Bersama Membangun Bangsa dengan Sukuk Ritel Oleh Dian Handayani, pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan RI* Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara merupakan instrumen pembiayaan APBN dalam bentuk Surat Berharga Negara yang diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai instrumen pembiayaan APBN, Sukuk Negara juga diterbitkan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia. Penerbitan Sukuk di Indonesia diawali oleh PT Indosat pada tahun 2002 yang menerbitkan Sukuk dengan akad mudharabah. Dengan terbitnya Sukuk Negara sejak tahun 2008, pasar keuangan syariah semakin marak dengan berbagai macam pilihan investasi. Manager aset memiliki pilihan portofolio syariah sehingga dapat mengembangkan instrumen dana kelolaannya. Perbankan syariah memiliki alternatif instrumen untuk penempatan dananya dalam rangka mengelola likuiditas. Perusahaan-perusahaan jasa keuangan termasuk BPJS memiliki pilihan portofolio syariah untuk mengembangkan jasanya dalam memberikan layanan sesuai syariah. Sukuk Negara ditawarkan dalam berbagai seri, tidak hanya untuk investor institusi, namun juga investor individu. Bagi individu Warga Negara Indonesia, pemerintah menyediakan Sukuk Negara dalam bentuk seri Sukuk Ritel yang khusus ditujukan bagi mereka di pasar perdana. Sukuk Ritel diterbitkan sebagai bentuk komitmen Pemerintah mendukung tercapainya literasi keuangan bagi warga negaranya. Dengan menyediakan instrumen investasi yang aman dan menguntungkan, diharapkan masyarakat tidak lagi tergiur dengan investasi bodong yang kerap memakan korban. Walaupun diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah, namun Sukuk Ritel tidak hanya ditujukan untuk warga Muslim, seluruh Warga Negara Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan instrumen investasi ini. Karakteristik Instrumen Investasi Sukuk Ritel Sukuk Ritel merupakan Sukuk Negara yang mencerminkan surat penyertaan kepemilikan investor terhadap Aset SBSN. Penting diketahui, Sukuk pada hakekatnya bukan surat pernyataan utang sebagaimana obligasi. Setiap penerbitan Sukuk mencerminkan suatu transaksi komersil yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam, misalnya transaksi jual beli, sewa menyewa, atau kerja sama usaha. Aset SBSN yang menjadi underlying asset Sukuk Negara merupakan obyek transaksi tergantung dengan akad apa instrumen tersebut diterbitkan. Sukuk Ritel sendiri diterbitkan dengan akad ijarah atau sewa menyewa, dengan underlying asset berupa Barang Milik Negara dan Proyek maupun Kegiatan APBN. Struktur akad Sukuk Ritel yang akan diterbitkan mengacu pada fatwa DSN-MUI Nomor 76 Tahun 2010 mengenai SBSN Ijarah Asset to be Leased. Menurut fatwa tersebut, SBSN Ijarah Asset to be Leased adalah Sukuk Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian dari Aset SBSN yang menjadi obyek ijarah, baik yang sudah ada maupun akan ada. Barang Milik Negara dan Proyek maupun Kegiatan APBN menjadi obyek transaksi akad tersebut. Dari transaksi ijarah, investor sebagai pemilik Sukuk Ritel berhak menerima uang sewa atau ujrah. Pembayaran ujrah tersebut sesuai terms and conditions Sukuk Ritel, yaitu dibayarkan dalam jumlah tetap (fixed) setiap bulan selama jangka waktu Sukuk Ritel. Keistimewaan berinvestasi pada surat berharga adalah likuiditasnya, dapat dicairkan sewaktuwaktu. Dengan berinvestasi pada Sukuk Ritel, investor tidak harus menunggu hingga usai jangka waktu untuk memperoleh pokok dananya kembali. Sebagai instrumen surat berharga, Sukuk Ritel dapat dijual sewaktu-waktu di pasar sekunder. Jual beli surat berharga di pasar sekunder ini pun tidak bertentangan dengan prinsip syariah, selama mengikuti kaidah akad Sukuk yang diterbitkan. Hal ini mengacu pada fatwa DSN-MUI Nomor 69 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa pemindahan kepemilikan SBSN oleh Pemegang SBSN di pasar sekunder harus mengikuti kaidah yang sesuai dengan sifat akad yang digunakan pada saat penerbitan. Kiat Berinvestasi pada Sukuk Ritel Berinvestasi pada instrumen keuangan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan tabungan maupun deposito. Namun tentu saja, semakin tinggi potensi imbal hasil suatu instrumen investasi, semakin besar pula risikonya. Justru investor perlu mewaspadai investasi yang menjanjikan hasil luar biasa tinggi, pasti ada risiko di baliknya. Sebagai instrumen keuangan, Sukuk Ritel juga memiliki risiko investasi. Namun ada kiat-kiat berinvestasi pada Sukuk Ritel yang dapat dilakukan investor, bahkan investor pemula, untuk terhindar dari kerugian. Kredibilitas penerbit surat berharga sangat mempengaruhi karena industri keuangan merupakan bisnis kepercayaan. Investor mempercayakan dananya dikelola oleh pihak yang mengklaim dapat memberikan imbal hasil menggiurkan. Dalam hal ini Sukuk Ritel sebagai instrumen yang diterbitkan Pemerintah tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Pembayaran pokok dan imbalan Sukuk Ritel akan dibayarkan oleh Pemerintah setiap tahunnya sesuai ketentuan Undang-Undang. Sukuk Ritel ditawarkan dengan tenor tiga tahun dengan tingkat imbalan yang kompetitif sesuai karakteristiknya sebagai instrumen investasi. Selama jangka waktu Sukuk Ritel, kondisi pasar dapat berfluktuatif. Kondisi pasar tersebut dapat mempengaruhi kinerja instrumen keuangan, tidak terkecuali Sukuk Ritel. Sebelum habis jangka waktu Sukuk Ritel, investor dapat meraih kesempatan memperoleh capital gain ketika suku bunga pasar sedang rendah. Sukuk Ritel yang memiliki tingkat imbalan lebih tinggi dibandingkan suku bunga pasar akan dihargai premium. Namun sebaliknya, jika suku bunga pasar melonjak, investor akan menderita kerugian jika memaksakan menjual Sukuk Ritel di pasar sekunder. Jika ini terjadi, maka sebaiknya investor menahan diri untuk tidak menjualnya supaya tidak menderita kerugian. Untuk memperoleh likuiditas yang diinginkan tanpa melepas kepemilikan Sukuk Ritel, para Agen Penjual Sukuk Ritel biasanya memberikan fasilitas penjaminan. Investor dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menjaminkan Sukuk Ritel yang dimilikinya. Tentu saja ketentuan dan persyaratan di setiap Agen Penjual mengenai hal ini dapat berbeda-beda sesuai kebijakan masing-masing. Bersama Membangun Bangsa Tahun 2016 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi Pemerintah setelah tahun sebelumnya menjadi dasar percepatan pembangunan nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global. Untuk melaksanakan program-program pembangunan nasional, diperlukan pendanaan yang tidak sedikit. Di tengah kelesuan industri, mengandalkan penerimaan pajak menjadi tantangan tersendiri. Meningkatnya tambahan utang neto pada tahun 2015 telah menarik perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana siaran pers Kementerian Keuangan mengenai Rasional Penambahan Utang Pemerintah Tahun 2015, Pemerintah telah dan akan terus menjaga risiko utang tetap terkendali. Sebagai salah satu indikatornya adalah meningkatnya porsi utang dalam Rupiah secara konsisten hingga mencapai 56,2%, yang berdampak pada menurunnya risiko kurs. Sukuk Ritel, walaupun bukan surat pernyataan utang, namun penerbitannya oleh Pemerintah berdampak pada kewajiban finansial yang harus dibayarkan kepada para pemegang instrumen tersebut. Kehadiran Sukuk Ritel yang menyasar investor individu Warga Negara Indonesia merupakan upaya Pemerintah menarik minat investor domestik untuk memperkuat pasar keuangan nasional. Semakin besar kepemilikan domestik terhadap Surat Berharga Negara yang diterbitkan Pemerintah, semakin besar pula daya tahan pasar keuangan terhadap gejolak perekonomian global. Dengan berinvestasi pada Sukuk Ritel, tidak hanya akan memperoleh tingkat imbalan yang kompetitif, namun investor juga telah berpartisipasi langsung memperkuat daya tahan perekonomian Indonesia. Sesuai tujuannya, Sukuk Negara diterbitkan untuk pembiayaan APBN termasuk pembiayaan proyek. Dari hasil penerbitan Sukuk Negara, saat ini telah terwujud pembangunan berbagai proyek infrastruktur di pelosok negeri, seperti rel kereta api, jalan dan jembatan, revitalisasi asrama haji, serta pendidikan tinggi. Maka tidak hanya akan memperoleh imbal hasil yang kompetitif, dengan berinvestasi pada Sukuk Ritel berarti Warga Negara Indonesia telah berpartisipasi langsung dalam kegiatan pembangunan nasional. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan merupakan sikap instansi dimana penulis bekerja.