Jurus Bali Hemat Listrik, Sampah Pun Bisa Hasilkan Setrum Pulau Dewata membutuhkan pasokan listrik yang cukup dan stabil untuk melayani tamu-tamu wisatawan dari mancanegara. Minimnya pasokan listrik dari pembangkit yang ada, membuat masyarakat Baliberkreasi menghasilkan energi setrum dari sampah. Indonesia krisis listrik, itu semua orang yang membutuhkan sumber energi setrum itu sudah mahfum. Minimnya investasi sebagai buah dari krisis moneter membuat munculnya pembangkit listrik baru amat terbatas. Malah boleh dibilang, dalam 10 tahun terakhir, nyaris tak ada pembangkit listrik baru. Padahal, pembangkit listrik yang lama mulai ngos-ngosan menghasilkan listrik lantaran mulai menua. Susahnya lagi, di banyak daerah terpencil, pembangkit listrik berskala besar seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, belum ada. Des, pasokan listrik untuk daerah terpencil pun terpaksa mengandalkan tenaga diesel yang boros solar. Kondisi ini diperburuk oleh tingginya permintaan pasokan listrik baru. Alhasil, untuk tiap sambungan baru atau penambahan daya listrik baru, PLN hanya mengandalkan solar sebagai sumber setrumnya. Direktur Utama PT PLN Fahmi Mochtar menyebut, saat ini penyediaan energi listrik di Indonesia sebesar 34 persen dihasilkan dari pusat pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Penggunaan BBM tersebut membentuk porsi sekitar 78 persen dari total biaya bahan bakar. Sadar akan besarnya pemakaian BBM, membuat PLN melakukan berbagai program penghematan untuk mengurangi dampak kenaikan BBM, dengan harapan penyediaan energi listrik tetap eksis. Program penghematan tersebut antara lain konversi BBM mahal (HSD) dengan BBM murah (MFO) pada pembangkit tenaga disel dan diversifikasi pembangkit dengan program percepatan PLTU batubara 10.000 MW tersebar di seluruh Indonesia. PLN melalui program diversifikasi tersebut diharapkan mampu mengurangi penggunaan BBM maksimal tiga persen dalam waktu tiga tahun mendatang 1/5 Jurus Bali Hemat Listrik, Sampah Pun Bisa Hasilkan Setrum Besarnya biaya BBM membuat beban keuangan PLN terus bertambah yang berbuntut pada merahnya laporan keuangan BUMN listrik itu. Babak belurnya sisi pasokan, tak diimbangi oleh kacau-balaunya sisi demand alias konsumen. Konsumen Indonesia yang memang terkenal mau enaknya sendiri, kental dengan budaya boros. Lihat saja struktur desain bangunan Indonesia. Tak ada jendela yang hanya mengandalkan tenaga AC. Pasokan energi pendingin inipun dirancang sedemikian rupa sehing-ga harus sentral. Des, energi listrik yang dibutuhkan pun juga besar. Kacaunya, saat dalam ruangan kosong melompong atau hanya terisi satu dua orang, pasokan untuk sumber energi AC tak ikut berkurang. Buntutnya sudah bisa ditebak, energi untuk mendinginkan sebuah ruangan jadi terbuang sia-sia. Tanpa investasi memadai, maka PLN jelas tak akan mampu memproduksi listrik yang cukup buat memenuhi kebutuhan listrik semua rakyat Indonesia. Program yang digelar PLN saat ini seperti proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt, memang memberi angin segar bakal adanya penambahan pasokan listrik baru. Kali ini, PLN tak lagi mengandalkan solar sebagai sumber tenaga. Batubara dan gas jadi sumber energi baru. Sayangnya, program tersebut tak disiapkan secara terpadu. Buahnya, saat pembangkit listrik siap beroperasi, bahan bakar yang dibutuhkan yaitu batubara dan gas tidak tersedia cukup. Alhasil, beberapa PLTU dan PLTGU malah terancam berhenti beroperasi disaat kiprahnya belum lagi maksimal. Padahal, PLN sejak jauh-jauh hari sudah mencanangkan visi 75/100. Maksudnya, saat Indonesia berusia 75 tahun, maka seluruh rakyat sudah bisa menikmati listrik. Meski PLN mendapat mandat dari pemerintah sebagai pemegang monopoli urusan listrik, namun konsumen juga harus bisa mengubah budayanya agar tak lagi boros listrik. Syukur-syukur kalau rakyat bisa memproduksi listrik tanpa mengandalkan PLN lagi. 2/5 Jurus Bali Hemat Listrik, Sampah Pun Bisa Hasilkan Setrum Bisakah rakyat sebagai konsumen listrik melakukan itu? Jawabnya bisa ya bisa tidak. Tapi setidaknya, masyarakat Bali sudah memberi contoh hal itu. Sebagai kawasan wisata, Bali jelas membutuhkan pasokan listrik yang besar dan stabil. Kalau listriknya byar pet, bisa jadi turis bakal kabur dan enggan berlibur di pulau dewata itu lagi. DI Nusa Penida, sekitar 90 kilometer sebelah tenggara kota Denpasar, rakyat Bali membangun pembangkit listrik tenaga bayu dan tenaga surya. Langkah itu dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Di Kecamatan Nusa Penida saat ini beroperasi sepuluh PLTB dan satu unit PLTS. Pusat pembangkit tersebut terdiri atas delapan PTL skala kecil yakni tujuh pusat pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB) dan satu unit pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Tiga unit PLTB/A masing-masing berkapasitas 85 KW dibiayai dari dana PT PLN, empat unit masing-masing berkapasitas 80 KW mendapat dukungan dana APBN dan satu unit PLTS berkapasitas 35 KW dibiayai dana pemerintah pusat. Jurus masyarakat Bali menghemat listrik mendapat penghargaan dari PLN. Dirut PLN Fahmi Mochtar menilai, terobosan yang dilakukan Bali untuk menghasilkan energi listrik dengan menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) perlu ditiru daerah-daerah lain di Indonesia. "Pembangkit listrik tenaga bayu dan tenaga surya yang diterapkan di Kecamatan Nusa Penida, Bali merupakan salah satu alternatif menyiasati kenaikan harga BBM," katanya. Jurus lain dari Bali yang juga layak dicontoh adalah memproduksi energi listrik dari hasil daur ulang sampah. Energi listrik hasil pendaur ulang sampah sebesar 9,6 mega watt (MW) setiap tahunnya akan mampu menghemat penggunaan bbm sebesar Rp 180,7 miliar. 3/5 Jurus Bali Hemat Listrik, Sampah Pun Bisa Hasilkan Setrum Kapasitas listrik sebesar itu dihasilkan secara bertahap mulai 1 Oktober 2008 sebesar dua MW, atau mampu menghemat penggunaan bbbm sebesar Rp 6,1 miliar per tahun.Tahap kedua ditingkatkan menjadi empat MW pada 1 Juni 2009 atau mampu menghemat sebesar Rp 48,6miliar pertahun. Tahap ketiga seluruhnya 9,6 MW diharapkan rampung 1 Juli 2010 yang mampu menghemat sebesar 180,7 miliar pertahun. Fahmi berharap pembangunan proyek instalasi pengelolaan sampah terpadu (IPST) di kawasan suwung Denpasar yang menghasilkan energi listrik itu segera masuk dalam sistem kelistrikan di Bali. Upaya itu memberikan manfaat yang besar dalam menghasilkan energi listrik, disamping mengatasi masalah penyediaan lahan "landfill" untuk pembuangan, penimbunan sampau sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Direktur PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) H. Soeyoto, mitra PLN dalam memproduksi listrik dari daur ulang sampah, menjelaskan, pembangunan proyek tersebut menanam investasi sebesar 30 juta dolar AS yang kini sudah mulai ujicoba untuk menghasilkan listrik, dalam tahap pertama sebesar dua MW. Proyek tersebut dirancang mampu mengelola 800 ton sampah per hari yang berasal dari sisa-sisa yang tidak berguna di empat kota masing-masing Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan yang tergabung dalam Serbagita. Sebagai investor, Soeyoto mengaku telah mendatangkan sebuah alat canggih dari Inggris untuk mendeteksi gasyang terkandung dalam sampah sebelum diolah menjadi energi listrik. Pengelolaan sampah dengan menerapkan teknologi landfill mampu menghasilkan energi listrik, disamping menangani masalah sampah secara tuntas, yang selama ini penanganannya tidak dapat dilakukan secara tuntas. Pembangunan proyek yang digarap sejak akhir 2005 di atas lahan seluas sepuluh hektar yang 4/5 Jurus Bali Hemat Listrik, Sampah Pun Bisa Hasilkan Setrum disediakan pemerintah di pinggiran kota Denpasar. Kehadiran proyek tersebut selain mampu menghasilkan energi listrik, sekaligus mengelola sampah dengan baik, dalam mewujudkan kebersihan lingkungan serta memperbaiki kondisi sekitar tempat penampungan akhir (TPA) sampah di Suwung yang selama lokasinya tercemar akibat sampah yang tidak tertangani. "Kerjasama yang saling menguntungkan itu sangat membantu upaya PLN mengurangi porsi BBM dalam membangkitkan listrik," kata Fahmi Mochtar. Fahmi jelas tidak mengada-ada saat mengeluarkan pernyataan itu. Apa yang dilakukan rakyat Ball sebagai konsumen listrik, selayaknya juga dilakukan rakyat di wilayah lain* Sumber: Kamsari Harian Ekonomi Neraca. 5/5