BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau yang tertulis (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non verbal). Komunikasi verbal disampaikan dengan bahasa verbal. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mewakili berbagai aspek realitas individu. Aspek realitas ini meliputi bahasa asal, kebiasaan, tingkat pengetahuan dan intelejensia sampai aspek Budaya. Komunikasi verbal adalah jenis komunikasi sehari-hari yang dilakukan manusia. Sedangkan komunikasi non verbal secara sederhana bisa diartikan sebagai semua isyarat yang bukan kata-kata. Simbolik membawa pernyataan dan diberi arti oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol yang dipakai dalam berkomunikasi bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu persoalan yang cukup rumit. Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor Budaya, juga faktor psikologis, terutama pada saat pesan di decode oleh penerima. Sebuah pesan yang disampaikan dengan simbol yang sama, bisa saja berbeda arti bila mata individu yang menerima pesan itu berbeda dalam kerangka berpikir dan kerangka pengalaman. Simbolik dan Kode Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih (supersophisticated system of communication), sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol–simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada disekitarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi dan bau secara terbatas. Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki Kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi. Mulai dari menciptakan simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya, seperti radio, televisi, telegram, telex, dan satelit. Di dalam kehidupan sehari-sari, sering kali kita tidak dapat membedakan pengertian antara simbol dan kode. Bahkan banyak orang menyamakan kedua konsep itu adalah lambang yang memiliki suatu objek, sedangkan kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti. Sebuah simbol yang tidak memiliki arti bukanlah kode.1 Lampu pengatur lalu lintas (traffic light) yang dipasang di pinggir jalan misalnya adalah simbol polisi lalu lintas, sedangkan simbol warna yang telah disusun secara teratur menjadi kode bagi pemakai jalan. Begitu juga halnya dengan letusan misalnya, ia adalah simbol dari senjata dan atau mobil yang pecah. Tetapi kalau letusan itu berlangsung 21 kali, maka ia menjadi kode penghormatan 1 David K. Berlo (1960), dalam buku ‘Pengantar Teoridan Manajemen Komunikasi’ (Suprapto, 2009:10). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 kepada tamu Negara. Simbol-simbol yang digunakan selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alphabet latin, simbol matematika, juga terdapat simbol-simbol lokal yang hanya bisa di mengerti oleh kelompok-kelompok tertentu. Berkembangnya perubahan zaman menyebabkan tradisi dalam suatu Budaya semakin kompetitif dalam menyajikan tradisi acaranya, inovatif dan lebih kreatif untuk menarik perhatian para masyarakat di seluruh tanah air. Dengan tumbuhnya perkembangan zaman berbagai Budaya tersebut telah membuat mewarnai Budaya di Indonesia menjadi semakin indah dan hanya Budaya yang memiliki kekuatan dalam kerjasama dan ide-ide inovatif yang baiklah yang akan bertahan. Budaya atau acara yang diinginkan adalah faktor yang membuat masyarakat tertarik untuk mengikuti tradisi yang dipancarkan setiap Budaya. Salah satunya upacara kehamilan dilakukan sebagai upaya memberitahukan kepada masyarakat, tetangga-tetangga dan kerabat keluarga, bahwa seorang wanita sudah betul-betul hamil dan akan melahirkan keturunan. Selain itu, juga mengandung harapan agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya mendapat keselamatan. Kepercayaan yang berkenan dengan siklus hidup idividu seperti upacara “nuju bulanan” ini masih kuat melekat pada orang Betawi di Kampung Rawa Belong. Mereka percaya bahwa upacara “nujuh bulanin” perlu dilakukan demi keselamatan ibu dan anak yang dikandungnya. Selain itu mereka juga percaya bahwa upacara nuju bulanin merupakan penangkal agar anak yang akan dilahirkan kelak patuh kepada orang tuanya dan tidak nakal. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 Upacara “nuju bulanin” di lakukan pada saat mengandung pertama, dan usia kandungannya sudah tujuh bulan. Karena itulah upacara ini disebut “nuju bulanin”. Pada kehamilan kedua dan seterusnya tidak dilakukan upacara semacam ini lagi. Upacara ini selalu menggunakan sajian dan salah satu sajian yang terpenting adalah bunga yang berjumlah tujuh macam. Bunga ini bermakna bila bayi yang lahir kelak laki-laki akan dapat membawa nama yang harum bagi orang tuanya sebagai harumnya bunga, dan kalau bayi tersebut wanita, supaya cantik seperti cantiknya bunga. Menurut kepercayaan mereka, sajian terutama bunga harus lengkap, apabila sajian tidak lengkap kemungkinan besar bayi akan lahir dengan sulit atau setelah dewasa nanti, si anak tidak menurut kepada orang tua. Ari-ari dipandang sebagai "saudara tua" si bayi, karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, namun harus dipelihara, dengan cara mengubur atau dihanyutkan ke sungai/laut. Ari-ari yang lazim disebut juga "bali", dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam "pendil" (periuk tanah), kemudian diberi bumbu dapur seperti : garam, asam, kunyit, salam, sereh, juga benang dan jarum (untuk bayi perempuan), pensil, kertas (untuk bayi laki-¬laki), serta bunga tujuh macam. Kebiasaan masyarakat Betawi, jika bayi perempuan ari-arinya ditanam di samping rumah atau dekat pedaringan (tempat menyimpan beras) dengan maksud agar anak perempuan nantinya tidak sering ke luar rumah, dan pekerjaan wanita juga lebih banyak tinggal di rumah, juga supaya kelak hidupnya tidak kekurangan makan. Setelah ari-ari dikubur, diberi lubang bambu setinggi 10 cm di atasnya dan ditaburi bunga tujuh rupa, dipasangi lampu (pelita) hingga puput puser (lepas tali http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 ari-ari), diberi tanda dengan batu-batu di sekitarnya agar tidak terinjak atau diganggu binatang. Bayi berusia 40 hari, maka dilakukan Upacara Cukur Rambut. Maksut dan tujuan diselenggarakannya upacara ini adalah untuk membuang rambut bawaan bayi dari dalam kandungan ibunya atau membuang "bulu haram". Bagi masyarakat bisa membuang "sawan", artinya bayi yang digunting rambutnya nanti tumbuh sehat dan dijauhkan dari berbagai macam penyakit. Upacara ini tidak sekedar mencukur rambut bayi melainkan juga disertai dengan "marhaban", yaitu pembacaan kitab Maulid Nabi, berupa rangkaian kalimat puitis dalam bahasa Arab yang berisikan kisah tentang Nabi besar Muhammad SAW. Perlengkapan yang disiapkan untuk upacara gunting rambut di antaranya gunting, rambut, kecil, kelapa hijau yang dilubangi bagian atasnya, bunga tujuh macam, minyak wangi. Pelaksanaan sunat dibagi dua, yaitu hari pertama dan hari pelaksanaan sunat. Hari pertama disebut juga hari membujuk dan menghibur si pengantin sunat. Sesudah si pengantin sunat dirias dengan pakaian pengantin sunat, di depan pintu rumah dibacakan selawat dustur. Sesudah itu diarak dengan rebana ketimpring dan selawat badar menuju kuda-kuda ini pun dirias dengan bungabunga dan bermacam buah-buahan, dan di dekat ekor kuda digantungkan seikat padi dan sebuah kelapa. Sebelum rombongan pengantin sunat berangkat, serenceng petasan dibakar sebagai tanda bahwa rombongan siap berangkat. Biasanya, si pengantin sunat akan didampingi teman-teman bermainnya. Dia naik kuda dan teman-temannya mengiringi dengan naik delman. Berjalan di http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 barisan paling depan adalah grup ondel-ondel yang menari. Rombongan berkeliling kampung sambil diiringi rebana ketimpring. Sebelum bengkong dengan peralatan sunatnya beraksi, biasanya orang tua si anak lebih dulu datang menghiburnya, menanyakan apa yang diinginkan si anak. Si pengantin sunat akan meminta sesuatu barang yang disukainya, misalnya sepeda atau yang lainnya. Selain itu, di sisi si anak disajikan meja yang terdapat 'bekakak ayam lengkap dengan nasi kuning dan buah-buahan. Bekakak ayam adalah ayam panggang yang tidak dipotong-potong dan setelah sunat akan dimakan bersama teman-teman sebayanya yang hadir. Selesai dipotong, pantangan bagi anak yang disunat adalah tidak boleh makan ikan asin dan masakan yang dicampur udang. Dia juga tidak boleh melangkahi tahi ayam. Jelas, anak-anak yang sunat tidak berani melangkahi tahi ayam. Entah apa hubunganya antara melangkahi tahi ayam dan sunat. Alpie, yaitu tutup kepala khas sorban haji yang tingginya disesuaikan dengan yang memakainya, dililit sorban putih atau emas. Hiasan alpie adalah melati tige untai/ronce, yang bagian atasnya diselipkan bunga mawar merah dan ujungnya ditutup dengan bunga cempaka. Setelah disunat, si anak akan memperoleh hadiah dari kakek, nenek, encang, encing, keluarga, dan para tetangganya. Hadiah itu bermacam-macam jenisnya, tapi yang utama adalah uang. Setelah itu, dilaksanakan selametan atau tahlilan, termasuk muludan. Memang itu adalah sebuah tradisi dari orang Betawi. Tradisi Betawi Pada pernikahan Adat Betawi adanya roti buaya ini biasa dibagikan kepada para tamu undangan yang masih lajang, dengan harapan yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 menerimanya segera mendapat jodoh dan menikah. Sebenarnya, roti buaya ini mulai dikenal oleh orang-orang Jakarta pada saat bangsa Eropa masuk Indonesia. Lalu membawa pengaruh terhadap pemikiran masyarakat asli Jakarta bahwa setiap pernikahan harus memiliki sebuah tanda yang mewakilkan acara sakralnya. Simbol pernikahan yang dimiliki oleh bangsa Eropa pada saat itu adalah bunga. Merasa tak ingin kalah dan tak ingin meniru Eropa, orang Betawi pun berusaha untuk menerapkan simbol yang dibuat sendiri dalam Adat pernikahannya. Tradisi yang hingga kini masih terus dilakukan, yakni tradisi ziarah kubur menjelang puasa. Di masyarakat Betawi, seperti dikemukakan tokohnya Haji Nur Ali Akbar (Babe Nunung), tidak dikenal apa yang disebut nyekar. Yang dikenal hanya ziarah kubur. Kala itu, yang berziarah khusus kaum Pria. Wanita dilarang karena khawatir ada diantara mereka yang mendapat haid. Ziarah kubur dilakukan sebagai penghormatan dan mendoakan arwah orang tua dan keramat. Banyak yang membaca surat Yasin atau membaca tahlil, sambil membersihkan makam kerabat. Berdasarkan keterangan para ulama, perbuatan ini merupakan tradisi yang diambil dari orang-orang kafir, khususnya kaum Nasrani. Tradisi tebar bunga dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang telah wafat. Tradisi tersebut kemudian diserap dan dipraktekkan oleh sebagian kaum muslimin yang memiliki hubungan erat dengan orang-orang kafir, karena memandang perbuatan mereka merupakan salah satu bentuk kebaikan terhadap orang yang telah wafat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 Menurut Littlejohn, interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komuniasi dan masyarakat (core of common premises about communication and society) perspetif interaksi simbolik memandang bahwa individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur diluar dirinya, oleh karena itu individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi, jadi interaksilah yang di anggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia, bukan stuktur masyarakat. Struktur ini sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individuindividu berfikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama.2 Simbol bunga menurut berbagai survey warga Betawi, karena seiiring perkembangan zaman tradisi ini mulai memudar dari generasi ke generasi dan apakah dengan melihat tradisi tersebut para masyarakat khususnya warga Betawi tergugah rasa ingin tau dalam cara menerapkan penyampaian terhadap masyarakat Indonesia meskipun mereka saat ini sudah mulai jarang menggunaan tradisi tersebut, tradisi ini masih dalam proses menambah pengetahuan dan informasi bagi masyarakat. Kisah tokoh legendaris Betawi akhir abad ke-19, biasa disebut Bang Pitung yang oleh Kompeni (Belanda) melukiskannya sebagai penjahat, pengacau, dan perampok yang harus ditumpas namun dicintai oleh rakyat kecil ini begitu 2 Deddy Mulyana, dalam buku ‘Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2001 : 62. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 populer di masyarakat Betawi. Pitung lahir dalam keadaan kondisi disaat masa penjajahan berlangsung dan Pitung pun bertumbuh menjadi anak yang patuh dengan orang tua nya serta ia pun rajin belajar mengaji. Dari situ lah awal mula si Pitung menjadi Jawara. Karena Pitung bukan hanya belajar mengaji tapi dia belajar ilmu bela diri juga dengan guru mengajinya yang bernama H. Naipin. Kehebatannya ini si Pitung sampai dikatakan dapat „menghilang‟ dan hal ini disebabkan karena si Pitung sudah sering sekali lolos dari kejaran para tentara Belanda setiap kali dia merampok orang yang kaya dan hasilnya yang dibagikan untuk orang miskin. Jawara Betawi ini melakukannya tidak hanya sendiri karena ia juga dibantu oleh kedua temannya yang bernama Dji‟in dan Rais. Jawara Rawa Belong ini juga pernah tertangkap dan dipenjarakan di penjara di Grogol. Tapi, disaat itu si Pitung bisa melarikan diri dengan cara melewati genteng dan akhirnya ia pun terbebas. Namun, si Pitung ini tertangkap kembali dimana disaat itu juga guru beserta keluarga nya ditangkap dan disiksa oleh penjajah Belanda, dan disinilah saat Pitung gugur dalam perjuangannya untuk membantu Rakyat yang dalam kesusahan. Karena itulah si Pitung mendapatkan julukan Rawa Belong. Dan di film kan yang diproduksi tahun 1931 oleh Halimoen Film (Wong Bersaudara). Film ini dibintangi oleh Herman Sim, Ining Resmini dan Zorro. Kisah ini difilmkan kembali dengan judul Si Pitung pada tahun 1970. Film yang disutradara Nawi Ismail ini menampilkan para pemain Dicky Zulkarnaen, Paula Rumokoy, Sandy Suwardi Hassan, A. Hamid Arief, Mansjur Sjah, Connie Sutedja, Hassan Sanusi, Rina Hassim, Fifi Young, M. Pandji Anom, Jeffry Sani dan WD Mochtar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Di zaman modern seperti saat ini, Budaya asli tentang tata cara upacara pernikahan Betawi mulai jarang terlihat dikalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan di era globalisasi seperti sekarang ini masyarakat lebih memilih melaksanakan upacara pernikahan dengan cara yang modern atau ke Baratbaratan. Sementara informasi dan pengetahuan mengenai komunikasi simbol bunga pada Budaya Betawi masih belum banyak diketahui pemaknaanya. Untuk itu, penelitian ini ingin menjelaskan lebih terperinci mengenai komunikasi simbol bunga dan pemaknaan simbol bunga tersebut dalam Budaya Betawi, khususnya warga Betawi Rawa Belong Jakarta Barat. 1.2 Fokus Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan dengan metode deskriptif dalam pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena atau realitas yang diteliti dan bersifat holistik, meliputi seluruh sisi komunikasi simbolik bunga pada kebudayaan Betawi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengenai bagaimana komunikasi simbol bunga dan pemaknaan simbol bunga yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa Budaya Betawi Rawa Belong Jakarta Barat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi simbolik penggunaan bunga dalam Budaya Betawi Rawa Belong Jakarta Barat ? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisa komunikasi simbolik penggunaan bunga dalam Budaya Betawi Rawa Belong Jakarta Barat. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat mempunyai tiga manfaat yaitu manfaat akademis, manfaat praktis dan manfaat sosial : 1.5.1 Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengkaji komunikasi simbolik bunga dalam ranah komunikasi.Lebih jauh diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan Ilmu Komunikasi dan serta penerapannya bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi mengenai simbolik bunga dan makna bunga Budaya Betawi Jakarta Barat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 1.5.2 Manfaat Praktis Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan masyarakat Betawi dapat semakin melestarikan kebudayaan Betawi. Melalui penelitian ini, peneliti juga mendapatkan pembelajaran praktis tersendiri dalam memahami makna suatu simbol dimana dalam menciptakan simbol tidak hanya membuat suatu simbol hanya dengan tradisi semata, tetapi lebih memberi makna di dalam tiap-tiap unsur yang akan di terapkan dalam suatu upacara Budaya. 1.5.3 Manfaat Sosial Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi sosial kepada khalayak untuk mengenal kebudayaan Betawi. Sarana dalam membangun kebudayaan dengan aktif disalah satu acara akan membuat Budaya Betawi lebih dikenal oleh Budaya lain. Hal ini berdampak luar biasa pada Kebudayaan Betawi untuk tetap menjaga Kebudayaannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/