POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM MEMBIMBING ANAK MENONTON TAYANGAN TELEVISI (Studi pada Orang Tua Warga Lingkungan Tegal Sari di Desa Padangsambian Kota Denpasar) Ni Made Dwi Suriantini Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra Email : [email protected] I Wayan Kotaniartha Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra ABSTRAK Media televisi dapat membawa dampak positif maupun negatif bagi anak maupun remaja. Peran orang tua untuk membimbing anak menonton tayangan televisi sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa anak – anak menghabiskan waktu untuk menonton televisi lebih dari 2 kali dengan waktu lebih dari 3 jam per hari untuk menyaksikan program tayangan favoritnya seperti film kartun Upin & Ipin. Sebanyak 83% orang tua menerapkan pola komunikasi demokratis yang mana anak dilibatkan untuk memberikan feedback saat proses komunikasi berlangsung. Kata kunci: Pola Komunikasi Orang Tua, Membimbing Anak, Tayangan Televisi ABSTRACT Television media will bring positive or negative impact for children. The role of the parents to guide their children in watching television is necessary. This research aims to determine parents’s communication patterns in guiding their children to watch the television. The research methods used description qualitative. The research result, we know that the children spend their time to watch television more than 2 times with more than 3 hours per day to watch their favorite television’s program, such as cartoon movie Upin & Ipin. As much as 83%, the parents apply democratic communication patterns in which the children are involved to give some feedbacks when the communication process take place. Keywords: The Parents’s Communication Patterns, Guiding Children, Television Program 1. PENDAHULUAN Media televisi kini telah menjadi orang tua kedua anak di rumah yang memiliki peranan positif dalam pembelajaran dan penyampaian pesan yang bersifat edukatif, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tayangan televisi seperti Laptop Si Unyil, Bolang, dan Dunia Air di Trans 7 merupakan tayangan yang layak ditonton bagi anak – anak, karena disamping menghibur, tayangan tersebut juga memiliki unsur edukasi. Dari ketiga tayangan tersebut, anak bisa belajar tentang alam, bagaimana mencintai alam, bagaimana kehidupan di daerah lain, dan hal – hal yang bersifat edukatif lainnya. Namun, bagaimana jadinya apabila tayangan televisi tersebut hanya bersifat menghibur, tapi tidak mengedukasi? Umumnya, anak pada usia dini belum memiliki batasan nilai sehingga apa 1 yang ditonton akan dianggap wajar untuk mereka contoh. Dalam hal ini, media televisi dapat membawa pengaruh yang negatif, karena anak pasif dan tidak kritis terhadap apa yang ditayangkan di televisi. Seperti misalnya, film kartun Doraemon. Memang sekilas terlihat biasa saja dan menghibur, tapi tanpa disadari, beberapa adegan dalam kartun tersebut mengandung unsur kekerasan, yang mana Giant dan Suneo sering mem- bully dan memukul Nobita. Hal ini akan berdampak negatif pada pergaulan anak di lingkungan sosial bersama teman sebayanya. Selain itu juga, serial sinetron Ganteng – Ganteng Serigala yang umumnya disegani para remaja, khususnya remaja putri, akan membawa dampak yang tidak kalah “negatif” dalam kehidupan sosial mereka. Seperti, gaya berbicara yang dibuat – buat dan terdengar “lebay”, gaya berpakaian ke sekolah yang serba mini dan full of make up, juga pergaulan yang secara tidak langsung membolehkan untuk berpacaran di lingkungan sekolah. Tak kalah buruk juga dampak negatif yang ditimbulkan dari serial sinetron Anak Jalanan yang kini tengah booming, memunculkan berbagai berita akibat dari tayangan tersebut yaitu jatuhnya beberapa korban yang mencoba mengikuti gaya berkendara dari tayangan sinetron Anak Jalanan, tanpa helm mengendarai motor gede dan dengan kecepatan tinggi. Diluar dari benar tidaknya berita tersebut, tersirat bahwa adanya kecemasan yang diakibatkan dari menonton tayangan yang tanpa disadari oleh pemirsanya bahwa tontonan tersebut mengandung unsur yang tidak mengedukasi dan tidak layak untuk ditiru. Oleh sebab itu, mengingat banyaknya tayangan televisi (dilansir dari situs kpi.go.id) lebih dari 70% tayangan yang mengandung unsur kekerasan dan sedikit memiliki unsur mendidik, maka wajib bagi orang tua untuk turut mengawasi dan membimbing anaknya dalam menonton tayangan televisi. Hal tersebut bertujuan agar orang tua dapat melakukan pencegahan terhadap dampak negatif yang akan ditimbulkan dari salah menonton tayangan televisi. Salah satunya yaitu dengan cara berkomunikasi yang baik pada anak, sehingga anak dapat mengerti pesan yang disampaikan, dan bisa memilih tayangan televisi yang layak tonton dan baik untuk ditiru sesuai usia mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah pola komunikasi orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi? Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi. Komunikasi merupakan sebuah aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan sosial seorang individu. Komunikasi berasal dari kata Latin “Communis” yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Menurut Cassandra (1980) sebagaimana dikutip Cangara (2015: 21), oleh kelompok sarjana komunikasi studi komunikasi antarmanusia (human communication), bahwa “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang – orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan 2 tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”. Dalam proses komunikasi, terdapat unsur – unsur yang saling berhubungan satu sama lain sehingga komunikasi dapat berjalan efektif (Cangara,2015: 31), antara lain: a. Pengirim (source) Disebut juga sebagai komunikator, adalah sumber informasi yang terdiri dari satu orang atau lebih, secara individu maupun kelompok. b. Pesan (message) Merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima, secara langsung maupun melalui media, berupa informasi, nasihat, hiburan, maupun propaganda. c. Saluran atau Media (channel) Alat untuk memindahkan pesan dari sumber ke penerima, seperti panca indera, surat, telepon, televisi, spanduk, maupun radio. d. Penerima (receiver) Disebut juga sebagai komunikan, khalayak, atau sasaran dalam penyampaian pesan yang terdiri dari satu orang atau lebih. e. Akibat atau Pengaruh (effect) Akibat penerimaan pesan yang tampak pada perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang. f. Tanggapan Balik (feedback) Sebuah bentuk hasil pengaruh yang berasal dari penerima, ataupun pesan dan media, meskipun pesan belum sampai pada penerima. g. Lingkungan Terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti lingkungan fisik (geografis), lingkungan sosial (kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat), dimensi psikologis, dan dimensi waktu. Menurut Harold D. Lasswell, komunikasi berfungsi agar manusia dapat mengontrol lingkungannya, beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal, dan melakukan transformasi warisan sosial pada generasi berikutnya. Fungsi komunikasi berdasarkan tipe komunikasi (Cangara,2015: 68), antara lain: a. Komunikasi dengan Diri Sendiri Berfungsi untuk meningkatkan kematangan berpikir seseorang sebelum menarik sebuah keputusan. b. Komunikasi Antar Pribadi Berfungsi untuk meningkatkan hubungan, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. c. Komunikasi Publik 3 Berfungsi untuk menumbuhkan semangat kebersamaan, mempengaruhi orang lain, dan memberi informasi mendidik serta menghibur. d. Komunikasi Massa Berfungsi untuk menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini, tipe komunikasi yang terkait adalah komunikasi antar pribadi (interpersonal communication), yaitu proses komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan komunikator untuk menangkap reaksi komunikan secara langsung, baik verbal maupun non – verbal (Mulyana,2004: 73). Komunikasi antar pribadi terbagi dalam 2 jenis, yaitu: a. Komunikasi Diadik Komunikasi yang berlangsung antara dua orang secara tatap muka, baik melalui dialog, wawancara, maupun percakapan. b. Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana para anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Dalam berkomunikasi, tentunya terdapat pola komunikasi yang digunakan dalam penyampaian pesan secara tepat, sehingga dapat dipahami. Pola komunikasi terbagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Pola Komunikasi Satu Arah Proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, tanpa ada timbal balik, baik melalui media maupun tanpa media. b. Pola Komunikasi Dua Arah Komunikator dan komunikan saling bertukar informasi, sehingga dalam proses komunikasi ini terdapat timbal balik atau feedback. c. Pola Komunikasi Multi Arah Terjadi dalam suatu kelompok yang mana komunikator dan komunikan saling bertukar pikiran secara dialogis. Komunikasi antara orang tua dengan anak dapat dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik, dapat saling memahami, mempercayai dan menyayangi satu sama lain. Pola komunikasi orang tua dapat dibagi menjadi 3 bagian (Yusuf,2001: 51), yaitu: a. Pola Komunikasi Membebaskan Pola komunikasi ini dikenal sebagai pola komunikasi serba membiarkan, memberi kebebasan, orang tua bersikap mengalah dan menuruti semua keinginan anak. Pola komunikasi yang terjadi cenderung bersifat satu arah. b. Pola Komunikasi Otoriter 4 Pola komunikasi ini bersifat kaku, tidak ada toleransi dari orang tua kepada anak, cenderung mengkomando, dan memaksakan kehendak. Anak umumnya diam dan hanya mendengarkan, sehingga pola komunikasi yang terjadi bersifat satu arah. c. Pola Komunikasi Demokratis Pola komunikasi ini bersifat dua arah, karena pada saat proses komunikasi berlangsung, terdapat timbal balik dari anak atas pesan yang disampaikan orang tua. Umumnya, orang tua dengan anak berkomunikasi secara dialogis. Disamping komunikasi antarpribadi, penelitian ini juga menyinggung komunikasi massa, yaitu komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak melalui media massa (cetak atau elektronik) seperti televisi, radio, surat kabar. Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988), “Mass communication is process whereby mass-produced message are transmitted to large anonymous and heterogeneous masses of receivers”, yang berarti bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan yang diproduksi secara massal atau tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen. Komunikasi massa bersifat satu arah, dan timbal baliknya bersifat lambat dan sangat terbatas. Namun, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin baik, maka timbal balik dapat berlangsung secara cepat, seperti melalui program interaktif. Salah satu media komunikasi massa yang umum digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi yaitu televisi yang menayangkan gambar dalam bentuk visual dan audio. Begitu banyak tayangan televisi yang disajikan, namun tidak semua layak ditonton anak – anak. Dalam penayangannya, program acara televisi dipantau dan diawasi oleh lembaga Komisi Penyiaran Indonesia bidang Pengawasan Isi Siaran, sesuai dengan wewenang KPI yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (pasal 8 ayat 2), yaitu mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran (P3-SPS). 2. METODE Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan rancangan deskriptif, dengan memaparkan suatu fenomena sosial tertentu (tunggal maupun jamak). Rancangan ini berfungsi untuk mengumpulkan informasi secara mendalam, sehingga didapatkan cukup fakta untuk menetapkan suatu langkah tertentu. Subjek dari penelitian ini adalah warga Lingkungan Tegal Sari Desa Padangsambian Kota Denpasar (yang dimaksud 1 KK) dengan kriteria orang tua yang telah memiliki anak usia 3 tahun sampai dengan jenjang SMA/K, atau sudah berusia 17 tahun. Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah populasi 191 KK di Lingkungan Tegal Sari, penelitian ini mengambil sampel dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan,2005: 65), yaitu sebagai berikut: n= N/ 1 + (N*e²) 5 n= 191/ 1 + (191*0,05²) n= 191/ 1 + 0,4775 n= 191/ 1,4775 n= 129,27 = 129 KK Keterangan : Populasi (N) : 191 KK Sampel (n) : 129 KK Margin Error (e) : 5% (0,05) Confidence Level : 95% Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis, yaitu dokumentasi dan kuesioner. Teknik dokumentasi dilakukan dengan mengamati benda mati, yaitu mencari data mengenai hal – hal yang berupa catatan, transkrip, buku, dan sebagainya. Sementara teknik kuesioner yang digunakan ada 2 jenis, yaitu kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup, yang mana memberikan sejumlah pertanyaan tertulis kepada responden untuk memperoleh informasi dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal – hal yang ia ketahui (Arikunto,2016: 151). Di dalam menganalisis data yang telah diperoleh, teknik yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan memberi ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna. Langkah – langkah yang dilakukan yaitu dengan reduksi data, penyajian data dengan bagan atau teks, kemudian penarikan kesimpulan. Lokasi penelitian ini adalah di Lingkungan Tegal Sari Desa Padangsambian Kota Denpasar. Alasan dalam pemilihan lokasi ini adalah belum pernah dilakukan penelitian serupa yang dilakukan di lokasi yang sama, dan kondisi penduduk di Lingkungan Tegal Sari bersifat homogen, sehingga memudahkan peneliti di dalam melakukan penelitian, baik dari segi waktu, tenaga, maupun biaya. 3. HASIL dan PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa frekuensi anak di Lingkungan Tegal Sari dalam menonton televisi yaitu sebanyak 62% anak menghabiskan waktu untuk menonton televisi lebih dari 2 kali dalam sehari, sementara sisanya masing – masing hanya 2 kali sehari sebanyak 23% dan sekali dalam sehari sebanyak 15% untuk menonton televisi. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1 Frekuensi Anak Menonton Televisi dalam Sehari 6 Jumlah Pilihan Jawaban 1 kali 2 kali > 2 kali Pertanyaan Berapa kali anak Bapak/ Ibu menonton televisi dalam sehari? Persentase (%) Total 19 30 80 129 15% 23% 62% 100% Sumber: Hasil Kuesioner yang diolah Sementara, dalam sehari sebanyak 47% anak menghabiskan waktu untuk menonton televisi selama lebih dari 3 jam (batas ideal anak menonton televisi sehari menurut Prof. Matt Sanders, direktur Parenting and Family Support Center di University of Queensland seperti yang dirilis dari laman www.couriermail.com.au), 30% anak menonton televisi sehari selama 3 jam, 14% anak sehari menghabiskan waktu menonton televisi selama 2 jam, dan 9% lainnya hanya menghabiskan waktu menonton televisi sehari selama 1 jam. Hasil data bisa dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini: Tabel 3.2 Rata – Rata Lama Anak Menonton Televisi dalam Sehari Pertanyaan Jumlah Pilihan Jawaban 1 jam 2 jam 3 jam > 3 jam Berapa lama rata - rata anak Bapak/ Ibu menonton tayangan televisi dalam sehari? Persentase (%) Total 12 18 39 60 129 9% 14% 30% 47% 100% Sumber: Hasil Kuesioner yang diolah Jika dilihat dari hasil penelitian tersebut, dimana seorang anak yang masih belia diperkenankan menonton televisi lebih dari 3 jam sehari, dapat membawa dampak buruk pada pola pikir dan perkembangan anak. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Eron (1960), bahwa anak – anak yang menghabiskan waktu berjam – jam untuk menonton televisi, umumnya akan melakukan tindakan agresif, baik di kelas maupun di lingkungan bermain (Chen,2005: 59). Sudah seharusnya, orang tua mengetahui tayangan televisi favorit anak. Apakah sudah sesuai dengan usia anak atau tidak? Atau mungkin, tayangan tersebut sesuai dengan usia anak, namun isinya mengandung unsur yang negatif dan berbahaya untuk ditiru oleh anak – anak yang dapat mengancam pembentukan karakter anak. Sebagian besar, anak – anak menonton televisi program tayangan favorit mereka. Dari hasil penelitian, diketahui sebesar 70% anak menyukai tayangan film kartun, 16% anak menyukai tayangan olahraga, 15% anak menyukai tayangan sinetron atau film dewasa, 9% anak menyukai tayangan berita dan 7% menyukai acara lainnya. Hasil data disajikan pada tabel 3.3 berikut ini: Tabel 3.3 Program Acara TV yang Suka Ditonton Anak 7 Pertanyaan Jumlah Pilihan Jawaban Film Sinetron / Berita Olahraga Lainnya Kartun Film Dewasa Program acara televisi apa yang 70 selalu ditonton oleh anak? Persentase (%) 54% Total 19 11 20 9 129 15% 9% 16% 7% 100% Sumber: Hasil Kuesioner yang diolah Jika dilihat dari tabel diatas, umumnya program tayangan televisi favorit anak tayang di waktu prime time, yaitu sore hari dan malam hari. Sebagian besar anak menyukai menonton film kartun, khususnya Upin dan Ipin yang tayang pada sore hari. Dari hasil pengamatan terhadap tayangan kartun ini, film kartun Upin dan Ipin cukup baik ditonton oleh segala usia, khususnya anak – anak karena di dalamnya mengandung pesan moral yang positif dan baik untuk ditiru oleh anak – anak. Secara tidak langsung, film kartun ini mengajarkan anak – anak untuk selalu bersikap sederhana, saling menyayangi satu sama lain, baik dengan orang tua maupun teman bermain, dan harus menuruti setiap nasehat dari orang tua. Kalau pun orang tua marah saat anak melakukan kesalahan, itu semata – mata wujud dari perhatian orang tua kepada anak. Dalam menonton tayangan televisi, setiap anak memiliki reaksi yang berbeda, baik selama tayangan berlangsung maupun setelah tayangan tersebut usai. Sebagian besar dari mereka, hanya diam memperhatikan secara seksama tayangan yang sedang berlangsung di televisi. Setelah selesai menonton, barulah dampak yang ditimbulkan setelah menonton televisi akan tampak. Seperti misalnya, perubahan yang terjadi dari segi sikap, perilaku, maupun gaya bicara anak yang mengikuti tokoh yang telah ditonton. Akan tetapi, tidak sedikit pula anak menunjukkan dampak dari menonton televisi saat tayangan sedang berlangsung. Seperti misalnya, bernyanyi mengikuti lagu pengiring tayangan yang ditonton, tertawa karena merasa terhibur, atau mengikuti langsung adegan atau gaya bicara tokoh yang ditonton. Untuk diketahui, dalam 1 KK warga Lingkungan Tegal Sari, umumnya hanya memiliki 1 televisi saja di rumah (91%). Namun, tidak menutup kemungkinan dalam 1 KK memiliki lebih dari 1 televisi, seperti yang ditampilkan pada tabel 3.4 dibawah ini: Tabel 3.4 Jumlah Televisi yang Dimiliki dalam Satu Keluarga 8 Jumlah Pilihan Jawaban Pertanyaan Berapakah jumlah pesawat TV yang ada di rumah Bapak/ Ibu? Persentase (%) Total 1 TV 2 TV > 2 TV 117 9 3 129 91% 7% 2% 100% Sumber: Hasil Kuesioner yang diolah Meskipun beberapa KK memiliki lebih dari 1 televisi yang biasanya terdapat pada kamar anak, pada saat menonton televisi anak – anak lebih memilih untuk menonton di ruang keluarga, dimana orang tua tetap bisa memantau tayangan yang ditonton anak. Kalau pun anak menonton televisi di kamar, beberapa kali orang tua mengunjungi anak ke kamar untuk memperhatikan kegiatan yang sedang dilakukan anak, dan tontonan apa yang sedang mereka tonton di kamar. Seperti yang diketahui bersama bahwa membimbing anak dalam menonton tayangan televisi adalah hal yang wajib bagi setiap orang tua. Namun tentu saja hal itu tidaklah mudah dilakukan semudah membaca teori. Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua untuk membimbing anak menonton tayangan televisi yaitu dengan mengkomunikasikan melalui diskusi bersama anak, dengan memanfaatkan waktu senggang, maupun saat anak sedang menonton. Dalam berkomunikasi pun, orang tua harus memilih pola komunikasi yang dirasa tepat dan efektif agar anak mau mendengarkan dan mengikuti nasehat orang tua. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, yang dimaksud dengan pola komunikasi adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah,2004: 1). Pola komunikasi orang tua dapat dibagi menjadi 3, yaitu antara lain: 1. Pola Komunikasi Membebaskan Orang tua cenderung membebaskan anak tanpa ada batasan dan kesepakatan, bersikap mengalah dan membiarkan. Hal ini akan membuat anak menjadi manja dan bersikap tidak bertanggung jawab. Pola komunikasi membebaskan bersifat komunikasi satu arah, karena dalam hal ini orang tua langsung memberikan kebebasan tanpa ada diskusi antara orang tua dengan anak. 2. Pola Komunikasi Otoriter Orang tua cenderung bersikap dominan, dalam menyampaikan pesan seperti mengkomando, memiliki aturan yang kaku. Hal ini dapat membuat anak stres. Pola komunikasi ini dapat dilihat bersifat satu arah karena orang tua di dalam menyampaikan pesannya bersikap mengkomando tanpa memberikan toleransi pada anak. 3. Pola Komunikasi Demokratis 9 Orang tua dan anak memiliki sikap terbuka, selalu bertukar pendapat, berdiskusi membuat kesepakatan. Hal ini dapat berdampak positif pada diri dan perkembangan anak, seperti menjadi pribadi yang bijak dan bertanggung jawab. Pola komunikasi ini bersifat komunikasi dua arah, sebab dalam penerapannya terdapat respon atau feedback yang diberikan anak kepada orang tua. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hampir 83% orang tua menerapkan pola komunikasi demokratis dalam membimbing anak menonton tayangan televisi, dan sisanya 11% menerapkan pola komunikasi otoriter, sementara 6% lainnya menerapkan pola komunikasi membebaskan. Alangkah bijaknya apabila orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi menerapkan pola komunikasi yang tepat, yang mampu menciptakan suasana yang membuat anak nyaman, sehingga mampu mengerti maksud dari perkataan orang tua dan tujuan dari komunikasi yang sedang terjadi. Serta menerapkan prinsip menghormati pendapat anak di dalam membuat kesepakatan aturan menonton tayangan televisi. Dengan begitu, anak akan merasa dihargai keberadaannya, dan secara tidak langsung anak akan merasa segan apabila tidak mengikuti kesepakatan yang telah dibuat bersama orang tua. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Haim G. Ginott dalam bukunya yang berjudul “Between Parent and Child”, bahwa cara berkomunikasi dengan anak harus berdasarkan sikap menghormati dan keterampilan (Sobur,1991: 8). Dengan menerapkan pola komunikasi yang tepat, anak dapat menonton televisi sesuai aturan dan batasan usia, baik dari segi pemilihan program tayangan dan intensitas waktu menonton. Adapun peraturan menonton televisi yang biasa dibuat orang tua, yaitu: 1. Tidak boleh menonton televisi sampai larut malam, 2. Tidak boleh menonton televisi lebih dari 3 jam, 3. Sebelum menonton televisi, anak harus mengerjakan pekerjaan rumah atau sekolah terlebih dahulu, 4. Tonton acara televisi sesuai kesepakatan bersama sebelumnya, 5. Televisi akan dimatikan pada waktu tertentu, dan 6. Tidak boleh asal meniru adegan yang ditonton. Gambar 1. Anak membantu orang tua membuat canang sebelum diberi ijin untuk menonton televisi. Untuk dapat membimbing anak menonton tayangan televisi, seharusnya orang tua ikut serta mendampingi dan menjelaskan seputar acara televisi yang ditonton. Namun pada kenyataannya, 10 sebagian besar orang tua disibukkan dengan aktivitas diluar untuk bekerja, sehingga sedikit memiliki waktu di rumah untuk ikut serta mendampingi anak menonton tayangan televisi. Gambar 2. Anak menonton televisi tanpa pendampingan orang tua. Meskipun setelah beraktivitas ikut mendampingi anak menonton televisi, sedikit orang tua menjelaskan langsung perihal isi tayangan yang sedang ditonton. Namun, hampir dari 97% orang tua warga Lingkungan Tegal Sari, turut mengkritisi isi tayangan yang ditonton oleh anak, dan sisanya hanya diam dan mempercayakan kepada anak, bahwa mereka sudah tahu dan dapat membedakan adegan yang pantas dan tidak pantas. Hal – hal yang lazim dikritik oleh orang tua saat mendampingi anak menonton tayangan televisi, yaitu antara lain: 1. Kata – kata yang kasar (bodoh, bedebah, persetan), 2. Sikap yang tidak etis (memeluk lawan jenis di lingkungan sekolah), 3. Berpakaian jorok atau tidak sopan (baju mini transparan yang memperlihatkan bagian dalam tubuh), 4. Acara yang mengolok – olok (mengejek orang yang pendek, memiliki bibir maju atau berkepala botak), dan 5. Menghina suku atau agama (menyinggung ras seseorang atau sekelompok orang seperti yang pernah dilakukan oleh salah satu penyanyi dangdut Cita – Citata yang menyinggung ras kaum Papua). Selain hal – hal diatas, sebagian besar orang tua juga turut membimbing anaknya untuk menelaah isi berita yang ditayangkan di televisi secara berimbang dan bijaksana. Hal ini dikarenakan, beberapa stasiun televisi swasta terlalu sibuk untuk membuat berita yang cenderung bersifat provokatif dan menggiring opini publik, yang mana hal ini bertujun untuk keuntungan pemilik stasiun televisi tersebut. Saat ini, beberapa televisi swasta ditunggangi oleh kepentingan pribadi pemiliknya, karena pemilik televisi swasta tersebut juga merupakan tokoh dari salah satu partai politik. 11 Seperti contohnya, dalam pemberitaan mengenai semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, pada pemberitaan di stasiun televisi swasta TV One milik Aburizal Bakrie yang juga sekaligus pemiliki stasiun televisi swasta ANTV, menyebutkan bahwa terjadinya kebocoran gas di Sidoarjo yang melibatkan PT. Lapindo Brantas , sebuah perusahaan pertambangan milik kelompok usaha Bakrie merupakan sebuah bencana alam, dan bukan kelalaian yang dilakukan pihak Lapindo. Selain itu juga, diberitakan bahwa Lapindo Brantas juga telah bertanggung jawab dengan melakukan ganti rugi berupa menyediakan tempat tinggal yang layak. Sementara disisi lain, seperti yang ditulis Tommy Sulaiman dalam karya tulisnya yang berjudul Kepemilikan Media vs Netralitas Media yang dipublikasikan dalam buku Kolonialisasi Media Televisi (2013: 18), bersumber dari berita Metro TV Selasa, 30 April 2013 pukul 07.42 WIB, menyebutkan bahwa “Kasus lumpur Lapindo yang sampai saat ini menyisakan masalah tampaknya bukan lagi menjadi perhatian Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang merupakan pemilik PT Lapindo Brantas”. Dalam isi berita ini, tersirat secara jelas bahwa pemilik Metro TV, Surya Paloh sedang berusaha menyudutkan Ical (sapaan akrab dari Aburizal Bakrie) karena adanya unsur kepentingan politik. Selain itu juga, stasiun televisi swasta Metro TV yang dimiliki oleh Surya Paloh, yang juga merupakan salah satu tokoh politik berkedudukan sebagai ketua umum Partai Nasdem. Oleh Surya Paloh, waktu siar di stasiun televisi miliknya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi kelompoknya, dengan melakukan blocking time saat pelaksanaan kongres Partai Nasdem tanggal 25 Januari 2013 di Jakarta Convention Center secara langsung dalam live event. Dalam kongres tersebut ditayangkan Surya Paloh yang pada awalnya berkedudukan sebagai ketua majelis nasional Partai Nasdem, diangkat menjadi ketua umum menggantikan Patrice Rio Capella. Sayangnya, program live event tersebut ditayangkan pada waktu prime time, yaitu pukul 19.30 WIB dan menggantikan acara rutin yang biasa ditayangkan pada waktu itu. Dikutip dari karya tulis Wafda Sajida D. salah seorang mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul Fenomena Blocking Time di Indonesia : Ketika Sang Pemilik “Numpang Eksis”, yang dipublikasikan dalam buku Kolonialisasi Media Televisi (2013: 24), seperti yang dijelaskan dalam Peraturan KPI Nomor 03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran (SPS), blocking time adalah pembelian waktu siar yang dimanfaatkan untuk penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran iklan. Hal tersebut juga dijelaskan dalam UU No, 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 46 ayat 10, yang menyebutkan bahwa “Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apapun, kecuali siaran iklan”. Meskipun pada peraturan terbaru KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang SPS tidak disebutkan secara jelas mengenai blocking time, namun pada pasal 11 ayat 1 ditegaskan bahwa “Program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu” dan pada ayat 2 berbunyi “Program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/ atau kelompoknya. 12 4. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak – anak menghabiskan waktu dalam sehari untuk menonton televisi lebih dari 2 kali dengan rata – rata waktu lebih dari 3 jam per hari pada sore hari hingga malam menjelang waktu tidur. Mereka biasanya menghabiskan waktu untuk menonton program tayangan favoritnya seperti film kartun Upin dan Ipin. Pada saat menonton televisi, anak – anak cenderung diam dan memperhatikan secara seksama tayangan yang sedang ditonton. Setelah selesai tayangan tersebut, mereka akan meniru adegan yang telah ditonton, dan akan berdampak pada perubahan sikap, perilaku, serta gaya bahasa yang meniru tokoh yang telah dilihatnya dalam televisi. Untuk itu, peran orang tua untuk memimbing anak menonton tayangan televisi sangatlah penting, meskipun tidak bisa dipungkiri dalam prakteknya hal tersebut tidaklah mudah. Umumnya, dalam membimbing anak menonton tayangan televisi orang tua ikut serta mendampingi dan menerapkan pola komunikasi demokratis dalam menjelaskan aturan menonton tayangan televisi pada anak. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa dari hasil penelitian sebanyak 83% orang tua menerapkan pola komunikasi demokratis, 11% menerapkan pola komunikasi otoriter, dan 6% lainnya menerapkan pola komunikasi membebaskan. Dalam kenyataannya, orang tua akan mengalami hambatan dalam menerapkan pola komunikasi yang dianggapnya tepat untuk membimbing anak menonton tayangan televisi. Tidak menutup kemungkinan dalam menerapkan salah satu pola komunikasi tersebut, disertai dengan pola komunikasi lainnya yang dikarenakan faktor – faktor tertentu. Misalnya, saat orang tua menerapkan pola komunikasi demokratis, namun sifat dari anak yang dihadapi cenderung nakal dan suka membangkang, pola komunikasi otoriter dapat diterapkan dengan tujuan anak akan langsung mengikuti pesan yang disampaikan oleh orang tuanya. Disamping itu, hambatan lain yang terjadi pada orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi yaitu dari segi waktu. Hal ini disebabkan kesibukan orang tua yang bekerja maupun beraktivitas di luar rumah, sehingga sedikit memiliki waktu untuk membimbing anak menonton tayangan televisi. Sebagian besar orang tua ikut mendampingi anak menonton televisi di malam hari saat setelah beraktivitas, namun tetap jarang berkomunikasi dengan anak membahas isi program tayangan televisi dalam rangka membimbing anak menonton tayangan televisi. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian pola komunikasi orang tua dalam membimbing anak menonton tayangan televisi, yaitu antara lain: 13 1. Untuk pihak Komisi Penyiaran Indonesia, agar mengambil tindakan lebih tegas dan sanksi yang bersifat mengikat bagi stasiun televisi yang menampilkan program tayangan yang tidak sesuai dengan P3 - SPS dan tidak mendidik, serta berpotensi berbahaya bagi anak – anak usia dini hingga remaja. 2. Bagi orang tua, alangkah bijaknya dapat meluangkan waktu untu berdiskusi dengan anak, dan melakukan pengontrolan serta pendampingan terhadap kegiatan menonton televisi anak. Selain itu, hendaknya orang tua memahami tayangan televisi yang ditonton anak, sehingga dapat memberikan pengarahan seputar program tayangan yang ditonton dengan menerapkan pola komunikasi demokratis, dimana anak juga dilibatkan dan dihargai pendapatnya terhadap tayangan yang ditonton. 3. Orang tua juga dapat membuat aturan waktu, sehingga anak tidak terlalu lama melebihi batas ideal per hari untuk menonton tayangan televisi. Orang tua dapat mengalihkan kegiatan menonton televisi anak pada aktivitas lainnya, seperti mengajak anak bepergian atau sekedar berdiskusi menghabiskan waktu bersama keluarga. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan masalal lain yang ada kaitannya dengan pola komunikasi antara orang tua dengan anak. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa, dapat menggunakan jenis dan metode penelitian lain, dan wilayah yang berbeda. Hal ini dikarenakan wilayah generalisasi penelitian ini terbatas, sehingga hasil penelitian juga hanya berlaku untuk suatu ruang lingkup saja. 5. DAFTAR PUSTAKA Anonim. “One Hour of TV a Day is Plenty for Children, Expert Says”. www.couriermail.com.au. Diakses pada tanggal 21 Juni 2016. Arikunto, Suharsimi. 2006. “Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta: Rineka Cipta. Black, Jay dan Frederick C. Whitney. 1988. “Introduction to Mass Communication (2nd edition)”. Iowa : Wm. C. Brown Publisher. Cangara, H. Hafied. 2015. “Pengantar Ilmu Komunikasi (Edisi Kedua)”. Depok : PT Rajagrafindo Persada. Chen, M. 2005. “Mendampingi Anak Menonton Televisi”. (Alih Bahasa: Bern. Hidayat). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Djamarah, Syaiful Bahri. 2014. “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga (Edisi Revisi)”. Jakarta : PT Rineka Cipta. Dzahabiyya, Wafda Sajida,dkk. 2013. “Kolonialisasi Media Televisi”. Yogyakarta : Buku Litera. Mulyana, Deddy. 2004. “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Riduwan. 2005. “Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Sobur, Alex. 1991. “Komunikasi Orang Tua dan Anak”. Bandung : Angkasa. 14 Pemula”. Bandung : Alfabeta. Suriantini, Dwi. 2016. “Laporan Program Kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) Bandung – Jakarta Tanggal 21 – 23 Mei 2016”. Laporan Program Kegiatan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, Denpasar. 15