4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh makhluk hidup, yaitu: mikroorganisme berupa bakteri. Bakteri melakukan aktifitas penguraian bahan-bahan organik dalam kondisi anaerob (tanpa udara atau hanya sedikit oksigen) kemudian menghasilkan suatu gas. Contoh bahan organik yang dimaksud adalah kotoran manusia, kotoran hewan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan yang lainnya. Proses penguraian bahan organnik secara anaerob ini disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion) dan peralatan yang memfasilitasi prosesnya disbut sebagai digester (aguilar, 2001). Kandungan utama dari biogas adalah metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Secara umum komposisi biogas secara lengkap dapat diihat pada table 2.1. Tabel 2.1. Komposisi Biogas Jenis gas Metana (CH4) Volume(%) 50 – 75 Karbondiksida (CO2) 25 – 50 Hidrogen (H2) 0–1 Hidrogen sulfida (H2S) 0–3 Nitrogen (N2) 0 – 10 Oksigen (O2) 0–2 Sumber Hermawan, dkk (2007) Proporsi kandungan gas metana dalam biogas ditentukan oleh jenis bahan organik yang dijadikan input (bahan baku) dan tingkat efisiensi dari proses pembentukan biogas (Hendriani dan Efendi, 2008). Kotoran sapi sebagai salah satu bahan organik yang umum digunakan dalam proses pembentukan biogas memiliki komposisi biogas yang dapat dilihat pada tabel 2.2. keberadaan gas oksigen dan nitrogen pada kandungan biogas merupakan indikasi danya kontaminasi udara di dalam digester, karena seharusnya proses dalam digester adalah anaerob. 5 Tabel 2.2. Komposisi Biogas dari Bahan Kotoran Sapi Jenis Gas Persentase Metana (CH4) 65,7 Karbon dioksida (CO2) 27 Nitrogen (N2) 2,3 Hidrogen (H2) 0,1 Hidrogen sulfida (H2S) Tak terukur Oksigen (O2) 1 Propana (C3H8) 0,7 Sumber: Harahap,dkk (1984) Biogas termasuk dalam kategori bahan bakar biologis (biofuel) yang berguna, karena mempunyai nilai kalor yang cokup tinggi, yaitu dalam kisaran 4800 – 6700 kkal/m3 (Harahap dan Ginting, 1984). Hal ini merupakan konsekuensi dari dominannya kandungan metana dalam biogas yang merupakan jenis gas dengan karakteristik mudah terbakar (flammable) dan dapat mengakibatkan ledakan. Gas metana murni memiliki nilai kalor 8900 kkal/m3 (Harahap dan Ginting, 1984). Potensi limbah ternak khususnya kotoran sapi dalam menghasilkan biogas, nilai kalori yang dihasilkan sangat tinggi dibandingkan limbah yang lainnya seperti dijelaskan pada tabel di bawah ini : Tabel 2.3. Potensi Limbah Bahan Isian Nilai Kalori Biogas yang Dihasilkan Tinja Manusia 5000 Sampah dan Tinja manusia 5450 Sampah Kota + Urea Kotoran Sapi 5400-5500 6513 Sumber : Sahid, 1983, di dalam Azmi 2010 Limbah ternak ini dapat menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Biogas ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak dan gas alam, mengingat bahan bakar minyak dan gas alam tersebut 6 ketersediaannya sudah semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu, hasil lain yang dapat diperoleh dari usaha peternakan ini adalah pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat dan pupuk organik cair dapat digunakan untuk mengantisipasi kenaikan harga pupuk anorganik di pasar. 2.2 Proses Pembentukan Biogas Proses pembentukan biogas menggunakan prinsip pencernaan anaerob dengan bantuan bakteri penghasil biogas. Oleh karena itu, keberlangsungan dari proses sangat ditentukan oleh kelangsungan hidup bakteri-bakteri tersebut dalam digester. Bakteri penghasil biogas terdiri dari beberapa jenis bakteri, yaitu bakteri yang menghasilkan metana dan bakteri yang tidak menghasilkan metana atau bakteri asam. Keberadaan kedua bakteri ini harus dalam keadaan seimbang untuk memastikan proses di dalam digester berjalan dengan efektif (Rahman, 2009). Bahan Organik → CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S, empat kategori bakteri yang terlibat dalam pembentukan material-material complex menjadi molekul sederhana seperti metan dan karbon dioksida yaitu : Group I : Bakteri Hydrolytic Bakteri anaerobic memecah molekul–molekul organik (mis: protein,selulosa, lignin, lipid) menjadi molekul–molekul monomer yang dapat larut (mis: asam amino, glukosa, fatty acid, dan gliserol). Group II: Bakteri fermentative acidogenic Bakteri acidogenic (mis: clostridium) merubah asam-asam organik (mis: propionat, laktat, butyrat, dll), alcohol dan keton-keton (mis: athanol, methanol, glycerol, aceton). Acetat adalah produk utama dari proses fermentasi carbohydrat. Group III : Bakteri Acetogenic Bakteri Acetogenic seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei merubah fatty acid (mis: asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hydrogen dan karbon dioksida, dimana dibutuhkan methanogen. Ethanol, propionic acid dan asam butirat dapat terkonversi menjadi asam asetat oleh bakteri acetogenic melalui reaksi sebagai berikut: CH3CH2OH + H2O → CH3COOH + 2H2 ethanol asam asetat 7 CH3CH2COOH + 2H2O → CH3COOH + CO2 + 3H2 asam propionat asm asetat CH3CH2COOH + 2H2O → CH3COOH + 2H2 asam butirat asam acetat Group IV: Bakteri Methanogen Bakteri pembentuk metan biasa disebut juga dengan Methanogenic bacteria, Methanogenes, Methaforming bacteria atau Methane producing bacteria. Bakteri methanogen dibagi menjadi 2 subkatagori : a. Hydrogenotropphic methanogens (menggunakan hydrogen, chemolithotropos) merubah hydrogen dan carbon menjadi metan : CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O b. Acetotrophic methanogens, biasa disebut juga acetoclastic merubah asetat menjadi metan dan CO2. CH3COOH → CH4 + CO2 Tahapan pembentukan biogas dapat dilihat pada gambar 2.1 Input Hidrolisis Asidifikasi Gula asam karbonat dan alkohol Asetogenesis Metanogenesis (bahan organik) Karbohidrat Protein Asam Amino Lemak Asam Lemak Hidrogen asam asetat, CO2 Hidrogen, CO2 dan amonia Gambar 2.1 Bagan Pembentukan Gas Metana Sumber: Lazuardy, 2007 Metana dan CO 2 8 Menurut Hermawan (2007), pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu: 1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer). 2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia. 3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida. 2.3 Bahan Penghasil Biogas Semua bahan organik yang terdapat dalam tanaman, karbohidrat, selulosa adalah salah satu bahan yang disukai sebagai bahan untuk dicerna. Selulosa secara normal mudah dicerna oleh baketri, tetapi selulosa dari beberapa tanaman sedikit sulit didegradasikan bila dikombinasikan dengan lignin dan dapat menjadi masalah karena akan mengapung dan membetuk lapisan keras (kerak) (Meynell,1976, di dalam Tarigan, 2009). Sebagian besar sampah organik alami dapat diproses menjadi biogas kecuali lignin. Digester anaerobik dapat menggunakan bahan organik dalam jumlah yang besar sebagai bahan masukan, seperti kotoran manusia, tanaman, sisa proses makanan, dan sampah lainnya atau dapat dicampurkan dari satu atau lebih kombinasi sampah tersebut. Kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat biogas kerena ketersediaannya yang sangat besar. Bahan ini memiliki keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan, dan relatif dapat diproses secara biologi. Kisaran pemrosesan secara biologi antara 28 – 70% dari bahan organik tergantung dari pakannya. Sebagai contoh persentase silase dari tanaman jagung yang ditingkatkan sebagai pakan, mengurangi kemampuan biodegradasi, karena silase mengandung persentase lignoselulosa yang tinggi. Selain itu kotoran segar 9 lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama atau telah dikeringkan, disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama waktu pengeringan. Kotoran sapi nmerupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuyat biogas kerena substrat tersebut telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan ruminansia (Kadarwati, 2003). Keberadaan bakteri di dalam usus besar tersebut membantu proses fermentasi, sehingga proses pembentukan biogas pada digester digesterdapat dilakukan lebih cepat. Walaupun demikian, bila kotoran tersebut akan langsung diproses di dalam digester, perlu dilakukan pembersihan terlebih dahulu. Kotoran tersebut harus bersih dari jerami dan bahan asing lainnya untuk mencegah terbentuknya buih (The Pembina Institute, 2006). Kotoran manuisia walaupun memiliki nitrogen yang tinggi ( C/N =6) dapat dicerna dengan mudah, tetapi harus ditambah sampah karbohidrat untuk menaikan nilai rasio C/N dan untuk memberikan gas yang lebih banyak. Sisa-sisa pertanian seperti gandum dan jerami padi dapat digunakan walaupun memiliki C/N ratio yang tinggi, dengan cara dicampur dengan kotoran hewan dan manusia. Bahan ini biasanya dengan mudah diproses dan dapat lebih cepat diproses apabila ukurannya diperkecil secara fisik, dengan cara pemotongan dan dengan pengomposan terlebih dahulu. Walaupun demikian permasalahan dapat muncul akibat dari bahan mengapung di dalam digester dan membentuk lapisan kerak di permukaan, sehingga mengganggu proses produksi gas (Kadarwati, 2003). Bahan yang dimasukkan ke dalam digester sebaiknya berbentuk campuran. Pada kondisi tersebut padatan anorganik seperti pasir akan terpisah karena grafitasi (pengendapan), hal ini memungkinkan bahan tersebut dipisahkan sebelum dimasukkan ke dalam digester (Fry, 1974, di dalam Tarigan 2009). 2.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Proses Pembentukan Biogas Proses pembentukan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Temperatur/Suhu Temperatur mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan reaksi dalam pembentukan biogas. Pencernaan anerobik dapat berlangsung pada 10 kisaran suhu 5 – 55 oC. Temperatur kerja yang lebih tinggi akan memberikan hasil biogas yang lebih tinggi, namun pada temperatur yang terlalu tinggi bakteri akan mudah mati. Temperatur kerja yang optimum adalah 35 oC. Ketersediaan Unsur Hara Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Kadarwati, 2003). Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester (Kadarwati, 2003). Derajat Keasaman (pH) Peranan pH berhubungan dengan media untuk aktivitas mikroorganisme. Bakteri-bakteri anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2 – 7,6, tetapi yang baik adalah 6,6 – 7,5. Pada awalnya media mempunyai pH ± 6 selanjutnya naik sampai 7,5. Tangki pencerna dapat dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH 7,5 – 8,5. Batas bawah pH adalah 6,2, di bawah pH tersebut larutan sudah toxic, maksudnya bakteri pembentuk biogas tidak aktif. Pengontrolan pH secara alamiah dilakukan oleh ion NH4+ dan HCO3-. Ion-ion ini akan menentukan besarnya pH (Rahman, 2009). Rasio Carbon Nitrogen (C/N) Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. C/N ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu 11 banyak (C/N ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses fermentasi berhenti. Kandungan Padatan dan Pencampuran Substrat, Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di dalam bahan secara berangsur – angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna. Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan adalah menghilangkan unsur – unsur hasil metabolisme berupa gas (metabolites) yang dihasilkan oleh bakteri metanogen, mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses fermentasi merata, menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna, menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri, dan mencegah ruang kosong pada campuran bahan. Bahan penghambat Bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga berpengaruh terhadap jumlah biogas yang dihasilkan antara lain logam berat, seperti tembaga, cadmium, dan kromium. Selain itu desinfektan, deterjen, dan antibiotik. Untuk menghindari hal-hal tersebut perlu diperhatikan air yang digunakan sebagai pelarut atau pencampur tidak mengandung bahan-bahan tersebut. Harahap (2003) mengemukakan bahwa selain faktor-faktor terdahulu, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi produksi biogas yaitu: 1. Bahan Baku Isian Unsur karbon (C) utuk pembentukan gas metana dapat berasal dari sampah, limbah pertanian, kotoran hewan. Sedangkan unsur nitrogen (N) diperlukan oleh bakteri untuk pembentukan sel. Perbandingan unsur karbon dan nitrogen yang paling baik untuk pembentukan biogas adalah 30. Rasio C/N untuk sampah mendekati nilai 12, C/N kotoran kuda dan babi adalah 25 lebih besar daripada sapi dan kerbau hanya 18 (Harahap, 2003). 12 2. Pengenceran Bahan Baku Isian Isian yang paling baik untuk penghasil biogas mengandung 7 – 9 % bahan kering. Nilai rata-rata bahan kering dari beberapa kotoran hewan berkisar dari 11 – 25 %. Oleh karena itu setiap jenis kotoran hewan, pengenceran isian berbeda-beda agar diperoleh isian dengan kandungan bahan kering yang optimum. 3. Jenis Bakteri Bakteri yang berpengaruh pada pembuatan biogas ada dua macam yaitu bakteri-bakteri pembentuk asam dan bakteri-bakteri pembentuk gas metana. Bakteri pembentuk asam antara lain: Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam-asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas metana oleh bakteri metana antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina. 2.4.1 Temperatur Gas metana dapat diproduksi pada tiga rentang temperatur sesuai dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic pada temperatur 0 - 7°C, bakteri mesophilic pada temperatur 13 - 40°C, sedangkan thermophilic pada temperatur 30 - 35°C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteridan produksi metana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur yang tinggi (range thermophilic). Jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada rentang temperatur mesophilic, selain itu bakteri termophilic mudah mati karena perubahan temperatur. Selain itu keluaran ( sludge) memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau, dan tidak ekonomis untuk mempertahan kan pada temperatur tinggi, khususnya pada iklim dingin (Fry, 1974, di dalam Ramli Tarigan, 2009). Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Pada temperatur yang rendah 15°C laju aktifitas baketri sekitar setengahnya dari laju aktifitas pada temperatur 35°C. Pada temperatur 7 - 10°C dan di bawah temperatur aktifitas, bakteri 13 akan berhenti beraktifitas dan pada rentang ini bakteri fermentasi menjadi dorman sampai temperatur naik kembali hingga batas aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40°C produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit (Fry, 1974, di dalam Tarigan, 2009). Massa bahan yang sama akan dicerna dua kali lebih cepat pada 35°C dibanding pada 15°C dan menghasilkan hampir 15 kali lebih banyak gas pada waktu proses yang sama. Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psycrophilic besarnya perubahan temperatur berkisar antara 2°C/jam, bakteri mesophilic 1°C/jam dan bakteri thermophilic 0,5°C/jam. Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi masalah besar untuk aktivitas metabolisme (The Pembina Institute, 2006). Untuk menjaga temperatur tetap stabil adalah sangat penting apabila temperatur tersebut telah dicapai. Panas sangat penting untuk meningkatkan temperatur bahan yang masuk ke dalam biodigester dan untuk mengganti kehilangan panas dari permukaan biodigester. Kehilangan panas pada digester dapat diatasi dengan meminimalkan kehilangan panas dari bahan. Misalnya, kotoran sapi segar memiliki temperatur 35°C, apabila selang waktu antara kotoran ternak dan digester dapat diminimalkan, kehilangan panas dari kotoran dapat dikurangi dan panas yang dibutuhkan untuk mencapai 35°C lebih sedikit. 2.4.2 Kertersedian Unsur Hara Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium,dan kobalt (Kadarwati, 2003). Level nutrisi minimal harus lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa-sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Walaupun 14 demikian kekurangan nutrisi bukan merupakan masalah untuk mayoritas bahan, karena biasanya bahan memberikan jumlah nutrisi yang mencukupi (Kadarwati, 2003). 2.4.3 Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua proses kehidupan bakteri. Kebanyakan dari proses kehidupan bakteri memiliki kisaran pH antar 5 – 9. Sedangkan nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7 - 8,5. Bila proses tidak dimulai dengan membibitkan bakteri metana, maka kondisi buffer tidak akan terbentuk dan yang terjadi selama tahap awal dari proses sekitar 2 minggu pH akan turun hingga 6 atau lebih rendah, sedangkan CO2 semakin bertambah. Hal ini akan terjadi selama 3 bulan dengan penurunan keasaman yang lambat (6 bulan pada cuaca yang dingin) selama waktu itu ikatan asam volatile dan nitrogen akan terbentuk (Fry, 1974, di dalam Ramli, 2009). Seperti pada pencernaan, karbondioksida dan metana diproduksi dan pH perlahan meningkat hingga 7. Ketika campuran menjadi berkurang keasamannya maka fermentasi metana mengambil alih proses pencernaan. Sehingga nilai pH meningkat diatas netral hingga 7,5 – 8,5. Setelah itu campuran menjadi buffer yang mantap ( well buffered ), dimana bila dimasukkan asam/basa dalam jumlah yang banyak, campuran akan stabil dengan sendirinya pada pH 7,5 – 8,5 (Fry, 1974, di dalam Tarigan, 2009). Apabila campuran sudah mantap, maka memungkinkan untuk menambah sedikit bahan secara berkala dan dapat mempertahankan secara konstan produksi gas dan sludge (pada digester aliran kontinyu). Bila bahan dimasukkan tidak teratur (digester tipe batch ), enzim akan terakumulasi sehingga padatan organik menjadi jelek dan produksi metana terhenti. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat keasaman dari bahan di dalam digester merupakan salah satu indikator 15 bagaimana digester bekerja. Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas pH (lakmus). Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/ effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel. 2.4.4 Penghambat Nitrogen dan Rasio Carbon/Nitrogen (C/N) Nitrogen pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi anaerob, konsentrasi N yang baik berkisar antara 200 – 1500 mg/L. Pada konsentrasi 1500 – 3000 mg/L proses akan terhambat pada pH 7,4 sedang konsentrasi di atas 3000 mg/L akan bersifat toksik pada pH manapun. Selain itu, mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat daripada nitrogen. Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. Rasio C/N menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki rasio C/N 15 berbanding 1. Rasio C/N dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Apabila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (rasio C/N rendah; misalnya: 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses fermentasi berhenti (Fry, 1974, di dalam Tarigan 2009). 2.4.5 Kandungan Padatan dan Pencampuran Substrat Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di dalam bahan secara berangsur-angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna ( The Pembina Institute, 2006 ). Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan adalah: a. Menghilangkan unsur – unsur hasil metabolisme berupa gas yang dihasilkan oleh 16 bakteri metanogenik. b. Mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses fermentasi merata. c. Menyeragamkan temperatur di seluruh bagian digester. d. Menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri e. Mencegah ruang kosong pada campuran bahan 2.4.6 Faktor-Faktor Penghambat Bakteri merupakan mikroorganisme yang penting pada pembentukan biogas pada suatu sumber bahan. Oleh sebab itu jumlah dan perkembangan bakteri pada bahan merupakan syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan biogas. Akan tetapi pada bahan sering dijumpai keberadaan suatu unsur yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Diantaranya adalah logam berat, antibiotik ( bacitracin, flavomysin, lasalocid, monesin, spiramicyn ) dan deterjen. Pada Tabel 2.4, disajikan daftar batas konsentrasi yang diijinkan untuk berbagai inhibitor. Tabel 2.4. Batas yang diijinkan untuk Ion Anorganik pada Digester Ion Anorganik Konsentrasi Batas Penghambat Batas Penghambat mg/L Optimum (Sedang) (Kuat) Sodium 100 – 200 3500 – 5500 8000 Potasium 200 – 400 2500 - 4500 1200 Kalsium 100 - 200 2500 - 4500 8000 Magnesium 75 - 150 1000 – 15000 3000 Amonia 50 – 1000 Sulfida 0,1 – 10 100 200 Kromium tidak diketahui 2 3 Kobalt 20 tidak diketahui tidak diketahui 15000 8000 Sumber: Harahap, 1984 Amonia merupakan sumber makanan bagi bakteri, tetapi juga dapat menjadi penghambat apabila memiliki konsentrasi yang melebihi batas yang diijinkan. Untuk menanggulangi hal ini, bahan dapat diencerkan dengan air. 17 2.5 Alat Pembangkit Biogas Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung (floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type). Tipe terapung dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. Karena dikembangkan di India, maka digester ini disebut juga tipe India. Pada tahun 1978-1979 di India terdapat l.k. 80.000 unit dan selama kurun waktu 1980-1985 ditargetkan pembangunan sampai 400.000 unit alat ini. Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang kedap udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe China. Tahun 1980 sebanyak tujuh juta unit alat ini telah dibangun di China dan penggunaannya meliputi untuk menggerakkan alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok. India dan China adalah dua negara yang tidak mempunyai sumber energi minyak bumi sehingga mereka sejak lama sangat giat mengembangkan sumber energi alternatif, di antaranya biogas. Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran ternak dengan potonganpotongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan air yang cukup banyak. Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri methan atau bakteri 18 biogas, yang disebut campuran atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung. Untuk pemulaan memang memerlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relative besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah, alat ini cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam disamping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentral produksi padi dan ternak di jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain. Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengolahan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu. Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin 19 himbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan. 2.6 Pemanfaatan Biogas Biogas atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti halnya gas alam. Tujuan utama pembuatan biogas adalah untuk mengisi kekurangan atau mensubtitusi sumber energi di daerah pedesaan sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga, terutama untuk memasak dan lampu penerangan. Selain itu dapat digunakan untuk menjalankan generator untuk menghasilkan listrik dan menggerakkan motor bakar (turbin). Seperti terlihat pada Tabel 2.5, walaupun kandungan kalor relatif rendah dibanding dengan gas alam, butana, dan propana, tetapi masih lebih tinggi dari gas batubara (coal gasification). Selain itu biogas ramah lingkungan, karena sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga gas CO yang dihasilkan lebih sedikit. Nilai kalori biogas tergantung pada komposisi metana dan karbon dioksida, dan kandungan air di dalam gas. Gas mengandung banyak kandungan air akibat dari temperatur pada saat proses, kandungan air pada bahan dapat menguap dan bercampur dengan metana. Tabel 2.5. Perbandingan Nilai Kalor Terhadap Biogas Jenis Gas Nilai Kalor (Joules per cm3) Gas Batu Bara 16,7 – 18,5 Biogas 20 – 26 Gas Metana 33,2 – 39,6 Gas Alam 38,9– 81,4 Gas Propana 81,9 – 96,2 Gas Butana 107,3 – 125,8 Sumber: Meynell, 1976 2.7 Fluidisasi Fluidisasi didefinisikan sebagai suatu oprasi dimana hamparan zat padat diperlukan sebagai fluida yang ada dalam keadaan berhubungan dengan gas atau 20 cairan (Basu, 1991). Dalam kondisi terfluidisasi, gaya gravitasi pada butiran-butiran zat padat diimbangi oleh gaya seret dari fluida yang bekerja padanya. Fritz wingker, pada tanggal 16 Desember 1921 di Jerman memperkenalkan suatu aliran gas hasil pembakaran yang dihembuskan di bawah sebuah wadah yang terdiri dari partikel-partikel batu arang. Kejadian ini menandai dimulainya hal yang sangat penting di dalam teknologi modern. Winkler melihat partikel-partikel diangkat oleh tarikan gas dan massa partikel dilihat seperti cairan yang mendidih. Keuntungan utama dari fluidisasi ialah bahwa di sini zat padat diaduk keras oleh fluida yang mengalir melalui hamparan itu dan zat padat tercampur dengan baik. 2.7.1 Jenis-Jenis Fluidisasi Berdasarkan jenis-jenis fluida yang digunakan, fluidisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : fluidisasi partikulat dan fluidisasi gelembung. 1. Fluidisasi Partikulat (Pencampuran Fluida Cair Dengan Partikel) Merupakan fluidisasi yang terjadi pada fluida cair, misalnya fluidisasi pasir dengan air. Partikel-partikel ini bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah hebat dengan bertambahnya kecepatan, tetapi densitas rata-rata pada suatu kecepatan tertentu sama disegala arah hamparan. Proses fluidisasi ini bercirikan ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi. 2. Fluidisasi Gelembung (Pencampuran Gas Dan Partikel) Merupakan fluidisasi yang terjadi pada fluida gas. Pada fluidisasi ini kebanyakan gas akan mengalir dalam gelembung atau rongga-rongga kosong yang tak berisikan zat padat, dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk diantara partikel. Partikel itu akan bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida. Sifat ketakseragaman hamparan pada mulanya diperkirakan disebabkan oleh penggumpalan atau agregasi partikel, tetapi kenyataannya tidak ada bukti yang menunjukkan partikel itu melekat satu sama lain. Gelembung yang terbentuk berprilaku hampir seperti gelembung. Udara di dalam air atau gelembung uap di dalam zat cair yang mendidih. 21 2.8 Kecepatan Aliran Fluida Kecepatan Aliran Fluida adalah jarak yang ditempuh partikel fluida yang dialirkan oleh pompa dalam satu satuan waktu (m/det atau m/menit). Menentukan kapasitas pompa dengan menggunakan persamaan kontinuitas Persamaan kontinuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk aliran mantap (steady) massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida persatuan waktu yang sama. Melalui persamaan kontinuitas hubungan antara kecepatan aliran fluida, luas penampang pipa dan debit aliran zat cair dapat ditentukan dengan rumus: Q= V ......................................................................................................(2.2) t Atau, untuk mengetahui kecepatan fluida jika kapasitas pompa diketahui maka: = Q ..................................................................................................... (2.3) A A= πD2............................................................................................. (2.4) Dengan: Dengan memasukkan nilai A maka didapat: = ................................................................................................ (2.5) Dimana: = Kecepatan fluida (m/s) Q = Debit aliran air dalam pipa (m3/s) A = Luas penampang pipa (m2) V = Volume air (m3) D = Diameter pipa (m) t = Waktu (s) Asumsikan profil kecepatan aliran seragam pada sisi hulu dan hilir, maka persamaan kontunyuitas berlaku sebagai berikut: Q = V1.A1 = V2.A2 ...........................................................................(2.6) 22 2.9 Tekanan Penampung Biogas Tekanan gas pada penampung dapat diukur dengan menggunakan U manometer U. U manometer digunakan untuk mengukur beda antara tingkat tekanan di suatu titik dan tekanan atmosfer. Seperti terlihat pada Gambar 2.2, salah satu selang U manometer dihubungkan dengan penyimpan gas sedangkan lubang satunya terbuka terhadap tekanan udara luar. ∆h Gambar 2.2 U manometer Air (H2O) Persamaan yang dipergunakan: Pgas= ρ.g.h + Patm ...................................................................................................(2.7) Dimana : Pgas = tekanan gas (N/m2) h = Perbedaan tinggi air (m) ρ = massa jenis air (1000 kg/m3) g = percepatan grafitasi (m/s2) Patm = tekanan atmosfer (101325 N/m2) kemudian setelah tekanan gas pada biogas diketahui, untuk mencari massa gas harian biogas dapat menggunakan persamaan: P F .....................................................................................................................(2.8) A 23 P m.g ..................................................................................................................(2.9) A Sehingga: m Pm anom eterxA ...................................................................................................(2.10) g Dimana: m = massa gas (kg) P = Tekanan gas biogas (N/m2) F = Gaya (N) A = Luas penampang selang U manometer (m2) g = Percepatan grafitasi (m/s2)