Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi

advertisement
TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata
Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka
Soepardi Harris, Atie Ernawati, Rita Laksmitasari
Teknik Arsitektur, Program Studi Arsitektur, FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI
Abstrak
Taman Wisata Sangraja merupakan salah satu potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten
Majalengka dimana nilai sejarahnya sangat berarti bagi masyarakat sekitar. Pengembangan dan
pelestarian taman wisata tersebut diharapkan dapat menjadi magnet bagi pertumbuhan kota
Majalengka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
perancangan arsitektur lokal sebagai konsep rancangan yang dianggap cukup bijaksana guna
mengakomodasi potensi yang ada di kawasan tersebut.Memperhatikan dan menegaskan hubungan–
hubungan dan gerakan–gerakan sebuah tata ruang perkotaan dengan Taman Wisata Sangraja.
Mengidentifikasi hubungan antara bentuk yang dibangun dan ruang terbuka, sehingga mendapatkan
pola sebagai acuan revitalisasi kawasan ini. Konsep kurang maksimal untuk mem-vital-kan kembali
potensi wisata Sangraja. Pendekatan arsitektur lokal, taman wisata ini dikembangkan menjadi taman
wisata edukasi dan pusat kebudayaan dimana masyarakat majalengka dapat memperkenalkan
budaya dan potensi daerah seperti arsitektur sunda - rumah panjalin, kekayaan kuliner dan kerajinan
tangan masyarakat Majalengka, disamping memperkenalkan nilai sejarah sebagai potensi budaya
lokal.
Kata-kunci : revitalisasi, taman wisata, sangraja, edukasi, kebudayaan.
PENGANTAR
Sangraja adalah nama sebuah tempat rekreasi
yang berada di Majalengka tepatnya di kecamatan Cigasong. Taman wisata sangraja memiliki
panorama dan pesona alam yang indah serta di
dalamnya terdapat pohon-pohon tua yang memberikan nuansa kesejukan dan kenyamanan
serta keunikan lainnya yaitu terdapat kolam
yang mempunyai mata air alami. Kawasan
Taman Wisata Sangraja merupakan salah satu
obyek wisata kabupaten Majalengka yang saat
ini memerlukan uluran tangan untuk revitalisasi
kawasan dari semua pihak baik pemerintah
maupun masyarakat Majalengka.
Wisata budaya dan kebudayaan dalam dunia
kepariwisataan merupakan unsur yang utama
dan memegang peranan sangat penting. Karena
kebudayaan sebagai milik rakyat suatu negeri
adalah merupakan manifestasi dan pengucapan
karya dan kreasi yang spiritual dan artistik dari
manusia-manusia yang membentuk rakyat
negeri itu menjadi sasaran perasaan ingin tahu
seorang asing akan negeri tersebut (spillane,
1987).
Permasalahan
Sudut pandang makro:
1. Eksisting Sangraja yang sudah lama tidak
difungsikan sehingga fasilitas dan bangunan
pendukung harus diperbaiki.
2. Kurang memiliki nilai arsitektural yang menunjukkan identitas sebagai tempat wisata.
3. Kurangnya fasilitas sebagai taman wisata
kabupaten
4. Dinas Pariwisata memiliki rencana mengembangkan taman wisata Sangraja sebagai
tempat wisata beridentitas tersendiri yang
unik dan memiliki nilai khas sebagai tempat
wisata di Majalengka.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014| A_1
Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka
Sudut pandang arsitektural:
1. Permasalahan di luar site seperti: tidak ada
penanda lokasi, tidak tertata area parkir,
minimnya fasilitas pendukung, lahan parkir
yang tidak memadai, kurangnya sentuhan
arsitektur, lokasi pengembangan area persawahan yang berlumpur.
2. Permasalah pada site seperti: kesesuaian
visual bangunan belum tercipta, penempatan
letak alat permainan wisata tidak tertata
dengan baik, kurangnya fasilitas permaiinan
anak-anak, tidak terdapat identitas ragam
hias kedaerahan, Kawasan tidak memiliki
point of interest, kurangnya pemeliharaan
dan penengelolaan, fasilitas yang rusak dan
belum diperbaiki.
Kajian Pustaka
Revitalisasi termasuk di dalamnya adalah
konservasi-preservasi merupakan bagian dari
upaya perancangan kota untuk mempertahankan warisan fisik budaya masa lampau
yang memiliki nilai sejarah dan estetika-arsitektural. Atau tepatnya merupakan upaya pelestarian lingkungan binaan agar tetap pada
kondisi aslinya yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakan. Tergantung dari
kondisi lingkungan binaan yang akan dilestarikan, maka upaya ini biasanya disertai pula
dengan upaya restorasi, rehabilitasi dan/atau
rekonstruksi.
Selain itu, revitalisasi adalah kegiatan memodifikasi suatu lingkungan atau benda cagarbudaya untuk pemakaian baru. Revitalisasi fisik
diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik
(termasuk juga ruang-ruang publik) kota,
namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu,
tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan
aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang
merujuk kepada aspek sosial-budaya serta
aspek lingkungan (environmental objectives).
Hal ini mutlak diperlukan karena melalui
pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan
terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan
kontrol yang langgeng terhadap keberadaan
fasilitas dan infrastruktur kota.
A_2 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro.
Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup
perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek
sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu
mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang
hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan
fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan
peningkatan ekonomi masyarakatnya serta
pengenalan budaya yang ada.
Peraturan dan Batasan Revitalisasi
SK Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan
No. : /KPTS/2004 tentang Pedoman Teknis
Penataan dan Revitalisasi Kawasan. Penataan
dan Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian
upaya untuk menata kawasan yang tidak teratur,
meningkatkan kawasan yang memiliki potensi
dan nilai strategis dan mengembalikan vitalitas
kawasan yang telah atau mengalami penurunan,
agar kawasan-kawasan tersebut bisa mendapatkan nilai tambah yang optimal terhadap
produktivitas ekonomi, sosial dan budaya
kawasan perkotaan.
Integrasi Kawasan dengan Sistem Kota
Kawasan
kota
yang
terintegrasi
dapat
diwujudkan dengan membuat pertalian positif
antar unsur dalam kawasan dengan merespon
kebutuhan masyarakat sebagai pelaku, hubungan fungsi yang berkualitas dan diterapkan
oleh kombinasi spasialnya (Trancik, 1986: 219).
Kawasan yang baik berarti ada sinkronisasi
secara ideal, sosial, material (Koentjaraningrat,
1981) atau dibentuk menjadi imageable: visible,
coherent dan clear/legible (Lynch, 1992: 10, 91117).
Kawasan dapat digunakan setiap orang dan
masyarakat yang beragam (Trancik, 1986: 123).
Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang unsur-unsurnya secara fungsi terjalin sinergis. Komponen-komponen pengintegrasian pada faktor fungsi
(esensi kegiatan, keterkaitan kegiatan, tingkat
kegunaan).
Soepardi Harris
Kualitas Lingkungan
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang lebih
menekankan pada aspek kualitatif di lapangan,
karena menyangkut perasaan atau persepsi
manusia yang melihatnya (penataan visual
kawasan). Kriteria tak terukur ini dikemukakan
oleh beberapa studi antara lain The Urban
Design Plan of San Fransisco (1970), Urban
System Research and Engineer Inc. (1977) dan
Kevin Lynch (1981). Menurut Hamid Shirvani
(1985: 57), kriteria tak terukur terdiri atas enam
konsep, antara lain:
1. Pencapaian (Access)
2. Kecocokan (Compatible)
3. Identitas (Identitiy)
4. Rasa (Sense)
5. Kenyamanan (Inability)
Ruang, Bentuk, dan Tipologi Kawasan
Tipologi arsitektur dibangun dalam bentuk arsip
dari ”given types”, yaitu bentuk arsitektural
yang disederhanakan menjadi bentuk geometrik.
“Given types” dapat berasal dari sejarah, tetapi
dapat juga bersal dari hasil penemuan yang
baru (Palasello dalam Sulistijowati 1991:13).
Menurut Sulistijowati (1991:12), pengenalan
tipologi akan mengarah pada upaya untuk
mengkelaskan, mengelompokkan atau mengklasifikasikan berdasar aspek atau kaidah tertentu. Aspek tersebut antara lain:
1). Fungsi (meliputi penggunaan ruang,
struktural, simbolis, dan lain-lain);
2). Geometrik (meliputi bentuk, prinsip tatanan,
dan lain-lain); dan
3). Langgam (meliputi periode, lokasi atau
geografi, politik atau kekuasaan, etnik dan
budaya, dan lain-lain).
Kabupaten majalengka sejak tahun 1819 sampai
sekarang telah mengalami 22 kali masa pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati/Kepala
Daerah. Batasan wilayah Kabupaten Majalengka
adalah :
a. sebelah barat Kabupaten Sumedang
b. sebelah timur Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Cirebon
c. sebelah utara Kabupaten Indramayu
d. sebelah selatan Kabupaten Ciamis dan
Kabupaten Tasikmalaya.
Pusat Wisata Edukasi
Wisata edukasi adalah segala sesuatu yang
berhubungan tindakan atau pengalaman yang
memiliki efek formatif pada karakter, pikiran
atau kemampuan fisik dalam individu. EduTourisim atau wisata edukasi dimaksudkan
sebagai suatu program dimana pengunjung
dalam kegiatan wisata khususnya anak-anak
tersebut melakukan perjalanan wisata pada
kawasan wisata dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung
yang terkait dengan kawasan wisata yang
dikunjungi.
Pusat Wisata Kebudayaan
Wisata Budaya yaitu perjalanan yang dilakukan
atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar
negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan
dan adat istiadat, cara hidup, kebudayan dan
seni mereka.
(http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab
2/2011-2-01681-HM%20Bab2001.pdf)
Teori-Teori Perancangan Kota
Tipologi (typologi) merupakan satu skema
klasifikatori, yang merupakan hasil dari proses
men-tipe-kan (typication) yang mengacu pada
ciri-ciri tipikal kualitas individu atau orang,
benda-benda, atau peristiwa, oleh karenanya
tipologi merupakan suatu kategori niskal yang
mempunyai acuan empirikal.
Dalam setiap perancangan kota harus memperhatikan elemen-elemen yang ada sehingga
nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid Shirvani elemen perancangan kota ada 8 (delapan), yaitu
sebagai berikut:
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014|A_3
Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka
1. Penggunaan Lahan(Land Use)
2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form
and Massing)
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sirkulasi dan Parkir
Ruang Terbuka(Open Space)
Area Pedestrian (Pedestrian Ways)
Aktivitas Pendukung
Papan Iklan (Signage)
Konservasi (Preservation)
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan perancangan
arsitektur lokal sebagai konsep rancangan yang
dianggap cukup bijaksana guna mengakomodasi potensi yang ada di kawasan tersebut.
Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan metode survei, observasi
dan wawancara. Data primer diperoleh melalui
proses observasi yang terdiri dari pengukuran,
pengamatan, dan pendokumentasian. Data sekunder diperoleh melalui studi literature dan
wawancara dari beberapa sesepuh dan penjabat
pemerintah daerah yang mengetahui tentang
sejarahSangraja.
Metode Analisis Data
Proses perancangan yang berbasis penelitian ini
dianalisis melalui pendekatan lokasi. Dengan
teori Roger Trancik dan Hamid Shirvani. Kawasan ini dianalisis terhadap kondisi eksisting
yang ada guna melihat prospek dan peluangnya
kedepan untuk menghasilkan sebuah output
disain yang tepat terhadap perkembangan kota
majalengka itu sendiri.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan terhadap kegiatan masyarakat Majalengka yang saat ini membutuhkan
suatu tempat untuk berekreasi atau berwisata.
Pendekatan terhadap sejarah Majalengka dilakukan agar generasimu pada saat ini tidak melupakan jatidiri kotanya yang dahulunya berdiri
kerajaan-kerajaan yang pernah besar dan
berjaya di Majalengka.
A_4 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Konsep dasar perancangan dilakukan dengan
wawancara dengan pihak terkait khususnya
yang menyangkut kegiatan kepariwisataan dan
obyek wisata, karena hal ini merupakan salah
satu keinginan masyarakan Majalengka yang
diwakili oleh pihak tersebut (Dinas Pariwisata
Majalengka). Perencanaan bangunan pada
desain perancangan menggali potensi yang ada,
dengan menggunakan bahan-bahan bangunan
yang mudah didapat dan banyak tersedia di
Majalengka. Sedangkan konstruksi yang dipakai
menggunakan bangunan tingkat rendah konstruksi sedarhana.
Analisis dan Interpretasi
Secara morfologi dan fisiografi, Kecamatan
Cigasong termasuk morfologi dataran rendah.
Kemiringan tanahnya 5 persen sampai 8 persen
dan ketinggian 20 meter sampai 100 meter
diatas permukaan laut (dpl). Curah hujan
berkisar antara 2400 milimeter sampai 3800
milimeter per tahun. Kecamatan Cigasong
memiliki potensi angin cukup kencang 3 knot
sampai 6 knot (5,556 kilometer per jam sampai
11,112 kilometer per jam).
Building form and massing di Taman
Wisata Sangraja sebagaian besar bertingkat
rendah. Dengan lahan persawahan di sekelilingnya, dan banyaknya pohon berkayu keras
berketinggian puluhan meter tumbuh di dalam
area Taman Wisata Sangraja, dan beberapa
hunian berada di sisi kanan serta depan Taman
Wisata Sangraja maka Taman Wisata Sangraja
dapat menonjolkan dirinya.
Jarak dari tugu Cigasong kota Majalengka
dengan Taman Wisata ini tidak terlalu jauh
sekitar 1,1 kilometer, dan 6 kilometer dari
gerbang kota Majalengka. Sirkulasi ini merupakan elemen perancangan kota yang secara
langsung dapat membentuk dan mengkontrol
pola kegiatan kota. Perlunya keberadaan sistem
transportasi dari jalan publik, pedestrian way,
dan tempat-tempat transit yang saling
berhubungan akan membentuk pergerakan
(suatu kegiatan).
Soepardi Harris
Penyediaan tempat parkir di Taman Wisata
Sangraja ini mempunyai pengaruh langsung
pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan
komersial dan mempunyai pengaruh visual .
Elemen pejalan kaki ke Taman Wisata Sangraja
menjadi sangat penting dan harus dibantu
dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar
desain tata kota dan harus berkaitan dengan
lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas
sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang.
Sebagai Taman Wisata edukasi dan budaya,
perpapanan penting digunakan baik sebagai
petunjuk jalan atau arah ke Taman Wisata
Sangraja . Desain yang baik sangat berarti bagi
tanda keberadaan Taman Wisata tersebut.
Selain itu perpapanan menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan
street space dan memberikan informasi bisnis.
Terdapat beberapa pendukung kegiatan yang
mempengaruhi keberadaan Taman Wisata
Sangraja, seperti taman kota, taman rekreasi
lain, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran,
kawasan PKL dan pedestrian.
Pentingnya diberi penandaan sebagai petunjuk
arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan
berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan
penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi Taman Wisata Sangraja, baik secara
makro maupun mikro. Penanda ini juga perlu
pengaturan perletakannya, karena
dapat
menutupi fasad bangunan di belakangnya.
Unsur-unsur yang ada dalam kawasan Taman
Wisata Sangraja ini adalah rekreasi/ hiburan
yang didalamnya terdapat unsur pendidikan dan
budaya, olah raga dan unsur usaha yang
semuanya terdapat dalam penyediaan sarana
wisata yang meliputi :
1. Wisata Tirta (Wahana Wisata Air), yang
terdiri dari penyediaan kolam renang, kolam
air deras, bamper boat, water ball dan
fasilitas pendukungnya (seluncuran kolam
renang, kafe dan area service) yang
merupakan pengembangan dari Wisata Tirta
Sangraja.
2. Zona Wisata Kuliner dan Pasar Seni yang
merupakan suatu tempat untuk menampung,
memperkenalkan dan menjual hasil kreatifitas masyarakat Majalengka baik merupa
produksi
makanan
ataupun
produksi
kerajinan.
3. Penyediaan Gedung Sewa (Serbaguna), yang
dimanfaatkan untuk acara pentas dan
pameran karya seni.
4. Penyediaan Sentral Informasi Wisata Majalengka, yang merupakan suatu tempat yang
memberikan layanan informasi wisata
Sangraja khususnya dan tempat-tempat
wisata yang ada di Majalengka.
Begitu banyak hal-hal yang akan dimasukkan ke
dalam Taman Wisata Sangraja tersebut sehingga perlu diadakan penelitian agar Taman Wisata
Sangraja tersebut menjadi tempat tujuan
pariwisata yang disenangi dan diminati oleh
masyarakat.
Fungsi Taman Wisata Sangraja
Taman wisata ini sudah lama tidak dipelihara/
difungsikan sebagaimana layaknya taman wisata
Gambar 2. Kondisi Eksisting Kolam Renang Sangraja
Gambar 1. Kondisi Eksisting Kolam Renang Sangraja
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014|A_5
Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka
Kesimpulan
Terdapat beberapa elemen teori perancangan
kota yang tidak dimiliki oleh taman wisata
Sangraja, hal ini yang mengakibatkan tidak
maksimalnya bahkan “ mati suri” Tidak ada
akses yang baik antara kota kabupaten Majalengka dengan taman wisata sangraja. Pengelolaan parkir dan sirkulasi yang kurang baik.
Begitu pula dengan penyediaan fasilitas di
dalam taman wisata yang sangat apa adanya.
Tidak adanya konsep yang jelas para perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja.
Tidak ada konsep yang kuat untuk mem-vitalkan kembali potensi wisata Sangraja.
Dibutuhkan langkah yang bersinergi antara
program pemerintah daerah di bidang pariwisata
dengan pembenahan perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja.
Dibutuhkan jalur sirkulasi antara titik titik buhul
aktivitas kota dengan taman wisata Sangraja,
sehingga tersalurkannya “energi atau nafas”
kota kabupaten Majalengka ke taman wisata
Sangraja.
Perlu adanya desain perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja dengan pendekatan teori perancangan kawasan, lansekap,
dan sejarah, sehingga mendapatkan desain
taman wisata yang lengkap baik dari segi
perkotaan, arsitektural, sejarah, maupun lansekap.
Perlu adanya penyesuaian antara desain modern
taman wisata edukasi dan budaya dengan nilainilai sejarah dan budaya lokal Majalengka.
Perlu adanya kesadaran tentang prioritas memvital-kan kembali taman wisata Sangraja sebagai
kawasan wisata yang sangat berpotensi di kota
Kabupaten Majalengka.
DAFTAR PUSTAKA
Clark, Roger dan Michael Pause. (1988). Preseden
Dalam Arsitektur. Bandung: Intermatra.
A_6 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Ching, Francis D.K.(1999).Arsitektur Bentuk Ruang
Dan Susunannya.Jakarta : Erlangga.
Direktoriat Penataan Bangunan dan Lingkungan
Direktorat Jendral Cipta Karya. 2006.
Pedoman Teknis dan Aksesibilitasi Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan Jakarta.
Penyelesaian Akhir Studio PBL 2006.
Depearteman Kehutanan Republik Indonesia. (2010).
Standrisasi dan Lingkungan Kehutanan/ Istilah
Wisata. www.dephut.go.id
Departeman Kehutanan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Pererintah Republik Indonesia
Tentang pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya,
dan
Taman
Wisata
Alam.
www.dephut.go.id.
Halim, Dedi. (2005). Psikologi Architectural. Jakarta:
Maja,
Pena,
Grasindo.
Athur. (2010). Sejarah Majalengka.www.
benaloe. Wordpress. Com
Wiliam dkk. Penyelusuran Masalah, Sebuah
Dasar
Penyususnan
Program
Arsitektur.Jakarta :Intermedia.
Pangesti, Tri. (2010). Modul Identifikasai Objek Wisata
Alam.www.tripangesti6-07.html.
Tanggoro, Dwi. (2006).Utilitas Bangunan.Jakarta:
Universitas Indonesia (UI Pers).
Neufert, Ernest. (1996). Data Arsitektur.Edisi kedua
Jilid 2. Jakarta :Erlangga.
Neufert, Ernest.(1996). Data Arsitektur, Edisi 33 jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Nurdayaman, Wawang. (2010). Desain Penataan
Pengembangan Taman Wisata Sangraja
sebagai sarana peningkatan kawasan wisata di
Majalengka.Jakarta : Unindra.
Reksopoetranto, Sumardi. (1992). Manajemen Proyek
Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia
Perss .
RIPPDA Kabupaten
Majalengka.
Majalengka. (2010). Wisata
www.bappedamajalengkakab.go.id
Santoso, Suito. (2006). Indonesia Shoping Center.
Jakarta: PT Grya Asri Pratama.
Soegiono, Munarti. (2000). Rencana Induk Calon
Taman
Nasional
Kepulauan
Karimun
Jawa.Jepara : Departemen Kehutanan Wilayah
Propinsi DATI. I Jawa Tengah.
Sukirwan, Irwan. (2009). Obyek Wisata Sangraja
Permasalahan dan Konsep Pengembangan.
Majalengka : Kompepar Sangraja.
Sugono, Dendi. (2010). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. www. pusatbahasadiknas. go. id
White,Edwart. (1992).Buku Sumber Konsep. Bandung:
Intermatra.
Zahnd, Markus.(2006). Perencanaan Kota Secara
Terpadu,
Teori
Kota
dan
Penerbit Semarang: Kanisius.
Penerapannya.
Download