TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka Soepardi Harris, Atie Ernawati, Rita Laksmitasari Teknik Arsitektur, Program Studi Arsitektur, FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI Abstrak Taman Wisata Sangraja merupakan salah satu potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Majalengka dimana nilai sejarahnya sangat berarti bagi masyarakat sekitar. Pengembangan dan pelestarian taman wisata tersebut diharapkan dapat menjadi magnet bagi pertumbuhan kota Majalengka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan perancangan arsitektur lokal sebagai konsep rancangan yang dianggap cukup bijaksana guna mengakomodasi potensi yang ada di kawasan tersebut.Memperhatikan dan menegaskan hubungan– hubungan dan gerakan–gerakan sebuah tata ruang perkotaan dengan Taman Wisata Sangraja. Mengidentifikasi hubungan antara bentuk yang dibangun dan ruang terbuka, sehingga mendapatkan pola sebagai acuan revitalisasi kawasan ini. Konsep kurang maksimal untuk mem-vital-kan kembali potensi wisata Sangraja. Pendekatan arsitektur lokal, taman wisata ini dikembangkan menjadi taman wisata edukasi dan pusat kebudayaan dimana masyarakat majalengka dapat memperkenalkan budaya dan potensi daerah seperti arsitektur sunda - rumah panjalin, kekayaan kuliner dan kerajinan tangan masyarakat Majalengka, disamping memperkenalkan nilai sejarah sebagai potensi budaya lokal. Kata-kunci : revitalisasi, taman wisata, sangraja, edukasi, kebudayaan. PENGANTAR Sangraja adalah nama sebuah tempat rekreasi yang berada di Majalengka tepatnya di kecamatan Cigasong. Taman wisata sangraja memiliki panorama dan pesona alam yang indah serta di dalamnya terdapat pohon-pohon tua yang memberikan nuansa kesejukan dan kenyamanan serta keunikan lainnya yaitu terdapat kolam yang mempunyai mata air alami. Kawasan Taman Wisata Sangraja merupakan salah satu obyek wisata kabupaten Majalengka yang saat ini memerlukan uluran tangan untuk revitalisasi kawasan dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat Majalengka. Wisata budaya dan kebudayaan dalam dunia kepariwisataan merupakan unsur yang utama dan memegang peranan sangat penting. Karena kebudayaan sebagai milik rakyat suatu negeri adalah merupakan manifestasi dan pengucapan karya dan kreasi yang spiritual dan artistik dari manusia-manusia yang membentuk rakyat negeri itu menjadi sasaran perasaan ingin tahu seorang asing akan negeri tersebut (spillane, 1987). Permasalahan Sudut pandang makro: 1. Eksisting Sangraja yang sudah lama tidak difungsikan sehingga fasilitas dan bangunan pendukung harus diperbaiki. 2. Kurang memiliki nilai arsitektural yang menunjukkan identitas sebagai tempat wisata. 3. Kurangnya fasilitas sebagai taman wisata kabupaten 4. Dinas Pariwisata memiliki rencana mengembangkan taman wisata Sangraja sebagai tempat wisata beridentitas tersendiri yang unik dan memiliki nilai khas sebagai tempat wisata di Majalengka. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014| A_1 Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka Sudut pandang arsitektural: 1. Permasalahan di luar site seperti: tidak ada penanda lokasi, tidak tertata area parkir, minimnya fasilitas pendukung, lahan parkir yang tidak memadai, kurangnya sentuhan arsitektur, lokasi pengembangan area persawahan yang berlumpur. 2. Permasalah pada site seperti: kesesuaian visual bangunan belum tercipta, penempatan letak alat permainan wisata tidak tertata dengan baik, kurangnya fasilitas permaiinan anak-anak, tidak terdapat identitas ragam hias kedaerahan, Kawasan tidak memiliki point of interest, kurangnya pemeliharaan dan penengelolaan, fasilitas yang rusak dan belum diperbaiki. Kajian Pustaka Revitalisasi termasuk di dalamnya adalah konservasi-preservasi merupakan bagian dari upaya perancangan kota untuk mempertahankan warisan fisik budaya masa lampau yang memiliki nilai sejarah dan estetika-arsitektural. Atau tepatnya merupakan upaya pelestarian lingkungan binaan agar tetap pada kondisi aslinya yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakan. Tergantung dari kondisi lingkungan binaan yang akan dilestarikan, maka upaya ini biasanya disertai pula dengan upaya restorasi, rehabilitasi dan/atau rekonstruksi. Selain itu, revitalisasi adalah kegiatan memodifikasi suatu lingkungan atau benda cagarbudaya untuk pemakaian baru. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal ini mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota. A_2 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Peraturan dan Batasan Revitalisasi SK Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan No. : /KPTS/2004 tentang Pedoman Teknis Penataan dan Revitalisasi Kawasan. Penataan dan Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya untuk menata kawasan yang tidak teratur, meningkatkan kawasan yang memiliki potensi dan nilai strategis dan mengembalikan vitalitas kawasan yang telah atau mengalami penurunan, agar kawasan-kawasan tersebut bisa mendapatkan nilai tambah yang optimal terhadap produktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan perkotaan. Integrasi Kawasan dengan Sistem Kota Kawasan kota yang terintegrasi dapat diwujudkan dengan membuat pertalian positif antar unsur dalam kawasan dengan merespon kebutuhan masyarakat sebagai pelaku, hubungan fungsi yang berkualitas dan diterapkan oleh kombinasi spasialnya (Trancik, 1986: 219). Kawasan yang baik berarti ada sinkronisasi secara ideal, sosial, material (Koentjaraningrat, 1981) atau dibentuk menjadi imageable: visible, coherent dan clear/legible (Lynch, 1992: 10, 91117). Kawasan dapat digunakan setiap orang dan masyarakat yang beragam (Trancik, 1986: 123). Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang unsur-unsurnya secara fungsi terjalin sinergis. Komponen-komponen pengintegrasian pada faktor fungsi (esensi kegiatan, keterkaitan kegiatan, tingkat kegunaan). Soepardi Harris Kualitas Lingkungan Kriteria tak terukur adalah kriteria yang lebih menekankan pada aspek kualitatif di lapangan, karena menyangkut perasaan atau persepsi manusia yang melihatnya (penataan visual kawasan). Kriteria tak terukur ini dikemukakan oleh beberapa studi antara lain The Urban Design Plan of San Fransisco (1970), Urban System Research and Engineer Inc. (1977) dan Kevin Lynch (1981). Menurut Hamid Shirvani (1985: 57), kriteria tak terukur terdiri atas enam konsep, antara lain: 1. Pencapaian (Access) 2. Kecocokan (Compatible) 3. Identitas (Identitiy) 4. Rasa (Sense) 5. Kenyamanan (Inability) Ruang, Bentuk, dan Tipologi Kawasan Tipologi arsitektur dibangun dalam bentuk arsip dari ”given types”, yaitu bentuk arsitektural yang disederhanakan menjadi bentuk geometrik. “Given types” dapat berasal dari sejarah, tetapi dapat juga bersal dari hasil penemuan yang baru (Palasello dalam Sulistijowati 1991:13). Menurut Sulistijowati (1991:12), pengenalan tipologi akan mengarah pada upaya untuk mengkelaskan, mengelompokkan atau mengklasifikasikan berdasar aspek atau kaidah tertentu. Aspek tersebut antara lain: 1). Fungsi (meliputi penggunaan ruang, struktural, simbolis, dan lain-lain); 2). Geometrik (meliputi bentuk, prinsip tatanan, dan lain-lain); dan 3). Langgam (meliputi periode, lokasi atau geografi, politik atau kekuasaan, etnik dan budaya, dan lain-lain). Kabupaten majalengka sejak tahun 1819 sampai sekarang telah mengalami 22 kali masa pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati/Kepala Daerah. Batasan wilayah Kabupaten Majalengka adalah : a. sebelah barat Kabupaten Sumedang b. sebelah timur Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon c. sebelah utara Kabupaten Indramayu d. sebelah selatan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Pusat Wisata Edukasi Wisata edukasi adalah segala sesuatu yang berhubungan tindakan atau pengalaman yang memiliki efek formatif pada karakter, pikiran atau kemampuan fisik dalam individu. EduTourisim atau wisata edukasi dimaksudkan sebagai suatu program dimana pengunjung dalam kegiatan wisata khususnya anak-anak tersebut melakukan perjalanan wisata pada kawasan wisata dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung yang terkait dengan kawasan wisata yang dikunjungi. Pusat Wisata Kebudayaan Wisata Budaya yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, kebudayan dan seni mereka. (http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab 2/2011-2-01681-HM%20Bab2001.pdf) Teori-Teori Perancangan Kota Tipologi (typologi) merupakan satu skema klasifikatori, yang merupakan hasil dari proses men-tipe-kan (typication) yang mengacu pada ciri-ciri tipikal kualitas individu atau orang, benda-benda, atau peristiwa, oleh karenanya tipologi merupakan suatu kategori niskal yang mempunyai acuan empirikal. Dalam setiap perancangan kota harus memperhatikan elemen-elemen yang ada sehingga nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid Shirvani elemen perancangan kota ada 8 (delapan), yaitu sebagai berikut: Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014|A_3 Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka 1. Penggunaan Lahan(Land Use) 2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing) 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sirkulasi dan Parkir Ruang Terbuka(Open Space) Area Pedestrian (Pedestrian Ways) Aktivitas Pendukung Papan Iklan (Signage) Konservasi (Preservation) METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan perancangan arsitektur lokal sebagai konsep rancangan yang dianggap cukup bijaksana guna mengakomodasi potensi yang ada di kawasan tersebut. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data diperoleh dengan metode survei, observasi dan wawancara. Data primer diperoleh melalui proses observasi yang terdiri dari pengukuran, pengamatan, dan pendokumentasian. Data sekunder diperoleh melalui studi literature dan wawancara dari beberapa sesepuh dan penjabat pemerintah daerah yang mengetahui tentang sejarahSangraja. Metode Analisis Data Proses perancangan yang berbasis penelitian ini dianalisis melalui pendekatan lokasi. Dengan teori Roger Trancik dan Hamid Shirvani. Kawasan ini dianalisis terhadap kondisi eksisting yang ada guna melihat prospek dan peluangnya kedepan untuk menghasilkan sebuah output disain yang tepat terhadap perkembangan kota majalengka itu sendiri. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan terhadap kegiatan masyarakat Majalengka yang saat ini membutuhkan suatu tempat untuk berekreasi atau berwisata. Pendekatan terhadap sejarah Majalengka dilakukan agar generasimu pada saat ini tidak melupakan jatidiri kotanya yang dahulunya berdiri kerajaan-kerajaan yang pernah besar dan berjaya di Majalengka. A_4 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 Konsep dasar perancangan dilakukan dengan wawancara dengan pihak terkait khususnya yang menyangkut kegiatan kepariwisataan dan obyek wisata, karena hal ini merupakan salah satu keinginan masyarakan Majalengka yang diwakili oleh pihak tersebut (Dinas Pariwisata Majalengka). Perencanaan bangunan pada desain perancangan menggali potensi yang ada, dengan menggunakan bahan-bahan bangunan yang mudah didapat dan banyak tersedia di Majalengka. Sedangkan konstruksi yang dipakai menggunakan bangunan tingkat rendah konstruksi sedarhana. Analisis dan Interpretasi Secara morfologi dan fisiografi, Kecamatan Cigasong termasuk morfologi dataran rendah. Kemiringan tanahnya 5 persen sampai 8 persen dan ketinggian 20 meter sampai 100 meter diatas permukaan laut (dpl). Curah hujan berkisar antara 2400 milimeter sampai 3800 milimeter per tahun. Kecamatan Cigasong memiliki potensi angin cukup kencang 3 knot sampai 6 knot (5,556 kilometer per jam sampai 11,112 kilometer per jam). Building form and massing di Taman Wisata Sangraja sebagaian besar bertingkat rendah. Dengan lahan persawahan di sekelilingnya, dan banyaknya pohon berkayu keras berketinggian puluhan meter tumbuh di dalam area Taman Wisata Sangraja, dan beberapa hunian berada di sisi kanan serta depan Taman Wisata Sangraja maka Taman Wisata Sangraja dapat menonjolkan dirinya. Jarak dari tugu Cigasong kota Majalengka dengan Taman Wisata ini tidak terlalu jauh sekitar 1,1 kilometer, dan 6 kilometer dari gerbang kota Majalengka. Sirkulasi ini merupakan elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota. Perlunya keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Soepardi Harris Penyediaan tempat parkir di Taman Wisata Sangraja ini mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial dan mempunyai pengaruh visual . Elemen pejalan kaki ke Taman Wisata Sangraja menjadi sangat penting dan harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Sebagai Taman Wisata edukasi dan budaya, perpapanan penting digunakan baik sebagai petunjuk jalan atau arah ke Taman Wisata Sangraja . Desain yang baik sangat berarti bagi tanda keberadaan Taman Wisata tersebut. Selain itu perpapanan menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis. Terdapat beberapa pendukung kegiatan yang mempengaruhi keberadaan Taman Wisata Sangraja, seperti taman kota, taman rekreasi lain, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, kawasan PKL dan pedestrian. Pentingnya diberi penandaan sebagai petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi Taman Wisata Sangraja, baik secara makro maupun mikro. Penanda ini juga perlu pengaturan perletakannya, karena dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Unsur-unsur yang ada dalam kawasan Taman Wisata Sangraja ini adalah rekreasi/ hiburan yang didalamnya terdapat unsur pendidikan dan budaya, olah raga dan unsur usaha yang semuanya terdapat dalam penyediaan sarana wisata yang meliputi : 1. Wisata Tirta (Wahana Wisata Air), yang terdiri dari penyediaan kolam renang, kolam air deras, bamper boat, water ball dan fasilitas pendukungnya (seluncuran kolam renang, kafe dan area service) yang merupakan pengembangan dari Wisata Tirta Sangraja. 2. Zona Wisata Kuliner dan Pasar Seni yang merupakan suatu tempat untuk menampung, memperkenalkan dan menjual hasil kreatifitas masyarakat Majalengka baik merupa produksi makanan ataupun produksi kerajinan. 3. Penyediaan Gedung Sewa (Serbaguna), yang dimanfaatkan untuk acara pentas dan pameran karya seni. 4. Penyediaan Sentral Informasi Wisata Majalengka, yang merupakan suatu tempat yang memberikan layanan informasi wisata Sangraja khususnya dan tempat-tempat wisata yang ada di Majalengka. Begitu banyak hal-hal yang akan dimasukkan ke dalam Taman Wisata Sangraja tersebut sehingga perlu diadakan penelitian agar Taman Wisata Sangraja tersebut menjadi tempat tujuan pariwisata yang disenangi dan diminati oleh masyarakat. Fungsi Taman Wisata Sangraja Taman wisata ini sudah lama tidak dipelihara/ difungsikan sebagaimana layaknya taman wisata Gambar 2. Kondisi Eksisting Kolam Renang Sangraja Gambar 1. Kondisi Eksisting Kolam Renang Sangraja Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014|A_5 Revitalisasi Taman Wisata Sangraja Menjadi Pusat Wisata Edukasi dan Kebudayaan di Majalengka Kesimpulan Terdapat beberapa elemen teori perancangan kota yang tidak dimiliki oleh taman wisata Sangraja, hal ini yang mengakibatkan tidak maksimalnya bahkan “ mati suri” Tidak ada akses yang baik antara kota kabupaten Majalengka dengan taman wisata sangraja. Pengelolaan parkir dan sirkulasi yang kurang baik. Begitu pula dengan penyediaan fasilitas di dalam taman wisata yang sangat apa adanya. Tidak adanya konsep yang jelas para perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja. Tidak ada konsep yang kuat untuk mem-vitalkan kembali potensi wisata Sangraja. Dibutuhkan langkah yang bersinergi antara program pemerintah daerah di bidang pariwisata dengan pembenahan perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja. Dibutuhkan jalur sirkulasi antara titik titik buhul aktivitas kota dengan taman wisata Sangraja, sehingga tersalurkannya “energi atau nafas” kota kabupaten Majalengka ke taman wisata Sangraja. Perlu adanya desain perencanaan dan perancangan taman wisata Sangraja dengan pendekatan teori perancangan kawasan, lansekap, dan sejarah, sehingga mendapatkan desain taman wisata yang lengkap baik dari segi perkotaan, arsitektural, sejarah, maupun lansekap. Perlu adanya penyesuaian antara desain modern taman wisata edukasi dan budaya dengan nilainilai sejarah dan budaya lokal Majalengka. Perlu adanya kesadaran tentang prioritas memvital-kan kembali taman wisata Sangraja sebagai kawasan wisata yang sangat berpotensi di kota Kabupaten Majalengka. DAFTAR PUSTAKA Clark, Roger dan Michael Pause. (1988). Preseden Dalam Arsitektur. Bandung: Intermatra. A_6 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 Ching, Francis D.K.(1999).Arsitektur Bentuk Ruang Dan Susunannya.Jakarta : Erlangga. Direktoriat Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jendral Cipta Karya. 2006. Pedoman Teknis dan Aksesibilitasi Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Jakarta. Penyelesaian Akhir Studio PBL 2006. Depearteman Kehutanan Republik Indonesia. (2010). Standrisasi dan Lingkungan Kehutanan/ Istilah Wisata. www.dephut.go.id Departeman Kehutanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pererintah Republik Indonesia Tentang pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. www.dephut.go.id. Halim, Dedi. (2005). Psikologi Architectural. Jakarta: Maja, Pena, Grasindo. Athur. (2010). Sejarah Majalengka.www. benaloe. Wordpress. Com Wiliam dkk. Penyelusuran Masalah, Sebuah Dasar Penyususnan Program Arsitektur.Jakarta :Intermedia. Pangesti, Tri. (2010). Modul Identifikasai Objek Wisata Alam.www.tripangesti6-07.html. Tanggoro, Dwi. (2006).Utilitas Bangunan.Jakarta: Universitas Indonesia (UI Pers). Neufert, Ernest. (1996). Data Arsitektur.Edisi kedua Jilid 2. Jakarta :Erlangga. Neufert, Ernest.(1996). Data Arsitektur, Edisi 33 jilid 1. Jakarta: Erlangga. Nurdayaman, Wawang. (2010). Desain Penataan Pengembangan Taman Wisata Sangraja sebagai sarana peningkatan kawasan wisata di Majalengka.Jakarta : Unindra. Reksopoetranto, Sumardi. (1992). Manajemen Proyek Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Perss . RIPPDA Kabupaten Majalengka. Majalengka. (2010). Wisata www.bappedamajalengkakab.go.id Santoso, Suito. (2006). Indonesia Shoping Center. Jakarta: PT Grya Asri Pratama. Soegiono, Munarti. (2000). Rencana Induk Calon Taman Nasional Kepulauan Karimun Jawa.Jepara : Departemen Kehutanan Wilayah Propinsi DATI. I Jawa Tengah. Sukirwan, Irwan. (2009). Obyek Wisata Sangraja Permasalahan dan Konsep Pengembangan. Majalengka : Kompepar Sangraja. Sugono, Dendi. (2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia. www. pusatbahasadiknas. go. id White,Edwart. (1992).Buku Sumber Konsep. Bandung: Intermatra. Zahnd, Markus.(2006). Perencanaan Kota Secara Terpadu, Teori Kota dan Penerbit Semarang: Kanisius. Penerapannya.