BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di Negara berkembang pada dekade pertama abad ini. Suatu wilayah disebut berstruktur penduduk tua jika persentase lanjut usianya lebih dari 7 %. Di Indonesia, pada tahun 2000 proporsi penduduk lanjut usia (lansia) adalah 7,18 % dan tahun 2010 meningkat menjadi 9,77 % atau 24 jiwa. Tahun 2010 proporsi penduduk lansia sudah menyamai proporsi penduduk balita. Diperkirakan pada tahun 2020 proporsi lansia dari total penduduk Indonesa dapat mencapai 11,34 % atau sekitar 30-40 juta jiwa. Jumlah ini akan menjadi nomer 4 paling besar di dunia setelah Cina, India dan USA. Hasil Susenas (Survei sosial ekonomi nasional) BPS RI tahun 2009 menunjukkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prosentase lanjut usia tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 14,02% (Darmojo, 2004; Abikusno, 2010). Status gizi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada lansia. Kecenderungan pola diit saat ini di negara-negara sedang berkembang adalah menuju diit tinggi lemak dan semakin halus yang ikut menambah risiko penyakit kronik. Pada saat yang sama perubahan sosial dan demografi menempatkan lansia pada risiko ketidakamanan makanan dan kondisi malnutrisi (Sari, 2009; Muis dan Puruhita, 2011). 1 2 Seiring dengan bertambahnya usia terjadi penurunan massa dan kekuatan otot skelet secara gradual. Oleh karena itu pada lansia terjadi penurunan kemampuan untuk memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor nutrisi mempunyai kontribusi penting terhadap penurunan massa dan kekuatan otot ini (Mithal et al, 2013). Perubahan pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsinya juga dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua yang antara lain menyebabkan massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah sehingga kekuatan otot menurun (Adriyasa et al., 2011). Kekuatan otot diketahui sebagai indikator aktifitas fisik sehari-hari. Hal tersebut mempunyai hubungan yang kuat dengan berbagai sistem tubuh yaitu sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan sistem endokrin. Hilangnya kekuatan otot merupakan bagian dari proses penuaan yang dapat mengganggu kemampuan fungsional pada komunitas lansia (Al-Abdulwahab, 1999; Teimoori et al., 2009). Sebesar 20% dari otot manusia tersusun atas protein. Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (kurang lebih 3,4-4,7 g/dl) dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. (Darmawan dan Santosa, 2012; McArdle et al, 2009; Hartono, 2006). Protein dalam otot ini berupa miosin dan aktin. Otot bisa berkontraksi karena adanya aktin dan miosin ini. Keduanya bekerja secara sinergis untuk menghasilkan gerakan (McArdle et al., 2009). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran fungsi otot. Metode stimulasi elektrik pada frekuensi listrik yang berbeda namun 3 menggunakan panjang isometrik yang konstan digunakan untuk mengukur kontraksi otot. Meskipun metode ini dianggap sebagai memiliki obyektivitas yang lebih unggul, namun prosedur ini tidak sesuai bila digunakan dalam praktik klinis rutin sehari-hari (Norman et al., 2011). Tes kekuatan genggaman tangan merupakan alternatif yang valid, sederhana dan non invasif untuk menilai kekuatan otot yang berhubungan dengan keterbatasan motorik, terkait aktivitas yang dilakukan sehari-hari pada lansia, bahkan dapat memprediksi luaran kesehatan pada lansia seperti mortalitas dan berbagai keterbatasan yang menyertai proses menua itu sendiri (Shechtman et al., 2004). Sedangkan untuk hasil keluaran jangka panjang, pemeriksaan kekuatan genggaman tangan telah ditunjukkan dapat digunakan untuk memprediksi onset hilangnya kemandirian individu untuk mengerjakan aktivitas sehari-hari (activities of daily living [ADL]) dalam rentang waktu lima tahun selanjutnya pada usia lanjut, dan bahkan juga dapat digunakan dalam konteks kondisi disabilitas yang dialami karena faktor penuaan pada populasi lansia yang memiliki kondisi awal yang sehat. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan genggaman yang lebih tinggi dapat memberikan cadangan fisiologis dan fungsional yang lebih besar yang melindungi terhadap kejadian mortalitas dan morbiditas (Norman et al., 2011). Pada populasi usia lanjut kekuatan genggaman tangan telah ditunjukkan dapat berperan sebagai suatu prediktor hasil keluaran pasien yang sangat bagus, baik dalam setting individu sehat maupun individu sakit. Suatu penelitian sistematik yang dilakukan di tahun 2008 menunjukkan bahwa kekuatan genggaman tangan yang 4 lemah secara konsisten berkorelasi dengan kemungkinan yang lebih besar pada seorang individu untuk mengalami kejadian mortalitas prematur, onset disabilitas yang lebih awal, dan peningkatan risiko terjadinya berbagai komplikasi atau lama rawat inap yang lebih panjang pada saat sakit atau sesudah dilakukan prosedur pembedahan (Ling et al., 2010). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kekuatan gengaman tangan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, status gizi dan aktivitas fisik (Putrawan et al, 2011; Norman et al., 2011; Dhara et al., 2011). Menurut data dari Komnas Lansia tahun 2009, jumlah lansia wanita jauh lebih besar daripada lansia laki-laki di semua kategori usia. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa usia harapan hidup wanita lebih tinggi daripada laki-laki (Abikusno, 2010). Akan tetapi populasi lansia wanita lebih rentan terhadap dampak dari penurunan kekuatan dan massa otot. Diantaranya kejadian jatuh (falls) lebih banyak terjadi pada lansia wanita daripada lansia laki-laki (Lord et al., 2001; King, 2009). Lansia wanita juga memiliki kekuatan genggaman tangan yang lebih rendah secara signifikan dibanding lansia laki-laki (Pieterse, 2002; Putrawan et al., 2011). B. Pertanyaan penelitian Apakah ada hubungan antara kadar albumin serum dengan kekuatan otot yang diukur dengan tes kekuatan genggaman tangan pada populasi wanita lansia di posyandu lansia? 5 C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar albumin dengan kekuatan otot yang diukur dengan tes kekuatan genggaman tangan pada populasi wanita lansia di posyandu lansia. D. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: a) Bagi masyarakat: memberikan informasi tentang tes kekuatan genggaman tangan sebagai prediktor sederhana bagi kesehatan lansia. b) Bagi peneliti : mendapatkan data dan memahami korelasi antara kadar albumin serum dengan kekuatan genggaman tangan pada lansia sehingga dapat menambah wawasan dan bisa menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. c) Bagi klinisi : mengetahui pengaruh kadar albumin serum terhadap kekuatan otot pada lansia, sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan klinis serta intervensi dini untuk menjaga kesehatan pasien lansia. E. Keaslian penelitian Tabel 1. Daftar penelitian tentang kekuatan genggaman tangan No 1 Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Pieterse, et The association bet- Crossal., 2002 ween nutritional status sectional and handgrip strength in older Rwanda refugees Hasil Penelitian Kekuatan genggaman tangan yang buruk berhubungan dengan status gizi yang buruk pada populasi pengungsi secara independen terhadap jenis kelamin dan usia 6 2 Kaur dan An association of nu- CrossKoley, 2010 tritional status and sectional hand grip strength in female labourers of North India Buruh wanita memiliki kekuatan genggaman tangan yang lebih rendah dibanding wanita dengan pola hidup santai 3 Ling et al., Handgrip strength and Cohort2010 mortality in the oldest prospective old population: the Leiden 85-plus study Populasi lansia yang memiliki kekuatan genggaman tangan di kelompok tertil terendah memiliki prevalensi kematian yang lebih tinggi 4 Putrawan et Faktor-faktor yang Crossal., 2011 menentukan kekuatan sectional genggaman tangan pada pasien lansia di Panti Wredha Tang-tu dan Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah – Denpasar Wanita memiliki kekuatan genggaman tangan yang lebih rendah daripada pria. Kekuatan genggaman tangan berkorelasi positif dengan berat badan dan lingkar pinggang Sepengetahuan peneliti sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia dan khususnya di Kabupaten Sleman Provinsi DIY yang menilai hubungan antara kadar albumin serum dengan kekuatan otot yang diukur dengan tes kekuatan genggaman tangan pada wanita lansia di posyandu lansia.