II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Coelogyne asperata dan Coelogyne pandurata Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang sampai saat ini dikenal sebagai tipe hutan dengan biodiversitas yang tinggi. Sebagai negara mega diversity, kekayaan jumlah spesies flora (tumbuhan) Indonesia tidak perlu diragukan. Salah satu kekayaan flora Indonesia yang tidak tersaingi oleh flora negara lain adalah anggrek. Tanaman anggrek tergolong anggota family Orchidaceae (Clintonboni 2012). Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia. Pulau ini dipertimbangkan sebagai pulau buah-buahan tetapi bisa juga disebut sebagai pulau anggrek Lamb (1991) dalam Chan et al. (1994) telah memperkirakan bahwa 2.500-3.000 jenis anggrek terdapat di Kalimantan atau 75% dari tumbuhan anggrek Malesian. Dari angka ini, 30-40% di antaranya diperkirakan merupakan endemik di pulau ini. Menurut Wood dan Cribb dalam Chan et al (1994) mencatat lebih dari 1.400 jenis anggrek terdapat di Kalimantan. Spesies anggrek di Indonesia memiliki sifat yang khas dan hanya dapat dijumpai di pulau–pulau tertentu di Indonesia seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dan anggrek mutiara (Coelogyne asperata )yang hanya ditemukan di Pulau Kalimantan (Agromedia 2006). Coelogyne merupakan marga terbanyak, terdiri dari sekitar 150 jenis, tersebar di Himalaya dan China bagian selatan sampai Srilangka dan Malaysia. Kebanyakan memiliki bunga yang indah dan dikembangkan sebagai bunga komersial. Batang semu letaknya berdekatan atau berjauhan, daun berjumlah 2 atau 3 helai, lebar atau bulat panjang. Sistem perbungaan tegak lurus atau bergan tungan dengan beberapa atau banyak bunga. Daun kelopak biasanya sangat cekung, daun mahkota bunga lebih sempit dibandingkan daun kelopak. Bibir bunga agak melengkung ke bagian dasar. Terdapat tiga cuping, cuping bagian pinggir melebar secara berangsur-angsur dari bagian dasar bibir bunga dan juga tegak lurus pada pinggir kolomnya (Sabran et al 2003). 5 Klasifikasi Coelogyne asperata : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Classis : Monocotyledonae Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Genus : Coelogyne Spesies : Coelogyne asperata Lindl. Karakteristik Coelogyne asperata Lindl.(Anggrek mutiara) batangnya membentuk umbi semu, bundar panjang, pipih, dengan panjang 12 - 16 cm. Daunnya berbentuk lonjong sampai panjang, kadang berlipat-lipat mencapai 35 – 40 cm, dan mempunyai lebar 5 – 8 cm. Bunga berbentuk rangkaian tandan dengan panjang sekitar 22 cm dan jumlah bunganya mencapai 10 – 15 kuntum. Mahkota bunga berwana kuning susu dengan pinggir berwarna keputihan. Bibir bunganya berwarna cokelat tua dan beralur kasar dengan garis-garis putih. Anggrek ini tumbuh di tempat yang teduh di daerah dataran rendah (Hasanuddin 2009). Gambar 1a. Anggrek Coelogyne asperata Gambar asperata 1b. Bunga Coelogyne 6 Menurut Tjitroesoepomo (2000) & Suaria (2000), Coelogyne pandurata memiliki taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Monocotyledonae Ordo : Orchidales Familia : Orchidaceae Genus : Coelogyne Spesies : Coelogyne pandurata Lindl Anggrek hitam ini termasuk anggrek epifit. Batangnya membentuk umbi semu, berwarna hijau bundar panjang, pipih dengan panjang 12-15 cm dan lebar 5-7 cm. Perkembangan batangnya merambat ke samping (simpodial), daun berwarna hijau, terdiri dari 2 helai pada setiap umbi semunya. (Kebun Raya Eka Bali). Bentuk daun lonjong berlipat-lipat, panjang 40-50 cm dan lebar 2-10 cm. Bunga tersusun dalam rangkaian yang berbentuk tandan, panjang 15-20 cm, jumlah bunga dalam tandan 14 tandan atau lebih dengan garis tengah tiap bunga 10 cm, daun mahkota berbentuk lansep melancip, berwarna hijau muda, panjang 5-6 cm dan lebar 2-3 cm. Bibir menyerupai biola tengah-tengahnya terdapat satu alur tinggirnya menggeriting berwarna hitam kelam. Buah berbentuk jorong, panjang 7 cm dan lebar 2-3 cm bunga tidak banyak yang menjadi buah (Sasrapradja et al. 1976). Gambar 2a. Bunga Coelogyne pandurata Gambar 2b. Anggrek Coelogyne pandurata 7 B. Media Kultur Jaringan Usaha yang dapat dilakukan untuk melestarikan sumber daya genetik salah satunya dengan cara perbanyakan tanaman secara in vitro. Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah metode perbanyakan secara vegetatif dengan mengisolasi bagian tanaman, dapat juga berbentuk sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik sehingga nantinya bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan tumbuh menjadi tanaman yang utuh. Komposisi media sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan anggrek ini (Yunus et al 2010). Pada penelitian Syammiah (2006) penggunaan media dasar menggunakan Knudson C yang ditambahkan dengan suplemen organik akan menjadi sumber protein untuk dapat digunakan dalam proses pertumbuhan pada anggrek Dendrobium sp. dan juga membantu dalam pembentukan klorofil. Media yang sering digunakan dalam perbanyakan anggrek secara kultur jaringan ialah media Knudson C dan Vacin and Went (Hendaryono dan Wijayani 1994). Biji-biji yang berkualitas baik ditanam dalam media Knudson C, media kecambah kacang hijau, media tomat, ataupun media modifikasi Knudson C + air kelapa (Rukmana 2006). Media kultur harus mengandung nutrisi lengkap, terdiri dari unsur makro, unsur mikro, vitamin, gula, dan ZPT (Rahardja dan Wiryatna 2005). Arang aktif berasal dari batok kelapa yang berfungsi sebagai penahan atau penawar (buffer) zat-zat tertentu yang tidak menguntungkan bagi tanaman, seperti misalnya pemberian pupuk berlebihan dan senyawa lain yang berefek racun bagi tanaman (Hendaryono 2006). ZPT NAA adalah senyawa kimia yang termasuk dalam golongan auksin yang berperan dalam pertumbuhan tunas dan juga bekerja dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Karjadi 2007). Menurut Gunawan (1987) NAA adalah suatu auksin sintetik yang biasa digunakan dalam kultur jaringan gunanya untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Hal ini dilakukan untuk mengetahui takaran konsentrasi yang tepat sehingga dapat membentuk kalus, dan akar yang baik. Menurut pernyataan Untari dan Murti (2006) bahwa peningkatan konsentrasi NAA hingga 20 ppm menyebabkan terhambatnya pertumbuhan eksplan. 8 Penggunaan bahan organik diharapkan mampu menghasilkan formulasi media yang lebih baik dengan penambahan air kelapa, bubur kentang, bubur pisang dan bubur ubi jalar. Air kelapa mengandung difenil urea yang mempunyai efektifitas menyerupai sitokinin. Air kelapa ini kaya akan kalium (hingga 17%), mengandung gula (1,7-2,6%), vitamin, mineral, asam amino (Admin 2007). Kandungan sitokinin ini digunakan untuk mendukung pembelahan sel atau menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bhojwani dan Radzan 1983). Widiastoety et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian air kelapa sebanyak 150 ml/l pada tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang dapat mendorong pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Pemberian ekstrak kentang karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan seperti kalsium, fospor, besi, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan niacin yang mendorong penambahan jumlah daun (Hendaryono 2000). Bubur pisang dalam kultur jaringan, menurut Hendaryono (2000) yang biasa digunakan adalah sebanyak 150200 g/l. Menurut Widiastoety dan Bahar (1995) ekstrak pisang yang ditambahkan pada medium kultur jaringan dapat merangsang pembelahan sel dan mendorong diferensiasi sel, sehingga eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Ekstrak pisang ambon diketahui mengandung unsur-unsur kalium (K), fosfor (P) dan besi (Fe) sehingga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tunas. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat, protein serta mengandung vitamin A, vitamin C dan unsur-unsur hara lainnya. Hal ini diduga karena ubi jalar mengandung beberapa macam vitamin seperti vitamin B, niacin, vitamin A, riboflavin, dan terutama kandungan tiamin sebanyak 0,1 mg/100 g. Tiamin termasuk vitamin B1 yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Ubi jalar mengandung unsur kalsium (Ca) sebanyak 55 mg/100 g. Menurut Salisbury dan Ross (1995) unsur ini berperan dalam pembentukan bulu-bulu akar dan pemanjangan akar.