PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRICE EARNING RATIO SAHAM PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Fika Azmi STIE Bank BPD Jateng Abstract Stock valuation is a very important factor in the investment of stock. One of the best methods of this analysis is Price Earning Ratio. It based on the ratio between price per share in the stock market and available net profit for the stockholders. Price earning ratio is applied to identify the stock to buy or sell. This study tries to analyze the influence of several faktors affecting price earning ratio of stock listed on Indonesia Stock Exchange, i.e.: sales growth, growth of return on equity, dividend payout ratio, SBI interest rate, inflation rate, and growth of debt to equity ratio. Observation period is from 2009 to 2012. The populations on this study is all companies that are listed on IDX and have data of the stock closing price and earning per share. The criterion to choose sampels is the companies do not implement policies affecting price and number of stock. By using multiple linear regression, this study indicates that multicollinearity exist in the model; therefore the growth of debt to equity ratio is not included in the model. Statistik test shows that the analyzed faktor simultaneously affect the price earning ratio of stocks in IDX, and able to explain 94,1 %. Individual analysis indicates that dividend payout ratio an SBI interest rate affect significantly, but theoretically, the influential factors in analyzing price earning ratio for stock listed on ISX is only dividend payout ratio. This result is consistent with previous study by Arfentyas (1999). Keyword: Price earning ratio, closing price, earning per share, dividend payout ratio. PENDAHULUAN Saham merupakan salah satu instrumen yang menarik bagi investor untuk menanamkan uangnya. Dengan melakukan pembelian saham, investor mengharapkan akan memperoleh keuntungan berupa capital gain dan dividen, meskipun harus menanggung resiko pada tingkat tertentu. Dalam proses investasi dalam bentuk saham, penilaian atas saham merupakan kegiatan yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu perlu adanya pertimbangan tentang prospek perusahaan di masa yang akan datang antara lain dengan mempertimbangkan laba perusahaan, pertumbuhan penjualan dan aktiva selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian harapan investor tentang kinerja perusahaan di masa yang akan datang akan mempengaruhi nilai investasinya. Proses penilaian oleh investor atau analis keuangan terhadap suatu saham dikenal sebagai proses valuasi saham. Valuasi saham merupakan suatu 64 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 mekanisme untuk merubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan menjadi perkiraan tentang harga saham (Husnan,1998). Variabel-variabel ekonomi tersebut misalnya laba perusahaan, dividen yang dibagikan, variabilitas laba dan sebagainya. Pada dasarnya proses valuasi saham yang dilakukan oleh analis keuangan atau investor bertujuan untuk bisa menghasilkan tingkat keuntungan yang menarik, dan mengidentifikasikan saham mana yang sebaiknya dijual atau dibeli, namun pada pasar modal yang efesien akan sulit bagi investor untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis valuasi sekuritas antara lain adalah pendekatan Price Earning Ratio (PER) yaitu metode yang merupakan rasio antara harga saham per lembar yang berlaku di pasar modal dengan tingkat keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham (net earning available to common stockholder). Jones (1996) mengemukakan bahwa PER merupakan aspek yang paling menarik bagi analis keuangan. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini merupakan yang paling sering digunakan dibandingkan dengan metode yang lain. Keunggulan pendekatan ini adalah kemudahan dan kesederhanaan dalam penerapannya, namun seperti halnya metode yang lain pendekatan ini memerlukan penaksiran terhadap masa depan yang tidak pasti. Penelitian yang dilakukan oleh Elton dan Gruber (1991), menghubungkan PER dengan tingkat keuntungan yang diperkirakan dan diperoleh hasil PER = 4 + 2,3 x pertumbuhan laba. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terjadi hubungan yang positif antara tingkat keuntungan yang diperkirakan terhadap PER. Pertumbuhan laba suatu perusahaan sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan PER saham perusahaan tersebut sebesar 2,3%. Apabila suatu saham diperkirakan mempunyai pertumbuhan laba sama dengan 10, maka PER saham tersebut diperkirakan sebesar 4 + 2,3 (10) = 27. Apabila saham tersebut ditawarkan saat ini dengan PER kurang dari 27 maka saham tersebut potensial untuk dibeli. Penelitian lain dilakukan oleh Chandra (1994) dengan menggunakan cross sectional model mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi PER bukan hanya pertumbuhan earnings, tetapi faktor-faktor lain yaitu variabilitas tingkat keuntungan investasi dan juga dividend payout ratio. Mpaata and Sartono (1997) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PER dengan menggunakan data perusahaan-perusahaan Amerika yang dipublikasikan dalam dividend achiever. Dalam penelitian tersebut digunakan tujuh variabel yaitu penjualan, Dividend payout ratio, aktiva tetap, leverage, Return on Equity, skala dan pertumbuhan laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketujuh variabel tersebut berpengaruh secara signifikan dan konsisten untuk enam industri yang berbeda. Arfentyas (1999) melakukan penelitian variabel-variabel yang mempengaruhi Price Earning Ratio sahamsaham di BEI dengan periode penelitian tahun 1994-1995 menyimpulkan bahwa hanya variabel dividend payout ratio yang menunjukkan hubungan secara signifikan. Berdasarkan teori tentang Price Earning Ratio dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini akan melakukan analisis tentang 65 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 pengaruh beberapa faktor yaitu Pertumbuhan penjualan, Pertumbuhan Return on Equity, Dividend Payout Ratio, Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Tingkat inflasi dan Pertumbuhan rasio hutang terhadap price earning ratio saham-saham di BEI. TELAAH PUSTAKA Price Earnings Ratio (PER) merupakan salah satu pendekatan yang sering dipergunakan oleh analis sekuritas untuk menilai suatu saham. Pendekatan ini mendasarkan pada rasio antara harga saham per lembar yang berlaku di pasar modal dengan tingkat keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham. Hasil perhitungan berdasarkan pendekatan ini menunjukkan seberapa besar investor mau membayar untuk setiap rupiah (mata uang lain) keuntungan dari saham yang dilaporkan. Seandainya diketahui harga per lembar suatu saham saat ini Rp 10.000, sedangkan earning per share adalah sebesar Rp 1000, maka PER=10.000/1000 = 10x, ini berarti bahwa investor mau membayar sebesar Rp 10,- untuk setiap Rp 1 keuntungan saham yang dilaporkan. Beberapa analis menyatakan bahwa PER menunjukkan jangka waktu kembalinya investasi yang telah ditanamkan oleh investor. Seandainya diketahui PER suatu saham adalah 8X, hal ini berarti bahwa investasi yang ditanamkan oleh seorang investor akan kembali dalam kurun waktu waktu 8 tahun, karena besarnya laba per tahun dari saham adalah 100% : 8 = 12,5% dari harga saham. Price Earning Ratio Price Earning Ratio merupakan perbandingan antara harga saham dengan laba per saham (earning per share). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut : PER = Po/E1 PER = [D1 / (r-g)]/E1 Karena D1= E1(1-b), maka : PER = [E1(1-b)/(r-g)]/E1 PER = (1-b)/(r-g) dimana : PER : price earning ratio Po : harga saham pada tahun ke 0 E1 : perkiraan laba pada tahun yang akan datang (1-b) : dividend payout ratio r : required rate of return g : pertumbuhan dividen Pertumbuhan Penjualan Nilai suatu saham sesungguhnya ditentukan oleh kondisi fundamental perusahaan. Investor membuat keputusan mananamkan uangnya dengan membeli saham setelah mempertimbangkan laba emiten, pertumbuhan penjualan dan aktiva selama kurun waktu tertentu. Penjualan merupakan pendapatan perusahaan atas produk baik barang maupun jasa yang terjual sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan. Besarnya laba yang diperoleh suatu perusahaan 66 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 dalam suatu tahun tergantung kepada besarnya penjualan ini. Pemilihan atas faktor ini terutama didasarkan pada konsep yang menyatakan bahwa penjualan mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menjelaskan tentang potensi perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) dalam jangka panjang dibandingkan dengan faktor lain yang berbasiskan laba karena laba dipengaruhi oleh pengeluaran-pengeluaran yang bersifat temporer seperti biaya promosi, pengembangan produk dan sebagainya (Munir, 1997). Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang positif merupakan perusahaan dengan prospek yang baik. Potensi perusahaan yang bagus akan membawa pengaruh yang positif terhadap harga sahamnya, sehingga berpengaruh secara positif pula terhadap PER saham perusahaan tersebut. Pertumbuhan Return on Equity ROE merupakan rasio yang sangat penting bagi pemilik perusahaan (the common stockholder), karena rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh manajemen dari modal yang disediakan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain ROE menunjukkan keuntungan yang akan dinikmati oleh pemilik saham. Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal. Dividend Payout Ratio Bagian terbawah laporan rugi laba perusahaan atau yang sering dikenal sebagai the bottom line adalah pos laba bersih. Bagian inilah yang menjadi dasar penentuan dividen. Dividend payout ratio (DPR) merupakan bagian laba bersih yang dibagikan sebagai dividen sehingga persamaannya adalah (1-b), dimana b merupakan bagian laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali. DPR dihitung berdasarkan rasio antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS). Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia Price earning ratio berkaitan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor (the required rate of return). Besarnya r pada umumnya ditentukan oleh the economy’s risk free rate (RFR), tingkat inflasi selama periode investasi (I) dan premi risiko. Dalam penelitian ini karena menyangkut risk free rate yang berlaku di Indonesia, maka digunakan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia yaitu surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah sehingga dapat dipakai sebagai investasi yang tidak mengandung risiko. EA Koetin (1994) mengemukakan bahwa tingkat bunga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pasar modal, yaitu pada tingkat bunga yang tinggi mendorong pemilik modal untuk menyimpan uangnya dalam tabungan dan deposito sehingga permintaan saham akan menurun. Hal tersebut akan mempengaruhi terhadap harga saham sehingga akan mempengaruhi PER. 67 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 Tingkat Inflasi Inflasi merupakan tingkat kenaikan harga-harga secara umum. Secara mikro adanya inflasi membawa dampak terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan. Dalam penelitiannya Van Horne (1986) menjelaskan bahwa secara umum inflasi akan mengganggu keputusan capital budgeting. Adanya inflasi akan menambah penghasilan (total revenue), namun biaya penyusutan tidak berubah sehingga kenaikan total cost tidak sebesar kenaikan total revenue. Dengan demikian terjadi kenaikan net income. Adanya kenaikan laba bersih merupakan signal positif bagi investor dipasar modal, dimana hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menaikkan harga suatu saham yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai PER saham tersebut. Debt to Equity Ratio Financial risk merupakan risiko tambahan bagi perusahaan akibat adanya keputusan pendanaan menggunakan utang dan atau preferred stock. Ada beberapa cara untuk mengukur financial risk, namun pada penelitian ini digunakan persamaan Debt to Equity ratio. Persamaannya adalah sebagai berikut: Debt to Equity Ratio = πππ‘ππ π·πππ‘ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦ Karena yang diukur adalah pertumbuhan dari financial risk ini maka persamaannya: ΔDER =[(DERn / DERn-1 ) – 1] x 100% dimana : DERn : debt to equity ratio pada tahun ke n DERn-1 : debt to equity ratio pada tahun ke n-1 Telaah Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Price Earning Ratio telah dilakukan. Salah satu peneliti awal adalah Whitbeck-Kisor (1963) yang melakukan penelitian dengan menggunakan tiga variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap PER yaitu tingkat pertumbuhan laba, dividend payout ratio (DPR), dan deviasi standar tingkat pertumbuhan. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan laba dan dividend payout ratio mempunyai tanda positif sehingga kenaikan kedua faktor tersebut akan meningkatkan PER, sebaliknya deviasi standar tingkat pertumbuhan mempunyai tanda negatif yang berarti bahwa kenaikan faktor tersebut akan menurunkan PER. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Elton dan Gruber (1991) yaitu dengan menghubungkan PER dengan tingkat keuntungan yang diperkirakan dan diperoleh hasil PER = 4+2,3 (pertumbuhan laba). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terjadi hubungan yang positif antara tingkat keuntungan yang diperkirakan terhadap PER. Pertumbuhan laba suatu perusahaan sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan PER saham perusahaan tersebut sebesar 2,3%. 68 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 Mpaata and Sartono (1997) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PER dengan menggunakan data perusahaan-perusahaan Amerika yang dipublikasikan dalam dividend achiever. Dalam penelitian tersebut digunakan tujuh variabel yaitu penjualan, Dividend payout ratio, aktiva tetap, leverage, Return on Equity, skala dan pertumbuhan laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketujuh variabel tersebut berpengaruh secara signifikan dan konsisten untuk enam industri yang berbeda. Arfentyas (1999) melakukan penelitian variabel-variabel yang mempengaruhi Price Earning Ratio sahamsaham di BEI dengan periode penelitian tahun 1994-1995 menyimpulkan bahwa hanya variabel dividend payout ratio yang menunjukkan hubungan secara signifikan. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : tidak ada hubungan yang signifikan masing-masing faktor terhadap PER saham perusahaan yang terdaftar di BEI H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Pertumbuhan Penjualan terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI H2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Pertumbuhan ROE terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI H3 : Terdapat hubungan yang signifikan antara dividend payout ratio terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI H4 : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat suku bunga SBI terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI H5 : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat inflasi terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI H6 : Terdapat hubungan yang signifikan faktor pertumbuhan DER terhadap PER saham saham perusahaan yang terdaftar di BEI METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder tentang laporan keuangan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Periode amatan dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Data laporan keuangan diperoleh dari buku Indonesia Capital Market Directory tahun 20092013. Untuk memperoleh data tentang tingkat inflasi dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) melalui website www.bi.go.id Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh saham yang listed di Bursa Efek Indonesia, mempunyai data harga saham penutupan dan earning per share. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling karena pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yaitu: 1. Perusahaan yang listed pada Bursa Efek Indonesia paling tidak pada tahun 2008 dan tetap terdaftar sampai dengan tahun 2012. 2. Dalam periode amatan (2009-2012) perusahaan tidak melakukan aktivitas yang dapat mempengaruhi jumlah dan harga saham seperti right issue, stock 69 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 split, dividend share, emisi saham baru, bonus shares, dan kebijaksanaankebijaksanaan lainnya. Langkah- langkah pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pemilihan saham-saham tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Kemudian dilakukan seleksi terhadap saham-saham yang tidak melakukan kebijakan yang dapat mempengaruhi jumlah dan harga saham selama periode amatan dan diperoleh jumlah 27 emiten. 2. Terhadap saham-saham yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dilakukan seleksi kembali yaitu terhadap saham-saham yang memiliki closing price serta earning per share. Berdasarkan ketentuan ini diperoleh sampel sebanyak 18 emiten. Variabel Penelitian Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio (PER) yang merupakan hasil pembagian dari closing price dengan earning per share (EPS). Rumus yang digunakan dalam menghitung price earning ratio adalah PER = Price/EPS. Variabel bebas yang digunakan adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan ROE, dividend payout ratio, suku bunga SBI, tingkat Inflasi, pertumbuhan debt to equity ratio. Rumus yang digunakan untuk mencari masing-masing pertumbuhan dari variabel ini adalah Xt = [(Xt / Xt-1) –1]x 100% dimana Xt adalah nilai dari variabel bebas tertentu pada tahun tertentu, Xt-1 nilai variabel bebas pada satu tahun sebelumnya. Uraian tentang hubungan antar variabel adalah sebagai berikut : 1. Hubungan Pertumbuhan penjualan terhadap PER Pertumbuhan penjualan mencerminkan prospek perusahaan dan profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang. Apabila pertumbuhan penjualan positif diharapkan profitabilitas perusahaan meningkat dan prospek perusahaan semakin baik. Dengan demikian semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, akan mendorong kenaikan harga saham karena pada dasarnya harga saham dipengaruhi oleh profitabilitas di masa yang akan datang dan resiko yang ditanggung oleh pemodal. Adanya kenaikan harga saham menyebabkan kenaikan PER. Jadi variabel ini diprediksi mempunyai hubungan yang positif (+) terhadap PER. Sales ↑ → Profit ↑ → Price of stock ↑ → PER ↑ 2. Hubungan pertumbuhan Return on Equity terhadap PER Return on Equity (ROE) menunjukkan besarnya laba bersih yang dihasilkan untuk setiap ekuitas. Adanya pertumbuhan ROE diharapkan terjadi kenaikan harga saham yang lebih besar daripada kenaikan earning karena adanya prospek perusahaan yang semakin baik, sehingga akan meningkatkan PER. Dengan demikian diprediksi bahwa terdapat hubungan yang positif (+) antara pertumbuhan ROE dan PER. Secara ringkas dapat digambarkan : Net Income ↑ → ROE ↑ → Price of stock ↑ → PER ↑ 3. Hubungan Dividend Payout Ratio dan PER Arus kas yang diterima oleh investor atau pemegang saham sehubungan dengan kegiatannya di pasar modal adalah dividen dan hasil penjualan kembali suatu saham. Dividen yang diterima investor atau pemegang saham 70 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 besarnya tergantung pada dividend payout ratio (DPR) yaitu bagian dari laba perusahaan yang dibayarkan sebagai dividen. Saham dengan dividen yang tinggi merupakan salah satu faktor yang menarik bagi investor sehingga dapat menaikkan harga saham. Kenaikan harga saham akan meningkatkan PER. Jadi diduga Dividend Payout Ratio mempunyai hubungan yang positif (+) terhadap PER. DPR ↑ → Price of stock ↑ → PER ↑ 4. Hubungan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap PER. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal (required rate of return) menunjukkan besarnya keuntungan yang dianggap layak bagi pemodal. Besarnya tingkat keuntungan yang disyaratkan pemodal di Indonesia antara lain didasarkan pada tingkat bunga SBI (risk free rate) yang berlaku. Tingkat bunga SBI yang meningkat mendorong investor untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan atau deposito. Sedikitnya peminat saham mengakibatkan harga saham turun sehingga PER menjadi turun pula. Dengan demikian diduga terdapat hubungan yang negatif antara tingkat bunga dan PER. RF ↑→ Required Rate of Return (r) ↑ → PER ↓ 5. Hubungan tingkat inflasi dengan PER Inflasi menunjukkan keadaan terjadinya kenaikan harga - harga secara umum. Bagi perusahaan adanya kenaikan inflasi akan mempengaruhi struktur keuangannya. Kenaikan harga produk akan meningkatkan total revenue. Disisi lain kenaikan bahan baku, tenaga kerja dan sebagainya akan meningkatkan total cost, namun karena nilai dari depresiasi tidak terpengaruh dengan adanya inflasi maka kenaikannya tidak sebesar kenaikan total revenue. Selisih total revenue dengan total cost merupakan laba perusahaan sebelum pajak dimana nilainya relatif lebih besar dibandingkan dengan tidak ada inflasi. Pajak yang dibayarkan adalah sebesar prosentase tertentu dikalikan laba bersih, sehingga laba setelah pajak akan meningkat dengan adanya inflasi ini. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen akan semakin besar, akibatnya PER akan naik. Jadi diduga bahwa hubungan inflasi dengan PER adalah positif (+). Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut : Inflasi ↑→ Net Income ↑→ Price of stock ↑ → PER ↑ 6. Hubungan pertumbuhan Debt to Equity Ratio dengan PER DER menggambarkan perbandingan antara total hutang dan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai pendanaan usaha. Semakin besar DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang dibandingkan dengan ekuitas. Semakin besar DER mencerminkan solvabilitas perusahaan semakin rendah sehingga kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya adalah rendah, hal ini berarti bahwa resiko perusahaan (financial risk) relatif tinggi. Adanya resiko yang tinggi menyebabkan investasi pada suatu saham akan kurang menarik terutama bagi investor yang bukan risk taker, akibatnya harga saham akan turun sehingga PER akan turun pula. Jadi diduga terjadi hubungan yang negatif (-) antara DER dengan PER. DER ↑ → solvabilitas ↓ → Financial risk ↑ → Price of stock ↓ → PER ↓ 71 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 Teknik Analisis Untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor yang diteliti terhadap PER maka penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Perumusan model regresi adalah : PERit= a+b1 gsalest+b2 gROEt+b3 DPRt+b4 INTt+b5 INFLt+b6 gDERt + et Dimana: PERit = Price earning ratio saham i pada tahun ke t a = intersep gSalest = Pertumbuhan penjualan pada tahun ke- t gROEt = pertumbuhan Return on Earning pada tahun ke-t DPRt = Dividend Payout ratio pada tahun ke-t INTt = tingkat suku bunga SBI pada tahun ke-t INFLt = tingkat inflasi pada tahun ke-t gDERt = pertumbuhan Debt to Equity ratio pada tahun ke-t b1, b2, b3, b4, b5, b6 = koefisien variabel bebas et = variabel pengganggu HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Price earning ratio saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Faktor-faktor yang diamati adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), tingkat inflasi, dan pertumbuhan debt to equity ratio. Metode analisis yang digunakan didasarkan pada model regresi linier berganda dan diproses menggunakan program SPSS. Analisis diawali dengan melakukan uji asumsi klasik dan dilanjutkan dengan analisis terhadap pengujian hipotesis. Uji Asumsi Klasik Dari hasil regresi, nilai korelasi antar variabel bebas terdapat nilai yang lebih besar dari 0,8 yaitu korelasi antara pertumbuhan penjualan (gSales) dan pertumbuhan debt to equity ratio (gDER) sebesar 0.955. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang hampir sempurna diantara kedua variabel tersebut atau dengan kata lain terjadi multikolinearitas. Nilai Durbin Watson sebesar 2,214 menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi diantara variabel-variabel yang diteliti, dengan demikian model regresi tersebut dapat dipergunakan untuk menaksir nilai variabel tergantung pada nilai variabel bebas tertentu. Oleh karena terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel yang diteliti, maka ada dua alternatif penyelesaiannya (Cooper dan Emory, 1991) yaitu 1. Memilih salah satu variabel dan menghilangkan yang lainnya 2. Membuat variabel baru yang berupa gabungan dari variabel yang saling berkorelasi tinggi dan menggunakan variabel baru sebagai penggantinya. Dari dua alternatif tersebut dalam penelitian ini diputuskan untuk memilih alternatif yang pertama sehingga perlu dihilangkan salah satu variabel 72 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 yang terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien regresi pertumbuhan penjualan terhadap PER adalah 0,07299 sedangkan koefisien regresi pertumbuhan debt to equity ratio terhadap PER adalah sebesar 0,0108, artinya variabel pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh terhadap nilai PER yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh dari variabel gDER. Oleh karena itu variabel pertumbuhan penjualan tetap dipergunakan dalam penelitian ini, sedangkan variabel pertumbuhan debt to equity ratio dihilangkan dari persamaan regresi. Dengan demikian persamaan regresi yang baru adalah sebagai berikut : PERit= a + b1 gsalest + b2 g ROEt + b3 DPRt + b4 INTt + b5 INFLt + et Dengan tidak dimasukkannya variabel pertumbuhan debt to equity ratio maka korelasi antar variabel bebas tidak ada yang benilai lebih dari 0,8 sehingga tidak terjadi multikolinieritas. Sedangkan nilai Durbin Watson sebesar 2,204 menunjukkan tidak terjadinya autokorelasi dalam persamaan regresi tersebut. Uji Teoritis dan Uji Hipotesis Hasil perhitungan regresi linear berganda dengan menggunakan variabel tergantung adalah Price earning ratio (PER), sedangkan variabel bebasnya adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi secara ringkas beserta penjelasannya adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Regresi Linear Berganda Price Earning Ratio 73 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 Berdasarkan hasil regresi seperti yang tercantum pada tabel 4.1. maka dapat dirumuskan persamaan regresi sebagai berikut : PER = -0,277 + 0,0262(gSales) - 0,002385(gROE) + 0,236(DPR) + 0,654(INT) - 1,401(INFL) + et Uji F Secara serentak semua variabel bebas mempengaruhi variabel tergantung karena dari hasil regresi diketahui bahwa pada α (tingkat signifikansi) 5% nilai F hitung lebih besar daripada F tabel (Fhitung (211,002) > Ftabel (2,51304)), sehingga hipotesis nol yang menyatakan tidak ada pengaruh secara serempak pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, tingkat suku bunga SBI, dan tingkat Inflasi ditolak. Dengan demikian Price earning ratio dipengaruhi secara serempak oleh pertumbuhan penjualan, pertumbuhan return on equity, dividend payout ratio, tingkat suku bunga SBI, dan tingkat Inflasi. Uji R2 Nilai R2 sebesar 0.941 menunjukkan bahwa 94,1% price earning ratio bias dijelaskan oleh variabel bebas yang diteliti secara bersama-sama. Sedangkan sisanya sebesar 5,9% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Analisis Hubungan Variabel Bebas Terhadap Price Earning Ratio 1. Pertumbuhan Penjualan (gSales) Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa nilai koefesien regresi dari variabel gSales adalah 0,02617. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel pertumbuhan penjualan dengan nilai PER. Kenaikan 1 satuan gSales menyebabkan kenaikan PER sebesar 0,02617 satuan, dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hubungan variabel ini terhadap PER sesuai dengan prediksi yang telah ditetapkan yaitu diduga adanya hubungan yang positif antara gSales dengan PER. Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel ini adalah 1,588 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi (α) 5% adalah 1,996. Jadi nilai thitung < t tabel, ini berarti bahwa Ho diterima sedangkan Ha ditolak. Dengan kata lain variabel gSales tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PER. Teori menunjukkan bahwa nilai suatu saham sesungguhnya ditentukan oleh kondisi fundamental perusahaan antara lain adalah pertumbuhan penjualan. Adanya pertumbuhan penjualan dapat dipakai sebagai petunjuk tentang prospek dari perusahaan. Semakin besar nilai pertumbuhan penjualan suatu perusahaan menunjukkan semakin baik prospeknya sehingga dapat mempengaruhi harga saham secara positif dan dapat mempengaruhi nilai PER secara positif pula. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa hasil secara teoritis dengan secara satisitik sesuai, namun uji t menunjukkan bahwa variabel gSales tidak secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER. Dengan demikian 74 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 disimpulkan bahwa nilai pertumbuhan penjualan tidak layak digunakan sebagai alat analisa terhadap nilai price earning ratio saham-saham pada Bursa Efek Indonesia. 2. Pertumbuhan return on equity (gROE). Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel gROE adalah sebesar -0,002385. Tanda negatif menunjukkan adanya hubungan yang bersifat terbalik antara variabel gROE dengan PER. Dengan asumsi variabel yang lain konstan, kenaikan variabel ini menyebabkan penurunan nilai PER, namun pengaruhnya sangat kecil yaitu 0,002385. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya karena diprediksikan hubungan faktor ini terhadap PER adalah positif. Uji t untuk melihat signifikansi pengaruh secara individu dari variabel ini menunjukkan nilai t hitung sebesar –0.525, sedangkan t tabel pada uji dua sisi dengan tingkat signifikansi (α) 5% dan degree of freedom (df) 67 diperoleh nilai 1,996. Dengan demikian nilai t hitung < t tabel, ini berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak atau dengan kata lain tidak terdapat pengaruh secara individu dan signifikan antara variabel gROE terhadap PER. Secara teoritis adanya pertumbuhan return on equity menunjukkan prospek perusahaan yang baik sehingga dapat meningkatkan permintaan akan saham tersebut dan mendorong kenaikan harga saham. Adanya kenaikan harga saham akan meningkatkan nilai price earning ratio. Jadi terdapat hubungan yang positif antara gROE dengan PER. Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah bahwa berdasarkan analisis terhadap variabel gROE terdapat perbedaan hasil secara statistik dengan secara teori, dan secara individu tidak ada pengaruh yang signifikan variabel ini terhadap PER, dengan demikian variabel gROE tidak tepat untuk digunakan dalam analisis terhadap nilai price earning ratio saham-saham pada Bursa Efek Indonesia. 3. Dividend Payout Ratio (DPR) Hasil regresi menunjukkan bahwa koefesien regresi dari variabel ini adalah 0,236 artinya bahwa kenaikan DPR sebesar 1 satuan akan meningkatkan PER sebesar 0,236 satuan. Jadi terdapat hubungan yang positif antara variabel DPR dengan PER. Hal ini sesuai dengan hasil yang diharapkan dimana diprediksikan bahwa kenaikan dividend payout ratio akan meningkatkan price earning ratio. Berdasarkan uji t diketahui bahwa variabel DPR mempunyai nilai thitung lebih besar daripada nilai t tabel pada tingkat signifikansi (α) 5% (t hitung (31,988) > t tabel (1,996)). Ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak dan menunjukkan secara individu dan signifikan dividend payout ratio berpengaruh terhadap nilai price earning ratio. Secara teoritis model dasar tentang harga saham menunjukkan bahwa kenaikan dividen tunai akan meningkatkan harga saham. Besarnya dividen yang dibagikan antara lain tergantung pada besarnya bagian laba perusahaan yang dibagikan sebagai dividen dan disebut sebagai dividend payout ratio. 75 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 Dengan demikian kenaikan DPR dapat mempengaruhi harga saham secara positif yang berarti memepengaruhi price earning ratio secara positif pula. Karena secara statistik maupun secara teori terdapat kesesuaian hasil tentang pengaruh DPR terhadap PER, dan berdasarkan nilai uji t membuktikan bahwa secara individual variabel ini berpengaruh secara signifikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dividend payout ratio dapat digunakan sebagai alat analisa terhadap nilai price earning ratio saham-saham pada Bursa Efek Indonesia. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Arfentyas tahun 1999. 4. Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia Koefesien regresi variabel ini bernilai positif yaitu 0,654 sehingga kenaikan variabel ini menyebabkan perubahan yang searah pada nilai price earning ratio. Kenaikan 1 satuan tingkat bunga SBI menyebabkan kenaikan price earning ratio sebesar 0,654. Hasil ini tidak sesuai dengan prediksi yang menyatakan bahwa kenaikan tingkat bunga SBI diduga menyebabkan penurunan nilai PER atau dengan kata lain mempunyai hubungan yang negatif. Berdasarkan uji t diketahui nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah 1,996 sedangkan nilai t hitung variabel ini 2,344, dengan demikian nilai thitung > t tabel. Hal ini berarti bahwa Ho ditolak dan Ha di terima, artinya variabel tingkat bunga SBI secara signifikan berpengaruh terhadap nilai price earning ratio. Teori menyebutkan bahwa required rate of return (r) mempunyai hubungan yang negatif terhadap nilai PER. Sedangkan nilai r dipengaruhi oleh besarnya tingkat bunga bebas risiko (Rf). Jadi semakin besar nilai Rf maka semakin tinggi nilai r. Dengan demikian secara tidak langsung terdapat hubungan yang negatif antara nilai tingkat bunga bebas risiko dengan nilai PER. Kenaikan tingkat bunga bebas risiko akan menyebabkan penurunan nilai PER. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa secara statistik arah hubungan variabel tingkat bunga SBI terhadap PER berbeda dengan teori. Hal ini bias terjadi karena jumlah sampel pada penelitian ini yang kurang mencukupi atau terjadinya multikolinearitas atau autokorelasi yang tidak terdeteksi berdasarkan teori statistik yang dipakai sebagai acuan pada penelitian ini, sehingga hasil regresi kurang tepat ditunjukkan antara lain pada kasus ini yaitu kenaikan tingkat bunga ternyata tidak diikuti oleh penurunan nilai PER. Berdasarkan hal tersebut maka meskipun secara uji t variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap PER namun karena tidak sesuai dengan teori yang melandasinya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat bunga SBI kurang tepat digunakan sebagai alat analisa terhadap nilai price earning ratio saham-saham pada Bursa Efek Indonesia. 5. Tingkat Inflasi Nilai koefesien regresi variabel ini adalah -1,401. Tanda negatif pada koefisien tersebut menujukkan hubungan yang tidak searah antara tingkat 76 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 inflasi dengan dengan nilai PER, artinya bahwa kenaikan 1 satuan tingkat inflasi menyebabkan penurunan nilai PER sebesar 1,401 satuan dengan asumsi variabel yang lain tetap. Hasil ini tidak sesuai dengan prediksi yang telah ditetapkan yaitu adanya hubungan yang searah antara tingkat inflasi dengan nilai PER. Hasil uji t menunjukkan nilai t hitung variabel ini adalah –1,438 sedangkan nilai t tabel dua sisi pada tingkat signifikansi (α) 5 % sebesar 1,996 sehingga nilai t hitung > t tabel. Dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak, artinya bahwa variabel tingkat inflasi tidak secara signifikan berpengaruh terhadap nilai PER. Teori menunjukkan bahwa adanya inflasi menyebabkan adanya kenaikan net income perusahaan yang merupakan signal positif bagi investor sehingga dapat menyebabkan kenaikan harga suatu saham. Jadi secara tidak langsung tingkat inflasi mempunyai hubungan yang positif terhadap nilai price earning ratio. Dari analisis di atas diketahui bahwa hasil secara statistik berbeda dengan teori yang melandasi dan berdasarkan nilai uji t diperoleh hasil bahwa variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai PER, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak layak digunakan sebagai alat analisa terhadap nilai price earning ratio saham-saham pada Bursa Efek Indonesia. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Uji signifikansi berdasarkan uji t menunjukkan bahwa hanya dua variabel yang secara individual dan signifikan berpengaruh terhadap nilai PER, yaitu variabel tingkat bunga SBI dan dividend payout ratio. Namun hasil uji t ini bila dikaitkan dengan teori dan prediksi hubungannya terhadap PER hanya variabel dividend pay out ratio yang sesuai. Dengan demikian disimpulkan hanya variabel dividend payout ratio yang tepat untuk digunakan dalam analisa nilai price earning ratio saham-saham pada BEI. Dan ini berarti bahwa dividen payout ratio merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai price earning ratio pada Bursa Efek Indonesia. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai price earning ratio di Bursa Efek Indonesia adalah dividend payout ratio. Hubungan kedua faktor tersebut adalah positif sehingga semakin tinggi nilai DPR maka semakin tinggi nilai PER. Hal ini merupakan indikasi bahwa dividen merupakan faktor yang menarik dalam perdagangan saham di BEI. Oleh karena itu bagi perusahaan yang ingin menaikkan nilai price earning ratio sahamnya, hendaknya kebijakan yang dijalankan lebih terfokus pada kebijakan atas dividennya. Yaitu kebijakan dividen yang optimal, untuk menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dengan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang sehingga dapat memaksimalkan harga saham. 77 PRESTASI VOL. 12 NO. 2 – DESEMBER 2013 ISSN 1411 – 1497 DAFTAR PUSTAKA Arfentyas. 1999. “Analisis variabel-variabel yang mempengaruhi PER sahamsaham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Laporan Internship. MM UGM ( tidak dipublikasikan). Chandra, Yosep. 1994, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio dengan Menggunakan Cross Sectional Model, Thesis Sarjana Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan). Cooper, Donald R and C.W. Emory (1995). Business Research Method, 6th. Ed, Homewood, III : Irwin Elton, J.E. and Gruber, MJ (1995). Modern Portfolio and Invesment Analysis. 5th. Ed., New York. ; John Wiley & Sons, Inc Husnan, Suad (1998). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Koetin, E,A (1996). Suatu Pedoman Investasi dalam Efek di Indonesia Pasar Modal Indonesia (1997), Retrospeksi Lima tahun Swastanisasi BEI, PT Jayakarta Agung Offshet. Mpaata, Sartono (1997). Faktor Determining Price - Earnings (P/E) ratio, Kelola No. 15/VI/1997, hal 133-150 Munir, Misbahul, 1997. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio saham-saham di Bursa Efek Indonesia”. Laporan Internship. MM UGM. (tidak dipublikasikan) Reilly, F.K. (1994). Invesment Analysis And Portfolio Management, 4th. Ed., International Edition, The Dryden Press. Van Horne, James C. 1986. Financial Management and Policy, Ninth Edition, New Jersey: Prentice-Hall International Editions. Whitbeck, V. and M. Kisor. 1963, “A New Tool In Invesment Decision Making Financial Analiysis”.(May-Juny) : 55-62. 78