sel, ditunjukkan oleh lamela tengah yang mengandung banyak kalsium-pektat. Fungsi ini berkaitan dengan sifat permeabilitas dinding sel; secara mendasar penting karena bila Ca digantikan unsur lain seperti Mg atau K, maka bahan organik dan garam-garam mineral dalam sel akan mudah keluar melalui dinding sel. Kalsium berperan erat dalam aktivitas titik tumbuh (meristem). Secara khusus, penting dalam perkembangan akar dan kerusakan akar seringkali dilaporkan akibat defisiensi Ca. Fungsi Ca lain yaitu penetralan asam-asam organik yang menghambat beberapa aktivitas K dan mungkin penting pula dalam membantu serapan N. Meskipun sebagian besar Ca larut dalam cairan tanaman (60% pada kubis), tetapi ia tidak bergerak bebas dari daun tua ke daun lebih muda, sehingga jaringan muda mengandung Ca lebih rendah dibandingakan daun tua. Hal ini menerangkan mengapa gejala defisiensi Ca pertama kali tampak pada bagian ujung tanaman. Magnesium Arti penting magnesium bagi tanaman karena ia merupakan penyusun molekul khlorofil. Oleh karena itu, bila tanaman kekurangan Mg salah satu gejala umum adalah khlorosis pada daun. Magnesium berkaitan dengan beberapa reaksi enzim, sehubungan dengan sifatnya sebagai aktivator yang paling efektif. Seringkali terdapat hubungan tertutup antara Mg dengan suplai energi dari 96 senyawa P, dalam perannya sebagai pembawa unsur. Dalam hal ini tampak pada pembentukan biji berminyak tinggi, mengandung fosfolipida. Magnesium juga tampak dalam berbagai aksi kompleks dalam sel. Unsur ini tampak sangat mobil dalam tanaman, dan bila defisien akan terjadi transfer dari bagian lebih tua ke bagian muda dan dapat digunakan dalam proses pertumbuhan selan- jutnya. Penelitian menunjukkan bahwa defisiensi Mg pertama-tama tampak pada daun lebih tua dan berkembang secara sistematik ke daun lebih muda. Sulfur Sulfur tampak dalam tanaman sebagai penyusun senyawa protein (contoh asam amino kistin dan methionin), dalam beberapa senyawa menguap seperti minyak mustar dan sulfida organik, dan sebagai sulfat anorganik. Tampaknya S berkaitan dengan pembentukan khlorofil, meskipun ia tidak termasuk penyusun. Tanaman defisiensi S menunjukkan banyak kesamaan dengan defisiensi nitrogen, seperti penurunan kandungan khlorofil (khlorosis), peningkatan senyawa N larut dan penurunan kandungan protein, peningkatan pati dan sukroose, te- tapi penurunan gula reduksi. Defisiensi S berbeda dengan defisiensi N dalam hal, pada keadaan lanjut, N dalam daun lebih tua dapat ditranslokasi ke jaringan lebih muda setelah proteolisis, sedang bentuk S dari protein-S daun lebih tua tidak bersifat mobil. Dari pengamatan terdapat perbedaan bahwa defisiensi S mungkin lebih banyak pada daun muda, sedang defisiensi N pada daun lebih tua. Gejala defisiensi S sama dengan N berkaitan dengan kesamaan fungsi keduanya dalam sintesis protein dan khlorofil. 97 Besi Besi berkaitan erat dengan pembentukan protein tetapi tidak merupakan penyusun. Fungsinya adalah sebagai katalisator. Dari fungsi ini dapat diduga bahwa defisiensi Fe menyebabkan khlorosis. Besi diketahui merupakan penyusun metal sejumlah enzim berkaitan dengan respirasi dan sistem oksidasi lain, seperti Sitokhrom b dan c, katalase, peroksidase, hidrogenase, oksidase xanthin dan aldehida. Ia juga tampak pada reduktase nitrit dan hiponitrit berkaitan dengan rangkaian reaksi di mana nitrit direduksi menjadi amonia dalam tanaman. Hal penting berkenaan dengan Fe adalah ia relatif tidak mobil dalam tanaman. Mobilitas ini tampak berhubungan dengan beberapa faktor seperti keberadaan Mn, defisiensi K, kadar P tinggi dan intensitas cahaya tinggi. Ada bukti bahwa jumlah khlorofil berhubungan dengan "aktivitas" besi (misalnya mudah tersedia) dalam tanaman. Defisiensi besi dalam tanaman sering ditafsirkan akibat besi tidak mobil. Ketidak-mobilan menyebabkan gejala defisiensi besi tampak pada jaringan lebih muda. Mangan Mangan dalam beberapa hal berkaitan dengan pembentukan khlorofil, dan defisiensi Mn menyebabkan aktivitas fotosintesis menjadi rendah. Lebih jauh, khlorosis merupakan gejala umum defisiensi Mn berhubungan erat dengan keberadaan Fe dalam tanaman, di mana keduanya bersifat antagonistik. Mangan berlebihan dapat menekan kelarutan Fe yang juga menyebabkan khlorosis; sebaliknya, defisiensi Mn dapat disebabkan karena Fe tinggi. 98 Mangan berfungsi sebagai katalisator berbagai sistem enzim, dan tampak dalam reaksi oksidasi-reduksi. Ia seringkali menggantikan Mg dalam reaksi berkaitan dengan penyusunan enzim tertentu. Seng Defisiensi Zn tampak pada fase pertumbuhan awal, menekan sintesis protein, dan menyebabkan khlorosis pada fase ini. Seng diketahui berada dalam sejumlah enzim pembentuk berbagai tipe reaksi, misalnya anhidrase karbonat, alkohol, glutamat dan dehidrogenase laktat, dipeptase glisil-glisin, serta heksokinase. Fungsi ini menyebabkan berbagai gejala tampak bila tanaman kekurangan Zn. Tanaman dapat menyerap dan menyimpan kalium dalam jumlah banyak untuk mengatasi defisiensi seng yang umumnya muncul pada dan lebih muda, dimulai dari khlorosis antar tulang daun menyebabkan pengurangan pertumbuhan tajuk dan pemendekan ruas bata. Bercak daun, daun sempit, dan sebagainya pada tanaman pohonan merupakan gejala kekurangan seng, dijumpai pada pucuk tanaman jagung yang memucat, atau pada tanaman sitrus dijumpai khlorosis antar tulang daun dan bercak pada daun. Pada tanah berkapur dan tanah dengan kandungan fosfor sangat tinggi, defisiensi seng seringkali dijumpai. Fungsi utama seng dalam tanaman adalah sebagai sebagai logam aktivator enzim. Pada tanah-tanah bertekstur kasar telah mengalami perombakan lanjut, defisiensi seng tampak di bawah program tanaman yang intensif. Ketersediaan seng rendah antara pH 5.5 dan 7, tetapi ketersediaannya meningkat pada pH rendah. Pda pH lebih tinggi di atas 7, ketersediaan seng menjadi masalah yang kompleks, muatan positif ion seng dikonversi menjadi kompleks seng bermuatan negatif sehingga ketersediaan seng cenderung berkurang pada tanah alkalin. Bila ion kalsium dominan, terbentuk kompleks kalsium-sengat tyang idak larut dan ketersediaan seng menjadi sangat terbatas. Aplikasi garam seng larut atau khelat seng ke 99 dalam tanah umumnya direkomendasikan untuk mengatasi defisiensi. Penyemprotan ke daun, khususnya tanaman pohon buahbuahan dilakukan untuk memperbaiki defisiensi seng. Untuk beberapa hal dilakukan aplikasi 5 hingga 50 kg seng sulfat per hektar. Tembaga Tembaga dalam tanaman diketahui berhubungan erat dengan khloroplas dan protein, tetapi fungsinya belum jelas. Ia merupakan senyawa logam penting dari sejumlah sistem enzim berkaitan dengan reaksi oksidasi-reduksi seperti tirosinase, lakase, oksidase askorbat, reduktase nitrit dan hiponitrit (dua terakhir ini ditunjukkan pula oleh besi). Pada tanaman defisiensi Cu, daun seringkali menunjukkan warna hijau kebiruan dan level protein tinggi, dan efek defisiensi bisa diiringi kondisi N dalam nutrisi tinggi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa proteolisis mungkin berdampingan dengan defisiensi Cu. Pengaruh mati ujung disebabkan defisiensi Cu menunjukkan ketidak-aktifan unsur Cu bila suplainya rendah. Boron Dari penelitian, diketahui ada kurang lebih lima belas peran boron bagi metabolisme tanaman. Ia penting untuk translokasi gula dan mungkin berkaitan dengan respirasi jaringan. Ia juga berkaitan dengan proses perbanyakan tanaman dan perkecambahan tepung sari, berkaitan dengan ai dalam sel dan pergerakan air masuk ke dalam sel; mempertahankan Ca dalam bentuk larut dalam tanaman dan mungkin aktif dalam menentukan nisbah K/Ca; ia mungkin berkaitan dengan metabolisme N dan keseimbangan oksidasireduksi dalam sel; pengaruhnya terutama lebih banyak secara sistem jaringan dibandingkan selular. 100 Berbagai fungsi di atas menyebabkan pemunculan gejala defisiensi berupa tanaman tiba-tiba mati dan penurunan hambatan metabolisme secara drastik. Gejala defisiensi boron bervariasi dengan jenis dan umur tanaman, kondisi pertumbuhan dan tingkat defisiensi. Setiap tanaman memproduksi karakter pertumbuhan tidak normal berhubungan dengan defisiensi boron, seperti menguning dan roset pada Lucerne, leher ular pada Walnut, mati pucuk dan buah menggabus pada apel, menggabus dan berongga pada buah tomat, batang berongga dan bronzing of curd pada Kauliflower, penyakit brown-heart pada bit-meja, turnip, dan sebagainya. Molibdenum Peranan molibdenum diketahui secara setempat yaitu pada sistem reduktase nitrat dalam tanaman dan beberapa jazad mikro. Dalam hal terakhir ini penting bagi jazad bintil akar leguminosa untuk memfiksasi N atmosferik. Defisiensi Molibden menghasilkan whip-tail pada Kauliflower, Brokoli dan tanaman kubis-kubisan lainnya. Defisensi unsur ini mengurangi aktivitas jasad mikro fiksasi simbiotik dan nonsimbiotik. Khlor Pada tahun 1954 Khlor dinyatakan sebagai unsur mikro esensial bagi tanaman. Defisiensi di lapangan belum banyak dilaporkan; pada media kultur, terjadi khlorosis, nekrosis dan kehilangan warna bronze pada tomat. Belum ada pernyataan umum berkenaan dengan peranan spesifik khlor dalam metabolisme tanaman. Pada tembakau kadar khlor diketahui meningkatkan kadar air jaringan dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Juga telah dilaporkan dapat mempercepat fotosintesis in vitro. 101 Bab 7. Pergerakan Hara Tanah – Tanaman 7.1. Pergerakan Hara dalam Tanah Proses penyerapan unsur hara oleh tanaman berkaitan dengan transfer ion-ion unsur hara menyeberangi permukaan akar tanaman masuk ke dalam sel. Energy untuk proses diperoleh melalui aktivitas metabolik tanaman dan ketidak-adanya serapan unsur hara yang melakukan. Unsur hara yang diserap mengikuti fenomena pertukaran ion. Permukaan akar, seperti tanah, mempunyai muatan negatif dan melakukan pertukaran kation. Serapan yang paling efisien berada pada jaringan akar lebih muda, masih tumbuh dan memanjang. Dalam hal ini, sistem akar diketahui bervariasi dari tanaman ke tanaman, karena kemampuan makan mereka berbeda. Luas penyebaran sistem perakaran efektif tanaman menempati volume tanah meruapakan zone tangkapan hara oleh tanaman. Hal ini tentu saja meruapakan informasi penting dalam hubungan sistem tanah – tanaman yang membantu kita memilih pupuk dan praktek penggunaan pupuk. Mekanisme serapan oleh tanaman agak diketahui sekarang. Antara lain adalah: (i) pertukaran kontak dan intersepsi akar, (ii) aliran massa atau konveksi, dan (iii) difusi. Dalam hal pertukaran kontak dan intersepsi akar, ion-ion unsur hara dapat dipertukarkan dari koloid liat – humus bergerak langsung melakukan pertukaran kontak dengan padatan tanah. Serapan unsur hara melalui mekanisme ini, bagaimanapun, tidak nyata bila semua unsur hara berada dalam larutan tanah. Para ahli mendapatkan bahwa akar-akar tanaman tumbuh untuk kontak dengan hanya 3 persen volume tanah yang dijelajahi masa akar, dan serapan hara melalui 102 intersepsi akar juga masih tergolong kurang. Mekanisme kedua adalah aliran masa atau konveksi, diketahui merupakan pola penyerapan hara yang penting. Mekanisme ini berhubungan dengan mobilitas unsur hara dalam larutan tanah dengan pergerakan air tanah menuju permukaan akar di mana serapan melalui akar dilakukan dengan air. Beberapa di antaranya disebut sebagai unsur hara mobil. Unsur-unsur lain yang bergerak hanya beberapa millimeter disebut unsur hara tidak mobil (imobil). Ion-ion unsur hara seperti nitrat, khlorida dan sulfat, tidak dijerap oleh koloid tanah dan kebanyakan berada dalam air tanah. Beberapa ion unsur hara diserap oleh akar oleh pergerakan air tanah. Unsur hara yang diserap melalui mekanisme ini secara langsung berhubungan dengan jumlah air yang dipakai tanaman (transpirasi). Bagaimanapun, disebutkan bahwa petrtukaran kation dan anion lain selain nitrat, khlorida dan sulfat, yang dijerap koloid tanah berada dalam keseimbangan dengan larutan tanah tidak bergerak bebas bersama air saat diserap oleh akar tanaman. Pertimbangan ini, menunjukkan bahwa terdapat banyak perbedaan dalam transpor dan serapan berbagai ion oleh akar melalui mekanisme pergerakan masa. Pergerakan massa, bertanggung jawab menyuplai akar dalam jumlah banyak unsur nitrogen, kalsium dan magnesium, bila tersedia pada konsentrasi tinggi dalam larutan tanah, tetapi tidak terjadi dalam kasus fosfor atau kalium. Serapan unsur melalui pergerakan massa tergantung pada status kelembaban tanah dan sangat berhubungan dengan sifat fisik tanah yang mengontrol pergerakan air tanah. Mekanisme ketiga adalah difusi. Difusi merupakan fenomena penting di mana ion-ion dalam medium tanah bergerak dari titik dengan konsentrasi tinggi ke titik dengan konsentrasi rendah. Dengan kata lain, mekanisme memungkinkan pergerakan ion-ion hara tanpa pergerakan air. Jumlah unsur hara yang bergerak dalam hal ini tergantung pada gradien konsentrasi ion dan lintasan transpor sangat berhubungan dengan kandungan air dalam tanah. Mekanisme terutama berkaitan dengan suplai fosfor dan kalium ke akar tanaman. Penting dicatat bahwa volume rhizosfer tanah di 103 seputar akar efektif tanaman menerima unsur hara tanaman terus menerus dihantarkan ke akar melalui difusi. Juga dari sini dapat dipertimbangkan pemilihan jenis pupuk dan aplikasinya dalam bidang pertanian. Hubungan sistem tanah – tanaman dalam persamaan sederhana pada bab terdahulu merefleksi sifat dinamika tinggi larutan tanah. Satu hal diketahui bahwa tanaman memindahkan ionion dari larutan tanah terus menerus. Pada waktu bersamaan, perombakan mineral tanah dan pembentukan kation-kation dapat dipertukarkan, aktivitas biologis dan penambahan anion-anion, mis. nitrat, secara kontinyu merubah komposisi larutan tanah. Pada waktu tertentu, ketersediaan unsur hara berkisar dari sangat kecil hingga lebih besar. Pada kondisi menguntungkan, tanaman lebih memerlukan kualitas unsur hara. Karena itu, suplai unsur hara menjadi faktor penentu, khususnya pada fase kritis dan hasil tanaman rendah. Pengetahuan tentang peran khusus setiap unsur hara dalam pertumbuhan dan jumlah dibutuhkan perlu dipertimbangkan dalam adopsi ilmu pemakaian pupuk. Pergerakan ion dalam cairan tanah menuju ke permukaan akar pada dasarnya terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu: (1) aliran massa, (2) difusi, dan (3) pertukaran kontak. Ketiga mekanisme ini ditinjau lebih lanjut. Aliran Massa Aliran massa adalah pergerakan ion dalam cairan tanah mengikuti gerakan atau aliran air, akibat perbedaan potensial air dalam tanaman dan tanah. Sehabis hujan atau diberi pengairan, jumlah air dalam tanaman dan tanah seimbang. Infiltrasi dan perkolasi yang lancar memungkinkan air bergerak di ruang pori. Transpirasi tajuk menyebabkan potensial air tanaman rendah sehingga terjadi pergerakan air dari tanah masuk ke tanaman, berikut membawa ion-ion terlarut. Secara garis besar, mekanisme pergerakan ion dari tanah ke akar secara bagan disajikan dalam Gambar 7.1a dan b. 104 (www.tutorvista.com) Gambar 7.1a. Pergerakan Air Tanah – Tanaman 105 (www.tutorvista.com) Gambar 7.1b. Bagan Pergerakan Ion Melalui Aliran Massa Difusi Difusi ion terjadi karena perbedaan kepekatan (gradien konsentrasi) atau perbedaan aktivitas ionik dalam larutan tanah. Bila ion di seputar akar berkurang karena diserap, maka ion-ion lain bergerak menuju ke permukaan akar tersebut. Daya jelajah difusi ion tidak sama (Barber, 1976); misalnya ion NO 3- mencapai 1 cm, tetapi K+ hanya 0.2 cm dan ion H2PO4- 0.02 cm (Gambar 7.2). Jumlah ion mengalami difusi dapat diketahui melalui rumus: De = Dw f 1 di mana: De = jumlah ion didifusikan Air O = Kadar air tanah f = Kesubaran lintasan b = Kapasitas sanggaan tanah 106 Pergerakan unsur hara dari kompleks jerapan tanah (Bulk Soil) menuju permukaan akar (Root surface) terjadi dalam dua kondisi (Gambar 7.2a), di mana (a) konsentrasi unsur hara rendah dipermukaan akar, tinggi di komplek jerapan tamah, terjadi difusi menuju akar (garis merah), dan (b) konsentrasi unsu r hara tinggi dipermukaan akar, rendah di komplek jerapan tanah, terjadi difusi menuju komplek jerapan (garis biru). Root surface Nutrient Concentration high Diffusion away from root Bulk soil Diffusion toward root low (www.tutorvista.com) 107 Gambar 7.2 a. Bagan Mekanisme Difusi Unsur Hara dari Tanah ke Akar, dan Sebaliknya Kemampuan difusi masing-masing ion unsur hara berbeda dalam mengikuti mekanisme difusi; di mana ion nitrat > kalium > monofosfat (Barber, 1976). Hal ini seperti dijelaskan dalam Gambar 7.2b. H2PO4- K+ NO3- K/Ka 1 2 3 4 5 6 7 8 o Jarak (cm) K=kadar akhir; Ka=kadar awal Gambar 7.2b. Distribusi Ion NO3- , K + , dan H2PO4Secara Radial dari Akar (Barber, 1976) Pertukaran Kontak 108 Akar juga mempunyai kemampuan mempertukarkan kation seperti halnya komplek jerapan tanah, disebut Kapasitas Tukar Kation Akar. Ion dijerap permukaan akar dapat ditukar dengan ion dijerap liat atau bahan organik. Peristiwa ini disebut pertukaran kontak (contact exchange). Karena akar bergerak menuju partikel tanah, maka disebut pula intersepsi akar (root interception). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 7.3. Cara penetapan KTK akar dilakukan melalui elektrodialisis disusul titrasi dengan Ca(OH) 2. Nilai KTK berkisar antara 12 hingga 60 cmMol.kg-1. Ion H+ dipermukaan akar dan ion lain dipermukaan kompleks jerapan (misalnya K+) yang di ikat melalui ikatan van der Waals, bergerak dalam lin tasan osilasi (pusingan). Bila osilasi + bersinggungan atau tumpang tindih, maka terjadi pertukaran H + dengan K tersebut. Ketiga mekanisme di atas berjalan baik bila air cukup. Menurut Barber (1976), terdapat hubungan erat antara jumlah dan persen volume dengan difusi unsur. Bila kedua komponen meningkat maka difusi juga meningkat. Soepardi (1985) mengemukakan bahwa aliran massa berperan penting mengantar kalsium dan belerang ke permukaan akar, tetapi pergerakan fosfor sangat ditentukan oleh difusi. Pergerakan kalium, magnesium dan nitrogen tampaknya ditentukan aliran massa dan difusi. 7.2. Pergerakan Hara dalam Tanaman Pergerakan ion masuk ke dalam akar, menghadapi rintangan berupa membran-membran sel. Oleh sebab itu, struktur anatomi sel tanaman perlu diketahui dengan jelas agar pergerakan dapat diikuti secara baik. Struktur Sel Tanaman 109 Sel tanaman terdiri dari dinding sel (bagian luar), sitoplasma (isi sel), dan vakuola (ruang antar sel). Sitoplasma berupa fasa cair mengandung organela-organela yang berfungsi khusus dalam proses metabolisme. Membran plasma yang disebut plasmodesmata merupakan membran sitoplasma terluar berbatasan dengan dinding sel. Di bagian dalam terdapat tonoplast, berupa jaringan yang menghubungkan sitoplasma dengan vakuola. Pada sel matang, tonoplast memisahkan sitoplasma dengan pusat vakuola. Larutan dalam vakuola mengandung unsur anorganik ataupun senyawa organik berbobot molekul rendah, misalnya gula dan asam amino, atau enzim. Bagan penampang lintang struktur sel akar dan lintasan air melalui apoplast dan simplast disajikan dalam Gambar 7.4. (www.tutorvista.com) Mineral Liat Sitoplasma Zone kontak Membran Sel .. . . ' ' '' ' ' ' ' ' o o o o o o .. .. '''''' oooooo . . .. . ' ' '' ' ' ' ' o o o o .... '''''''' o ooo .... ''''''''' o ooo .. ''''''' oooooo ... '''''' oooooo Na H K Dinding sel H110 .... K Ca . ..... ''''''' o oooo ..... '''''''' o ooo ... '''''''' o ooo .. '''''''' o ooo .. ''''''' oooo .. . ''''''' ooooo .... '''''''' ooooo .... '''''''' o ooo ..... '''''''' oo oo Gambar 7.3. Mekanisme Pertukaran Kontak Akar (Mengel dan Kirkby, 1982) (www.cartage.org.lb) Gambar 7.4. Penampang Lintang Struktur Sel Akar dan Lintasan Air Apoplast dan Simplast 111 Ion-ion dari luar sel, untuk mencapai bagian pusat vakuola, harus melalui bagian sel-sel di atas. Mula-mula menembus dinding sel, kemudian bagian luar membran sitoplasma yaitu plasmolema, setelah bergerak sepanjang plasmolema, mencapai sitoplasma, dan akhirnya melalui tonoplas masuk ke dalam vakuola. Ruang Luar atau Ruang Bebas ("Outer" atau "Free" Spaces) Konsep serapan hara melalui akar ada tiga, yaitu: (1) pertukaran ion, (2) difusi, dan (3) perantara (karier). Ketiga mekanisme berhubungan erat dengan dua daerah akar yaitu ruang luar (outer space) atau ruang bebas Donnan (Donnan free space) yang merupakan ruang pertukaran ion; dan ruang dalam (inner space). Serapan ion melalui ruang bebas dipengaruhi oleh mekanisme (1) dan (2); sedangkan melalui ruang dalam oleh kegiatan metabolik yang memerlukan energi dan tidak bersifat bolak balik (irriversible) (Gambar 7.5). 112 (generalhorticulture.tamu.edu) Gambar 7.5. Mekanisme Serapan Unsur Hara Larut Air – Akar – Tanaman Menurut Gauch (1957, dalam Ann. Rev. Plant Physiol. 8: 31) ciri gerakan ion ke ruang bebas dan ruang dalam adalah sebagai berikut: Ruang Bebas: (1) Melalui mekanisme difusi dan pertukaran, (2) Tidak linier dengan waktu, (3) Ion dapat ditukar secara stoikhiometrik, (4) Tidak selalu spesifik, (5) Tidak bersifat metabolik, dan (6) Ion dalam larutan atau terjerap di ruang bebas. Ruang Dalam: (1) Melalui mekanisme pembawa (karier), 113 (2) (3) (4) (5) (6) Linier dengan waktu, Ion tidak dapat ditukar, Bersifat spesifik terutama tapak dan tempat masuk, Tergantung metabolisme aerobik (respirasi), dan Ion berada dalam vakuola (ruang antar sel). 7.3. Pergerakan Hara dalam Akar Jaringan akar mempunyai ruang pemisah dinding sel dan sitoplasma lintasan transpor air dan solut. Bagian celah antar sel disebut apoplast (apo = jalan: jalan plasma, Yunani), terbuka terhadap solut dan air tanpa melalui membran. Pori dan ruang antar sel apoplast memberi kebebasan air dan solut bergerak; sehingga apoplast disebut pula "ruang bebas" (free space) atau "apparent free space". Sitoplasma korteks akar berhubungan dengan sitoplasma sel berbatasan melalui plasmodesmata. Bentuk jaringan sitoplasmatik disebut simplast, merupakan alternatif transpor solut dan air. Mekanismenya disajikan pada Gambar 7.6. Apoplast (apolastic): korteks kontak dengan medium tanah, sehingga air tanah masuk ke korteks dan ruang antar sel yang berukuran relatif besar, melalui aksi kapiler dan osmosis. Daya kapiler terjadi karena pori-pori sempit dan mempunyai potensi air rendah (sekitar -100 bar). Potensi rendah berarti air dipegang kuat. Implikasinya ruang jaringan berpeluang sebagai penghambat (resistensi) pergerakan air. Karena dinding sel sempit (kebanyakan pori mempunyai diameter <10 nm), potensi matriks akar lebih rendah dari tanah sekitarnya. Namun pada potensi sama, air dinding sel kurang lebih 10 kali lebih tinggi daripada tekstur tanah medium, yaitu 0.1 hingga 0.2 g H2O/g bahan kering. 114 (mason.gmu.edu/) Gambar 7.6. Mekanisme Pergerakan Unsur Hara Melalui simplast dan Apoplast Simplast (simplastic): merupakan lintasan masuknya unsur hara dari dalam tanah ke jaringan akar tanaman melalui sitoplasma sel, yaitu dinding sel, sitoplasma, plasmolema menuju jaringan pembuluh air (xilem). Pergerakan terjadi oleh adanya mekanisme ‘karier’ berupa unsur/senyawa pembawa yang menghantarkan ionion dari permukaan akar menuju ke dalam dengan menggunakan energi metabolik. 7.4. Serapan Hara Melalui Daun Seluruh permukaan eksternal dan internal daun tertutup jaringan lemak lipoid yang dikenal sebagai kutikula (Gambar 7.7). Kutikula merupakan penyekat pertama yang harus ditembus bila menginginkan unsur hara masuk ke dalam protoplasma. Tetapi, suatu kemudahan bila unsur masuk melalui stomata. Di bagian luar lapisan kutikula, pada kebanyakan daun diselimuti selapis tipis lilin 115 (wax) menutup seluruh permukaan daun, dengan ketebalan bervariasi menurut spesies dan lingkungan tumbuh. Pelarut unsur berupa diterjen perlu ditambahkan agar pembasahan permukaan daun sempurna. Bagian dalam di atas lapisan dinding sel kutikula biasanya diselimuti lapisan pektin. Bahan pektin-ous ini berkembang sepanjang kutikula membentuk jalur penyambung dari permukaan luar daun hingga dinding parenkhima. Celah-celah kutikula diselimuti bahan menyerupai lilin dan pektin (lamella hidrofilik) disebut intercuticular passage. Lapisan pektin antara kutikula dan dinding sel epidermal membentuk isolasi memberan kutikula pada permukaan daun. Membran kutikula bersifat permeabel dan dapat dilalui ion-ion bila dalam keadaan basah. Selanjutnya pergerakan mirip mekanisme pada akar, secara apoplast maupun simplast dan berakhir pada ikatan pembuluh. 116 Gambar 7.7. Penampang Lintang Daun Menunjukkan Lapisan Sel Epidermal Kutikula (skala tidak sebenarnya) (Franke, 1967) 117 Bab 8. Evaluasi Status Hara 8.1. Kondisi Tanah Mengalami Masalah Perharaan Masalah perharaan dapat terjadi pada berbagai kondisi tanah. Berikut disajikan kondisi tanah yang umumnya menunjukkan masalah unsur hara. Nitrogen Masalah unsur N dijumpai pada semua jenis tanah, terutama bertekstur kasar dan berkadar bahan organik rendah; pada tanah berkapur atau bersuhu tinggi; serta tanah-tanah berdrainase jelek. Fosfor Ketersediaan P sering dikaitkan dengan rekasi tanah (pH). Pada tanah-tanah masam difiksasi oleh ion-ion Al, Fe, atau Mn; dan pada tanah alkalin oleh Ca. Umumnya ketersediaan P tidak bermasalah pada tanah netral. Keberadaan anion seperti SO 42- , SiO44-, NO3-, atau Cl- dapat mengganggu ketersedaian P. Kondisi basah-kering bergantian, dan juga tanah-tanah berkadar liat tinggi dapat pula dikaitkan dengan permasalahan ketersediaan P akibat terfiksasi atau teretensi. 118 Kalium, Kalsium, Magnesium Kadar basa-basa umumnya rendah pada tanah- tanah masam, terutama bila bertekstur kasar. Fiksasi K terjadi pada tanah kaya mineral liat Ilit pada keadaan kekurangan air. Antara K, Ca, Mg (dan juga Na) terjadi kompetisi terhadap serapan oleh tanaman, di mana bila salah satu lebih tinggi maka unsur lain akan tertekan serapannya. Sulfur Masalah sulfur terjadi pada tanah-tanah mempunyai kandungan sulfat rendah, atau drainase buruk yang menyebabkan reduksi sulfat menjadi sulfida. Gas H2S bersifat racun bagi akar tanaman selain tidak tersedia karena menguap. Bila terdapat unsurunsur logam (misalnya Fe, Mn, dan lain-lain.), sulfida akan diikat dalam bentuk senyawa kompleks logam-sulfida. Bentuk pirit misalnya, merupakan ikatan besi-sulfida yang mengendap dan sukar larut. Unsur Mikro Kation (Fe, Mn, Cu, Zn) Kelarutan unsur mikro kation tinggi pada tanah bereaksi masam, terutama unsur Fe dan Mn, sehingga seringkali menjadi racun bagi tanaman. Masalah keracunan kedua unsur terjadi pula pada tanah berdrainase buruk, berkaitan dengan proses reduksi menjadi bentuk tersedia. Pada tanah alkalin, ketersediaan unsur mikro kation rendah akibat berikatan dengan hidroksida menjadi senyawa kompleks logam-hidroksida yang mengendap. Kadar bahan organik tinggi dapat pula menjadi penyebab ketidak-tersediaan unsur mikro logam, berkaitan dengan ikatan logam-organik (khelat) yang relatif sukar lepas. Kekurangan unsur Cu (dan juga Zn) pada tanah gambut yang direklamasi merupakan contoh hal tersebut. Kekurangan unsur mikro Cu dan Zn sering terjadi pada tanah masam akibat pencucian. 119 Unsur Mikro Anion (B, Mo, Cl) Kekurangan boron sering dikaitkan dengan tanah-tanah porous yang memungkinkan pencucian. Perilaku Mo mirip P sehingga kondisi yang menyebabkan P bermasalah dapat pula terjadi pada Mo; kecuali Mo tidak bermasalah pada kondisi alkalis. Unsur Cl jarang bermasalah di Indonesia karena uap air laut cukup mengandung khlor yang dibutuhkan tanaman. 8.2. Evaluasi Status Kesuburan Tanah Status perharaan tanah dan tanaman dapat digunakan dalam mengevaluasi tingkat kesuburan tanah untuk pertumbuhan tanaman. Konsep evaluasi perharaan ini berdasar pada pengertian yang diberikan oleh Liebig di tahun 1840-an, yaitu kebutuhan hara tanaman dapat dihubungkan dengan jumlah unsur hara yang diserap tanaman. Berdasar pada pengertian ini, maka berkembanglah metode-metode penetapan status perharaan tanah dan tanaman melalui cara-cara: (1) Analisis kimia seluruh tanaman atau bagian-bagian tanaman tertentu, (2) Percobaan respons tanaman di lapang dengan perlakuan dan tanpa perlakuan unsur tertentu, (3) Analisis tanah untuk mengetahui suplai unsur hara tanah (total maupun tersedia), (4) Respons tanaman melalui pemberian langsung ke bagian tanaman melalui cara injeksi ataupun penyemperotan, dan (5) Diagnosis secara visual berdasarkan gejala kelainan yang ditunjukkan tanaman akibat kekurangan atau kelebihan unsur tertentu. 120 Dari butir-butir di atas, secara umum penilaian status perharaan dapat dilakukan dengan cara: analisis kimia, percobaan respons tanaman terha-dap pemberian pupuk, dan pengamatan secara langsung terhadap kelainan pertumbuhan. Ketiga cara masih digunakan dalam metode pene-litian tanah dan tanaman. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a) Pengamatan Secara Visual: Gejala kelainan pertumbuhan atau perubahan warna yang terjadi kita amati, kemudian kita hubungkan dengan gejala spesifik kekurangan ataupun kelebihan unsur hara masing-masing unsur. (b) Analisis Kimia: Untuk mengetahui apakah gejala yang muncul dari pengamatan secara visual pada butir (a) disebabkan oleh kekurangan/kelebihan unsur tertentu, maka perlu dilakukan analisis tanah dan tanaman. Sebagai petunjuk umum digunakan standar baku unsur hara tanah atau tanaman yang ada. (c) Percobaan Respons: Untuk menguji apakah unsur-unsur yang telah diketahui menunjukkan kondisi abnormal pada butir (b) benar-benar bermasalah bagi tanaman, maka perlu dilakukan percobaan respons tanaman terhadap pemberian unsur yang bermasalah tersebut. Digunakan kontrol sebagai pemban-ding, dan dapat pula digunakan beberapa tingkat dosis pemberian sehingga dapat dibuat suatu kurva respons. Percobaan dapat dilakukan di kamar kaca maupun di lapang. 8.3. Pengenalan Gejala Defisiensi Secara umum, kekurangan dan kelebihan unsur hara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaruh ini dapat bersifat makroskopik atau mikroskopik berupa perubahan pada struktur sel. Gejala-gejala spesifik yang tampak 121 secara lokal pada bagian tanaman adalah sangat penting untuk mengenali kekurangan atau kelebihan unsur hara tertentu. Namun dalam praktek seringkali dijumpai kesulitan. Gejala defisiensi atau toksisiti suatu unsur berbeda antara satu tanaman dengan tanaman lain; bahkan dalam satu jenis tanaman. Sebagai contoh, defisiensi seng pada pohon buah-buahan dan beberapa jenis tanaman semusim menunjukkan kondisi yang jelas, disebut "little leaf", yaitu ukuran daun tidak normal. Tetapi, pada jagung, ditunjukkan oleh khlorosis pada daun-daun yang baru berkembang, disebut "white bud" yang berbeda dengan "little leaf". Tetapi tidak hanya perbedaan defisiensi suatu jenis unsur yang sulit dilakukan diagnosis; gejala sama atau identik bisa disebabkan oleh unsur-unsur yang berbeda. Sebagai contoh, defisiensi N dan S ditunjukkan oleh khlorosis yang sulit dibedakan hanya melalui pengamatan secara visual. Kesulitan lain dalam pengenalan gejala yaitu suatu tanaman bisa mengalami defisiensi atau toksisiti lebih dari satu unsur. Terakhir, gejala umum defi-siensi atau toksisiti bisa disebabkan bukan oleh perharaaan, misalnya kekurangan air, atau serangan hama atau penyakit. Oleh sebab itu, sebelum gejala yang tampak dinyatakan sebagai defisiensi atau toksisiti, maka perlu dilakukan uji pendahuluan berikut: (1) Gejala kekurangan unsur hara akibat kekurangan air akan pulih bila tanah diairi, (2) Serangan hama dapat diketahui dari bekas gigitan atau tusukan hewan serangga atau kita jumpai serangga tersebut, dan (3) Serangan penyakit dapat dilacak dengan cara menularkan tanaman sakit ke tanaman sehat; dalam hal ini dapat digunanakan cairan tanaman terkena infeksi kemudian disuntikan ke jaringan tanaman sehat. 122 Secara umum, pengenalan gejala defisensi berdasar penampakan pada bagian tanaman dijelaskan seperti pada bagan dalam Gambar 8.1. Gambar 8.1. Bagan Pengenalan Gejala Umum Defisiensi Unsur Hara pada Tanaman (www.tutorvista.com) http://www.tutorvista.com/content/biology/biology-iv/plantnutrition/plant-nutritionindex.php# Bila uji pendahuluan ini negatif, maka selanjutnya dapat dilakukan diagnosis kekurangan atau kelebihan unsur hara. Sebagai pedoman, berikut ini disajikan gejala umum defisiensi unsur pada tanaman (Epstein, 1972): Nitrogen Kecuali kekeringan, tidak ada defisiensi unsur yang berakibat seburuk kekurangan nitrogen. Gejala yang paling umum yaitu khlorosis dan etiolasi. Pertumbuhan terhambat dan tanaman tampak kurus serta kerdil. Tetapi warna buah yang normal 123 merupakan perkecualian. Gejala tampak terutama pada daun tua yang meluas ke daun muda yang lebih aktif. Sulfur Gejala defisiensi sulfur seringkali dikaburkan dengan defisiensi nitrogen. Tanaman menunjukkan khlorotik, kurus dan pertumbuhan jelek. Fosfor Warna daun hijau tua atau biru tua adalah salah satu gejala utama defisiensi P pada berbagai tanaman. Seringkali pigmen merah, ungu, atau coklat dijumpai pada daun, khususnya sepanjang tulang daun. Pertumbuahn terhambat dan pada kondisi defisiensi hebat tanaman menjadi kerdil. Kalium Defisiensi kalium pada beberapa jenis tanaman menyebabkan warna hijau tua atau biru tua seperti pada defisiensi P. Bercakbercak seringkali muncul pada permukaaan daun. Bisa pula muncul nek-rosis pada tepi daun atau daun seperti terbakar. Pada kondisi defisiensi berat, tunas pucuk dan samping bisa mati ("dieback"). Kalsium Gejala defisiensi Ca tampak pada fase pertumbuhan awal dan bagian yang paling menderita adalah jaringan meristematik serta daun muda. Kalsium cenderung mengalami imobilisasi pada daun tua atau jaringan lain dan tidak dapat ditranslokasikan ke bagian muda yang aktif; akibatnya titik tumbuh rusak atau mati 124 ("dieback"). Pada bunga dan buah muda gejala disebut "blossomend-rot". Pertumbuhan akar sangat dipengaruhi. Gejala defisiensi Ca pada tanah-tanah masam sering diikuti keracunan ion hidrogen, atau logam-logam seperti Al, Fe, atau Mn. Hal terakhir ini berkaitan dengan kepekatan tion-ion tersebut tinggi pada pH rendah. Akarakar tanaman yang rusak dapat terinfeksi bakteri ataupun cendawan. Magnesium Berlainan dengan Ca, magnesium mudah ditranslokasikan dari bagian tua ke bagian muda atau daerah pertumbuhan aktif. Oleh sebab itu, defi-siensi pertama kali tampak pada daun tua. Seringkali terjadi khlorosis tepi daun diikuti munculnya berbagai pigmen. Khlorosis mungkin pula dimulai dalam bentuk bercakbercak atau panu yang berkembang pada tepi dan ujung daun; yang secara keseluruhan merupakan interveinal khlorosis (khlorosis di antara tulang-tulang daun dimulai pada daun tua). Besi Defisiensi besi umumnya ditunjukkan oleh khlorosis pada daun muda. Mula-mula tulang daun tetap hijau, tetapi pada kebanyakan tanaman tulang daun juga mengalami khlorosis. Defisiensi umumnya dijumpai pada pohon buah-buahan. Defisiensi yang disebabkan level kalsium karbonat tinggi (tanah-tanah berkapur atau kalkareus) disebut "lime induced khlorosis". Mangan Gejala defisiensi mangan sangat bervariasi pada berbagai jenis tanaman. Daun seringkali menunjukkan khlorosis di antara tulang, dan tulang daun membentuk pola berwarna hijau dengan latar belakang kuning, menyerupai fase awal defisiensi besi. Dapat pula muncul bintik-bintik nekrtotik atau garis-garis pada daun (pada 125 oats disebut "gray speck"). Pada biji legum, nekrosis bisa muncul pada embrio atau di permukaan dalam keping biji. Pada beberapa jenis tanaman, daun-daun mengalami perubahan bentuk (pada pohon pecan disebut "mouse ear"). Bila defisiensi berat, tanaman menjadi sangat kerdil. Seng Gejala klasik difisiensi seng pada pohon buah-buahan adalah berupa "Little leaf" atau "rossette"; akibat gagalnya jaringan berkembang secara normal. Perkembangan terhambat menyebabkan daun menyempit (little leaf), dan ruas terhambat menyebabkan kedudukan daun menyerupai bunga rose ("rossette"). Pada jenis-jenis tanaman tertentu daun mengalami khlorotik, tetapi daun-daun lain berwarna hijau tua atau hijau biru, membengkok dan nekrotik. Pada kondisi defisiensi berat, pembungaan dan pembuahan sangat berkurang dan seluruh tanaman bisa kerdil dan cacat. Tembaga Gejala sangat bervariasi tergantung jenis tanaman. Daundaun mengalami khlorotik atau warna hijau biru tua dengan pinggir melengkung ke atas. Kulit pohon sering kali kasar dan melepuh; gom atau belendok keluar dari celah kulit melepuh tersebut ("exanthema"). Pucuk muda sering mati diikuti munculnya tunastunas dalam jumlah banyak menyerupai semak-semak. Pembungaan dan pembuahan berkurang; tanaman semusim bisa gagal tumbuh dan mati pada fase pembibitan. Khlor Keesensialan khlor ditemukan pada penelitian tomat yang ditumbuhkan di media larutan murni oleh Broyer dkk tahun 1954. 126 Tanaman yang mengalami defisiensi Cl mula-mula berwarna hijau biru dan daun-daun muda memanjang; di terik matahari ujung daun muda layu dan terkulai, tetapi segar kembali pada malam hari, suhu dingin atau berawan. Selanjutnya muncul "bronzing" pada daun, diikuti khlorosis dan mekrosis. Pada keadaan defisiensi hebat tanaman kurus dan kerdil. Layu, kehilangan warna (bronzing) dan nekrosis dijumpai pula pada jenis tanaman lainnya. Belum dijumpai defisiensi Cl pada tanaman yang ditumbuhkan di udara terbuka. Boron Pertumbuhan ujung sering rusak dan tanaman sering mati akibat defisiensi B. Jaringan tanaman mengeras, kering, dan rapuh. Daun rontok, batang kasar dan retak-retak; bagian menonjol bergabus dan berbintik-bintik dan pembungaan sangat dipengaruhi. Bila buah terbentuk, seringkali tampak gejala seperti pada batang; akar sangat menderita, dan akar atupun pucuk seringkali terinfeksi bakteri. Molibdenum Defisiensi Mo pertama kali diidentifikasi pada tanaman tomat, menyebabkan tanaman ini dan jenis tanaman lain khlorosis di antara tulang daun. Tulang berwarna hijau pucat sehingga khlorosis menyebabkan daun tampak berbercak-bercak kadang-kadang seperti defisiensi mangan. Tepi daun cenderung mengeriting atau menggulung. Dalam kasus defisiensi berat diikuti oleh nek- rosis dan tanaman mengerdil. Pada kubis helai daun menjadi nekrotik dan tidak berkembang, menampakkkan banyak garis sepanjang tulang daun utama ("whiptail"). 127 8.4. Kunci Pengenalan Defisiensi McMurtrey (1950) dalam Resh (1978) menyusun urut-urutan pengenalan gejala defisiensi unsur hara, untuk memudahkan membedakan satu sama lain seperti disajikan pada Tabel 8.1. Tabel 8.1. Kunci Defisiensi Unsur Hara dalam Jaringan Tanaman (McMurtrey dalam Resh (1978) ----------------------------------------------------------------------------------Gejala Defisiensi Unsur ----------------------------------------------------------------------------------A. Daun-daun lebih bawah atau lebih tua menunjukkan kelainan; menyeluruh atau setempat-setempat B. Kelainan bersifat menyeluruh, kelihatan kering atau seperti terbakar pada daun-daun lebih tua C.Tanaman berwarna hijau terang;daun-daun lebih bawah menguning, mengering hingga coklat muda; bila defisiensi mencapai stadium lanjut batang memendek dan meramping…………………………………….……...........Nitrogen CC. Tanaman berwarna hijau tua, sering berkembang ke warna merah dan ungu; daun-daun lebih bawah kadangkadang menguning, mengering ke arah coklat kekuningan atau hitam; bila defisiensi berlanjut batang memendek dan meramping ….…………..………………………….……..…... Fosfor BB. Kelainan bersifat setempat; bercak atau khlorosis dengan atau tanpa bintik-bintik dari jaringan mati pada daun lebih bawah; sedikit atau tidak ada pengeringan daun-daun lebih bawah C.Daun-daun menunjukkan adanya bercak atau khlorosis, merah tipik, mati, ujung dan tepi daun melintir atau melengkung ke atas; batang meramping …….. Magnesium CC. Daun-daun menunjukkan adanya bercak atau khlorosis dengan bintik-bintik jaringan mati berukuran kecil sampai besar D. Bintik-bintik jaringan mati berukuran kecil, biasanya terdapat pada ujung dan antara tulang daun, lebih jelas pada tepi daun; batang meramping …................ Kalium 128 DD. Bintik-bintik menyebar, meluas secara cepat, umumnya tampak pada pada bagian antara tulang daun, kemudian pada tulang daun primer maupun sekunder; daundaun menebal, ruas-ruas batang memendek .....…. Seng AA. Kelainan pada daun-daun atau tunas-tunas muda, gejala bersifat setempat B. Tunas teratas mati, diikuti bagian ujung atau pangkal daun daun muda tumbuh membengkok C. Pada kondisi awal daun-daun muda tunas teratas membelok, diakhiri bagian ujung dan tepi mati, sehingga pertumbuhan selanjutnya dicirikan oleh terpotongnya bagian tersebut, batang tunas teratas akhirnya mati …………………………………................................. Kalsium CC. Daun-daun muda tunas teratas berwarna hijau terang pada bagian pangkal, berakhir patah pada bagian ini; pertumbuhan selanjutnya daun melintir, batang tunas teratas akhirnya mati ………………..….................Boron BB. Tunas teratas umumnya tetap hidup; daun-daun lebih muda atau daun-daun tunas layu atau mengalami khlorosis dengan atau tanpa bintik-bintik jaringan mati, tulang-tulang daun hijau terang atau hijau tua C. Daun-daun muda layu permanen (efek layu ujung) tanpa bintik-bintik atau khlorosis; pada fase berikutnya batang atau ranting bagian bawah ujung atau kecambah biji seringkali tidak mampu tegak bila defisiensi terjadi secara akut ……………………………............................... Tembaga CC. Daun-daun muda tidak layu; khlorosis terjadi dengan atau tanpa bintik- bintik jaringan mati tersebar di permukaan daun D. Bintik-bintik jaringan mati tersebar di permukaan daun; tulang-tulang daun cenderung tetap hijau, memberikan pengaruh keping-keping atau jala ………….….................................................. Mangan DD. Bintik-bintik jaringan mati tidak lazim tampak; khlorosis bisa atau tidak bisa terjadi pada tulang daun, menyebabkan tulang daun berwarna hijau muda atau hijau tua 129 E. Daun-daun muda beserta tulang-tulang daun dan jaringan di antara tulang daun berwarna hijau muda ……………………………………...............................Sulfur EE. Khlorotik pada daun-daun muda, tulang-tulang daun utama berwarna hijau tipik, batang memendek dan meramping ………………………………………………..Besi ----------------------------------------------------------------------------------Cara penggunaan Tabel: Kunci yang disajikan di atas adalah berupa Tabel dikhotomik, merupakan cara menentukan gejala defisiensi, bukan toksisiti. Keputusan harus diambil pada setiap rute alternatif dan berhenti pada keterangan terakhir. Pilihan alternatif adalah huruf kembarnya, misal A vs AA, B vs BB, dst.. Kunci penentuan kelainan unsur ini berdasarkan gejala yang dijumpai pada tanaman, sehingga deskripsi gejala yang akurat merupakan syarat yang sangat penting. 130 Bab 9. Kesuburan Tanah dan Lingkungan *) Petani sejak lama mengetahui bahwa bahan tertentu, bila diberikan ke tanah, memperbaiki produksi, dikenal sebagai pupuk. Dengan alasan biaya dan kemudahan aplikasi, pupuk artifisial digunakan mengganti bahan alami. Tanaman tidak mampu membedakan, pupuk berbahaya atau tidak, baru disadari bila terjadi kerusakan tanah, sungai ataupun laut. Melalui pengetahuan yang lebih baik, diharapkan kerusakan dapat dikurangi. *) Anthoni (2000) 9.1. Kebutuhan Tanaman Apa yang dibutuhkan tanaman? Hukum Liebig menyatakan bahwa kebutuhan aktual merupakan faktor utama pertumbuhan. Seringkali kebutuhan aktual dipandang rendah atau berlebihan; sedangkan kebutuhan potensial lupa atau terabaikan. Berikut adalah tinjauan tentang kesuburan tanah (potensial ataupun aktual) dari global hingga detail (disadur dari: Antoni, 2000). Air Kebutuhan tanaman yang dirasakan sangat penting adalah air. Di kebanyakan tempat di bumi, air menjadi masalah. Terlalu banyak, atau terlalu sedikit. Air dibutuhkan oleh organisme hidup dalam tanah, sehingga secara keseluruhan petani berkewajiban mengelola suplai air. Nutrisi (Hara) 131 Sumber hara utama adalah batuan. Batuan melapuk, masuk ke dalam tanah, dan tersedia bagi tanaman. Suplainya tidak cukup, fakta bahwa komponen ekosistem daratan mendaur hara hingga kehilangan minimal. Tanah pertanian juga mendaur hara, meski dengan susah payah. Pemupukan Ada lima kaedah pemupukan sebagai dasar aplikasi. Menjawab pertanyaan: apa butuh pupuk, jenis, dosis, cara pemberian dan kapan waktu pemberian? Implikasi praktikal dijabarkan dalam bentuk moto: tepat butuh, jenis, dosis, cara, dan waktu. Tujuan akhir adalah efisiensi penggunaan pupuk. Rumput untuk pohon Diversifikasi jenis tanaman dalam pola monokultur dapat membantu asupan pupuk. Hal ini menjadi alasan mengapa untuk memproduksi pohon, tumpangsari dengan semak dan rumput perlu dipikirkan. Garam Tanaman tidak butuh garam, lain halnya manusia dan hewan. Karena itu, garam sering terlupakan dan hilang dari tanah. Karena produksi tanaman rendah garam, betapa garam terasa diperlukan. Defisiensi garam dalam masyarakat meningkat oleh sebab berbagai hal. Kebutuhan Tanaman Secara geologik, batuan adalah bahan induk tanah; kandungan dan komposisinya berbeda dari satu tempat ke tempat lain, namun tanah subur di bumi selalu diikuti pemberian senyawa kimia, baik untuk tanaman maupun hewan. Hal ini dapat dimengerti, dalam ekosistem, daur nutrisi selalu ada setiap waktu. Dalam proses, konsentrasi hara yang jarang (seperti natrium dan khlor) dihilangkan, menyisakan unsur 132 hara tersedia, dikaitkan erat dengan kebutuhan tanaman. Meski rasio sama, tanah bisa jadi bervariasi dalam hal densitasnya, dan juga kebutuhan akan pupuk. Dalam tanah, hara tidak dipertahankan sebagai larutan tetapi dalam tubuh jazad hidup (beberapa dijerap lempeng liat). Tidak heran bila kehidupan dalam tanah subur d2 hingga 10 kali lebih banyak dari pada di permukaan. Unsur hara menjadi tersedia bila jazad mati, yang selalu terjadi karena mereka hidup secara cepat. Ahli lingkungan Edward S Deevey Jr mengemukakan bahwa unsur kehidupan ada enam, yaitu: hidrogen (H), oksigen (O), karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan sulfur (S), dengan rasio rata-rata H:O:C:N:P:S=2960:1480:1480:16:1.8:1 untuk semua makhluk hidup di bumi. Tanaman berkayu, jauh melebihi jumlah rata-rata tersebut. Rasio H:O:C:N:P:S=1600:800:800:9:1:5 digunakan untuk tanaman budidaya, dan 212:106:106:16:1:2 untuk tanaman laut dan humus tanah. Dari sudut ekologis, tidaklah mengejutkan bila pakar menemukan bahwa rasio untuk kehidupan darat (tanaman hijau + hewan) sama dengan biota tanah (bakteri+fungi+fauna). Sebagai perbandingan, komponen tanaman paling umum adalah karbohidrat (gula, pati, dan senyawa berkayu) diwakili atom H:O:C = 12:6:6,ataumassa 1:6:8. Karena C, O dan N mempunyai massa atom sama (12, 16, 14), maka hukum 'rule of thumb', setiap unit nitrogen dimiliki oleh 200 unit kehidupan (kering) dan 100 unit karbon. Apasaja yang dibutuhkan tanaman untuk hidup, adalah: Cahaya matahari: sebagai energi fotosintesis. Karbon dioksida: penting sebagai bahan baku fotosintesis. Atmosfer mendaurnya secara efektif. Oksigen: bila tanaman istirahat malam hari, ia membutuhkan oksigen, sambil melepas karbon dioksida. Panas: memungkinkan proses biokimia hidup. Tanaman mempunyai kisaran adaptasi luas terhadap suhu, tetapi hangatnya tropis mendorong produksi lebih tinggi. 133 Air: proses biokimia fotosintesis membutuhkan banyak air. Kekurangan air, menjadi penyebab masalah di banyak area geografis. Hara makro: unsur hara makro (utama) N, P, K, S, Ca, Mg, dan hara mikro, sedikit. Biota butuh jumlah yang sama, tetapi karena tidak berfotosintesis, mereka tidak membutuhkan cahaya maupun karbon dioksida. Kebutuhan di atas seringkali disebut 'faktor pembatas’ – ‘limiting factors' karena dapat membatasi pertumbuhan tanaman. Lebih tepatnya, dapat disebut 'faktor penentu kehidupan’ – ‘lifedetermining factors'. Hukum Liebig Ilmuan Liebig menemukan semua kebutuhan tanaman di atas harus tercukupi, dan salah satu yang tersedia paling sedikit akan menjadi penyebab utama pembatas pertumbuhan. Sehingga pada musim dingin, bila beku, tanaman tidak butuh karbon dioksida, atau air atau hara; melainkan panas. Cahaya dan Panas Cahaya dan panas berjalan bersama-sama, bila sumber energi dari cahaya. Daur musiman berpengaruh khususnya di daerah beriklim sedang. Tetapi pengaruhnya dapat diduga. Sebagai contoh rumah kaca, radiasi panas menangkap 'cahaya-tampak' tetapi melindungi radiasi infra merah dari atap. Saat iklim dingin, rumah kaca diberi panas melalui pembakaran minyak fosil. Tanaman budidaya dilindungi dari angin dingin, yaitu dengan memasang sekat pembatas. Panas dari cahaya matahari dapat ditangkap oleh tegakan vegetasi. Evaporasi tanah menyebabkan kehilangan panas, tapi dapat diminimalkan melalui mulsa atau tanaman penutup tanah. 134 Jumlah cahaya dalam musim panas mungkin terlalu banyak, menyebabkan tanah terlalu kering. Penutup pohon dapat ditanam yang menghilangkan daunnya pada musim dingin. Tanaman diberi jarak untuk mencegah penutupan satu sama lain. Karbon dioksida Karbon dioksida agak kurang di atmosfer, di mana terdapat satu molekul setiap 30,000 (0.003). Semua tanaman di bumi berkompetisi terhadap sumber karbon dioksida, karena semua berhubungan dengan atmosfer yang sumber karbon dioksidanya sama. Tanaman, hidup di daerah tropika panas lebih mudah dibandingkan dengan daerah dingin yang kurang cahaya. Hanya akhirnya alam bersahabat dengan tanaman, yang mampu mengkonversi karbon dioksida lebih efisien dari tanaman lain, juga hemat air. Konversi fotosintetik mereka membutuhkan empat langkah biokimia, dibandingkan dengan pohon biasanya, suatu proses yang menghemat baik energi maupun air. Tanaman ini, disebut tanaman tipe C4, tergolong rumput seperti bambu, dan tanaman pertanian, tebu, jagung, dan sorghum. Mereka kurang lebih dua kali lipat lebih efisien dalam mengkonversi cahaya dan membutuhkan air empat kali lebih sedikit. Tanaman tipe C3 mempunyai efiensi konversi cahaya matahari maksimum 15% dan rumput tipe C4 di atas 24%. Dalam praktek, karena terlindung daun, mencapai lima kali lebih rendah. Fotosintesis pada tanaman tipe C3 mengkonversi 0.1-0.4 g CO2 dalam 1 kg air, sedangkan tanaman tipe C4 mengkonversi 0.4-0.8 gram. Tanaman sukulen aktif pada malam hari, menyerap CO2 melalui stomata (pori daun) yang terbuka lebar, sedang tanaman lain tertutup untuk meminimumkan respirasi. Selama malam hari, CO2 diserap dan dikonversi ke dalam penyimpanan kimia dalam bentuk asam oksaloasetat dan malat. Selama siang hari, senyawa ini dikonversikan dan fotosintesis seperti pada proses C3 normal, dengan menutup pori-pori daun untuk mencegah terjadi evaporasi. 135 Bentuk fiksasi CO2 yang spesifik ini disebut Crassulean Acid Metabolism (CAM). Tanaman tipe CAM adalah sukulen, agave, lili, bromelia, anggrek, kaktus, euphorbia, geranium dan banyak lagi. Mereka menggunakan air yang minimum. (secara lebih detail tentang tanaman tipe C3, C4 dan CAM, lihat Tabel 9.1) Tabel 9.1. Perbedaan antara tanaman C3, C4 dan CAM karakteristik C3 C4 Struktur daun Mesofil laminar, jaringan pembuluh parenkhim Rangkaian mesofil radial Mesofil laminar, sekitar jaringan pembuluh khlorenkhim vakuola lebar CAM Khloroplas butiran Butiran mesofil, jaringan pembuluh sel-sel butiran butiran atau tanpa butiran. Rasio khlorofil a:b ~ 3:1 ~ 4:1 < 3:1 Konsentrasi kompensasi- 30-70ppm CO2 pada suhu optimal <10 ppm terang: 0-200 ppm gelap: <5 ppm Aseptor CO2 primer RuBP PEP terang: RuBP gelap: PEP Produk fotosintesis pertama Asam-asam C3 (PGA) Asam-asam C4 (malat, asparat) terang: PGA gelap: malat Rasio karbon-isotop dalam fotosintesis -2 to -4 % -1 to -2 % -1 hingga -3.5 % Depresi fotosintesis oleh O2 ya tidak ya CO2 dilepas dalam cahaya ya tidak tidak 136 Kapasitas fotosintesis bersih Sedikit hingga tinggi Tinggi hingga sangat tinggi terang: sedikit gelap: medium Kejenuhan-cahaya fotosintesis Pada intensitas tinggi Tidak jenuh pada intensitas tertinggi Pada intensitas sedang hingga tinggi Redistribusi produk asimilasi lambat cepat bervariasi Produksi bahan kering medium tinggi rendah Dari W. Larcher: Physiological plant ecology, 1980. Setelah Black 1973, Laetsch 1974, Tieszen 1975, dll . Seperti dapat diharapkan, tanaman tipe C3, yang menyerap CO2 terbatas, bereaksi lebih kuat terhadap peningkatan CO2 daripada tanaman tipe C4. Mereka lebih unggul daripada tanaman tipe C4, yang dibatasi oleh suhu. Pada pemanasan rumah kaca secara eksternal, karbon dioksida dari pembakaran energi minyak fosil untuk memperoleh panas, seringkali disalurkan ke dalam rumah kaca untuk mendorong pertumbuhan. Arti penting air dan hara akan dibahas berikut. Lihat pula unsur hara esensial dalam tabel-periodik serta gejala defisiensi pada tanaman, hewan dan manusia. Pengairan Air merupakan komponen pembatasi kebutuhan tanaman. Air tidak hanya penting untuk kehidupan tanaman tetapi juga bagi semua biota tanah, di mana mereka bergantung. Demikian pula, kesuksesan budidaya pertanian, terutama tergantung pada bagaimana memelihara siklus kehidupan bawah tanah, dan hubungannya dengan vegetasi atas tanah. Tanaman butuh air, dalam jumlah banyak saat tumbuh. Tabel 9.2, mengindikasikan berapa banyak yang ditranspirasikan untuk memproduksi satu kg of bahan kering. 137 Tabel 9.2. Rasio transpirasi rata-rata berbagai tipe tanaman Jumlah air dalam kg per kg bahan kering (rasio transpirasi) Tanaman Tipe C3 Air Tanaman Tipe C4 Air Biji-bijian 500-650 Jagung/Sorghum di lahan penel. 260-320 Kentang dan Bit 400-650 Tanaman CAM 50-100 Legum 700-800 Bunga matahari (muda) Bunga matahari (berbunga) 280 670 Tanaman Pohon Tropis & Tanaman budidaya 600-900 Cemara 200-300 Tanaman Pohon Daerah Sedang Kelapa sawit Jagung dalam growth chamber 200-350 ~300 Sumber: W Larcher: Physiological plant ecology. 1980. Springer Verlag Tanaman biji-bijian berproduksi tinggi dalam satu hektar menghasilkan 8 ton biji dan 10 ton bahan kering, membutuhkan 10 juta liter air dalam semusim (4 bulan) untuk fotosintesis sendiri, atau 100,000 liter per hari, atau 1000 mm hujan! Hal ini menjadi pertimbangan selanjutnya, memberi irigasi tanaman untuk memperoleh produksi tinggi, dan juga untuk meningkatkan area tanam. Khususnya untuk menjamin cuaca dan iklim yang aneh, petani di dunia menyimpan sedemikian rupa air dari sumber yang ada yang dapat diperoleh. Yang paling umum adakah air bawah tanah dan danau sintetik. Sumber air dan air tanah Meski tanah dan batuan ditindihi beban yang maha berat, masih ada celah dan retakan yang dapat dilalui air. Suatu hal yang dapat diharapkan bahwa air, menjadi tiga kali lebih halus dari batuan, menekan sedimen ke atas dan batuan ditekan ke bawah oleh beratnya sendiri, sehingga air bebas dapat mencapai permukaan. 138 13 Bagaimanapun, seperti halnya dapat diteliti di sistem lapisan batu kapur, air dapat ditemui pada kedalaman 300 m dan barangkali lebih dalam lagi. Selanjutnya, genangan air bawah tanah ini dihubungkan seperti bila ia sebagai danau tunggal bawah tanah, dapat dicapai oleh semua kehidupan di atasnya. Memompa genangan air bawah tanah sangat menarik sebab air tidak dibutuhkan sebagai transpor. Tetapi genangan air diganti terus secara perlahan. Makin dalam, makin lama penyediaannya. Saudi Arabia diperkirakan ada 2000 km kubik dari 10,000 - 30,000 tahun air tersimpan dalam genangan pada kedalaman 300 m. Air tanah terbentuk dari penetrasi air dalam tanah dan tergenang ke lapisan lebih dalam. Begitu dipompa, permukaan air turun, membantu air mengalir lebih bebas dan karenanya mengangkut senyawa yang tidak berada di sana. Tabel 9.3 memberikan ide tentang jaringan sistem air tanah dan bagaimana pengaruhnya terhadap manusia. Catatan bahwa pengaruh terhadap lingkungan tidak dibahas. Tabel 9.3. Ancaman kimia terhadap air tanah ancaman sumber pengaruh di mana pestisida Aliran permukaan dari lahan, halaman, padang golf, timbunan buangan. senyawa organo khlorida meproduksi dan merusak endokrin dalam kehidupan liar; USA, Eropa senyawa organofosfat dan Timur, Cina, India karbamat merusak sistem hati dan syaraf dan kangker. nitrat Aliran permukaan pupuk; pupuk kandang dari budidaya peternakan; sistem septik. Menghambat jumlah oksigen mencapai otak, yang dapat menyebabkan kematian pada bayi (sindrom bayi biru). Atlantik-tengahAtlantik USA, daratan Cina Utara, Eropa timur, India utara. petro-kimia Simpanan tangki minyak bawah Benzen dan petrokimia lain dapat menyebabkan kangker, USA, Inggris, beberapa tempat 139 tanah meskipun rendah. di Soviet. Prosesing metal dan plastik, Solven pembersihan terkhlorinat pabrik; pabrik elektronik dan pesawat. Senyawa reproduksi kelainan dan beberapa kangker. USA barat, z0ne industri di Asia timur. arsenat Pemunculan alami Sistem syaraf dan kerusakan hati; kangker kulit Banglades, India timur, Nepal, Taiwan. fluorida Pemunculan alami Masalah gigi; melemahkan tulang belakang dan menghancurkan tulang. Cina utara, India barat laut Irigasi dari Sumber Artesis Sekitar 6000 tahun lalu bangsa Sumeria menemukan irigasi dengan cara menyalurkan air dari sungai Euphrat ke lahan pertanian mereka. Ini memperbaiki hasil dan kondisi kehidupan sedemikian rupa. Sekarang, sedapat mungkin, sungai-sungai dibendung untuk listrik tenaga air dan irigasi. Tekanan air tinggi memungkinkannya untuk mentranspor jumlah besar volume air melalui sistem saluran pipa. Bila dikelola dengan hati-hati, hal ini memungkinkan petani memperluas musim budidaya mereka dan meningkatkan produktivitas. Suatu hal perlu diingat bahwa irigasi hanya sekedar merupakan bentuk air hujan, meskipun bukan. Penampungan air dalam suatu reservoar adalah aliran permukaan dari hujan jatuh di atas permukaan area tampungan. Dalam perjalanannya ke danau, ia melarutkan banyak unsur hara tetapi juga juga garam yang akan menjadi perusak tanah. Bila air ini digunakan ke tanah yang digenangkan untuk beberapa waktu per tahun, garam akan tercuci ke bagian lebih dalam, atau juga berakhir di laut. Tetapi seringkali lahan irigasi menjadi sumber air. Begitu air 140 menguap dari tanah, ia meninggalkan garam dalamnya, menghasilkan degradasi tanah secara cepat menjadi salin. Kebanyakan tanaman budidaya air irigasi hilang melalui hal ini. Seperti dinyatakan sebelumnya,adalah sulit (atau riskan) membawa lahan kering agar berproduksi. Irigasi dari danau dapat membantu dalam beberapa kondisi iklim, terutama mengurangi risiko kekeringan. Danau artifisial mengurangi aliran sungai, menghasilkan penggenangan aliran jatuh sehingga kurang menggantikan kesuburan tanah. Bendungan Aswan di Mesir mengalami beberapa masalah. Tabel 9.4 menunjukkan berapa banyak pertanian dunia tergantung pada irigasi. Tidak heran, negara-negara kering paling membutuhkan, dan di tempat ini irigasi menjadi masalah. Dalam Tabel 9.4, budidaya padi termasuk lahan irigasi, tetapi dalam bentuk panen air terus-menerus. Pertumbuhan tanaman irigasi menunjukkan pertumbuhan penduduk dunia pertama, tetapi sekarang jatuh di sampingnya, terutama akibat seluruh lahan subur telah digunakan. Sekitar 20% lahan irigasi rusak akibat salinitas. Tabel 9.4. Gambaran Lahan Pertanian Tergantung pada Irigasi Tanaman (20 negara irigasi teratas dunia) Negara Area irigasi Mha % lahan budidaya Defisit air km ku/th Negara 141 Area irigasi Mha % lahan budidaya Defisit air km ku/th India 50.1 29 104 Uzbekistan 89 3.5 USA 21.4 11 13.6 Irak 61 3.2 Cina 49.8 52 30 Spanyol 17 3.3 Pakistan 17.2 80 Mesir 100 3.2 Meksiko 6.1 22 Brazil 5 2.8 Iran 7.3 Rusia 5.4 Thailand 39 4 5.0 24 Indonesia 4.6 15 Afrika Utara 4.0 17 Turki Arab Saudi 4.2 3.5 Bangladesh 15 Romania 31 Itali 25 Afganistan 10 6 37 Jepang Dunia lain 35 3.1 2.7 2.7 62 - Sumber: UN FAO 1996 Production Yearbook.; various other sources Panen air Keberadaan danau air di atas setiap pertanian menjadi suatu ide yang baik. Air tersimpan dapat mencapai lahan bagian bawah melalui permukaan air maupum memasang pipa-pipa. Danau kecil atau kolam digunakan melalui cara ini menghasilkan air minum untuk ternak, tetapi danau yang besar terlalu banyak bagi peluar enjenering. Suatu pikiran cara ekologi adalah membiarkan tegakan hutan di atas masing-masing lahan, memberi tajuk di puncak bukit. Hutan dapat menahan air dalam jumlah besar dan melepasnya secaara pelahan ke bagian bawah lereng. Puncak bukit sulit dibudidayakan untuk pertanian sebab permukaan air dalam, tetapi mereka relatif datar, memungkinkan dicapai oleh traktor, alasan mengapa mereka ditelanjangi. Tetapi di Jepang, sisi bukit curam dan puncak bukit dibiarkan sendiri, diselimuti oleh hutan alami. 142 52.4 255.5 Penyimpanan air Air dapat dihemat dengan cara mengurangi evaporasi dari tanah secara langsung. Air menguap lebih cepat pada suhu lebih tinggi dan angin. Jadi bila kecepatan angin dapat dikurangi pada permukaan tanah (dan di atasnya) sehingga tanah dapat dipertahankan dingin, banyak kehilangan air dapat dicegah. Menutup tanah dengan mulsa dan menegakkan pagar penahan angin adalah salah satu solusi. Di Sepanyol dan di sekitar Laut Mediteran, di mana iklim terlalu dingin pada musim dingin, petani mengolah tanah di bawah tanaman anggur mempertahankan gulma melindungi air dan menutup tanah olah dengan dari kekeringan. Bagaimanapun, metode ini membiarkan tanah terbuka lebar terhadap erosi ketika hujan datang tiba-tiba. Irigasi terbuka dan saluran tanpa aspal, dan aplikasi ke lahan langsung melalui saluran permukaan, bisa kehilangan air 50% masuk ke dalam tanah yang tidak dibutuhkan dan melalui evaporasi. Aplikasi air ke tanaman melalui irigasi drip, walaupun lebih mahal, dapat mencapai efisiensi pemakaian air di atas 95%. Penghematan air dapat dicapai melalui menggantikan springkel teakanan tinggi yang membuat butir halus, dengan springkel tekanan lemah yang membuat butir besar. Di banyak tempat di dunia, air segar sekarang merupakan komoditi diperdagangkan di pasar bebas. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan petani mengawetkan air, ia juga merupakan jalan terbuka menguasai sendiri air tersebut dan air dikuasai oleh industri dan kota, orang yang mempunyai posisidaya tawar lebih. Sejarah Perusakan oleh Air USA: The High Plains Aquifer System (Ogallala) meliputi 20% lahan irigasi AS sebanyak 3700 km kubik. Sisa tampungan dalam 143 30 tahun sejumlah 325 km kubik. Lebih dari 65% tampungan ini berada di Dataran Tinggi Texas, di mana area irigasi berkurang 26% antara tahun 1979 dan 1989. Tampungan mutakhir diduga 12 km kubik/th. USA, Kalifornia: Cadangan air tanah rata-rata 1.6 km kubik/th, sebanyak 15% kebutuhan air tanah negara tahunan. Dua pertiga tampungan berada di Central Valley, pusat penghasil buah dan sayur (bersama tempat lain di dunia). USA, Barat Daya: Daerah pemompaan Arizona saja total melebihi 1.2 km kubik/th. Phoenix Utara, permukaan air turun lebih dari 120 m. Proyeksi untuk Albuquerque menunjukkkan bahwa, bila penarikan air tanah berlanjut hingga tingkat sekarang, permukaan air akan turun bertambah 20 m tahun 2020. Mexico City dan Valley of Mexico: Pemompaan melebihi asupan sumber alami sebanyak 50-80%, yang menyebabkan permukaan air tanah turun, pemadatan aquifer, subsidensi lahan, dan perusakan terhadap struktur permukaan. Semenanjung Arabia: Penggunaan air tanah mendekati tiga kali lipat lebih banyak dari asupan. Saudi Arabia tergantung pada air tanah yang tidak pulih secara kasar sejumlah 75% terhadap air tersebut, yang mana meliputi irigasi gandum 2-4 Mt/th. Pada tingkat penurunan ini, persediaan air tanah akan bertahan hanya selama 50 tahun. Afrika Utara: Total kehabisan air tanah di Libya mendekati 3.8 km kubik/ha. Untuk seluruh Afrika Utara, kehabisan terakhir diperkirakan 10 km kubik/th. Israel dan Gaza: Pemompaan dari air garis pantai berbatasan dengan laut Mediteran mencapai asupan mencapai 60%. Air garam masuk ke perairan. Spanyol: Seperlima total penggunaan air tanah, atau 1 km kubik/th, tidak berkelanjutan. 144 India: Permukaan air di Punjab, India's bread basket, jatuh 0.2 m setahun menyilang dua pertiga negara. Di Gujarat, level air tanah turun 90% dari sumur-sumur observasi selama tahun 1980-an. Penurunan drastis juga tampak di Tamil Nadu. Cina Utara: Level permukaan air pada hakekatnya di bawah Beijing turun 37 m selama 4 dekade terakhir. Kelebihan tersebar di dataran Cina Utara, daerah produksi bijian penting. Asia Tenggara: Kelebihan yang signifikan tampak di dan sekitar Bangkok, Manila dan Jakarta. Pemompaan berlebihan menyebabkan lahan mengalami subsidensi pada tingkat 5-10 cm/th untuk dua dekade terakhir. Terbukti bahwa praktek di mana-mana di dunia, jumlah air irigasi secara serius sangat diminati. Prospek untuk meningkatkan hasil pertanian bagaimanapun tidaklah optimis. Tidak hanya lahan yang membutuhkan air dalam jumlah banyak, tetapi juga industri dan penduduk. Sejalan dengan perkembangan populasi penduduk dunia dan terjadi urbanisasi (alasan mencari kerja?), air bergerak ke arah di mana ia dibutuhkan lebih banyak, industri dan perkotaan. Dalam 25 tahun, India akan bertambah sebanyak 340 juta penduduk, lebih dari populasi mutakhir gabungan USA dan Kanada. Menghemat air tidak hanya merupakan masalah pertanian, tetapi juga merambah pula ke masalah perkotaan. Diagram ini menunjukkan keadaan sumber air tawar dunia dalam keadaan klimaks. Kebutuhan air tawar di lahan adalah sekitar 40,000 km kubik/th. Kebanyakan mengalir di permukaan dalam genangan dan merembes ke dalam tanah. Sebagian air tergenang diangkut ke bendungan (kawasan hijau), yang meningkat baik melalui aliran bawah dan maupun berupa air diambil. Kembali sebelum tahun 1950, konsumsi air manusia hanya sebagian kecil berupa air mudah diambil, tahun 1950 ia menjadi 50% dan pada akhir 145 milenium mencapai 80%. Hanya kecepatan pembangunan bendungan dapat mencegah kekurangan kebutuhan total air tersedia bagi manusia, tetapi hal ini tidak akan bertahan lebih lama. Sebagai hasilnya,ia akan menjadi masalah kekurangan air minum dan industri setelah tahun 2020. Hara Oleh karena H, O dan C ditemukan dalam air dan karbondioksida, unsur hara makro N, P dan S tidak. Dalam diagram bar satu dapat dilihat keberadaan relatif unsur-unsur hara untuk kehidupan. Tercatat bahwa skala berkembang di atas 6 dekade dari 1 hingga satu juta ppm. Namum data ilmiah tidak diketahui dalam isu ini. Tabel 9.5 berikut disajikan oleh W. Larcher (1980): Tabel 9.5. Keberadaan Relatif Unsur-unsur Hara untuk Kehidupan (W. Larcher, 1980) 146 Unsur Tersimpan dalam tanah, Bahan kering tanaman Rata-rata tanaman budidaya, Faktor konsentrasi ppm budidaya, ppm N nitrogen 1,000 10,000-50,000 20,000 20 S sulfur 700 500-8,000 1,000 1.5 P fosfor 700 1,000-8,000 ppm 2,000 3 K kalium 14,000 5,000-50,000 10,000 Ca kapur 14,000 5,000-50,000 10,000 0.7 Fe besi 38,000 50-1000 100 - Zn seng 50 Mg magnesium Mn mangan Cu tembaga Mo molibdenum B boron 5,000 900 20 2 10 1,000-10,000 20-300 10-100 2,000 50 0.1-1 0.2 0.1 1 2-20 5-100 6 20 200-1000 100 Se selenium ? ? ? Co kobal - 0.4 100 ? 0.4 20 Cl khlor Ni nikel 0.7 ? ? 0.3 2 ? ? I iodium Tergantung di mana formula pupuk digunakan, tanaman membutuhkan sekitar delapan kali lebih banyak nitrogen dari pada fosfor dan sulfur. Khabar mutakhir, terlalu banyak fosfor telah diberikan ke tanah sebab dipercaya ''tidak tampak'' pada proses dalam tanah. Rasio N:P = 2:1 adalah biasa tetapi saat ini, rasio N:P = 6:1 (dan N:P:K = 100:18:22 saat ini merupakan rata-rata dunia), yang mana lbih dalam garis di mana dipanen dari tanah. Kemampuan tanah unruk ''memfiksasi'' (mengikat) senyawa fosfor adalah masalah dalam hal tidak lama teesedia bagi tanaman, tetapi penghilangan saat tercuci ke luar dengan mudah. Tanah alkalin melepas fosfor lambat tetapi tanah kaya mikroorganisme, menjadikan mineral ini bebas tersedia. 147 Diduga (Vaclav Smil, 1997) bahwa sekitar 175 Mt nitrogen masuk ke dalam tanaman budidaya setiap tahun, dan sekitar separuhnya melebur ke dalam tanaman. Pupuk artifisial menghasilkan sekitar 40% dari seluruh nitrogen diserap tanaman tersebut. Oleh karena mereka mencukupi secara langsung kebutuhan tanaman dan tidak langsung pakan hewan - sekitar 75% dari seluruh nitrogen dalam protein pakan (sisanya berasal dari ikan serta daging dan makanan sehari-hari diproduksi rumputan), sekitar sepertiga protein dalam makanan manusia tergantung pada pupuk nitrogen artifisial. Anak-anak lahir saat ini, bisa tumbuh dengan 50% protein tubuh mereka diperoleh dari fiksasi N artifisial. Dilaporkan bahwa kebanyakan ikan ditangkap di laut dangkal yang mana mereka hidup dari suplai plankton berasal dari pupuk melalui aliran permukaan daratan, dan 50% pupuk artifisial. Padang penggembalaan saat ini dipupuk berat dengan nitrogen 'artifisial', meskipun perbukitan padang rumput menunjukkan penampakkan kealami-annya dengan clover. Terakhir diketahui bahwa kebanyakan mereka berubah menjadi sampah dan terdapat pembatas ekologis. Tercatat pula bahwa unsur-unsur dalam pupuk artifisial tidak dapat dibedakan dengan pupuk alami. Manusia tidak mampu membuat unsur-unsur baru. Anion nitrat adalah ikatan nitrogen dan oksigen rekayasa manusia, secara pasti sama seperti dilakukan oleh bakteri atau petir. Perlu dicatat bahwa hasil yang diperoleh bukan hanya berasal dari pupuk artifisial semata, melainkan dari irigasi, panen ganda, dan perbaikan varietas tanaman. Catatan bagi sejumlah tanaman tertentu tidak bereaksi baik terhadap nitrogen: Tanaman Leguminosa seperti alfalfa, kedelai dan banyak lagi, memproduksi pupuk nitrogen dalam bintil akarnya atau dalam jaringan tubuhnya, atas bantuan bakteri penambat-nitrogen. Produktivitas meningkat bila biji kacang dilapisi dengan bakteri 148 ini. Kapasitas pengikatan nitrogen berkisar antara15-330 kg/ha, tetapi 100 kg/ha adalah normal, memenuhi sekitar 30-70% dari kebutuhan tanaman. Sawah diusahakan tergenang selama musim tanam padi, menyebabkan tanah kekurangan oksigen. Pakis Azolla (Azolla pinnata) tumbuh pada kondisi ini, menambat kebutuhan tanaman padi akan nitrogen atas bantuan bakteri-cyano Anabaena azollae. Tebu, suatu tipe tanaman fotoartifisial C4, mengandung bakteri pengikat nitrogen di luar jaringan mereka. Beberapa tanaman kaya bakteri bintil akar penambat nitrogen. Memperoleh oksigen dan makanan dari tanaman, bakteri menyumbang nitrogen bagi tanaman. Pakis Azolla (Azolla pinnata) tumbuh di sawah. Mereka dapat menambat nitrogen dari udara dan menjadikannya tersedia bagi tanaman padi. Rekayasa genetik dapat membatasi perkembangan penetrasi bakteri Rhizobium ke dalam sel akar tanaman pangan penting, memfungsikan diri sebagai pabrik nitrogen, tetapi hal ini bukanlah tugas mudah. Menjadikan hal ini sebagai harapan, banyak tempat di dunia, pengalaman fertiliser-laden rain (hujan asam) mencapai 50100kg/ha, berasal dari proses industri. Masukan tak diminta ini merupakan pengaruh utama terhadap hutan, bukit pasir, rawa, dan tanaman budidaya. Begitu pupuk diaplikasikan, pengaruhnya segera terlihat pada peningkatan net primary productivity (NPP sekitar 10 kg bahan kering untuk 1 kg N), yang menurun secara tajam setelah tercapai kejenuhan (barangkali 16 t/ha vegetasi dengan 8 t/ha panen maksimum) dan nitrogen secara gradual menjadi racun. Ironisnya, jumlah daun hijau meningkat dengan aplikasi N berikutnya, tetapi pada tingkat sangat rendah, berpengaruh pada pengurangan NPP. 149 Mineralisasi nitrogen mewakili jumlah yang terakomodasi dalam tanah dan daun. Ia turun tajam setelah mencapai kecukupan. Nitrogen berlebihan tercuci ke luar oleh air hujan dan saat tanah menolak kelebihan nitrogen, bakteri mengkonversinya menjadi gas (NH3, N2 dan N2O). Oksida nitrat (N2O, gas gelak) merupakan gas rumah-kaca yang sangat kuat, sekitar 280 kali lebih potensial dari karbondioksida. Kontribusinya terhadap pemanasan global sudah mencapai 6%. Begitu dunia mencoba mengatasi lebih banyak produksi di area budidaya, kontribusi oksida nitrat terhadap pemanasan global meningkat secara tajam. Perkiraan jumlah kehilangan nitrogen global mencapai 10 kg/ha di lahan datar dan 50kg/ha di lereng (2-4 derajat) di area berangin. Kehilangan Nitrogen dalam bentuk amoniak (NH 3, potensi gas rumah-kaca) hilang ke udara, sekitar 25 kg per ekor ternak per tahun. Fosfor hilang mungkin kurang dari seper-sepuluh, sebab senyawa fosfor kurang larut dan jauh lebih rendah bila ia diaplikasikan. Tabel 9.6. Senyawa Nitrogen dalam Biosfer Nitrogen Gas Amonia Urea Asam Amino Protein Formula N2 NH3 NH2.CO.NH2 n(CH2).m(NH2).COOH - Nitrogen 100% 82% 47% 8-27% ~16% 10,000(*) 10 0.01 10 1 Dalam biosfer (Gt) (*) tidak setuju dengan 4 million Gt pada awal Bab ini. Perlakuan nilai ini seperti indikasi magnitude mereka. Sumber: V Smil, SciAm July 1997: Global population and the nitrogen cycle. SciAm July 1997. Kalium (K) adalah penting untuk fotosintesis dan pembentukan asam amino dan protein dari ion amonium. Defisiensi kalium menunjukkan seperti kematian dini daun-daun, dan meningkatnya kepekaan terhadap stres. Kalium, seperti fosfor dapat disebabkan fiksasi dalam tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman, bagaimanapun, unsur ini lebih mudah tercuci dalam tanah 150 dibandingkan fosfor. Nilai pH optimum ketersediaan adalah antara 6-8. Liat tiga lapis smektit mengandung kalium dalam strukturnya, tetapi liat dua lapis kaolinitik tidak, dan biasanya menunjukkan defisiensi kalium. Kalsium (Ca) defisiensi daam tanaman menyebabkan kerdil akar maupun daun. Tanaman butuh jumlah kalsium yang banyak. Lucerne mendekati 3%. Kapur diberikan ke tanah untuk mengatasi kemasaman, dan kelebihan kapur (tanah alkalin dengan pH di atas 7) dapat menurunkan ketersediaan nitrogen, fosfor dan kalium. Sulfur (S) tidak dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan tanaman, tetapi tidak pernah kurang penting bagi tanaman. Daurnya di alam sama dengan pada nitrogen. Jumlah sedikit sulfur dijumpai sebagai sulfur dioksida (SO2) dalam atmosfer, dihasilkan gunung berapi dan gas bakar fosil. Pemupukan Dalam Bab terdahulu kita dapat melihat bahwa pembudidayaan lahan dalam jangka panjang akan mempengaruhi keseimbangan hara. Pemupukan dapat membantu tanah, tetapi ia juga dapat menyebabkan kerusakan. Ekosistem alami dunia tidak pernah membutuhkan penambahan pupuk, jadi mengapa manusia membutuhkan sekarang? Dalam masyarakat yang sangat primitif, produksi pangan dimotivasi oleh kelaparan. Pencarian pangan dihentikan bila lumbung sudah penuh. Kelebihan panen tidak dikenal. Begitu penduduk menjadi lebih puas, alasan untuk memproduksi pangan berubah. Masyarakat petani mulai memproduksi pangan untuk orang lain. Saat ini petani melakukannya demi uang. Mereka mampu melakukannya juga sebab perdagangan dunia, sistem moneter, transport, subsidi dan tujuan ketahanan. Mari kita renungkan: pangan tidak diproduksi sebab setiap orang di manamana di planet kelaparan. Ini bukan memproduksi 'memberi makan 151 dunia'. Sistem pasar bebas hanya terjadi untuk mendistribusikan efisiensinya untuk siapa yang mampu membayar, menjadikannya sama saja. Di mana-mana di dunia selama beribu tahun, pertanian mendapatkan perlakuan buruk dan afair. Lahan dibersihkan dan digarap. Bila gagal, lahan dikembalikan menjadi semak belukar atau hilang kedua-duanya, tinggal tulang lahan, tengkorak batu di sebelahnya. Saat ini pertanian sangat senasib, tetapi dalam waktu bersamaan kita berharap dapat belajar dari kesalahan kita. Ada beberapa alasan prinsip untuk melakukan pemupukan: Keseimbangan Tanah: menjadikan komposisi hara dalam suatu tanah mencapai campuran yang dibutuhkan tanaman, atau menambahkan unsur hara dalam suplai singkat. Melalui analisis batuan dasar dari mana tanah tanah berasal, dan mengetahui kebutuhan tanaman yang tumbuh di sana atau mencampur tanaman selama beberapa musim, unsur hara dalam suplai sesaat dapat ditetapkan dan dapat ditambahkan dalam bentuk pupuk artifisial. Dalam uji tanah tradisional, sampel di horizon A dianalisis, daripada C atau B. Hal ini dilakukan karena komposisi horizon A, berupa zone olah dan zone perakaran, segera respon untuk musim produksi tanaman. Hal sama seperti analisis horizon C atau B, unsur asli dalam suplai sesaat dapat dideteksi dan ditambahkan untuk memperbaiki komposisi tanah. Penggantian: untuk menggantikan unsur hara melalui panen. Dalam skala kecil masyarakat primitif, sisa manusia dan binatang dikembalikan ke tanaman budidaya di mana mereka berasal, tetapi pada skala besar pertanian di mana produksi dijual dan di,akan secara luas, hal ini tidak tidak lebih lama diterima. Pupuk artifisial kemudian penting untuk menggantikan pupuk tanah alami. Lihat pula catatan pada pertanian tradisional dan daur ulang sisa di bawah. 152 Respon Cepat: pupuk cepat tersedia diaplikasikan untuk memperoleh kebutuhan mendadak tanaman budidaya monokultur cepat tumbuh. Optimis: pupuk artifisial diberikan untuk optimisasi beberapa parameter ekonomi, biasanya jumlah keuntungan dari operasi. Banyak perusahaan pupuk mendefinisikan hasil optimal tanpa maksud meningkatkan resiko polusi tanah dan air, dan degradasi lahan miring seperti racun bagi plankton di laut. Pakan Mikroorganisme Tanah: suatu aspek paling penting sering dipandang enteng adalah penggunaan pupuk sebagai pakan mikroorganisme tanah. Di abad ke-19, 'Gabungan Petani' Belanda menggunakan lebih dari 20t/ha kotoran ternak. Nitrogen dapat diperoleh dari kotoran ternak dalam bentuk amoniak NH3, bentuk nitrogen sangat menguap. Tabel 9.7 berikut menunjukkan beberapa dari pupuk yang paling populer digunakan: Tabel 9.7. Pupuk Umum Digunakan Tipe Pupuk Rumus Unsur Komentar 153 Aktif Amonium NH4.HCO3 N 18% bikarbonat Amonium nitrat Urea Cepat menguap. Kemasan butuh disegel. Terbaik aplikasi dalam tanah. Hilang di atas 50 % setelah aplikasi. Pembuatan murah. NH4.NO3 N 35% Pupuk paling potensial buatan industri Haber-Bosch. Mudah larut dalam air dan diserap tanaman. Juga cepat tercuci. NH2.CO.NH2 N 47% Pupuk lambat tersedia yang membutuhkan konversi oleh bakteri tanah sebelum amoniak tersedia bagi tanaman. Urea pelet mudah dipak, dipegang, disimpan dan diaplikasi. Batu Fosfat Ca3(PO4)2 P 19% Ca 38% Super fosfat CaSO4 53% CaP2O5 34% S 12% P 11% Ca 24% Diberikan sebagai fosfor dan kalsium. Ditambang dari deposit guano (ekskresi burung laut). Dibuat dari batuan fosfat atau tulang, digiling menjadi tepung, kemudian dicampur dengan asam sulfat. Populer di New Zealand dan Australia. Super fosfat Ca(H2PO4)2 dobel P 26% Ca 17% Bentuk fosfat yang paling umum, kelarutan tinggi Triple super CaHPO4 Kapur, CaCO3 Ca 40% Ditambahkan ketanah sebagai kalsium dan Kalium K2O K 83% Penambahan kalium fosfat kalsit oksida P 23% Ca Digunakan secara luas, sedikit larut dalam 29% air. mengurangi kemasaman. Uji tanah memberikan konsentrasi tanah dalam ppm (parts per million). Dua nilai berbeda tampak pada fosfor, tergantung jenis uji: Bray atau Olsen. Olsen menunjukkan gambaran umum 30% lebih rendah dari pada uji Bray. Tanah dianggap optimal dengan 154 konsentrasi P 10-20 ppm; kurang bila 0-5 ppm. Tingkat aplikasi tipikal adalah 50 kg/ha (P2O5) untuk lahan pertanian intensitas tinggi. Kalium diekstraksi dari tanah dengan ammonium-acetate, menunjukkan tanah optimal pada 90-130 ppm dan tanah kurang bila 0-50 ppm. Tingkat aplikasi tipikal adalah 40 kg/ha (K 2O) untuk tanah pertanian intensitas tinggi. Tercatat bahwa 1.000 ppm = 1 kg/ton. Bila pupuk tidak diberikan, padang rumput berproduksi tinggi menurun 5% dan di daerah berbukit 10-15% per tahun, untuk daerah datar hasil kurang dari 30-40%. Pada sistem pertanian tradisional tidak terdapat cukup daur sisa hewan dan manusia untuk mempertahankan kehilangan melalui panen. Lahan budidaya didaur antara budidaya dengan rumput. Mengurung hewan pedaging diberi pakan sisa tanaman dan tanaman pakan yang ditumbuhkan khusus untuk itu. Sisa mereka didaur ke lahan, hanya pada saat sebelum tanaman baru membutuhkan unsur hara. Penyakit tanaman yang dilawan dedngan rotasi yang baik, daripada oleh bahan kimia. Ini merupakan cara bertani yang bertahan lebih dari seribu tahun, dan mendapat banyak dukungan saat ini dengan istilah permaculture. Diketahui bahwa kesuburan tanah tergantung pada mikroorganisme. Perlakuan tanah, dengan membajak, memupuk atau mengontrol hama penyakit, dianggap petani sebagai hal berkelanjutan yang mestinya pertama kali berpikiran tentang biota tanah. Apa yang mereka perlukan? Bagaimana cara memperlakukan? Bagaimana cara mendapatkan mereka lebih banyak? Dalam hal ini, pupuk artifisial tidak sama dengan daur sisa. Pupuk artifisial mengandung hanya nutrisi untuk tanaman. Sisa dan akar mereka kemudian memberi pakan tanah. Secara kontras, sisa hewan tanah memberi pakan tanah menjadikan unsur hara tersedia bagi tanaman. Ini perbedaan penting. Juga terdapat perbedaan jelas antara tanaman tahunan seperti teh, kopi, karet, rumput, dengan tanaman semusim seperti 155 kacang, gandum, kentang. Tanaman pohon tidak memerlukan pengolahan tanah, tidak menghancurkan tanah agar berlanjut, yang mempengaruhi kehidupan biota tanah. Hidup tanaman yang lama membiarkan tanah menjastifikasi komunitas tanaman baru di atasnya dan mempertahankan unsur hara yang paling dibutuhkan. Kebanyakan tanaman manusia berbeda dari ekosistem alami dan komunitasnya dalam kompleksitasnya. Tanaman manusia kebanyakan monokultur, sedang komunitas alami mempunyai kemungkinan ragam untuk memberikan tipe tanah dan iklim spesifik lokal. Varieats tanaman tinggi dimaksud bahwa komposisi rata-rata haranya lebih cocok composition of nutrients better matches dalam komunitas tanah oprimal. Dengan kata lain, ragam tanaman meningkatkan kesuburan tanah. Meskipun belum terdapat bukti, adalah menarik bahwa bero dengan varietas rumput dan lain ragam tanaman, memelihara tanah lebih subur daripada bila dibudidayakan secara monokultur satu jenis rumput. Meminimalkan Resiko Melalui kepedulian penuh terhadap lahan budidaya, mengenal sejarah dan mempunyai pengalaman bagaimana terjadinya melalui penelitian dan pengujian, petani merupakan person paling tepat untuk menjastifikasi resiko lingkungan. Berikut beberapa praktek umum mengurangi resiko kerusakan oleh lingkungam: Punya uji tanah setiap tahun. Ambil bebrapa sampel tersebar di lahan pada titik-titik tertentu pada bulan sama setiap waktu. Mintakan advis ahli pertanian. Ingat bahwa ukuran uji adalah hara segera tersedia, sedang organisme tanah melepas hara 'tidak 156 tersedia' sedikit-sedikit. Tanah yang baik bisa mempunyai kutub hara 'tidak tersedia'. Punya analisis jaringan tanaman untuk serapan hara aktual. Melakukan pencatatan uji tanah dan tanaman, aplikasi pupuk dan hasil tanaman. Juga curah hujan. Aplikasi pupuk dalam kondisi angin angin tenang, kurang dari 5km/jam. Sering-sering semprot/aplikasi. Hindari air terbuka. Jangan memupuk bila tanah jenuh dengan air (yaitu kapasitas lapangan). Lakukan bila pipa drainase tidak berjalan. Perubahan Suhu tanah tanah 5ºC. Waktu aplikasi pada saat pertumbuhan tercepat. Berikan pupuk lambat tersedia (slow-release) atau cepat tersedia (fast-release), atau campuran keduanya untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Berikan jumlah sedikit lebih sering bila mungkin dan mudah dilakukan. Awasi bila kontraktor memupuk, dan cek hasilnya. Pastikan lahan merupakan tipe cocok untuk penggunaan lahan (tanah, kelerengan). Pasang mata pada pertumbuhan tanaman di seputar sumber air. Uji sumber air dan air pengairan tehadap unsur hara. Penggunaan Batuan Mineral dan Pupuk Proponen dari permakultur dan pertanian organik menggunakan sumber alami 'batuan' untuk pupuk alami. Bahan ini ditebar di lahan. Organisme tanah kemudin menutupinya menjadi 157 lingkungan masam dan lembab yang mendorong laju pelapukan alami 1 ton/ha. Sudah barang tentu, di horizon C, batuan basik melapuk pada timgkat ini, memberikan unsur hara baru. Seringkali batuan keras adalah endapan metamorf seperti greywacke atau batuan beku seperti basalt. Susunan kimia dari kedunya berbeda , tetapi rata-rata dapat mendorong hasil unsur hara (lihat Tabel 9.8). Tabel 9.8. Estimasi Komposisi Batuan Pupuk Konsentrasi Batuan [1] Batuan [1] Tanah[2] 100 0.1 1.0 K – kalium 1,200 1.2 S - sulfur 1,000 1.0 0.7 20,000 20 5 Unsur N - nitrogen P - fosfor Ca – kapur, kalsium Mg - magnesium ppm 700 20,000 kg/ton kg/ton 0.7 20 0.7 14 14 [1] average concentration of the Earth's crust, for lack of details on greywacke, granite and basalt. [2] see table above Seperti terlihat adalah merupakan cara yang tidak efisien meningkatkan kesuburan,bila hanya 50 kg dari 1.000 kg (5%) batuan memproduksi sebagai pupuk, dibandingkan dengan sekitar 40-50% pada pupuk artufisial, dan ia tidak memberikan nitrogen. Tabel juga menggambarkan batas produktivitas lahan terhadap produktivitas tanah alami bila produksi tidak ditangani dan tidak didaur ulang. Secara kasar ini menunjukkan pupuk 10 kg per ha (N:P:K=8:1:1, tidak termasuk N) untuk tanah hutan melapuk pada tingkat 1t/ha, dan barangkali 40kg/ha untuk lahan pertanian dengan pelapukan lebih cepat. Pohon untuk Lahan Rumput Diagram ini mengilustrasikan ide ekologis untuk keberadaan kesuburan tanah padang rumput sedang dalam waktu 158 bersamaan memperoleh perlindung lebih baik terhadap erosi. Ide adalah untuk tanaman pohon yang cocok pada tanah pasang rumput berbukit sedang. Perakarannya mencapai jauh lebih dalam ke bawah daripada rumput, sehingga mereka dapat memperoleh unsur hara dari lapiaan lebih dalam, di samping itu menggambarkan pula proses pelapukan. Daun-daun dan dahan jatuh merupakan pakan organisme tanah yang mengembalikan unsur hara ke horizon A. Keuntungan berikut diperoleh: Unsur hara diperoleh dari bagian dalam dan didaur ke permukaan. Unsur hara tercuci masuk kembali ke permukaan, mengurangi polusi air bahwa tanah. Pakan seresah untuk mikroorganisme tanah. Terdapat sumber humus yang lebih banyak. Akar dalam mencegah pergerakan tanah seprti creeping, slumping dan slipping, jadi mengurangi erosi. Deciduous menghasilkan sekat pada musim panas terik dan terang, tetapi mengundang sinar matahari masuk musim dingin. Jarak pohon-pohonan menangkap lebih banyak panas. Ide khususnya untuk teras lereng tidaklah baik untuk tanaman budidaya dan sulit dipupuk. Pohon-pohon sendiri membutuhkan kenyamanan berikut: Akar dalam: untuk mendapatkan unsur hara di lapisan dalam tanah dan mencengkeram tanah lebih luas. 159 Tumbuh Cepat: pohon-pohonan melakukan metabolisme cepat, tidak hanya karena padang rumput mempunyai metabolisme cepat tetapi juga efektif. Desiduous: dengan merontokkan daun pada musim gugur, dihasilkan sejumlah besar seresah. Dalam musim dingin atau awal musim gugur pada saat rumput terbatas karena cahaya dan panas, pohon-pohon membiarkan cahaya masuk memanaskan tanah dan angin mengeringkannya lebih cepat. Dalam musim panas saat rumput terbatas karena kekeringan, daun-daunan melindunginya. Tegakan pohon menahan angin, jadi melindungi rumput dari kekeringan. Ukuran yang Benar: pohon-pohonan harus membatasi diri untuk mengurangi pemeliharaan. Tinggi 6-12 m mungkin optimal. Mudah Ditanam: pohon-pohon harus ditanam dengan maksud menjadi tonggak yang lebih tinggi daripada ternak dapat digembalakan. Pelindung: bila hewan ternak menyukai daun pohon, maka ia dapat digunakan pada kasus kepanasan. Batang Lunak: batang dan cabang harus mudah dilapuk, mengurangi mess mereka. Beberapa pohonpoplar mungkin cocok, tetapi ada suatu peluang bagi para pakar dan komunitas petani. Masalah Garam Dua dari unsur-unsur paling penting dalam tubuh manusia adalah natrium dan klor, dikenal sebagai garam (NaCl, sodium chloride). khlorida memegang peranan esensial dalam netralisasi dan memompa cairan ekstraselular dan dalam keseimbangan asam160 basa dalam tubuh. Asam hidrokhlorat diproduksi dalam perut untuk mencernak makanan. Ia juaga hilang dlam keringat, urin dan faeces (92%). Tubuh menyuplai khlorin dapat ditekan secara cepat melalui pernapasan berlebihan atau kehilangan asam dalam tubuh. Ia dijumpai dlam produk binatang, termasuk makanan sehari-hari, tetapi sedikit dlam sayuran. Natrium adalah unsur yang berfungsi bersama khlor dan bikarbonat untuk memelihara keseimbangan ion positif dan negatif dalam cairan tubuh dan jaringan. Natrium merupakan bagian pemegangan air dalam jaringan tubuh. Kelebihan natrium dapat menyebabkan edema atau pengikatan air. Ia terlalu sedikit mengganggu imbangan asam-basa, penting dalam status nutrisi yang baik. Hormon aldosterone keseimbangan natrium dan air dalam tubuh. Gejala defisiensi sodium termasuk lesu, apatis, mual, atau kram. Natrium dijumpai dalam semua makanan dari binatang dan garam meja. Tidak diragukan bahwa garam merupakan nutrisi penting untuk manusia, belum ada data mutakhir menyatakan masyarakat menderita karena defiensi garam. Apa yang disebut dalam sub Bab berikut, adalah hasil pengamatan penulis, tidak (belum) diverifikasi melalui metode ilmiah. Meskipun demikain, mereka cukup penting mendapat perhatian. Dicatat, bahwa meskipun kita akan bicara tentang garam, ia termasuk pula mineral lain yang tidak esensial terhadap tanaman tetapi hanya (atau terutama) untuk binatang (boron, magnesium, fluor, iod, besi, khrom, mangan, molibdenum, selenium, silikon, vanadium dan lain-lain). Istilah garam, termasuk imbangan garam. Banyak orang mencenak kelebihan garam dari dari makanan komersial seperti snack, siap saji, roti, sereal, dll., tetapi ini murni garam meja, kekurangan imbangan mineral-mineral esensial. Kehilangan Garam dari Tanah 161 Tanaman tidak butuh garam dalam fungsinya, tetapi garam berada dalam jaringan tubuh mereka bila menyerap air melalui akar. Proses mereka saat tanaman menyerap air, disebut 'osmosis'. Air bergerak dari konsentrasi garam lemah (tanah), melalui membran 'semi-permeable' , menuju konsentrasi garam lebih tinggi (tanaman). Tanaman selalu melengkapi cairan tubuh mereka lebih pekat dari tanah. Mereka juga melakukannya dengan cara menguapkan air murni dari daun-daun mereka. Bila tanah kering, tanaman butuh konsentrasi lebih tinggi bila tanah lebih lembab, bukti mengapa tanaman gurun asin. Bila tanah bergaram, tanaman juga butuh konsentrasi lebih tinggi, seperti pohon bakau di pantai. Tetapi melalui kelarutan garam tinggi dalam air, ia hilang secara cepat dari tanah. Tanaman tidak peduli ini, tetapi mikroorganisme peduli. Mereka butuh garam seperti halnya manusia. Begitu pertanian modern menjadi lebih percaya terhadap pupuk artetis, daripada pupuk alami, organisme tanah garam yang beralih ke bagian bawah tanah. Persepsi Masyarakat Beberapa persepsi berlaku dalam masyarakat tentang keterbatasan atau imbangan garam dalam tubuh kita: 162 Garam Penyebab Masalah Jantung: dokter menyarankan pengurangan garam dalam makanan dengan keyakinan bahwa garam menyebabkan masalah jantung seperti halnya tekanan darah tinggi. Tetapi tidak cukup pustaka menunjukkan hal tersebut tidak terjadi setelah diet pengurangan garam. Garam Penyebab Penuaan: masyarakat yakin bahwa ia hidup lebih lama dengan mengurangi makan garam, tetapi menderita kerusakan hati, masalah ginjal dan pencernaan. Tidak ada kejadian medik mendukung keyakinan ini. Penelitian Garam: kebanyakan,bila tidak semua penelitian pakar berkaitan dengan masukan garam yang dilakukan dengan garam refined, lebih dari garam laut. Ini plausible bahwa bila terjadi defisiensi garam, mineral lain juga akan defisien, dan jika mengambil garam ekstra, mineral lain harus diambil lebih baik. Seluruh ion dalam tubuh manusi beraksi seimbang satu sama lain. Ini didapati dalam garam laut unrefined pada konsentrasi tidak membahayakan tubuh manusia. Daging adalah buruk: meski efek menghangatkan dari protein berlebih masuk dalam ginjal dan hati cukup diketahui bahwa daging merupakan bagian penting dari makanan manusia. Kenyataannya, metabolisme kita berhubungan erat dengan sepuluh asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh kita, tetapi terdapat dalam daging. Daging juga memberikan garam di mana tanaman tidak memberikan. Suatu nomor pertumbuhan penduduk saat ini diyakini bahwa 'daging memperpendek hidup kita'. Kebanyakan masyarakat sekarang mengalami defisiensi garam- dan protein-, di mana daging seringkali blamed. Air Minum: secara umum disetujui bahwa manusia harus minum sejumlah air segar untuk 'membilas racun' dari tubuhnya. Kuantitas satu liter sehari atau lebih dibutuhkan. Masyarakat sekarang hidup disertai botol minum di atas meja, atau tidak dapat berjalan satu mil tanpa sebuah sip. Tetapi di tropika panas, penduduk asli minum lebih sedikit, mendorong mereka semangat 163 kerja keras. Ingat bahwa tubuh manusia menolak kelebihan, menghasilkan keringat bercucuran dan kencing, dan disertai setiap tetes air keluar, ikut terbawa garam tubuh. Hal sama, Tubuh manusia mengatasi situasi berlebihan, menyebabkan ketidak-nyamanan setiap kali harus mengurangi setetes air masuk melebihi level alami. Bab 10. Pengelolaan Tanah Berkelanjutan (Referensi ATTRA*) 164 Apa itu tanah subur? Menurut Petani tanah subur bila: • Drainase baik dan hangat di musim dingin • Tidak mengeras setelah ditanami • Cepat menyerap hujan dan aliran air permukaan sedikit • Menyimpan kelembaban pada musim kering • Menggumpal hanya sedikit dan tidak terdapat lapisan padas (hardpan) • Tahan terhadap erosi dan kehilangan unsur hara • Mendukung perkembangan jasad mikro • Tidak perlu pupuk untuk memperoleh hasil tinggi • Berbau khas tanah yang menunjukkan tingkat kesuburan • Menghasilkan produksi tinggi dan berkualitas *) Sulivan, Preston. 2004. Semua hal di atas menggambarkan fungsi tanah efektif saat ini untuk menjamin keberlanjutan hasil masa akan datang. Perbaikan tanah mencapai sifat-sifat tersebut dalam praktek berarti kita mampu memanfaatkan dan mengoptimalkan fungsi tanah seperti alami. Keberlanjutan: yaitu kemampuan mempertahankan dan memelihara; memperpanjang daya dukung tanah dalam menyediakan kehidupan bagi tanaman. Bagaimana tanah alami berfungsi? Bagaimana hutan dan padang rumput alami menghasilkan ternak tanpa pemberian pupuk secara lengkap? Apa prinsipnya sehingga tanah itu berfungsi? Jawabnya: tanah harus menguntungkan dan berproduksi saat ini maupun akan datang. Suatu prestasi bila produktivitas tanah alami diperoleh dari pengelolaan secara berkelanjutan; fakta menunjukkan 165 bahwa pencapaian hasil terus menurun, sedangkan tuntutan terhadap pendapatan terus meningkat setiap tahun. Merupakan pilihan terbaik bila upaya memperoleh hasil bersifat berkelanjutan. Pemahaman ini dijadikan sebagai dasar bahasan lebih lanjut. Kehidupan Tanah: Tekstur dan Struktur Telah dikemukakan pada Bab 1, bahwa tanah terdiri atas empat komponen: mineral, udara, air, dan bahan organik; fraksi mineral sekitar 45% total volume, air dan udara masing-masing 25%, dan bahan organik 2% hingga 5%. Fraksi mineral ada tiga ukuran: pasir, debu, dan liat. Pasir berukuran paling besar; umumnya berupa mineral kuarsa, meski ada pula bentuk mineral lain. Karena kuarsa tidak mengandung unsur hara esensial, maka pasir merupakan fraksi yang paling rendah kontribusinya terhadap cadangan unsur hara. Lagipula, pasir tidak dapat mengikat unsur hara sehingga mudah hilang melalui pergerakan air tanah. Oleh sebab itu, tanah berpasir seperti halnya juga tanah berliat memerlukan perbaikan agar dapat berfungsi sebagai medium yang baik. Fraksi debu sama halnya dengan pasir, bedanya berukuran lebih kecil. Partikel tanah terkecil adalah fraksi liat. Berbeda dengan pasir dan debu, ia mengandung sejumlah unsur hara penting. Liat mempunyai permukaan yang luas berkaitan dengan ukuran halus tersebut. Tekstur tanah, merupakan perbandingan relatif dari partikel-partikel pasir, debu, dan liat (kelas tekstur tanah disajikan pada Tabel 9.1). Tabel 9.1. Tekstur Tanah Kelas Tekstur 166 Tekstur Kasar Pasir Pasir berlempung Lempung berpasir Lempung berpasir halus Lempung Lempung berdebu Debu Lempung liat berdebu Lempung berliat Tekstur Halus Liat Sifat tanah lain: Struktur tanah, berbeda dengan tekstur, struktur merupakan kombinasi ikatan fraksi pasir, debu dan liat ke dalam partikel sekunder yang lebih besar. Jika kita menggenggam tanah, struktur baik adalah bila pasir, debu, dan liat bersatu menjadi agregat halus atau remah. Tekstur maupun struktur menentukan: ruang pori untuk sirkulasi udara dan air, erodibilitas, keremahan, serta kemudahan pengolahan tanah dan penetrasi akar. Tekstur merupakan sifat bawaan alami tanah dan tidak berubah akibat aktivitas budidaya; tetapi struktur dapat diperbaiki atau hancur pada saat praktek budidaya tanah pertanian. Komponen tanah lain: Bahan organik, meliputi jasad hidup ataupun mati. Dalam satu hektar tanah bisa mengandung 4.08 kg cacing tanah, 10.89 kg fungi, 6.8 kg bakteri, 6.0 kg protozoa, 4.0 kg arthropoda dan ganggang, dan bahkan dalam hal tertentu beberapa binatang kecil menyusui. Sebenarnya, tanah lebih dapat dibayangkan sebagai suatu hidupan dinamis, daripada benda statis. Bahan organik berupa jasad mati, bahan sisa tanaman dan bahan organik lain mengalami berbagai fase perombakan. Humus, bahan organik berwarna gelap berada pada fase akhir perombakan, merupakan bentuk relatif stabil. Humus maupun bahan organik 167 relatif mudah terperombakan; berperan sebagai cadangan unsur hara serta membantu perbaikan struktur tanah dan lain manfaat. Tanah sehat mampu mendukung kebutuhan manusia saat ini maupun akan datang menunjukkan status unsur hara seimbang dan mengandung humus tinggi serta keaneka-ragaman jasad mikro tanah yang tinggi. Sifat tersebut menghasilkan tanaman sehat dengan penekanan terhadap gulma dan hama penyakit hingga tingkat minimal. Kondisi tersebut dapat dicapai bila kita mengacu pada proses alami dalam mengoptimalkan fungsi tanah dalam mendukung budidaya pertanian. Kehidupan Tanah: Peran Jasad mikro Tanah Gambar 9.1. Tanah Bersama Jasad Mikro Mengatur Siklus Hara Tanah ke Tanaman dan Sebaliknya. Jika berada di lapangan, mungkin kita ingin mengetahui bagaimana padang rumput dan hutan alami tumbuh tanpa pemberian pupuk dan pengolahan tanah intensif? Tanah di situ diolah oleh jasad mikro tanah, bukan oleh manusia atau mesin. 168 Mereka dipupuk, dan kesuburan terus menerus dipertahankan. Tanah alami mengandung lapisan seresah sisa tanaman dan tanaman sedang tumbuh. Di bawah permukaan tanah, suatu komplek kehidupan kaya jasad mikro menperombakan sisa tanaman dan akar mati, melepaskan unsur hara secara pelan-pelan dari waktu ke waktu. Faktanya, topsoil merupakan lapisan tanah paling kaya diversitas biologisnya. Jasad mikro penghuni tanah melepas unsurunsur hara terikat dalam mineral dan mengubahnya menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman. Jasad mikro mendaur ulang unsur hara dari sisa tanaman mati, diikuti pertumbuhan akar-akar baru. Contoh hubungan langsung metabolisme tanaman dan jasad mikro disajikan pada Tabel 9.1a; dan siklus nitrogen tanah pada Tabel 9.1b. Gambar 9.1a. Contoh Hubungan Metabolisme Tanaman – Jasad Mikro (Killham, 1994) 169 Gambar 9.1b. Siklus Nitrogen Tanah: d, denitrifikasi, i, imobilisasi, m, mineralisasi, m, nitrifikasi dilanjutkan dengan leaching (l), p, uptake oleh tanaman, t, eksudasi dan turn over (Killham, 1994) Terdapat berbagai jenis jasad hidup dalam tanah; masingmasing berperan sendiri-sendiri. Jasad mikro memberi keuntungan bagi petani bila kebutuhan hidupnya dipenuhi. Juga beragam jasad makro tanah berperan untuk kesuburan; cacing tanah, arthropoda, dan sebagainya. Semua jasad hidup, makro dan mikro, perlu mendapat perhatian khusus, dipelihara sama seperti ternak. Cacing tanah: Lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan infiltrasi air dan aerasi. Saluran cacing meningkatkan masuknya air ke dalam tanah 4 hingga 10 kali lebih tinggi dibanding tanpa saluran. Hal ini menyebabkan aliran air permukaan berkurang, dan mengisi ulang air dan stok air tanah untuk musim kering. Lubang cacing vertikal menyalurkan unsur hara ke bagian lebih dalam. Pengolahan tanah oleh cacing tanah dapat menggantikan pengolahan tanah mahal oleh mesin. Sketsa morfologi Lumbricus terrestris disajikan pada Gambar 9.1c. 170 Gambar 9.1c. Sketsa Cacing Tanah: Lumbricus terrestris dapat Berukuran Panjang 9 hingga 30 cm. Cacing makan sisa tanaman mati di bagian atas tanah serta mengangkut unsur hara dan bahan organik ke lapisan lebih dalam. Bahan organik kaya unsur hara diletakkan dalam saluran dan dibiarkan bertahun-tahun jika tidak diganggu. Selama musim kering saluran ini memberi peluang penetrasi akar tanaman ke lapisan lebih dalam yang mempunyai kelembaban tinggi. Sebagai tambahan terhadap bahan organik, cacing juga mengkonsumsi tanah dan jasad mikro yang dipindah ke bagian atas. Gumpalan tanah kaya hara dan jasad mikro dikenal sebagai 'kotoran cacing' atau 'kascing'. Ukuran kascing beragam sesuai jenis cacing yang mengeluarkan, bisa sebesar biji sawi atau benih gandum. Kandungan unsur hara dalam kascing lebih tinggi dibandingan tanah alami di mana mereka berdiam (lihat Tabel 9.2). Suatu populasi cacing tanah yang baik dilaporkan mampu memproses 9,072 kg sisa tanaman setiap tahun tahun, menjadi 2 ton per hektar meski ada beberapa pengecualian. Cacing tanah juga mengeluarkan zat tumbuh tanaman. Seperti yang dilaporkan, aktivitas cacing tanah selain memperbaiki sifat kesuburan tanah tampaknya juga penting dalam menghasilkan zat tumbuh tersebut. 171 Tabel 9.2. Kandungan Hara Kascing Dibandingkan dengan Tanah Tempat Cacing Berdiam Nutrient Kascing Tanah Kg/ha Kg/ha Karbon Nitrogen Phosphorus Potassium 776 486 1.27 4.08 356 318 0.18 0.64 Dari Graff, O. 1971. Tanah mempunyai 4% bahan organik Cacing tanah berkembang baik bila tanah tidak diolah, oleh sebab itu makin sedikit pengolahan makin baik. Pengolahan tanah dalam dan intensif menekan pertumbuhan cacing akibat kekeringan hingga 90%. Pengolahan tanah menghancurkan saluran vertikal cacing dan memotong tubuh mereka. Saat kritis kehidupan cacing tanah muda mendekati musim hujan dan periode aktif pengolahan tanah. Tabel 9.3 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah terhadap populasi cacing. Tabel 9.3. Pengaruh Pengelolaan Tanaman terhadap Populasi Cacing Tanah Tanaman Pengelolaan Cacing/foot² Jagung Jagung Kedelai Kedelai Bluegrass/clover Dairy pasture Dibajak Tanpa Olah Dibajak Tanpa Olah ----- 1 2 6 14 39 33 Sumber: Kladivko, 1995. Pengelolaan Tanaman Worms/Foot 172 Umumnya, populasi cacing tanah meningkat dengan mengurangi atau meniadakan pengolahan tanah, tidak menggunakan bajak dan alat penghalus partikel (pisau-cencang atau kombinasinya), menambahkan kotoran hewan, serta menanam pupuk hijau. Hal terakhir ini berpengaruh baik karena terdapat daun segar di permukaan tanah sepanjang waktu. Sistem tanam yang membantu perkembangan cacing tanah adalah rotasi rumput semak pakan ternak dan tanpa olah tanah. Pengolahan cara gulud dan larikan biasanya mengandung lebih banyak cacing tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah bersih menggunakan bajak dan garu. Cacing tanah menghendaki pH mendekati netral, lembab, dan penimbunan sisa tanaman di permukaan tanah. Mereka peka terhadap penggunaan pestisida dan beberapa jenis pupuk tertentu yang dicampur-ratakan dengan tanah. Pestisida mengandung karbamat seperti Furadan, Sevin, dan Temik, berbahaya bagi cacing tanah. Beberapa pestisida organo-fosfor sedikit beracun bagi cacing tanah sedangkan pyrethroid sintetik tidak berbahaya. Kebanyakan herbisida hanya berpengaruh kecil pada cacing tanah kecuali Triazine: seperti Atrazine, tergolong racun sedang. Juga, penyuntikan amoniak tanpa air membunuh cacing tanah di seputar zone suntikan. Arthropoda: Selain cacing tanah, terdapat sejumlah jasad makro tanah lain yang dapat dilihat dengan mata biasa. Di antaranya: penggerek, kaki seribu, lipan, siput, keong dan springtail. Mereka tergolong dekomposer primer; berperan memotong dan mengirisiris partikel sisa tanaman atau hewan. Beberapa sisa, tersedia bagi jasad lain yang menperombakan lebih lanjut. Beberapa anggota kelompok ini mengambil sisa jasad yang lebih kecil. Springtail adalah sejenis serangga, memakan kebanyakan fungi. Bahan sisa mereka kaya unsur hara dilepas setelah fungi dan bakteri menguraikan. 173 Bakteri: Di antara jasad mikro tanah terbanyak adalah bakteri; tiaptiap gram tanah sedikitnya ada sejuta jasad mikro kecil bersel satu ini. Terdapat banyak spesies bakteri yang berbeda, masing-masing punya peran terhadap lingkungan tanah. Salah satu manfaat utama bakteri adalah membantu menyediakan unsur hara bagi tanaman. Beberapa jenis bakteri melepas N, S, P, dan unsur mikro dari bahan organik. Jenis lain menghancurkan mineral dan melepaskan K, P, Mg, Ca dan Fe. Selain itu ada bakteri membuat dan melepas hormon pertumbuhan tanaman alami, yang merangsang pertumbuhan akar. Diagram irisan bakteri tanah disajikan pada Gambar 9.1d. Gambar 9.1d. Diagram Irisan Bakteri Tanah (Killham, 1994) Beberapa jenis bakteri memfiksasi N dalam akar berasosiasi dengan kacang-kacangan (Legum), sedang yang lain memfiksasi N secara bebas. Bakteri bertanggung jawab dalam mengubah N dari bentuk amonium menjadi nitrat dan sebaliknya, tergantung pada kondisi tanah. Manfaat lain bagi tanaman yaitu meningkatkan kelarutan unsur hara, perbaikan struktur tanah, pembasmi penyakit akar, dan meniadakan racun-racun dalam tanah. Fungi: Fungi termasuk jasad mikro yang banyak mempunyai spesies, berbeda ukuran maupun bentuknya dalam tanah. Beberapa jenis berbentuk jaringan koloni, yang lain menyerupai ragi. Jamur dan 174 cendawan termasuk fungi. Banyak fungi membantu tanaman menperombakan bahan organik atau melepaskan unsur hara dari mineral tanah. Fungi pada awalnya menempel pada seresah kemudian melakukan proses perombakan menjadi bahan organik. Beberapa fungi menghasilkan hormon tanaman, sedang yang lain menghasilkan antibiotik termasuk penisilin. Bahkan ada jenis fungi yang mengikat penyakit berbahaya bagi tanaman yaitu nematoda. Bagan penampang fungi tanah disajikan pada Gambar 9.1e. Gambar 9.1e. Penampang Fungi Tanah: N, nukleus (inti), V, vakuola dengan butir volutin, R, ribosom, E, endoplasma retikula, dan M, metokhondria (Killham, 1994) Mikoriza ( My-Cor-Ry-'Zee) adalah golongan fungi hidup dalam akar tanaman, berfungsi memperluas jangkauan akar rambut. Mikoriza meningkatkan serapan air dan unsur hara terutama pada tanah kurang subur. Akar diinfeksi mikoriza tampaknya lebih sedikit diinfeksi nematoda pemakan akar karena terhalang jaringan fungi yang tebal. Mikoriza juga menghasilkan hormon dan antibiotik, melalui peningkatan pertumbuhan akar dan menyediakan pembunuh penyakit. Fungi memanfaatkan unsur hara dan karbohidrat dari akar tanaman di mana mereka berasosiasi. Simbiose Mikoriza dan Legum disajikan pada Gambar 9.1f. 175 Gambar 9.1f. Interaksi Akar Tanaman – Mikroba: Simbiose Mikoriza dan Legum (Killham, 1994) Aktinomiset: Aktinomiset (ac"-ti-no-my'-cetes) adalah jasad mikro seperti bakteri berbentuk fungi (Gambar 9.1g). Seperti bakteri, mereka menperombakan sisa bahan organik menjadi humus dan melepas unsur hara. Mereka juga menghasilkan antibiotik bagi penyakit akar; seperti halnya digunakan untuk penyakit manusia. Aktinomiset berperan dalam menentukan aktivitas jasad mikro dan dari baunya dapat ditentukan saat pengolahan tanah yang tepat. Gambar 9.1g. Aktinomiset Tanah (Killham, 1994) 176 Ganggang: Terdapat banyak jenis ganggang di setengah inci lapisan permukaan tanah (Gambar 9.1h). Tidak seperti kebanyakan oranisme tanah lain, ganggang menghasilkan makanan mereka sendiri melalui fotosintesis. Mereka tampak kehijauan pada lapisan tipis di permukaan tanah setelah hujan. Ganggang memperbaiki struktur tanah dengan memproduksi zat perekat yang merekatkan agregat tanah sehingga tahan pukulan air. Beberapa jenis ganggang hijau-biru memfiksasi nitrogen, sebagian N tersebut disediakan untuk akar tanaman. Gambar 9.1h. Ganggang Tanah (Killham, 1994) Protozoa: Protozoa (Gambar 9.1i), adalah jasad mikro hidup bebas dalam genangan air di antara partikel tanah. Banyak protozoa tanah bersifat predator, memangsa jasad lain. Salah satu paling umum adalah amoeba yang memangsa bakteri. Dengan makan dan mencernak bakteri, protozoa mempercepat peredaran nitrogen dari bakteri, sehingga tersedia bagi tanaman. 177 Gambar 9.1i. Protozoa Tanah (Killham, 1994) Nematoda: Meskipun nematoda berlimpah dalam tanah, namun hanya sedikit yang berbahaya bagi tanaman. Jenis yang tidak berbahaya memakan seresah tanaman, atau bakteri, fungi, ganggang, protozoa dan lain nematoda parasiter. Seperti pemangsa lain dalam tanah, nematoda mempercepat peredaran unsur hara. Semua jasad, dari bakteri hingga cacing tanah dan insek, berinteraksi satu sama lain melalui berbagai cara dalam suatu ekosistem yang utuh. Jasad secara tidak langsung terlibat dalam proses perombakan sisa tanaman bisa jadi memakan satu sama lain atau sisa satu sama lain atau senyawa-senyawa lain dilepaskan ke dalam tanah. Di antara senyawa-senyawa yang dilepaskan berbagai jasad adalah vitamin, asam amino, gula, antibiotik, getah, dan lilin. Akar dapat pula melepaskan berbagai senyawa ke dalam tanah yang merangsang pertumbuhan jasad tanah. Senyawa ini berperan sebagai sumber hara jasad tertentu. Beberapa pakar dan praktisi berteori bahwa tanaman tertentu mampu merangsang populasi jasad mikro spesifik yang berperan melepaskan atau memproduksi nutrisi yang dibutuhkan tanaman. 178 Penelitian terhadap kehidupan biologi dalam tanah menunjukkan bahwa terdapat perbandingan ideal antara jasad-jasad tanah tertentu sebagai kunci bahwa tanah itu produktif (jejaring makanan - tanah). Contoh Laboratorium Jejaring makanan - tanah, terdapat di Oregon, menganalisis contoh tanah dan memberikan rekomendasi kesuburan buatan berdasarkan persyaratan tersebut. Golnya adalah mengubah pengertian masyarakat biologis agar menuju ke tanah yang sangat produktif dan subur. Ada beberapa cara untuk mencapai gol tersebut, tergantung pada keadaan. Oleh karena kita tidak bisa memantau kehidupan jasad dalam tanah, karena diperlukan waktu untuk mengamatinya, maka hal ini lebih baik diabaikan. Tabel 9.4 adalah prediksi jumlah jasad hidup dalam tanah subur. Tabel 9.4. Berat Segar Jasad Mikro pada 10 cm Bagian Atas Permukaan Tanah Subur Jasad mikro Berat segar (pon/are) Bakteri Aktinomiset Ragi Ganggang Protozoa Nematoda Serangga Cacing Akar Tanaman 1000 1000 2000 100 200 50 100 1000 2000 Sumber: Bollen, 1959. Perhatian terhadap beberapa model jejaring-makanan Bahan Organik Humus - Tanah dapat mendukung pemahaman tentang peran jasad dalam pengelolaan tanah, sehingga petani dapat menentukan strategi meningkatkan populasi dan keanekaragamannya. Seperti halnya ternak, diperlukan perhatian tentang pakan yang sesuai. Pakan utama jasad tanah adalah bahan organik. 179 Humus, Bahan organik dan Jejaring Tanah: Terminologi bahan organik dan humus menjelaskan hubungan keduanya dalam beberapa hal. Bahan organik berkaitan dengan bagian organik tanah termasuk akar dan jasad hidup dan sisa yang mati dan mengalami perombakan. Humus hanya suatu bagian kecil dari bahan organik dan relatif stabil. Tingkat perombakan humus selanjutnya terjadi sangat lambat baik pada budidaya pertanian maupun alami. Pada sistem alami, terdapat keseimbangan antara humus utuh dan humus terperombakan. Pada pertanian intensif, keseimbangan inipun terjadi, tetapi seringkali humus lebih sedikit. Humus berperan baik menyusun sifat fisiko-kimia anah, yang akhirnya mempengaruhi mutu tanaman. Pengelolaan humus dan bahan organik sangat penting dalam mendukung keberlanjutan ekosistem. Banyak keuntungan bila tanah kaya humus dan bahan organik; di antaranya: perombakan sisa tanaman cepat, pembentukan agregat mantap, mengurangi pengerasan dan pembentukan kerak tanah, peningkatan drainase internal, perbaikan pergerakan air, serta peningkatan kapasitas daya pegang air dan unsur hara. Perbaikan struktur fisik tanah menyebabkan tanah mudah diolah, kapasitas penyimpanan air tanah meningkat, pengurangan erosi, serta pembentukan sistem perakaran intensif dan dalam. Bahan organik dapat disamakan sebagai bank simpanan unsur hara tanaman. Tanah berkadar 4% bahan organik pada 10 cm lapisan atas mengandung 400 kg bahan organik tiap hektar. Dalam 40,000 kg bahan organik terkandung sekitar 5.25 % nitrogen, atau 21 kg nitrogen tiap hektar. Asumsi ada 5% tingkat pelepasan N sepanjang musim pertumbuhan, bahan organik mampu menyediakan 55 kg nitrogen setiap tanaman. Jika bahan organik diabaikan, maka diperlukan pembelian pupuk N buatan agar dapat memperoleh hasil tanaman dalam kaitan akibat kehilangan N dari bahan organik tersebut. Akhirnya, perbaikan humus dan bahan organik merupakan tolok ukur pengelolaan jasad hidup dalam tanah pertanian. 180 Diperlukan aktivitas pemeliharaan kelembaban, suhu, status unsur hara, pH, dan aerasi tanah yang baik. Juga diperlukan penyediaan sumber pakan yang stabil. Seluruh jasad tanah yang disebutkan sebelumnya, kecuali ganggang, tergantung pada bahan organik sebagai sumber pakan. Oleh karena itu, untuk memelihara populasi mereka, bahan organik harus diperbaharui terus menerus dari sisa akar tanaman, pupuk kandang, atau bahan lain dari luar lahan. Dengan memberi pakan ternak dalam tanah, berarti kesuburan tanah terpelihara dan tanah akan memberikan hara kepada tanaman. Pengolahan Tanah dan Bahan Organik Suatu tanah berdrainase baik, tidak mengkerak, meneruskan air cepat, dan tidak menggumpal, disebut sebagai mempunyai sifat olah yang baik. Sifat olah adalah kondisi fisik tanah berhubungan dengan pengolahan, kualitas persemaian, kemudahan pertumbuhan semai, dan penetrasi akar dalam. Pengolahan tanah yang baik bergantung pada proses agregasi di mana butir tunggal tanah diikat menjadi agregat. Pembentukan ageragat tanah akan mengendalikan mekanisme basah-kering, dan pertumbuhan serta aktivitas cacing tanah. Kekuatan elektrik lemah dari Ca dan Mg mempertahankan ikatan partikel saat tanah kering. Bila kembali basah, stabilitas terancam dan partikel terpisah lagi. Dalam hal pengikatan agregat oleh cacing tanah, begitu keluar dari tubuh cacing (kascing), akan terbentuk ikatan agregat kuat. Agregat ini mempunyai kekuatan fisik yang mantap dan tetap utuh (bila mengalami proses pembasahan) oleh adanya aktivitas jasad melibatkan bahan organik dan hasil samping seperti getah, lilin, dan zat lain sebagai perekat. Semen hasil samping ini menjadikan partikel terikat satu sama lain membentuk agregat mantap tahan air (Gambar 9.2). Agregat yang cukup kuat mempertahankan kemantapan disebut agregat tahan air: "water-stable". 181 Gambar 9.2. Hasil Samping Jasad Mikro Mengikat Butir Tanah Menjadi Agregat ‘Water-stable’ Pakar mikrobiologi USDA Sara Wright menyebut perekat agregat sebagai "glomalin" bila terbentuk oleh sekelompok akar fungi dari famili Glomales. Fungi ini membentuk ikatan protein liat dikenal sebagai glomalin melalui benang-benang hipa. Ketika Sara Wright mengukur glomalin pada beberapa ageragat tanah, dia menemukan glomalin sebesar 2% berat total tanah-tanah bagian timur AS. Tanah bagian barat dan tengah menunjukkan jumlah glomalin lebih sedikit. Dia menemukan bahwa pengolahan tanah cenderung menurunkan kadar glomalin. Kadar glomalin lebih tinggi pada tanah tanpa olah ditanami jagung dibanding dengan tanah diolah. Suatu tanah beragregat baik mampu meningkatkan daya infiltrasi, aerasi, dan kapasitas penahanan air. Akar tanaman dan agregat besar pada tanah dengan kadar bahan organik tinggi adalah kebalikan dari dispersi dan kadar bahan organik rendah. Akar, cacing tanah, dan arthropoda tanah dapat lolos dengan mudah melalui tanah beragregasi baik. Agregat juga mencegah penggelasan dan pengkerakan permukaan tanah. Akhirnya, tanah beragregat baik tahan terhadap erosi, karena agergat lebih berat dibandingkan partikelnya. Sebagai contoh pengaruh penambahan bahan organik terhadap daya infiltrasi disajikan pada Tabel 9.5. 182 Kebalikan agregasi adalah dispersi. Tanah terdispersi mudah mengalami erosi angin maupun air permukaan. Table 9.5. Infiltrasi Air ke Dalam Tanah Setelah 1 Jam Dosis Pupuk/are Inci 0 8 16 1.2 1.9 2.7 Sumber: Boyle, et al. 1989. Tanah ber-agregat lemah cenderung lengket ketika basah dan mengkerak saat kering. Bila liat diagregasi bersama-sama pasir, maka aerasi dan drainase lebih baik. Tanah berpasir dicampur sedikit liat terdispersi, partikel pasir lepas direkat oleh liat sehingga pergerakan air ke bawah lebih diperlambat. Pengkerakan merupakan masalah umum pada tanah beragregat kurang baik. Tetes air hujan mendispersi liat di permukaan tanah. Curah hujan menyebabkan lapisan liat di permukaan mengalami dispersi dan menutup pori di bawah permukaan; diikuti pengeringan, maka terjadi pengkerakan permukaan oleh liat terdispersi. Hujan terus menerus memungkinkan terjadinya aliran air permukaan ketimbang masuk ke dalam lapisan tanah (Gambar 9.3). 183 Gambar 9.3. Pengaruh agregasi terhadap infiltasi dan aerasi tanah (Dari: Land Stewardship Project Monitoring Toolbox) Bila tetesan air hujan menyebabkan pengkerakan, praktek pengelolaan bertujuan untuk mengurangi pengaruh pengkerakan dan meningkatkan pergerakan air dalam tanah tersebut. Mulsa dan tanaman penutup tanah berperan seperti tanpa olah tanah, yaitu membiarkan sisa tanaman terakumulasi di permukaan. Suatu tanah beragregat baik juga mampu mencegah pengkerakan sebab agregat stabil air ("water-stable") mampu menahan pukulan air hujan. Agregasi tanah yang baik diperoleh dari pengelolaan lahan berumput jangka panjang. Lapisan tanah teratas dipenuhi oleh biomas akar rumput; memberi kontribusi terhadap pembentuk agregat. Sebagai contoh, akar secara terus menerus memindahkan air dari pori tanah mikro, menyediakan kelembaban dan mengatur drainase oleh adanya agregat yang baik. Sementara itu, akar juga memproduksi makanan untuk jasad mikro tanah dan cacing tanah, dengan begitu membantu mengikat agregat ke dalam bentuk water-stable. Apalagi rumput tumbuhan tetap hijau menyediakan perlindungan tanah bagian atas dari 184 tetesan air hujan dan erosi. Kombinasi faktor ini menciptakan kondisi optimal untuk perbaikan tanah di bawah vegetasi tumbuhan yang tetap hijau. Sebaliknya, sistim pertanaman berurutan melibatkan tanaman tahunan dan semusim menyediakan lebih sedikit penutup tanah dan bahan organik, umumnya mengakibatkan penurunan agregasi dan bahan organik. Praktek pertanian yang baik adalah dapat membuat, memperbaiki, dan mempertaqhankan agregat tanah yang baik. Agregat tanah merupakan materi yang mempertahankan status udara, air, hara, dan kehidupan jasad mikro dalam tanah. Oleh karena itu, praktek pertanian tidak boleh menyebabkan agregat menjadi hancur. Beberapa faktor yang dapat melemahkan dan bahkan menghancurkan agregat tanah, antara lain: 1. Pengolahan tanah berlebihan 2. Melakukan pengolahan pada saat tanah terlalu basah atau terlalu kering 3. Aplikasi amoniak anhidrous yang mempercepat perombakan bahan organik 4. Pemupukan nitrogen berlebihan 5. Membiarkan peningkatan unsur natrium berlebihan dalam air irigasi atau pupuk mengandung natrium. Kelembaban dan Suhu: Kelembaban dan suhu sangat mempengaruhi kadar bahan organik. Perbandingan yang menyolok antara kadar bahan organik di negara bagian AS utara dan selatan adalah akibat perbedaan suhu dan kelembaban. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kadar bahan organik di negara bagian barat yang relatif lebih kering lebih tinggi dibandingkan bagian timur yang lebih banyak hujan. Contoh ekstrem berkaitan dengan pengaruh perbedaan suhu dan kelembaban terhadap kadar bahan organik adalah antara daerah kutub yang mempunyai kadar bahan organik tinggi dibandingkan tropika yang berkadar bahan organik rendah. Daerah yang lebih hangat dan lebih basah lebih sulit mempertahankan bahan organik tanahnya. 185 Beberapa faktor mempengaruhi tingkatan perawatan bahan organik; dii antaranya adalah: penambahan bahan organik, kelembaban, suhu, pengolahan tanah, level nitrogen, pertanaman, dan pemupukan. Status bahan organik dalam tanah merupakan fungsi jumlah bahan organik ditambahkan ke tanah untuk mengatasi laju perombakan. Tujuannya adalah menyeimbangkan jumlah bahan organik untuk menahan kecepatan perombakan, selama bahan organik dapat diproduksi ditempat dan/atau dimasukkan dari luar lahan. Pengolahan tanah dapat merugikan atau menguntungkan bagi aktivitas biologi tergantung pada jenis pengolahan tanah yang dilakukan. Pengolahan tanah mempengaruhi tingkat erosi maupun tingkat perombakan bahan organik. Lahan pertanian berkadar bahan organik di bawah 1% secara biologis adalah mati. Tingkat rendah ini terutama akibat pengolahan tanah. Pengolahan bersih melalui pembajakan dan penggaruan, menghancurkan agregat tanah dan memberi peluang besar terhadap erosi air maupun angin. Pembajakan dapat membenamkan sisa tanaman dan humus hingga kedalaman 20 cm. Pada kedalaman ini, kadar oksigen tanah menjadi sangat rendah yang menyebabkan proses perombakan tidak bisa berjalan baik. Jasad mikro dekomposer dalam tanah akan mati akibat saling makan karena sumber pakan bahan organik tidak ada. Sisa Tanaman yang tadinya berada di permukaan beralih ke bagian dalam sehingga sumber oksigen untuk perombakan tadinya cukup menjadi berkurang. Penimbunan bahan organik tidak terperombakan ini dapat memberikan bau busuk pada tanah. Lagipula, beberapa cm top soil kaya bahan organik digantikan subsoil berkadar bahan organik rendah. Lapisan top soil, di mana aktivitas perombakan terjadi, kaya akan oksigen. Hal ini menerangkan mengapa di bagian permukaan tidak terdapat pembusukan. Dalam kaitan dengan bahan organik, pengolahan tanah merupakan pembuka lubang di permukaan dan 186 memberikan kesempatan pada bahan organik untuk masuk ke lapisan lebih dalam. Idealnya, proses perombakan bahan organik bertindak sebagai sumber bahan bakar dalam melepaskan unsur hara dan karbohidrat kepada jasad mikro tanah dan menciptakan humus stabil. Di daerah beriklim dingin, pengolahan tanah ringan terhadap tanah dengan sisa bahan organik banyak lebih menguntungkan; tetapi pada derah beriklim lebih panas sebaiknya tidak dilakukan pengolahan tanah. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 9.4, pembajakan menyebabkan kehilangan bahan organik paling banyak, sedang tanpa olah paling sedikit. Pembajakan menyebabkan tanah lapis olah terungkap dan banyak oksigen. Ketiga jenis pengolahan tanah lain tergolong moderat dalam hal kemampuan membantu proses perombakan bahan organik. Oksigen di sini merupakan faktor kunci. Pembajakan meningkatkan luas permukaan tanah, menyebabkan udara lebih banyak masuk dan terjadi perombakan berlebihan. Garis mendatar pada Gambar 4 menunjukkan pengembalian bahan organik jerami gandum, selanjutnya mengalami perombakan hingga hari ke-19. Akhirnya, alur jalan alat berat meningkatkan kepadatan tanah dan menyebabkan diperlukan pengolahan lebih lanjut, memberi kesempatan jerami dibenamkan mengalami perombakan dan juga memasukkan oksigen. 187 Gambar 9.4. Kehilangan Bahan Organik pada Praktek Berbagai Pengolahan Tanah Pengolahan tanah juga mengurangi laju infiltrasi akibat penghilangan penutup tanah dan penghancuran agregat. Tabel 9.6 menunjukkan tiga metoda pengolahan tanah berbeda dan pengaruhnya terhadap infiltrasi. Terdapat hubungan langsung antara jenis pengolahan tanah, penutup tanah, dan infiltrasi. Tanpa olah tanah tiga kali lipat lebih besar infiltrasinya dibandingkan dibajak. Sebagai tambahan, tanpa olah tanah akan mempunyai agregat lebih baik berasal dari perombakan bahan setempat. Mulsa jerami pada lahan tanpa olah berfungsi sebagai mulsa yang melindungi permukaan tanah. Mulsa ini mengurangi pengaruh tetesan air hujan, penyangga suhu ekstrim, dan mengurangi penguapan air. 188 Table 9.6. Pengaruh Pengolahan Tanah terhadap Infiltrasi dan Penutup Tanah Pengolahan Tanah Infiltrasi Air Penutup Tanah Tanpa Olah Digaru Dibajak mm/menit 2.7 1.3 0.8 % 48 27 12 Sumber: Boyle,, et al. 1989. Baik sistem tanpa olah maupun pengurangan olah tanah memberikan keuntungan bagi tanah. Keuntungan sistem tanpa olah yaitu konservasi tanah prima, konservasi kelembaban, pengurangan aliran permukaan, meningkatkan bahan organik jangka panjang, dan meningkatkan laju infiltrasi. Sistem tanpa olah tanah bergantung pada jasad mikro tanah dalam hal fungsi pengembalian sisa tanaman. Pada sisi lain, tanpa olah tanah dapat mendorong penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma dan mencegah terjadi pemampatan akibat penggunaan alat berat. Sistem konservasi olah tanah lain adalah olah gulud (ridge tillage), olah minimum (minimum tillage), olah setempat (zone tillage), dan pengurangan olah tanah (reduced tillage), berupa sistem olah tanah konvensional hingga tanpa olah tanah. Sistem ini merupakan sistem olah tanah antara, yang mungkin lebih fleksibel dibanding tanpa olah atau sistem konvensional, kurang atau lebih sedikit kerugian/keuntungan bagi jasad mikro tanah, tergantung jenis pengolahan yang dilakukan. Penambahan kotoran hewan dan kompos dikenal sebagai cara meningkatkan kadar humus dan bahan organik tanah. Tanpa keberadaan mereka, rumput hijau adalah satu-satunya tanaman yang mampu memperbaharui dan meningkatkan kadar humus tanah. Rumput musim dingin meningkatkan bahan organik tanah 189 lebih cepat dari rumput musim panas sebab mereka tumbuh lebih lama. Bila tanah cukup hangat bagi perkembangan jasad mikro tanah pengurai bahan organik, maka rumput musim dingin dapat tumbuh. Selama pertumbuhannya, ia memproduksi bahan organik dan mendaur ulang unsur hara dari perombakan bahan organik dalam tanah tersebut. Dengan kata lain, ada suatu jaringan bahan organik yang menguntungkan sebab rumput musim dingin memproduksi bahan organik lebih cepat dari pada kehilangannya. Pengaruh Nitrogen terhadap Bahan Organik Aplikasi Nitrogen berlebihan merangsang aktivitas jasad mikro dan mempercepat proses perombakan bahan organik. Nitrogen ekstra memperkecil rasio karbon : nitrogen dalam tanah. Rasio Karbon : Nitrogen (rasio C/N) tanah alami adalah sekitar 12:1. Pada rasio ini, populasi bakteri dekomposer berada pada tingkat stabil. Bila N diberikan dalam jumlah banyak, rasio C/N menurun, diikuti perkembangan populasi jasad mikro dekomposer meningkat sehingga penguraian bahan organik lebih cepat. Bila bakteri tanah dapat menggunakan nitrogen yang diaplikasikan tersebut secara baik, kelebihan N menyebabkan populasi bakteri melonjak, laju perombakan bahan organik dipercepat. Begitu kadar karbon menurun, bakteri kelaparan. Bila karbon sedikit, populasi bakteri menurun dan lebih sedikit nitrogen tersedia bebas dalam tanah. Selanjutnya, nitrogen yang diberikan, selain berasal dari pelepasan dari tubuh jasad mikro mati mengalami perombakan, akan mengalami pencucian; sehingga mengurangi efisiensi pemupukan dan mendorong permasahan lingkungan. Untuk mengganti kerugian perombakan bahan organik yang cepat pada tanah alami, karbon harus ditambahkan bersama nitrogen. Sebagai sumber adalah pupuk hijau, kotoran hewan dan kompos dapat digunakan untuk maksud tersebut. Perbandingan 190 karbon dan nitrogen yang terlalu tinggi (25:1 atau lebih) yang digunakan sebagai penyeimbang, bisa menjadikan nitrogen terikat menjadi bentuk tak tersedia. Jasad mikro tanah mengkonsumsi semua nitrogen dalam upaya untuk menguraikan karbon yang berlimpah tersebut. Nitrogen tidak tersedia sebab terikat dalam tubuh jasad; tetapi begitu jasad mikro mati dan terdekompisisi, maka nitrogen dikonsumsi tersebut dilepas dan imbangan karbon dan nitrogen dapat dicapai kembali. Amandemen Pupuk dan Aktivitas Biologi Tanah Kondisi-kondisi mineral tanah mana yang membantu perkembangan tanah aktif secara biologis? Kita dapat belajar dari gambaran pekerjaan Dr. William Albrecht (1888 hingga 1974), ahli ilmu tanah di Universitas Missouri, keseimbangan adalah kunci. Albrecht mengarah kepada keseimbangan unsur hara sedemikian sehingga tidak terjadi kekurangan ataupun kelebihan. Teori Albrecht's (juga disebut teori kejenuhan basa, base-saturation) digunakan sebagai pemandu kebutuhan kapur dan pupuk dengan mengukur dan mengevaluasi rasio unsur hara bermuatan positif (basa-basa) yang tersimpan dalam tanah. Basa-basa bermuatan positif meliputi kalsium, magnesium, kalium, natrium, amoniumnitrogen, dan beberapa unsur mikro. Bila rasio optimum tercapai, tanah dianggap mampu mendukung aktivitas biologi tinggi, tahan pencucian, dan mempunyai sifat fisik optimal (infiltrasi dan agregasi). Tanaman yang ditanam akan memproduksi nutrisi seimbang dan bergizi baik bagi hewan maupun manusia. Melalui penelitian intensif, Albrecht menentukan persentase kejenuhan basa dalam tanah. Persentase ini, optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman. Kisarannya adalah: 191 Kalsium Magnesium Kalium Natrium Basa Lain 60-70% 10-20% 2-5% 0.5-3% 5% Aplikasi pupuk dan kapur harus diupayakan agar mencapai kisaran ideal tersebut. Dengan cara ini, pH tanah berubah secara otomatis ke dalam kisaran diinginkan tanpa menyebabkan ketidakimbangan unsur hara. Teori kejenuhan basa juga mempertimbangkan pengaruh keberadaan satu unsur yang mungkin menekan ketersediaan unsur lain. Sebagai contoh, kelebihan fosfor dikenal menekan ketersediaan seng. Sistem evaluasi kesuburan tanah Albrecht berbeda dengan pendekatan oleh banyak laboratorium yang disebut "teori kecukupan". Teori kecukupan tidak mengacu pada perbandingan unsur hara, dan rekomendasi kebutuhan kapur didasarkan pada hasil pengukuran pH saja. Apabila teori berdasarkan kejenuhan dan kecukupan menghasilkan rekomendasi tanah yang sama, maka dapat terjadi perbedaan penting pada sejumlah tanah. Sebagai contoh: analisis tanah lahan jagung: pH 5.5, kejenuhan magnesium 20%, dan kalsium pada 40%. Berdasar pada teori kejenuhan akan dibutuhkan kapur kalsium untuk menaikkan % kejenuhan basa kalsium; dan pH akan naik. Sedang pada teori kecukupan tidak akan menetapkan kebutuhan kapur kalsium tinggi tetapi memilih tanaman sebagai gantinya, penggunaan kapur dolomit meningkatkan magnesium dan menaikkan pH, tetapi kesimbangan hara dalam tanah menjadi makin buruk. Cara lain untuk mendekati kedua teori tersebut adalah bahwa teori kejenuhan basa tidak ditujukan pada kejenuhan dan pH, melainkan lebih tertuju pada proporsi perbandingan basa-basa. Nilai pH akan benar bila level basa-basa benar. Gagasan Albrecht diterapkan oleh sejumlah perkebunan di Amerika dan diprogram oleh beberapa konsultan pertanian. Neal 192 Kinsey, seorang konsultan kesuburan tanah Charleston, MO, termasuk salah satu penganjur utama penerapan gagasan Albrecht. Kinsey adalah mahasiswa bimbingan Albrecht dan merupakan salah satu pakar tanah terkemuka menguasai metode kejenuhan basa. Ia mengajarkan materi dalam kursus singkat sistem Albrecht dan melayani analisis tanah. Bukunya: Hands On Agronomy, dikenal secara luas sebagai panduan sangat praktis dalam hal pemahaman dan implementasinya. Beberapa perusahaan - penyedia pupuk dan bahan amandemen menyediakan suatu program pertanian biologis berdasar pada teori Albrecht. Kekhasan perusahaan ini menawarkan analisis tanah dikembangkan dari keseimbangan basa-basa dan merekomendasikan bahan pupuk seimbang ramah terhadap jasad mikro tanah. Mereka menghindari penggunaan beberapa pupuk yang lazim digunakan seperti kapur dolomit, kalium-khlorida, anhidrous-amoniak, dan bentuk oksida unsur-unsur mikro yang berbahaya untuk kehidupan dalam tanah. Pupuk Konvensional Pupuk artisifial dapat menjadi sumber daya berharga bagi petani pada fase transisi menuju ke sistem berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan unsur hara untuk memperoleh hasil tanaman tinggi, atau ketika kondisi cuaca menyebabkan pelepasan unsur hara dari bahan organik lambat. Keuntungan pemberian pupuk artisifial karena penyediaan unsur hara bagi tanaman lebih cepat. Kadangkadang mereka seringkali lebih murah dan jumlahnya lebih sedikit dibanding kan dengan pupuk alami. Bagaimanapun tidak semua pupuk artisifial serupa. Sebagian tampak tidak membahayakan kehidupan jasad mikro tanah tetapi sebagian lain meragukan pengaruh baiknya. Anhidrous amoniak mengandung sekitar 82% nitrogen; diaplikasikan ke dalam tanah sebagai gas. Kondisi tanpa air mempercepat perombakan bahan organik, menyebabkan tanah menjadi padat. Aplikasi tanpa air ini 193 mendorong kemasaman tanah, memerlukan 74 kg kapur untuk menetralkan 50 kg anhidrous amoniak atau 0.9 kg kapur untuk tiaptiap kg nitrogen tanpa air. Anhidrous amoniak awalnya membunuh banyak jasad mikro tanah di seputar zone aplikasi. Bakteri dan aktinomiset pulih kembali setelah dua minggu lebih tinggi dibanding saat sebelum aplikasi. Fungi, bagaimanapun, memerlukan tujuh minggu pulih. Sepanjang waktu pemulihan, bakteri dirangsang untuk berkembang dan menperombakan lebih banyak bahan organik dalam kaitannya dengan kadar N tanah tinggi. Ini merupakan bukti peningkatan jumlah mereka setelah aplikasi anhidrous amoniak. Kalium khlorida (KCl) (0-0-60 dan 0-0-50), juga dikenal sebagai muriate of potash (kalium muriat), mengandung sekitar 50 atau 60% kalium dan 47.5% khlorida. Garam abu kalium dibuat dengan cara menyuling bijih kalium khlorida, suatu campuran kalium, garam natrium dan liat air asin danau atau laut. Pengaruh berbahaya potensial dari KCl dapat diduga dari konsentrasi bahan garam. Tabel 7 menunjukkan kg per kg KCl indeks di atas garam dapur halus untuk makan. Sebagai tambahan, terutama beberapa tanaman seperti tembakau, kentang, persik dan beberapa kacang polong peka akan khlorida. Untuk berberapa tanaman pertanian lain, penggunaan KCl dosis tinggi harus dihindari. Kalium Sulfat, Kalium Nitrat, Sul-Po-Mag, atau kalium organik mungkin diperlakukan sebagai alternatif pengganti pupuk KCl. Natrium nitrat (NaNO3), juga dikenal sebagai Nitrat Chili, atau soda nitrat, merupakan pupuk garam dosis tinggi lain. Oleh karena kadar nitrogen natrium nitrat rendah, dosis tinggi ditambahkan kemaka dalam aplikasinya diperlukan dosis tinggi . Perlu diingat bahwa natrium berlebihan bertindak sebagai dispersant butir tanah, menurunkan agregat. Indeks garam untuk KC dan natrium nitrat dapat dilihat dalam Tabel 9.7. 194 Tabel 9.7. Indeks Garam untuk Berbagai Jenis Pupuk Tabel 7. Indeks Garam Berbagai Pupuk Bahan Natrium khlorida Kalium khlorida Amonium nitrat Natrium nitrat Urea Kalium nitrat Amonium sulfat Kalsium nitrat Amoniak anhidrous Mg-K-Sulfat Di-amonium fosfat Monamonium fosfat Gipsum Kalsium karbonat Indeks Garam 76.5 58 52.5 50 37.5 37 34.5 26.5 23.5 21.5 17 15 4 2.5 Indeks Garam per Unit Nutrisi Tanaman 1.45 0.95 1.5 3.05 0.8 0.8 1.65 2.2 0.03 1.0 0.8 1.25 0.015 0.005 Top $oil Modal Pertanian Top soil adalah cadangan modal usaha pertanian. Sejak manusia berusaha di bidang pertanian, erosi menjadi ancaman tunggal paling besar terhadap produktivitas tanah dan sebagai konsekuensinya, menyangkut keuntungan usaha. Ini pun masih berlaku sampai sekarang. Di AS, lahan pertanian mengalami erosis mencapai rata-rata 700 ton/ha/tahun. Pertanian berkelanjutan berarti keberlanjutan sumberdaya tanah di mana hidup petani bergantung padanya. Biaya utama usaha pertanian berkaitan dengan erosi lahan berupa upaya mempertahankan kemampuan memegang unsur hara 195 dan air dari kehilangan, terhitung mencapai kerugian 50 hingga 75% produksi. Tanah tererosi secara khas mengandung sekitar tiga kali lebih banyak unsur hara dibandingkan tanah 1.5 hingga 5 kali lebih besar dari bahan organik. Kehilangan bahan organik tidak hanya mengakibatkan kapasaitas penahanan air berkurang tetapi juga unsur hara tanaman, yang harus digantikan melalui pemberian pupuk. Lima ton top soil (disebut tingkatan toleransi) mengandung 50 kg nitrogen, 30 kg fosfat, 22.5 kg kalium, 1 kg kalsium, 5 kg magnesium, dan 4 kg belerang. Tabel 9.8 menunjukkan pengaruh tingkat erosi terhadap kadar bahan organik, fosfor dan air tersedia bagi tanaman pada tanah lempung berdebu Indiana. Table 9.8. Pengaruh Tingkat Erosi Terhadap Kadar Bahan Organik, P, dan Air Tersedia bagi Tanaman pada Tanah Lempung Berdebu Indiana Level Erosi Sedikit Sedang Berat Bahan Organik Fosfor Air Tersedia bagi Tanaman % 3.0 2.5 1.9 kg/ha 3200 3150 200 % 7.4 6.2 3.6 Sumber: Schertz et al. 1984. Bila erosi oleh hujan atau angin mencapai tingkat 760 ton/ha/tahun, maka diperlukan biaya $ 4000 tiap tahun untuk menggantikan unsur hara yang hilang melalui pemberian pupuk dan sekitar $ 1700/ha/tahun air irigasi untuk menggantikan kapasitas penahanan air tanah yang hilang. Total biaya tanah dan air hilang tiap-tiap tahun di lahan pertanian AS setara produksi yang hilang mencapai sekitar $ 27 juta tiap tahun. Mencegah erosi tanah merupakan langkah awal ke arah pertanian berkelanjutan. Erosi dimulai akibat aktivitas tetes hujan 196 pada permukaan tanah gundul. Praktek pengelolaan melindungi tanah dari dampak tetesan air hujan akan mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi. Jerami, tanaman penutup tanah, dan sisa tanaman merupakan solusi. Sebagai tambahan, perlindungan terhadap top soil menggunakan bahan-bahan tersebut memantapkan agregat tanah sehingga tidak pecah oleh tetes air hujan. Bahan organik cukup disertai aktivitas biologi tanah tinggi membantu pembentukan agregat tanah Banyak penelitian menunjukkan bahwa sistem pertanaman tertentu membentuk kanopi tanaman sebagai pelindung permukaan tanah dan mencegah terjadi erosi. Secara umum hal ini adalah benar. Penelitian penutup tanah jangka panjang mulai 1888 di Universitas Missouri membuktikan secara dramatis tentang konsep ini. Gantzer dan kawan-kawan (27) menguji pengaruh waktu pertanaman terhadap erosi tanah. Mereka membandingkan ketebalan topsoil tersisa setelah 100 tahun pertanaman (Tabel 9.9). Tabel 9 menunjukkan bahwa praktek pertanaman rumput Timothy sebagai penutup tanah secara terus menerus menunjukkan lapisan top soil yang tertinggal paling tebal. Peneliti mebahas bahwa lapisan top soil tersisa tipis pada pertanaman jagung terus menerus adalah akibat lapisan top soil dicampur dengan sub soil saat pengolahan tanah. Kenyataannya, semua top soil hilang pada pertanaman jagung terus menerus selama 100 tahun. Pada sistim rotasi, hanya sekitar separuh top soil hilang setelah 100 tahun. Bagaimana mungkin kita memberi makan generasi mendatang dengan praktek pertanian semacam ini? Tabel 9.9. Ketebalan Topsoil Tersisa Setelah 100 Tahun pada Praktek Pertanian Berbeda Pergiliran Tanaman Topsoil Tersisa, inci Jagung terus menerus Rotasi 6 tahun* Rumput. Timothy terus menerus 7.7 12.2 17.4 *Corn, oats, wheat, clover, Timothy, Timothy 197 Studi di AS yang dilakukan pada berbagai jenis tanah berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata dalam hal erosi pada tanaman baris dibandingkan tanaman menutup tanah. Tanaman baris terdiri dari kapas atau jagung, dan tanaman penutup tanah adalah bluegrass atau rumput bermuda. Kehilangan tanah atas pada tanaman baris 50 kali lebih besar dibandingkan penutup tanah. Hasil tersebut disajikan dalam Tabel 9.10. Tabel 9.10. Pengaruh Pertanaman terhadap Tingkat Erosi Tanah Lokasi Lereng Kehilangan tanah alur tanam Kehilangan tanah lapis atas Negara Bagian % Ton/are Ton/are Lempung berdebu Iowa 9 38 .02 Lempung Missouri 8 51 .16 Lempung berdebu Ohio 12 99 .02 Lempung berpasir halus Oklahoma 7.7 19 .02 Lempung berliat N. Carolina 10 31 .31 Lempung berpasir halus Texas 8.7 24 .08 Liat Texas 4 21 .02 Lempung berdebu Wisconsin 16 111 .1 9.4 49 .09 Tipe Tanah Rata-rata Diadaptasi dari: Shiftlet and Darby, 1985. Jadi, berapa lama pengelolaan lahan yang menyebabkan top soil hilang? Secara kasar setiap erosi 800 ton/ha/tahun kehilangan top soil mencapai 1 dm. Ketebalan duapuluh dm hingga 1.5 cm. Jadi 198 suatu luasan dengan tingkat erosi 800 ton akan kehilangan 1.5 cm lapisan top soil setiap 20 tahun. Karena jumlah ini terdapat pada kehidupan seseorang tiap hari, maka data tersebut tidak tercatat. Pengolahan tanah untuk memproduksi tanaman pertanian, menghadapi masalah utama erosi dan kehilangan kualitas tanah. Praktek pertanian apa pun yang dilakukan terhadap perbaikan lahan gundul akan lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha menutup tanah sepanjang tahun. Satu-satunya perkecualian pada lahan sawah, di mana erosi benar-benar dapat dicegah kehilangannya melalui pemberian air irigasi di permukaan tidak menunjukkan keruh akibat erosi. Wes Jackson telah mengembangkan tanaman biji-bijian tahunan meniru sistim padang rumput yang tetap hijau. Tanaman biji-bijian tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah untuk berkembang, seperti pada biji-bijian semusim. Akhirnya, cara ini adalah merupakan visi baru untuk menghasilkan pangan masa depan dengan memproduksi tanaman biji-bijian tahunan. Para pemulia tanaman perlu menujukan penelitian ke tanaman biji-bijian tahunan untuk menghasilka pangan ketimbangan tanaman biji-bijian semusim. yang menuntut pengolahan tanah. 199 Bab 10. Teknologi dan Aplikasi Pupuk (Referensi Negara India*) Lahan dari satu jenis tanah dikelola dua petani bersebelahan, tidak sama status haranya; karena penerapan sistem budidaya, pengelolaan tanah, aplikasi pupuk, dan lain-lain berbeda, mempengaruhi produktivitas tanah dan hasil tanaman. Jumlah unsur hara utama N, P, dan K terangkut oleh berbagai jenis tanaman berbeda disajikan dalam Tabel 10.1. *) Chrisworld. 19.. Pada berbagai tanaman pertanian di India diperkirakan terangkut (juta ton/tahun): 4.27 nitrogen, 2.13 fosfat, dan 7.42 kalium serta 4.88 kg sulfur (?). Peningkatan hasil melalui perbaikan varietas dan sistim budidaya intensif diikuti penurunan kandungan unsur hara dalam tanah; diperburuk oleh kehilangan melalui erosi dan pencucian. Produksi pupuk nitrogen sintesis meningkat 1.5 juta ton tahun 1975-76; meski di sisi lain bahan organik padat menyuplai 1.5 juta ton nitrogen. Jumlah fosfat, kalium, dan lain-lain yang masuk ke tanah tergolong sedikit. Oleh karena itu butuh masukan, secara alami maupun melalui pemupukan. 200 Tabel 10.1. Jumlah Hara Tanaman Terangkut dari dalam Tanah pada Bebrbagai Jenis Tanaman (Kg/ha) Tanaman Padi Gandum Jawar Bajra Jagung Barley Tebu Kacang Tanah Mustard Linseed Kapas Rami Teh Kopi Tembakau Hasil (kg/ha) 2,240 1,568 1,792 1,120 2,016 1,120 67,200 1,904 672 1,008 448 1,568 896 896 1,456 N P2O5 K2O 34 56 56 36 36 41 90 78 22 19 30 67 45 34 94 22 24 15 22 20 20 17 22 11 12 17 34 13 11 57 67 67 146 66 39 35 202 45 28 33 45 67 28 34 91 Metode utama suplai unsur hara secara hara alami untuk memperbaiki kapasitas produksi adalah melalui: (i) masukan bahan organik ke tanah, yang dalam perombakannya, secara kontinyu menyuplai hara bagi tanaman, dan (ii) mengembalikan unsur hara terangkut melalui aplikasi pupuk. Hal kedua dilakukan di India melalui pemberian pupuk anorganik maupun organik. 201 Pupuk Kandang dan Pupuk Pabrik Pupuk Kandang dan Pabrik Tanah-tanah India umumnya sangat miskin bahan organik, termasuk nitrogen. Lahan defisien fosfat lebih sempit dibandingkan kalium yang lebih luas. Pada tanah-tanah masam pemberian kapur merupakan perlakuan awal meningkatkan produksi tanaman. Bahan-bahan umum digunakan untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah di India adalah: (1) Pupuk Organik Padat: misalnya kotoran hewan atau pupuk hijau, terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik tanah, mengganti dan meningkatkan humus, mempertahankan aktivitas jasad mikro dan menggantikan sebagian kecil hara terangkut atau hilang melalui pencucian dan erosi. Pupuk organik, secara praktis menyuplai unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman, meski seringkali dalam jumlah tidak mencukupi. Hara tanaman dalam pupuk organik dilepas menjadi tersedia begitu diaplikasikan dan mengalami perombakan. Hal sama, berlaku pula pada pupuk hijau (green manure) termasuk melepas nitrogen. (2) Pupuk Anorganik; berupa bahan anorganik konsentrasi tinggi menyuplai satu atau lebih unsur hara esensial makro, seperti nitrogen, fosfor dan kalium. Pupuk anorganik mengandung unsurunsur dalam bentuk mudah tersedia. Dalam istilah sehari-hari, disebut 'bahan kimia', 'pupuk artisifial', 'pupuk pabrik', atau 'pupuk anorganik'. (3) Pupuk Organik Pekat. Beberapa bahan konsentrat, seperti kueminyak, tepung tulang, urin dan darah merupakan jenis bahan organik asli; digunakan sebagai pupuk organik atau bahan anorganik sebagai pelengkap, bukan pengganti satu sama lain. 202 (4) Pupuk Organik Padat. Ciri dan peran bahan organik dan humus dalam tanah telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 10.2 menyajikan kandungan unsur hara rata-rata pupuk organik dan bahan baku organik lain untuk mempertahankan kandungan humus tanah. Tabel 10.2. Kandungan Hara Rata-rata dalam Bahan Organik KOTORAN HEWAN PERSEN KANDUNGAN Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) Bahan: Kotoran ternak, segar Kotoran Kuda, segar Kotoran Domba, segar Nightsoil, segar Manur ternak unggas, segar Limbah kasar, segar Lumpur Limbah, kering Lumpur Limbah, kering aktif Kencing ternak Kencing kuda Kencing manusia Kencing Domba 0.3 - 0.4 0.1 - 0.2 0.1 - 0.3 0.4 - 0.7 0.3 - 0.4 0.3 - 0.4 0.5 - 0.7 0.4 - 0.6 0.3 - 1.0 1.0 - 1.6 0.8 - 1.2 0.2 - 0.6 1.0 - 1.8 1.4 - 1.8 0.8 - 0.9 2.0 - 3.0 - - 2.0 - 3.5 1.0 - 5.0 0.2 - 0.5 4.0 - 7.0 2.1 - 4.2 0.5 - 0.7 0.9 - 1.2 tr. 0.5 - 1.0 1.2 - 1.5 tr. 1.3 - 1.5 0.6 - 1.0 0.1 - 0.2 0.2 - 0.3 1.5 - 1.7 tr. 1.8 - 2.0 203 Tabel 10.2. Lanjutan KOTORAN HEWAN PERSEN KANDUNGAN Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) Abu kayu: Arang Abu, dapur Abu,gurhal Abu, babul wood Abu, casuarina wood Abu, eucalyptus wood Abu, batang tembakau 0.73 0.5 - 1.9 0.1 - 0.2 0.45 1.6 - 4.2 0.8 - 1.3 0.53 2.3 - 12.0 1.5 - 3.1 0.1 - 0.2 2.5 - 3.0 3.5 - 4.5 tr. 1.4 14.0 tr. 5.9 23.8 tr. 2.6 36.0 Lapangan, sisa pabrik dan pemukiman: Kompos desa, kering Kompos kota, kering Manur Pekarangan, kering Filter-press cake 0.5 - 1.0 0.4 - 0.8 0.8 - 1.2 0.7 - 2.0 0.9 - 3.0 1.0 - 2.0 0.4 - 1.5 0.3 - 0.9 0.3 - 1.9 1.0 - 1.5 4.0 - 5.0 2.0 - 7.0 Sisa tanaman: Sekam padi Kulit kacang tanah 0.3 - 0.5 0.2 - 0.5 0.3 - 0.5 1.6 - 1.8 0.3 - 0.5 1.1 - 1.7 204 Tabel 10.2. Lanjutan KOTORAN HEWAN PERSEN KANDUNGAN Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) Jerami dan malai: Bajra Pisang, kering Kapas Jowar Jagung Padi Tembakau Tur, arhar Gandum Tebu trash Abu tembakau 0.65 0.61 0.44 0.40 0.42 0.36 1.12 1.10 0.53 0.35 0.75 0.12 0.10 0.23 1.57 0.08 0.84 0.58 0.10 0.10 1.00 0.66 2.17 1.65 0.71 0.80 1.28 1.10 0.60 1.10 0.31 0.93 Daun pohon, kering: Calotropis gigantea Careya arborea cassia auriculata Dellinia pentagyana Madhuca indica Pongamia pinnata, karanj, honge Pterocarpus marsupium Terminalia chebula 0.35 0.12 0.36 1.67 0.40 2.20 0.98 0.12 0.67 1.34 0.50 3.20 1.66 0.50 2.00 3.69 2.41 2.42 1.97 0.40 2.90 1.46 0.35 1.35 205 Tabel 10.2. Lanjutan KOTORAN HEWAN Terminalia paniculata Terminalia tomentosa Xylia dolabriformis PERSEN KANDUNGAN Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) 1.70 0.40 1.60 1.39 0.40 1.80 1.37 0.30 1.61 Pupuk Hijau, segar: Chavli, lobia, cowpea (Vigna catjang) Dhaincha (Sesbania aculeata) Guar; Clusterbean (Cyamopsis tetragonoloba) Kulthi ; horsegram (Dolochos biflorus) Mathi, moth; moth-bean (Phaseolus aconitifolius Mug, mung; green-gram (Phaseolus aureus) 0.71 0.15 0.58 0.62 .. .. 0.34 .. .. 0.33 .. .. 0.80 .. .. 0.72 0.18 0.53 206 Tabel 10.2. Lanjutan KOTORAN HEWAN Sann, sunnhemp (Crotalaria juncea) Urd, Urid; black-gram (Phaseolus mungo) PERSEN KANDUNGAN Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) 0.75 0.12 0.51 0.85 0.18 0.53 (1) Pupuk Kandang (Farmyard Manure). Pupuk kandang merupakan bahan organik paling banyak digunakan di India. Terdiri dari campuran kotoran ternak, seresah alas kandang ternak, atau sisa-sisa pakan berupa jerami, dan lain-lain yang berserakan di kandang. Lebih dari 50 persen kotoran ternak di India digunakan sebagai bahan bakar, yang berarti hilang dari lahan pertanian. Kotoran ternak, bersama-sama sisa segar dan sampah rumah tangga, mula-mula dikumpulkan dalam bak sampah di belakang rumah, kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir di luar pemukiman. Tumpukan sampah terbuka terhadap sinar matahari, cepat kering dan tidak mengalami perombakan. Sebagian bahan organik kering tertiup angin atau tercuci air hujan. Urin ternak juga tidak dijaga atau disimpan ditempat khusus. Peneliti di Amerika mencatat kandungan unsur dalam tanah dari urin dan kotoran padat sapi, diantaranya kandungan sulfur 50% . Kehilangan N dalam bentuk amoniak akibat fermentasi kotoran ternak serta tercuci ke luar lahan, sangat mengurangi nilai pupuk organik di India, di mana kandungan rata-rata dibandingkan Eropa sebagai berikut: 207 Kandungan dalam persen India Negara-negara Eropa N 0.3 1.0 P2O5 0.15 0.30 K2O 0.3 1.0 Sekitar separuh nitrogen, seper-enam fosfor dan lebih dari separuh kalium tersedia dan berpeluang hilang. Namun demikian, kehilangan nitrogen dan unsur-unsur lain dapat diatasi dengan memasang penyerap sebagai alas kandang ternak, menyimpan kotoran dalam tumpukan batu, mencampurkan jerami dan bahanbahan hijauan, dan menjadikan bedengan padat dan tetap lembab. Bila urin dijaga, maka kehilangan unsur larut melalui rembesan dapat dicegah, bakteri dekomposer jerami tertolong, unsur hara tersedia, dan kehilangan nitrogen diminimalkan. Kapasitas serapan relatif tergantung jenis bahan alas kandang ternak (Tabel 10.3). Tabel 10.3. Kapasitas Serapan Relatif Berbagai Bahan Alas Kandang Ternak BAHAN Jerami gandum Jerami gambut Daun kering Gambut Serbuk gergaji Tanah Pasir JUMLAH AIR (KG) DISERAP OLEH SETIAP KG BAHAN SETELAH 24 JAM DIRENDAM AIR 2.20 2.80 2.00 6.00 4.35 0.50 0.25 Bila urin tidak ditahan dalam alas kandang ternak maka ia mesti disimpan dalam tong dan dimasukkan ke tumpukan pupuk organik. Nitrogen dalam urin terutama dalam bentuk urea, berubah akibat aktivitas jasad mikro menjadi amonium karbonat yang sangat mudah menguap dan hilang. Kehilangan dikurangi bila sejumlah 208 besar pupuk organik dan urin dicampur alas penyerap dan dimampatkan. Ukuran tumpukan: tebal 1 m, lebar 1.3 hingga 1.5 m dan panjang 4.5 hingga 6 m, tergantung jumlah ternak. Isi tumpukan dapat di 'bagi' dan setiap bagian: panjang 3 atau 1.3 m diisi hingga 45 cm di atas permukaan tanah, dan ditutup lapisan 2.5 cm berupa campuran lumpur dan kotoran ternak porsi sama sebagai plester. Sebelum ditutup plester, 4 hingga 5 ember air ditambahkan ke tumpukan pupuk. Plester mencegah kehilangan kelembaban dan nitrogen dan juga mencegah kerubungan lalat. Pupuk organik siap digunakan 4 hingga 5 bulan dari pemelesteran. Kualitas pupuk organik diperbaiki melalui pakan ternak konsentrat. Biji kapas, kue biji kapas, linseed-meal, wheat bran, dedak, kue kacang tanah, gram, horse-gram, dsb., kaya nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan sulfur. Diketahui bahwa dalam urin, kotoran, dan produk lain dalam ternak pekerja dewasa mengandung 80% nitrogen dan unsur-unsur lain. Selain itu, pupuk organik dari alas kandang ternak mengandung unsur lebih sedikit dibandingkan pakan ternak asal jerami kacang-kacangan, biji, dan konsentrat. Di negara lain (di luar India), berbagai pertimbangan dilakukan dalam penggunaan pupuk organik. Kalsium sulfat atau gipsum dan superfosfat dikembangkan sebagai bahan yang dapat mengurangi kehilangan amoniak. Gipsum diketahui sebagai bahan penyerap amoniak. Superfosfat, di samping menyerap amoniak, juga menyuplai fosfor, sehingga meningkatkan kapasitas produksi pupuk organik bagi tanaman. Khusus pupuk kandang berbau tidak sedap secara umum harus diaplikasikan ke tanah tiga hingga empat minggu sebelum tanam. Bila tanah cukup lembab, tersedia cukup waktu untuk perombakan dan perbaikan struktur tanah. Waktu aplikasi terlalu lama sebelum tanam, dapat menyebabkan bau tidak sedap pupuk organik mengalami dekompisisi cepat, tergantung adanya hujan. Tetapi pada kasus tertentu, bisa jadi menyebabkan kehilangan amoniak dan nitrogen. Pupuk organik sedang dalam proses perombakan, tidak dianjurkan diaplikasikan sebelum tanam; khususnya pada tanah-tanah ringan. Tetapi, untuk beberapa kasus, 209 begitu pupuk organik diangkut ke lapangan, segera harus disebar dan dicampur tanah agar tidak kehilangan nitrogen. Pada budidaya sayuran dan buahan, aplikasi pupuk organik sedang dalam proses perombakan, khusus bagi tanaman muda, menunjukkan hasil yang baik. Di Mesir, untuk tanaman kapas dalam larikan, aplikasi pupuk organik terombak ditabur di seputar pangkal pohon sebelum diairi, dimasukkan ke tanah dengan garu tangan. Diperlukan kelembaban cukup untuk proses perombakan bahan organik. Pupuk kandang dapat digunakan pada semua fase pertumbuhan tanaman pada musim hujan, atau bila irigasi cukup. Jumlah pupuk organik untuk tanaman tanpa irigasi bervariasi dari 1.5 hingga 2 gerobak penuh per hektar pada area dengan curah hujan tinggi. Untuk lahan beririgasi, pemberian berkisar 10 hingga 20 gerobak. Tebu, jagung, atau tanaman kebun seperti kentang kunyit, jahe, sayuran dan buahan memerlukan 15 hingga 25 gerobak. Satu gerobak pupuk organik, berukuran 9 meter kubik, berat kurang lebih setengah ton. Perlu dicatat bahwa nilai pupuk kandang tergantung pada kandungan unsur hara utama dan dapat: (i) memperbaiki struktur tanah dan aerasi, (ii) meningkatkan kapasitas pemegangan air tanah, dan (iii) merangsang aktivitas jasad mikro yang menjadikan unsur hara dalam tanah tersedia bagi tanaman. Suplai bahan organik, dikonversi menjadi humus merupakan kegunaan pupuk kandang. Satu ton kotoran ternak dapat menyuplai 2,95 kg nitrogen, 1,59 kg fosfor dan 2,95 kg kalium. Penggunaan hanya pupuk kandang menyebabkan ketidak-imbangan unsur hara berkaitan dengan kandungan fosfor yang relatif rendah. Bagaimanapun, mempertahankan suplai unsur hara esensial siap tersedia, dan juga dalam bentuk 'dikehendaki', disarankan menggunakan bahan organik padat. (2) Pupuk Organik Kompos. Sumber bahan organik lain adalah kompos berasal dari rumah tangga dan sisa kandang ternak. Perombakan adalah proses penguraian sisa hijauan dan hewan (desa atau kota) menjadi bahan cepat digunakan dalam memperbaiki dan 210 memelihara kesuburan tanah. Penelitian di India dan negara lain menunjukkan bahwa pupuk organik dapat diproduksi dari sisa tanaman, seperti jerami (straw) sereal, tunggul (stubble) tanaman, batang (stalk) kapas, kulit (husk) kacang tanah, gulma dan rumput, daun-daun, sampah rumah-tangga, abu kayu, seresah, tanah lantai ternak dibasahi urin, dan senyawa lain. Hijauan kaya selulose dan karbohidrat mudah diperombakan dan nisbah karbon : nitrogen 40 (>1). Aplikasi secara langsung bahan belum terperombakan, atau bahan organik rendah nitrogen, seperti pupuk organik, dapat menyebabkan defisiensi sementara unsur hara (khususnya nitrat dan amonium). Pertumbuhan jasad mikro dipacu, sehingga bersaing dengan tanaman terhadap nitrogen, fosfor, atau unsur hara tersedia lainnya. Oleh karena itu, sebelum pupuk organik diaplikasi, terlebih dulu perlu diperombakan mencapai nisbah karbon : nitrogen antara 10 - 12 hingga 1. Ada dua metode perombakan bahan organik: Pertama dekompisisi aerobik dan kedua anaerobik. Dalam hal kedua metode ini, sisa pertanian digunakan sebagai alas kandang ternak atau bahan penyerap urin lain dalam jumlah banyak. Pada proses aerobik, alas dan tanah tercampur urin diambil setiap hari, dicampur sedikit dengan kotoran ternak dan 2 hingga 3 sendok penuh abu, drainase diatur dan menghasilkan tumpukan setebal 30 atau 45 cm, lebar sekitar 5 m dengan panjang tertentu. Tumpukan dibentuk sebelum musim penghujan. Setelah turun hujan lebat pertama, bahan yang ditumpuk dalam baris 1.2 setiap sisi sepanjang tumpukan di balik dengan penggaruk sehingga lebar permukaan mencapai 2.4 m, dan ketebalan mendekati 1 m. Proses ini mencegah kehilangan kelembaban dan menjamin awal perombakan yang cepat. Setelah 3 hingga 4 minggu, dilakukan pembalikan dan dijadikan tumpukan segar, dengan cara mencampur bagian luar dengan bagian dalam. Setelah lebih satu bulan, tergantung hujan, tumpukan selesai dibalik. Kompos siap digunakan setelah sekitar 4 bulan. Berikut proporsi tiap bahan mentah untuk pembuatan kompos yang baik: 211 Campuran sisa pertanian dan ternak Tanah terendam urin Kotoran ternak segar Abu kayu BERAT TIAP BAGIAN 400 56 60 6 Di Tamil Nadu, 90 kg permentasi kotoran ternak bentuk suspensi encer diberikan bersama 22.50 kg bubuk tulang tiap ton bahan kering. Bila tanah terendam urin dan kotoran ternak tidak tersedia, bahan organik mentah masih bisa diperombakan, seperti daun rontok, daun hancur, sisa dapur, potongan rumput, gulma hijau dan lunak, hancuran gandum, jerami barley dan sereal. Penggunaan tanah asal dan abu kayu atau kapur juga penting dilakukan. Dalam proses anaerobik, campuran sisa pertanian dikumpulkan dalam lubang ukuran tertentu, misalnya 4.5 x 1.5 x 1 m. Setiap hari ditumpuk dalam lapisan tipis, disiram campuran kotoran sapi segar (4.5 kg), abu (140 hingga 170 g) dan air (18 hingga 22 liter) dan dimampatkan. Lubang dipenuhi hingga bahan mentah mencapai 38 hingga 46 cm di bibir atas, kemudian diplester setebal 2-5 cm berupa lumpur campuran lumpur kotoran sapi. Di bawah kondisi tertentu, perombakan menjadi anaerobik dan suhu tinggi tidak terjadi. Senyawa nitrogen tidak larut perlahan-lahan menjadi larut dan bahan karbonat terurai menjadi karbon-dioksida dan air. Kehilangan amoniak diabaikan sebab pada kondisi konsentrasi karbon-dioksida tinggi amonium karbonat adalah stabil. Plester lubang mencegah kerubungan lalat. Kompos yang baik mengandung 0.8 hingga 1 persen nitrogen dan mempunyai semua sifat pupuk kandang. Metode Perombakan Bahan Mentah Bahan yang dibutuhkan adalah campuran sisa tanaman, kotoran dan urin hewan, tanah, abu kayu dan air. Semua sisa hijauan 212 yang ada di lapangan seperti gulma, batang, ranting, bahan pangkasan, sekam, dedak (chaff), sisa pakan ternak (fodder remnants), dan sebagainya, dikumpulkan dan disusun dalam tumpukan (pile). Bahan mengandung kayu keras seperti batang atau tunggul terlebih dulu ditebar di jalan dan dibiarkan dipijak kendaraan traktor atau grader sebelum dijadikan dasar tumpukan. Bahan keras tidak boleh melebihi 10 persen total sisa tanaman. Bahan hijauan lunak dan berair dibiarkan layu selama 2 atau 3 hari untuk menghilangkan air berlebihan sebelum disusun membentuk tumpukan rapat. Selama penyusunan, setiap bahan ditebar rata dengan tebal lapisan sekitar 15 cm tumpukan mencapai ketinggian kurang lebih 1 m dan ketebalan 50 cm. Campuran berbagai bahan sisa hijauan lebih mudah mengalami perombakan.Tumpukan kemudian dipotong tipis secara vertikal dan kurang lebih 20-25 kg ditaruh di bawah alas kandang ternak selama satu malam. Pagi berikutnya alas kandang ternak bersama kotoran dan tanah urin diambil dan dimasukkan ke lubang di mana perombakan dilakukan. Metode Lubang (Pit Method) Langkah-langkahnya sebagai berikut: Tempat dan Ukuran Lubang Tempat yang dipilih untuk lubang kompos harus berdekatan dengan kandang ternak dan sumber air; pada ketinggian agar tidak tergenang air saat musim hujan. Dibuat atap agar kompos terlindung dari hujan lebat. Ukuran lubang: dalam + 1 m, lebar 1.5-2.0 m, dan panjang tertentu. Pengisian Lubang Bahan dari alas kandang ternak di tebar berlapis, setiap lapisan ditebarkan kotoran ternak hancur mengandung 4.5 kg tanah urin dan 4.5 kg inokulum dari lubang kompos umur 15 hari. Sejumlah air (mendekati 90%) disemprotkan ke bahan dalam lubang sampai 213 basah. Lubang diisi lapis per lapis setiap minggu. Dijaga agar tidak terjadi pemadatan. Pembalikan Bahan dibalik 3 kali selama periode perombakan: (i) 15 hari dari pengisian lubang, (ii) 15 hari berikutnya , dan (iii) 30 hari berikutnya. Setiap kali pembalikan bahan dicampur-rata, diberi air agar lembab dan di pindahkan dalam lubang. Metode Tumpukan (Heap Method) Selama musim penghujan atau di daerah bercurah hujan tinggi, kompos dibuat berupa tumpukan di atas tanah. Bila bahan mengandung cukup nitrogen tidak tersedia, pupuk hijau atau tanaman legum seperti sunhemp dimasukkan dalam tumpukan dengan menyebarkan benih setelah pembalikan pertama. Bahan hijauan kemudian dibalik pada pencampuran kedua. Ukuran Lebar bagian dasar tumpukan + 2 m, tinggi 1.5 m dan panjang 2 m. Bagian samping bentuk trapesium dengan bagian atas 0.5 m lebih sempit dibandingkan bagian dasar. Saluran air sempit kadangkadang dibuat sekeliling tumpukan untuk melindungi tumpukan dari angin yang cenderung menyebabkan tumpukan mengering. Pembentukan Tumpukan Tumpukan biasanya diawali dengan lapisan bahan karbon setebal 20 cm seperti daun-daunan, batang jerami, serbuk gergaji, dan ketaman kayu. Lapisan ini kemudian ditutup dengan bahan mengandung nitrogen setebal 10 cm seperti rumput segar, sisa gulma atau tanaman kebun, sampah, manur segar atau kering atau lumpur padat. Disusul dengan lapisan bahan karbon setebal 20 cm dan nitrogen setebal 10 cm hingga tumpukan mencapai tinggi 1.5 m ; dibasahi secara normal sehingga tertumpuk tetapi tidak becek. 214 Tumpukan kadang-kadang ditutupi dengan tanah atau jerami untuk menahan panas dan dibalik dengan interval 6 hingga 12 minggu. Di Korea, tumpukan ditutup dengan plastik tipis untuk menahan panas dan juga membunuh insek. Penghalusan bahan mempercepat perombakan; semua bahan dapat dihaluskan menggunakan mesin penghancur. Penambahan dan Pembatasan Persiapan dalam jumlah besar dapat dilakukan melalui perombakan komunitas yang terlindung hujan dan angin. Jumlah air harus cukup, karena itu metode tumpukan tidak tepat di area bercurah hujan rendah. Perombakan aerobik dikembangkan di mana bahan tidak diragukan untuk periode perombakan yang singkat, tetapi banyak kehilangan bahan organik dan nitrogen. Bagaimanapun nisbah C:N harus dipertahankan antara 30 dan 40 untuk mengurangi kehilangan. Metode Bangalore Persiapan Lubang Dibuat lubang sedalam 1 m; lebar dan panjang lubang disesuaikan tergantung pada tersedianya lahan dan jenis bahan yang akan dijadikan kompos. Pemilihan tempat untuk 1 lubang sama seperti pada metode Indore. Lubang harus disiapkan dengan dinding curam kemiringan lantai 90 cm untuk mencegah terjadi penggenangan. Pengisian Lubang Sisa organik dan lapisan tanah hitam (night soil) diletakkan selang seling, setelah diisi lubang ditutup dengan lapisan sampah setebal 15-20 cm. Bahan dibiarkan dalam lubang tanpa dibalik dan 215 diairi hingga 90 hari. Dibiarkan kondisi reduksi dan diplester dengan lumpur atau tanah untuk mencegah kehilangan kelembaban dan memeram tumpukan. Bahan mengalami perombakan anaerobik pada tingkat sangat lambat dan membutuhkan waktu kurang lebih 180-240 hari. Penambahan dan Pembatasan Produk akhir yang diperoleh lebih banyak dibandingkan proses perombakan aerobik tetapi kehilangan nitrogen dapat ditiadakan. Pekerjaan lebih sedikit seperti membalik tidak diperlukan; pekerjaan hanya untuk menggali dan mengisi lubang. Metode ini membutuhkan waktu panjang sehingga banyak menggunakan lahan. Suhu tinggi merata tidak ada dalam biomas. Demikian pula bau dan kerubungan lalat tidak ditemui. Kompos Sintetis Dalam penyiapan kompos sintetis, nitrogen organik seperti kotoran ternak, dibutuhkan oleh jasad mikro, dapat dilengkapi dengan cara mensubstitusi dengan senyawa nitrogen anorganik seperti amonium sulfat dan urea yang sama efektifnya untuk perombakan bahan karbon menjadi kompos. Proses Adco dalam mempersiapkan kompos sintetis dikembangkan oleh Hutchinson dan Richards berdasar pada prinsip ini. Cara ini memfasilitasi sejumlah besar berbagai bahan sisa organik di mana suplai kotoran hanya sebentar atau tidak ada sama sekali, seperti pada pertanian sistim mekanisasi. Prinsip dasar nisbah C : N dalam pupuk organik disiapkan dapat diaplikasikan penambahan pupuk nitrogen dalam jumlah cukup untuk perombakan. Bahan yang akan diperombakan harus lembab. Dilakukan dengan menyemprotkan larutan pupuk dan diikuti pemberian kapur. Superfosfat ditambahkan untuk menambah kandungan fosfor pupuk organik. Perlakuan dilanjutkan lapis demi 216 lapis hingga penuh dan dibiarkan mengalami fermentasi. Pupuk organik siap diaplikasikan setelah 120-180 hari dan mirip dengan pupuk kandang (farmyard manur) dalam hal reaksinya dalam tanah dan tanaman. Pengkayaan Dengan Fosfor Kompos diperkaya fosfor disiapkan dengan penambahan 5% superfosfat ke dalam lubang kompos. Sumber fosor lain bisa berupa batuan fosfat, tersedia dengan kadar rendah (kurang dari 11% P), dapat digunakan dengan menguntungkan. Selain fosfor, bahan ini juga mengandung kalsium dan unsur mikro. Tepung tulang, mengandung nitrogen dan juga fosfor; yaitu 9-11% P dan 2-4% N. Tepung tulang dikukus lebih mudah digiling dari pada tulang mentah. Ia mengandung lebih sedikit nitrogen tetapi lebih banyak fosfor. Terak baja (basic slag) mengandung kalsium, magnesium dan unsur mikro serta sedikit fosfor. Kulit pisang mengandung 1-1.5% fosfor berdasar kandungan abunya. Pengkayaan Dengan Kalium Debu granit sebagai tepung kalium - terdapat dalam mineral seperti feldspar dapat ditambahkan untuk memperkaya kompos. Kalium dan unsur defisien lain dapat ditambahkan ke dalam kompos melalui pencampuran bahan tanaman kaya unsur tertentu. Sebagai contoh, eceng gondok (water hyacinth), yang kaya akan kalium dan unsur hara tanaman lain. Kulit pisang dan tandan pisamg mengandung 34-42% kalium berdasar kadar abunya, rumput laut kaya akan unsur iodin, boron, tembaga, magnesium, kalsium dan fosfor. Daun-daunan juga merupakan sumber unsur mikro dan perlu mendapat tempat dalam setiap tumpukan kompos. Kulit kentang (potato's peel) kaya akan unsur mikro dan kentang anggur kering mengandung 1% kalium, 4% kalsium dan 1% magnesium. 217 Kompos Cacing (Vermi Composting) Kompos cacing yaitu perombakan sisa organik menggunakan cacing tanah. Cacing tanah dapat mengkonsumsi semua bagian bahan organik. Seekor cacing tanah dengan berat sekitar 0.5 hingga 0.6 g, setiap hari mengkonsumsi sisa tanaman seberat tubuhnya dan mengeluarkan kotoran (kascing) juga seberat yang sama. Dapat diperkirakan bahwa setiap 1000 ton bahan organik segar dapat dikonversikan oleh cacing menjadi 300 ton kompos. Bahan organik mengalami perubahan biokimia yang kompleks dalam intestines dan vermi-composting adalah merupakan teknik perombakan sisa organik padat atau cair yang tidak beracun. Cara ini membantu ongkos daur ulang sisa hewan pertanian dan industri (unggas, equine, kotoran babi dan kotoran ternak lain) menggunakan energi rendah, kotoran bersama-sama kokon dan pakan tidak hancur menjadi vermicasting. Kascing kaya akan unsur hara (N, P, K, Ca dan Mg), juga populasi bakteri dan aktinomiset. Populasi aktinomiset dalam kascing lebih dari 6 kali lebih banyak dari pada tanah asli (Gaur 1982). Tumpukan humus lembab (level kelembaban 30-40 %) dari ukuran 2.4 x 1.2 x 0.6 m, mampu mendukung populasi lebih dari 50,000 cacing. Suhu di kultur bedengan harus berada pada kisaran 200-300oC. Introduksi cacing ke dalam tumpukan kompos tampak mencampur bahan, mengaerasi tumpukan dan hasten perombakan. Pembalikan tumpukan tidak diperlukan, bila ada cacing melakukan pencampuran dan aerasi. Di samping sisa perkampungan dan perkotaan, buangan dari agro-industri seperti perusahaan susu, penyamak kulit, tepung pulp dan kertas, dsb. dapat diperlakukan menggunakan cacing tanah. Kegunaan Cacing Tanah Cacing tanah membantu pemeliharaan keberadaan kompos bagi tanah sehat sebagai berikut: 218 1. Memperbaki kesuburan tanah. 2. Ameliorasi kondisi fisik tanah. 3. Mencampurkan sub-soil dan top soil. 4. Koreksi defisiensi tersembunyi pada tanaman. 5. Daur ulang sampah, limbah lumpur dan air, limbah industri seperti kertas, dan industri pangan serta papan di pedesaan maupun perkotaan. 6. Alternatif makanan tradisional. Spesies Cacing Tanah untuk Perombakan Cacing tanah dibagi atas cacing tanah hidup di permukaan (epigeik) dan dalam tanah (epianesik). Epigeik atau cacing kompos dijumpai di permukaan tanah; cacing ini berwarna coklat kemerahan mis. Lumbricus rubellus (cacing merah). Banyak spesies cacing tanah di dunia yang telah diuji untuk media: Eisenia fetida, Eudrilus eugeniae dan Perionyx excavatus menempati urutan teratas yang menunjukkan kelebihannya mengkomposkan sisa organik. Ukuran kokon Eisenia fetida dan Eudrilus eugeniae tidak sama. Penangkaran Cacing Tanah Cacing tanah ditangkar dan diperoleh dari stok penangkar komersial dalam suatu kotak kayu tipis berukuran 45 x 60 cm, dilengkapi lubang drainase dan disimpan dalam shelves dan tiers. Bahan alas kotak penangkar dibuat dari sisa organik serbuk gergaji, jerami sereal, sekam padi, seresah tebu, bagas, kertas, potongan kayu, sisa coir, rumput, dsb, yang dibasahi dengan air. Campuran lembab disimpan selama 30 hari ditutup karung dan diaduk beberapa kali. Bila fermentasi selesai, ditambahkan manur ayam dan bahan hijauan misalnya daun lamtoro atau eceng gondok. Bahan ditempatkan dalam kotak secara longgar untuk pergerakan cacing dan menjaga kelembaban. Proporsi bahan-bahan berbeda 219 perlu beragam tergantung sifat bahan tetapi kandungan nitrogen final kurang lebih 2.4% harus dbuat dengan nilai pH 20 dan 27oC. Pada suhu tinggi cacing kepanasan dan suhu rendah kedinginan. Peternakan cacing untuk setiap luas permukaan 0.1 m2 dimasukkan dalam kotak sebanyak 100 g cacing. Di samping mereka dapat memakan tumpukan bahan, cacing pada fase ini secara teratur memakan 1 kg pakan sehari setiap cacing seberat satu kg. Pakan yang diberikan bermacam-macam bahan organik termasuk kotoran sapi hancur, manur ayam, daun lamtoro, sisa sayuran dan eceng gondok. Beberapa bentuk proteksi terhadap predator seperti burung, vats, semut, kodok, leeches dan kelabang diperlukan bagi cacing. Perombakan Cacing Dalam Lubang Dibuat lubang ukuran 2 x 1 m dengan sisi miring berdimensi memadai. Perombakan-cacing dilakukan dalam lubang secara in vitro. Kedua hal ini dibahas berikut: Bilah-bilah bambu disusun secara paralel di dasar lubang. Lantai tersusun dari ruji kayu. Drainase perlu berjalan baik sebab cacing tidak dapat hidup pada kondisi tergenang. Dalam hal ini bagian dasar lubang dapat diberi pasir untuk menjaga drainase yang baik. Di atas pasir dilapis dengan tanah lempung yang tebal (15-20 cm). Kemudian lubang diisi sisa organik yang akan dijadikan kompos seperti manur binatang, daunan dan gulma hijau, sisa tanaman, dan lain-lain. Kelembaban isi lubang dijaga dengan menambahkan air sesuai kebutuhan. Cacing dari kotak penangkaran ditaruh dalam sampah organik, cacing segera menyusup ke bawah menuju lapisan tanah. Lubang kompos dibiarkan selama 60 hari. Lubang harus terlindung dari panas matahari dan kelembaban harus dijaga. Dalam 60 hari sekitar 10 kg kascing akan dihasilkan tiap kg cacing. Lubang kemudian dibongkar sekitar 2/3 hingga 3/4 dan gumpalan cacing dipindah dengan tangan atau serok. Disisakan cukup cacing dalam 220 lubang untuk perombakan selanjutnya dan lubang dapat diisi ulang dengan bahan kompos seperti semula.Kompos dikering-anginkan dan diayak agar diperoleh mutu kompos yang baik. Rata-rata kandungan hara kompos-cacing adalah: 0.6-1.20% N, 1.34-2.20% P2O5, 0.4-0.67% K2O, 0.44% CaO dan 0.15% MgO. Kelebihan cacing sisa dipanen dari lubang dapat digunakan untuk lubang lain, dijual kepada petani untuk inokulasi kompos, untuk pakan binatang atau ternak, atau untuk pakan ikan di kolam. Metode Vermi-Kompos dalam Lubang Seleksi cacing tanah: Cacing tanah berasal dari tanah dan kompos lokal dapat dipilih. Ukuran Lubang: Ukuran lubang berdimensi 2 x 1 x 1 m dapat disiapkan. Lubang ini dapat mengandung 20,000-40,000 cacing dan menghasilkan 1 ton manur per bulan (30 hari). Persiapan bedengan cacing: disiapkan lapisan tanah lempung setebal 15-20 cm di atas lapisan hancuran arang dan pasir setebal 5 cm. Lapisan ini ditempati oleh cacing. Inokulasi cacing tanah: Sekitar 100 cacing tanah diintroduksi sebagai kerapatan inokulasi optimum ke dalam lubang kompos ukuran 2 x 1 x 1 m sebagai bedeng cacing. Lapisan Organik: Dibuat dalam bentuk bedeng dengan kotoran ternak segar. Lubang kompos diberi lapisan daunan atau jerami setebal 5 cm. Kelembaban bahan kompos dalam lubang dijaga agar tidak terjadi penggenangan dasar lubang tersebut saat diberi air. Lapisan organik segar: dilkakukan setelah 28 hari dengan sisa organik segar/hijau dapat ditebarkan setebal 5 cm. Praktek ini diulang setiap 3 - 4 hari. Pencampuran bahan sisa dilakukan secara periodik tanpa mengganggu lapisan bedengan cacing di bagian 221 dasar. Lapisan sisa organik segar dapat diulang hingga lubang kompos hampir penuh.Panen kompos-cacing: Saat pemasakan, kelembaban diturunkan dengan menghentikan pemberian air selama 3-4 hari. Hal ini menyebabkan kompos mengering dan cacing pindah ke bedengan tanah. Kompos matang, halus dan lepas dikeluarkan dari lubang, dikeringkan dan dipak. Tingkat aplikasi: Aplikasi kompos-cacing matang disarankan 0.5 ton/ha. Untuk mendukung produksi kompos-cacing saran-saran berikut perlu diikuti: (i) Campuran kotoran ternak, domba, kuda dan sisa sayuran dengan gram bran dan gandum merupakan pakan ideal cacing. (ii) Campuran gram bran dengan kotoran ternak dengan perbandingan 3 : 10 meningkatkan biomas, (iii) Campuran bran gandum dengan kotoran ternak perbandingan 3 : 10 mendukung pertumbuhan cacing. Penambahan sisa dapur dalam proporsi sama meningkatkan populasi cacing. (iv) Lumpur biogas dan ternak unggas ditaruh dengan jumlah sama sangat meningkatkan populasi cacing dan biomas. WAKTU SAMPLING Perlakuanl A: 28 hari 56 hari Bahan mentah (0 minggu) Pwerlakuan B: 28 hari 56 hari Bahan mentah (0 minggu) KARBON ORGANIK % Inokula Tidak si Diinok ulasi TOTAL NITROGEN % Inokula Tidak si Diinok ulasi RASIO C:N Inokula si Tidak Diinok ulasi P TERSEDIA (PPM) Inok Tidak ulasi Diinok ulasi 38.8 31.8 51.9 40.8 39.5 1.79 1.68 1.12 1.28 1.26 21.7 18.9 46.3 31.9 31.3 - - 25.2 18.1 48.9 38.9 26.8 0.74 0.85 0.38 0.47 0.52 34.1 21.3 128.6 82.8 51.3 109 122 93 107 Sumber: Indian Agricultural Research Institute, New Delhi. 222 Perombakan-Kompos Cacing In-vitro Disebut pula sebagai biokonversi dalam tanah. hal berkaitan dengan aplikasi pada dosis dasar (5 ton/ha) kascing dan ditutup dengan lapisan bahan organik setebal 2.5 cm. Lapisan bahan organik (kotoran sapi atau lumpur segar) diikuti oleh lapisan seresah tebu, sisa tanaman, atau sisa kota setebal 10 cm. Cacing hatch out dalam 10 hari.Perombakan-cacing sisa pertanian telah diteliti dengan tujuan menggunaan cacing untuk perombakan dan penelitian telah dilakukan di Indian Agricultural Research Institute, New Delhi. Penggunaan dan efisiensi cacing tanah dalam perombakan sisa pertanian telah dipelajari. Dua percobaan dilakukan dengan mencampur bahan organik. Percobaan A, berupa bahan hijauan seperti rumput dan daun Leucaena dicampur tanah dan kertas. Percobaan B, 4 kg bahan kompos mengandung 2 kg jerami padi, 1 kg tanah, 500 g pucuk, dan 500 g shredded paper dan dihamparkan di dasar lubang. Dasar lubang dilapisi pucuk agar kelebihan air dapat diperkolasi. Kompos lubang dijaga kelembabannya agar tidak tergenang. Setelah 10 hari dari awal perombakan, cacing (Eisenia fetida) tampak dari M/s Biogenic Ltd., Mumbai di mana diintroduksi 100 cacing/lubang. Setelah cacing masuk ke lapis bedeng cacing, lubang ditutp dengan selapis tipis tanah. Hasil kedua perlakuan (Table) menunjukkan bahwa introduksi cacing di tumpukan bahan organik dijumpai membantu perombakan. Karbon organik berkurang pada interval perombakan yang berbeda. Kompos yang dinokulasi menunjukkan kandungan nitrogen yang menarik dan nisbah C:N menyempit ke level yang desirable. Cacing juga aktif dalam perombakan pada nilai nisbah kompos C:N tinggi mendekati 51 terkecuali dengan adanya cacing nilai nisbah turun drastik mencapai 21. Penggunaan cacing juga meningkatkan ketersediaan fosfor dalam kompos. Penggabungan penggunaan fungi selolitik dan 223 cacing tanah menunjukkan hasil lbih baik daripada mereka sendirisendiri. (3) Kompos kota. Tahun-tahun mutakhir, perombakan sampah kota dalam skala besar dan night-soil dalam konstruksi selokan diangkut ke luar pemukiman secara sukses dari persampahan kota besar maupun kecil. Selokan, dengan lebar 1 hingga 1.2 m, dalam 75 cm dan panjang menyesuaikan, diisi dengan lapisan night-soil, sampah kota dan tanah. Kompos berakhir sekitar tiga bulan. Gambar berikut merupakan konversi volume-berat yang dijumpai dalam penyiapan pembuatan kompos kota. (4) Lumpur dan Comberan. Limbah cair, seperti lumpur dan comberan mengandung unsur hara tanaman dalam jumlah besar dan digunakan untuk pertanaman tebu, sayuran dan tanam polong di pinggiran kota besar dengan mengoperasikan budidaya tanaman comberan. Di banyak tempat, lumpur yang tidak larut didapati menjadi kuat untuk pertumbuhan tanaman sehat dan bila mengandung bahan organik siap dioksidasi, secara aktual mengurangi nitrat tersedia dalam tanah. Penghambatan masih lebih besar bila comberan digunakan di lahan tanpa perlakuan primer. Tanah secara cepat menjadi 'sakit comberan, sewage sick' terbentuk gumpalan mekanik oleh bahan koloidal dalam comberan dan perkembangan bakteri anaerobik yang tidak hanya mengurangi nitrat yang telah ada dalam tanah tetapi juga memproduksi alkalinitas. Kontaminasi bakterial membuat bahan makanan sayuran mentah pada comberan yang tidak diperlakukan menjadi berbahaya bagi kesehatan. Untuk bukti ini, sekarang biasa diatur konstruksi septic tank di mana comberan dapat dibenarkan membiarkan bahan padat porsi lebih berat berada dalamnya, atau melakukam fermentasi lebih dulu. Bahan keluar dari settling-tank, bagaimanapun, masih membawa sejumlah besar bahan koloidal, dan deposit comberan yang berada dalam tank dari nilai pupuk rendah sering menonjol. Gangguan ini dapat dikeluarkan melalui aerasi comberan dalam settling-tank dengan menghembuskan udara ke dalamnya. Comberan yang 224 berada di bagian bawah dalam proses ini disebut 'lumpur diaktifkan, activated sludge'. Telah dapat ditandai dari upaya 'oksidasi cepat' bahan organik yang terdapat dalam comberan segar. Juga terhadap keterbukaan dan terhadap basis berat-kering, mengandung 3 hingga 6 persen N, sekitar 2 persen P2O5 dan 1 persen K2O dalam betuk segera tersedia bila diberikan ke tanah. Hal yang sama, aliran menjadi jernih, cairan tanpa bau mengandung nitrat dalam larutan, dan semua bakteri pembawa penyakit yang ada sebelumnya dapat disingkirkan. Baik lumpur diaktifkan maupun cairan dapat digunakan dengan aman untuk pupuk dan irigasi tanaman. Bagaimanapun, tanpa ada kekhawatiran seharusnya tanaman budidaya comberan dapat dimakan tanpa dimasak. (5) Night-Soil atau Poudrette. Sangat banyak kota di India dilengkapi dengan saluran comberan. Sanitari pembuangan nightsoil dengan kontrol efektif terhadap bau tak sedap dan gangguan lalat, merupakan masalah serius di seluruh negeri. Ketika kotoran manusia menjadi sumber potensial untuk perbaikan tanah, badan otorita kesehatan masyarakat di banyak kota membuat rancangan untuk konservasi dan konversi ke dalam bentuk aman sebagai manur. Hidrasi night-soil, atau dicampur bahan penyerap, misalnya tanah, abu, arang, atau serbuk gergaji, memproduksi poudrette yang mudah digunakan sebagai manur. Campuran night-soil dengan volume sama dan 10 persen serbuk arang menghasilkan bahan tanpa bau, mengandung 1.32 persen kalium dan 24.2 persen kapur. Penambahan 40 hingga 50 persen serbuk gergaji ke dalam night-soil secara langsung menghasilkan pouderette kering, masam, yang mungkin mengandung 2 atau 3 persen nitrogen. Kuantitas potensi bahan pupuk tahunan dalam night-soil dari populasi penduduk India 600 juta diduga kurang lebih 8.1 juta ton bahan kering mengandung 0.4 juta ton nitrogen, 0.25 juta ton fosfat, dan 0.17 juta ton kalium. (6) Pupuk Hijau. Selain upaya khusus meningkatkan suplai manur pertanian dan kompos, suplai manur organik lain bermasalah dan 225 sringkali lebih banyak biaya. Pupuk hijau, yang memungkinkan, adalah pelengkap utama untuk maksud menambahkan bahan organik ke tanah. Hal ini meliputi penanaman tanaman cepat tumbuh dan pembenaman serta pencampurannya ke dalam tanah.Tanaman pupuk hijau menyuplai bahan organik seperti halnya penambahan nitrogen khususnya tanaman leguminosa yang mampu menangkap nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri bintil akar. Suatu tanaman leguminosa menghasilkan 8 hingga 25 ton pupuk hijau per hektar akan menambah kurang lebih 60 hingga 90 kg nitrogen bila dibenamkan. Jumlah ini sama dengan aplikasi tiga hingga 10 ton pupuk kandang berdasar pada bahan organik dan kontribusinya terhadap unsur nitrogen. Tanaman pupuk hijau juga melakukan pencegahan terhadap erosi dan pencucian. Tanaman umumnya digunakan untuk pupuk hijau di India adalah: eceng-eceng (Crotalaria juncea), turi (Sesbania aculeata), kacang cluster (Cyamopsis tetragonoloba), senji (Melilotus parviflora), kacang tunggak (Vigna catjang, V. sinensis), horse-gram (Dolichos biflorus), pillipesara (Phaseolus trilobus), berseem atau Egyptian clover (Trifolium alexandrinum). Lentil (Lens esculenta) direkomendasikan di Kashmir untuk pupuk hijau tanaman padi. Eceng-eceng merupakan tanaman pupuk hijau yang paling popular. Ia digunakan d semua tempat untuk tanaman tebu, kentang, tanaman kebun, dan padi musim kedua di bagian selatan serta gandum beririgasi di bagian utara. Turi digunakan secara luas di Assam, Bengal dan Tamil Nadu. Tumbuh baik pada tanah alkalin mapun tanah sawah. Kacang cluster, berseem dan senji dilakukan dengan baik di Punjab, Uttar Pradesh, Rajas than, Delhi dan beberapa bagian dari Madhya Pradesh. Berseem baik untuk tanaman hias dan tanaman kapas beririgasi ditanam musim semi dan panas seperti di Punjab dan Uttar Pradesh. Kacang tunggak dan horse-gram digunakan untuk penghijauan secara alami sangat cocok untuk kondisi tanah dan iklim setempat. Sangat sering, berseem, senji dan lucerne (Medicago sativa), dan kadang-kadang sunnhemp ditanam sebagian sebagai dan sebagian sebagai pupuk hijau. Dalam hal tanaman semusim senji dan berseem osatu atau dua pangkasan dipakai sebagai green-foedder. 226 Lucerne yang ditanam untuk dua atau tiga tahun, dipotong tujuh hingga delapan kali untuk kepentingan yang sama. Dalam hal sunnhemp, pucuknya dijadikan pakan ternak. Kesemuanya itu, (akar dan pangkasan) dicampurkan ke dalam tanah. Residu tanaman mengandung sejumlah nitrogen, fosfor, kalium dan unsur hara lain, di samping bahan organik. Dalam hal tanaman hias, pupuk hijau semusim harus ditanam untuk waktu tertentu di bawah naungan pohon dan perkembangan buah. Bentuk polong menempati menu tersendiri di India, dan umumnya tumbuh sebagai tanaman murni dalam rotasi atau campuran dengan serial, biji minyak, dan tanaman serat. Akar dan tajuk tanaman leguminosa polong yang dimasukkan ke dalam tanah merupakan sejumlah kecil bahan organik kaya nitrogen. Pemasukkan kacang-tanah di sentra tanaman kapas, bagian selatan dan utara India, penumbuhan varietas ming (Phaseolus aureus) genjah sebelum gandum di Uttar Pradesh, dan gandum dan rabi jowar di Marathwada bagian Bombay penanaman kacang dalam tegakan kapas beririgasi di Uttar Pradesh, dan penanaman sunnhemp dalam tegakan padi di Andhra Pradesh, Tamil Nadu dan bagian Karnataka, atau kecipir (Dolichos lablab) di area dataran padi di Maharashtra, merupakan praktek perbaikan tanah yang bernilai. Semua tanaman leguminosa menjadikan tanah mempunyai sifat fisik yang baik dan lebih kaya akan nitrogen. Penanaman kacang polong bersama sereal di seluruh India, tumpangsari kapas dengan kacang tanah dengan tur (Cajanus indicus) di bagian tengah dan selatan, Tau dengan cluster-, mung-, dan moth-bean (Phaseolus aconitifolus) di Punjab dan bagian tetangganya; pertumbuhan gandum dicampur dengan kacang dan gram di bagian utara dan sentral India; dan penanaman fodder sorghum dicampur dengan Dolichos lablab di beberapa tempat di Tamil Nadu juga memperkaya tanah. Di lokasi dekat hutan di Tamil Nadu, Karnataka dan Andhra Pradesh, tanaman padi sering dipupuk dengan daunan pohon hutan. Ia dimasukkan ke dalam tanah saat penyiangan. Pada tahun terakhir, penyebaran dilakukan terhadap tanaman Glyricidia 227 maculata dan Sesbania speciosa dibatas areal tanaman padi atau di lokasi kosong untuk menghasilkan pupuk hijau bagi tanaman padi. Penanaman dari biji atau stek, potongan sepanjang 2 m, masing-masing tanaman Glyricidia disebut sebagai penyumbang stek sekitar 6 hingga 12 kg pupuk hijau. Hal ini cocok dilakukan pada tanah hitam maupun merah. Sama untuk pembibitan Sesbania speciosa ditanam sepanjang 10 cm pada batas area tanaman padi menghasilkan 1,000 hingga 2,500 kg daun hijau untuk pupuk tanaman padi seluas 0.4 ha. Hanya dibutuhkan 115 g untuk menghasilkan benih cukup untuk batas tiap dua hektar tanaman padi. Dalam area tanaman padi tertentu, Pongamia pinnata (karanji), Tephrosia, Terminalia dan tanaman pohon lain menghasilkan jumlah daun yang banyak ditanam untuk pupuk hijau. Di daerah Malabar bagian Tamil Nadu, Indigofera teysmanni tumbuh menghasilkan pupuk hijau untuk tanaman padi. Untuk perombakan pupuk hijau, penting bahwa bahan hijauan harus sukulen dan kelembaban tanah yang cukup. Pada fase pembungaan, tanaman mengandung bahan organik sukulen dengan nisbah karbon : nitrogen rendah. Pencampuran pupuk hijau ke dalam tanah pada fase ini secara cepat menambahkan N dalam bentuk tersedia. Dengan waktu, persentase bahan karbon dalam tanaman meningkat dan nitrogen menurun. Bila bahan dengan nisbah C/N tertentu dimasukkan ke dalam tanah dengan bajak, jasad mikro melakukan perombakan, melepas N dan unsur hara lain dan menyebabkan defisiensi unsur hara temporer. Kadang-kadang methi atau dhaincha ditanam di antara barisam tanaman tebu tanaman pertama, atau cluster-bean ditanam di antara barisan tanaman kapas Amerika beririgasi. Ketika tanaman legum berumur lima hingga enam minggu, mereka dibenamkan ke dalam tanah. Tanaman tebu dan kapas dinyatakan memperoleh keuntungan dari tanaman legum. Penghancuran pupuk hijau menunjukkan bahwa ia adalah penyedia pupuk terbaik dan menguntungkan tanaman budidaya. 228 Peningkatan hasil setelah aplikasi pupuk hijau berkisar antara 30 hinggat 50 persen. Nilai pupuk tanaman legum bisa ditingkatkan bila ia diperkaya dengan superfosfat. Praktek ini bukan hanya meningkatkan P pupuk hijau, tetapi juga membantu pertumbuhan semua tanaman, melalui konversi pupuk anorganik ke pupuk organik. Ia juga mempunyai efek residual yang jelas. Pupuk Anorganik Meskipun langkah-langkah khusus telah dilakukan untuk meningkatkan suplai pupuk kandang dan organik padat lain, namun jumlah tersedia tidak mencukupi kebutuhan. Pupuk anorganik tetap dikembangkan, dengan pertimbangan mudah dibawa, relatif mudah tersedia dan kemungkinan aplikasinya secara proporsional cocok untuk tanaman dan tanah yang berbeda. Perkembangan impor dan produksi lokal pupuk anorganik disajikan dalam Table 10.4. Sedang jenis pupuk yang umum digunakan disajikan pada Tabel 10.5. Table 10.4. Produksi dan Konsumsi Pupuk Impor Nitrogen (N), Fosfat (P2O5) dan Kalium di India* TAHUN 1951 - 52 1955 - 56 1961 - 62 1962 - 63 1963 - 64 1964 - 65 1965 - 66 1966 - 67 1967 - 68 1968 - 69 1969 - 70 1970 - 71 1971 - 72 1972 - 73 N PRODUKSI P2O5 K2O IMPOR N P2O5 ('000 tonnes) 29 54 142 252 10 226 12 233 12 326 14 -632 148 867 349 842 138 667 94 477 32 481 248 565 204 K2O N KONSUMSI P2O5 K2O 16 80 145 178 222 240 233 308 736 716 716 830 952 1,060 11 12 66 80 107 131 111 145 194 222 222 229 278 326 8 10 32 40 64 57 85 118 270 213 120 120 268 325 N.A N.A. 61 83 116 149 132 249 335 382 416 541 558 581 229 N.A. N.A. 250 333 377 555 575 738 1,035 1,205 1,356 1,479 1,798 1,840 N.A. N.A. 28 36 51 69 77 114 170 170 210 236 300 348 1973 - 74 1974 - 75 1975 - 76 1,060 1,200 1,508 323 350 320 659 885 950 - 215 280 337 370 443 267 1,829 1,835 2,149 650 537 467 360 356 278 * Indian Agric. in brief - 14th Edn. and FAI annual Review - 1975 – 76 and Department of Agriculture. Table 10.5. Jenis dan Komposisi Pupuk Digunakan di India (a) Pupuk N-Tunggal Pupuk Natrium Nitrat Amonium Sulfat Amonium nitrat Amonium sulfat nitrat Amonium khlorida Anhydrous amoniak Urea (biuret = 1.5%) Urea (Terselimut) Kalsium amonium nitrat(25%N) Kalsium amonium nitrat(26%N) Kalsium amonium nitrat(28%N) Nitrogen Nitrat (%) Nitrogen Amoniak (%) 15 - 16 17 - 18 6.5 - 20 - 21 17 - 18 19.5 25 - 26 99.0 - Nitrogen Amida (%) 46.0 45.0 12.5 12.5 - 25.0 13.0 13.0 - 26.0 14.0 14.0 - 28.0 230 Total N 15 - 16 20 - 21 17 - 18 26 25 - 26 99.0 46.0 45.0 (b) Pupuk Fosfat-Tunggal Pupuk Singgel Superfosfat (16%) Singgel superfosfat (14%) Tripel superfosfat Dikalsium fosfat Tepung Tulang (mentah) (Total P2O5 = 20%) (Total N = 3%) Tepung Tulang Dikukus (Total P2O5 = 22%) Fosfat Batuan (Total P2O5 = 20%) Kalsium Magnesium Fosfat Fusi Pelophos (Total P2O5 = 17.0%) Fosfat Larut dalam Fosfat Larut Fosfat Oksida Amonium Sitrat dalam Asam (P2O5 ) Larut Air Netral Sirat 2 % (% berat) (% berat) (% berat) 16.0 16.5 14.0 14.5 42.5 44.0 - - 8.0 - 16.0 - - 26.0 - - - 16.5 - 16.0 - 231 (c) Pupuk Kalium khlorida (kalium muriat) Kalium sulfat Kalium schenite Pupuk Kalium-Tunggal Kandungan Kalium (% berat) Total khlorida (% berat) Kandungan Natrium khlorida (% berat) 60.0 - 3.5 48.0 23.0 2.5 2.5 2.0 1.5 Nitrogen (% berat) Fosfat Larut Fosfat Amonium Pupuk Bentuk Larut Air Sitrat Bentuk Bentuk Urea (% berat) Netral (% Amoniak Nitrat (amida) berat) Diamonium fosfat (18 - 46 - 0) 18.0 41.0 46 Amonium fosfat sulfat(16 - 20 19.5 20.0 – 0) Amonium fosfat sulfat (19.5 18.0 17.5 19.5 19.5 - 0) Amonium fosfat sulfat nitrat 17.0 3.0 17.0 20.0 (20 - 20 - 0) Amonium fosfat sulfat (18 - 9 18.0 8.5 9.0 – 0) Nitrofosfat (20 - 20 - 0) 10.0 10.0 5.4 20.0 Urea amonium fosfat (28 - 28 9.0 19.0 25.2 28.0 0) Urea amonium fosfat (24 - 24 7.5 16.5 20.4 24.4 0) Urea amonium fosfat (20 - 20 6.4 13.6 18.0 20.0 0) Monoamonium fosfat 11.0 44.2 52.0 232 (d) Pupuk Kompon N-P (e) Pupuk Kompon N - P – K Pupuk Nitrogen (% berat) Fosfat (% berat) Kandung an Bentuk Fosfat Fosfat Larut Bentuk Bentuk Amonia Larut Air Amonium Kalium Nitrat Urea k Sitrat Netral (% berat) Nitrofosfat dg kalium (18 - 18 - 9) 9.0 9.0 - 4.9 18.0 9.0 Nitrofosfat dg kalium (15 - 15 - 15) 7.5 7.5 - 4.0 15.0 15.0 10.0 - - 22.1 26.0 26.0 12.0 - - 27.2 32.0 16.0 14.0 - - 30.6 36.0 12.0 7.0 - 15.0 19.6 22.0 11.0 14.0 - - 29.0 33.0 14.0 5.0 - 12.0 15.0 17.0 17.0 8.0 - 6.0 25.2 28.0 14.0 6.5 - 4.6 19.8 22.0 22.0 5.6 - 13.4 16.2 19.0 19.0 NPK (10 - 26 - 26) NPK (12 - 32 - 16) NPK (14 - 36 - 12) NPK (22 - 22 - 11) NPK(14 - 35 - 14) NPK (17 - 17 - 17) NPK (14 - 28 - 14) NPK (11 - 22 - 22) NPK (19 - 19 - 19) (f) Unsur Mikro Pupuk seng sulfat Tidak Larut Seng sbg Timbal sbg Tembaga sbg Air 'Zn' 'Pb 'Cu' (% berat) (% berat) (% berat) (% berat) 1.0 21.0 0.003 233 0.1 Magnesium sbg 'Mg (% berat) pH 0.5 >4 Pupuk Nitrogen Anorganik Menurut tujuan dalam mana mereka dikombinasikan dengan unsur lain, pupuk nitrogen dibagi dalam empat grup: (1) nitrat, (2) amoniak dan garam amonium, (3) senyawa kimia mengandung nitrogen dalam bentuk amida, dan (4) produk samping tanaman dan binatang. Natrium Nitrat: Dikenal sebagai nitrat 'Chili'. Merupakan pioner pupuk nitrogen yang penting. Dijumpai sebagai deposit alami di bagian utara Chili dan dihaluskan sebelum pengapalan. Produk halus mengandung sekitar 16 persen nitrogen dalam bentuk nitrat, yang merupakan bentuk langsung tersedia bagi tanaman. Alasan ini, ia mempunyai nilai pupuk nitrogen yang tinggi bila diaplikasikan sebar langsung di permukaan tanah atau samping tanaman, khususnya tanaman muda dan kebun sayuran. Bila memerlukan nitrogen segera tersedia untuk pertumbuhan tanaman cepat namun mudah mengalami pencucian ke luar lapisan tanah. Untuk gandum, jagung, barley, kapas, tebu, dan lain-lain, akan lebih menguntungkan pemakaian amonium sulfat. Natrium nitrat khusus digunakan untuk tanah masam. Penggunaan berlebihan dan terus menerus menyebabkan deflokulasi dan berkembang pada kondisi fisik jelek pada daerah dengan curah hujan rendah. Ia bisa disimpan dalam gudang kering. Tepung Tulang. Penggunaan tulang segar sebagai pupuk tanaman pohon buahan telah dipraktekkan sejak lama di India. Penguburan tulang belulang binatang di bawah pohon buahan diketahui memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan dan pembungaan. Sebelumnya, sejumlah besar tulang diekspor dan kemudian ekspor menurun sejak dijadikan tepung (digiling) untuk digunakan secara luas sebagai pupuk fosfat. Tepung tulang ada dua bentuk: (i) mentah, dan (ii) dimasak (dikukus). Pengukusan tulang di bawah tekanan mengeluarkan lemak, gemuk, nitrogen dan senyawa lem. 234 Tepung tulang mentah mengandung sekitar 4 persen nitrogen organik bereaksi lambat serta 20 hingga 25 persen fosfor aksida tidak larut. Tulang kukus lebih rapuh, mudah digiling, dan lebih meningkatkan ketersediaan fosfor, meski masih sangat tergantung pada tingkat penghalusannya. Tepung tulang mengandung 1 hingga 2 persen nitrogen dan 25 hingga 30 persen fosfor oksida,ukuran kehalusan partikel tidak lebih dari 3/32 inci, sehingga sangat cocok sebagai pupuk; namun bila lebih halus lagi dapat lebih mempercepat ketersediaan P2O5 bagi tanaman. Tepung tulang bereaksi relatif lambat, sehingga tidak efisien bila diberikan setelah tanam dan harus dicampur-ratakan dengan tanah agar lebih reaktif. Bila diaplikasikan saat tanam atau beberapa hari sebelum tanam maka perlu disebar-rata (broadcast) di permukaan tanah. Tepung tulang sangat cocok diaplikasikan khususnya pada tanah masam; dan termasuk pupuk yang aman untuk semua tanaman. Di beberapa tempat, charred dan tepung tulang digunakan sebagai pupuk. Meng-arangkan menghilangkan kurang lebih separuh nitrogen, tetapi menyisakan seluruh P2O5 dalam bentuk cepat tersedia. Tanpa alat untuk mengukus dan menggiling, meng-arangkan mudah diangkut meski ke desa terpencil sekalipun. Pupuk Kalium Semua tanah di India mempunyai kandungan kalium yang cukup. Pupuk kalium hanya diberikan pada tanah-tanah yang menunjukkan defisiensi atau respon terhadap pemberian kalium, seperti tanah pasir. Mereka juga diaplikasikan ke tanaman tertentu, seperti tembakau, kentang, bawang merah, dan pohon buahbuahan, untuk memperbaki kualitas dan penampakan produk. Pupuk kalium yang umum digunakan adalah: (i) kalium muriat (kalium khlorida), dan (ii) kalium sulfat. Berada dalam air laut atau danau sebagai deposit garam. Deposit garam terbesar dijumpai di Stassfurt, Jerman; laut Kaspi (Rusia), laut mati (Palestina) dan 235 beberapa tempat di Kalifornia, Meksiko Baru, Perancis dan Sepanyol.Kalium Muriat: Berupa bahan kristalin mengandung 50 hingga 63 persen kalium oksida (K2O), seluruhnya mudah tersedia. Meski kelarutan tinggi dalam air, ia tidak mudah hilang karena dijerap di permukaan koloid. Kalium diaplikasikan saat tanam atau sebelum tanam. Kalium Sulfat: Dibuat melalui pencampuran kalium khlorida dengan magnesium sulfat. Meski memerlukan lebih banyak biaya, ia mengandung 48 hingga 52 persen K2O, bersifat mudah larut dalam air dan tersedia bagi tanaman. Dapat diaplikasikan setiap saat setelah tanam, tetapi tidak boleh dicampurkan pada benih. Lebih baik dari kalium muriat bagi tanaman tembakau, lombok, kentang, dan buah-buahan, bila menginginkan kualitas prima. Sumber Kalium Lain: Abu kayu, abu kotoran ternak, hancuran dedaunan, batang tembakau dan eceng gondok (water hyacinth); tergolong sumber kalium indigenous. Abu kayu tidak tercuci mengandung 5 hingga 6 persen kalium dalam bentuk kalium karbonat (bersifat alkalin), 1 hingga 2 persen fosfor oksida dan 25 hingga 30 persen kapur (CaO). Kalium karbonat dalam abu kayu mengurangi kemasaman tanah sebagai kapur. Kulit kacang tanah (groundnut shell), sekam padi (paddy husk) dan abu ampas tebu (bagasse) yang berlimpah di sekitar penggilingan padi dan pabrik gula, mengandung kalium dan sejumlah fosfor oksida. Batang tembakau giling mengandung 2 hingga 3 persen nitrogen dan 6 hingga 10 persen kalium dalam bentuk cepat tersedia. Eceng gondok berlimpah sebagai gulma dalam kolam air tawar di Bengal, Assam, Tripura dan Malabar (Kerala). Bila dikeringkan, ia mengandung 1 persen nitrogen, 4 persen kalium dan sedikit fosfor.Amandemen Tanah. Kapur umumnya digunakan untuk mengatasi masalah kemasaman tanah, memperbaiki kondisi fisik tanah dan membantu aktivitas jasad mikro. Hal sama, gipsum digunakan mereklamasi tanah 'alkalin' lahan bekas laut atau memperbaiki struktur tanah liat berat. Kesemua ini disebut amandemen tanah. 236 Pupuk Kompon. Pupuk kompon mengandung bahan nutrisi ganda, menyuplai dua atau tiga hara bersamaan. Bila unsur nitrogen dan fosfor rendah dalam tanah, maka dapat digunakan pupuk kompon, misalnya amofos yang mengandung 16 persen N dan 20 persen P2O5. Kandungan unsur berbagai pupuk kompon (lihat Tabel 5). Pupuk Campur. Pupuk campur mengandung dua atau lebih bahan pupuk pada porsi yang tepat, bisa disesuaikan dengan kondisi defisiensi hara, lebih imbang, dan dalam pengaplikasiannya hanya butuh sedikit pekerja dibandingkan pupuk tunggal yang diberikan sendiri-sendiri. Bila campuran mengandung semua tiga unsur utama (N, P dan K), maka disebut sebagai pupuk komplit. Beberapa pabrik membuat campuran khusus untuk tanaman tertentu, misalnya gandum, tebu, padi, kentang, buahan dan sayuran. Nama dagang seperti Amofos, Nicifos dan Nitrochalk dikembangkan untuk produk khusus. Di negara di mana insektisida, fungisida dan herbisida, seperti DDT, BHC dan garam air raksa atau tembaga dan 2,4-D, kadang-kadang dicampurkan dalam pupuk. Bila tidak ada biaya untuk membeli pupuk kompon, maka dapat dilakukan pencampuran pupuk tunggal, asal diramu pada porsi yang benar. Pembuatan pupuk campuran membutuhkan pengetahuan tentang sifat perilaku dan reaksi senyawa bahan tunggal pada kondisi iklim dan tempat penyimpanan. Bagaimanapun pembuatan pupuk campuran di lapangan atau di rumah, harus hati-hati untuk mengantisipasi tidak terjadi reaksi, reaksi in-kompatibel, pencampuran mengakibatkan hilangnya beberapa unsur pupuk menjadi gas, perubahan hara larut menjadi tidak larut, atau menyebabkan terjadi penggumpalan. Sebelum pencampuran dilakukan, maka perlu diketahui informasi berikut: 237 Pupuk/Bahan Pupuk yang tidak Boleh Dicampurkan 1 2 3 4 5 6 Amonium sulfat, amonium khlorida, pupuk amoniak lain dan pupuk organik nitrogen dengan kapur. Natrium nitrat atau Kalium nitrat dengan Superfosfat. Kapur-Nitro derngan Superfosfat atau Kapur. Amonium sulfat-nitrat dengan Kapur. Urea dengan Superfosfat. Superfosfat dengan Kapur atau Kalsium karbonat atau abu kayu. Amonium nitrat adalah bahan kimia mudah meledak dan berbahaya bila dilakukan pencampuran. Campuran mengandung nitrat lain harus dibuat hanya dalam jumlah tertentu yang digunakan secara tepat, cepat, dan hati-hati. Bahan mudah menyerap air, sehingga sulit disimpan dengan baik. Tepung tulang, kalium sulfat, dan kalium muriat dapat dicampurkan secara aman dengan semua jenis pupuk. Petunjuk atau informasi tentang metode pencampuran, agar konsultasi dengan Fakultas Teknologi Pertanian atau Departemen Pertanian. Cara dan Waktu Aplikasi Pupuk Pupuk organik padat harus diaplikasikan sebelum tanam, karena itu perombakan awal harus dilakukan sebelum benih berkecambah. Kegagalan aplikasi sebelum tanam, kemungkinan karena pupuk diaplikasikan sebelum benih tumbuh stabil. Bentuk pupuk terbaik adalah tepung; aplikasi harus diikuti kelembaban tanah yang cukup dan perombakan berjalan cepat. Dalam hal pupuk anoganik, untuk pupuk kalium dan fosfat aplikasi terbaik dilakukan sebelum tanam atau pindah tanam. Pupuk nitrogen dapat diaplikasikan saat tanam maupun setelah tanam. Aplikasi split khusus untuk pupuk nitogen dilakukan pada tanaman beririgasi atau tanaman di daerah bercurah hujan tinggi. 238 Aplikasi pupuk sebelum tanam harus disebar rata dan dibenamkan ke dalam tanah. Dalam hal pupuk mengandung fosfat larut, aplikasi dilakukan pada jarak 2.5 hingga 5 cm di bagian kiri kanan baris tanaman dengan kedalaman10 hingga 15 cm, lalu ditutupi tanah untuk mengurangi fiksasi fosfat. Juga praktek yang baik dilakukan dengan cara mencampurkan superfosfat dengan manur lahan pertanian (farmyard manure) sebanyak 18 hingga 22 kg setiap ton sebelum diaplikasikan. Amonium sulfat diaplikasikan setelah ada tanaman dan tidak boleh saat kondisi daun basah. Aplikasi untuk tanaman beririgasi, harus segera diikuti pemberian air. Untuk tanaman pohon buahan, pupuk diaplikasikan ke tanah seputar proyeksi tajuk, sesuai perkembangan pertumbuhan. Di negara-negara maju, pupuk biasanya diaplikasikan dengan bantuan mesin berbagai jenis dan kadang-kadang menggunakan pesawat terbang seperti helikopter. Kombinasi -tanaman, pupuk, dan penyebaran- perlu disesuaikan bila pupuk diberikan dalam barisan saat tanam. Diagnosis Kebutuhan Pupuk Ada empat metode penetapan kebutuhan pupuk suatu tanah, yaitu: (i) percobaan lapangan, (ii) uji pot, (iii) uji biologis, dan (iv) uji kimia. Percobaan lapangan, bersifat sebagai metode yang lebih nyata, tetapi memerlukan waktu dan biaya, dilakukan terutama oleh para peneliti dan organisasi peneliti lapangan. Petani yang menginginkan hasil suatu percobaan lapangan yang valid untuk dijadikan landasan penentuan kebutuhan pupuk di lahan mereka, perlu minta nasihat pada para ahli agronomi. Percobaan pot, memungkinkan melakukan percobaan pemupukan dalam jumlah banyak, pada tempat terbatas, dan dalam waktu relatif singkat. Bagaimanapun, kondisi pengujian berbeda dengan di lapangan, hasilnya tidak selalu dapat langsung diaplikasikan skala luas di lapangan. 239 Uji Biologis, berkaitan dengan pertumbuhan benih atau bentuk tanaman tingkat rendah lain, seperti bakteri dan fungi, di bawah kondisi khusus dan studi pertumbuhan relatif mereka atau kandungan hara yang dibutuhkan. Prediksi suatu uji jaringan tanaman untuk nitrat dan unsur hara lain menunjukkan kecenderungan prediksi kebutuhan tanaman terutama tanaman pangan berbeda. Metode ini bersifat lambat dan memerlukan biaya besar sehingga tidak selalu dapat dipraktekkan. Analisis kimia tanah dan tanaman yang tumbuh di tanah, merupakan metode modern untuk menentukan status kesuburan tanah. Analisis tertentu memberikan informasi relatif tentang kelebihan atau kekurangan unsur-unsur bagi tanaman, tetapi tidak memberikan indikasi tentang kuantitas yang tepat tentang pupuk yang akan diaplikasikan untuk mengatasi defisiensi dengan baik. Bagaimanapun, suatu metode dapat digunakan untuk suatu tujuan bila hasilnya dikorelasikan dengan hasil penelitian lapangan. Uji cepat tanah, telah dilakukan di semua daerah dan fasilitasnya dapat diperoleh. Percobaan lapangan pun jumlahnya banyak, dilakukan setiap tahun pada berbagai jenis tanaman dan tanah berbeda. Hasil-hasil percobaan lapangan, bila dikalibrasi dengan uji cepat, akan memberikan gambaran status perharaan dalam tanah berikutnya; ini akan menjadi petunjuk berharga bagi para petugas penyuluh dalam menyampaikan saran kepada petani tentang praktek pemupukan. Gejala defisiensi, pada tanaman kadang-kadang mampu memberikan petunjuk kemungkinan mengatasi defisiensi dalam tanah. Namun, diagnosis defisiensi yang benar membutuhkan pengalaman yang luas. Lebih jauh, beberapa simptom pada tanaman menunjukkan penampakan aktual defisiensi unsur hara dalam tanah. 240 Bagaimanapun, defisiensi tanah tertentu harus didiagnose dan dilakukan seawal mungkin dengan memperhatikan tujuantujuan lain. Jumlah Aplikasi Pupuk. Di negara daratan seperti India, di mana kondisi varietas dan iklim beragam, tidak mudah menentukan dosis optimum jenis pupuk untuk tanaman tertentu yang umum bagi semua daerah. Setiap daerah punya penelitian 50 tahun-an dan infomasi kebutuhan pupuk spesifik lokasi. Namun, untuk praktek pupuk khusus dalam hubungan dengan jenis tanaman dan tanah, dilakukan konsultasi dengan Departemen Pertanian. Faktor Konversi untuk Menentukan Jumlah Pupuk Untuk menetapkan jumlah pupuk dari rekomendasi tingkat aplikasi N, P atau K, atau sebaliknya, digunakan faktor konversi berikut: Faktor Konversi untuk Menentukan Jumlah Pupuk Jenis Unsur/Senyawa Nitrogen Nitrogen Nitrogen Nitrogen Nitrogen Fosfor oksida (P2O5) Fosfor oksida (P2O5) Fosfor oksida (P2O5) Fosfor oksida (P2O5) Kalium (K2O) Kalium (K2O) Amonium sulfat Natrium nitrat Urea Amonium sulfat nitrat Amonium khlorida Kalikan dengan 4.854 2.222 3.846 4.000 3.030 6.250 12.222 2.857 5.000 1.666 2.000 .206 0.155 0.450 0.260 0.250 241 Jenis Pupuk Amonium sulfat urea Amonium sulfat nitrat Amonium khlorida Amonium nitrat Superfosfat, single Superfosfat, double Dikalsium fosfat Tepung tulang, mentah Kalium muriat Kalium sulfat Nitrogen Nitrogen Nitrogen Nitrogen Nitrogen Amonium nitrat Superfosfat, dobel Dikalsium fosfat Tepung tulang, mentah Kalium muriat Kalium sulfat 0.330 0.450 0.350 0.200 0.600 0.500 Nitrogen Fosfor oksida (P2O5) Fosfor oksida (P2O5) Fosfor oksida (P2O5) Kalium (K2O) Kalium (K2O) Kebijakan Pemerintah tentang Penggunaan Pupuk. Perlu diperhatikan agar supaya memperoleh respon terhadap pupuk yang aman, tanaman harus segera diairi pada interval tertentu begitu dilakukan aplikasi pupuk. Respon tanaman pada kondisi basah dan setengah kering biasanya tidak diketahui atau relatif kecil. Hal ini, merupakan cara melindungi penggunaan pupuk kimia terutama pada lahan beririgasi tidak tergantung cura hujan.Perlu disadari bahwa keuntungan maksimum dari penggunaan pupuk tergantung pada banyak faktor, seperti sifat tanah, jenis pertumbuhan tanaman, iklim (dalam hubungan dengan tanah, jenis pertumbuhan tanaman), harga pupuk, harga produk di pasar dan sebagainya. Semua faktor tersebut harus dipertimbangan secara ekonomis. Penggunaan pupuk juga mengikuti 'law of diminishing return'. Artinya laju peningkatan hasil tanaman menurun hingga titik tertentu. Titik merupakan pencapaian dalam hal jumlah pupuk yang digunakan, dan konsekuensi nilai penambahan hasil akhir menjadi berkurang dari biaya pupuk. Biasanya, aplikasi pupuk yang lebih kecil menghasilkan prosentase peningkatan hasil lebih besar daripada aplikasi lebih banyak. Dapat pula dikemukakan bahwa suplai unsur hara yang cukup hanya merupakan satu faktor yang menentukan hasil tanaman dan bahwa aplikasi pupuk tidak berarti selalu akan mengatasi defisiensi unsur hara. Perhatian sama harus dilakukan terhadap tanah lain dan praktek pengelolaan untuk menjamin pengolahan yang baik, drainase yang lancar, kebutuhan reaksi tanah, konversi tanah, penggunaan lahan yang baik, rotasi tanaman yang sesuai, bahan orgaik yang cukup dalam tanah dan aktivitas jasad mikro yang memuaskan. Masing-masing peran akan berpengaruh penting dalam menentukan akhir produksi. Pengabaian satu atau lebih dari faktor penentu akan berpengaruh 242 terhadap penurunan hasil dan mengkreasi kebutuhan pemupukan lebih berat. Akhirnya, pemupukan tidak boleh hanya imbang di antara pupuk, tetapi juga harus dirancang agar berpengaruh baik terhadap penggunaan lahan yang tepat dan pengelolaan tanah yang menguntungkan. 243 Bab 10. Penutup Pengetahuan tentang dasar-dasar kesuburan tanah penting dalam memahami dan mengerti proses yang terjadi dalam tanah, perubahan setelah campur tangan manusia, serta kiat pencegahan dan perbaikan bila terjadi degradasi. Referensi pengalaman praktikal negara luar bermanfaat sebagai bahan pembanding, pemacu dan pendorong percepatan kemajuan. Namun bila akan mengadopsi teknologi dari negara luar, maka terlebih dulu perlu dikaji dan dipertimbangkan secara seksama, disesuaikan dengan kondisi di negara kita. Jangan terulang pengalaman pahit seperti penerapan program ‘revolusi hijau’ yang berdampak negatif terhadap lahan sawah, sampai saat ini masih terasa. Budidaya padi sawah intensif di pulau Jawa disinyalir telah mengalami ke-tidak-imbangan perharaan disertai pencemaran lahan. 244 DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1983. Studi tata pengadaan dan penggunaan serta dampak kapur terhadap pendapatan petani dalam rangka pengembangan lahan kering di daerah transmigrasi. Team Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Anthoni, J. F. 2000. Seafriends - Soil fertility. Revised: 20010527. http://www.seafriends.org.nz/enviro/soil/fertile.htm# Barber, S.A. 1976. Efficient pupuk use. Agron. Res. for Food. Amer. Soc. of Agron. Spec. Publ. No. 26. Brady, N.C. 1974. The Nature and Properties of Soils. New York. Chang, S.C. 1971. Chemistry of paddy soils. Food and Pupuk Tech. Center. ASPAC, Ext. Bull. No. 17. Chapman, S.R. dan L.P. Carter. 1976. Crop Production, Principle and Practices. W.H. Freeman and Company. Chrisworld. Soil Fertility & Fertilizer Use. 19… Vermicompost for Sugarcane – New Experiment. Http://www.chrishiworld.com/default.asp Darryl, W., J. Dahl, L. Jacobs, dan C. Laboski. 2004. Fertilizer Recommendations for Field Crops in Michigan. Department of Crop and Soil Sci., Mich. State Univ. Ext. Bul. E2904. Denmead, O.T. dan R.H. Shaw. 1960. The effects of soil moisture stress at different stages of growth on the yield of corn. Agron. J. 52:272-277. Doorenbos, J. dan A.H. Kassam. 1979. Yield response to water. Irrigation and Drainage Paper, No. 3. FAO-Rome. 245 Doorenbos, J. dan Pruitt. 1977. Guidelines for predicting crop water requirements. FAO-Rome. Downey, L. 1971. How much water does Maize need. The Agric. Gaz. of New South Wales. Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A- 12. http://www.tutorvista.com Hagan, R.M. 1976. Water management: Some effects of new societal attitudes. Agron. Res. for Food, ASA Spec. Bull. No. 26. Hiler, E.A. dan R.N. Clark. 1971. Stress day index to characterize effect of water stress on crop yield. Transaction in the tropic. pp. 447-452. Home, James. 1995. Chemistry of Soils. Soil Science (SOIL) 702/802 (revised Jan 1998). http://pubpages.unh.edu/~harter/soil702.html Killham, Ken. 1994. Soil ecology, with electron micrographs by Ralph Foster, CSIRO Div. of Soils. Cambridge Univ. Press. 242 p. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. 246 Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA. Krauskopf, K.B. 1979. Introduction to Geochemistry. Int. Stu. Ed. McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Tokyo. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Liu, Zhi-guang. 1985. Oxidation reduction potential, p. 1-26, in Yu Tianren (ed), Physical Chemistry of Paddy Soils. Sci. Press, Beijing, p. 17. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Noggle, G.R. dan G.J. Fritz. 1977. Introductory Plant Physiology. Okajima, H. 1975. The physiology of Besi and mangan in plants. In The Significant of Minor Elements on Plant Physiology. Food and Fert, Tech, Center, ASPAC, Taipei, Taiwan. pp. 1-29. Pasandaran, E. dan C.D. Taylor (eds.). 1984. Irigasi, Perencanaan dan Pengelolaan. Yayasan Obor Indonesia, PT Gramedia, Jakarta. Parr, J.F. 1969. Nature and significance of anorganik transformations in tile drain soils. Soil Fert. 32(5):411-415. Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines. Resh, H.M. 1978. Hydrophonic Food Production. A Definitive Guidebook of Soilless Food Growing Methods. 247 Woodbridge Press Publ. Co., Santa Barbara, California 93111. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepardi, G. 1985. Menuju pemupukan berimbang guna meningkatkan jumlah dan mutu hasil pertanian. Dit. Penyuluhan Tanaman Pangan, Dir. Jen. Pert. Tan. Pangan, Deptan., Jakarta. Stevenson, F.J. 1986. Cycles of Soil. Carbon, Nitrogen, Phosphorous, Sulfur, Micronutrients. A WileyInterscience Publ. John Wiley & Sons. New York, p. 39. Suhardjo, H. 1973. Perubahan sifat kimia dari tanah dipersawahkan. News Letter - SSSI 3(3). Stoker, R. 1974. Effect water stress on dwarf beans at different phase of growth. New Zealand J. of Exp. Agric. 2:13-15. Sulivan, Preston. 2004. Sustainable Soil Management. NCAT Agric. Spec. ATTRA Pub. 31 p. (http://attra.ncat.org/attra.pub/PDF/soilmgmt.pdf). Tangkuman, F. 1975. Influence of water stress on soybean yield. Central Res. Inst. for Agric., Bogor, Indonesia. Taylor, H.M., W.R. Jordan, dan T.R. Sinclair. 1983. Limitations to efficient water use in crop production. Amer. Soc. of Agron., Ma., Wisc., USA. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. 248 Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256. Turner, A.K., S.T. Willat, J.H. Wilson, dan G.J. Jobling. 1984. Soil Water Management, Can- berra. Viets Jr., F.G. 1962. Pupuk and the eficient use of water. In A.G. Norman (ed). Adv. in Agron. Vol. 14. Vlamis, J. 1953. Acid soil fertility as related to soil solution and solid phase effects. Soil Sci. 75:383-394. Wibowo, Z.S. dan U. Verstrijden. 1976. Nilai baku kadar unsur hara daun teh. Warta BPTK 2(3/4):305-316. Wiesner, C.J. 1970. Climate, Irrigation and Agriculture. Angus and Robertson Co., New York. Wittwer, S.H., M.J. Bukovac, dan H.B. Tukey. 1957. Advances in foliar feeding of plant nutrients. In Pupuk Technology and Usage. Wood L.K. dan E.E. deTurk. 1941. The absorption of Kalium in soils in non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 5:152-161. 249