Peranan Epitel Alveoli pada Edema Paru Non-kardiogenik

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Epitel Alveoli
pada Edema Paru Non-kardiogenik
Jatu A, Lusiana SU
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
ABSTRAK
Struktur alveoli terdiri dari 3 macam sel, yakni sel tipe 1, sel tipe 2, dan makrofag alveolar. Epitel alveoli berperan dalam resolusi edema
paru non-kardiogenik antara lain pengeluaran cairan alveoli ke interstitial, repair epitel, serta normalisasi produksi surfaktan. Proses resolusi
bertujuan menjaga kantung alveoli tetap kering, terjadi melalui proses transpor aktif ion dan cairan secara transeluler dan paraseluler. Transpor
ion dan cairan dalam epitel alveoli terganggu pada edema paru non-kardiogenik pada apikal dan membran basalis alveoli. Edema paru
didefinisikan sebagai akumulasi cairan abnormal di dalam kompartemen ekstravaskuler paru. Edema paru menyebabkan gagal napas dan
berakibat fatal. Penanganan yang tepat dan cepat akan mencegah perburukan klinis.
Kata kunci: Alveoli, edema paru non-kardiogenik, epitel, gagal napas
ABSTRACT
Alveoli structure consists of 3 types of cell namely type 1 cell, type 2 cell, and alveolar macrophages. The role of alveoli epithelial
in resolution noncardiogenic pulmonary edema is reabsorption of liquid alveoli to interstitial, epithelium repair, and normalization
surfactant production. The goal is to keep alveoli sacs stay dry that occur through ion and fluids active transport process in transcellular
and paracellular pathways. There is impairment in ion and fluid transport in apical and membranous ganglia of epithelial alveoli in
noncardiogenic pulmonary edema. Pulmonary edema is defined as an abnormal accumulation of fluid in the pulmonary extravascular
compartments. Pulmonary edema causes respiratory failure and could be fatal. The appropriate and fast management would prevent clinical
worsening. Jatu A, Lusiana SU. The Role of Epithelial Alveoli in Noncardiogenic Pulmonary Edema.
Keywords: Alveoli, noncardiogenic pulmonary edema, epithelial, respiratory failure
PENDAHULUAN
Jumlah relatif cairan intravaskuler dan
ekstravaskuler paru sebagian besar diatur
oleh permeabilitas membran kapiler. Edema
paru didefinisikan sebagai akumulasi
cairan abnormal di dalam kompartemen
ekstravaskuler paru. Edema paru dapat
menyebabkan gagal napas dan berakibat
fatal. Penanganan edema paru yang tepat
dan cepat akan mencegah perburukan
klinis.1,2 Edema paru secara garis besar
terbagi menjadi dua tipe, yaitu edema
paru kardiogenik (edema hidrostatik,
hemodinamik) dan edema paru nonkardiogenik (edema paru peningkatan
permeabilitas, acute lung injury/ALI, acute
respiratory distress syndrome/ARDS). Gejala
klinis keduanya hampir sama sehingga sulit
dibedakan. Kemampuan untuk membedakan penyebab edema paru sangat penting,
Alamat korespondensi
karena mekanisme dan tata laksananya
berbeda.3-5
ALVEOLI DAN STRUKTUR DI SEKITARNYA
Perkembangan alveoli embrional dimulai
pada usia kehamilan 30 - 32 minggu dan
jumlahnya berkembang secara eksponensial
hingga menjelang kelahiran. Luas alveoli saat
lahir diperkirakan 3 - 4 m2 dengan morfologi
masih sangat berbeda dibanding alveoli
dewasa. Sruktur alveoli bayi akan terlihat
sama dengan dewasa saat 2 bulan setelah
lahir.6,7
Sel tipe 1 dan tipe 2 berkembang dari
endoderm. Sel tipe 1 dan tipe 2 sudah
dapat dibedakan pada usia kehamilan 30
- 32 minggu, karena pada sel tipe 2 ada
lamella yang nampak setelah pengecatan
histokimia dengan monoclonal antibody,
surfactant-related protein specific antibodies,
dan hybridization surfactant protein mRNA.
Jumlah surfaktan cukup untuk memenuhi
kebutuhan pernapasan pada usia kehamilan
30 - 32 minggu. Peran surfaktan dipengaruhi
hormon terutama glukokortikosteroid.6,7
Sel Tipe 1
Sel epitel alveoli tipe 1 adalah sel skuamosa
dengan diameter sekitar 50 - 100 μm dan
volume sekitar 2000 - 3000 μm.3 Sel tipe 1
tersusun membentuk dinding alveoli. Jumlah
sel tipe 1 sekitar 1/3 jumlah keseluruhan sel
epitel alveoli, namun melapisi hampir 95%
permukaan alveoli.8-11
Sel tipe 1 berisi beberapa vesikel berukuran
kecil yang disebut caveola. Pengecatan
histokimia
memperlihatkan
caveola
berisi protein caveolin-1. Analisis biokimia
email: [email protected]
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
271
TINJAUAN PUSTAKA
menunjukkan konsentrasi protein caveolin-1
dan mRNA yang tinggi di paru, yang diekspresikan oleh sel tipe 1 dan sel endotel
vaskuler. Aquaporin, kanal natrium, dan kanal
natrium kalium adenosine triphosphatase
(NaKATP-ase) terdapat pada sel tipe 1.6,10,12
Sel tipe 1 berperan penting pada pertukaran
gas secara pasif. Jarak antara permukaan
apikal sel tipe 1 dengan permukaan endotel
kapiler tipis, sehingga menyebabkan jarak
yang dibutuhkan gas untuk berdifusi juga
kecil. Sel tipe 1 berperan pada transpor
cairan serta ion ke dalam dan keluar alveoli.
Sel tipe 1 mengekspresikan kanal natrium
dan NaKATP-ase.6,10,12 Sel tipe 1 berperan
pada ekspresi transkripsi protein yang tidak
bisa diekspresikan oleh sel tipe 2, misalnya
aquaporin-5. Protein aquaporin-5 penting
karena merupakan protein utama yang
mampu mengekspresikan cairan melalui
kanal cairan.10
Sel Tipe 2
Sel epitel alveoli tipe 2 (granular pneumocyte,
giant corner cell, type 2 pneumocyte) adalah
sel kuboid dengan diameter sekitar 10 μm
dan volume sekitar 450 - 900 μm.3 Sel tipe
2 melapisi sekitar 5% permukaan alveoli,
jumlahnya sekitar 15% dari sel distal paru
dan bersifat lebih resisten terhadap cedera.
Permukaan apikal ditutupi oleh mikrovili.
Sitoplasma sel tipe 2 terisi beberapa organela
yang tersusun sebagian oleh fosfolipid
dan protein. Sitoplasma sel tipe 2 memiliki
aktivitas metabolisme yang tinggi.6,8-10,13,14
Sel tipe 2 dapat berproliferasi menjadi sel
tipe 1. Peristiwa ini terjadi pada kondisi
patologis, misalnya saat terjadi kerusakan
epitel. Peristiwa ini dipicu oleh trigger
factor seperti fibroblast growth factor (FGF),
hepatocyte growth factor (scatter factor), dan
heparin binding epithelial growth factor (HBEGF). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
kelangsungan fungsi epitel alveoli.8-10,13,15
Sel tipe 2 terutama berfungsi untuk sintesis
dan produksi epitel alveoli. Sel tipe 2
berperan untuk repair karena kemampuannya berproliferasi, dan berperan pada kultur
sel karena mempunyai protein spesifik yang
mampu berdiferensiasi menjadi sel tipe 1 dan
sel tipe 2. Protein tersebut diproduksi oleh
sel tipe 2, baik secara in vivo maupun in vitro,
yaitu laminin, fibronectin, entactin, tenascin,
dan kolagen tipe IV.8,10,12,13,16
272
Sel tipe 2 berperan pada sintesis, sekresi,
dan recycle surfaktan. Surfaktan adalah
suatu protein yang berfungsi untuk melapisi permukaan alveoli, menjaga tegangan permukaan agar alveoli tidak
kolaps, menjaga keseimbangan cairan di
alveoli serta fungsi pertahanan tubuh.
Surfaktan mampu memicu terjadinya opsonisasi patogen, sehingga memfasilitasi
eliminasi oleh makrofag. Salah satu jenis
surfaktan, yakni surfactant protein-A (SP-A),
diketahui mempunyai peran penting untuk
memperkuat sistem imun.6,13,14
Kanal ion yang berperan pada resorpsi ion
dan aquaporins tempat transpor cairan
transepitel terdapat pada sel tipe 2. Sel
tipe 2 juga mengekspresikan beberapa
aquaporin, yaitu kanal cairan yang mengatur
pergerakan cairan transepitel.13
Makrofag Alveoli
Makrofag alveoli (dust cell) adalah sel
berukuran besar dan mampu bergerak
aktif. Sel ini berasal dari monosit. Jumlah
makrofag alveoli sedikit dalam jaringan
ikat di dinding alveoli. Berdasarkan
lokasinya, makrofag di paru terdiri dari 4
jenis: makrofag alveoli, makrofag interstitial,
makrofag intravaskuler, dan sel dendritik.
Makrofag alveoli menempati tempat spesifik
di paru, yaitu pada lapisan surfaktan yang
diproduksi oleh sel tipe 2.11,12,17
Makrofag alveoli adalah makrofag tubuh
yang terpajan langsung oleh udara luar.
Makrofag alveoli terletak di antara jaringan
paru dan udara, sehingga merupakan
pertahanan utama terhadap benda asing
yang terhirup bersama udara pernapasan.
Makrofag alveoli mempunyai aktivitas
fagositosis dan mikrobisidal. Benda asing
berupa partikel kecil yang berdiameter
kurang dari 0,5 mikron dapat masuk ke
alveoli. Dua pertiga partikel tersebut akan
dikeluarkan bersama udara pernapasan,
dan sisanya akan dikeluarkan oleh makrofag
alveoli.11 Dua mekanisme yang berperan
pada perekrutan makrofag alveoli adalah
chemoattractive monosit ke dalam pembuluh darah paru dan replikasi monosit di
paru. Makrofag berikatan dengan berbagai
macam reseptor antara lain: imunoglobulin,
protein, komplemen, lipoprotein, lektin dan
marker permukaan, misalnya antibodi
monoklonal.17-18
Masa hidup makrofag alveoli tergantung
pada kondisi lingkungan, pada kondisi
biasa waktu hidup makrofag alveoli adalah
4 - 8 hari dan pada kondisi steril bisa lebih
panjang. Pada kondisi kultur di laboratorium
bisa mencapai 100 hari. Sebagian besar
makrofag alveoli dikeluarkan dari paru
melalui bronkus oleh proses mucocilliary
clearance dan sisanya dikeluarkan lewat
drainage limfatik.17
Makrofag alveoli dapat memproduksi
interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necrosis factor
(TNF), transforming growth factor-β (TGF-β),
fibroblast growth factor (FGF), chemotactic
factor, platelet derived growth factor (PDGF),
dan colony stimulating factors (CSFs).
Produksi sitokin tersebut tergantung pada
stimulus yang diterima. Stimulus terberat
yang biasa terjadi adalah lipopolisakarida
dan virus. Makrofag alveoli bisa diperoleh
melalui pemeriksaan bronchoalveolar lavage
(BAL).19
Makrofag alveoli berperan penting pada
pertahanan paru untuk menjaga paru tetap
kering dan steril. Pada kondisi normal,
makrofag berasal dari sumsum tulang.
Makrofag alveoli akan menuju lokasi
target untuk menangkap benda asing
dan mengeluarkannya melalui mucosiliary
clearance. Beberapa peran makrofag alveoli
antara lain:17,19
1. Presentasi reseptor di membran sel
2. Metabolisme asam arakidonat
3. Produksi reactive oxygen species (ROS)
4. Aktivitas antimikroba (fungsi fagolisosom)
5. Produksi sitokin
Rongga Interstitial
Lapisan interstitial pada septum alveoli
sangat tipis. Serat elastis dan matriks ekstraseluler yang diproduksi oleh fibroblast terdapat pada bagian tebal tempat barrier udara
dan pembuluh darah. Membran basalis
antara epitel alveoli dan endotel terpisah
pada tempat tersebut.6
Peran Epitel Alveoli pada Edema Paru
Kardiogenik
Reabsorpsi cairan edema merupakan aspek
penting resolusi. Epitel alveoli adalah kunci
peristiwa ini. Sel epitel alveoli berperan aktif
pada transpor ion dan zat terlarut, selain
sebagai barrier untuk lewatnya cairan ke
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
rongga udara, proses ini penting untuk
resolusi edema paru. Terdapat hubungan
antara transpor ion transepitelial dengan
clearance edema paru non-kardiogenik,
pasien dengan transpor ion transepitelial
baik akan menunjukkan peningkatan
resolusi edema paru non-kardiogenik dan
memperbaiki outcome dibandingkan pasien
dengan transpor ion transepitelial terganggu. Kondisi yang dapat menurunkan
aktivitas transpor natrium tersebut antara
lain: hipoksia, peningkatan sintesis nitric
oxide (NO), endothelin-1(ET-1), IL-1β, TNF-α,
dan serotonin. Endothelin-1 adalah suatu
vasokonstriktor yang berperan dalam
regulasi tekanan pembuluh darah pulmoner.
Kadar endothelin-1 pada edema paru nonkardiogenik meningkat. Aktivitas transpor
ion dapat meningkat pada pemberian agonis
β-adrenergik, sehingga bermanfaat untuk
meningkatkan clearance cairan alveoli dan
mempercepat resolusi edema paru.8,20-22
Pergerakan cairan melalui epitel alveoli
adalah proses interseluler yang menyertai
perbedaan tekanan osmotik akibat transpor
ion natrium melewati epitel alveoli.
Pergerakan cairan tidak hanya paraseluler
tetapi juga transeluler. Kanal khusus untuk
tempat lewatnya cairan disebut aquaporin.
Terdapat 4 macam aquaporin di paru.
Aquaporin yang dominan pada sel tipe 1
adalah aquaporin-5 yang merupakan tempat
utama clearance cairan edema paru. Cairan
paling banyak melewati sel tipe 1 karena
koefisien permeabilitas sel tipe 1 paling
tinggi. Penutupan jalur aquaporin akan
menghambat resolusi edema paru.20
Hipoksia dapat mengganggu transpor cairan
dari rongga udara di distal paru. Hipoksia
dapat terjadi pada kondisi di ketinggian atau
pada kondisi patologik lainnya. Percobaan
pada tikus yang dianestesi menunjukkan
bahwa hipoksia dapat mengganggu
clearance cairan oleh alveoli dengan cara
menghambat jalur amiloride sensitive.12
Reabsorpsi cairan edema tergantung pada
transpor aktif natrium dan klorida melewati
barrier epitel alveoli. Tempat utama untuk
reabsorpsi natrium dan klorida adalah kanal
ion epitel yang terletak pada membran
apikal sel epitel tipe 1 dan 2 serta jalan napas
distal. Natrium secara aktif keluar ke ruang
interstisial melewati NaKATP-ase yang terletak
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
pada membran basolateral sel tipe 2. Air akan
mengikuti secara pasif melewati aquaporin,
yaitu kanal air yang terutama terdapat pada
sel epitel tipe 1.23 Derajat cairan pada alveoli
tergantung pada luasnya edema interstitial,
kerusakan epitel alveoli, dan kemampuan
epitel alveoli untuk mengurangi cairan
edema pada alveoli. Kerusakan epitel alveoli
mengakibatkan penurunan kemampuan
untuk remove cairan pada alveoli, sehingga
memperlambat resolusi edema paru.24
Pada edema paru dapat terjadi abnormalitas
fungsi alveoli dengan atau tanpa
abnormalitas struktur alveoli. Jenis cedera
yang berbeda dapat juga terjadi pada
waktu yang bersamaan. Fase akut edema
paru ditandai dengan masuknya cairan
yang banyak mengandung protein ke
dalam rongga udara sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler. Membran ini terdiri dari dua barrier,
yakni endotel mikrovaskuler dan epitel
alveoli. Edema paru lebih dipengaruhi oleh
kerusakan endotel mikrovaskuler, akan tetapi
epitel alveoli berperan penting pada resolusi
dari edema paru. Derajat kerusakan epitel
paru adalah faktor penentu yang penting
pada resolusi edema paru.20-22
Secara fisiologis, epitel alveoli menunjukkan fungsi penting pada resolusi edema
paru. Proses reabsorpsi cairan edema dan
perbaikan epitel alveoli yang rusak akan diikuti oleh perbaikan klinis dari edema paru,
proses ini bisa berlangsung cepat atau
lambat tergantung kondisi epitel alveoli.
Organisasi membran hialin terjadi apabila
proses ini terganggu, sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis.25
Repair edema paru melibatkan proliferasi
dan diferensiasi sel epitel tipe 2. Resolusi
cairan edema merupakan proses sekunder
menyertai transpor ion natrium sel epitel
alveoli. Protein terlarut dalam cairan edema
akan dikeluarkan melalui proses difusi
paraseluler dan endositosis, sedangkan
makrofag akan menangkap protein yang
tidak terlarut kemudian terjadi proses
apotosis. Proliferasi bertahap dari fibroblas
dan miofibroblas terjadi apabila sel epitel
tidak dapat berproliferasi. Apoptosis sel
tipe 2 bersifat menetap, sehingga terjadi
fibrosis interstisial dan intraalveoli. Proses ini
dimodulasi oleh sitokin dan growth factor
yang dilepaskan oleh makrofag pada alveoli
yang mengalami edema.20,26
Peran sel tipe 2 sebagai sel progenitor
meningkat saat terjadi kerusakan struktural
alveoli.
Repair epitel
membutuhkan
koordinasi beberapa proses molekuler.
Repair optimal terjadi pada membran basalis
utuh, serta ketersediaan matriks fibrin untuk
adhesi, perluasan, dan migrasi sel. Matriks
tersebut antara lain: epithelial growth factor,
transforming growth factor, hepatocyte growth
factor, dan fibroblast growth factor.26
Proliferasi sel tipe 2 pada kondisi normal
berlangsung sekitar 4% per hari dan
meningkat pada kondisi edema paru.
Kemampuan barrier epitel alveoli untuk
resorpsi cairan edema dalam waktu 12
jam setelah onset cedera paru akut pada
sepertiga kasus.26
Penelitian lain menunjukkan bahwa pengeluaran cairan merupakan proses aktif
yang dipengaruhi oleh transpor aktif ion
melalui kanal yang ada di apikal sel epitel
alveoli, dibuktikan oleh pemberian amiloride
(penghambat pompa natrium). Hasilnya
adalah penurunan reabsorpsi cairan sebesar 40 - 70%. Pemberian ouabain in
vitro menunjukkan hambatan pada kanal
NaKATP-ase di basolateral membran
sel epitel, sehingga terjadi penurunan
reabsorpsi cairan edema sebanyak 90%.
Pemberian ouabain harus hati-hati karena
bersifat kardiotoksik.27
Sel yang terpapar dengan hipoksia selama
60 detik tidak akan menurunkan konsumsi
oksigen, namun bila hipoksia berlanjut,
konsumsi oksigen akan menurun. Hipoksia
selama 5 menit akan menurunkan konsumsi
oksigen sel epitel alveoli sebanyak 25%,
sedangkan apabila hipoksia berlanjut
selama 24 jam, konsumsi O2 akan turun
sebanyak 35%. Hipoksia selama 5 menit
bersifat reversible, namun setelahnya akan
menjadi irreversible. Sel akan beradaptasi
dengan jalan menurunkan aktivitas ATP-ase
yang memerlukan oksigen. Aktivitas protein
yang mengonsumsi oksigen turun sebesar
28% setelah hipoksia berlangsung selama 5
menit, dan 61% setelah hipoksia berlangsung
selama 24 jam.27
Karakteristik utama ARDS adalah sekumpulan
273
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel. Biomarker serum pada pasien ARDS23
Surfactant-associated protein
(SP-A, SP-B,SP-D)
Protein khusus di epitel paru
Mucin-associated antigen
KL-6/MUC1
Sitokin
Parameter serum lainnya
IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-15, TNF-á,
Marker aktivasi endotel
Adhesion molecules (E, L-selectin, ICAM-1, VCAM-1, VWF)
Marker aktivasi neutrofil
MMP-9, LTB-4, ferritin
Keterangan: SP: surfactant protein; KL: Krebs von den lungen; MUC: mucin; IL: interleukin; TNF-α: tumor necrosis factor alpha;
ICAM: intracellular adhesion molecule; VCAM: vascular cell adhesion molecule; VWF: von Willebrand factor: MMP: matrix
metalloproteinase; LTB: leukotriene B.
gejala yang ditandai oleh inflamasi difus dan
peningkatan permeabilitas pada endotel
vaskuler dan epitel alveoli. Berbagai macam
mediator inflamasi ditemukan meningkat
pada pasien ARDS meliputi protein,
endotoksin, TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-15,
chemokins, ferritin, marker aktivasi endotelium
(molekul adhesi, von-willebrand factor, MMP
serta leukotrien). Pemeriksaan biomarker
tersebut penting pada pasien ARDS, karena
dapat memperkirakan prognosis dan merencanakan penatalaksanaan yang tepat
sehingga pasien tidak mengalami komplikasi
yang lebih parah.23,29
RINGKASAN
Struktur alveoli terdiri dari 3 macam sel,
yakni sel tipe 1, sel tipe 2, dan makrofag
alveolar. Epitel alveoli berperan dalam
resolusi edema paru non-kardiogenik
antara lain pengeluaran cairan alveoli ke
interstitial, repair epitel, serta normalisasi
produksi surfaktan. Proses resolusi bertujuan
untuk menjaga kantung alveoli tetap kering,
melalui proses transpor aktif ion dan cairan
secara transeluler dan paraseluler. Edema
paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan
abnormal di dalam kompartemen ekstravaskuler paru. Pada edema paru nonkardiogenik terjadi gangguan transpor ion
dan cairan epitel pada apikal dan membran basalis alveoli. Edema paru dapat
menyebabkan gagal napas dan berakibat
fatal. Penanganan yang tepat dan cepat akan
mencegah perburukan klinis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gluecker T, Capasso P, Schnyder P, Gudinchet F, Schaller MD, Revelly JP, et al. Clinical and radiologic feature of pulmonary edema. Radiographics. 1999;19:1507-31.
2.
Cotter G, Kaluski E, Moshkovitz Y, Milovanov O, Krakover R, Vered Z. Pulmonary edema: New insight on pathogenesis and treatment. Curr Opin Cardiol. 2001;16:159-63.
3.
Ware LB, Matthay MA. Cinical practice acute pulmonary edema. N Engl J Med. 2005;353:2788-96.
4.
Gonzales J, Verin A. Noncardiogenic pulmonary edema. Intech [Internet]. 2012 March 2 [cited 2013 August 23]. Available from: www.intechopen.com/books/lung-diseases-selected-
5.
Perina DG. Noncardiogenic pulmonary edema. Emerg Med Clin N Am. 2003;21:385-93.
6.
Crystal RG, Randell SH, Engelhardt JF, Voynov J, Sunday ME. Airway epithelial cells: Currents concepts and challenges. Proc Am Thorac Soc. 2008;5:772-7.
state-of-the-art-reviews/non-cardiogenic-pulmonary-edema.
7.
Hollenhorst MI, Richter K, Fronius M. Ion transport by pulmonary epithelia. J Biomed Biotechnol. 2011;174306.
8.
Gropper MA, Wiener-Kronish JW. The epithelium in acute lung injury/acute respiratory distress syndrome. Curr Opin Crit Care. 2008;14:11-5.
9.
Muluk A. Pertahanan saluran nafas. Maj Kedokt Nusantara. 2009;42:55-8.
10. Folkesson HG, Matthay MA. Alveoli and distal airway epithelial fluid transport. In: Mason RJ, Broadus VC, Martin TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF et al, eds. Murray and Nadel’s
Textbook of Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia: Saunder Elsevier; 2010. p. 217-24.
11. Gereke M, Grobe L, Prettin S, Kasper M, Deppenmeier S, Gruber AD, et al. Phenotypic alterations in type II alveoli epithelial cells in CD4+ T cell mediated lung inflammation. Respir Res.
2007;8:47-60.
12. Li H. The alveolar epithelium and pulmonary fibrosis. J Epithel Biol Pharmacol. 2009;2:30-5.
13. Crandall ED, Matthay MA. Alveolar epithelial transport, basic science to clinical medicine. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:1021-9.
14. Fehrenbach H. Alveolar epithelial type II cell: Defender of the alveolus revisited. Respir Res. 2001;2:33-46.
15. Bowden DH. The alveolar macrophage. Environ Health Perspect. 1984;55:327-41.
16. Eisenhut M. Reduction of alveolar epithelial ion and fluid transport by inflammatory mediators. Am J Respir Cell Mol Biol. 2007;36:388-9.
17. Takahashi K. Development and differentiation of macrophages and related cells: Historical review and current concepts. J Clin Experimental Hematopathol. 2000;41(1):1-28.
18. Lohmann-Matthes ML, Steinmuller C, Franke-Ullmann G. Pulmonary macrophages. Eur Resp J. 1994;7:1678-89.
19. Matthay MA, Ware LB, Zimmerman GA. The acute respiratory distress syndrome. J Clin Invest. 2012;122:2731-40.
20. Hastings RH, Folkesson HG, Matthay MA. Mechanisms of alveolar protein clearance in the intact lung. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2004;286:679-89.
21. Matthay MA, Robriquet L, Fang X. Alveolar epithelium: Role in fluid balance and acute lung injury. Proc Am Thorac Soc. 2005;2:206-13.
22. Jain M, Sznajder JI. Effects of hypoxia on the alveolar epithelium. Proc Am Thorac Soc. 2005;2:202-5.
23. Piantadosi CA, Schwartz DA. The acute respiratory distress syndrome. Ann Intern Med. 2004;141:460-70.
24. Piiper J. Pulmonary gas exchange. In: Greger R, Windhorst U, eds. Comprehensive human physiology. Berlin: Springer Verlag; 1996. p. 2037-49.
25. Berthiaume Y. Epithelial function in lung injury. In: Hamid Q, Shannon J, Martin J, eds. Physiologic Basics Respiratory Disease.1st ed. Ontario: BC Decker; 2005. p. 439-52.
26. Albertine KH. Anatomy of the lung. In: Mason RJ, Broadus VC, Martin TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF, et al, eds. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 5th ed.
Philadelphia: Saunder Elsevier; 2010. p. 1-20.
27. Tzouvelekis A, Pneumatikos I, Bouros D. Serum biomarkers in acute respiratory distress syndrome an ailing prognosticator. Respir Res. 2005;6:62.
28. Kuzovlev AN. Surfactant proteins A and D: New diagnostic and prognostic biomarkers of acute respiratory distress syndrome in septic patients. J Pulm Respir Med. 2013;3:1-2.
29. Fang X, Bai C, Wang X. Bioinformatics insights into acute lung injury/acute respiratory distress syndrome. Clin Transl Med. 2012;1(1):9.
274
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
Download