BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar Buku

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar
Buku morfologi Bahasa Indonesia telah banyak ditulis para
ahli bahasa, baik buku yang berupa buku tatabahasa maupun
buku khusus morfologi; entah itu buku besifat preskriptif,
deskriptif, diakronis, maupun diakronis. Dicermati dengan
seksama, buku-buku itu belum memperhatikan pembentuan
kata-kata baru yang muncul akibat perkembangan ilmu
pengetahuan, misalnya di bidang telekomunikasi, kedokteran
property, bisnis, dan teknologi informasi. Buku-buku itu belum
menjawab lima pilar sebagai berikut:
1. Apakah gejala pembentukan kata ber+feysen;
meN+twitter;
ber+watch-app;
meN+branding;
ber+deviasi; di+fleksi+kan; ter+fleksi; meN+fiksasi
kaidah morfologi bahasa Indonesia yang menyesuaikan;
ataukah kata-kata baru itu yang mengalami proses
morfologi?
2. Bagaimanakan prefiks {di-}; {meN-}; {ter-}; dapat
diimbuhkan pada morfem verifikasi, sedangkan prefiks
{ber-} tidak dapat? Secara realita, kata-kata seperti
aplikasi, menjadi diaplikasi, mengaplikasi, teraplikasi,
diverifikasi, memverifikasi, terverfikasi berterima, tetapi
kata berverfikasi tidak berterima?
3. Bagaimana prefiks {ber-}, {ter-}; {meN}; {peN}; {di-}
dapat diimbuhkan pada morfem akar karbonasi,
sedangkan prefiks {se-} tidak dapat?
4. Mengapa prefiks {ber-}; {meN-}; {di-} dapat
diimbuhkan pada morfem promosi, nutrisi sedangkan
{peN-} tidak?
5. Mengapa imbuhan gabung {me-kan } dapat diimbuhkan
pada morfem dasar misalnya cipta, suntik, efisien,
kontribusi,
sharing,
menjadi
menciptakan,
membisniskan, mengefisienkan, mengkontribusikan,
mengsharingkan tetapi imbuhkan gabung {me-i } tidak
berterima bila diimbuhkan pada kata dasar cipta,
menjadi menciptai, membisnisi, mengefiesiensi dan
mengkontribusii?
1
Buku morfologi yang sudah ada belum membahas berbagai
aspek kebahasaan yang berkaitan dengan lima pilar dalam
kaitannya dengan kosakata yang muncul dari ranah
telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, maupun teknologi
informasi. Buku morfologi yang telah ada masih terbatas pada
analisis hanya didasarkan kepada pendeskripsian kaidah yang
tampak secara fisik berasal dari data ujaran maupun tulisan.
Perbedaan buku morfologi bahasa Indonesia yang sudah ada
dengan buku morfologi ini terletak pada beberapa aspek, yaitu:
1) buku ini mendeskripsikan kaidah yang tampak secara
fisik, mengenai pembentukan kata baru yang muncul
pada ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis,
dan teknologi informasi;
2) buku ini mendeskripsikan ciri-ciri semantik dari setiap
satuan bahasa akar atau leksem yang dianggap menjadi
dasar pembentukan kata.
3) buku ini menganalisis leksem dalam kaitannya dengan
makna gramatikal
dan
semantik.
Contohnya
pengimbuhan prefiks {ter-} dengan leksem integrasi
menjadi {terintergrasi} ‘tergabung’, imbuhan {ter-}
ditinjau dari segi fungsi membentuk kata kerja pasif,
selain itu, imbuhan {ter-} memberi makna gramatikal,
yaitu ‘dalam keadaan’; sedangkan leksem integrasi
memiliki komponen makna (+ keadaan atau situasi).
Contoh lain, pengimbuhan {meN-} dengan leksem
branding menjadi {membranding} ‘mencap; memberi
merek’. Pengimbuhan {meN-} pada leksem branding,
membentuk kata kerja transitif, imbuhan {meN-} itu
memiliki makna gramatikal ‘membubuhi’, leksem
branding memiliki komponen makna (+ menaruh
sesuatu pada; menambahkan pada)
B. Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia
Perkembangan atau pertambahan kosakata bahasa
Indonesia bertumbuh sangat pesat. Kosakata sebagai satuan
analisis terbesar dalam kajian morfologi merupakan salah satu
komponen bahasa yang dalam linguistik diberi istilah leksikon
(lexicon). Pertanyaan yang dapat diajukan: “Bagaimana
kosakata bahasa Indonesia dapat terus bertambah dan
berkembang?” Pertambahan dan perkembangan kosakata
2
bahasa Indonesia dapat terjadi karena berbagai aspek. Salah
satu aspek yang dapat menggambarkan bahwa bahasa
Indonesia terus bertambah dan berkembang adalah aspek
penggunaan bahasa Indonesia yang menjadi peranti utama
untuk memaparkan perkembangan ilmu pengetahuan di
berbagai disiplin ilmu, umpamanya ilmu kedokteran,
telekomunikasi, bisnis, properti, teknologi informasi, dls.
Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan peranti
komunikasi yang mumpuni untuk menceritakan kondisi
ekonomi, sosial, kesehatan, pertumbuhan penduduk,
pendidikan, budaya, politik, lingkungan alam, bencana alam,
konservasi alam, dan sebagainya.
Globalisasi diidentifikasi sebagai suatu era yang sangat
berpengaruh kepada pertambahan dan perkembangan kosakata
bahasa Indonesia. Kosakata banyak bermunculan pada kurun
waktu ini. “Bagaimana hal itu dapat terjadi? Ada beberapa hal
yang menyebabkan kosakata itu lahir, yakni: 1) kosakata
muncul dari hasil penelitian terhadap suatu objek, dari objek itu
diciptakan nama, contoh kosakata android, blackberry, akun,
rekening, markah buku, tembolok, situs web lapuk, cakram
digital, lema, entri, folder, cakram keras, online web, prosesor,
jejaring, laman web, situs web, wireless, peramban web dan
lain sebagainya, kata-kata itu kemudian sering digunakan oleh
penutur bahasa Indonesia baik secara perorangan, kelompok,
perusahaan, komunitas, maupun profesi; 2) kosakata itu
sengaja diserap dari bahasa lain untuk keperluan penggambaran
makna suatu objek, konsep, proses, situasi, teks, konteks,
karakter, ataupun sifat tertentu. Penciptaan dan penyerapan
kosakata dalam ranah-ranah tersebut, tentu ada alasan atau
persoalan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan, contoh
kosakata yang muncul dari ranah teknologi informatika:
diinstal; menginstal, terinstal; partisi, dipartisi, mempartisi,
diformat, memformat, terformat, meramban, pemampatan,
sambungan peramban, caiberlaw atau hukum telematika,
mengheker, obrol siar internet wizard atau wisaya, webcasting
atau siaran web, display atau tampilan, feedback atau balikam,
output atau keluaran, scanner atau pemindai, preview atau
pratonton, seup atau tatan dls.
3
Perhatikan kutipan data asal teks bisnis sebagai berikut:
“Ada sisi entrepreneur dalam diri kita. Sisi itu sangat
menarik, apabila kita tahu: bagaimana melakukan
penemuan sisi itu. Seandainya sisi entrepreneur itu
telah ditemukan oleh seseorang, kemudian dia dapat
secara
konsisten
melaksanakan
dan
mentransformasikan di dalam kehidupan mereka serta
kehidupan orang di sekitar mereka, itulah yang
dikatakan hebat. Visi seorang entrepreneur harus
sangat kuat, sebab bila visi itu dilaksanakan dengan
baik, maka ada beberapa dimensi dapat terwujud,
umpamanya: pekerjaan akan tercipta, inventori akan
tertata, kemampuan akan meningkat, karyawan akan
berkembang, pemimpin akan terbimbing, kemakmuran
akan tercipta, kesempatan akan terbentang hubungan
relasi akan terpupuk dengan baik, masyarakat akan
mendapatkan manfaat positif, gaya hidup akan
meningkat, kebutuhan akan terlayani, pengetahuan
akan berlipat, pola pikir akan bertransformasi, dan
ekonomi akan menjadi lebih meningkat, dan orang
tersebut dapat disebut kaya. (dikutip dari halaman x)
…” dalam waktu 25 tahun itu, saya melalui proses
belajar yang saya terapkan pada hidup dan bisnis saya.
Ketika pertama kali saya memulainya, saya belajar
tentang membranding diri saya sendiri sebagai model
feysen…” (dikutip dari halaman 4)
(Sumber: Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the
entrepreneur in you 47 Rahasa Pengusaha Sukses.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal x .
Mencermati satuan-satuan bahasa yang terdapat di dalam
kutipan di atas, terdapat kata-kata yang berulang, yaitu kata:
entrepreneur, penemuan, sisi, seseorang, mentransformasikan,
memindahkan, kehidupan, dilaksanakan pekerjaan, tercipta,
inventori, tertata, kemampuan meningkat, dan berkembang.
Selain ada satuan yang berulang pada teks itu juga terdapat
kosa kata yang hampir mirip, seperti pemimpin, terbimbing,
4
kemakmuran akan tercipta, kesempatan, terbentang hubungan,
terpupuk, mendapatkan, meningkat, kebutuhan, terlayani,
pengetahuan, berlipat, dan bertransformasi.
Ditinjau dari satuan-satuan pembentuk kata-kata itu
terdapat juga kesamaan makna, misalnya: terpupuk, terlayani,
terbentang, pengetahuan, kebutuhan, mendapatkan, dan
mentransformasikan. Kata merubah akan sama maknanya
dengan kata mentrasformasikan pada kalimat: “Seseorang
dapat merubah kehidupan mereka serta kehidupan orang lain
di sekitar mereka”. Kata yang hampir mirip ini tidak
mempunyai kesamaan arti, tetapi memiliki kesamaan konsep,
misalnya: kata kemampuan memiliki hubungan arti dengan
kemakmuran. Kata mentransformasikan memiliki hubungan
makna dengan bertransformasi. Mencermati secara seksama
penggunaan kata dalam kutipan di atas, dapat diketahui bahwa
setiap kata itu memiliki makna. Kata yang memiliki makna itu
diidentifiksi sebagai bentuk bahasa (linguistic form).
C. Batasan Morfologi
Secara etimologis, istilah morfologi dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata morphology dalam bahasa Inggris.
Istilah itu terbentuk dari dua buah morfem, yaitu morph
‘bentuk’ dan logy ‘ilmu’. Istilah morfologi dijelaskan oleh
Chaer (2008: 3) merujuk kepada ‘Ilmu yang mengenai bentuk’
Di dalam linguistik, morfologi adalah mengkaji bentuk-bentuk
kata dan proses pembentukan kata. Artinya setiap bentuk
bahasa (linguistic form) yang berupa seluk beluk kata, menjadi
objek sasaran untuk dikaji, misalnya, selain kata desain,
terdapat kata mendesain, mendesainkan, terdesain, banyak
desain, desain-desain, desain rumah, pendesainan bersusun,
tampilan desain, hasil desain imaging, rancangan desain; di
samping kata ekstensi terdapat kata diekstensikan,
mengekstensi, pengekstensian; selain kata kontraksi terdapat
kata
berkontraksi,
kontraksi
otot,
mengkontraksi,
dikontraksikan, terkontraksi, otot berkontraksi; di sisi kata
telepon, terdapat kata bertelepon, menelepon, meneleponkan,
diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler,
telepon-telepon, telepon-teleponan, bertelepon-teleponan.
Mengamati kata-kata tersebut dapat diutarakan bahwa kata
dalam bahasa Indonesia memiliki beragam bentuk. Kata desain
5
terdiri dari satu morfem, sama halnya dengan kata kontraksi
dan telepon. Selanjutnya, kata mendesain terdiri dua morfem,
yakni morfem {meN-} sebagai imbuhan, dan morfem desain
sebagai bentuk dasar. Kata telepon-telepon terdiri dari dua
morfem yaitu morfem telepon sebagai bentuk dasar, diikuti
oleh morfem telepon sebagai morfem ulang. Kata teleponteleponan, terdiri dari tiga morfem yaitu morfem telepon
sebagai morfem dasar, diikuti oleh morfem telepon sebagai
morfem ulang, diikuti oleh imbuhan {-an} sebagai morfem
akhiran. Satuan bahasa berupa telepon seluler terdiri dari dua
morfem, demikian pula kontraksi otot, desain rumah, telepon
pintar, kartu pintar yang masing-masing bentuk bahasa itu
merupakan kata. Kata mendesainkan terdiri dari dua morfem,
yakni {meN-kan} sebagai imbuhan berupa prefiks dan morfem
desain.
Fenomena di atas dapat dipahami bahwa setiap satuan
bahasa berupa morfem dapat mengalami perubahan. Perubahan
itu menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami
pergantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna
kata. Misalnya, golongan kelas kata telepon berbeda dengan
golongan kelas kata bertelepon-teleponan.
Kata telepon
dikategorikan sebagai golongan kata nominal, tetapi
bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.
Ditinjau dari tataran makna kata-kata diekstensikan,
mengekstensi, pengekstensian; kontraksi, berkontraksi,
kontraksi otot, mengkontraksi, dikontraksikan, terkontraksi,
otot berkontraksi; bertelepon, menelepon, meneleponkan,
diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler,
telepon-telepon, telepon-teleponan memiliki makna yang
berbeda-beda. Pergantian kelas kata dan makna setiap kata
seperti di atas termasuk di dalam ruang lingkup kajian
morfologi. Jadi, morfologi mengkaji berbagai aspek bentuk
kata, fungsi pergantian bentuk kata baik secara gramatik
maupun semantik.
D. Morfologi dalam Ilmu Linguistik
1. Objek Kajian
Objek kajian morfologi adalah bentuk kata, semua satuan
bahasa sebelum menjadi kata, seperti morfem dengan beragam
tipe serta bentuk, dan proses pembentukan kata. Pembentukan
6
kata mencakupi beberapa proses seperti morfem bebas maupun
terikat;
imbuhan; morfofonemik, reduplikasi, komposisi,
infleksi, dan derivasi.
morfofonemik
Reduplikasi
Imbuhan
Komposisi
Infleksi dan
derivasi
Morfologi
Morfem
Skema 1
Objek Kajian Morfologi
2. Linguistik Secara Hierarkis
Ilmu linguistik secara hierarkis terdiri dari beberapa tataran
kajian, susunan yang bersifat hierarkis itu dapat diilustrasikan
dalam skema 2, sebagai berikut :
Linguistik
Semantik
Tatabahasa
Morfologi
Sintaksis
Bunyi
Bahasa
Fonologi
Skema 2
Hubungan Morfologi dengan Linguistik
7
Skema 2 menunjukkan bahwa linguistik secara umum
berarti ilmu yang mempelajari bahasa. Ilmu ini memiliki
beberapa subsistem antara lain:
1) Semantik secara garis besar beranggapan bahwa setiap
satuan bahasa memiliki makna. Pembicaraan makna di
dalam studi semantik merujuk kepada kajian berbagai
persoalan makna kalimat, seluk-beluk makna yang
dikandung oleh setiap komponen bahasa, mulai dari
satuan bahasa terkecil yaitu, bunyi, morfem, kata, frase,
klausa, kalimat bahkan wacana.
2) Fonologi adalah subdisiplin dalam linguistik yang
menelaah tentang bunyi bahasa. Bunyi bahasa dikaji
dari aspek fungsi, perilaku, rangkaian bunyi sebagai
yang terdiri dari unsur-unsur bahasa. Ilmu yang erat
kaitan dengan fonologi adalah fonetik merupakan ilmu
yang mengkaji bunyi sebagai fenomena dalam dunia
fisik dan unsur-unsur fisiologis, anatomis, neurologis,
psikologis manusia yang menghasilkan bunyi-bunyi
bahasa.
3) Tatabahasa merupakan subsistem dalam linguistik yang
terdiri dari dua kategori subsistem yaitu subsistem
morfologi dan sintaksis. Secara garis besar, morfologi
menelaah seluk beluk pembentukan kata, dengan objek
kajian terbesarnya adalah kata, sedangkan sintaksis
mempelajari seluk beluk rangkaian kata, frase, klausa
dan kalimat, dengan objek telaah terbesarnya adalah
adalah kalimat
3. Keterkaitan Morfologi dengan Disiplin Ilmu Lain
Morfologi merupakan ilmu yang memiliki keterkaitan
dengan berbagai disiplin ilmu lain, yang masih berada dalam
ruang lingkup kajian linguistik, keterkaitan dengan berbagai
disiplin itu diilustrasikan dalam Skema 3 yaitu:
8
Morfologi
Semantik
fonologi
etimologi
leksikologi
sintaksis
pragmatik
Skema 3
Morfologi Memadukan enam displin ilmu dalam Linguistik
Skema 3 itu dijelaskan secara umum sebagai berikut:
1. Penjelasan berbagai aspek pembentukan kata atau
penjelasan yang berdasarkan pada sudut pandang yang bersifat
morfologis pasti melibatkan aspek semantik, sebab setiap
satuan bahasa memiliki makna. Berdasarkan pemahaman itu
ketersusunan dan penjelasan mengenai leksem suatu bahasa
ditentukan oleh kandungan semantisnya, dalam hal ini makna.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam kajian
morfologi terkait pula dengan makna bahasa, dengan kata lain,
ada keterkaitan antara arti atau makna dengan kata.
2. Keterkaitan morfologi dengan fonologi yang diberi
istilah morfofonemik. Secara konseptual, morfofonemik
merupakan sebuah kaidah. Bloomfield (1933) sebagaimana
diintisarikan oleh Lass (2011: 70-72) mengemukakan bahwa
terminologi morfofonemik merujuk kepada kaidah-kaidah
mutasi: a) satu bunyi yang dapat merubah satu bunyi ke bunyi
lain, atau mengganti satu bunyi dengan yang lainnya; b) proses
perubahan bunyi sebagai akibat bertemunya dua unsur bahasa
pembentuk sebuah kata; c) adanya hubungan khusus antara dua
fonem atau lebih, karena hubungan itu sebagian tergantung
kepada, atau dapat diperkirakan dari. Chaer (2008: 43)
menjelaskan morfofonemik adalah suatu kajian disejajarkan
secara konseptual dengan terminologi morfonologi atau
morfofonologi. Morfofonemik adalah kajian mengenai
terjadinya perubahan bunyi atau fonem sebagai akibat dari
9
adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi
maupun komposisi.
3. Etimologi adalah penyelidikan mengenai asal usul kata
serta perubahan-perubahannya dalam bentuk dan makna,
Kridalaksana (2011: 47). Misalnya, menurut hasil pengamatan
penulis, dalam kamus Bahasa Indonesia yang terbit sebelum
tahun 2012-an terdapat kata tablet bermakna ‘pil atau obat’;
tetapi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi
informasi memperkenalkan konsep baru bahwa kata tablet
bermakna ‘sistem operasi komputer yang berbasis linux untuk
bertelepon’. Di samping, kata telepon, ada kata telepon pintar,
telepon genggam, telepon seluler, telepon rumah. Selain itu ada
kata sel dan ada juga kata seluler. Di samping kata unduh, ada
kata mengunduh; di sisi lain, ada kata unggah, mengunggah,
dan ada pula kata unggas.
Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan
makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat
komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.
Perubahan-perubahan itu dapat dikatakan hanya terjadi pada
kata itu saja, artinya peristiwa itu bersifat khusus, bagaimana
hal itu dapat terjadi? Bagaimana asal usulnya? Pertanyaan ini
dijawab menggunakan disiplin etimologi.
Ditinjau dari
morfologi, gejala bahasa seperti itu dipandang sebagai
peristiwa umum yang terjadi dalam sistem bahasa. Keterkaitan,
antara morfologi dan etimologi terletak pada cara menghadapi
kata sebagai suatu bentuk. Kata tablet merupakan bentuk
umum menurut morfologi, sedangkan menurut cara pandang
etimologi kata tablet bersifat khusus, yang dapat ditelusuri asal
usulnya.
Persoalan serupa terjadi pada ranah politik, hasil
pengamatan penulis dan pengalaman sehari-hari ketika
menjelang pemillu presiden, yakni pada rentang waktu
pemilihan presiden RI yang baru saja berlangsung pada akhir
Juli hingga awal bulan Agustus 2014, terdapat kata coblos,
coblosnya, dicoblos, mencoblos, coblosan, pencoblosan. Di
samping itu, ada kata uang, uang rakyat, ada pula kata politik
uang. Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan
makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat
komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.
10
4. Leksikologi adalah cabang linguistik yang mempelajari
leksikon, Kridalaksana (2011: 114). Leksikon atau kosakata
memiliki beberapa batasan antara lain: 1) komponen bahasa
yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian
kata dalam bahasa; 2) kekayaan kosakata suatu bahasa; 3)
daftar kata yang disusun seperti kamus dengan penjelasan yang
singkat.
1) ‘Android honeycomb adalah sejenis tablet berukuran
layar besar’. Misalnya: Honeycomb merupakan sejenis
tablet yang multi prosesor dan memiliki akselerasi
perangkat keras untuk desain grafis. (Amperiyanto,
2014: 4)
2) ‘Peranti lunak dalam ranah properti untuk membuat
animasi desain rumah yang berupa simulasi berkualitas
bagus’. Misalnya: Virtual reality salah satu perangkat
bantu pemodelan desain bangunan. (Sastra, 2014: 13)
Leksikologi dan morfologi merupakan disiplin ilmu
lingustik yang sama-sama menyoroti kata sebagai objek
kajian. Perbedaan di antara keduanya, kalau morfologi
mempelajari makna kata, yang muncul karena peritiwa
gramatik, (grammatical meaning). Suatu peristiwa yang
menunjukkan hubungan unsur-unsur bahasa, seperti
hubungan morfem akar dengan morfem terikat untuk
membentuk satuan yang lebih besar yakni kata.
Sedangkan leksikologi mengkaji arti yang terkandung
dalam kata yang disebut arti leksikal (lexical meaning).
Contoh dalam ranah kedokteran dalam Lumbantobing
(2013: 18-19) misalnya: selain kata ekstensi terdapat kata
diekstensikan. Kedua kata tersebut masing-masing
memiliki arti leksikal. Kata ekstensi memiliki arti
‘tungkai diluruskan’, dan kata diekstensikan berarti
‘pasien yang sedang berbaring kedua tungkainya
diluruskan’ .
5. Sintaksis merupakan tataran gramatika sama dengan
morfologi. Perbedaannya, sintaksis mempersoalkan pengaturan
dan hubungan antara kata dengan kata, atau satuan-satuan yang
lebih besar dalam bahasa. (Kridalaksana, 2011: 179). Satuan
terkecil analisis sintaksis adalah kata, sedangkan morfologi
satuan terbesar analisisnya adalah kaat. Contoh: Bila pupil
mengecil hal ini disebut miosis, dan bila pupil membesar atau
11
melebar disebut midriasis. Otot polos yang mengecilkan pupil
disarafi oleh serabuti parasimpatis, sedangkan otot yang
melebarkan pupil pupilodiator disarafi oleh serabut simpatis
torakolumbal. (Lumbantobing, 2013: 41). Hubungan antar kata
yang membentuk kalimat di atas menjadi fokus telaah sintaksis,
sedangkan pembentukan kata seperti kata: disarafi, pupil,
mengecil, serabuti serabut merupakan objek kajian morfologi.
6. Pragmatik merupakan kajian yang memberlakukan
syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian
bahasa dalam komunikasi; atau aspek-aspek pamakaian bahasa
atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada
makna ujaran. Titik singgung antara pragmatik dengan
morfologi adalah sama-sama mempersoalkan makna satuan
bahasa. Contoh: Pertanyaan diajukan oleh penutur 1 (disingkat
P1): Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan nasional?
Kalimat jawaban disampaikan oleh penutur 2 (disingkat P2):
Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam
upaya meningkatkan produktifitas pertanian dengan cara
mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi
penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan
pestisida kimia. (Suswono, 2012: 14)
Telaah pragmatik mempersoalkan maksud dan makna
dibalik ujaran, atau teks. Pertanyaan yang diajukan oleh P1
kepada P2 memperlihatkan ada maksud atau ujaran itu
mengandung informasi indeksal, yaitu tuturan itu disampaikan
oleh seorang yang mengetahui bahwa ketahanan pangan
nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil
panen pangan menurun. Morfologi tidak mempersoalkan
maksud ujaran tetapi mempersoalkan pembentukan kata dan
makna seperti: inovasi teknologi, dilakukan, meningkatkan,
produktifitas pertanian, mengembalikan, daya dukung lahan,
mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintetis, pupuk kimia,
pestisida kimia.
E. Fokus kajian Morfologi
Fokus kajian morfologi pada buku ini sama dengan
fokus kajian yang dikemukakan oleh (Chaer, 2008: 7) tentang
rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu 1)
menganalisis unsur-unsur bahasa, dan 2) alat-alat analisis
terjadinya pembentukan kata. Tahapan kajian, yaitu:
12
1) Unsur bahasa yang dianalisis mencakupi: a)
morfem dasar, morfem terikat; 2) kata
2) Alat analisis pembentukan kata menggunakan
peranti, yaitu: a) bentuk dasar, b) alat pembentuk
kata, yaitu imbuhan, reduplikasi, komposisi,
morfofonemik, infleksi dan derivasi.
3) Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses
pembentukan kata, dari satu bentuk ke bentuk lain.
F. Pola Analisis Morfologi
G. Pendekatan Dalam Buku ini
1. Pendekatan Sinkronis
Untuk menganalisis sistem bahasa, khususnya dari
aspek morfologi buku ini menggunakan pendekatan sinkronis
atau deskriptif. Bertumpu kepada pendekatan itu, perhatian
penyelidikan terbatas pada sistem bahasa pada kurun waktu
tertentu saja, yakni pada era global.
Buku mengenai morfologi ini mempergunakan data
bahasa yang berlaku dalam abad XXI ini saja, khusus pada
ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti, dan
kedokteran. Buku ini tidak memperhatikan sejarah
perkembangan sistem bahasa dari masa ke masa. Meskipun
dipahami juga bahwa penyelidikan mengenai sistem bahasa
secara keseluruhan maupun secara morfologi, dapat dilakukan
baik secara secara sinkronis dan secara diakronis. Ditinjau
secara historis atau diakronis, artinya kegiatan penyelidikan
diarahkan pada perkembangan sistem bahasa itu dari waktu ke
waktu, di sisi lain pendekatan deskriptif atau sinkronis, fokus
perhatian diarahkan hanya kepada sistem bahasa, pada kurun
waktu tertentu saja
Pendekatan sinkronis terhadap pelbagai gejala
pembentukan kosa kata bahasa Indonesia dewasa ini, dengan
segala seluk beluk kerumitannya dilihat sebagai:
1) Kekayaan bahasa Indonesia
yang dapat
dimanfaatkan
untuk
beragam
kebutuhan
pengungkapan bahasa Indonesia dan keperluan
komunikasi luas;
13
2) Keunikan kaidah morfologi bahasa Indonesia yang
bersifat fleksibel. Artinya pembentukan kata antara
morfem terikat dengan morfem bebas yang berupa
bentuk-bentuk morfem bebas yang baru muncul saat
ini, baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa
asing proses pembentukan kata dapat berlangsung
dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
2. Pendekatan Ranah
Pendekatan ranah digunakan dengan dasar
pemikiran bahwa penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi
di berbagai bidang kehidupan. Suparno (2012: 21)
mengemukakan bahwa penggunaan bahasa adalah kebiasaan
berbahasa seorang penutur dengan mitra tuturnya atau
penggunaan bahasa dalam masyarakat di dalam suatu peristiwa
bahasa tertentu. Penggunaan bahasa dalam masyarakat erat
kaitannya dengan dalam bidang apa bahasa itu digunakan.
Apakah ada konsep tentang penggunaan bahasa pada suatu
bidang? Penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi tidak
secara acak, tetapi mengikuti pola: “Kapan, di mana, dengan
siapa, dalam situasi apa dan dalam ranah apa”. Fishman (1965:
26) dalam Suparno (2012: 21) memberi batasan bahwa ranah
adalah tempat penutur melakukan pemilihan bahasa yang tepat
untuk digunakan. Dalam buku ini, konsep ranah dipahami
bahwa keberadaan bahasa selalu ada dengan keberadaan
manusia
sebagai
penggunanya.
Pemilihan
ranah
telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti dan
kedokteran dianggap sebagai ranah-ranah yang banyak terdapat
kosakata baru dari bahasa asing masuk ke dalam bahasa
Indonesia. Berikut ini dipaparkan contoh kosa kata dalam
ranah bisnis: terinfeksi, terinovasi, mengaplikasi, bermikroba,
terfermentasi, direhidrasi, hidrasi,
kewirausahaan,
berinovasilah,
diklaim,
keswadayaan,
berbasiskan,
diimplementasikan, mengimplementasikan, mengeliminasi,
pengimplementasi, tereliminasi, didelineasi, direklamasi,
diterlantarkan, uji kelayakan, diverifikasi, diaplikasikan, dls.
3. Pendekatan Proses
Pendekatan proses dalam buku ini merujuk kepada
tataran morfologi adalah tataran yang berurusan dengan proses
14
yang mengolah morfem terikat dan morfem bebas menjadi
kata. Dengan menggunakan model proses dapat dipahami
bedanya proses pembentukan dan makna bentuk-bentuk
diimplementasikan-mengimplementasikan.
Kalau
bentuk
diimplementasikan dibentuk melalui verba bahasa Inggris
implement ‘melaksanakan’ dengan awalan {di-} yang befungsi
sebagai pembentuk kata kerja pasif, dan makna gramatikal
diimplementasikan
adalah
‘sesuatu
tindakan
yang
dilaksanakan’, dengan kata lain makna kata itu seperti yang
disebut
pada
bentuk
dasar,
sedangkan
bentuk
mengimplementasikan dibentuk melalui verba implement
dengan konfiks {me-kan} dan makna gramatikalnya adalah
‘orang yang melaksanakan sesuatu’.
Pendekatan proses melihat bahwa makna gramatikal
suatu bentuk bahasa dapat menjadi tanda bahwa setiap kata
memiliki bentuk dasar. Umpamanya :
1.
2.
3.
Bentuk bahasa
{mentwit}
{meretwit}
{mewatchup}
4.
{pengemail}
5.
{disetting}
Makna
‘orang yang menulis twitter’
‘orang yang menjawab twitter’
‘orang yang menggunakan program
watch up’
‘orang yang mengirim surat
elektronik’
‘ditempatkan’
Demikian halnya:
1.
2.
3.
4.
5.
Bentuk
{meminimalisir}
{terintegrasi}
{membooming}
{mengekspansi}
{disinergikan}
Makna
‘menjadi kecil’
‘dapat digabung’
‘menjadi laku, besar’
‘membuat sesuatu menjadi luas’
‘dihubungkan; digabungkan’
Contoh lain:
1.
2.
Bentuk
{diedukasi}
{berproteksi}
Makna
‘dididik’
‘memakai pelindung’
15
3.
4.
5.
6.
{beropsi}
{memfasilitasi}
{bernutrisi}
{berteknologi}
‘melakukan pilihan’
‘menyediakan fasilitas’
‘mengandung vitamin’
‘menggunakan teknologi’
Inti persoalan: “Bagaimana cara mengetahui proses
pembentukan kata itu?” untuk mengetahui bahwa bentuk
berproteksi bermakna ‘memakai pelindung’; bentuk
membooming bermakna ‘menjadi laku’ dan bentuk beropsi
bermakna ‘melakukan debat’ adalah komponen makna yang
dimiliki oleh bentuk dasar.
Bentuk berteknologi bermakna ‘menggunakan teknologi’,
karena akar kata teknologi memiliki komponen makna
[+teknik]; bentuk berproteksi mempunyai komponen makna
‘memakai pelindung, dengan akar kata proteksi memiliki
komponen
makna
[+penjagaan]
dan
memfasilitasi
‘menyediakan
fasilitas’ memiliki
komponen
makna
[+kegiatan].
Model analisis ini dapat ditelusuri dengan melakukan
taksonomi bahwa semua akar nomina yang memiliki komponen
makna [+teknik], seperti vaksin, integrasi, dan otomotif. bila
diberi prefix {ber-} akan bermakna gramatikal ‘menggunakan
teknologi’, dan semua akar nomina yang memiliki komponen
makna [+tindakan] atau [+pekerjaan], seperti twitter,
inkubator, dan kontribusi bermakna gramatikal ‘melakukan’.
Paparan sepintas mengenai gejala morfologi pada proses
afiksasi, y.ang tertera di atas menunjukkan bahwa makna
gramatikal sangat erat hubungannya dengan komponen makna
yang dikandung oleh bentuk dasar dari suatu pembentukan
kata. Cara berpikir model ini sama dengan cara berpikir Chaer
2008, tetapi berbeda dengan pendapat Kridalaksana (1989)
yang bersandar pada konsep Ferdinand de Saussure bahwa
setiap tanda linguistic (signé linguistique), termasuk afiks juga
memiliki makna. Oleh karena itu, menurut Kridalaksana ada 19
buah prefix {me-} dengan maknanya masing-masing, ada 21
{ber-} dengan maknanya masing-masing. Atau dengan kata
lain ada 19 bentuk prefix {me-} yang berhomonimi dan ada 21
buah prefix {ber-} yang berhomonimi.
Untuk selanjutnya dalam menganalisis proses pembentukan
kata melalaui afiksasi, reduplikasi dan komposisi model atau
16
pendekatan proses ini akan diikuti dan penentuan makna
gramatikalnya dikaitkan dengan komponen makna yang
menjadi bentuk dasarnya. Dengan demikian pertanyaanpertanyaan mengenai pembentukan kata dengan dasar yang
berasal dari unsur asing dalam berbagai ranah dapat terjawab.
4. Pendekatan Taksonomis
Buku ini selain menggunakan pendekatan yang bersifat
deskriptif, maupun ranah, digunakan juga pendekatan yang
bersifat taksonomis. Pendekatan taksonomis merujuk kepada
pengklasifikasian unsur-unsur bahasa menurut hubungan
hierarkis. Pendekatan ini digunakan dengan tujuan bahwa,
dalam kajian tata bahasa Indonesia sampai kini, masalah
penggolongan unsur-unsur bahasa masih terjadi perdebatan
yang tak ada selesainya, padahal masalah itu cukup mendasar
dan penting, sehingga perlu diputuskan secara tuntas. Uraian
taksonomis ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kajian
yang lebih mendalam dan bagi penyusunan kaidah khususnya
pada tataran morfologi.
Dalam berbagai buku linguistik dewasa ini terdapat
banyak aliran linguistik yang berurusan dengan tatabahasa,
seperti: aliran transformasi, generatif, minimalis dan lain
sebagainya untuk memaparkan morfologi. Setiap aliran itu
memiliki cara berlain-lainan atau bahkanada yang
bertentangan. Dalam buku ini semua aliran itu dianggap telah
banyak menyumbangkan wawasan, dan kekayaan pengetahuan
tentang bahasa yang beraneka ragam. Semua aliran-aliran
tentang analisis bahasa dalam buku ini hanya dimanfaatkan
sebagai pemerkayaan pandangan baik dari aspek teoretis, cara
analisis, data yang dipakai, dan temuan yang dihasilkan.
Dengan perkataan lain, hasil penelitian aliran-aliran itu yang
dapat diterapkan untuk mengkaji sistem bahasa Indonesia
digunakan dalam buku ini sebagai pisau analisis. Jadi,
pendekatan yang digunakan dalam buku ini bersifat hibrid.
17
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Pengantar
Uraian mengenai seluk beluk kaidah morfologi bahasa
Indonesia sudah banyak ditelaah para ahli. Kajian terdahulu itu
digunakan dalam tulisan ini sebagai informasi. Perbedaan buku
ini dengan buku morfologi terdahulu adalah sumber data dan
sudut pandang teoretis.
Sudut pandang teoretis yang digunakan dalam buku ini
adalah tipe baru teori morfologi bahasa Indonesia. Penggunaan
sudut pandang ini dapat meninjau hubungan berbagai tataran,
di antaranya tataran makna dan leksikon, leksem, kata,
morfologi, sintaksis dan semantik. Leksem dalam buku ini
dianggap sebagai peranti utama, mengetahui segmen-segmen
bahasa.
B. Leksikon
Leksikon adalah sekumpulan informasi tentang kata atau
ungkapan dalam sebuah bahasa. Murphy (2013: 4)
mengemukakan bahwa leksikon memiliki beberapa rujukan
makna, antara lain: 1) daftar kata dalam suatu kamus, 2)
kosakata sebuah bahasa; 3) kosakata khusus berdasarkan ranah
dari suatu bahasa.
Buku ini membahas leksikon dalam kapasitasnya sebagai
kosakata sebuah bahasa; dan kosakata khusus yang terdapat di
dalam ranah suatu bahasa. Pertanyaan yang dapat diajukan apa
itu leksikon? Murphy (2013: 5) mengemukakan bahwa:
a. Leksikon adalah unsur-unsur bahasa, yang mengandung
segala informasi mengenai makna suatu hal, konsep,
atau
benda. Leksikon itu digunakan oleh suatu
masyarakat bahasa sebagai alat ekspresi, dengan kata
lain, leksikon yang digunakan itu juga dianggap sebagai
kosakata;
b. Leksikon adalah kosakata suatu bahasa; kekayaan
kosakata seseorang, masyarakat bahkan suatu bahasa;
c. Daftar kata yang tertera dalam kamus.
Murphy mengemukakan bahwa gejala unsur
kebahasaan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: (a) leksikon
18
dan (b) gramatikal. Suatu kaidah (a grammar) adalah sebuah
sistem kaidah yang terdapat di dalam suatu bahasa, sedangkan
leksikon adalah sekumpulan pengetahuan bahasa yang tidak
dapat dijangkau oleh kaidah.
Persoalan tatabahasa dalam isu-isu kebahasaan,
mecakupi isu-isu sebagai berikut: (a) tataurutan kata (word
order), (b) kaidah morfologis (regular morphological); (c)
proses fonologi (phonological process). Misalnya, dalam
tatabahasa Indonesia, kalimat berikut ini berbeda satu sama
lain:
Contoh kalimat:
1) Pasien itu perlu minum tablet satu hari tiga kali.
2) Pasien itu menggunakan tablet untuk mendapatkan .
Perbedaan ini juga sama dengan contoh kalimat:
3) Mobil truk itu memuat 3000 liter BBM.
4) Orang itu sedang mengirim BBM.
Tatabahasa tidak member informasi apa itu BBM dan
tablet yang ada di dalam kalimat. Ditinjau dari aspek
pemerolehan suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia,
seseorang dapat belajar bahwa bunyi tablet yang dieja dengan
[t], [a], [b], [l], [e], [t] yang bermakna ‘sejenis obat untuk
menyembuhkan penyakit’. Seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Informatika, muncul
bentuk baru, yang ternyata memiliki kesamaan bentuk dengan
kosa kata tablet tetapi berbeda acuan dan makna, tablet dalam
ranah teknologi informatika bermakna ‘komputer mini’.
Leksikon adalah kumpulan berbagai asosiasi antara ucapan
(pronunciations), makna (meaning) dan kaidah tatabahasa
(grammatical properties) yang dapat dipelajari bukan hasil dari
kaidah gramatikal.
Leksikon terdiri dari unsur-unsur leksikal (leksikal
entries), umumnya sebuah kamus tersusun oleh berbagai entri
atau kata kepala dan mengandung banyak informasi mengenai
kata kepala itu. Setiap entri leksikal mengandung secara tepat
19
informasi mengenai ungkapan bahasa secara khusus disebut
sebagai sebuah leksem. Misalnya di dalam alinea berikut:
Setiap hari ada saja kasus bullying yang terjadi di
sekitar kita. Bullying merupakan istilah yang merujuk
pada sebuah tindak kekerasan fisik psikologis berjangka
panjang yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan
diri. Seringnya, orang mengira aksi bully-membully
hanya dilakukan oleh orang yang usia sekolah dasar
atau remaja. Itu salah besar. Pada orang dewasa,
bullying juga sering dilakukan meski jarang disadari…
Sumber: Majalah Kesehatan Keluarga. Dokter Kita. Edisi 11 tahun
VIII- November 2013, hal 86
Sebuah bentuk bahasa entah itu ujaran maupun tulisan
merepresentasikan sebuah leksem jika bentuk itu ada hasil dari
kesepakatan para pengguna yang diasosiasikan dengan makna
non komposisional (non-composisional meaning). Apa yang
dimaksud dengan kovensional dan makna non komposisional?
a. Konvensional
Leksikon sebagai suatu bentuk bahasa memiliki makna,
makna ini diperoleh dari pengetahuan umum yang ada di
kalangan para penutur bahasa dari suatu bahasa, dan leksikon
perlu dipelajari secara khusus baik, bentuk maupun maknanya
dari anggota masyarakat bahasa yang menggunakannya.
Bandingkan contoh kalimat, berikut:
5) Orang tua itu ingin membehel giginya. Ia pergi ke
dokter gigi terdekat.
Leksikon behel ‘kawat gigi’, jika mendengar satuan
bahasa behel , seseorang tidak akan mendapat informasi lain,
menyangkut behel. Mengapa ada orang menggunakan behel,
membeli behel, memilih behel warna hijau atau merah, harga
behel mahal dls. Seseorang akan memahami behel dalam ranah
kesehatan gigi, khususnya pada pemasangan kawat gigi atau
20
perawatan otordontik yang dilakukan berkaitan dengan adanya
masalah ketidakharmonisan gigi atau rahang. Leksikon behel
muncul karena ada kebutuhan konsep untuk ditunjuk. Leksikon
ini digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk menandai
sesuatu secara khusus.
b. Non Komposisi (Non-compositionality)
Leksikon bukan merupakan sesuatu yang bersifat
rangkaian. Artinya makna dari sesuatu bentuk tidak dibangun
dari sesuatu yang berada di luar atau kemungkinan makna yang
terkandung di dalam masing-masing unsur pembentuk satuan
bahasa itu. Contoh menginhalasi bentuk ini tidak berkomposisi
sebab makna yang dikandungnya tidak jelas berasal dari bunyi
atau rangkaian huruf-huruf yang membentuk satuan bahasa itu.
Misalnya bunyi /s/ tidak menunjukkan bagian hidung atau
bunyi /h/ mengatakan kepada kita alat bantu mengobati
jalannya pernafasan. Jadi, bentuk menginhalasi dan maknanya
terjadi secara mana suka atau (arbitrary) yang berkaitan antara
bentuk dan makna.
C. Leksem
Dalam tataran semantik, khususnya semantik leksikal
terdapat suatu kajian tentang leksem. Murphy (2013: 10)
mengemukakan sebagai berikut:
“… a lexeme is not the same as a word in real language
use. Lexemes are, essentially abstractions of actual words
that occur in real language use”. This analogous to the case
of phonemes in the study of phonology. A phoneme is an
abstract representation of a linguistic sound, but phone,
which is what we actually say when we put that phoneme to
use, has been subject to particular linguistic and physical
processes and constraints.
Paparan di atas menunjukkan bahwa word ‘kata’ dibedakan
dari lexeme ‘leksem’. Hal senada tentang leksem dikemukakan
oleh Riemer (2013: 17) sebagai berikut :
21
“The lexeme is the name of the abstract unit which unites all
the morphological variants of a single word”.
Uraian di atas menunjukkan bahwa semantik leksikal
sebagai salah satu subsistem linguistik memandang bahwa: (a)
tidak semua kata adalah leksem; dan (b) tidak semua leksem
adalah kata, demikian Murphy (2013: 10).
Leksem tidak sama dengan kata yang ada di dalam bahasa
secara nyata. Leksem adalah unsur leksikal dasar yang bersifat
abstrak yang mendasari perubahan berbagai bentuk secara
morfologis, Riemer (2013: 16)
Berbeda dengan Murphy (2013) dan Riemer (2013), Cruse
(2011: 238) justru menambahkan konsep lain, ia menyatakan
bahwa:
“Lexemes are the units listed in a dictionary. A dictionary
provides a list of the lexemes of a language each indexed by
on of its words forms. (Which word form a dictionary uses
to indicate a lexeme is at least partly a matter of
convention”.
Bagi Cruse (2011) bentuk leksem yang terdapat dalam
kamus dapat menunjukkan sebuah bentuk kata.
Bertumpu pada paparan di atas, buku ini merujuk leksem
sebagai bahan dasar dalam leksikon, yang berbeda dengan kata
sebagai satuan gramatikal. Sebuah leksem yang telah
mengalami proses gramatikal akan menjadi kata ditinjau dari
tataran gramatika. Melalui sudut pandang gramatika, leksem
diartikan juga sebagai bentuk morfem dasar atau kata, maupun
bentuk terikat atau afiks. Dengan kata lain, leksem memegang
peranan penting sebagai satuan dasar pembentukan kata dalam
proses morfologis.
22
D. Kata
Pengertian kata Murphy (2013: 11) merujuk kepada satuan
bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat
berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berdasarkan konsep
itu dicontohkan (misalnya kata berupa morfem bebas dalam
Indonesia dari ranah Teknologi Informatika terdapat morfem
bebas berupa: android, animasi, random, akses, memori,
digital, kapasitas, internet, ebook, aplikasi, dls. Dalam ranah
Kedokteran terdapat morfem bebas berupa: saraf, sensorik,
ekstensi, fleksi, dls
Morfologi memandang kata sebagai satuan terbesar dalam
unit analisis. Hal yang bertolak belakang dengan morfologi,
adalah sintaksis. Tataran ini memandang kata sebagai satuan
analisis terkecil. Sedangkan semantik, mempelajari makna kata.
Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa kata merupakan
satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam
linguistik, yakni morfologi, sintaksis dan semantik. Ilustrasi
sebagai berikut:
morfologi
semantik
sintaksis
Kata
Morfologi merupakan sebuah tataran yang memproses leksem
menjadi kata.
leksem
kata
proses
morfol
ogis
23
BAB III
KONSTRUKSI AFIKSASI
A. Pengertian Afiksasi
Afiksasi merujuk kepada suatu runtunan perubahan yang
dilalui oleh bentuk dasar atau sebuah leksem sehingga leksem
itu menjadi kata, entah kata tunggal ataupun kata kompleks.
Konsep ini setara dengan proses pembubuhan afiks yang
dikemukakan oleh Muslich (2008: 38) tentang proses
pembubuhan afiks atau afiksasi, yakni peristiwa pembentukan
kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar.
Konstruksi yang dimaksud dalam buku ini adalah bentuk.
Kontruksi afiksasi mengacu kepada bentuk afiksasi. Ditinjau
dari aspek konstruksi afiksasi bahasa Indonesia, terdapat dua
jenis konstruksi afikasi, yaitu:
1. Konstruksi Afiksasi Monoleksemis
Konstruksi afiksasi monoleksemis adalah peristiwa
menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada sebuah
leksem untuk menjadi kata.
Afiks
Leksem
Kata
{meN-}
+ {fasilitasi}
→ {memfasilitasi}
{meN-}
+ {reklamasi}
→ {mereklamasi}
{meN-}
{meN-}
{meN-}
+ {bombardir}
+ {upgrade}
+ {branding}
→ {memborbardir}
→ {mengupgrade}
→ {membranding}
Makna
‘memberi
fasilitas’
‘pekerjaan
memperoleh
tanah’
‘diserbu’
‘menatar’
‘memberi cap’
2. Konstruksi Afiksasi Polileksemis
Konstruksi afiksasi polileksemis adalah peristiwa
menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada dua
leksem yang berkomposisi untuk menjadi kata.
24
Afiks
Leksem
komposisi
+ {komputer
tablet}
{ber-}
Kata
Makna
→
{berkomputer tablet}
‘mempunyai
komputer
tablet’
‘memakai
struktur
android’
‘menghapus
data’
‘menghapus
data’
{ber-}
+ {struktur
android}
→
{berstruktur
androidi}
{meN-}
+ {wipe data}
→
{mewipedata}
{meN-}
+ {reset data}
→
{meresetdata}
Paparan di atas menunjukkan bahwa setiap leksem yang
mengalami proses afiksasi dapat dilihat adanya tiga perubahan,
yaitu: 1) bentuk; 2) kelas kata,; 3) makna. Catatan yang penting
untuk digarisbawahi adalah pembentukan kata yang
berkonstruksi polileksemis dalam bahasa Indonesia adalah
afiks-asfiks itu membentuk sebuah sistsem, artinya kejadian
kata dalam bahasa Indonesia merupakan runtunan proses yang
berhubungan satu sama lain.
B. Macam-Macam Imbuhan (Afix)
Bahasa Indonesia memilik beberapa jenis imbuhan atau
afiks yang dapat melekat kepada sebuah bentuk dasar atau
leksem, yaitu: 1) awalan atau prefiks; 2) sisipan atau infiks; 3)
imbuhan akhir atau sufiks; dan 4) imbuhan terbagi atau konfiks
(simulfiks).
1. Prefiks
No
Prefiks
+
(1)
{pe-}
{pe-}
{pe-}
{ber-}
{ber-}
{ber-}
+
+
+
+
+
+
(2)
Bentuk
dasar
bebas
{bisnis}
{delegasi}
{stimulasi}
{deviasi}
{kontraksi}
{proyeksi}
→
Kata
→
→
→
→
→
→
{pembisnis}
{pendelegasi}
{penstimulasi}
{berdeviasi}
{berkontraksi}
{berproyeksi}
Makna
25
(3)
(4)
(5)
{meN-}
+
{fiksasi}
→
{memfiksasi}
{meN-}
{meN-}
{meN-}
+
+
+
{hidu}
{fleksi}
{diagnosis}
→
→
→
{menghidu}
{memfleksi}
{mendiagnosis}
{di-}
{di-}
{di-}
+
+
+
{install}
{output
{rename}
→
→
→
{diinstall}
{dioutput}
{direname}
{di-}
+
{charging}
→
{dicharging}
{di-}
+
{enter}
→
{dienter}
{ter-}
+
{iritasi}
→
{teriritasi}
{ter-}
+
{ekspansi}
→
{terekspansi}
{ter-}
+
{globaliasi}
→
[terglobalisasi}
{ter-}
+
{retwit}
→
{teretwit}
‘gerakan
mata ke kiri
dan kanan’
‘mencium’
‘menekuk’
‘menentukan
penyakit’
‘dipasang’
‘dikeluarkan’
‘dinamakan
ulang’
‘diisi baterei
dengan
setrum’
‘dimasukkan’
‘dalam
keadaan
sakit’
‘dapat
diluaskan’
‘keadaan
mendunia’
‘menjawab
pesan ulang’
2. Infiks
→
Kata
Makna
+
Bentuk
dasar
bebas
{gerutup}
→
{gemerutup}
{-er-}
+
{gerlap}
→
{gemerlap}
‘bunyi berdetusdetus seperti bunyi
mesin’
‘berkilau’
(2)
{-em-}
{-em}
+
+
{tali}
{guruh}
→
→
{temali)
{gemuruh}
‘banyak tali’
‘banyak
suara
guntur’
(3)
{-el-}
{-el-}
+
+
{ tunjuk}
{ tapak}
→
→
{telunjuk}
{telapak}
‘jari penunjuk’
‘tapak
tangan;
tapak kaki’
No
Infiks
+
(1)
{-er-}
26
(4)
{-in-}
+
{piuh}
{piniuh}
{-in-}
+
{sambung}
{sinambung}
3. Sufiks
‘dipelintir, putar
balik’
‘sambung
menyambuung’
→
Kata
Makna
+
+
Bentuk
dasar
bebas
{aplikasi}
{loading}
→
→
{aplikasian}
{loadingan}
‘penerapan’
‘pemuatan’
{-kan}
{-kan}
+
+
{tap}
{release}
→
→
{tapkan}
{releasekan}
‘tekan’
‘bebaskan,
berhentikan’
(3)
{-i}
{-i}
+
+
{sinyal}
{screen}
→
→
{sinyali}
{screeni}
‘ditandai’
‘dilayari’
(4)
{-or}
{-or}
+
+
{sense}
{inovasi}
→
→
{sensor}
{inovator}
‘perasa’
‘perubahan’
No
Sufiks
+
(1)
{-an}
{-an}
(2)
4. Konfiks
→
Kata
Makna
{per-an}
{per-an}
+ Bentuk
dasar bebas
+ {lengkap}
+ {reklamasi}
→
→
{perlengkapan}
{pereklamasian}
‘tentang hal’
‘hal
tentang
rkelamasi’
{peN-an}
+ {saraf}
→
{pensarafan}
{peN-an}
+ {iritasi}
→
{pengiritasian}
‘hal
tentang
saraf’
‘hal
tentang
penyakit’
{me-kan}
+ {restorasi}
→
{merestorasikan}
{me-kan}
+ {radiasi}
→
[meradiasikan}
{ke-an}
+ {alternatif}
→
{kealternatifan}
{ke-an}
+ {efektif}
→
{keefektifan}
{di-kan}
{di-kan}
+ {fleksi}
+ {ekstensi}
→
→
{difleksikan}
{diekstensikan}
No
Konfiks
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
‘melakukan
perbaikan’
‘memberikan
radiasi’
‘bersifat
pilihan’
‘bersifat
eefektif’
‘ditekukkan’
‘diluruskan’
27
(6)
{ber-an}
{ber+an}
+ {scalling}
+ {tinitus}
→
{berscallingan}
{bertinitusan}
‘kulit bersisik’
‘rasa
berdenging
pada telinga’
(7)
{ber-kan}
+ {nutrisi}
→
{bernutrisikan}
{ber-kan}
+ {tekstur}
→
{berteksturkan}
‘mengandung
gizi’
‘mempunyai
tekstur’
C. Morfem Terikat dengan Imbuhan
Dalam bahasa Indonesia terdapat morfem terikat atau
bentuk dasar terikat yang dapat bergabung dengan imbuhan
prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.
1. Penggabungan prefiks dengan bentuk dasar terikat.
Prefiks + Morfem Terikat → Kata
+
+
{halang}
{ungkap}
→
→
{penghalang}
{pengungkap}
{meN-} +
+
+
+
{lekat}
{mindai}
{backup}
{merger}
→
→
→
→
{melekat}
{memindai}
{membackup}
{memerger}
{ter-}
+
+
{hadap}
{capai}
→
→
{terhadap}
{tercapai}
{di-}
+
+
{latih}
{banding}
→
→
{dilatih}
{dibanding}
{ber-}
+
+
+
{kelahi}
{henti}
{situs}
→
→
→
{berkelahi}
{berhenti}
{bersitus}
{se-}
+
+
{imbang}
{iring}
→
→
{seimbang}
{seiring}
{peN}
28
2. Penggabungan sufiks dengan bentuk dasar terikat
Infiks
{-el-}
+ Bentuk Dasar Terikat
+ {tunjuk}
+ {tapak}
Kata
→ {telunjuk}
→ {telapak}
{-em-}
+ {guruh}
→ {gemuruh}
Sisipan atau infiks dalam bahasa Indonesia tidak produktif.
Model kata ini tampak terdapat data yang memperlihatkan
pembentuk kata baru, sekarang ini.
3. Penggabungan konfiks dengan bentuk dasar terikat
Sufiks
+ Bentuk Dasar Terikat
Kata
{-i}
+ {centang}
→ {centangi}
+ {milik}
→ {miliki}
{-an}
+ {tampil}
+ {layan}
+ {kendara}
{ulas}
→
→
→
→
{-kan}
+ {email}
{setting}
→ {emailkan}
→ {settingkan}
{tampilan}
{layanan}
{kendaraan}
{ulasan}
4. Penggabungan infiks dengan bentuk dasar terikat
Konfiks
+ Bentuk Dasar Terikat
Kata
{ber-an}
+
+
{bbm}
{sms}
→ {berbbman}
→ {bersmsan}
{per-an}
+
{tarung}
{instalasi}
{peN-an}
+
{jelajah}
{unggah}
→
→
→
→
→
{pertarungan}
{perinstalasian}
{penjelajahan}
{pengunggahan}
29
D. Pemunculan Morfem Berulang
Merujuk kepada pengulangan bentuk dasar dari sebuah
morfem. Pengulangan sebuah morfem ada yang berfungsi
mengubah golongan kata ada pula yang tidak. Pada bentuk
ulang {urut} menjadi {urutan} menjadi {urutan-urutan}; {hari}
menjadi {sehari-hari}; proses pengulangan mempunyai fungsi
membentuk kata benda dari kata kerja. Selanjutnya pada kata
{cakap} yang diulang menjadi {bercakap-cakap}, {pisah}
menjadi {terpisah-pisah}; {tegun} menjadi {tertegun-tegun};
{ulang} menjadi {diulang-ulang}; {raba} menjadi {merabaraba} proses pengulangan mempunyai fungsi membentuk kata
kerja dari kata kerja. Berikut adalah contoh morfem dasar
berasal dari kata benda yang mengalami proses pengulangan
menjadi kata benda, artinya proses pengulangan ini tidak
merubah penggolongan kelas kata.
Morfem
Dasar
{fitur}
{kontes}
{efek}
{situs}
{aplikasi}
{kanal}
{subkanal}
{mula}
{sendiri}
{agas}
{aqua}
{bisnis}
{detik}
+ Morfem
ulang
+ {fitur}
+ {kontes}
+ {efek}
+ {situs}
+ {aplikasi}
+ {kanal}
+ {subkanal}
+ {mula}
+ {sendiri}
+ {agas}
+ {aqua}
+ {bisnis}
+ {detik}
→
Kata
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{fitur-fitur}
{kontes-kontes}
{efek-efek}
{situs-situs}
{aplikasi-aplikasi}
{kanal-kanal}
{subkanal-subkanal}
{mula-mula}
{sendiri-sendiri}
{agas-agas}
{aqua-aqua}
{bisnis-bisnis}
{detik-detik}
E. Keragaman Makna Pengulangan
Proses pengulangan dapat menytakan beberapa makna,
makna tersebut antara lain:
1. Menyatakan makna ‘banyak’
Untuk mendapatkan makna ‘banyak’ ada baiknya diberi
ilustrasi kata sahabat dan sahabat-sahabat, contoh sebagai
berikut:
30
1) Ketika kuliah dulu, dia tidak memiliki link.
2) Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat
Anda ketika kuliah dahulu atau menambah link-link
baru ke berbagai perguruan tinggi di wilayah Jakarta.
Kata link dalam kalimat 1) Ketika kuliah dulu, dia tidak
memiliki link menyatakan sebuah ‘link atau jaringan
pertemanan’, sedangkan kata link-link dalam kalimat nomor 2)
Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat Anda ketika
kuliah dahulu atau menambah link-link baru ke berbagai
perguruan tinggi di wilayah Jakarta menyatakan makna
‘banyak link’. Contoh yang sama terjadi pada kata ulang:
Morfem
{subkanal}
{link}
{channel}
{option}
{login}
{akun}
→
→
→
→
→
→
Morfem Ulang
{subkanal-subkanal}
{link-link}
{channel-channel}
{option-option}
{login-login}
{akun-akun}
Makna
‘banyak subkanal’
‘banyak link’
‘banyak channel’
‘banyak option’
‘banyak login’
‘banyak akun’
Dalam bahasa Indonesia dalam ranah teknologi
informasi makna ‘banyak’ sering juga dinyatakan tidak dengan
bentuk pengulangan. Misalnya dalam kalimat:
3) Nature Sounds Beaches memiliki banyak daftar suara.
Suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami
relaksasi.
4) Suara yang dimiliki aplikasi ini salah satunya seperti
suara saat Anda di pantai.
5) Suara-suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami
relaksasi. Efek suara yang tersedia antara lain: api,
bola api, hujan dan burung, hujan badai, hujan angin,
dan salju.
(Sumber: Wahana Komputer, 2014: 188)
31
2. Menyatakan Makna ‘alasan’
6) Masyarakat petani perlu memiliki pemahaman
teknologi pertanian, jika masyarakat masih menanam
dengan cara-cara manual hasil panen tidak akan
maksimal
“Panen akan maksimal” memerlukan “alasan, atau syarat”,
yakni apabila petani memiliki pemahaman teknologi
pertanian. Dengan begitu, dapat dijelaskan bahwa
pengulangan kata cara menjadi cara-cara yang diiringi
dengan kata jika dalam kalimat nomor 6) menyatakan
makna ‘alasan atau persyaratan’. Berlainan dengan no 6)
kalimat nomor 7):
7) Hierarki pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat akan
diawali dengan pemenuhan zat karbohidrat pada
asupan makanannya, jika tidak terpenuhi zat
kabohidrat itu, maka kebutuhan dasar akan protein
belum dapat tercapai. Karena swasembada daging
dijadikan wacana yang sedang booming, saat ekonomi
Indonesia sedang kuat.
Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 19)
“Kebutuhan protein” di dalam masyarakat mempunyai alasan
atau syarat” yaitu apabila kebutuhan karbohidrat sudah
terpenuhi. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kata
jika dalam kalimat itu merupakan makna “alasan”.
3. Menyatakan Makna ‘Tak bersyarat atau tak beralasan’
8) Meskipun pertumbuhan industri-industri makanan dan
minuman Indonesia belum meningkat, masyarakat
tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam negeri.
Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 18)
32
“Masyarakat tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam
negeri” mengindikasikan makna ‘tak bersyarat atau tak
beralasan’. Makna itu dipertegas dengan penggunaan kata
meskipun.
9) Poin-poin kurang penting itu sudah dijelaskan juga.
10) Walaupun poin itu kurang penting, dijelaskan juga
Sumber: Pradiyansyah (2007: 67)
Kalimat 9) dan 10) menunjukkan pengulangan pada kata poin
yang bermakna sama dengan yang dikandung oleh kata
walaupun yaitu bermakna ‘tak bersyarat’.
4. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada
bentuk dasar’. Akhiran {-an} yang melekat pada bentuk
dasar yang mengalami proses pengulangan, misalnya:
Bentuk berulang + {-an}
Makna
{blackberry-blackberryan} ‘menyerupai blackberry’
{biji-bijian}
‘menyerupai biji’
{cincin-cincinan}
‘menyerupai cincin’
{gigi-gigian}
‘menyerupai gigi’
{komputer-komputeran}
‘menyerupai komputer’
{dokter-dokteran}
‘menyerupai dokter’
{mobil-mobilan}
‘menyerupai mobil’
{sepeda-sepedaan}
‘menyerupai sepeda’
Contoh:
1) Anak kecil itu memegang komputer-komputeran.
2) Topeng itu memiliki gigi-gigian yang besar.
3) Toko Makmur menjual cincin-cincinan.
4) Orang itu membelikan mobil-mobilan untuk anaknya.
5. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada
bentuk dasar’. Konfiks {ke-an} yang melekat pada
bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan,
misalnya:
33
Bentuk berulang + {ke-an}
Makna
{kemual-mualan}
‘menyerupai rasa mual’
{keaneh-anehan}
‘menyerupai rasa aneh’
{kedokter-dokteran}
‘menyerupai dokter’
{keperawat-perawatan}
‘menyerupai perawat’
{kepemimpin-pemimpinan} ‘menyerupai pemimpin’
{kehakim-hakiman}
‘menyerupai hakim’
{kewebstore-webstorean}
‘menyerupai webstore’
{kejurnalis-jurnalisan}
‘menyerupai jurnalis’
{kebarat-baratan}
‘menyerupai orang barat’
{kecina-cinaan}
‘menyerupai orang Cina
{kebingung-bingungan}
‘menyerupai orang bingung’
Contoh:
1) Banyak pedagang di Pasar Mangga dua berbahasa
kecina-cinaan.
2) Orang tua yang berdiri di ujung jalan raya itu tampak
kebingung-bingunan.
3) Setiap kali Ia merasa kemual-mualan setiap kali
mencium aroma daging sapi.
4) Anak itu pandai menulis cerita. Hasil tulisannya
kejurnalis-jurnalisan.
6. Menyatakan makna ‘perbuatan
berulang-ulang’. Misalnya :
dilakukan
secara
Bentuk berulang
Makna
{menginstal-instal}
{terenkripsi-enkripsi}
‘menginstal berkali-kali’
‘mengubah data berkali-kali ke
dalam suatu kode’
‘membentuk berkali-kali’
‘memeriksa berkali-kali’
‘menyampul berkali-kali’
‘memasukkan data berkali-kali’
‘diasosiasikan berkali-kali’
‘berfitur berkali-kali’
‘berkata berkali-kata’
‘bernotasi berulang kali’
{terformat-format}
{mendeteksi-deteksi}
{mengcover-cover}
{terinput-input}
{diasosiasi-asosiasikan}
{berfitur-fitur}
{berdeklarasi-deklarasi}
{bernotasi-notasi}
34
{mengupdate-update}
‘memperbarui berkali-kali’
{mentwitter-twitter}
‘mentwitter berkali-kali’
{mengemail-email}
‘mengemail berkali-kali’
Contoh:
1) Motivator yang terkenal itu mentwitter-twitter para
klien yang ikut seminarnya.
2) Setiap mahasiswa perlu mengupdate-update data
dirinya setiap semester.
3) Setiap hari orang itu mengemail-email surat.
4) Teknisi komputer itu menginstal-instal program bahasa
Arab.
7. Menyatakan makna ‘perbuatan dalam suatu keadaan
tertentu’, misalnya keadaan sabar, gembira, sedih,
santai, mudah dls.
Bentuk berulang
Makna
{memonitor-monitor}
{memodifikasi-modifikasi}
{berkontribusi-kontribusi}
{membrowsing-browsing}
{tergesa-gesa}
{bersabar-sabar}
{membaca-baca}
{menimang-nimang}
{terengah-engah}
‘memperhatikan dengan teliti’
‘mengubah dengan santai’
‘mempunyai sumbangan nyata’
‘melihat-lihat dengan santai’
‘keadaan cepat’
‘keadaan sabar’
‘keadaan sedang membaca’
‘menggendong dengan santai’
‘keadaan lelah’
Contoh kalimat:
1)
2)
3)
4)
Manusia memiliki sifat tergesa-gesa dalam melakukan
sesuatu.
Manusia perlu bersabar-sabar menghadapi berbagai
hal dalam menjalani kehidupannya.
Setiap sore keluarga itu bercengkerama sambil minumminum teh hangat di halaman rumah sambil membaca
–baca surat kabar petang.
Ibu muda itu menimang-nimang bayinya yang baru
dilahirkan di bawah sinar matahari pagi.
35
5)
Setelah berlari sejauh lima kilometer, Amir merasa
terangah-engah.
8. Menyatakan makna ‘saling’; ‘perbuatan yang dilakukan
oleh subjek dan objek yang berbalas-balasan’
Bentuk berulang
Makna
{sentuh-menyentuh}
{sandar-menyandar}
{telepon-menelpon}
{twiter-mentwiter}
{switch-menswitch}
{harap-mengharap}
{tekan-menekan}
{teken-meneken}
{bersalam-salaman}
{kunjung-mengunjungi}
{watchup-mewatchup}
Contoh:
‘saling sentuh’
‘saling harap’
‘saling menelpon’
‘saling mentwiter’
‘saling merubah’
‘saling mengharap’
‘saling tekan’
‘saling menandatangan’
‘saling bersalaman’
‘saling berkunjung’
‘saling mengirimkan berita’
1) Masyarakat sekarang ini sering watchup-mewatchup
berita.
2) Perjanjian kerjasama itu sudah disepakati, para anggota
yang terlibat sudah teken-meneken surat kerjasama.
3) Perusahaan itu telepon menelepon para pelanggannya.
4) Para jamaah masjid itu bersalam-salaman setelah selesi
salat magrib.
9. Menyatakan makna ‘agak’
Bentuk berulang
Makna
{keheran-heranan}
{kelebam-lebaman}
{keungu-unguan}
{kepikir-pikiran}
{kemaksimal-maksimalan}
‘agak heran’
‘agak lebam’
‘agak ungu’
‘agak terpikir’
‘tidak terlalu maksimal’
36
{kehatian-hatian}
{kehitam-hitaman}
{kerugi-kerugian}
{kedemokratis-demokratisan}
{kebarat-baratan}
Contohnya:
‘agak hati-hati’
‘agak hitam’
‘agak rugi’
‘agak demokratis’
‘agak mirip orang barat’
1) Keheran-heranan Aminah melihat adiknya yang masih
kecil itu sudah pandai membaca.
2) Orang itu berbahasanya kebarat-baratan.
3) Penggambaran desain rumah tinggal menggunakan
software ArchiCAD kepikir-pikiran juga olehku.
4) Orang itu tampak kelebam-lebaman.
10. Menyatakan makna keterangan waktu ‘sekali’
Bentuk berulang
Makna
{siang-siang}
{petang-petang}
{pagi-pagi}
{sore-sore}
{malam-malam}
{tengah hari-tengah hari}
{tengah malam-tengah malam}
‘siang sekali’
‘petang sekali’
‘pagi sekali’
‘sore sekali’
‘malam sekali’
‘siang sekali’
‘malam sekali’
Contoh:
1) Sore-sore anak-anak itu bermain-main di lapangan.
2) Kemacetan lalu lintas tidak terjadi pagi-pagi.
3) Orang itu masih tetap bekerja tengah hari-tengah hari
begini.
4) Malam-malam aku tetap belum tertidur karena perlu
mengerjakan berbagai tugas sekolah.
37
BAB IV
MORFOFONEMIK
A. Pengertian Morfofonemik
Istilah morfofonemik ditinjau dari segi bentuk, terdiri dari
dua bagian yaitu unsur morfem dan unsur fonem. Oleh karena
itu, morfofonemik dapat dikatakan sebagai suatu subsistem
dalam linguistik yang dibentuk dari dua unsur yang berlainan,
namun keduanya berkaitan dan saling membutuhkan dalam
membentuk sebuah kosa kata bahasa Indonesia. Kajian
morfofonemik merupakan kajian yang berorientasi kepada
perubahan bunyi sebagai akibat dari adanya proses morfologi,
baik proses aiksasi, reduplikasi maupun komposisi, demikian
Chaer (2008: 43). Contoh morfofonemik:
Morfem
{klik}
{switch}
{proyeksi}
{okulasi}
{shooting}
+ Imbuhan
+ {me(N)}
+ {me(N)}
+ {me(N)}
+ {me(N)}
+ {me(N)}
→
→
→
→
→
→
Morfofonemik
{mengeklik}
{menswitch}
{memproyeksi}
{mengokulasi}
{menyoting}
Contoh dalam kalimat:
1) Hindari mengeklik OK untuk mengakhiri pengaturan
parameter.
2) Untuk mendefault settings harus keluar dari kotak
dialog.
{respon}
{desain}
{layout}
+ {me(N)}
+ {me(N)}
+ {me(N)}
→
→
→
{merespon}
{mendesain}
{melayout}
Contoh dalam kalimat:
1) Hindari merespon terlalu cepat!
2) Orang itu mendesain rumahnya sendiri.
Paparan berikut ini menunjukkan keanekaragaman tipe
perubahan fonem serta berbagai bentuk morfofonemik serta
beberapa proses morfologi.
38
B. Tipe-Tipe Morfofonemik
Proses morfologi yang terjadi pada satu morfem dengan
morfem lain akan menghasilkan sebuah kata. Pada proses
pembentukan kata ada beberapa model perubahan fonem.
Dalam lingkup proses morfofonemik model perubahan itu
antara lain. :
1. Pesenyawaan fonem merujuk kepada proses
meluluhnya sebuah fonem yang disenyawakan dengan fonem
lain. Contohnya dalam pengimbuhan :
{pe-an}
{pe-}
{me-}
{pe-}
+
+
+
+
{suling}
{suling}
{kontrol}
{tanak}
→
→
→
→
{penyulingan}
{penyuling}
{mengontrol}
{penanak}
Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam
kalimat:
1) Sebuah inovasi yang menjungkirbalikkan proses kerja
penyulingan nilam yang rendemannya cuma berkisar
antara 1,5-2%.
2) Petani dan penyuling nilam langsung frustasi karena
rugi.
3) Ia hanya menambahkan sensor otomatis di boiler untuk
mengontrol suhu dan tekanan.
4) Bahan baku dan air dibatasi oleh lempeng besi nirkarat
mirip alat penanak nasi.
Pada contoh proses peluluhan fonem sebagaimana tertera
di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {pe-}; {pe-an};
{me} pada morfem dasar {suling}; akan memunculkan bunyi
nasal [ ñ ], sedangkan pada morfem dasar {kontrol}; akan
memunculkan bunyi sengau [ ŋ ]; di pihak lain pada morfem
dasar {tanak}akan memunculkan bunyi nasal [ n ].
2. Penambahan fonem mengacu kepada hadirnya fonem
atau bunyi dalam proses morfologi yang pada awalnya fonem
itu tidak ada. Contoh:
{pe-}
{me-kan}
+ {pres}
+ {proyeksi}
→ {pengepresan}
→ {memproyeksikan}
39
{me-}
{me-}
{me-}
+ {fermentasi}
+ {blender}
+ {destilasi}
→ {memfermentasi}
→ {memblender}
→ {mendestilasi}
Contoh penggunaan kata hasil penambahan fonem dalam
kalimat:
1) Biomassa yang tersisa diangkat dari wadah dan dipres.
Larutan pengepresan dimasukkan ke cairan fermentasi.
2) Dewan Asri memproyeksikan harga nilam idealnya Rp.
500.000/kg.
3) Orang itu memfermentasi irisan daun nilam dengan
bantuan air dan dua jenis kapang.
4) Herdi tak memblender daun nilam, tetapi mengiris-iris
saja.
5) Sekali mendestilasi 400 kg bahan, Rudi memanen 13 kg
minyak nilam.
Pada contoh proses penambahan fonem sebagaimana
tertera di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {me-} pada
morfem dasar {pres}; akan memunculkan bunyi nasal [ŋ] ,
sedangkan pada morfem dasar {proyeksi}; {fermentas};
{blender} dan {destilasi}akan memunculkan bunyi nasal [m].
3. Pelesapan fonem mengacu kepada melesap atau
menghilangnya suatu fonem atau bunyi dalam proses morfologi
yang pada awalnya fonem itu ada menjadi tidak ada. Misalnya:
{vulkanolog}
{sejarah}
{kakak}
{ter-}
{per-an}
{ber-}
{ter-}
+
+
+
+
+
+
+
{-wan}
{-wan}
{-nda}
{rangsang}
{rawat}
{rambut}
{realisasi}
→
→
→
→
→
→
→
{vulkanolowan}
{sejarawan}
{kakanda}
{terangsang}
{perawatan}
{mendestilasi}
{terealisasi}
Contoh penggunaan kata hasil perlesapan fonem dalam
kalimat:
40
1) Vulkanolowan asal Indonesia itu berjalan kaki untuk
mencapai puncak-puncak tertinggi dan tepian kaldera
untuk mempelajari tipe-tipe gunung berapi.
2) Kakanda akan berangkat ke Surabaya besok pagi,
3) Agar akar terangsang untuk tumbuh, umumnya
pekebun menggunakan zat perangsang tumbuh atau
(ZPT) yang mengandung hormone auksin.
4) Pemenggalan akar dan perawatan intensif jabon tumbuh
lebih cepat dan waktu panenpun singkat.
5) Rizosfer yang sudah berambut akar mengundang
mikrob menguntungkan tanaman itu.
6) Gagasan itu akhirnya terealisasi pada pertengahan
tahun 2014.
4. Perubahan fonem mengacu kepada
berubah akibat proses morfologi. Perubahan
bertemunya dua morfem dasar yang berbeda
kemudian berubah menjadi sebuah bunyi lain
keduanya . Misalnya:
sebuah fonem
terjadi karena
bunyi, bersatu
yang lain dari
{be-}
+ {ajar}
→ {belajar}
{ter}
+ {anjur}
→ {terlanjur}
{me-}
+ {asam}
→ {masam}
{di-}
+ {claim}
→ {diklem}
Keterangan:
Pembentukan kata belajar dari morfem {be-} + {ajar}
demikian pula pada morfem {ter-} + {anjur} menjadi terlanjur
merupakan satu ciri khas yang pembentukan sangat jarang
terjadi pada model kata yang lain dalam bahasa Indonesia.
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem dalam kalimat:
1) Air penyiraman bunga berasal dari air PAM yang
diolah dengan teknologi reserve osmosis sehingga air
bersifat masam
2) Keputusan itu banyak diklem banyak orang.
41
C. Pembentukan Kata Berbasis Morfofonemik
Pembentukan kata bahasa Indonesia berbasis proses
morfofonemik didominasi oleh imbuhan terutama pada akhiran
{-an}; imbuhan gabung atau konfiks {pe-an} dan {per-an}
serta prefiks atau awalan seperti: {me-}; {pe-}; {per-}; {ber-};
{ter-}. Paparan berikut ini dimulai dari akhiran {-an}.
1. Proses Morfofonemik Akhiran {-an}
Chaer (2008: 54) mengemukakan bahwa gejala
morfofonemik dalam pembentukan kata bahasa Indonesia lewat
sufiksasi ada dua jenis yaitu: 1) pemunculan fonem dan 2)
transisi fonem.
1) Pemunculan fonem terjadi ketika satu morfem bebas
maupun terikat bertemu dengan akhiran {-an}. Pada
proses ini akan muncul tiga buah fonem yaitu dua
fonem semivokal atau bunyi peluncur (glider) yakni
[w]; [y] dan sebuah bunyi glottal dilambangkan [?].
Catatan: Bunyi peluncur ini hanya hadir dalam bahasa lisan dan
tidak muncul pada bahasa tulis, sebab bila merujuk kepada
kaidah penggunaan ejaan bahasa Indonesia yaitu Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan bunyi-bunyi itu tidak dituliskan.
Berangkat dari alas an itu, contoh-contoh kalimat di bawah ini
bunyi peluncur itu tidak dituliskan.
(1) Fonem
/w/ muncul seandainya sufiks {–an}
diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir
dengan bunyi [u]. Umpamanya :
{pantau}
{buru}
{tumpu}
{ramu}
{cemburu}
+
+
+
+
+
{-an}
{-an}
{-an}
{-an}
{-an}
→
→
→
→
→
{pantauwan}
{buruwan}
{tumpuwan}
{ramuwan}
{cemburuwan}
Contoh penggunaan kata hasil pemunculan fonem /w/ fonem
dalam kalimat:
42
i. Gelombang laut saat musim hujan di kota Bitung terus
mendapat pantauan pemerintah setempat.
ii. Hasil buruan berupa cengkih dan pala oleh para
pedagang rempah di pulau Ternate menjadikan harga
komiditas itu meningkat harganya.
iii. Rempah menurut salah satu suku bangsa di Sulawesi
digunakan sebagai bahan penyedap makanan, kosmetik,
obat-obatan hingga ramuan perangsang berahi.
iv. Sifat orang itu sangat cemburuan.
v. Ibu muda itu kini menjadi tumpuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
(2) Fonem /y/ akan hadir sekiranya sufiks {–an}
diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir
dengan bunyi [i]. Umpamanya :
{untai}
{capai}
{isi}
{tragedi}
{tikai}
+
+
+
+
+
{-an}
{-an}
{-an}
{-an}
{-an}
→
→
→
→
→
{untaiyan}
{capaiyan}
{isiyan}
{tragediyan}
{tikaiyan}
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /y/ dalam
kalimat:
i. Harga capaian minyak kastor lebih kurang 90 sen dolar
per liter.
ii. Tragedian dalam karya sastra ciptaan Ali banyak
dipaparkan di akhir cerita.
iii. Untaian buah jarak kepyar atau kacang kastor bisa
mencapai 3,5 meter.
iv. Isian beras setiap satu kantong sebanyak 1 liter.
v. Banyak tikaian yang terjadi di kalangan masyarakat
yang diawali oleh persoalan kecil.
(3) Fonem Glotal /?/ akan muncul apabila sufiks {–an}
diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir
dengan bunyi [a]. Umpamanya:
43
{tetangga} + {-an}
→
{sedia}
+ {-an}
→
{irama}
+ {-an}
→
{mamalia} + {-an}
→
{satwa}
+ {-an}
→
Keterangan simbol bunyi glotal [?]
{tetangga?an}
{sedia?an}
{irama?an}
{mamalia?an}
{satwa?an}
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem glottal /?/
dalam kalimat:
i. Banyak kampung yang warganya bertetanggaan dengan
hutan pinus.
ii. Sediaan makanan sudah hamper habis.
iii. Iramaan lagu itu ditulis oleh ayahku.
iv. Yaki adalah orang utan jenis mamaliaan yang bermata
besar dan berkaki kuat.
v. Darwin adalah geolowan pertama yang mengunjungi
Galapagos pada tahun 1835, dia pada akhirnya
menekuni satwaan unik di Galapagos.
2. Transisi fonem merujuk kepada peristiwa bergesernya
fonem ketika bertemu sufiks {-an}. Hal ini terjadi sekiranya {an} diimbuhkan dengan bentuk dasar yang berakhir dengan
bunyi konsonan. Untuk melihat gejala ini digunakan parameter
suku kata. Pengertian suku mengacu kepada satu kesatuan
ucapan. Oleh sebab itu, setiap awal suku maupun akhir suku
selalu berimpit dengan awal dan akhir suatu ucapan. Misalnya;
Data fonemis
Suku
/simpul/
+ /-an/
→
/tulisan/
+ /-an/
→
/hadapan/
+ /-an/
→
Keterangan : /…/ simbol suku kata
Struktur suku kata
/sim/ + /pu/ +/lan/
/tu/+/li/+/san/
/ha/+/da/+/pan/
Alasan digunakan suku kata karena suku kata memiliki
fungsi membentuk kata atau bagian kata. Ditinjau dari
bentuknya suku kata itu terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
44
a) Bila ada dua konsonan di antara dua vokal, maka kedua
konsonan itu berada dalam satu suku, mungkin pula
terletak dalam suku yang berbeda tergantung letak
transisinya.
b) Bila sebuah konsonan merupakan satu kesatuan
ucapan, berbentuk satu gugus, transisi terletak di
anatara vokal dan konsonan. Gejala itu terjadi bila
konsonan itu terletak dalam sebuah suku, yaitu sukusuku yang mengikutinya.
c) Bila kedua konsonan itu tidak merupakan suatu
kesatuan, maka konsonan itu berpindah letak
membentuk suku kata baru dengan menggabung pada
sufiks {-an }. Misalnya:
Data fonemis
/tegur/
/jelajah/
/tumbuk/
/gumpal/
+
+
+
+
suku
/-an/
/-an/
/-an/
/-an/
→
→
→
→
Struktur suku kata
/te/+/gu/+/ran/
/je/+/la/+/ja/+/han/
/tum/+/bu/+/kan/
/gum/+/pa/+/lan/
Contoh penggunaan kata hasil transisi fonem dalam kalimat:
i. Pulau Sulawesi merupakan daerah jelajahan para
pencari cengkih.
ii. Kerak samudra yang terangkat karena tumbukan
lempeng Australia
iii. Setiap
perkuliahan
bahasa
Indonesia
selesai
disampaikan selalu ditutup dengan simpulan materi
perkuliah itu
iv. Banyak tulisan bermutu sudah diterbitkan dalam jurnal
Linguistik
v. Makalah seminar itu dibaca di hadapan para ahli
bahasa.
vi. Gumpalan awan hitam akibat meletus gunung Merapi
terdapat di wilayah Yogyakarta.
3. Proses Morfofonemik dalam Konfiks {pe-an}
Proses morfofonemik dalam imbuhan dipaparkan secara
berurut, yaitu proses morfonemik dalam konfiks {pe-an} dan
{per-an}. Uraian berikut ini dimulai dari:
45
1) Konfiks {per-}
Proses pengimbuhan berbasis morfofonemik dengan
prefiks {per-} ada beberapa model, yaitu:
(1) persenyawaan fonem /r/;
(2) perubahan fonem /r/
(3) pemertahanan fonem /r/
Paparan data berupa:
(1) Persenyawaan fonem /r/ akan terjadi seandainya bentuk
dasar diawali dengan fonem /r/, dan /k/ misalnya:
{per-}
{per-}
{per-}
{per-}
{per-}
+
+
+
+
+
{rampok}
{rancang}
{tambak}
{kategori}
{kerja}
→
→
→
→
→
{perampok}
{perancang}
{petambak}
{pekategori}
{pekerja}
Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam
kalimat:
i. Perampok itu sudah ditangkap polisi.
ii. Busana pengantin itu dirancang oleh perancang terkenal.
iii. Petambak itu memanen ikan nila setiap minggu 100 kg.
iv. Setiap hitungan dalam statistik deskriptif memiliki
varibel pekategori.
v. Setiap pekerja mendapat gaji Rp 1.000.000,- per minggu.
(2) Perubahan fonem /r/ menjadi /l/
Bahasa Indonesia perubahan fonem /r/ menjadi /l/ hanya
terjadi pada morfem imbuhan {per-} + bentuk dasar
{ajar}. Contoh:
Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /r/ menjadi /l/
dalam kalimat:
{per-}
+ {ajar}
→ {pelajar}
46
Model perubahan ini tidak produktif dalam bahasa Indonesia,
dan hanya ada satu kasus saja yaitu pada bentuk pelajar.
(3) Pemertahanan fonem /r/ terjadi pada satuan bahasa yang
atau morfem bebas yang diawali oleh bunyi /p/, /t/, /c/,
/k/, /l/, /m/, /j/ contoh:
{per-}
{per-}
{per-}
{per-}
{per-}
{per-}
+
+
+
+
+
+
{lambang}
{panjang}
{tahap}
{metode}
{jari}
{contoh}
→
→
→
→
→
→
{perlambang}
{perpanjang}
{pertahap}
{permetode}
{jari}
{percontoh}
Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam
kalimat:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
Dalam tradisi budaya Cina ikan Arwana
perlambang panjang umur.
Perpanjang surat tanda naik kendaraan anda!
Pembangunan mall itu dilakukan pertahap.
Penelitian jamur itu dilakukan permetode.
Kuku itu dipotong perjari.
2) Konfiks {per-an}
Konfiks {per-an} merupakan imbuhan berupa
prefiks yang sangat produktif mengalami proses morfofonemik.
Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {per-an}
terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem;
(2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem. Paparan
masing-masing model itu sebagai berikut:
(1) Persenyawaan fonem merujuk kepada fenomena,
sekiranya prefiks {per-an} diimbuhkan pada satuan bahasa
berupa morfem dasar yang diawali oleh konsonan tak bersuara,
seperti:
47
Hambat tak besuara
Geser
bilabial
/p/
Alveolar
/t/
/s/
Velar
/k/
Contoh:
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
+
+
+
+
+
+
{tampung}
{selamat}
{tangkar}
{pagar}
{pandang}
{kecuali}
→
→
→
→
→
→
{penampungan}
{penyelamatan}
{penangkaran}
{pemagaran}
{pamandangan}
{pengecualian}
Contoh penggunaan kata hasil fonem dalam kalimat:
i.
Air sumur, misalnya didiamkan di penampungan
dalam posisi terbuka selama 24 jam untuk mengikat
oksigen.
ii.
Arwana menjadi penyelamat bagi Suryadi ketika
perusahaan tempatnya mencari nafkah gulung tikar.
iii.
Saya bertekad menekuni penangkaran arwana.
iv.
Polisi melakukan pemagaran menggunakan pita
khusus di tempat kejadian perkara.
v.
Mereka tidak memiliki hak pengecualian dalam
menangani kasus itu.
Catatan :
a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /t/.
b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/
terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.
c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.
d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.
48
(2) Pemertahanan
Pemertahanan fonem merujuk kepada prefiks {per-an}
diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar yang
diawali oleh konsonan nasal, getar, lateral dan semivokal
sebagai berikut:
Hambat
besuara
Nasal
Getar
Lateral
semivokal
bilabial Alveolar
/b/
/d/
Palatal
/g/
/m/
/ñ/
/n/
/r/
/l/
/y/
Contoh:
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
{per-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
{laku}
{rakit}
{yayasan}
{mesin}
{dagang}
{bukit}
{nyata}
{nafas}
→
→
→
→
→
→
→
→
{perlakuan}
{perakitan}
{peryayasanan}
{permesinan}
{perdagangan}
{perbukitan}
{pernyataan}
{pernafasan}
Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam
kalimat:
i.
Selang dua setengah jam, ia menguras akuarium
karena air kotor. Lalu mengisi air baru asal galon
isi ulang tanpa perlakuan terlebih dahulu.
ii.
Perakitan mobil esemka buatan Indonesia terus
ditingkatkan.
iii.
Setiap organisasi pendidikan swasta perlu memiliki
izin peryayasanan pengelola pendidikan itudi setiap
jejang.
iv.
Ali menekuni seluk beluk permesinan sejak masih
mengikuti pendidikan di tingkat sekolah menengah
pertama.
v.
Pernyataan orang itu sangat jelas.
49
(3) Penambahan
Penambahan fonem merujuk kepada prefiks {per-an}
diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar tidak
ditemukan dalam bahasa Indonesia, khususnya pada penulisan
buku ini. Gejala yang sangat dominan adalah persenyawaan
dan pemertahanan fonem sebagaimana tertera di bagian (1) dan
(2) pada paparan sebelum ini.
4. Proses Morfofonemik dalam Imbuhan dalam prefiks
atau awalan seperti : {me-}; {pe-}; {per-}; {ber-}; {ter-}.
Uraian berikut ini diawali dengan;
1) Prefiks {me-}
Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-} terjadi
dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem; (2)
pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem. Imbuhan
prefiks {me-} berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif
dan kata kerja intransitif. Paparan masing-masing model itu
diawali dengan uraian: {me-}; {me-kan} dan {me-i}.
(1) Persenyawaan mengacu kepada prefiks {me-} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan:
Hambat tak besuara
Geser
Bilabial
/p/
Alveolar
/t/
/s/
Velar
/k/
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me}
+
+
+
+
+
+
+
+
{pantang}
{pangkas}
{tabung}
{tampal}
{karang}
{kateter}
{kawal}
{susu}
→
→
→
→
→
→
→
→
{memantang}
{memangkas}
{menabung}
{menampal}
{mengarang}
{mengateter}
{mengawal}
{menyusu}
50
Contoh penggunaan kata dalam kalimat:
i. Anita tidak pernah memantang makanan.
ii. Setiap tiga bulan sekali, Ali memangkas rambutnya.
iii. Kakak mengajari adiknya untuk menabung uang di
Bank Mandiri.
iv. Ibu menampal bajunya yang sudah robek.
v. Pak Hamid pandai mengarang lagu bahasa Krui.
vi. Dokter itu sedang mengateter pasien yang sakit ginjal
vii. Bayi itu sedang menyusu kepada ibunya.
Catatan :
a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.
b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.
c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {m} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.
d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk
dasar yang dawali dengan fonem /k/.
(2) Pemertahanan mengacu kepada prefiks {me-} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan
Bilabial labiodental Alveolar palatal Velar
Getar
/r/
Lateral
/l/
Nasal
/m/
/n/
/ñ/
/ŋ/
Semivokal /w/
/y/
51
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me}
+
+
+
+
+
+
+
+
{rapel}
{landai}
{minum}
{nanti}
{laknat}
{mejeng }
{nyala}
{ngeong}
→
→
→
→
→
→
→
→
{merapel}
{melandai}
{meminum}
{menanti}
{melaknat}
{memejeng}
{menyala}
{mengeong}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
Perusahaan itu merapel gaji karyawan tiga bula
sekali.
Bentuk pegunungan itu melandai dari pantai
utara pulau Jawa hingga ke selatan.
Pak Ardih sedang meminum obat
Tuhan akan melaknat orang yang korupsi.
Saudagar mobil itu sedang memejeng mobil.
(3) Penambahan mengacu kepada prefiks {me-} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan sebagai berikut:
Bilabial
labiodental
Hambat
/b/
bersuara
Hambat tak /p/
bersuara
Geser tak
/f/
bersuara
Semivokal
/w/
/x/ adalah simbol fonem /kh/
Alveolar
/d/
Vela
r
/g/
/t/
/k/
/x/
glotal
/h/
52
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
{me-}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
→
→
{genggam}
→
{faksimile} →
{pak}
→
{cas }
→
{tik }
→
{lap }
→
{bom }
→
{cap}
→
{khitan}
→
{hidu}
→
{wisuda}
→
{wabah}
→
{basmi}
{defensif}
{membasmi}
{mendefensif}
{menggenggam}
{memfaksimile}
{mengepak}
{mengecas}
{mengetik}
{mengelap}
{mengebom}
{mengecap}
{mengkhitan}
{menghidu}
{mewisuda}
{mewabah}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
Knalpot panas dapat digunakan sebagai sumber
pengecas ponsel.
Untuk membasmi jentik jamuk demam berdarah
dibutuhkan kegiatan menguras bak berisi air.
Meriam penangkis itu berguna untuk
mendefensif serangan yang datang udara.
Pak Ardih sedang memfaksimile surat undangan
workshop BIPA.
Rektor Universitas swasta di kota Bogor sedang
mewisuda para mahasiswa yang sudah lulus
ujian skripsi.
Penyakit ebola sedang mewabah di Afrika.
Setiap pagi hari kita perlu menghidu udara
bersih.
Catatan :
a. Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/.
53
b. Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/; /f/.
c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ŋe/
terjadi pada proses morfofonemik dengan bentuk dasar
yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/ dan /l/ yang
berbentuk satu suku kata.
d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk
dasar yang dawali dengan fonem /g/; /u/, /o/, /e/, /i/, /a/.
2) Konfiks {me-kan}
Konfiks {me-kan} memiliki makna ‘melakukan
sesuatu untuk orang lain’.
Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-kan}
terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem;
(2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem
(1) Persenyawaan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan:
Hambat
besuara
Geser
Bilabial
tak /p/
Alveolar
/t/
Velar
/k/
/s/
Glottal
/h/
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+
+
+
+
+
+
{perlu}
{senang}
{terap}
{utama}
{kata}
{hasil}
→
→
→
→
→
→
{memerlukan}
{menyenangkan}
{menerapkan}
{mengutamakan}
{mengatakan}
{menghasilkan}
Contoh penggunaan kata dalam kalimat:
i.
Banyak orang menerapkan warna gelap, maka
view luar sebaiknya harus dapat dioptimalkan.
54
ii.
Menyenangkan di pagi hari saat baru terjaga
dapat melihat perubahan alam setiap hari.
(Sumber kalimat (i dan ii): Majalah Home: September, 2013: 25)
iii.
Sebuah tempat tidur lemari pakaian dan
stoolnnya ada di kamar, namun kamar tidur ini
memerlukan
dekorasi
berbeda
untuk
membuatnya lebih ‘hidup’.
(Sumber kalimat no (iii): Majalah Home: September, 2013: 25)
iv.
Warna menjadi faktor penting pada sebuah
ruangan yang sangat mengutamakan suasana.
(Sumber kalimat no (iv): Majalah Home: September, 2013: 30)
Catatan :
a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.
b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.
c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {m} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.
d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk
dasar yang dawali dengan fonem /k/.
(4) Pemertahanan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan
Bilabial palatal
Afrikat
c
Getar
Lateral
Nasal
/m/
Semivokal /w/
Alveolar palatal Velar
/r/
/l/
/n/
/ñ/
/y/
/ŋ/
55
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
{cipta}
{runding}
{laku}
{luncur}
{mahfum}
{nazar}
{nyala}
{nyala}
{wacana}
{yakin}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{menciptakan}
{merundingkan}
{melakukan}
{meluncurkan}
{memahfumkan}
{menazarkan}
{menyalakan}
{menyalakan}
{mewacanakan}
{meyakinkan}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
i.
ii.
iii.
iv.
Belda Farika menciptakan Loom. Loom yang
dalam Bahasa Indonesia berarti tenun ini,
memiliki kelebihan pada patternya.
Keluraga kami sedang merundingkan masalah
perbaikan rumah.
Furniture lain memberi keleluasaan lebih untuk
melakukan pendekatan estetis.
Berita facebook itu sudah kubaca, dan saya
sudah memahfumkan isi berita itu.
(5) Penambahan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan sebagai berikut:
Bilabial
labiodental
Alveolar
Hambat
/b/
/d/
bersuara
Hambat tak /p/
/t/
bersuara
Geser tak
/f/
/s/
bersuara
Semivokal
/w/
Keterangan : /x/ adalah simbol fonem /kh/
Vela
r
/g/
glotal
/k/
/x/
/h/
56
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+
+
+
+
+
+
+
{fokus}
{selenggara}
{ungkap}
{guna}
{khawatir}
{hampar}
{cap}
→
→
→
→
→
→
→
{memfokuskan}
{menyelenggarakan}
{mengungkapkan}
{menggunakan}
{mengkhawatirkan}
{menghamparkan}
{mengecapkan}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
i.
Setiap peneliti perlu memfokuskan diri kepada
objek kajiannya.
ii. Sekolah Dasar Negeri III Slipi pagi selalu
menyelenggarakan upacara bendera setiap hari
Senin pagi.
iii. Orang itu mengungkapkan rasa bersyukur setiap
pagi.
Catatan :
(1) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem
/d/.
(2) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/;
/f/.
(3) Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau
/ŋe/ terjadi pada proses morfofonemik dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/
dan /l/ yang berbentuk satu suku kata.
3) Konfiks {me-i}
Konfiks {me-i} memiliki beberapa makna antara lain
sebagai berikut:
(1) Konfiks {me-i} bermakna ‘memberi’
(2) Konfiks {me-i} bermakna ‘mencermati objek’
57
(3) Konfiks {me-i}bermakna ‘melakukan pada’
(4) Konfiks {me-i}bermakna ‘merasa pada’
(5) Konfiks {me-i}bermakna ‘membuat jadi’
(6) Konfiks {me-i} bermkna ‘kegiatan berulang’
Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-i}
terjadi dalam beberapa tipe, yaikni: (i) persenyawaan fonem;
(ii) pemertahanan fonem; dan (iii) penambahan fonem
(1) Persenyawaan mengacu kepada prefiks {me-i} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan:
Bilabial
Hambat tak /p/
besuara
Geser
Nasal
/m/
Alveolar
/t/
/s/
/n/
Velar
/k/
palatal Glottal
/h/
/ŋ/
/ñ/
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-i}
{me-i}
{me-i}
{me-i}
{me-i}
{me-i}
+
+
+
+
+
+
{waris}
{cekok}
{senter}
{tatap}
{perang}
{kritis}
→
→
→
→
→
→
{mewarisi}
{mencekoki}
{menyenteri}
{menatapi}
{memerangi}
{mengkritisi}
Contoh penggunaan kata dalam kalimat:
i.
Orang itu mewarisi anaknya sebuah rumah
sederhana.
ii.
Tukang jamu itu mencekoki anak-anak yang
kurang nafsu makan setiap pagi.
iii.
Penjaga malam di kampung itu menyenteri
setiap sudut yang gelap.
58
iv.
Saya selalu menatapi anak-anak yang sedang
tertidur lelap pada malam hari.
Catatan :
a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-i}
dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.
b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-i}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.
c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau
/m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {m}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.
d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi
pada proses morfofonemik antara {me-} dengan
bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.
(6) Pemertahanan mengacu kepada prefiks {me-i} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan
Bilabial palatal
Bilabial
Afrikat
Getar
Lateral
Nasal
/m/
Semivokal /w/
Alveolar palatal Velar
/g/
c
/r/
/l/
/n/
/ñ/
/y/
/ŋ/
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+ {cipta}
+ {runding}
+ {laku}
→ {menciptakan}
→ {merundingkan}
→ {melakukan}
59
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+
+
+
+
+
+
+
{luncur}
{mahfum}
{nazar}
{nyala}
{nyala}
{wacana}
{yakin}
→
→
→
→
→
→
→
{meluncurkan}
{memahfumkan}
{menazarkan}
{menyalakan}
{menyalakan}
{mewacanakan}
{meyakinkan}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
v.
vi.
vii.
viii.
Belda Farika menciptakan Loom. Loom yang
dalam Bahasa Indonesia berarti tenun ini,
memiliki kelebihan pada patternya.
Keluraga kami sedang merundingkan masalah
perbaikan rumah.
Furniture lain memberi keleluasaan lebih untuk
melakukan pendekatan estetis.
Berita facebook itu sudah kubaca, dan saya
sudah memahfumkan isi berita itu.
(7) Penambahan mengacu kepada prefiks {me-kan} yang
diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan
konsonan sebagai berikut:
Bilabial
labiodental
Alveolar
Hambat
/b/
/d/
bersuara
Hambat tak /p/
/t/
bersuara
Geser tak
/f/
/s/
bersuara
Semivokal
/w/
Keterangan : /x/ adalah simbol fonem /kh/
Vela
r
/g/
glotal
/k/
/x/
/h/
Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+ {fokus}
+ {selenggara}
+ {ungkap}
→ {memfokuskan}
→ {menyelenggarakan}
→ {mengungkapkan}
60
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
{me-kan}
+
+
+
+
{guna}
{khawatir}
{hampar}
{cap}
→
→
→
→
{menggunakan}
{mengkhawatirkan}
{menghamparkan}
{mengecapkan}
Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:
iv. Setiap peneliti perlu memfokuskan diri kepada
objek kajiannya.
v. Sekolah Dasar Negeri III Slipi pagi selalu
menyelenggarakan upacara bendera setiap hari
Senin pagi.
vi. Orang itu mengungkapkan rasa bersyukur setiap
pagi.
Catatan :
(1) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/.
(2) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/
terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan}
dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/;
/f/.
(3) Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau
/ŋe/ terjadi pada proses morfofonemik dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/
dan /l/ yang berbentuk satu suku kata.
D. Jenis-Jenis Kaidah Morfofonemik
Ditinjau dari namanya, morfofonemik dapat diartikan
tataran yang menghubunkan morfologi dan fonologi. Pada
tataran ini sebuah morfem dianalisis dalam lingkup fonologi,
maka dari itu berbagai ragam morfem yang diamati selalu
dikaitkan dengan aspek yang bersifat fonologis. Kridalaksana
(1996: 183) mengilustrasikan bahwa:
Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang
terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem.
Morfem merupakan satuan abstrak, sedangkan morf,
fonem dan fon merupakan satuan yang lebih konkret.
61
Untuk menganalisis perubahan fonem yang terjadi akibat
pertemuan morfem, buku ini merujuk kepada perubahan fonem
yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1996: 183) tentang
sepuluh proses perubahan fonem yang bersifat otomatis yaitu:
1) Proses Pemunculan Fonem
Proses morfofonemik yang kerap terjadi adalah
pemunculan fonem homorgan, artinya fonem yang timbul
karena beberapa aspek berikut:
(1) Hadirnya bunyi peluncur /y/ yang terjadi pada
morfem dasar yang berakhir pada /ay/, /i/ atau /e/
dan diikuti oleh akhiran atau bagian akhir konfiks
yang diawali oleh vokal /a/, contoh:
Afiks
{pe-an}
{pe-an}
{pe-an}
{-an}
{-an}
+
+
+
+
+
morfem
{notasi}
{kombinasi}
{kompilasi}
{substituasi}
{kopi}
→
→
→
→
→
morfonemik
{penotasiyan}
{pengombonasiyan}
{pengompilasiyan}
{substituasiyan}
{kopiyan}
(2) Hadirnya /ŋƏ/ terjadi pada morfem dasar yang
terjadi dari satu suku kata yang bergabung dengan
{mƏ}; {pƏ-}, contoh:
Afiks
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
{mƏŋƏ }
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{bit}
{cet}
{lis}
{klik}
{krek}
{set}
{pin}
{plot}
{pos}
{pres}
{cek}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfonemik
{mƏŋƏbit }
{ mƏŋƏcat }
{ mƏŋƏlis}
{ mƏŋƏbit }
{ mƏŋƏrek }
{ mƏŋƏset}
{ mƏŋƏpin}
{ mƏŋƏplot}
{ mƏŋƏpos}
{ mƏŋƏpres}
{ mƏŋƏcek}
62
Catatan:
Istilah
asing
1. {byte}
2. {chat}
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9
{list}
{klick}
{crack}
{set}
{pin}
{plot}
{pos}
10 {pres}
11. {check}
Bahasa
Makna
Indonesia
→ {bit}
‘satuan’
→ {cet}
‘berdialog
di
maya’
→ {lis}
‘daftar’
→ {klik}
‘klik’
→ {krek}
‘merusak’
→ {set}
‘mengatur’
→ {pin}
‘menyemat’
→ {plot}
‘alur, sekongkol’
→ {post}
‘tempat
surat
kedudukan’
→ {pres}
‘menekan’
→ {cek}
‘memerika’
dunia
atau
(3) Hadirnya bunyi /m/ terjadi pada morfem dasar
yang diawali dengan bunyi /b/, /f/, dan /p/ yang
melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}.
Contoh:
Afiks
{mƏ-N}
{mƏ-N}
{mƏ-N}
{mƏ-N+i }
{mƏ-N+kan }
{mƏ-N+kan }
{pƏ-N }
{pƏ-N}
{pƏ-N }
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{promosi}
{plakat}
{pesona}
{politis}
{fase}
{figur}
{fasis}
{baptis}
{bisnis}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏmpromosi }
{mƏmplakat}
{mƏmpesona}
{ mƏmpolitisi}
{ mƏmfasekan}
{ mƏmfigurkan}
{ pƏmfasis }
{ pƏmbaptis }
{ pƏmbisnis}
(4) Hadirnya bunyi /n/ terjadi pada morfem dasar yang
diawali dengan bunyi /d/, dan /t/ yang melekat dengan
prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}. Contoh
63
Afiks
{mƏ-N}
{mƏ-N}
{mƏ-N}
{mƏ-N }
{mƏ-N }
{mƏ-N}
{pƏ-N }
{pƏ-N}
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{damar}
{dakwa}
{dangkal}
{delete}
{desain}
{transfer}
{transmit}
{transmisi}
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏndamar }
{mƏndakwa}
{mƏndangkal}
{ mƏndelete}
{ mƏndesain}
{ mƏntransfer}
{ pƏntransmit }
{ pƏntransmisi }
(5) Hadirnya bunyi /n/ terjadi pada morfem dasar
yang diawali dengan bunyi konsonan /c/, dan /j/
yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan
{pƏ-an}. Contoh:
Afiks
morfem
morfofonemik
+
{candu}
→
{mƏ-N}
{mƏncandu }
+ {carter}
→ {mƏncarter
{mƏ-N}
+ {cabik}
→ {mƏncabik}
{mƏ-N}
+
{campak}
→ { mƏncampak}
{mƏ-N }
+ {jamu}
→ { mƏnjamu}
{mƏ-N }
+ {jalin}
→ { mƏnjalin}
{mƏ-N}
+
{jamin}
→ { pƏnjamin }
{pƏ-N }
+ {jembret}
→ { pƏnjambret}
{pƏ-N}
+ {jamak}
→ { pƏnjamakan}
{pƏN-an}
+
{jalin}
→ { pƏnjalinan}
{pƏN-an}
+ {jaga}
→ { pƏnjagaan}
{pƏN-an}
(6) Hadirnya bunyi /ŋ/ terjadi pada morfem dasar yang
diawali dengan bunyi konsonan /k/, /g/, /h/, /x/ dan
/?/ yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan
{pƏ-an}. Contoh:
64
Afiks
morfem
+ {konfigurasi}
{mƏ-N}
+ {koneksi}
{mƏ-N}
+ {konversi}
{mƏ-N}
+ {kader}
{mƏ-N }
+ {kanji}
{mƏ-N }
+ {guyur}
{mƏ-N}
+ {gradasi}
{mƏ-N }
+ {gejala}
{mƏ-N}
+ {gadai}
{mƏ-N }
+ {hambar }
{pƏ-N }
+ {hasut}
{pƏ-N}
+ {hibah}
{pƏN-an}
+ {higinis}
{pƏN-an}
+ {hijab}
{pƏN-an}
+ {xalifah}
{pƏN-an}
+ {xasiyat}
{pƏN-an}
+ {xitan}
{pƏN-an}
+ {xutbah}
{pƏN-an}
Catatan: /kh/ dibunyikan /x/
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏŋkonfigurasi }
{mƏŋkoneksi }
{mƏŋkonversi }
{mƏŋkader }
{mƏŋkanji }
{mƏŋguyur}
{mƏŋgradasi}
{mƏŋggejala}
{mƏŋgadai}
{pƏŋhambar}
{pƏŋhasut }
{pƏŋhibahan }
{pƏŋhiginisan }
{pƏŋhijaban }
{pƏŋxalifahan }
{pƏŋxasiyatan }
{pƏŋxitanan }
{pƏŋxutbahan }
2) Proses Pemertahanan Fonem
Pemertahanan sebuah fonem dapat terjadi bila
merekatnya dua morf, entah itu morfem dasar ataupun
imbuhan, proses perekatannya tidak memicu
perubahan. Merujuk kepada konsepsi pemertahanan
fonem, Kridalaksana (1996: 190) memberi istilah
pengekalan fonem dapat terjadi dalam berbagai
peristiwa, skema peristiwa yang berasal dari
Kridalaksana dimodifikasi oleh penulis untuk
memudahkan identifikasi, yaitu:
(1) Pemertahanan fonem model 1, terjadi pada morfem
dasar yang diawali dengan fonem /l/, /r/, /y/, /w/
merekat kepada imbuhan {mƏ-N}, atau {pƏ-N}, contoh:
65
Afiks
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{pƏ- }
{pƏ-}
{pƏ- }
{pƏ-}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{mƏ-}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{lansir}
{label}
{lacak}
{lay out}
{legal}
{leksikal}
{racik}
{rajalela}
{rangkap}
{rasa }
{reduksi}
{refresh}
{rekayasa}
{wisuda}
{wesel}
{registrasi}
{realisasi}
{yakin}
{yasin}
{yoga}
{wadah}
{wacana}
{wakaf}
{warta}
{wasiat}
{workshop}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏlansir }
{mƏlabel }
{mƏlacak }
{mƏlayoutkan }
{mƏlegalkan }
{mƏleksikalkan}
{mƏracik}
{mƏrajalela}
{mƏrangkap}
{pƏrasa}
{pƏreduksi }
{pƏrefresh}
{pƏrekayasa}
{mƏwisudakan }
{mƏweselkan }
{mƏregistrasikan }
{mƏrealisasikan }
{mƏyakinkan }
{mƏyasinkan }
{mƏyoga }
{pƏwadahan }
{pƏwacanaan }
{pƏwakafan }
{pƏwartaan }
{pƏwasiatan }
{pƏworkshopan }
(2) Pemertahanan fonem model 2, terjadi pada morfem
dasar yang diakhiri dengan fonem /a/ yang merekat
kepada imbuhan konfiks {kƏ-an}, contoh:
Afiks
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
morfem
+ {mitra}
+ {sedia}
+ {hina}
morfofonemik
→ {kƏmitraan }
→ {kƏsediaan }
→ {kƏhinaan }
66
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
{kƏ-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
{taksa}
{alpa}
{biara}
{buta}
{cinta}
{dinamika}
{fana }
{jiwa}
{mesra}
{metafora}
{nada}
{perdana}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{kƏtaksaan }
{kƏalpaan }
{kƏbiaraan }
{kƏbutaan }
{kƏcintaan }
{kƏkedinamikaan }
{kƏfanaan }
{kƏjiwaan }
{kƏmesraan }
{kƏmetaforaan }
{kenadaan }
{kƏperdanaan }
(3) Pemertahanan fonem model 3, terjadi pada morfem
dasar yang diawali dengan fonem /r/, /m/, /s/, /t/, /l/, /b/,
/h/, /p/, /k/, /b/ yang merekat kepada imbuhan prefiks
{pƏr-}, {bƏr-}, {pƏr-an}, {tƏr-}, contoh:
Afiks
{bƏr-}
{bƏr-}
{bƏr-}
{bƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-}
{pƏr-an}
{pƏr-an}
{tƏr-}
{tƏr-}
{tƏr-}
{tƏr-}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{protokol }
{karbon }
{simpleks}
{galaksi}
{klien}
{registrasi}
{hasta}
{kapita}
{sekat}
{margin }
{motor}
{logistik}
{sadar}
{sentral}
{pesona}
{piara}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{bƏrprotokol }
{bƏrkarbon }
{bƏrsimpleks }
{bƏrgalaksi }
{pƏrklien }
{pƏregistrasii }
{pƏrhasta }
{pƏrkapita }
{pƏrsekat }
{pƏrmargin}
{pƏrmotoran }
{pƏrlogistikan }
{tƏrsadar }
{tƏrsentral }
{tƏrpesona }
{tƏrpiara }
67
3) Pemunculan dan pemertahanan fonem
Merujuk konsep yang dimiliki oleh Kridalaksana (1996:
192) yang mengemukakan bahwa : pada saat pelekatan
morfem afiks dengan morfem dasar terjadi proses
pemunculan fonem yang homorgan dengan fonem
pertama dari morf dasar, pada saat itu pula terjadi
proses pemertahanan fonem. proses ini hanya terjadi
pada prefiks {pƏ-}, {mƏ-}, {pƏ-an}. Dicontohkan
dalam kaidah sebagai berikut
1.
2.
3.
[mƏ-]
[pƏ-]
[pƏ-an]
+
+
+
/# k #/
/# k #/
/# k #/
→
→
→
#[mƏŋ-]k …#/
#[pƏŋ-]k …#/
#[pƏŋk-an]k…#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 193)
Contoh proses pembentukan kata hasil pemunculan dan
pengekalan
4.
5.
6.
[mƏ-]
[pƏ-]
[pƏ-an]
+
+
+
/kukur/ →
/kaji/
→
/kaji/
→
mƏŋkukur
pƏŋkaji
pƏŋkajian
Sumber; Kridalaksana (1996: 193)
(1) Pemunculan dan pemertahanan fonem model 1,
pemunculan fonem /ŋ/ terjadi ketika prefiks {mƏ-},
{pƏ-}, {pƏ-an} melekat pada morfem dasar yang
diawali dengan fonem /k/, skema 1 sebagai berikut:
Kata
Pemunculan
/ŋ/
Pemertahanan
/k/
{mƏ-}, {pƏ-}, {pƏ-an}
68
Afiks
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{kamat }
{kanji }
{kanopi}
{kapling}
{karikatur}
{katalisator}
{kultus}
{kultivasi}
{kafir}
{karantina }
{karat}
{kasta}
{kuota}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏŋkamat }
{mƏŋkanji }
{mƏŋkanopi }
{mƏŋkapling }
{pƏŋkarikatur }
{pƏŋkatalisator }
{pƏŋkultus }
{pƏŋkultivasi }
{pƏŋkafiran }
{pƏŋkarantinaan }
{pƏŋkaratan }
{pƏŋkastaan }
{pƏŋkuotaan}
(2) Pemunculan dan pemertahanan fonem model 2,
pemunculan fonem /ŋ/ terjadi ketika prefiks {mƏ-},
{pƏ-} melekat pada morfem dasar yang diawali
dengan fonem glottal /?/, skema 2 sebagai berikut:
1.
2.
{mƏ-}
{pƏ-}
+
+
/# k #/
/# k #/
+
+
/?araŋ /
/?ukur/
→
→
#[mƏŋ-]k …#/
#[pƏŋ-]k …#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
3.
4.
{mƏ-}
{pƏ-}
→ mƏŋ?araŋ
→ pƏŋ?ukur
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
Bertumpu kepada kaidah yang dipaparkan
Kridalaksana diperoleh paparan berikut:
oleh
69
Kata
Pemunculan
/ŋ/
Pemertahanan
/ ? / glottal
{mƏŋ-?}, {pƏŋ-?}
Afiks
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
morfem
{?agen }
{?agresi }
{?akikah}
{?ijabah}
{?otak-?atik}
{?opor}
{?ikrar}
{?ilustrasi}
{?imajinasi}
{?ukir}
{?uŋkit}
{?oles }
{?olah}
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
morfofonemik
{mƏŋ?agen }
{mƏŋ?agresi }
{mƏŋ?akikah }
{mƏŋ?ijabah }
{mƏŋ?otak?atik }
{mƏŋ?opor }
{pƏŋ?ikrar }
{pƏŋ?ilustrasi }
{pƏŋimajinasi }
{pƏŋ?ukir }
{pƏŋ?uŋkit }
{pƏŋ?oles}
{pƏŋ?olah }
70
4) Peluluhan fonem
Merujuk konsep yang disampaikan oleh Kridalaksana
(1996: 192) bahwa peluluhan terjadi bila proses
penggabungan morfem dasar dengan afiks membentuk
fonem baru. Ada beberapa proses peluluhan itu, yakni:
(1) Peluluhan fonem /k/, dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /k/ yang yang luluh menjadi / ŋ/ ketika
morfem dasar itu melekat dengan prefiks {mƏ-}, {mƏkan}, {mƏ-i}, {pƏ-}, {pƏ-an}. Peluluhan terjadi pada
morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia:
1.
2.
3.
4.
5.
{mƏ-}
{mƏ-kan}
{mƏ-i}
{pƏ-}
{pƏ-an}.
+
+
+
+
+
/# k #/
/# k #/
/# k #/
/# k #/
/# k #/
→
→
→
→
→
#[mƏŋϴ-] …#/
#[mƏŋϴ-kan] …#/
#[mƏŋϴ-i] …#/
#[pƏŋϴ-] …#/
#[pƏŋϴ-an] …#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
Kata
Morfem dasar
diawali fonem
/k/
Peluluhan
luluh
→
/ϴ/
{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}
71
Afiks
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-i}
{mƏ-i}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Morfem
diawali oleh /k/
{kaca }
{kacau }
{kabul}
{kabar}
{kagum}
{kaleng}
{kandung}
{karang}
{katup}
{kirim}
{kecuali}
{kekang }
{keliling}
morfofonemik
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{mƏŋaca }
{mƏŋacau }
{mƏŋabuli }
{mƏŋabari }
{mƏŋagumkan }
{mƏŋalengkan }
{pƏŋandung }
{pƏŋarang }
{pƏŋatup }
{pƏŋiriman }
{pƏŋecualian }
{pƏŋekaŋan}
{pƏŋelilingan }
(2) Peluluhan fonem /p/, dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /p/ yang yang luluh menjadi / m / ketika
morfem dasar itu melekat dengan prefiks {mƏ-}, {mƏkan}, {mƏ-i}, {pƏ-}, {pƏ-an}. Peluluhan terjadi pada
morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia.
1.
2.
3.
4.
5.
{mƏ-}
{mƏ-kan}
{mƏ-i}
{pƏ-}
{pƏ-an}.
+
+
+
+
+
/# p #/
/# p #/
/# p #/
/# p #/
/# p #/
→
→
→
→
→
#[mƏŋϴ-] …#/
#[mƏŋϴ-kan] …#/
#[mƏŋϴ-i] …#/
#[pƏŋϴ-] …#/
#[pƏŋϴ-an] …#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
72
Kata
Morfem dasar
diawali fonem
/p/
Peluluhan
luluh
→
/ϴ/
{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}
Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai
berikut:
Afiks
{mƏ-}
{mƏ-}
{mƏ-i}
{mƏ-i}
{mƏ-kan}
{mƏ-kan}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
{pƏ-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Morfem
diawali oleh /p/
{ pahat}
{ puji }
{pagar}
{paku}
{palsu}
{pancar}
{pandu}
{panggil}
{panggang}
{pangkat}
{pantang}
{papas }
{papar}
morfofonemik
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{mƏmahat }
{mƏmuji }
{mƏmagari }
{mƏmakui }
{mƏmalsukan}
{mƏmancarkan }
{pƏmandu }
{pƏmanggil }
{pƏmanggang }
{pƏmangkatan }
{pƏmantangan }
{pƏmapasan }
{pƏmaparan }
(3) Peluluhan fonem /s/ dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /s/ yang melekat dengan
prefiks
{mƏñ-}, {mƏñ-kan}, {mƏñ-i}, {pƏñ-}, {pƏñ-an}.
Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa
Indonesia
73
1.
2.
3.
4.
5.
{mƏñ-}
{mƏñ-kan}
{mƏñ-i}
{pƏñ-}
+
+
+
+
+
{pƏñ-an}.
/# s #/
/# s #/
/# s #/
/# s #/
/# s #/
→
→
→
→
→
#[mƏñϴ-] …#/
#[mƏñϴ-] …#/
#[mƏñϴ-] …#/
#[pƏñϴ-] …#/
#[pƏñϴ-] …#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai
berikut:
Kata
Morfem dasar
diawali fonem
/s/
luluh
Peluluhan
→
/ϴ/
{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}
Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai
berikut:
Afiks
{mƏñ-}
{mƏñ-}
{mƏñ-i}
{mƏñ-i}
{mƏñ-kan}
{mƏñ-kan}
{pƏñ-}
{pƏñ-}
+
+
+
+
+
+
+
+
Morfem dasar
morfofonemik
diawali
oleh
fonem /s/
→ {mƏñabuŋ}
{sabuŋ }
{sadur }
→ {mƏñadur}
{sakit}
→ {mƏñakiti}
{sajen}
→ {mƏñajeni}
{saksi}
→ {mƏñaksikan}
{salur}
→ {mƏñalurkan}
{sambut}
→ {pƏñambut }
{sangga}
→ {pƏñaŋga }
74
{pƏñ-}
{pƏñ-}
{pƏñ-an}
{pƏñ-an}
{pƏñ-an}
+
+
+
+
+
→
→
→
→
→
{sanding}
{sayat}
{sampai}
{sapa }
{saring}
{pƏñanding }
{pƏñayat }
{pƏñampaian }
{pƏñapaan }
{pƏñariŋan }
(4) Peluluhan fonem /t/ dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /t/ yang melekat dengan
prefiks
{mƏn-}, {mƏn-kan}, {mƏn-i}, {pƏn-}, {pƏn-an}.
Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa
Indonesia
1.
2.
3.
4.
5.
{mƏn-}
{mƏn-kan}
{mƏn-i}
{pƏn-}
{pƏn-an}.
+
+
+
+
+
/# t #/
/# t #/
/# t #/
/# t #/
/# t #/
→
→
→
→
→
#[mƏnϴ-] …#/
#[mƏnϴ-kan] …#/
#[mƏnϴ-i] …#/
#[pƏnϴ-] …#/
#[pƏnϴ-an] …#/
# adalah simbol batas kata
Sumber; Kridalaksana (1996: 192)
Kata
Morfem dasar
diawali fonem
/t/
luluh
Peluluhan
→
/ϴ/
{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}
Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai
berikut:
75
Afiks
{mƏn-}
{mƏn-}
{mƏn-i}
{mƏn-i}
{mƏn-kan}
{mƏn-kan}
{pƏn-}
{pƏn-}
{pƏn-}
{pƏn-}
{pƏn-an}
{pƏn-an}
{pƏn-an}
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Morfem dasar
diawali
oleh
fonem /t/
{tapak }
{tampuŋ }
{tabur}
{takar}
{tampil}
{tanam}
{tanggap}
{tangguŋ}
{tawar}
{teraŋ}
{tayaŋ}
{tegur }
{tegas}
morfofonemik
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
{mƏnapak}
{mƏnampuŋ}
{mƏnaburi}
{mƏnakari}
{mƏnampilkan}
{mƏnanamkan}
{pƏnanggap }
{pƏnaŋguŋ }
{pƏnawar }
{pƏneraŋ }
{pƏnayaŋan }
{pƏneguran }
{pƏnegasan }
5) Aspek Semantis dalam Proses Peluluhan
(1) Peluluhan
Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh
fonem /k/, contoh pada morfem {karang} dan
{arang}
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata /mengarang/ yang
bila ditinjau dari tataran morfologi dibentuk dari dua morfem
dasar, yaitu:
(i) {me-} + {karang} → {mengarang}
(ii) {me-} + {?arang} → {meng?arang}
Contoh kalimat menggunakan morfem dasar {karang} ditinjau
dari tataran semantik:
1. Leila S Chudori sudah pandai mengarang cerpen sejak
usia 11 tahun.
{mengarang}
‘membuat cerita’
76
2. Gigi orang yang sering merokok itu tampak sudah
mengkarang.
{mengkarang} ‘penyakit pada gigi yang disebabkan oleh
zat membatu’
3. Potongan tempurung kelapa yang sudah dibakar ayah,
satu jam yang lalu kini sudah mengarang.
{mengarang}
‘menjadi arang’
Kridalaksana (1996: 200) dan Chaer (2006: 61) menjelaskan
bahwa penggabungan {me-} + {karang} secara otomatis akan
menghasilkan {mƏŋaraŋ}. Proses pembentukan kata model ini
morfem dasar atau leksemnya tidak tampak, namun bila
ditelusuri secara semantik maka ada tiga fitur makna yang
menjadi ciri pembedanya.
(2) Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh
fonem /k/, contoh pada morfem {kaji}
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata /mengaji/ yang
bila ditinjau dari tataran morfologi dibentuk dari satu morfem
dasar, yaitu {kaji}
(i)
{me-} + {kaji}
{mengaji}
{mengkaji}
Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kaji} →
{mengaji} yang ditinjau dari tataran semantik:
4. Ahmad Chairul sudah pandai mengaji dan hafal ayatayat al-Quran sejak ia berusia dua tahun.
{mengaji}
‘mendaras, atau membaca al-Quran;
belajar membaca tulisan Arab’
77
Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kaji} →
{mengkaji} yang ditinjau dari tataran semantik:
5. Ibunda Ahmad Chairul rajin mengkaji berbagai bahasa
daerah yang ada di Indonesia menggunakan sudut
pandang linguistik.
{mengkaji}
‘mempelajari; meneliti’
(3) Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh
fonem /k/, contoh pada morfem {kukur} dan
{?ukur}
(i)
(ii)
{me-} + {kukur} → {mengukur}
{me-} + {?ukur} → {meng?ukur}
Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kukur} →
{mengukur} yang ditinjau dari tataran semantik:
6. Aminah hendak membuat kolak pisang, ia mengukur
kelapa untuk diambil santannya.
{mengukur}
1.‘memarut kepala dengan kukuran’
2.’menggaruk karena gatal’
Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {?ukur} →
{meng?ukur} yang ditinjau dari tataran semantik:
7. Tukang jahit itu sedang mengukur baju yang akan
dijahit.
{mengukur}
‘hendak mengetahui berapa panjang atau
luar sesuatu dengan alat yang tertentu’
78
BAB V
IDENTIFIKASI KATA MAJEMUK
A. Pengantar
Istilah kata majemuk dan komposisi dalam berbagai buku
morfologi bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu kepada
satu konsep yang sama. Misalnya, Chaer (2008) menggunakan
istilah komposisi untuk mengacu kepada proses penggabungan
dasar dengan bentuk berupa morfem akar ataupun morfem
dasar berimbuhan untuk mewakili suatu konsep yang belum
terwadahi dalam sebuah kata, demikian Chaer (2008: 209).
Dewasa ini banyak konsep-konsep kata baru yang muncul, hal
itu berdampak kepada pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia.
Komposisi atau tata susun konstituen bahasa merupakan salah
satu aspek penting dalam pembentukan kosa kata itu.
Umpamanya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata laman
web ‘halaman web’ atau ‘halaman benua' usaha yang merujuk
kepada konsep ‘kegiatan dengan mengerahkan tenaga dan
pikiran untuk menelusuri web’, namun dalam ranah tenologi
informasi terdapat konsep laman web yang bermakna ‘orang
yang melihat adanya peluang melalui informasi internet’ atau
usaha yang digerakkan oleh teknologi elektronik, ada pula
konsep kewirausahaan berbasis teknologi yang ditelusuri
melalui laman web yang bermakna ‘semangat bisnis yang
didukung oleh seperangkat tekonologi’. Contoh lain dalam
bahasa Indonesia terdapat kata ajang ‘tempat nasi yang akan
dimakan, medan; atau tempat untuk bertempur’. Tetapi, dalam
kehidupan nyata, terdapat banyak ajang, misalnya, ajang
interaktif, ajang bisnis, ajang facebook, ajang watchup, ajang
modeling, ajang perang, ajang branding, bentuk lain lagi
misalnya kelana alam, cegah siar, halaman utama, layar web,
dan sebagainya.
Contoh lain lagi, bahasa Indonesia memiliki kata pos untuk
memaknai ‘tempat surat, tempat penjagaan kantor polisi
tempat perhentian’. Tetapi, secara realitas kehidupan seharihari ada konsep ‘tempat surat yang dikirim melalui media
elektronik’, maka terbentuklah komposisi pos elektronik; ada
konsep tempat surat yang memberi fasilitas pengiriman foto,
dan media komunikasi berbentuk tulis menulis kepada teman
79
secara langsung, dan ruang menulis artikel’, maka terbentuklah
komposisi facebook. Sebaliknya, konsep ‘tempat surat tanpa
elektronik’ punya komposisi yaitu: pos biasa, pos kilat, pos
ekspress.
B. Makna Kata Majemuk
Dalam berbagai literatur yang menyangkut tata bahasa
Indonesia, khususnya morfologi, misalnya, Chaer (2009), dan
Kridalaksana (2006) mengarahkan bahwa istilah komposisi
mengacu kepada beberapa konsep yakni, konsep perpaduan
kata atau kata majemuk. Tulisan ini menggunakan batasan kata
majemuk. Konsep kata majemuk itu juga merujuk kepada
perpaduan atau komposisi, yang dijelaskan oleh Kridalaksana.
Komposisi merupakan proses penggabungan dua leksem atau
lebih yang membentuk kata. Hasil proses komposisi itu disebut
paduan leksem yang menjadi calon kata majemuk, demikian
Kridalaksana (2006: 104). Lebih lanjut dipaparkan bahwa,
untuk mengenal konstruksi komposisi terdapat tiga parameter
yaitu:
1) ketaktersisipkan diartikan sebagai di antara komponenkomponen kompositum itu tidak dapat disisipi apapun.
Berdasarkan konsep ini ditemukan contoh gempa bumi,
peramban web, pelayanan web, telepon genggam, telepon
pintar, kartu pintar, denah rumah, pelopor bisnis, aman situasi
daring, peranti pasang, papan penyolok, jejaring sosial, laman
web, rawat jalan, adalah komposisi karena tidak dapat
disisipkan unsur apapun, sedangkan ayam goreng, asuransi
kesehatan, buku gambar, buku tulis, rawat inap mobil idaman,
merupakan frase karena dapat disisipkan bentuk lain menjadi
mobil yang menjadi idaman;
2) ketakterluasan diartikan komponen sebuah komposisi
itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau
dimodifikasikan. Bila ingin diafiksasikan komposisi hanya
mungkin untuk dilakukan kepada semua komponen secara
sekaligus, contoh: mata kuliah menjadi permatakuliahan, gaya
hidup menjadi bergaya hidup, daur ulang menjadi mendaur
ulang, inovasi teknologi menjadi berinovasi teknologi; mencari
muka, mengangkat bicara; tanggung jawab menjadi
dipertanggungjawabkan, titik temu menjadi menitiktemukan.
80
3) ketakerbalikkan diartikan komponen kompositum
tidak dapat dipertukarkan, contoh banjir bandang, kering
kerontang, sunyi senyap, klik tombol, babak belur, jalan tol,
karcis tol, kasat mata, real estate, lahan yasan, tanah
bangunan, rumah bandar, unit contoh, lapor masuk hotel,
pasar swalayan, harta bergerak, harta tak bergerak, kawasan
industri, agen lawatan domestik, tarif rombongan, wisata local,
wisatawan domestik, kurs mata uang asing, kedap udara,
kedap suara.
Tetapi gabungan bentuk geser kursor, klik ikon, view top,
tampilan siometrik, kakak adik, lebih kurang, pinggir jalan, sisi
meja, buku ini, ketiga pemenang, kursi kelima, atlet putra , ubi
rebus bukan kompositum, tetapi frase koordinatif karena
posisinya dapat dipertukarkan,
demikian konsep yang
dikemukakan Kridalaksana (2006: 105). Bertumpu kepada
konsep ini komposisi itu diidentifikasi sebagai hasil proses
morfologis.
Sebagai bentuk perpaduan dua unsur bahasa, komposisi
dapat dipertentangkan dengan frase. Mengapa begitu? Alasan
dipertentangkan karena frase :
1) dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis ;
2) dibentuk dari dua buah kata atau lebih.
Uraian alasan itu sebagai berikut:
1) Frase yang menduduki fungsi sintaksis:
S
1. Etos kewirausahaan
Keterangan:
S
→
P
→
O
→
K
→
P
memicu
O
sektor
pangan
K
nasional
Subjek
Predikat
Objek
Keterangan
Semua fungsi klausa di atas diisi oleh satu buah kata atau frase;
fungsi S diisi oleh frase etos kewirausahaan, fungsi P diisi oleh
81
frase akan memicu, fungsi O diisi perkembangan pangan,
fungsi K diisi secara nasional.
2) Frase dibentuk dari dua buah kata atau lebih
Frase yang mengisi fungsi S, yaitu etos kewirausahaan
dapat diperluas menjadi etos tentang kewirausahaan, atau etos
mengenai kewirausahaan yang diterapkan, atau etos
kewirausahaan tanaman hias yang diusung Prasetya Bisnis
School merupakan bentuk nyata dari bisnis yang bewawasan
lingkungan. Begitu juga, frase yang mengisi fungsi P akan
dapat diperluas menjadi akan dapat memicu berbagai aspek,
frase yang mengisi fungsi O, yaitu perkembangan pangan, juga
dapat diperluas, misalnya menjadi perkembangan sandang
pangan, sedangkan frase yang mengisi fungsi K secara
nasional, dapat menjadi
secara nasional maupun
internasional.
3) Frase yang dibentuk dari dua buah kata
berbentuk preposisi
Preposisi dalam bahasa Indonesia digolongkan ke dalam
kelas kata partikel, karena tidak mengalami perubahan bentuk
dalam pembentukan satuan-satuan yang lebih besar daripada
kata dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai subjek, predikat
atau objek kalimat. Preposisi selalu diikuti oleh nomina sebagai
pelengkap, ditinjau dari fungsi preposisi berperan sebagai
pelengkap di dalam klausa. Contoh:
2. Gejet itu tidak tersimpan di ruangan.
Pada kallimat no (2) dapat dilihat struktur dasar frse
preposisi dengan menggunakan diagram pohon sebagai berikut:
82
Kalimat
Negatif
.
Kalimat
Frase Nomina
Frase Verba
Verba
Gejet itu
Frase Preposisi
tersimpan
di ruangan
Paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa frase ditata
melalui proses sintaksis, sedangkan kata majemuk atau
komposisi terkelola melalui proses morfologis.
C. Kategori Kata Majemuk
Para tatabahasawan yang telah menulis tentang kata
majemuk yang diberi istilah lain kompositum adalah
Kridalaksana (1996), Chaer (2009) dua ahli linguistik ini
dirujuk karena karya mereka banyak dipergunakan dalam
berbagai kajian linguistik, riset tentang kaidah bahasa, maupun
pendidikan, khusus yang menyangkut tatabahasa Indonesia.
Karya mereka mengarahkan pemahaman bahwa suatu bentuk
kata dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
1) sebuah kata dapat dipandang sebagai komposisi, atau
kompositum atau kata majemuk,
2) suatu kata dapat pula ditinjau sebagai bukan
kompositum atau kata majemuk.
Pemahaman terhadap dua sudut pandang itu, secara realitas ada
dan dipakai sebagai peranti berbahasa, dan dipakai oleh
penutur bahasa. Kenyataan bahwa kata dapat dipandang
sebagai: kata majemuk atau kompositum dan bukan
83
kompositum, itu menjadi fokus perhatian penulis buku ini
untuk mengenali kata majemuk. Meskipun para ahli linguistik
menggunakan istilah kompositum untuk konsep yang sama
dengan kata majemuk namun, penulis lebih condong pada ahli
bahasa yang mengatakan bahwa ada bentuk kata yang dapat
dipandang dengan memakai konsep kata majemuk, dengan
dasar pertimbangan dua sudut pandang di atas dan bukan pada
aspek kuantitas yang umum dari para ahli tatabahasa yang
memihak akan adanya konsep kompositum.
Fenomena bahasa yang memfokuskan diri kepada
gabungan dua kata atau lebih, yang membentuk satu kesatuan
makna, atau menimbulkan makna baru dalam buku ini diartikan
sebagai kata majemuk. Pengertian itu dijadikan dasar, untuk
memaparkan berbagai konstiten bahasa upenulis merasa tuk
diidentifikasi sebagai. Kata majemuk adalah gabungan morfem
dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai
pola fonologis, gramatikal dan semantis, yang khusus menurut
kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut yang
membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan
majemuk, demikian Kridalaksana (2012: 77).
Kata majemuk dalam paparan berikut ini, diupayakan
dalam upaya mengenal proses pembentukan kata majemuk
dalam bahasa Indonesia. Upaya mengenal kata majemuk ini
dibatasi dari segi bentuk (atau dari tataran morfologi) dan dari
segi makna (atau dari tataran semantik). Mengapa begitu? Alas
an mengenali kata majemuk menggunakan dua tataran itu,
karena setiap unsur bahasa memiliki kandungan bentuk dan di
dalam setiap bentuk itu ada makna. Uraian berikut dimulai dari
:
1. Aspek Morfologi
Konsep kata majemuk masih berada pada tataran
morfologi Kridalaksana (1996: 106) mengemukakan:
“Dengan menyebut proses pembentukan komposisi
sebagai proses morfologis sebagai proses rekursif dan
dengan memperhatikan interaksi antara gramatikalisasi
dan leksikalisasi, output komposisi membentuk kata
majemuk”
84
Berangkat dari konsep tersebut di atas bahwa kata majemuk
adalah juga sebuah kata. Kata merupakan satu kesatuan kata
yang mendukung satu ide, satu gagasan, satu konsep, satu arti
yang dapat berdiri sendiri. Di samping konsep itu, ada juga
yang membatasi kata sebagai satuan bebas terkecil. Sementara
itu, Kridalaksana mengemukakan bahwa kata merupakan
satuan yang benar-benar bebas, karena kebebasannya itu, dapat
langsung berperan sebagai unsur utama dalam satuan yang
lebih besar. Sedangkan, morfem adalah satuan yang lebih
besar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya
secara relatif stabil dan tidak dapt dibagi atas bagian bermakna
yang lebih kecil, demikian Kridalaksana (2012: 105)
Berikut ini, dari aspek morfologis, secara berurutan
akan dibahas derajat keeratan unsur pembentuk kata majemuk,
monomorfemik atau derivasi dan peluasan.
1) Unsur yang tak dapat dipisahkan
Perhatikan kalimat berikut:
(1) Gejet Hasan itu bermerek Apple.
Konstrukis gejet Hasan pada kalimat (1) masih dapat
disisipi unsur baru tanpa mengubah pengertian yang dimaksud
oleh konstruksi yang ada. Misalnya unsur milik atau
kepunyaan. Dengan demikian, dapat saja dikatakan:
(1a) Gejet kepunyaan Hasan itu bermerek Apple.
(1b) Gejet miliki Hasan itu bermerek Apple.
Contoh yang sama kalimat:
(2) Olahraga lari memang telah menjadi bagian dari gaya
hidup sehat orang Indonesia.
(2a) Olahraga lari memang telah menjadi bagian dari
gaya untuk hidup sehat orang Indonesia.
(2b) Olahraga lari memang telah menjadi bagian gaya
dari hidup sehat orang Indonesia.
Akan tetapi hal serupa tidak dapat dilakukan pada
konstruksi babak belur
85
Misalnya:
(3) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak belur.
Kalimat (3) tidak dapat diubah menjadi:
(3a) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak menjadi belur.
(3b) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak keadaan belur.
Model yang sama dengan no (3) yaitu konstruksi musim
paceklik
(4) Musim paceklik bakal terus hingga akhir Maret 2015.
Kalimat (4) tidak dapat diubah menjadi:
(4a) Musim tentang paceklik bakal terus hingga akhir
Maret 2015.
(4b) Musim yang paceklik bakal terus hingga akhir
Maret 2015
Kalimat (3a), (3b), (4a) dan (4b) benar secara gramatikal.
Namun,
kalimat (3a) dan (3b) itu tidak mendukung
sebagaimana kalimat asalnya yaitu kalimat (3), dan kalimat
(4a) dan (4b) tidak mendukung kalimat (4). Keadaan tidak
mendukung itu dikemukakan dengan alasan, konteks situasi
atau rujukan yang dilambangkan oleh bentuk formal babak
belur dengan babak keadaan belur tidaklah sama, begitu pula
rujukan yang dimaksud oleh musim paceklik, berbeda dengan
musim yang paceklik.
Setipe dengan labtob Hasan seperti pada kalimat (1)
dan kalimat (2) ditemukan juga konstruksi teknologi
komunikasi, fasilitas wi-fi, industri digital, jasa internet,
pengguna internet, produk tangible ’kasat mata’; aspek
intangible ‘tidak kasat mata’
Contoh:
(5) Kebutuhan infrastruktur teknologi komunikasi saat ini
sudah tak terelakkan.
(6) PT Telkom telah membangun empat ribu fasilitas Wi-Fi
dengan kecepatan 100 megabit per detik di seluruh
Indonesia.
86
(7) Industri digital kini mengalami perkembangan sangat
pesat di Indonesia.
(8) Anak muda dan netizen berusia 14-34 tahun menjadi
konsumen jasa internet.
(9) Pengguna internet memiliki kebiasaan-kebiasaan
bertindak cerdas serta menyukai hal-hal praktis yang
mudah, serba cepat dan multifungsi.
(10) Daihatsu pada awalnya merupakan produk tangible
yang kini meluas.
(11) Pemasaran Daihatsu melibatkan aspek intangible,
seperti merek dan layanan.
Semodel dengan konstruksi (3) babak belur, dan (4) musim
paceklik ditemukan pula konstruksi: moda transportasi, kereta
komuter, hingar bingar, mobil kompak,
(12) Bank Rakyat Indonesia membiayai pengembangan
moda transportasi kereta api.
(13) Investasi prasarana, pengadaan dan peningkatan
kualitas kereta komuter didanai oleh Bank Indonesia.
(14) Masyarakat umumnya tidak lagi menghiraukan hingar
bingar rencana kenaikan harga bahan bakar minyak
pada awal Desember 2014.
(15) Terkait kepercayaan pelanggan, Daihatsu merupakan
salah satu spesialis produsen mobil kompak (compact
car) yang sudah terpercaya.
Bertumpu kepada dapat tidaknya konstruksi gejet
Hasan pada kalimat (1), dan kereta komuter pada kalimat (3a),
(3b), (4a) dan (4b) yang disisipi satuan baru, maka dapat
diketahui maka dapat diketahui perbedaan kata majemuk dan
frase. Pemisahan yang dilakukan atas unsur-unsur pembentuk
kata majemuk akan merusak struktur konstruksi dan kandungan
makna yang dikandungnya, sedangkan pemisahan atas suatu
frase tidak merusak makna yang didukung oleh konstruksinya
itu.
Istilah frase di sini merujuk pada pengertian ‘gabungan
dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif: gabungan itu
dapat rapat dapat renggang, demikian Kridalaksana (2012: 53).
Berangkat dari pengertian itu dapat dikemukakan bahwa
87
konstruksi teknologi komunikasi, fasilitas wi-fi, industri digital,
jasa internet, pengguna internet, produk tangible ’kasat mata’;
aspek intangible ‘tidak kasat mata’, masing-masing pada
kalimat (5), (6), (7), (8), (9), (10) dan (11) adalah frase, dan
konstruksi moda transportasi, kereta komuter, hingar bingar,
mobil kompak masing-masing pada kalimat (12), (13), (14) dan
(15) adalah komposisi atau kata majemuk. Dengan demikian
dapat diketahui ciri yang dimiliki oleh kata majemuk atau
komposisi, yaitu:
1.
2.
3.
Komposisi/kata majemuk
Frase
Tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain
Pemisahan dapat merusak
makna komposisi
Derajat
keeratan
unsur
pembentuk komposisi sangat
kuat.
Dapat dipisahkan satu
dengan yang lain
Pemisahan
tidak
merusak makna frase
Derajat
keeratan
unsur
pembentuk
frase sangat lemah
2) Unsur Turunan (derivation)
Ditinjau sebagai sebuah kata, kata majemuk atau
komposisi dapat diderivasikan ke bentuk lain dengan
menggunakan bentuk yang ada dan kemudian diberi afiks.
Derivasi di sini adalah membuat bentuk turunan dari kata yang
sudah ada dengan melalui proses afiksasi. Berdasarkan
ketentuan itu, konstruksi role model, latar belakang, naik
turun, jual beli, titik tekan, dapat diderivasikan dengan bentuk
afiks {me-kan} sebagaimana tampak pada kalimat (16), (17)
dan (18) berikut ini:
(16) Kita perlu merolemodelkan seorang presiden yang
berasal dari kalangan pengusaha.
(17) Salam Dua Jari dan Salam Tiga jari
melatarbelakangkan munculnya ungkapan Salam
Gigit Jari yang muncul beberapa hari setelah sidang
paripurna di Senayan, Jakarta, kamis dini hari, 2
Oktober 2014.
88
(18) Truk barang itu sedang menaikturunkan barang
elektronik
(19) Para pedagang komputer menjualbelikan
gejet
model baru pada Indonesia Expo Diecast 2014.
(20) Banda Naira menjadi wilayah yang diprioritaskan
dalam pembangunan dengan menitiktekankan pada
aspek pariwisata.
Atas dasar itu, diketahui bahwa komposisi atau kata
majemuk role model, latar belakang, naik turun, jual beli, titik
tekan dapat diderivasikan masing-masing dengan imbuhan
{meN-kan}. Namun, kalimat nomor (16) – (17) tidak mungkin
diubah menjadi:
(16a*) Kita perlu merolekan model seorang presiden yang
berasal dari kalangan pengusaha.
(17a*) Salam Dua Jari dan Salam Tiga jari melatarkan
belakang munculnya ungkapan Salam Gigit Jari
yang muncul beberapa hari setelah sidang
paripurna di Senayan, Jakarta, kamis dini hari, 2
Oktober 2014.
(18a*) Truk barang itu sedang menaikkan turun barang
elektronik
(19a*) Para pedagang komputer menjualkan beli gejet
model baru pada Indonesia Expo Diecast 2014.
(20a*) Banda Naira menjadi wilayah yang diprioritaskan
dalam pembangunan dengan menitikkan tekan pada
aspek pariwisata.
Hal itu akan berbeda dengan konstruksi tidak makan, tenaga
manusia, tenaga hewan; latar rumah, latar waktu, latar tempat,
sebagai frase. Sekiranya frase, tidak makan, tenaga manusia,
tenaga hewan, latar rumah, latar waktu, latar tempat diberi
afiks {meN-kan} sebagaimana kata majemuk di atas tentu
prosesnya
akan
berbeda,
tidak
mungkin
menjadi
89
menidakmakanan,
menidakkerjakan,
menidakbarukan,
ketenagamanusiaan, ketenagahewanan, dilatarrumahkan,
melatarwaktui, sebagaimana contoh berikut:
(21a*) Karyawan itu menidakerjakan tugas perusahaan.
(22a*) Ketenagahewanan seperti kuda memiliki banyak
kontribusi untuk manusia.
(23a*) Kami sering bercengkerama dengan keluarga di latar
rumahan.
Akan tetapi yang benar adalah:
(21a) Karyawan itu tidak mengerjakan tugas perusahaan.
(22a) Tenaga dari hewan seperti kuda memiliki banyak
kontribusi untuk manusia
(23a) Kami sering bercengkerama dengan keluarga
dipelataran rumah.
Selain diderivasikan dengan {meN-kan}, kata majemuk tipe
titik tekan dapat juga diderivasikan dengan afiks {di-kan}; dan
afiks {peN-an}, seperti ditemukan pada kalimat berikut ini:
(24) Perawatan metode kanguru dapat dititikberatkan
pada dua car.a yaitu intermitten dan kontinu
(25) Undangan
pernikahan
anaknya
sudah
disebarluaskan sejak kemarin.
(26) Tidak hanya menghangatkan tubuh, sweater warna
pastel keluaran Pramod ini dipadupadankan dengan
pakaian Anda.
(27) Berbagai tanaman hias ditumbuhkembangkan oleh
para ibu-ibu majlis taklim Al-Hidayah di desa ini.
(28) Para petani itu terus mengembangbiakkan tanaman
jamur merang yang layak jual.
(29) Kata-kata penting yang terdapat dalam kalimat itu
dicetaktebalkan oleh penulisnya.
(30) Para dosen yang telah mendarmabaktikan diri
mengajar mulai dari 10 sampai 30 tahun menerima
penghargaan satya lencana dari pemerintah.
(31) Setiap orang dianjurkan untuk mencetakbirukan
setiap harapan dan cita-citanya.
90
Memperhatikan kata-kata yang bercetak tebal pada kalimat
(24) sampai (30) dapat ditemukan konstruksi dasar afiksasi
yaitu konstruksi titik berat, sebar luas, padu padan, tumbuh
kembang, kembang biak, cetak tebal, darma bakti, merupakan
kata majemuk atau komposisi titik tekan. Dengan demikian
dapat diketahui perbedaan antara komposisi atau kata majemuk
dengan frase. Perbedaan itu ialah:
i. Pembubuhan afiks pada kata majemuk terjadi pada
semua unsur pembentuk kata majemuk itu; cetak miring
menjadi dicetakmiringkan; blue print menjadi
diblueprintkan
ii. Pembubuhan afiks pada frase hanya terjadi pada salah
satu dari unsur pembentuk frase, contoh rasa takut
menjadi perasaan takut; kedip mata menjadi
mengedipkan mata.
3) Perluasan atau Pembatasan
Perhatikan contoh kalimat (31) dan (32) berikut ini:
(31) Rumah mimpi yang baru dibangun itu, cocok untuk
digunakan
sebagai
pusat
pelatihan
dan
pengembangan sumber daya manusia.
(32) Gegap gempita yang mengiringi kreasi seni yang
ditampilkan di Taman Gitananda kini semakin marak
dikunjungi banyak orang.
(33) Setiap perumahan harus memiliki tata letak yang
sesuai aturan.
Komponen pada kalimat (31) sampai (33) peluas yang baru,
yang mengiringi, yang sesuai aturan, yang memberikan
keterangan perluasan bagi kata majemuk rumah mimpi, kreasi
seni dan tata letak tidak hanya dipakai memperluas kata rumah
mimpi, kreasi seni dan tata letak saja pada kalimat (31), (32)
dan (33). Sebabnya ialah bahwa pemakai bahasa tidak akan
pernah mengatakan sebagai berikut ini:
(31a*) Rumah yang baru mimpi dibangun itu, cocok
untuk digunakan sebagai pusat pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia.
91
atau
(31b*) Rumah yang baru dari mimpi dia yang dibangun
itu, cocok untuk digunakan sebagai pusat pelatihan
dan pengembangan sumber daya manusia.
dan
(32a*) Gegap tentang gempita yang mengiringi kreasi
seni yang ditampilkan di Taman Gitananda kini
semakin marak dikunjungi banyak orang.
atau
(32b*) Gegap setiap gempita yang mengiringi kreasi seni
yang ditampilkan di Taman Gitananda kini
semakin marak dikunjungi banyak orang.
dan
(33a*) Setiap perumahan harus memiliki tata yang sesuai
aturan letak aturan.
atau
(33b*) Setiap perumahan harus memiliki tata yang tepat
letak yang sesuai aturan.
Satu-satunya unsur yang dapat diterima oleh para pemakai
bahasa ialah bahwa unsur: yang baru, yang mengiringi, yang
sesuai aturan sebagai komponen peluas hanya akan
menerangkan atau memberi perluasan bagi konstruksi rumah
mimpi, gegap gempita dan tata letak periksa kalimat (31), (32)
dan kalimat (33). Hal itu tentu berlainan dengan frase rumah
ayah pada kalimat berikut ini:
(34)
Buku perpustakaan
yang baru dibeli itu
memerlukan biaya sebesar Rp 12.000.000.
Unsur yang baru sebagai komponen penjelas atau peluas pada
kalimat (34) dapat ditafsirkan hanya menerangkan atau
menjelaskan pada kata buku saja atau perpustakaan saja. Hal
itu sangat mungkin terjadi. Akibatnya pemakai bahasa dapat
saja mengatakan:
(34a)
Buku yang baru dibeli itu memerlukan banyak
biaya.
atau
92
(34b)
Buku baru kepunyaan perpustakaan perguruan
tinggi itu memerlukan banyak biaya.
Kedua kalimat (34a) dan (34b) tetap gramatik dan diterima oleh
para penutur dan pemakai bahasa. Jadi, komponen yang baru
pada kalimat (34a) hanya menerangkan buku saja dan
perguruan tinggi itu kalimat (34b) hanya menerangkan
perpustakaan saja. Konstituen yang baru dapat juga dipakai
sebagai pembatas untuk membedakan dengan yang robek, yang
berdebu, yang rusak, yang hilang atau yang bagus. Dalam pada
itu, konstituen yang baru pada kalimat (31) berfungsi untuk
membatasi atau menerangkan satu kesatuan kata yang
membentuk konstruksi kata majemuk rumah mimpi menjadi
rumah mimpi yang baru. Juga konstituen yang mengiringi pada
kalimat (32) berfungsi untuk membatasi atau menerangkan satu
kesatuan kata yang membentuk konstruksi kata majemuk gegap
gempita menjadi gegap gempita yang mengiringi. Jadi
konstituen yang baru yang mengikuti kata majemuk rumah
mimpi berfungsi sebagai penjelas atau pembatas untuk
membedakan dengan rumah mimpi yang lama, yang rusak,
yang terbengkalai, yang dikunjungi. Sementara itu, konstituen
yang mengiringi yang mengikuti konstituen gegap gempita
berfungsi sebagai pembatas atau penjelas untuk membedakan
dengan gegap gempita yang ramai, gegap gempita yang gaduh
dan ricuh.
Demikian pula, kalimat (34a) dan (34b). Konstituen
yang baru pada kalimat (34a) membatasi atau menjelaskan kata
buku untuk membedakannya dari frase buku yang robek, atau
buku yang berdebu, atau buku yang rusak, atau buku yang
hilang atau buku yang bagus. Konstituen perguruan tinggi itu
pada kalimat (34b) membatasi atau menjelaskan kata
perpustakaan untuk membedakan perpustakaan sekolah, atau
perpustakaan masjid, atau perpustakaan pusat, atau
perpustakaan umum.
Selanjutnya dapat disimak, kalimat (35) dan (36)
berikut ini:
(35)
Tempat rehat yang mewah itu sudah diresmikan
oleh walikota Manado pada tahun 2014.
93
atau
(36)
Tempat rekreasi yang indah dan sejuk itu banyak
dikunjungi para pelancong dari berbagai wilayah
di Indonesia.
Konstituen yang mewah pada kalimat (35) memberi keterangan
pada kata majemuk tempat rehat. Adapun konstituen yang
indah pada kalimat (36) hanya memberi keterangan perluasan
kata tempat pada konstruksi frase tempat rekreasi yang indah.
Jadi yang mewah itu, adalah tempat rehat yang sudah
diresmikan oleh walikota Manado pada tahun 2014 untuk
membedakan dari tempat rehat yang berada di tempat lain pada
kalimat (35); yang indah dan sejuk pada kalimat (36) adalah
tempat rekreasi yang indah dan sejuk untuk membedakan
tempat hiburan, tempat penjualan, tempat peristirahatan,
tempat perhentian yang indah dan sejuk.
Dengan demikian, dapat diketahui dengan jelas
perbedaan antara kata majemuk dengan frase. Baik kata
majemuk maupun frase kedua dapat diperluas. Yang perlu
diperhatikan adalah komponen peluas bagi kata majemuk
dikenakan pada semua unsur pembentuknya sebagai satu
kesatuan kata majemuk yang membentuk konstruksi kata
majemuk. Berbeda dengan frase, komponen peluas itu hanya
dikenakan untuk salah satu unsur pembentuknya saja.
2. Aspek Semantik Kata Majemuk
1) Kata majemuk tipe kepala dingin
Simak kalimat
(37)
Setiap ada persoalan, Ia dapat mendiskusikan dan
menyelesaikan dengan kepala dingin.
atau
(38)
Suhu di ruang kerja resepsionis hotel yang sejuk
menjadikan yang setiap orang yang merasa dari
kaki hingga kepala dingin .
Diperhatikan dengan seksama kata majemuk kepala dingin
pada kalimat (37) dan (38) satu kesatuan kepala dingin pada
kalimat itu melambangkan unsur situasi yang berupa bagian
atau anggota tubuh yaitu “kepala” yang merasakan “
94
menggunakan otak yang ada di bagian kepala untuk
mengorganisasi sesuatu”, tetapi tidak pernah melambangkan
unsur situasi “orang yang sedang kedinginan hanya pada bagian
kepala saja” sebagai lawan “kepala yang panas”. Akibat
penyelewengan hubungan itu, peranan dari unsur formal kepala
dan unsur rasa ‘dingin’ menjadi tak tertelusuri bahkan boleh
dikatakan tidak ada hubungan. Dengan kata lain, pada hakekat
dalam hubungan antara unsur pembentuk kata majemuk itu
tidak ada.
Berikut ini adalah kata majemuk tipe kepala dingin yaitu
sekelompok kata majemuk yang unsur situasinya tidak
mengarahkan makna “kelompok kata” yang mendukungnya,
antara lain:
i.
ii.
iii
iv.
v.
{badan dua}
{banting tulang}
{angkat kaki}
{angkat bicara}
{buta hati}
vi.
vii.
viii.
ix.
{tebal telinga}
{smart phone}
x.
{campur tangan}
xi.
xii.
xiii.
xiv.
xv.
{darah daging}
{ibu kaki}
{kaki hutan}
{panjang kalam}
{kapal induk}
xvi.
{kapal mil}
xvii.
xviii.
xix
xx.
{kata adat}
{kaum modal}
{kawin mawin}
{kayu angin}
{telepon pintar}
{cari muka}
‘hamil’
‘kerja keras’
‘pergi’
‘mulai bicara’
‘tak ada perasaan belas
kasih’
‘tidak mau mendengar’
‘telepon’
‘telepon’
‘berbuat sesuatu dengan
maksud mendapat pujian’
‘turut mencampuri perkara
orang lain’
‘keluarga kandung’
‘jempol pada kaki’
‘tepi hutan’
‘banyak bicara’
‘kapal perang untuk memuat
pesawat terbang’
‘kapal yang memuat suratsurat pos’
‘ujaran peribahasa’
‘orang kaya’
‘berbagai urusan perjodohan’
‘nama pohon yang dibuat
untuk obat’
95
xxi
xxii
xxiii
{kamar kecil}
{garis depan}
{buah tangan}
‘toilet’
‘pertama’
‘oleh-oleh’
Dalam kalimat berikut ini:
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
Kembang desa yang sudah lima bulan yang lalu,
kini kini sudah berbadan dua.
Amir sekarang sudah menjadi kaki tangan
pengusaha damar di desanya, ia bekerja
membanting tulang untuk mendapatkan uang
keperluan sehari-hari.
Para pejuang Palestina itu selalu ingin berada
digaris depan untuk melawan Israel.
Letak kamar kecil dan musala di Bandara
Internasional Sukarno Hatta sangat berdekatan.
Ayah selalu membawa buah tangan setiap pulang
dari bekerja di kota.
Kalimat (39), misalnya satu kesatuan badan dua tidak
pernah melambangkan “manusia yang memiliki badan
sebanyak dua buah’ atau “badan dua kaki dua”, akan tetapi
konstruksi “badan dua” akan melambangkan unsur situasi
“hamil”. Demikian juga, kalimat (40), kesatuan kaki tangan
tidak pernah melambangkan “kaki” dan “tangan”, akan tetapi
konstruksi “kaki tangan” sebagai kata majemuk melambangkan
unsur situasi ‘orang yang menjadi pembantu setia, orang yang
diperalat oleh orang lain’
2) Kata Majemuk tipe tempat rehat
Terlebih dahulu perlu disimak pemakaian kata majemuk
tempat rehat dalam kalimat (44) berikut:
(44)
Keluarga itu selalu berlibur ke tempat rehat di
kawasan Puncak Bogor.
Mencermati kata majemuk tempat rehat pada kalimat (44)
mengandung makna ‘rumah atau tempat orang beristirahat’.
96
Ditinjau dari satuan makna terkecil, konstituen kata majemuk
tempat rehat memiliki makna frasa, karena tempat rehat dapat
bermakna ‘tempat untuk beristirahat’, hal yang dirujuk dapat
saja berupa ’ruang untuk beristirahat dan bercengkerama pada
waktu siang jeda beberapa saat untuk tidak bekerja’.
Pemaknaan itu didasarkan pada makna yang dikandungnya.
Namun, ditinjau dari makna konstruksi secara keseluruhan
tempat rehat tidak berbentuk frasa lagi, sebab formatif frasa
akan merujuk pada ‘rumah tempat orang beristirahat untuk
memulihkan tenaga setelah beberaja jam bekerja’. Perlu
dijelaskan bahwa setiap kata majemuk mengandung makna
makna kata, karena statusnya sebagai satuan lingual yang
otonom, selain itu, setiap kata majemuk memiliki bentuk yang
khas.
Setipe dengan kata majemuk rumah rehat dapat ditemukan
kata majemuk uang saku, pos elektronik, sepeda kumbang,
buku elektronik, ruang pas, guru besar, mega mal, perang
dingin, kue dadar, daftar tunggu, pemalis mata (eye liner) sapu
tangan, cuci ota,, kelana alam, cegah siar (off the record), kuli
tinta, orang jauh. Perhatikan contoh kalimat berikut:
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
Setiap peserta workshop Kurikulum Bahasa
mendapat uang saku.
Orang itu selalu mengendarai sepeda kumbang.
Undangan untuk rapat komite akademik dikirim
melalui pos elektronik atau email
Perpustakaan Utama yang terdapat di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki
banyak koleksi buku elektronik (ebook)
Para pengunjung Mega Mal yang sedang membeli
pakaian sedang mencoba pakaian di kamar pas.
Guru besar di bidang linguistik itu sedang
menyampaikan hasil penelitiannya tentang tradisi
lisan di Halmahera.
Dapat ditentukan bahwa kata majemuk tempat rehat, proses
yang mengenainya disebut proses gramatikalisasi dan
leksikalisasi perkataan, yaitu hasil dari perubahan bentuk
97
ujaran perkataan ke bentuk yang berkaitan dengan leksem,
kata, dan leksikon. Memperhatikan contoh tersebut di atas
dapat dikatakan bahwa makna kata majemuk tipe tempat rehat
dapat ditelusuri kepada arti satuan atau arti kelompok kata yang
menjadi struktur pembetuknya.
3. Penelusuran Kata Majemuk dan Idiom
Bagaimana melakukan penelusuran kata majemuk dan
idiom yang terdapat di dalam bahasa Indonesia?
Kata majemuk diartikan sebagai: “hasil perpaduan dua
komponen kata yang memiliki makna, kata itu melambangkan
‘suatu rangkaian situasi tertentu’. Dengan alasan itu, sebuah
kata majemuk terbentuk melalui proses perpaduan dua unsur
kata yang bersifat morfologis, sedangkan sebuah frase yang
merupakan penggabungan kata yang bersifat sintaksis demikian
Kridalaksana (1987: 87). Berdasarkan hal tersebut, konstruksi
kata majemuk ialah konstruksi yang pembentukannya berbeda
dengan frasa.
Misalnya pusat jaringan adalah frase karena komponen
pusat dan jaringan masing-masing dapat diubah menjadi pusat
kota dan jaringan internet sehingga dapat diperoleh frase lain:
di pusat kota banyak terdapat jaringan internet, contoh dalam
kalimat:
(51)
Informasi beasiswa mudah diperoleh di pusat kota,
karena banyak jaringan internet
Sama halnya dengan konstituen-konstituen seperti: pembaca
berita atau penggemar internet adalah frase karena komponen
itu masing-masing memiliki peluang untuk diperluas
bentuknya. Misalnya: pembaca berita menjadi pembaca
mengenai berita atau penggemar mengenai internet dalam
kalimat:
(52)
(53)
Pembaca yang cermat mengenai berita kenaikan
harga bahan bakar minyak akan menerima hal itu.
Penggemar game lewat internet kian marak di
kalangan anak-anak.
98
Berlainan dengan konstituen itu, misalnya bentuk dunia
maya, mesin pekata kunci, pintu gerbang, mesin pencar, umpan
balik, perangkat keras, perangkat lunak, ngobrol virtual, map
elektronik, disebut sebagai satuan bahasa dengan tipe
konstruksi yang tidak berstruktur sintaksis karena masingmasing komponennya tidak dapat diubah seperti komponen
frase dan tidak dapat diperluas seperti frase. Fakta itu dipahami
bahwa: konstituen-konstituen pembentuk kata yang maknanya
tidak secara langsung dapat ditelusuri melalui unsur-unsur
pembentuk kata itu disebut idiom.
Idiom mengisyaratkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara situasi dengan unsur pembentuknya, jadi idiom
merupakan ungkapan bahasa yang tidak menggambarkan
sebuah situasi yang berupa peristiwa, sebagaimana yang tertera
pada komponen pembentuknya. Konsep ini mengisyaratkan
bahwa ada dua tipe kata majemuk :
Pertama, sejajar dengan kata majemuk kepala dingin
muncul kata majemuk suara berjenjang, tumpul ke atas, tumpul
ke bawah, rumpon laut, lelang jabatan, tebang pilih, rentang
kendali, korupsi haji, angin segar, taat asas, dongkrak kualitas,
komputer jinjing, langgam teknologi, cita rasa, batu alam.
Idiom suara berjenjang tidak mendeskripsikan situasi yang
berupa “suara yang diatur tingkatannya dari bawah ke atas,
akan tetapi melambangkan ‘daftar usia pemilih dalam
pemilihan umum’. Sementara itu, idiom korupsi haji dan
langgam teknologi masing-masing tidak mendeskripsikan
‘tidak melakukan korupsi atas amalan haji, atau sebutan orang
yang sudah melakukan rukun Islam kelima’; atau langgam
‘bentuk irama lagu, gaya teknologi’, tetapi idiom korupsi haji
melambangkan ‘‘penyelewengan dana orang yang akan
berangkat haji’ sedangkan langgam teknologi melambangkan
unsur situasi ‘perkembangan berbagai macam teknologi’ .
Kedua, sejajar dengan kata majemuk anak buah muncul
idiom kartu elektronik, surat elektronik, ngobrol virtual, pusat
jaringan map elektronik, cakram digital, cakram keras, papan
tombol, informasi jaringan, pintu gerbang, hokum telematika,
kata kunci. Idiom kartu elektronik, merupakan ungkapan
bahasa yang menggambarkan unsur situasi ‘kartu magnetis
yang dapat menyimpan data dengan cara memodifikasi partikel
99
yang terbuat dari besi di dalam pita magnet tersebut’.
Sedangkan ngobrol virtual adalah ‘proses pengiriman dan
penerimaan pesan menggunakan ruang maya yang bersifat
interaktif. Komunikasi itu tidak lepas dari sebuah media
internet yang digunakan sebagai media komunikasi.
Berangkat dari pemahaman itu, dapat dikemukakan bahwa
unsur-unsur pembentuk idiom, yakni situasi dan konstituen
pembentuk idiom tidak memiliki hubungan. Itulah sebabnya
dalam hubungan arti antara kata majemuk dengan idiom
dimunculkan kata majemuk bersifat idiomatik. Artinya, kata
majemuk itu membentuk makna yang khas, makna yang
muncul itu tidak dapat ditelusuri ataupun dijelaskan lewat
konstituen pembentuk idiom maupun rangkaian struktur.
Kata majemuk yang dimaksud antara lain: tahan cuaca,
turun harga, lelang jabatan, revitalisasi waduk, mandi
keringat, aral melintang, babi buta, badan dua buku biru buku
putih, buta hati, cuci otak, cuci uang, darah putih, darah biru,
jago merah, lapangan hijau. Referen yang ditunjuk oleh kata
majemuk di atas sama sekali tidak ada hubungan arti dngan
komponen-komponen pembentuknya. Seringkali idiom pun
berupa kalimat panjang, seperti penghisap darah, sapi perahan,
ular kepala dua, tukar guling, aman situs daring (online web),
pelayaran web (web surfing); waring wera wanua (world wode
web, obrol siar internet (internet relay chat).
Perlu dicermati, meskipun dari tataran makna
kata
majemuk yang bersifat idiomatik itu mempunyai unsur
kesamaan dengan idiom, namun secara gramatis dan fonologis
ada perbedaan status di antara keduanya, Muhajir (1986: 67)
menyebutkan beberapa hal, yaitu:
1) Kata majemuk memiliki otonomi fonologis;
2) Kata majemuk tidak mengalami transformasi;
3) Kata majemuk hanya dapat menduduki satu kategori
kata
Paparan di atas menunjukkan bahwa :
1. Kata majemuk serupa tetapi tidak sama dengan frase.
2. Dicermati dari aspek kemiripan baik frase maupun kata
majemuk, masing-masing terdiri dari dua unsur atau lebih
berupa kata. Namun, dalam kemiripan itu ada perbedaan,
yakni :
100
1) di antara unsur pembentuk kata majemuk tidak dapat
disisipi dengan unsur lain dengan mempertimbangkan
unsur situasi atau acuan yang dilambangkan oleh
pembangun kata majemuk tersebut.
2) Seandainya akan dilekati afiks, umpamanya awalan dan
akhiran atau konfiks, maka afiks itu perlu mengapit
unsur-unsur yang membangun kata majemuk tersebut
secara keseluruhan.
3) Di sisi lain, sekiranya sebuah kata majemuk akan
diperluas, maka konstituen peluas itu perlu memberikan
perluasan seluruh kesatuan yang membentuk struktur
pembangun kata majemuk itu dengan tidak membuka
kemungkinan untuk ditafsirkan dengan cara dan makna
lain;
4) Ditinjau dari aspek makna, kata majemuk tidak
menghiraukan relasi antara faktor situasi dengan makna
satuan unsur kata, yang menjadi pendukungnya
walaupun sering ditemui kata majemuk yang unsur
situasinya dapat ditelusuri melalui relasi makna antar
komponen pembentuk kata majemuk itu.
5) Secara umum, kata majemuk memiliki makna dengan
unsur situasi yang sama sekali tidak dapat ditelusuri
melalui konstituen pembentuknya.
Latihan
Buatlah kalimat menggunkan kata majemuk berikut ini!
1
2.
3.
4.
5.
6.
Kata Majemuk bersifat
idiomatis
{aral melintang}
{anak emas}
{berat sebelah}
{buku biru}
{buku putih}
{cacah jiwa}
7. {cakram keras}
8. {daya tanggap}
10. {emas hitam}
Makna
‘hambatan’
‘anak kesayangan’
‘tidak adil’
‘buku laporan’
‘buku yang bersifat rahasia’
‘sensus penduduk; catat
jumlah penduduk’
‘hard disk pada komputer’
‘memberi respon’
‘minyak mentah’
101
11.
12
13
14
{gigit jari}
{darah putih}
{darah biru}
{hukum rimba}
15
16
17
18
19
20
{kepala tiga}
{dunia maya}
{anak alay}
{mata masyarakat}
{macan ompong}
{orang jauh}
‘kecewa’
‘keturunan raja’
‘keturunan bangsawan’
‘hukum yang menyatakan
siapa yang kuat dialah yang
berkuasa’
‘berusia tiga puluhan}
‘dunia internet’
‘kelompok anak tertentu’
‘pendapat umum’
‘penguasa tanpa kekuatan’
‘perantau’
102
BAB VI
PENUTUP
Paparan mengenai proses pembentukan kata bahasa
Indonesia memerlukan perhatian yang cermat dan seksama,
sebab bahasa ini terus mengalami perkembangan pesat. Kata
dan leksem ditinjau dari tataran morfologi merupakan dua
konstituen yang berbeda. Dengan mengacu kepada
Kirdalaksana (1996) dan Murphy (2013) dikemukakan bahwa
kata dapat dibedakan dari tiga aspek yaitu: 1) aspek fonologis;
dan 2) aspek leksem; 3) aspek gramatikal.
Untuk mengenali proses pembentukan kata dalam tulisan
ini digunakan analisis kata dengan pendekatan Item and
Process, dengan alasan bahwa:
1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dengan tipe yang
struktur kata dan hubungan grmatikalnya ditandai oleh
penggabungan unsur secara bebas;
2. Penambahan afiksasi, seperti prefiks, konfiks, infiks dan
sufiks pada sebuah akar atau leksem untuk
menunjukkan fungsi gramatikal
3. Fenomena peluluhan terjadi apabila sebuah leksem akar
bergabung dengan leksem terikat.
Berangkat dari pendekatan tersebut diketahui bahwa
pembentukan afiks dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa
hal, yakni:
1. Melekatnya afiks pada sebuah bentuk dasar, maka
bentuk dasar menjadi berubah, contoh: verba {tuang}
secara leksikal dapat diikuti awalan {me-} jika ingin
dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan
sufiks {-kan} atau sufiks {i}. Bentuk {me-kan}; {me-i}
diistilahkan dengan konfiks.
2. Melekatnya afiks kepada bentuk dasar dapat
memperlihatkan makna yang teratur atau dapat
diramalkan, contoh morfem {beruang} dapat
diramalkan mempunyai tiga bentuk, yaitu:
103
Afiks
Leksem
Kata
Makna
{be-}
+ {ruang}
→ {beruang}
{ber-}
-
+ {?uang}
- -
→ {beruang}
{beruang}
‘mempunyai
ruangan’
‘mempunyai uang’
‘nama hewan’
Sumber : Kridalaksana (1996: 200)
3. Kaidah umum yang dapa diformulasikan misalnya
apabila afiks ditambahkan pada sebuah kelas kata maka
hal yang sama dapat dilakukan pada semua anggota
kelas kata yang lain. Dengan begitu dapat diketahui ada
afiks-afiks yang bersifat produktif dan tidak produktif.
4. Peluluhan fonem /s/ dari morfem dasar yang diawali
dengan fonem /s/, yang melekat dengan
prefiks
{mƏñ-}, {mƏñ-kan}, {mƏñ-i}, {pƏñ-}, {pƏñ-an}.
Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa
Indonesia, kecuali morfem dasar yang berasal dari
bahasa asing. Berikut ini pasangan kata dengan
peluluhan fonem awal bentuk dasar dan dengan yang
tanpa peluluhan kerap digunakan oleh penutur bahasa
Indonesia:
Peluluhan Fonem Awal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
{menyerpis}
{menyetir}
{menyinkronkan}
{menyiropi}
{menyeketsa}
{penyektor}
{penyaksian}
Tanpa Peluluhan Fonem
Awal
{menserpis}
{mensetir}
{mensinkronkan}
{mensiropi}
{mensketsa}
{pensektor}
{pensaksian}
Gejala seperti pembentukan afiksasi, peluluhan fonem awal
dan tanpa peluluhan fonem awal, seperti tertera di atas bila
ditinjau dari kaidah peluluhan fonem dapat dikatakan ada
penyimpangan. Penyimpangan kecil menurut Kridalaksana
(1996: 209) : “ Penyimpangan kecil tidak merusak kaidahkaidah dalam pembentukan kata bahasa kita. Sistem morfologis
104
itu hanyalah berfungsi sebagai rambu-rambu bagi bentukanbentukan baru yang masih akan terus diperkenalkan oleh para
pereka cipta bahasa dalam usaha mereka memperkaya
khazanah bahasa kita.
Paparan morfologi bahasa Indonesia dalam buku ini pada
dasarnya adalah memperlihatkan model penataan kata
melaluiberbagai proses. Morfem, alomorf merupakan
konstituen utama dalam pengolahan leksem menjadi kata.
105
DAFTAR PUSTAKA
Amperiyanto, Tri. 2014. Tips Ampuh Android. Cara Tepat dan
Bijak Mendayagunakan Perangkat Android. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan
Proses. Jakarta: Rineka Cipta
Cruze, D.A. 2013. “The Lexicon” in The Handbook of
Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford:
Blackwell.
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia.
-----------------. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the entrepreneur in you
47 Rahasa Pengusaha Sukses. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Lumban, Tobing. 2013. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik
dan Mental. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Makarao, Nurul Ramadhani. 2013. Komunikasi Konseling
Aplikasi dalam Pelayanan Kesehatan. Bandung:
Alfabeta.
Manullang, Rio. 2014. Desain Rumah dengan Autocad dan
Google Sketch Up Panduan Praktis Mengkreasikan
Sendiri Rumah Idaman Anda. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
106
Murphy, M. Lynne. 2013. Lexical Meaning. Cambridge:
Cambridge University Press.
Muslich, Masnur. 2008. Tatabentuk Bahasa Indonesia. Kajian
ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Purnanto, Dwi. 2006. “Kajian Morfologi Derivasional dan
Infleksional dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Jurna;
Linguistik dan Sastra Vol 18. No. 35 hal 136-152.
Riemer, Nick. 2013. Introducing Semantics. Cambridge:
Cambridge University Press.
Sastra, Suparno. 2014. Membuat Desain Rumah Tinggal
Berbagai Tipe. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sinamo, Jansen dan Eben Ezer Siadari. 2013. The Chinese
Ethos Memahami Adidaya China Abad 21 dari
Perspektif
Budaya dan Sejarah. Jakarta: Institut
Darma Mahardika, Press.
Spencer, Andrew. 2013. “Morphology” in The Handbook of
Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford:
Blackwell.
Suparno, Darsita. 2012. “Pemertahanan Bahasa Ranau”
Disertasi Program Linguistik Pascasarjana Universitas
Sam Ratulangi Manado: Belum diterbitkan.
Suswono. 2012. “Teknologi yang Merakyat”. Dalam Majalah
Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi No 2 Edisi Februari
2012. Jakarta: Balai Inkubator Teknologi Press.
Wahana Komputer. 2014. Kupas Tuntas Aplikasi Brilian
Blackberry Smartphone. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
107
108
Download