HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN B DAN STATUS KESEHATAN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Lina Siti Nuriawati, Atik Kridawati [email protected] ABSTRAK Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah, yang berarti seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak,dewasa, dan tuaPada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, sulit berkonsentrasi, melambatnya proses informasi sehingga dapat mengakibatkan kesulitan berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan menjelaskan Hubungan Asupan Vitamin B dan Status Kesehatan dengan Fungsi Kognitif pada usia lanjut di Kecamatan Majalengka Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi seluruh Usia lanjut yang berumur ≥ 60 tahun yang tercatat di Kecamatan Majalengka wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2014 sebanyak 5.068 Orang. Analisis yang digunakan univariat ,bivariat dan multivariat. Variabel yang secara signifikan berhubungan dengan fungsi kognitif adalah jenis kelamin (P value = 0,000), pendidikan(P value = 0,017), pekerjaan (Pvalue = 0,000), asupan vitamin B (P value = 0,001), dan status kesehatan (Pvalue = 0,001) sedangkan Variabel yang secara signifikan Tidak berhubungan dengan fungsi kognitif adalah Umur (P value = 0,325). Pada analisis Multivariat, faktor yang paling dominan berhubungan dengan fungsi kognitif adalah Asupan Vitamin B (P value = 0,001 OR= 3,856) Saran diajukan bagi petugas kesehatan tetap meningkatkan dan mempertahankan upaya promoif dan preventif terutama melalui kegiatan pemeriksaan kesehatan secara rutin di posyandu lansia, memberikan penyuluhan tentang manfaat Vitamin B untuk fungsi kognitif pada lansia. Penelitian selanjutnya agar dapat mengembangkan ranah penelitian seperti meneliti tentang Vitamin B apakah yang paling dominan terhadap fungsi kognitif lansia. Kata Kunci Kepustakaan : Fungsi Kognitif Lansia, Vitamin B : 42 (2002 – 2014) 97 VITAMIN B INTAKE RELATIONSHIP AND STATUS WITH HEALTH COGNITIVE FUNCTION IN AGE IN THE COMMUNITY HEALTH CENTER UPTD MAJALENGKA MAJALENGKA 2015 Lina Siti Nuriawati, Atik Kridawati [email protected] ABSTRACT The process of human aging is a natural event , which means that someone has gone through three stages of life , namely children , adults , and the elderly tuaPada decreased function of brain cells , which causes short-term memory loss , difficulty concentrating , slowing the process of information that can lead to difficulty communicating . The purpose of this study was to Know and explain the relationship Vitamin B intake and health status with Cognitive Function in Elderly in District Majalengka Work Area Health Center Majalengka UPTD Majalengka. This study uses quantitative analytical research with cross sectional design . Elderly entire aged ≥ 60 years was recorded in the District Majalengka working area UPTD Majalengka Majalengka District 2014 as 5,068 people . The analysis used univariate , bivariate and multivariate analyzes. The variables that were significantly associated with cognitive functions are gender (P value = 0,000 ) , education (P value = 0,017 ) , employment (P value = 0,000 ) , intake of vitamin B (P value =0.001 ) , and health status (P value = 0.001 ) while the variable that was significantly not associated with cognitive function is Age (P value = 0.325 ) . In multivariate analysis , the most dominant factors associated with cognitive function is Vitamin B intake ( P value = 0.001 OR = 3.856 ) Suggestions put forward for health workers while improving and maintaining promoif and preventive efforts , especially through the activities of routine health checks in the elderly neighborhood health center , providing information about the benefits of Vitamin B for cognitive function in the elderly . Further research in order to develop the realm of research such as research on Vitamin B is the most dominant of the cognitive function of elderly . Keywords References : Elderly Cognitive Function : 42 (2002 – 2014) 98 PENDAHULUAN Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah, yang berarti seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak,dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Mubarok,Nurul dan Bambang, 2010). Proses penuaan akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan Kemenkes (2012). Perubahan-perubahan sebagai akibat proses menua (aging process), meliputi perubahan fisik, mental, spiritual dan psikososial (Azizah, 2011). Menurut Potter dan Perry 2005 dalam Mubarok 2010 , terdapat 3 perubahan yang terjadi pada seorang lansia, yaitu perubahan fisiologis, perubahan perilaku psikososial dan perubahan kognitif. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, sulit berkonsentrasi, melambatnya proses informasi sehingga dapat mengakibatkan kesulitan berkomunikasi (Mubarok, Nurul dan Bambang, 2010). Seiring bertambahnya usia, tubuh akan mengalami proses penuaan, termasuk otak. Otak akan mengalami perubahan fungsi, termasuk fungsi kognitif berupa sulit mengingat kembali,berkurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan dan bertindak (lebih lamban). Fungsi memori merupakan salah satu komponen intelektual yang paling utama, karena sangat berkaitan dengan kualitas hidup. Banyak lansia mengeluh kemunduran daya ingat yang disebut sebagai mudah lupa (Sitanggang, 2002). Seseorang dikatakan mengalami penurunan fungsi kognitif yang lazim dikenal dengan demensia atau kepikunan, bila menunjukkan 3 atau lebih dari gejala-gejala berupa gangguan dalam hal, diantaranya perhatian (atensi), daya ingat (memori), orientasi tempat dan waktu,kemampuan konstruksi dan eksekusi (seperti mengambil keputusan, memecahkan masalah) tanpa adanya gangguan kesadaran. Gejala tersebut bisa disertai gangguan emosi, cemas,depresi agresivitas. Demensia merupakan kemunduran progresif kapasitas intelektual yang disebabkan oleh gangguan pada otak (Sitanggang,2002). Saat ini 35,6 juta orang hidup dengan demensia di seluruh dunia. Angka ini akan mencapai dua kali lipat setiap 20 tahun. Diperkirakan pada tahun 2050, penderita demensia di seluruh dunia mencapai 115,4 juta orang (WHO, 2013). Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Jumlah warga usia lanjut Indonesia yang semakin banyak tidak dapat dibendung lagi seiring meningkatnya usia harapan hidup. Di Indonesia, menurut data sensus terakhir tahun 2010, terdapat 18.037.009 lansia atau sekitar 7,59% dari populasi keseluruhan Penduduk Indonesia. Diproyeksikan populasi orang lanjut usia di Indonesia antara tahun 19902025 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di dunia sedangkan di Kabupaten Majalengka sendiri jumlah Lansia pada tahun 2013 yaitu mencapai 141.632 orang. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Di lain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan. Menurut WHO, diperkirakan banyak negara mengalami beban finansial yang besar akibat penyakit degeneratif ini, oleh karena itu dibutuhkan langkah konkret untuk menanganinya. Penurunan fungsi kognitif dengan gejala sindroma demensia ,akan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari lansia yang bersangkutan. Lansia dengan demensia sering lupa makan dan minum, atau makan dan minum diluar jam makan, serta kurang memperhatikan kualitas makanannya (misalnya makanan yang sudah berjamur). Kebutuhan dasar lain seperti kebutuhan eliminasi, keamanan dan keselamatan, komunikasi dan sebagainya juga akan mengalami hal yang serupa (Steven, 2002).Menurut Ricard et al (2007) dalam Utami (2013), fungsi kognitif dikemudian hari sangat ditentukan oleh faktor Karakteristik, 99 Status Kesehatan dan pola makan. Pola makan yang baik dan beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang (Slamet 2009). Zat gizi mikro diketahui berkaitan dengan fungsi kognitif lansia, terutama vitamin B kompleks. Kekurangan vitamin B kompleks pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia. Sedangkan Faktor Kesehatan yang berhubungan dengan fungsi kognitif telah diteliti,diantaranya diabetes mellitus, penyakit vaskular, hipertensi (Utami,2013). Belum didapatkan data mengenai prevalensi penurunan fungsi kognitif didunia maupun untuk Indonesia. Pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Pada tahun 2005 jumlah kasus demensia baru dikawasan Asia Pasifik adalah 4,3 juta per tahun. Menjelang tahun 2050 jumlah inidiproyeksikan akan meningkat menjadi 19,7 juta kasus baru per tahun (Depkes RI 2013) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Utami (2013) di Bogor Mengenai Pola Konsumsi Pangan, Aktifitas Fisik dan Riwayat penyakit dengan kejadian Demensia pada lansia, di dapatka hasil bahwa semua menunjukan hubungan negatif signifikan (p.0,05). Penelitain yang dilakukan oleh mongisidi Rachel (2012) mengenai Profil Penurunan fungsi kognitif pada lansia, didapatkan hasil penelitian bahwa 72,1% sebagian hasil menunjukan tidak normal. Penelitian terkait lain yang dilakukan oleh Agustia Shafarina (2013) tentang Hubungan gaya hidup dengan fungsi kognitif pada lansia, di dapat hasil terdapat hubungan antara Gaya hidup dengan fungsi Kognitif pada Lansia ( P Value < 0,05). Penelitian terkait lain juga dilakukan oleh Umami dan Priyanto (2012) tentang hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia di Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang, didapatkan hasil terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (p value < 0,05). Studi pendahuluan dilakukan di Kecamatan Majalengka Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka yang memiliki jumlah penduduk lansia sebanyak 5.068 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013). Studi pendahuluan dilakukan dengan teknik wawancara pada tanggal 02 Desember 2014 kepada 10 orang lansia beserta keluarganya dengan format Mini Mental State Examination (MMSE) yang dikembangkan oleh Folstein (1975) dalam Brunner dan Suddarth (2002). Didapatkan hasil bahwa 40% lansia memiliki status kognitif yang berada pada kategori normal, 45% lansia berada pada kategori probable gangguan kognitif dan 15% lansia berada pada kategori definitif gangguan kognitif. Dari fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui ” Hubungan Asupan Vitamin B dan Status Kesehatan dengan fungsi kognitif pada lanjut usia di Kecamatan Majalengka wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan atau desain penelitian cross sectional. yaitu suatu pendekatan dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel pada saat yang sama. Semua subjek hanya diamati satu kali saja dan peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Sastro, 2000). Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Usia lnajut yang berumur ≥ 60 tahun yang tercatat di Kecamatan Majalengka wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2014 sebanyak 5.068 Orang. Besar sampel yang harus diambil dalam penelitian ini adalah 120 x 10% = 120 + 12 = 132, sehingga jumlah yang dibutuhkan adalah 132 responden. 100 Instrumen yang i dibuat dalam bentuk lembar observasi yang merupakan kuisioner berdasarkan kerangka konsep dan Definisi Operasional. Diambil melalui 2 kuisioner yaitu kuisioner untuk Fungsi Kognitif (MMSE) dan kuesioner untuk Umur, Jenis Kelamin, pendidikan, pekerjaan, Asupan Vitamin B (FFQ), dan status kesehatan. Analisis data yang dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi, dan uji statistik. Analisis Univariat dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik dari masingmasing variabel. Analisis Bivariat untuk melihat distribusi distribusi atau hubungan beberapa variabel yang di anggap terkait dengan menggunakan uji Chi-Square. Sedangkan Analisis Multivariat digunakan untuk mencari faktor yang paling berhubungan terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia. dari setengahnya 52,3%dengan penurunan fungsi kognitif. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Umur Responden > 75 tahun < 75 tahun Jumlah Frekuensi 54 78 132 Persentase (%) 40,9 59,1 100 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan umur > 75 tahun sebesar 40,9% dan responden dengan umur < 75 tahun sebesar 59,1%. Dengan demikian lebih dari setengahnya (59,1%) responden dengan usia < 75 tahun. HASIL PENELITIAN a. Analisis univariat Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Fungsi Kognitif pada Lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Fungsi Kognitif Penurunan Fungsi Kognitif Normal Jumlah Frekuensi Persentase (%) 69 52,3 63 132 47,7 100 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Perempuan 91 68.9 Laki-laki 41 31.1 Jumlah 132 100.0 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 68,9% dan 31,1% responden dengan jenis kelamin lakilaki. Dengan demikian lebih dari setengahnya (68,9%) dengan jenis kelamin perempuan. Fungsi kognitif dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu penurunan fungsi kognitif (lebih kecil atau sama dengan nilai 24)) dan normal (lebih besar dari nilai 24). Responden dengan kategori penurunan fungsi kognitif sebesar 52,3% dan normal sebesar 47,7%. Dengan demikian lebih 101 Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan pendidikan rendah sebesar 61,4% dan 38,6% dengan tingkat pendidikan tinggi. Dengan demikian lebih dari setengahnya (61,4%) responden dengan tingkat pendidikan rendah. Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Tidak 69 52.3 Bekerja Bekerja 63 47.7 Jumlah 132 100.0 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 52,3% responden tidak bekerja dan 47,7% responden yang bekerja. Dengan demikian lebih dari setengahnya (52,3%) responden tidak bekerja. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 31,8 responden dengan asupan vitamin < 80% AKG dan 68,2% responden dengan asupan vitamin > 80% AKG. Dengan demikian kurang dari setenganya (31,8%) responden dengan asupan vitamin < 80% AKG. Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Vitamin di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Status Kesehatan Lansia Sakit Sehat Jumlah Frekuensi Persentas e (%) 43 89 132 32.6 67.4 100.0 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 32,6% responden denga n status kesehatan sakit dan 67,4% responden dengan status kesehatan sehat. Dengan demikian kurang dari setengahnya (32,6%) dengan status kesehatan sakit. d. Analisis Bivariat Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dan Fungsi Kognitif Pada Lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Vitamin B di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Asupan Vitamin ≤ 80% AKG > 80% AKG Jumlah Frekuensi Persentase (%) 42 31.8 90 68.2 132 100.0 102 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan umur > 75 tahun dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 57,4%, sedangakn responden dengan umur < 75 tahun dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 48,7%. Hasil uji statitik p value = 0,325 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 1.419 (CI : 0.706 - 2.853) yang berarti responden dengan usia > 75 tahun berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 1.419 kali lebih besar dibandingkan dengan responden berusia < 75 tahun. Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin dan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Fungsi Kognitif Lansia Jenis kela min Penuru nan Fungsi Kogniti f N Pera mpu an 6 5 Normal % N 7 1. 4 2 6 % 2 8. 6 OR (95% CI) Total n 9 1 4 9. 3 8 7 9 0. 2 4 1 Tabel 10Distribusi Responden Berdasarkan pendidikan dan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas majalengka kabupaten Majalengka tahun 2015 p val ue % 123.1 0 25 0. 0 (7.49 0- Laki -laki Berdasarkan tabel di berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 71,4%, sedangakn responden dengan jenis kelamin laki-laki dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 9,8%. Hasil uji statitik p value = 0,000 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 23.125 (CI: 7.490 - 71.401) yang berarti responden dengan jenis kelamin perempuan berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 23.125 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin perempuan. 1 0 0. 0 0.0 00 71.4 01) 103 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 60,5%, sedangakn responden dengan tingkat pendidikan tinggi dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 39,2%. Hasil uji statitik p value = 0,017 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 2.373 (CI : 1.158 - 4.863) yang berarti responden dengan tingkat pendidikan rendah berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 2.373 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan dan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden yang tidak beerja dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 79,7%, sedangakn responden yang bekerja dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 22,2%. Hasil uji statitik p value = 0,000 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 13.750 (CI: 5.967 31.687) yang berarti responden yang tidak bekerja berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 13.750 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang bekerja. Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan asupan vitamin B dan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan asupan vitamin B < 80% AKG dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 73,8%, sedangakn responden dengan asupan vitamin B > 80% AKG dan mengalami penurunan 104 fungsi kognitif sebesar 42,2%. Hasil uji statitik p value = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara asupan vitamin dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 3.856 (CI: 1.724 - 8.626) yang berarti responden dengan asupan vitamin < 80% AKG berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 3.856 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan asupan vitamin B > 80% AKG. Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan status kesehatan dan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden dengan status kesehatan sakit dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 72,1%, sedangakn responden dengan status kesehatan sehat dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 42,7%. Hasil uji statitik p value = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara status kesehatan dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 3.467 (CI: 1.577 - 7.622) yang berarti responden dengan status kesehatan sakit berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 3.467 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan status kesehatan sehat. Analisis Multivariat Tabel 14 Model Terakhir Multivariat Regresi Logistik Fungsi Kognitif pada Lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Variabel P value OR Asupan Vitamin B 0.001 3.856 Jenis Kelamin 0.011 2.023 Pendidikan 0.021 1.912 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan fungsi kognitif pada lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Tahun 2015 adalah Asupan Vitamin B (OR= 3.856) yang artinya pada responden yang asupan vitamin B nya kurang dari 80% AKG mempunyai peluang 3.8 kali lebih besar mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan resonden yang asupan vitamin B nya lebih dari sama dengan 80% AKG setelah di kontrol dengan jenis kelamin dan pendidikan. PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada 132 lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka. Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Di fase ini seseorang masih bisa 105 berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari seseorang (Wreksoatmodjo, 2012). Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat penurunan fungsi kognitif sebesar 52,3% dan normal sebesar 47,7%. Tingginya kasus penurunan fungsi koginitif disebabkan berbagai faktor diantaranya faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asupan vitamin dan kesehatan lansia. Jenis kelamin, wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe, dkk dalam Myers, 2008). Faktor makanan juga mempengaruhi fungsi kognitif. Kekurangan vitamin B sekitar 25% -54% pada orang berusia 60 keatas dan 74% ditemukan pada wanita pada penderita Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme vitamin D yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama vitamin D adalah sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet saja mungkin tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian tentang vitamin B dalam fungsi otak adalah adanya reseptor vitamin B pada hippocampus dan merupakan pelindung dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam Myers, 2008). Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi penurunan substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis (Raz, Rodrigue, & Acker dalam Myers, 2008). Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot dalam Myers, 2008). Hasil penelitian Scanlan et al (dalam Agustia, 2013) menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif. Hasil dari pengukuran fungsi kognitif pada lansia yang adalah 16% pada kelompok umur 65-69 tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80 tahun keatas Faktor Karakteristik Yang Berhubungan dengan Fungsi Kognitif Karakteristik responden yang dikaji yaitu faktor jenis kelamin P value 1. 0,000, pendidikan P value = 0,017, pendidikan P value = 0,017, pekerjaan P value = 0,000, asupan vitamin B P value 2. 0,001, dan kesehatan lansia P value = 0,001. Jenis kelamin berhubungan erat dengan fungsi kognitif. Pada penelitian ini diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 71,4%, sedangakn responden dengan jenis kelamin laki-laki dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 9,8%. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 23.125 (CI: 7.490 - 71.401) yang berarti responden dengan jenis kelamin 106 perempuan berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 23.125 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin perempuan. Jenis kelamin, wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe, dkk dalam Myers, 2008). Faktor makanan juga mempengaruhi fungsi kognitif. Kekurangan vitamin B sekitar 25% -54% pada orang berusia 60 keatas dan 74% ditemukan pada wanita pada penderita Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme vitamin B yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama vitamin B adalah sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet saja mungkin tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian tentang vitamin B dalam fungsi otak adalah adanya reseptor vitamin B pada hippocampus dan merupakan pelindung dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam Myers, 2008). Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi penurunan substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis (Raz, Rodrigue, & Acker dalam Myers, 2008). Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot dalam Myers, 2008). Hasil penelitian Scanlan et al (dalam Agustia, 2013) menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif. Hasil dari pengukuran fungsi kognitif pada lansia yang adalah 16% pada kelompok umur 65-69 tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80 tahun keatas. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan pengajaran dan cara lain yang dikenal serta diakui oleh masyarakat. Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak mengenal tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi walaupun sarana yang belum tentu mereka tahu penggunaannya (Sudarma, 2008 dalam Umami 2012). Pada penelitian ini responden dengan tingkat pendidikan rendah dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 60,5%, sedangakn responden dengan tingkat pendidikan tinggi dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 39,2%. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 2.373 (CI : 1.158 - 4.863) yang berarti responden dengan tingkat pendidikan rendah berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 2.373 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Individu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga individu dapat memelihara kesehatannya. Individu yang mampu memelihara dan menjaga kesehatannya dapat terhindar dari penurunan fungsi kognitif. Pekerjaan berhubungan erat dengan fungsi kognitif, P value = 0,000. Pada penelitian ini diketahui bahwa 107 responden yang tidak beerja dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 79,7%, sedangakn responden yang bekerja dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 22,2%. Hasil uji statitik P value = 0,000 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 13.750 (CI: 5.967 - 31.687) yang berarti responden yang tidak bekerja berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 13.750 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang bekerja. Faktor pekerjaan dapat mempercepat proses menua yaitu pada pekerja keras/over working, seperti pada buruh kasar/petani. Pekerjaan orang dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus menerus melatih kapasitas otak dapat membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan mencegah dimensia (Sidiarto, 1999). Faktor Asupan Vitamin B Asupan vitamin berhubungan yang bermakna antara asupan vitamin dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015, P value = 0,001. Hasil penelitian diketahui bahwa bahwa responden dengan asupan vitamin B < 80% AKG dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 73,8%, sedangakn responden dengan asupan vitamin > 80% AKG dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 42,2%. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 3.856 (CI: 1.724 8.626) yang berarti responden dengan asupan vitamin B < 80% AKG berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 3.856 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan asupan vitamin B > 80% AKG. Vitamin B6, VitaminB12, dan asam Folat merupakan gizi yang mempunyai peran penting dalam menjaga kesehatan saraf (La Rue 2000 dalam Kridawati 2013). 1. Asam Folat (Vitamin B9) Asam folat adalah bentuk vitamin B yang diperlukan oleh anak-anak dan orang dewasa untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Asam folat berperan besar dalam pertumbuhan dan perkembangan sel, serta pembentukan jaringan, kekurangan asam folat, tubuh akan mudah terserang penyakit seperti depresi, kecemasan, kelelahan, insomnia, kesulitan mengingat, lidah merah dan luka hingga gangguan pencernaan ( Tailor, 2002 dalam yuniati 2012). Angka kecukupan asam folat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 adalah sebesar 400 mcg per hari pada lansia. Fungsi utama koonzim folat adalah memindahkan atom akrbon tunggal dalam bentuk gugus formil, hidroksimetil dan metil dalam reaksi –reaksi penting metabolisme asam amino dan asam nukleat. (Suter 2006 dalam Kridawati 2013). 2. Vitamin B12 Vitamin B12 diperlukan tubuh untuk mencegah gejala defisiensi, yakni anemia perniciousa dan gejala neurologis defisiensi vitamin B12 Vitamin B12 bersama asam folat merupakan vitamin yang sangat penting pada egenerasi sel dan pertumbuhan jaringan. Sumber Vitamin ini, juga disebut Sianokobalamin adalah daging sapi, hati sapi, ayam, kalkun, salmon liar, susu, keju dan telur. Karena B12 tidak ditemukan di sayuran atau buahbuahan, maka bagi orang vegetarian perlu minum vitamin B12 yang 108 berbentuk suplemen. Kekurangan mengakibatkan anemia makrositik, elevated homocyteine, peripheral neurophaty, kurangnya kemampuan memori dan kognitif, kemungkinan besar terjadi pada orang yang sudah tua, dikarenakan penyerapan melalui usus menurun karena faktor usia; the autoimmune disease pernicious anemia adalah penyebab umum lainnya. Juga dapat menyebabkan gejala mania dan psikosis. ( Tailor, 2002 dalam yuniati 2012). Angka kecukupan Vitamin B12 berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 adalah sebesar 2,4 mcg per hari pada lansia. 3. Vitamin B6 Vitamin B6 juga berperan dalam metoabolisme homosistein yaitu dalam jalur transsulfurasi, homosistein bergabung dengan serin membentuk sistationin pada suatu reaksi yang dikatalisa oleh vitamin B6, dan bergantung pula pada keberadaan enzim sistation β sintase (Suter 2006 dalam Kridawati 2013). Angka kecukupan Vitamin B12 berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 adalah sebesar 1,7 mg per hari pada lansia. Sumber utama vitamin B6 adalah daging, unggas, ikan, kentang, ubi jalar, sayur-sayuran, susu, dan biji-bijian. Kekurangan vitamin B6 menyebabkan gejala kulit rusak, syaraf motorik terganggu, dan kelainan darah. Kesehatan Lansia Hasil analisis data diketahui bahwa P value = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara status kesehatan dengan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015. Responden dengan status kesehatan sakit dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 72,1%, sedangakn responden dengan status kesehatan sehat dan mengalami penurunan fungsi kognitif sebesar 42,7%. Hasil analisis data diperoleh nilai OR = 3.467 (CI: 1.577 7.622) yang berarti responden dengan status kesehatan sakit berpeluang mengalami penurunan fungsi kognitif 3.467 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan status kesehatan sehat. Penurunan anatomik dan fisiologik meliputi sistem otak dan syaraf otak, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem metabolisme, sistem ekskresi dan sistem musculoskeletal serta penyakitpenyakit degeneratif, Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi disusunan saraf pusat. Penurunan anatomik dan fisiologik dapat meliputi; Sistem saraf pusat ( otak ) dan saraf otak Berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10%-12% selama hidup, perbandingan substansi kelabu : substansi putih pada umur 20 = 1,28 : 1, pada umur 50 = 1,13 : 1 dan pada umur 100 = 1,55:1 ( Tilarso,1988 ). Disamping itu meningen menebal, giri dan sulci otak berkurang kedalamannya, kelainan ini tidak menyebabkan gangguan patologi yang 20berarti. Pada pembuluh darah terjadi penebalan intima akibat proses aterosklerosis dan tunika media berakibat terjadi gangguan vaskularisasi otak yang dapat menyebabkan stroke dan demensia vaskuler sedangkan pada daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya gangguan saraf otak akibat pengaruh berkurangnya berbagai neurotransmitter ( Martono,2009 dalam Umami 2012 ). KESIMPULAN 1. Lebih dari setengahnya 52,3% lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2015 dengan 109 penurunan fungsi kognitif. 2. Variabel yang secara signifikan berhubungan dengan fungsi kognitif pada adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asupan vitamin B, dan status kesehatan. 3. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan adalah Vitamin B fungsi kognitif pada lansia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Tahun 2015 adalah Vitamin B (OR= 3,856) yang artinya pada responden yang asupan vitamin B nya kurang dari 80% AKG mempunyai peluang 3.8 kali lebih besar mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan resonden yang asupan vitamin B nya lebih dari sama dengan 80% AKG. SARAN 1. Diharapkan tetap meningkatkan dan mempertahankan upaya promoif dan preventifdi puskesmas terutama melalui kegiatan pemeriksaan kesehatan secara rutin di posyandu lansia, memberikan penyuluhan tentang manfaat Vitamin B untuk fungsi kognitif pada lansia dengan tidak melupakan aspek – aspek lain selain aspek biologis, seperti psikologis, sosial dan spiritual lansia. 2. Diharapkan ada penelitian lain yang dapat mengembangkan ranah penelitian seperti meneliti tentang Vitamin B apakah yang paling dominan terhadap fungsi kognitif lansia. DAFTAR PUSTAKA Agustia, 2013. Hubungan Gaya Hidup dengan fungsi Kognitif. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Azizah, L. M. (2011). Keperawatan lanjut usia.Yogyakarta: Graha Ilmu. Brunner & Suddarth. (ed). (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Vol. 1. (8th ed). (Agung Waluyo, Made Karyasa, Julia, Y. Kuncara & Yasmin Asih, Penerjemah.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Darmojo, B., &Martono. (2009). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi keempat. Jakarta: Balai Pustaka. Departemen kesehatan RI (2000). Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi Direktorat jenderal kesehatan masyarakat Direktorat gizi masyarakat Jakarta _________________ (2013). Kenali 10 gejala umum demensia alzheimer dari sekarang. Diperoleh tanggal 12 Desember 2014 dari http://www.depkes.go.id/index.ph p?vw=2&id=2408. Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2010. Profil Dinas Kesesehatan Jawa Barat. Dinkes Majalengka 2013, Profil Dinas kesehatan Kabupaten Majalengka Kemenkes 2012. Petunjuk teknis deteksi dini gangguan kognitif pada faktor resiko vaskular pusat intelegensia Kesehatan, kementrian Kesehatan RI. Hastono 2010, Analisis data. Jakarta, Salemba Medika Kridawati, 2013 perbedaan pengaruh tepung tempe dan tepung tahu terhadap ekstrogen serum, beta amiloid serum dan fungsi kognitif pada tikus betina dengan ovariektomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lumbantobing, S. M. 2006. Kecerdasan pada usia lanjut dan demensia. Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 110 Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika. Mubarok, W. I., Nurul, C., & Bambang, A. S.(2010). Ilmu keperawatan komunitas:7 Konsep dan aplikasi. Vol. 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Myers, J. S. (2008). Factors associated with changing cognitive function in older adults: Implications for nursing rehabilitation. Diperoleh tanggal 15 Desember 2014 dari http://search.proquest.com/docvi e w/218311907. Nadiroh 2012, Pengaruh Hipertensi terhadap Penurunan Fungsi Kognitif Notoatmodjo, S. (2003). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: PT RinekaCipta. _____________. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Nugroho, W. (2008).Keperawatan gerontik dan geriatrik. Edisi dua. Jakarta: EGC. Potter, P. A., & Perry, A. G. (ed). (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,proses dan praktik. Vol. 1. (4th ed). (Yasmin Asih, dkk, Penerjemah.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Santoso 2011, Gangguan gerak dan fungsi kognitif Pada wanita lanjut usia, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Kesehatan, ISSN 19797621, Vol. 4 Sidiarto, L. D., Kusumoputro, “Mild Cognitive Impairment (MCI) Gangguan Kognitif Ringan”. Berkala NeuroSains Vol.1.No.1,Oktober 1999. Sitanggang, S. (6 Juli 2002). Pikun? Ingat kata lupa. Semarang. Diperoleh Tanggal 15 Desember 2014 dari http://www.suaramerdeka.com/h arian/0207/06/ragam2.htm. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:EGC Steven, P. J. M. (2002). Ilmu keperawatan. (2nded). (Jocelyn Arthur Tomasowa, Penerjemah.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tamher, S., & Noorkasiani. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Tilarso, H. 1988. Latihan Fisik dan Usia Tua. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No.48 Umami, R., & Priyanto, S. (2012). Hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia di Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Fakultas IlmuKesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Diperoleh tanggal 19 Desember 2014 dari http://118.97.15.162/index.php/fi kes/articl e/view/104. Utami 2013, Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Riwayat penyakit, Riwayat Demensia Keluarga dan kejadian demensia pada lansia di panti werda Tresna Bogor, Jurnal Pangan dan gizi Volume 8 Whitmer, R.A., Gunderson, E.P.,Barrett-Connor, E.,Quesenberry Jr, CP., Yaffe, K., 2005. Obesity in middle age and future risk of dementia: a 27 year longitudinal population based study. British Medical Journal Wreksoatmodjo 2012, Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan 111 Fungsi Kognitif Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ____________ 2013, Beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan Faktor risiko gangguan fungsi kognitif Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia Yuniati 2012, Kandungan Vitamin B6, B9, B12 Dan E Beberapa Jenis Daging, Telur, Ikan Dan Udang Laut Di Bogor Dan Sekitarnya. Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 78-89 112