I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk reformasi di Indonesia adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui reformasi birokrasi. Salah satu faktor dan aktor utama untuk menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean government) melalui tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Posisi dan peran yang demikian penting sebagai pengelola kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Mustopadidjaja, 2003). Arisman (2014) menyatakan bahwa reformasi pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good governance, karena (i) pelayanan publik menjadi ranah interaksi antara negara yang diwakili pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah (masyarakat sipil dan mekanisme pasar); (ii) berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah pada ranah pelayanan publik, sekaligus lebih mudah dinilai kinerjanya. Lebih lanjut Arisman (2014) menyatakan bahwa pelayanan publik dewasa ini menjadi isu yang kian strategis karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Secara politis, perbaikan kinerja pelayanan birokrasi akan berdampak tumbuhnya kepercayaan 2 (trust), dan legitimasi terhadap pemerintah sehingga mendorong partisipasi masyarakat. Dwiyanto (2011) menyatakan bahwa reformasi birokrasi berusaha mewujudkan birokrasi menjadi agen pelayanan (civil servant) dalam pengelolaan birokrasi yang demokratis (democratic governance). Proses demokratisasi dalam pengelolaan negara memungkinkan warganegara berperan serta secara aktif. Lebih lanjut Dwiyanto (2011), menggunakan istilah transformatif untuk menggantikan kata transaksional untuk membedakan pelayanan birokrasi dan pelayanan perusahaan. Kata transformatif untuk digunakan untuk menunjukkan peran birokrasi yang tidak hanya melayani warganegara tetapi juga berperan untuk memberdayakan. Pelayanan publik dalam pengelolaan irigasi diatur oleh Kementerian PU dengan mengeluarkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk irigasi sebagaimana diatur melalui Permen PU No. 41 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Standar pelayanan minimum mendasarkan pada konsep New Public Management yang didasari oleh warganegara adalah konsumen atau pelanggan. Konsep pelayanan dalam sistem irigasi yang ditawarkan adalah pelayanan sistem irigasi yang mendasarkan pada konsep New Public Service. New Public Service adalah konsep pelayanan yang didasarkan pada citizenship dan demokrasi. Citizenship berkaitan dengan hak dan kewajiban warganegara atas negara. Salah satu hak yang dijamin oleh negara adalah hak rakyat atas air yang merupakan hak 3 asasi manusia. Hak untuk memperoleh distribusi air akan dirasa adil (distributive justice) apabila diperoleh melalui proses yang adil (procedural justice). Keterlibatan warganegara dalam pengambilan keputusan merupakan bentuk partisipasi demokrasi (Warren, 2008). Kesetaraan dan musyawarah dalam pengambilan keputusan adalah asas yang terdapat dalam demokrasi. Pengambilan keputusan melalui musyawarah sebagai procedural justice akan terlaksana apabila menggunakan dialog yang dilandasi pada kesetaraan. Santoso (2013) menyatakan bahwa dialog adalah bentuk komunikasi yang rasional dan egaliter. Rasional karena menggunakan landasan berpikir kritis dan rasional dalam memecahkan permasalahan dan egaliter karena mengedepankan kesetaraan. Ostrom (2004) yang menyatakan bahwa salah satu usaha yang sukses untuk melakukan tindakan bersama (collective action) adalah kesepakatan (agreement) dengan individu yang terlibat. Konsensus dilakukan dalam rangka memadukan berbagai kepentingan stakeholder agar terwujud tujuan bersama tanpa terjadinya konflik. Konsensus bukan merupakan penjumlahan dari kepentingan stakeholder, tetapi merupakan kompromi atas semua kepentingan. 1.2. Indentifikasi Masalah Akar permasalahan pelayanan irigasi saat ini adalah (i) sumberdaya air yang terbatas dengan banyak pengguna secara bersamaan; (ii) sarana dan prasarana tidak berada dalam kondisi dan fungsi yang baik; (iii) pemahaman petani tentang 4 pemakaian air irigasi secara efisien masih rendah. Keadaan tersebut menimbulkan tidak sinkronnya kepentingan pengelola dan pengguna. Permasalahan pelayanan muncul saat kondisi air yang tersedia terbatas. Distribusi air yang terbatas membutuhkan dukungan sarana dan prasarana irigasi yang memiliki kondisi dan fungsi yang baik. Kondisi dan fungsi prasarana irigasi yang tidak baik membuat air tidak teragih secara benar. Kondisi pintu bagi yang tidak berfungsi menyebabkan kesulitan dalam membagi air. Kondisi bangunan ukur yang tidak baik membuat distribusi air tidak benar secara volumetris. Pemberian air yang boros, disebabkan pemahaman petani terhadap efisiensi penggunaan air yang rendah. Ketidakpastian petani memperoleh air, terutama saat air kurang, petani melakukan perusakan bangunan untuk memperoleh air maupun penimbunan air di lahan (hoarding). Ketidakpastian tersebut karena manajemen tidak menyediakan informasi yang tepat mengenai waktu dan jumlah air yang tersedia di bendung maupun di pintu-pintu sekunder maupun tersier. Manajemen supply dan demand air sudah diterapkan pengelola dengan menyusun rencana tata tanam. Jumlah air yang terbatas harus dibatasi jumlah penggunaannya dengan mengatur rencana tata tanam. Rencana tata tanam senantiasa tersedia setiap tahun yang merupakan hasil kerja komisi irigasi. Pada tingkatan pelaksanaan rencana tata tanam tersebut sering tidak sesuai. Kepentingan petani maupun kepentingan pengelola irigasi membutuhkan integrasi agar sistem irigasi dapat berjalan dengan baik. Integrasi membutuhkan dialog untuk saling mengerti dan memahami kepentingan masing-masing sehingga 5 diperoleh konsensus. Pemahaman terhadap permasalahan bersama akan menimbulkan adanya komitmen yang kuat untuk dapat mewujudkannya. Menurut Kallen (1930) dalam Payne (1965) menyatakan bahwa setiap konsensus adalah permufakatan yang memenangkan (won agreement); untuk merealisasikannya membutuhkan kesadaran dari perbedaan pendapat (awareness of disagreements), sehingga muncul harmoni. 1.3. Batasan Masalah Setiap sistem irigasi memiliki kekhasan dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P). Sistem irigasi permukaan memiliki prosedur O & P yang berbeda dengan sistem irigasi tetes, atau curah. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada daerah irigasi yang menggunakan sistem irigasi permukaan, terkait dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Penelitian ini juga dibatasi pada sistem irigasi teknis dengan komoditi pokok tanaman pangan, yang dikelola bersama antara pemerintah dan pengguna. Penelitian ini juga dibatasi pada sistem irigasi dalam kalang sistem pertanian beririgasi atau kalang D sebagaimana Gambar 1 (Small dan Svendsen, 1990). Dalam kalang ini terjadi tuntutan petani untuk memenuhi kebutuhan air bagi lahannya sehingga O & P irigasi merupakan bentuk pelayanan kepada pengguna. Penilaian kinerja pada kalang dua memberikan penekanan pada distribusi air kepada petani yang akan digunakan sebagai salah satu bagian dalam sistem produksi pertanian. 6 F F Sistem Politik Ekonomi E Sistem Ekonomi Pedesaan E D Sistem Ekonomi Pertanian D C Sistem Pertanian Beririgasi B Sistem Irigasi A INPUT-INPUT LAIN input/output utama: A = Operasi sistem irigasi B = Pasokan air untuk tanaman C = Produksi pertanian Sumber: Small dan Svendsen (1990) C B INPUT-INPUT LAIN D = Pendapatan di sektor pertanian E = Pembangunan ekonomi perdesaan F = Pembangunan nasional Gambar 1.1. Kalang sistem irigasi (Small dan Svendsen, 1990). 1.4. Perumusan Dan Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah dalam pelayanan irigasi yang yang bersifat partisipatif dirumuskan ke dalam: a. Model konsensus strategis berdasarkan demokrasi dan citizenship dalam mengintegrasikan kepentingan stakeholder sebagai dasar pengelolaan irigasi partisipatif; b. Model yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan untuk menentukan sumberdaya dan prioritas strategis yang merupakan isi konsensus strategis; 7 c. Menganalisis kepemimpinan institusional dalam pengelolaan irigasi yang terimplementasi dalam jalinan komunikasi antar stakeholder untuk menghasilkan kesepakatan bersama. Penjelasan perumusan dan penyelesaian masalah dijabarkan sebagai berikut: a. Model konsensus strategis sebagai bentuk demokrasi dan citizenship dalam mengintegrasikan kepentingan stakeholder sebagai dasar pengelolaan irigasi partisipasitif Negara harus memenuhi hak rakyat atas air yang merupakan hak asasi manusia. Negara ada untuk menjamin warganegara untuk menentukan pilihan sesuai dengan kepentingan pribadinya melalui prosedur tertentu dan hak individu (Denhardt and Denhardt, 2007). Air sebagai sumber utama irigasi adalah sumberdaya alam yang dikuasai negara. Hatta (1970) menjelaskan kepemilikan sumberdaya alam oleh negara bermakna negara membuat peraturan agar tidak ada penghisapan orang lemah atas orang lain. Prosedur dan peraturan yang dibuat harus mewakili adanya keadilan prosedural (procedural justice) untuk menjamin adanya keadilan dalam distribusi (distributive justice). Prosedur dan peraturan harus mencerminkan public spirit. Public spirit memainkan peran yang penting dalam proses democratic governance. Public spirit dapat dapat dijaga dan ditegakkan melalui prinsip-prinsip keadilan, partisipasi publik dan musyawarah (deliberation) (Denhardt and Denhardt, 2007). Sebuah prosedur yang dapat mewujudkan public spirit dalam membuat peraturan pengelolaan irigasi di tingkat DI melalui konsensus strategis. Konsensus 8 untuk mengintegrasikan kepentingan stakeholder terutama berkenaan dengan strategi yang ditempuh organisasi untuk mewujudkan prioritas strategis. Konsensus strategis merupakan model pelayanan yang mengkompromikan kepentingan stakeholder untuk mewujudkan tujuan bersama. Konsensus strategis memungkinkan peran aktif dari semua kelembagaan pengelola irigasi tidak terkecuali P3A. Partisipasi petani diwujudkan dalam partisipasi kelembagaan P3A, sesuai dengan PP No 20 Tahun 2006. Konsensus strategis memungkinkan seluruh lembaga yang terkait dengan pengelolaan DI, yang meliputi Balai Besar, Balai Provinsi, Dinas Kabupaten dan P3A dapat menegosiasikan tujuan pengelolaan irigasi dan cara mencapai tujuan tersebut (consensus on goal and means). Isi konsensus strategis meliputi (1) visi dan sasaran lembaga; (2) sumberdaya dan keunggulan kompetitif; dan (3) prioritas strategis. Keberhasilan dalam berkonsensus ditentukan oleh adanya pemahaman bersama (shared understanding) dan komitmen bersama terhadap isi konsensus. Keberhasilan konsensus strategis diukur melalui tingkat konsensus yang menunjukkan shared understanding dan komitmen stakeholder terhadap isi konsensus. Konsensus strategis akan tinggi ketika ada kesamaan shared understanding dan komitmen terhadap isi konsensus diantara stakeholder. Untuk mengetahui kesamaan shared understanding dan komitmen antara stakeholder pengelola irigasi dianalisis menggunakan Anova. b. Model yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan untuk menentukan sumberdaya dan prioritas strategis yang merupakan isi konsensus strategis 9 Pelayanan sebagai output manajemen, dihasilkan dari proses transformasi sumberdaya yang dilakukan oleh institusi. Pelayanan irigasi dipengaruhi oleh banyak faktor antar lain: sumberdaya air, sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, sumberdaya lahan, jaringan irigasi, pengelolaan, institusi, partisipasi, lingkungan ekologis, lingkungan strategis, dan partisipasi stakeholder. Karena banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap pelayanan, sehingga memiliki tingkat kesulitan yang besar dalam menyelesaikan masalah tersebut. Efektivitas pelayanan sangat ditentukan oleh pilihan prioritas terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan. Adalah penting untuk menentukan prioritas terhadap perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan agar lebih tepat sasaran. Faktor-faktor sistem irigasi yang dipilih untuk dianalisis pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan adalah: sumberdaya air, jaringan irigasi, sumberdaya manusia, pengelolaan (sumberdaya keuangan, partisipasi), institusi, dan lingkungan ekologis. Kualitas pelayanan merupakan ukuran mutu pelayanan. Kualitas pelayanan dinilai dengan menggunakan indikator yang berupa kecukupan (adequacy), keandalan (reliability), keadilan (equity) dan fleksibilitas (flexibility) (Hofwegen dan Malano, 1999). Pengaruh faktor-faktor sistem irigasi terhadap kualitas pelayanan dan pengaruh kualitas pelayanan terhadap konflik akan dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Analisis SEM menggunakan program Lisrel. 10 c. Menganalisis kepemimpinan institusional dalam pengelolaan irigasi yang terimplementasi dalam menjalin komunikasi antar stakeholder untuk menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk mewujudkan pengelolaan irigasi, pemimpin institusi menjalin komunikasi dengan institusi lainnya. Pola komunikasi mencerminkan kepemimpinan institusional dalam pengelolaan irigasi. Kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan sebagaimana penelitian Bas dan Avolio (1993). Kepemimpinan dalam sebuah organisasi berfungsi untuk memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin komunikasi yang baik, melakukan pengawasan secara teratur, dan mengarahkan para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju. Bawahan atau pengikut dalam sebuah organisasi, akan mampu bekerja dengan baik jika pemimpin dapat menjalankan perannya secara baik (Hanggoro, 2002). Komunikasi antara stakeholder dalam pengelolaan irigasi membentuk jaringan komunikasi dalam sistem irigasi. Terjadinya komunikasi karena adanya kepentingan pada masing-masing kelompok, baik penyedia maupun pengguna layanan. Jaringan komunikasi membentuk sebuah jaringan sosial dalam masyarakat beririgasi. Jaringan sosial adalah jaringan yang dibuat oleh ikatan individual melalui hubungan sosial yang khusus, seperti persahabatan, kebaikan hati, komunikasi, atau pertukaran keuangan (Freeman, 2004). Komunikasi antara stakeholder terjadi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi. Kegiatan operasi irigasi akan dianalisis 11 dalam kegiatan penentuan rencanaan tata tanam dan distribusi air. Komunikasi antara stakeholder tersebut akan dianalisis menggunakan Social Network Analysis (SNA). Analisis SNA menggunakan program Ucinet 6 dan NetDraw. 1.5. Keaslian Penelitian Pemerintah telah mengeluarkan SPM dalam bidang irigasi sebagaimana tercantum dalam Permen PU No. 41 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Standar Pelayanan Minimal tersebut sejalan dengan “Citizen’s Charter” yang diterapkan di Inggris (Denhardt, and Robert V. Denhardt, 2007). ‘Citizens’ Charter’ didisain terutama untuk memberikan kepada pengguna layanan pemerintah berupa hak konsumen (Efficiency Unit, 1993b; Prime Minister, 1991; Treasury, 1991; O’Toole, 2006). Filosofi yang mendasari “Citizen’s Charter” adalah paradigma citizen sebagai pelanggan (customer) (O’Toole, 2006). Penerapan pelayanan publik yang menggunakan konsep citizen sebagai konsumen banyak diilhami/didasarkan pada literatur Reinventing Government, is How the Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector oleh Osborn dan Gaebler (1992). Denhardt, and Robert V. Denhardt (2007) menyebutkan buku tersebut sebagai “Bible” dari paradigma New Public Management. Literatur pelayanan dalam irigasi yang ditulis oleh Malano dan Hofwegen, Management of Irrigation and Drainage System – A Service Approach, menggunakan konsep pengguna sebagai konsumen (Malano dan Hofwegen, 1999). Dasar yang sama juga digunakan oleh Renault (2008) untuk Service Oriented Management (SOM). Service 12 Oriented Management digunakan oleh FAO (2007) untuk mengembangkan MASSCOTE [Mapping Systems and Services for Canal Operation Techniques]. FAO telah mengembangkan konsep manajemen yang berorientasi pelayanan (Service Oriented Management) sebagai bagian dari program modernisasi irigasi yang diterapkan di Asia (Renault, 2008). Konsep manajemen yang berorientasi pelayanan dikenal dengan MASSCOTE (FAO, 2007). Service oriented management yang dikembangkan MASSCOTE memandang pengguna sebagai konsumen. (New Public Management). Konsep pelayanan dalam New Public Service, dikembangkan berdasarkan pada teori demokrasi dan citizenship (kewarganegaraan), sedangkan pelayanan bisnis berasal dari teori ekonomi. Pada tahapan perkembangan teori pelayanan publik (New Public Management) mengambil teori dalam ekonomi, yang menganggap warganegara adalah konsumen (Callahan, 2007). Menurut Newman and Vidler (2006 ) dalam Powell et al., (2007), konsumen menempatkan privat (dari pada publik), pasar (dari pada negara) dan individu (dari pada kolektif). Paradigma baru pemerintahan saat ini yang lebih berorientasi kepada pelayanan publik. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2009, tentang Pelayanan Publik. Konsep pelayanan irigasi yang ditawarkan berupa model pelayanan yang berbasis konsensus strategis, yang mendasarkan pada nilai-nilai demokrasi dan citizenship. Melalui konsensus strategis, kepentingan stakeholder yang berupa tujuan dan proses mencapai tujuan saling dikompromikan. Partisipasi stakeholder diwadahi dalam bentuk konsensus. Model pelayanan ini 13 melanjutkan penelitian yang telah dikembangkan oleh Arif dkk. (2007) tentang pengembangan konsep sistem operasi dan pemeliharaan daerah irigasi multiguna dengan membangun komitmen untuk berbuat konsensus antar pelaku. Penelitian kualitas pelayanan telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya dengan menggunakan berbagai dimensi yang mempengaruhi kualitas pelayanan. Berbagai dimensi pelayanan dari penelitian pelayanan dalam bisnis disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penelitian pelayanan dengan berbagai dimensi dalam dunia bisnis (Sumber: Tjiptono dan Candra, 2005) Peneliti Albrecht & Zemke (1985) Dimensi Kualitas Perhatian dan kepedulian, kapabilitas pemecahan, masalah, spontanitas dan fleksbilitas, recovery Brady & Cronin (2001) Kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil Caruana & Pitt (1997) reliabilitas jasa dan manajemen ekspektasi Dalbholkar, et al (1996) aspek fisik, reliabilitas, interaksi personal, pemecahan masalahan, kebijakan Dalbholkar, et al (2000) reliabililitas, perhatian pribadi, kenyamanan, fitur Edvardsson, Gustavsson kualitas teknis, kualitas integrative, kualitas fungsional, kualitas & Riddle (1989) hasil. Garvin (1987) reliabilitas, kinerja, fitur, konformasi, daya tahan, serviceability, estetika, perceived quality Gronroos (1978, 1982) kualitas teknis, kualitas fungsional, citra Gronroos (1990, 2000) profesionalisme dan keterampilan, sikap dan perilaku, aksesibilitas dan fleksibiltas, reliabilitas dan trustworthiness, recovery, reputasi dan kredibilitas, servicescape Gummesson (1987) kualitas desain, kualitas produksi, kualitas penyampaian, kualitas relasional Gummesson (1991) kualitas desain, kualitas produksi jasa, kualitas proses, kualitas hasil Gummesson (1993) kualitas desain, kualitas produksi dan penyampaian, kualitas relasional, kualitas hasil Parasuraman, Zeithaml & reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, Berry (1985) komunikasi, kredibilitas, jaminan, empati, dan bukti fisik Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dalam bidang pelayanan publik. Marhamah (2007) menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa ketepatan waktu pelayanan, biaya pelayanan serta tangible (kenyataan). Dunggio 14 (2011), menggunakan dimensi faktor internal (yang terdiri dari struktur organisasi, budaya organisasi dan sumberdaya organisasi) dan eksternal (lembaga Ombudsman dan masyarakat pengguna layanan) untuk menilai kualitas pelayanan publik. 1.6. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membangun argumen bagi konsep pelayanan, dalam pengelolaan irigasi partisipatif. Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah: a. Mengembangkan model konsensus strategis untuk menghasilkan kesepakatan pelayanan yang dilandasi pada nilai-nilai demokrasi dan citizenship dalam pengelolaan irigasi partisipatif; b. Mengembangkan model persamaan struktural untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan, guna menentukan sumberdaya dan prioritas strategis yang merupakan isi konsensus strategis; dan c. Menganalisis kepemimpinan institusional dalam pengelolaan irigasi yang terimplementasi dalam jaringan komunikasi untuk menghasilkan kesepakatan bersama. 15 1.7. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, hasil penelitian dapat memberikan sumbangan ilmu dan teknologi irigasi yang berkaitan model pelayanan irigasi yang mengembangkan nilai-nilai demokrasi dan citizenship. 2. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan irigasi.