hubungan asupan vitamin b dan status kesehatan dengan fungsi

advertisement
HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN B DAN STATUS KESEHATAN
DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS MAJALENGKA KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2015
Lina Siti Nuriawati, Atik Kridawati
[email protected]
ABSTRAK
Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak,dewasa, dan tuaPada usia lanjut
terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek,
sulit berkonsentrasi, melambatnya proses informasi sehingga dapat mengakibatkan kesulitan
berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan menjelaskan Hubungan
Asupan Vitamin B dan Status Kesehatan dengan Fungsi Kognitif pada usia lanjut di
Kecamatan Majalengka Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten
Majalengka.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross
sectional. Populasi seluruh Usia lanjut yang berumur ≥ 60 tahun yang tercatat di Kecamatan
Majalengka wilayah kerja UPTD Majalengka Kabupaten Majalengka tahun 2014 sebanyak
5.068 Orang. Analisis yang digunakan univariat ,bivariat dan multivariat.
Variabel yang secara signifikan berhubungan dengan fungsi kognitif adalah jenis
kelamin (P value = 0,000), pendidikan(P value = 0,017), pekerjaan (Pvalue = 0,000), asupan
vitamin B (P value = 0,001), dan status kesehatan (Pvalue = 0,001) sedangkan Variabel yang
secara signifikan Tidak berhubungan dengan fungsi kognitif adalah Umur (P value = 0,325).
Pada analisis Multivariat, faktor yang paling dominan berhubungan dengan fungsi kognitif
adalah Asupan Vitamin B (P value = 0,001 OR= 3,856)
Saran diajukan bagi petugas kesehatan tetap meningkatkan dan mempertahankan
upaya promoif dan preventif terutama melalui kegiatan pemeriksaan kesehatan secara rutin di
posyandu lansia, memberikan penyuluhan tentang manfaat Vitamin B untuk fungsi kognitif
pada lansia. Penelitian selanjutnya agar dapat mengembangkan ranah penelitian seperti
meneliti tentang Vitamin B apakah yang paling dominan terhadap fungsi kognitif lansia.
Kata Kunci
Kepustakaan
: Fungsi Kognitif Lansia, Vitamin B
: 42 (2002 – 2014)
97
VITAMIN B INTAKE RELATIONSHIP AND STATUS WITH
HEALTH COGNITIVE FUNCTION IN AGE IN THE
COMMUNITY HEALTH CENTER UPTD MAJALENGKA
MAJALENGKA 2015
Lina Siti Nuriawati, Atik Kridawati
[email protected]
ABSTRACT
The process of human aging is a natural event , which means that someone has gone
through three stages of life , namely children , adults , and the elderly tuaPada decreased
function of brain cells , which causes short-term memory loss , difficulty concentrating ,
slowing the process of information that can lead to difficulty communicating . The purpose of
this study was to Know and explain the relationship Vitamin B intake and health status with
Cognitive Function in Elderly in District Majalengka Work Area Health Center Majalengka
UPTD Majalengka.
This study uses quantitative analytical research with cross sectional design . Elderly
entire aged ≥ 60 years was recorded in the District Majalengka working area UPTD
Majalengka Majalengka District 2014 as 5,068 people . The analysis used univariate ,
bivariate and multivariate analyzes.
The variables that were significantly associated with cognitive functions are gender
(P value = 0,000 ) , education (P value = 0,017 ) , employment (P value = 0,000 ) , intake of
vitamin B (P value =0.001 ) , and health status (P value = 0.001 ) while the variable that was
significantly not associated with cognitive function is Age (P value = 0.325 ) . In multivariate
analysis , the most dominant factors associated with cognitive function is Vitamin B intake (
P value = 0.001 OR = 3.856 )
Suggestions put forward for health workers while improving and maintaining
promoif and preventive efforts , especially through the activities of routine health checks in
the elderly neighborhood health center , providing information about the benefits of Vitamin
B for cognitive function in the elderly . Further research in order to develop the realm of
research such as research on Vitamin B is the most dominant of the cognitive function of
elderly .
Keywords
References
: Elderly Cognitive Function
: 42 (2002 – 2014)
98
PENDAHULUAN
Proses
menua
pada
manusia
merupakan suatu peristiwa alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui 3 tahap
kehidupannya, yaitu anak,dewasa, dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis
maupun psikologis (Mubarok,Nurul dan
Bambang, 2010). Proses penuaan akan
menyebabkan
perubahan
anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga
akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh secara keseluruhan Kemenkes (2012).
Perubahan-perubahan sebagai akibat proses
menua (aging process), meliputi perubahan
fisik, mental, spiritual dan psikososial
(Azizah, 2011).
Menurut Potter dan Perry 2005 dalam
Mubarok 2010 , terdapat 3 perubahan yang
terjadi pada seorang lansia, yaitu perubahan
fisiologis, perubahan perilaku psikososial
dan perubahan kognitif. Pada usia lanjut
terjadi penurunan fungsi sel otak, yang
menyebabkan penurunan daya ingat jangka
pendek, sulit berkonsentrasi, melambatnya
proses
informasi
sehingga
dapat
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi
(Mubarok, Nurul dan Bambang, 2010).
Seiring bertambahnya usia, tubuh akan
mengalami proses penuaan, termasuk otak.
Otak akan mengalami perubahan fungsi,
termasuk fungsi kognitif berupa sulit
mengingat
kembali,berkurangnya
kemampuan dalam mengambil keputusan
dan bertindak (lebih lamban).
Fungsi memori merupakan salah satu
komponen intelektual yang paling utama,
karena sangat berkaitan dengan kualitas
hidup. Banyak lansia mengeluh kemunduran
daya ingat yang disebut sebagai mudah lupa
(Sitanggang, 2002). Seseorang dikatakan
mengalami penurunan fungsi kognitif yang
lazim dikenal dengan demensia atau
kepikunan, bila menunjukkan 3 atau lebih
dari gejala-gejala berupa gangguan dalam
hal, diantaranya perhatian (atensi), daya ingat
(memori),
orientasi
tempat
dan
waktu,kemampuan konstruksi dan eksekusi
(seperti mengambil keputusan, memecahkan
masalah) tanpa adanya gangguan kesadaran.
Gejala tersebut bisa disertai gangguan emosi,
cemas,depresi
agresivitas.
Demensia
merupakan kemunduran progresif kapasitas
intelektual yang disebabkan oleh gangguan
pada otak (Sitanggang,2002). Saat ini 35,6
juta orang hidup dengan demensia di seluruh
dunia. Angka ini akan mencapai dua kali lipat
setiap 20 tahun. Diperkirakan pada tahun
2050, penderita demensia di seluruh dunia
mencapai 115,4 juta orang (WHO, 2013).
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998
tentang
kesejahteraan
lansia
yang
menyebutkan lansia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas. Jumlah warga
usia lanjut Indonesia yang semakin banyak
tidak
dapat
dibendung
lagi
seiring
meningkatnya usia harapan hidup. Di
Indonesia, menurut data sensus terakhir tahun
2010, terdapat 18.037.009 lansia atau sekitar
7,59% dari populasi keseluruhan Penduduk
Indonesia. Diproyeksikan populasi orang
lanjut usia di Indonesia antara tahun 19902025 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di
dunia sedangkan di Kabupaten Majalengka
sendiri jumlah Lansia pada tahun 2013 yaitu
mencapai 141.632 orang.
Secara epidemiologi dengan semakin
meningkatnya usia harapan hidup pada
berbagai populasi, maka jumlah orang berusia
lanjut akan semakin meningkat. Di lain pihak
akan menimbulkan masalah serius dalam
bidang sosial ekonomi dan kesehatan.
Menurut WHO, diperkirakan banyak
negara mengalami beban finansial yang besar
akibat penyakit degeneratif ini, oleh karena itu
dibutuhkan
langkah
konkret
untuk
menanganinya. Penurunan fungsi kognitif
dengan gejala sindroma demensia ,akan
berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
sehari-hari lansia yang bersangkutan. Lansia
dengan demensia sering lupa makan dan
minum, atau makan dan minum diluar jam
makan, serta kurang memperhatikan kualitas
makanannya (misalnya makanan yang sudah
berjamur). Kebutuhan dasar lain seperti
kebutuhan
eliminasi,
keamanan
dan
keselamatan, komunikasi dan sebagainya juga
akan mengalami hal yang serupa (Steven,
2002).Menurut Ricard et al (2007) dalam
Utami (2013), fungsi kognitif dikemudian hari
sangat ditentukan oleh faktor Karakteristik,
99
Status Kesehatan dan pola makan. Pola
makan yang baik dan beraneka ragam dapat
memperbaiki mutu gizi makanan seseorang
(Slamet 2009). Zat gizi mikro diketahui
berkaitan dengan fungsi kognitif lansia,
terutama vitamin B kompleks. Kekurangan
vitamin B kompleks pada lansia dapat
meningkatkan risiko terjadinya demensia.
Sedangkan
Faktor
Kesehatan
yang
berhubungan dengan fungsi kognitif telah
diteliti,diantaranya
diabetes
mellitus,
penyakit vaskular, hipertensi (Utami,2013).
Belum didapatkan data mengenai prevalensi
penurunan fungsi kognitif didunia maupun
untuk Indonesia. Pada tahun 2005 penderita
demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah
13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050
jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta
orang. Pada tahun 2005 jumlah kasus
demensia baru dikawasan Asia Pasifik adalah
4,3 juta per tahun. Menjelang tahun 2050
jumlah inidiproyeksikan akan meningkat
menjadi 19,7 juta kasus baru per tahun
(Depkes RI 2013)
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Utami (2013) di Bogor
Mengenai Pola Konsumsi Pangan, Aktifitas
Fisik dan Riwayat penyakit dengan kejadian
Demensia pada lansia, di dapatka hasil
bahwa semua menunjukan hubungan negatif
signifikan
(p.0,05).
Penelitain
yang
dilakukan oleh mongisidi Rachel (2012)
mengenai Profil Penurunan fungsi kognitif
pada lansia, didapatkan hasil penelitian
bahwa 72,1% sebagian hasil menunjukan
tidak normal. Penelitian terkait lain yang
dilakukan oleh Agustia Shafarina (2013)
tentang Hubungan gaya hidup dengan fungsi
kognitif pada lansia, di dapat hasil terdapat
hubungan antara Gaya hidup dengan fungsi
Kognitif pada Lansia ( P Value < 0,05).
Penelitian terkait lain juga dilakukan oleh
Umami dan Priyanto (2012) tentang
hubungan kualitas tidur dengan fungsi
kognitif dan tekanan darah pada lansia di
Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan
Kabupaten Magelang, didapatkan hasil
terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan
fungsi kognitif (p value < 0,05).
Studi pendahuluan dilakukan di
Kecamatan Majalengka Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas
Majalengka
Kabupaten
Majalengka yang memiliki jumlah penduduk
lansia sebanyak 5.068 orang (Dinas Kesehatan
Kabupaten
Majalengka,
2013).
Studi
pendahuluan dilakukan dengan teknik
wawancara pada tanggal 02 Desember 2014
kepada 10 orang lansia beserta keluarganya
dengan format Mini Mental State Examination
(MMSE) yang dikembangkan oleh Folstein
(1975) dalam Brunner dan Suddarth (2002).
Didapatkan hasil bahwa 40% lansia memiliki
status kognitif yang berada pada kategori
normal, 45% lansia berada pada kategori
probable gangguan kognitif dan 15% lansia
berada pada kategori definitif gangguan
kognitif. Dari fenomena tersebut, peneliti
tertarik untuk mengetahui ” Hubungan Asupan
Vitamin B dan Status Kesehatan dengan
fungsi kognitif pada lanjut usia di Kecamatan
Majalengka wilayah kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka tahun
2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
adalah
penelitian
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan
atau desain penelitian cross sectional. yaitu
suatu pendekatan dengan melakukan observasi
atau pengukuran variabel pada saat yang sama.
Semua subjek hanya diamati satu kali saja dan
peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Sastro,
2000).
Populasi penelitian adalah keseluruhan
objek penelitian atau objek yang diteliti
tersebut (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Usia lnajut yang
berumur ≥ 60 tahun yang tercatat di
Kecamatan Majalengka wilayah kerja UPTD
Majalengka Kabupaten Majalengka tahun
2014 sebanyak 5.068 Orang. Besar sampel
yang harus diambil dalam penelitian ini adalah
120 x 10% = 120 + 12 = 132, sehingga jumlah
yang dibutuhkan adalah 132 responden.
100
Instrumen yang i dibuat dalam bentuk
lembar observasi yang merupakan kuisioner
berdasarkan kerangka konsep dan Definisi
Operasional. Diambil melalui 2 kuisioner
yaitu kuisioner untuk Fungsi Kognitif
(MMSE) dan kuesioner untuk Umur, Jenis
Kelamin, pendidikan, pekerjaan, Asupan
Vitamin B (FFQ), dan status kesehatan.
Analisis data yang dilakukan melalui
tahap editing, koding, tabulasi, dan uji
statistik. Analisis Univariat dilakukan dengan
mendeskripsikan karakteristik dari masingmasing variabel. Analisis Bivariat untuk
melihat distribusi distribusi atau hubungan
beberapa variabel yang di anggap terkait
dengan menggunakan uji Chi-Square.
Sedangkan Analisis Multivariat digunakan
untuk mencari faktor yang paling
berhubungan terhadap Fungsi Kognitif Pada
Lansia.
dari
setengahnya
52,3%dengan
penurunan fungsi kognitif.
Tabel 2
Distribusi
Responden
Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
UPTD
Puskesmas
Majalengka
Kabupaten Majalengka Tahun 2015
Umur
Responden
> 75 tahun
< 75 tahun
Jumlah
Frekuensi
54
78
132
Persentase
(%)
40,9
59,1
100
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden dengan umur > 75
tahun sebesar 40,9% dan responden
dengan umur < 75 tahun sebesar 59,1%.
Dengan demikian lebih dari setengahnya
(59,1%) responden dengan usia < 75
tahun.
HASIL PENELITIAN
a. Analisis univariat
Tabel 1. Distribusi
Responden
Berdasarkan Fungsi Kognitif pada
Lansia di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Majalengka Kabupaten
Majalengka Tahun 2015
Fungsi
Kognitif
Penurunan
Fungsi
Kognitif
Normal
Jumlah
Frekuensi Persentase
(%)
69
52,3
63
132
47,7
100
Tabel 3 Distribusi
Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka
Tahun 2015
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan
91
68.9
Laki-laki
41
31.1
Jumlah
132
100.0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden dengan jenis kelamin
perempuan sebesar 68,9% dan 31,1%
responden dengan jenis kelamin lakilaki. Dengan demikian lebih dari
setengahnya (68,9%) dengan jenis
kelamin perempuan.
Fungsi kognitif dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua kategori yaitu
penurunan fungsi kognitif (lebih kecil
atau sama dengan nilai 24)) dan normal
(lebih besar dari nilai 24). Responden
dengan kategori penurunan fungsi
kognitif sebesar 52,3% dan normal
sebesar 47,7%. Dengan demikian lebih
101
Tabel 4 Distribusi Responden
Berdasarkan
Pendidikan di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Majalengka
Kabupaten
Majalengka Tahun 2015
berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden dengan pendidikan
rendah sebesar 61,4% dan 38,6% dengan
tingkat pendidikan tinggi. Dengan
demikian lebih dari setengahnya (61,4%)
responden dengan tingkat pendidikan
rendah.
Tabel 5 Distribusi
Responden
Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Majalengka
Kabupaten Majalengka Tahun 2015
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Tidak
69
52.3
Bekerja
Bekerja
63
47.7
Jumlah
132
100.0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa 52,3% responden tidak bekerja
dan 47,7% responden yang bekerja.
Dengan demikian lebih dari setengahnya
(52,3%) responden tidak bekerja.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
31,8 responden dengan asupan vitamin <
80% AKG dan 68,2% responden dengan
asupan vitamin > 80% AKG. Dengan
demikian kurang dari setenganya (31,8%)
responden dengan asupan vitamin < 80%
AKG.
Tabel
7 Distribusi
Responden
Berdasarkan Asupan Vitamin di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka
tahun 2015
Status
Kesehatan
Lansia
Sakit
Sehat
Jumlah
Frekuensi
Persentas
e (%)
43
89
132
32.6
67.4
100.0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa 32,6% responden denga n status
kesehatan sakit dan 67,4% responden
dengan status kesehatan sehat. Dengan
demikian kurang dari setengahnya
(32,6%) dengan status kesehatan sakit.
d. Analisis Bivariat
Tabel 8 Distribusi Responden
Berdasarkan Umur Dan Fungsi
Kognitif Pada Lansia di Wilayah
Kerja
UPTD
Puskesmas
Majalengka
Kabupaten
Majalengka tahun 2015
Tabel
6 Distribusi
Responden
Berdasarkan Asupan Vitamin B di
Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka
Tahun 2015
Asupan
Vitamin
≤ 80%
AKG
> 80%
AKG
Jumlah
Frekuensi
Persentase
(%)
42
31.8
90
68.2
132
100.0
102
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden dengan umur > 75
tahun dan mengalami penurunan fungsi
kognitif sebesar 57,4%, sedangakn
responden dengan umur < 75 tahun dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 48,7%. Hasil uji statitik p value
= 0,325 yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara umur
dengan fungsi kognitif pada lansia di
wilayah kerja UPTD Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015.
Hasil analisis data diperoleh nilai OR =
1.419 (CI : 0.706 - 2.853) yang berarti
responden dengan usia > 75 tahun
berpeluang mengalami penurunan
fungsi kognitif 1.419 kali lebih besar
dibandingkan
dengan
responden
berusia < 75 tahun.
Tabel 9 Distribusi
Responden
Berdasarkan jenis
kelamin dan
fungsi kognitif pada lansia di
wilayah kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka
tahun 2015
Fungsi Kognitif Lansia
Jenis
kela
min
Penuru
nan
Fungsi
Kogniti
f
N
Pera
mpu
an
6
5
Normal
% N
7
1.
4
2
6
%
2
8.
6
OR
(95%
CI)
Total
n
9
1
4
9. 3
8 7
9
0.
2
4
1
Tabel
10Distribusi
Responden
Berdasarkan pendidikan dan fungsi
kognitif pada lansia di wilayah kerja
UPTD
Puskesmas
majalengka
kabupaten Majalengka tahun 2015
p
val
ue
%
123.1
0
25
0.
0
(7.49
0-
Laki
-laki
Berdasarkan tabel di berdasarkan tabel diatas
diketahui bahwa responden dengan jenis
kelamin
perempuan
dan
mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar 71,4%,
sedangakn responden dengan jenis kelamin
laki-laki dan mengalami penurunan fungsi
kognitif sebesar 9,8%. Hasil uji statitik p value
= 0,000 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan fungsi
kognitif pada lansia di wilayah kerja UPTD
Majalengka Kabupaten Majalengka tahun
2015. Hasil analisis data diperoleh nilai OR =
23.125 (CI: 7.490 - 71.401) yang berarti
responden dengan jenis kelamin perempuan
berpeluang mengalami penurunan fungsi
kognitif 23.125 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden dengan jenis kelamin
perempuan.
1
0
0.
0
0.0
00
71.4
01)
103
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden dengan tingkat
pendidikan rendah dan mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar
60,5%, sedangakn responden dengan
tingkat
pendidikan
tinggi
dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 39,2%. Hasil uji statitik p value
= 0,017 yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan
dengan fungsi kognitif pada lansia di
wilayah kerja UPTD Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015.
Hasil analisis data diperoleh nilai OR =
2.373 (CI : 1.158 - 4.863) yang berarti
responden dengan tingkat pendidikan
rendah
berpeluang
mengalami
penurunan fungsi kognitif 2.373 kali
lebih besar dibandingkan dengan
responden dengan tingkat pendidikan
tinggi.
Tabel 11 Distribusi Responden
Berdasarkan pekerjaan dan fungsi
kognitif pada lansia di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa responden yang tidak beerja dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 79,7%, sedangakn responden
yang bekerja dan mengalami penurunan
fungsi kognitif sebesar 22,2%. Hasil uji
statitik p value = 0,000 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan fungsi kognitif pada
lansia di wilayah kerja UPTD
Majalengka Kabupaten Majalengka
tahun 2015. Hasil analisis data
diperoleh nilai OR = 13.750 (CI: 5.967 31.687) yang berarti responden yang
tidak bekerja berpeluang mengalami
penurunan fungsi kognitif 13.750 kali
lebih besar dibandingkan dengan
responden yang bekerja.
Tabel 12 Distribusi Responden
Berdasarkan asupan vitamin B dan
fungsi kognitif pada lansia di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
responden dengan asupan vitamin B <
80% AKG dan mengalami penurunan
fungsi kognitif sebesar 73,8%, sedangakn
responden dengan asupan vitamin B >
80% AKG dan mengalami penurunan
104
fungsi kognitif sebesar 42,2%. Hasil uji
statitik p value = 0,001 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara asupan
vitamin dengan fungsi kognitif pada lansia
di wilayah kerja UPTD Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015. Hasil
analisis data diperoleh nilai OR = 3.856
(CI: 1.724 - 8.626) yang berarti responden
dengan asupan vitamin < 80% AKG
berpeluang mengalami penurunan fungsi
kognitif 3.856 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden dengan
asupan vitamin B > 80% AKG.
Tabel
13
Distribusi
Responden
Berdasarkan status kesehatan dan
fungsi kognitif pada lansia di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
responden dengan status kesehatan sakit
dan mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 72,1%, sedangakn responden
dengan status kesehatan sehat dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 42,7%. Hasil uji statitik p value =
0,001 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara status kesehatan dengan
fungsi kognitif pada lansia di wilayah
kerja UPTD Majalengka Kabupaten
Majalengka tahun 2015. Hasil analisis
data diperoleh nilai OR = 3.467 (CI: 1.577
- 7.622) yang berarti responden dengan
status
kesehatan
sakit
berpeluang
mengalami penurunan fungsi kognitif
3.467 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden dengan status kesehatan
sehat.
Analisis Multivariat
Tabel 14 Model Terakhir Multivariat
Regresi Logistik Fungsi Kognitif pada
Lansia di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Majalengka
Variabel
P value
OR
Asupan Vitamin B
0.001
3.856
Jenis Kelamin
0.011
2.023
Pendidikan
0.021
1.912
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa variabel yang paling dominan
berhubungan fungsi kognitif pada lansia
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Tahun 2015 adalah Asupan
Vitamin B (OR= 3.856) yang artinya
pada responden yang asupan vitamin B
nya kurang dari 80% AKG mempunyai
peluang 3.8 kali lebih besar mengalami
penurunan fungsi kognitif dibandingkan
resonden yang asupan vitamin B nya
lebih dari sama dengan 80% AKG
setelah di kontrol dengan jenis kelamin
dan pendidikan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada 132
lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Majalengka Kabupaten Majalengka. Pada
lanjut usia selain mengalami kemunduran
fisik juga sering mengalami kemunduran
fungsi intelektual termasuk fungsi
kognitif. Di fase ini seseorang masih bisa
105
berfungsi normal kendati mulai sulit
mengingat kembali informasi yang telah
dipelajari, tidak jarang ditemukan pada
orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa
berlanjut menjadi Gangguan Kognitif
Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI)
sampai ke demensia sebagai bentuk klinis
yang paling berat. Demensia adalah suatu
kemunduran intelektual berat dan
progresif yang mengganggu fungsi sosial,
pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari
seseorang (Wreksoatmodjo, 2012). Hasil
penelitian menjelaskan bahwa terdapat
penurunan fungsi kognitif sebesar 52,3%
dan normal sebesar 47,7%.
Tingginya kasus penurunan fungsi
koginitif disebabkan berbagai faktor
diantaranya faktor umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, asupan vitamin dan
kesehatan lansia. Jenis kelamin, wanita
lebih beresiko mengalami penurunan
kognitif dari pada laki-laki. Hal ini
disebabkan adanya peranan level hormon
seks endogen dalam perubahan fungsi
kognitif.
Reseptor
estrogen
telah
ditemukan dalam area otak yang berperan
dalam fungsi belajar dan memori, seperti
hipokampus. Penurunan fungsi kognitif
umum dan memori verbal dikaitkan
dengan rendahnya level estradiol dalam
tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat
neuroprotektif yaitu dapat membatasi
kerusakan akibat stress oksidatif serta
sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas
amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe,
dkk dalam Myers, 2008). Faktor makanan
juga mempengaruhi fungsi kognitif.
Kekurangan vitamin B sekitar 25% -54%
pada orang berusia 60 keatas dan 74%
ditemukan pada wanita pada penderita
Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh
metabolisme vitamin D yang kurang
efisien pada orang tua. Karena sumber
utama vitamin D adalah sinar matahari,
untuk mempertahankan tingkat serum
normal diet saja mungkin tidak cukup
tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian
tentang vitamin B dalam fungsi otak
adalah adanya reseptor vitamin B pada
hippocampus dan merupakan pelindung
dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam
Myers, 2008). Salah satu faktor penyakit
penting yang mempengaruhi penurunan
kognitif
lansia
adalah
hipertensi.
Peningkatan tekanan darah kronis dapat
meningkatkan efek penuaan pada struktur
otak, meliputi penurunan substansia putih
dan abu-abu di lobus prefrontal,
penurunan hipokampus, meningkatkan
hiperintensitas substansia putih di lobus
frontalis (Raz, Rodrigue, & Acker dalam
Myers, 2008). Angina pektoris, infark
miokardium, penyakit jantung koroner
dan penyakit vaskular lainnya juga
dikaitkan dengan memburuknya fungsi
kognitif (Briton & Marmot dalam Myers,
2008). Hasil penelitian Scanlan et al
(dalam Agustia, 2013) menunjukkan
adanya hubungan positif antara usia dan
penurunan fungsi kognitif. Hasil dari
pengukuran fungsi kognitif pada lansia
yang adalah 16% pada kelompok umur
65-69 tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30%
pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80 tahun
keatas
Faktor Karakteristik Yang
Berhubungan dengan Fungsi Kognitif
Karakteristik responden yang dikaji yaitu
faktor jenis kelamin P value
1. 0,000, pendidikan P value = 0,017,
pendidikan P value = 0,017,
pekerjaan P value = 0,000, asupan
vitamin B P value
2. 0,001, dan kesehatan lansia P value =
0,001.
Jenis kelamin berhubungan erat
dengan fungsi kognitif. Pada penelitian ini
diketahui bahwa responden dengan jenis
kelamin perempuan dan mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar 71,4%,
sedangakn responden dengan jenis
kelamin
laki-laki
dan
mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar 9,8%.
Hasil analisis data diperoleh nilai OR =
23.125 (CI: 7.490 - 71.401) yang berarti
responden
dengan
jenis
kelamin
106
perempuan
berpeluang
mengalami
penurunan fungsi kognitif 23.125 kali
lebih
besar
dibandingkan
dengan
responden
dengan
jenis
kelamin
perempuan.
Jenis kelamin, wanita lebih beresiko
mengalami penurunan kognitif dari pada
laki-laki. Hal ini disebabkan adanya
peranan level hormon seks endogen dalam
perubahan fungsi kognitif. Reseptor
estrogen telah ditemukan dalam area otak
yang berperan dalam fungsi belajar dan
memori, seperti hipokampus. Penurunan
fungsi kognitif umum dan memori verbal
dikaitkan dengan rendahnya level
estradiol
dalam
tubuh.
Estradiol
diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu
dapat membatasi kerusakan akibat stress
oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf
dari toksisitas amiloid pada pasien
Alzheimer (Yaffe, dkk dalam Myers,
2008).
Faktor
makanan
juga
mempengaruhi
fungsi
kognitif.
Kekurangan vitamin B sekitar 25% -54%
pada orang berusia 60 keatas dan 74%
ditemukan pada wanita pada penderita
Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh
metabolisme vitamin B yang kurang
efisien pada orang tua. Karena sumber
utama vitamin B adalah sinar matahari,
untuk mempertahankan tingkat serum
normal diet saja mungkin tidak cukup
tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian
tentang vitamin B dalam fungsi otak
adalah adanya reseptor vitamin B pada
hippocampus dan merupakan pelindung
dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam
Myers, 2008). Salah satu faktor penyakit
penting yang mempengaruhi penurunan
kognitif
lansia
adalah
hipertensi.
Peningkatan tekanan darah kronis dapat
meningkatkan efek penuaan pada struktur
otak, meliputi penurunan substansia putih
dan abu-abu di lobus prefrontal,
penurunan hipokampus, meningkatkan
hiperintensitas substansia putih di lobus
frontalis (Raz, Rodrigue, & Acker dalam
Myers, 2008). Angina pektoris, infark
miokardium, penyakit jantung koroner
dan penyakit vaskular lainnya juga
dikaitkan dengan memburuknya fungsi
kognitif (Briton & Marmot dalam Myers,
2008). Hasil penelitian Scanlan et al
(dalam Agustia, 2013) menunjukkan
adanya hubungan positif antara usia dan
penurunan fungsi kognitif. Hasil dari
pengukuran fungsi kognitif pada lansia
yang adalah 16% pada kelompok umur
65-69 tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30%
pada 75-79 tahun, dan 44% pada 80 tahun
keatas.
Pendidikan merupakan usaha
sadar
agar
manusia
dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui
kegiatan pengajaran dan cara lain yang
dikenal serta diakui oleh masyarakat.
Pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang acuh tak acuh terhadap program
kesehatan, sehingga mereka tidak
mengenal tanda-tanda bahaya yang
mungkin terjadi walaupun sarana yang
belum tentu mereka tahu penggunaannya
(Sudarma, 2008 dalam Umami 2012).
Pada penelitian ini responden dengan
tingkat pendidikan rendah dan mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar 60,5%,
sedangakn responden dengan tingkat
pendidikan tinggi dan mengalami
penurunan fungsi kognitif sebesar 39,2%.
Hasil analisis data diperoleh nilai OR =
2.373 (CI : 1.158 - 4.863) yang berarti
responden dengan tingkat pendidikan
rendah berpeluang mengalami penurunan
fungsi kognitif 2.373 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden dengan
tingkat pendidikan tinggi.
Individu
dengan
tingkat
pendidikan
tinggi
memiliki
kecenderungan memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas sehingga individu
dapat memelihara kesehatannya. Individu
yang mampu memelihara dan menjaga
kesehatannya dapat terhindar dari
penurunan fungsi kognitif.
Pekerjaan
berhubungan
erat
dengan fungsi kognitif, P value = 0,000.
Pada penelitian ini diketahui bahwa
107
responden yang tidak beerja dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 79,7%, sedangakn responden yang
bekerja dan mengalami penurunan fungsi
kognitif sebesar 22,2%. Hasil uji statitik P
value = 0,000 yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara pekerjaan dengan
fungsi kognitif pada lansia di wilayah
kerja UPTD Majalengka Kabupaten
Majalengka tahun 2015. Hasil analisis
data diperoleh nilai OR = 13.750 (CI:
5.967 - 31.687) yang berarti responden
yang tidak bekerja berpeluang mengalami
penurunan fungsi kognitif 13.750 kali
lebih
besar
dibandingkan
dengan
responden yang bekerja.
Faktor
pekerjaan
dapat
mempercepat proses menua yaitu pada
pekerja keras/over working, seperti pada
buruh kasar/petani. Pekerjaan orang dapat
mempengaruhi
fungsi
kognitifnya,
dimana pekerjaan yang terus menerus
melatih kapasitas otak dapat membantu
mencegah terjadinya penurunan fungsi
kognitif dan mencegah dimensia (Sidiarto,
1999).
Faktor Asupan Vitamin B
Asupan vitamin berhubungan yang
bermakna antara asupan vitamin dengan
fungsi kognitif pada lansia di wilayah
kerja UPTD Majalengka Kabupaten
Majalengka tahun 2015, P value = 0,001.
Hasil penelitian diketahui bahwa bahwa
responden dengan asupan vitamin B <
80% AKG dan mengalami penurunan
fungsi kognitif sebesar 73,8%, sedangakn
responden dengan asupan vitamin > 80%
AKG dan mengalami penurunan fungsi
kognitif sebesar 42,2%. Hasil analisis data
diperoleh nilai OR = 3.856 (CI: 1.724 8.626) yang berarti responden dengan
asupan vitamin B < 80% AKG berpeluang
mengalami penurunan fungsi kognitif
3.856 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden dengan asupan vitamin
B > 80% AKG.
Vitamin B6, VitaminB12, dan asam
Folat merupakan gizi yang mempunyai
peran penting dalam menjaga kesehatan
saraf (La Rue 2000 dalam Kridawati
2013).
1. Asam Folat (Vitamin B9)
Asam folat adalah bentuk vitamin B
yang diperlukan oleh anak-anak dan
orang dewasa untuk memproduksi sel
darah merah dan mencegah anemia.
Asam folat berperan besar dalam
pertumbuhan dan perkembangan sel,
serta
pembentukan
jaringan,
kekurangan asam folat, tubuh akan
mudah terserang penyakit seperti
depresi,
kecemasan,
kelelahan,
insomnia, kesulitan mengingat, lidah
merah dan luka hingga gangguan
pencernaan ( Tailor, 2002 dalam
yuniati 2012). Angka kecukupan
asam folat berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013
adalah sebesar 400 mcg per hari pada
lansia. Fungsi utama koonzim folat
adalah memindahkan atom akrbon
tunggal dalam bentuk gugus formil,
hidroksimetil dan metil dalam reaksi
–reaksi penting metabolisme asam
amino dan asam nukleat. (Suter 2006
dalam Kridawati 2013).
2. Vitamin B12
Vitamin B12 diperlukan tubuh
untuk mencegah gejala defisiensi,
yakni anemia perniciousa dan gejala
neurologis defisiensi vitamin B12
Vitamin B12 bersama asam folat
merupakan vitamin yang sangat
penting pada egenerasi sel dan
pertumbuhan
jaringan.
Sumber
Vitamin
ini,
juga
disebut
Sianokobalamin adalah daging sapi,
hati sapi, ayam, kalkun, salmon liar,
susu, keju dan telur. Karena B12 tidak
ditemukan di sayuran atau buahbuahan, maka bagi orang vegetarian
perlu minum vitamin B12 yang
108
berbentuk suplemen. Kekurangan
mengakibatkan anemia makrositik,
elevated homocyteine, peripheral
neurophaty, kurangnya kemampuan
memori dan kognitif, kemungkinan
besar terjadi pada orang yang sudah
tua, dikarenakan penyerapan melalui
usus menurun karena faktor usia; the
autoimmune
disease
pernicious
anemia adalah penyebab umum
lainnya. Juga dapat menyebabkan
gejala mania dan psikosis. ( Tailor,
2002 dalam yuniati 2012). Angka
kecukupan Vitamin B12 berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun
2013 adalah sebesar 2,4 mcg per hari
pada lansia.
3. Vitamin B6
Vitamin B6 juga berperan dalam
metoabolisme homosistein yaitu
dalam
jalur
transsulfurasi,
homosistein bergabung dengan serin
membentuk sistationin pada suatu
reaksi yang dikatalisa oleh vitamin
B6, dan bergantung pula pada
keberadaan enzim sistation β sintase
(Suter 2006 dalam Kridawati 2013).
Angka kecukupan Vitamin B12
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) tahun 2013 adalah sebesar 1,7
mg per hari pada lansia. Sumber
utama vitamin B6 adalah daging,
unggas, ikan, kentang, ubi jalar,
sayur-sayuran, susu, dan biji-bijian.
Kekurangan
vitamin
B6
menyebabkan gejala kulit rusak,
syaraf motorik terganggu, dan
kelainan darah.
Kesehatan Lansia
Hasil analisis data diketahui
bahwa P value = 0,001 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara status
kesehatan dengan fungsi kognitif pada
lansia di wilayah kerja UPTD Majalengka
Kabupaten Majalengka tahun 2015.
Responden dengan status kesehatan sakit
dan mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 72,1%, sedangakn responden
dengan status kesehatan sehat dan
mengalami penurunan fungsi kognitif
sebesar 42,7%. Hasil analisis data
diperoleh nilai OR = 3.467 (CI: 1.577 7.622) yang berarti responden dengan
status kesehatan sakit
berpeluang
mengalami penurunan fungsi kognitif
3.467 kali lebih besar dibandingkan
dengan
responden
dengan
status
kesehatan sehat.
Penurunan anatomik dan fisiologik
meliputi sistem otak dan syaraf otak,
sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan,
sistem metabolisme, sistem ekskresi dan
sistem musculoskeletal serta penyakitpenyakit degeneratif, Proses menua tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
terjadinya
demensia.
Penuaan
menyebabkan
terjadinya
perubahan
anatomi dan biokimiawi disusunan saraf
pusat. Penurunan anatomik dan fisiologik
dapat meliputi; Sistem saraf pusat ( otak )
dan saraf otak Berat otak akan menurun
sebanyak sekitar 10%-12% selama hidup,
perbandingan substansi kelabu : substansi
putih pada umur 20 = 1,28 : 1, pada umur
50 = 1,13 : 1 dan pada umur 100 = 1,55:1
( Tilarso,1988 ). Disamping itu meningen
menebal, giri dan sulci otak berkurang
kedalamannya,
kelainan
ini
tidak
menyebabkan gangguan patologi yang
20berarti. Pada pembuluh darah terjadi
penebalan
intima
akibat
proses
aterosklerosis dan tunika media berakibat
terjadi gangguan vaskularisasi otak yang
dapat menyebabkan stroke dan demensia
vaskuler
sedangkan
pada
daerah
hipotalamus menyebabkan terjadinya
gangguan saraf otak akibat pengaruh
berkurangnya berbagai neurotransmitter (
Martono,2009 dalam Umami 2012 ).
KESIMPULAN
1. Lebih dari setengahnya 52,3%
lansia di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Majalengka Kabupaten
Majalengka tahun 2015 dengan
109
penurunan fungsi kognitif.
2. Variabel yang secara signifikan
berhubungan
dengan
fungsi
kognitif pada adalah jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, asupan
vitamin B, dan status kesehatan.
3. Variabel yang paling dominan
berhubungan
dengan
adalah
Vitamin B fungsi kognitif pada
lansia di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Majalengka Tahun
2015 adalah Vitamin B (OR=
3,856)
yang
artinya
pada
responden yang asupan vitamin B
nya kurang dari 80% AKG
mempunyai peluang 3.8 kali lebih
besar mengalami penurunan fungsi
kognitif dibandingkan resonden
yang asupan vitamin B nya lebih
dari sama dengan 80% AKG.
SARAN
1. Diharapkan tetap meningkatkan
dan
mempertahankan
upaya
promoif dan preventifdi puskesmas
terutama
melalui
kegiatan
pemeriksaan kesehatan secara rutin
di posyandu lansia, memberikan
penyuluhan
tentang
manfaat
Vitamin B untuk fungsi kognitif
pada
lansia
dengan
tidak
melupakan aspek – aspek lain
selain aspek biologis, seperti
psikologis, sosial dan spiritual
lansia.
2. Diharapkan ada penelitian lain yang
dapat
mengembangkan
ranah
penelitian seperti meneliti tentang
Vitamin B apakah yang paling
dominan terhadap fungsi kognitif
lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Agustia, 2013. Hubungan Gaya Hidup
dengan fungsi Kognitif. Program
Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian
Pendekatan Praktek. Edisi Revisi
V. Jakarta: Rineka Cipta.
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan
lanjut usia.Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Brunner & Suddarth. (ed). (2002).
Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner & Suddarth. Vol.
1. (8th ed). (Agung Waluyo,
Made Karyasa, Julia, Y. Kuncara
& Yasmin Asih, Penerjemah.).
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Darmojo, B., &Martono. (2009). Buku
Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut). Edisi keempat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen kesehatan RI (2000).
Pedoman Pemantauan Konsumsi
Gizi Direktorat jenderal
kesehatan masyarakat Direktorat
gizi masyarakat Jakarta
_________________ (2013). Kenali 10
gejala umum demensia alzheimer
dari sekarang. Diperoleh tanggal
12 Desember 2014 dari
http://www.depkes.go.id/index.ph
p?vw=2&id=2408.
Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2010.
Profil Dinas Kesesehatan Jawa
Barat.
Dinkes Majalengka 2013, Profil Dinas
kesehatan Kabupaten Majalengka
Kemenkes 2012. Petunjuk teknis
deteksi dini gangguan kognitif
pada faktor resiko vaskular pusat
intelegensia Kesehatan,
kementrian Kesehatan RI.
Hastono 2010, Analisis data. Jakarta,
Salemba Medika
Kridawati, 2013 perbedaan pengaruh
tepung tempe dan tepung tahu
terhadap ekstrogen serum, beta
amiloid serum dan fungsi
kognitif pada tikus betina dengan
ovariektomi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Lumbantobing, S. M. 2006.
Kecerdasan pada usia lanjut dan
demensia. Edisi 4. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
110
Maryam, R. S., Ekasari, M. F.,
Rosidawati., Jubaedi, A., &
Batubara, I. (2008). Mengenal usia
lanjut dan perawatanya. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarok, W. I., Nurul, C., & Bambang,
A. S.(2010). Ilmu keperawatan
komunitas:7 Konsep dan aplikasi.
Vol. 2. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Myers, J. S. (2008). Factors associated
with changing cognitive function
in older adults: Implications for
nursing rehabilitation. Diperoleh
tanggal 15 Desember 2014 dari
http://search.proquest.com/docvi
e w/218311907.
Nadiroh 2012, Pengaruh Hipertensi
terhadap Penurunan Fungsi
Kognitif
Notoatmodjo, S. (2003). Promosi
Kesehatan & Ilmu Perilaku.
Jakarta: PT RinekaCipta.
_____________. (2007). Promosi
Kesehatan & Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: PT
Rineka
Nugroho, W. (2008).Keperawatan
gerontik dan geriatrik. Edisi dua.
Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (ed).
(2005). Buku ajar fundamental
keperawatan: Konsep,proses dan
praktik. Vol. 1. (4th ed). (Yasmin
Asih, dkk, Penerjemah.). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santoso 2011, Gangguan gerak dan
fungsi kognitif Pada wanita
lanjut usia, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta,
Jurnal Kesehatan, ISSN 19797621, Vol. 4
Sidiarto, L. D., Kusumoputro, “Mild
Cognitive Impairment (MCI)
Gangguan Kognitif Ringan”.
Berkala NeuroSains
Vol.1.No.1,Oktober 1999.
Sitanggang, S. (6 Juli 2002). Pikun?
Ingat kata lupa. Semarang.
Diperoleh Tanggal 15 Desember
2014 dari
http://www.suaramerdeka.com/h
arian/0207/06/ragam2.htm.
Stanley, M., & Beare, P. G. (2006).
Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Jakarta:EGC
Steven, P. J. M. (2002). Ilmu
keperawatan. (2nded). (Jocelyn
Arthur Tomasowa, Penerjemah.).
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tamher, S., & Noorkasiani. (2009).
Kesehatan usia lanjut dengan
pendekatan asuhan keperawatan.
Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Tilarso, H. 1988. Latihan Fisik dan
Usia Tua. Majalah Cermin Dunia
Kedokteran No.48
Umami, R., & Priyanto, S. (2012).
Hubungan kualitas tidur dengan
fungsi kognitif dan tekanan
darah pada lansia di Desa
Pasuruhan Kecamatan
Mertoyudan Kabupaten
Magelang. Fakultas
IlmuKesehatan Universitas
Muhammadiyah Magelang.
Diperoleh tanggal 19 Desember
2014 dari
http://118.97.15.162/index.php/fi
kes/articl e/view/104.
Utami 2013, Pola Konsumsi Pangan,
Aktivitas Fisik, Riwayat
penyakit, Riwayat Demensia
Keluarga dan kejadian demensia
pada lansia di panti werda Tresna
Bogor, Jurnal Pangan dan gizi
Volume 8
Whitmer, R.A., Gunderson,
E.P.,Barrett-Connor,
E.,Quesenberry Jr, CP., Yaffe,
K., 2005. Obesity in middle age
and future risk of dementia: a 27
year longitudinal population
based study. British Medical
Journal
Wreksoatmodjo 2012, Penelitian
Pendahuluan atas Hubungan
Social Engagement dengan
111
Fungsi Kognitif Fakultas
Kedokteran Universitas
Atmajaya, Jakarta, Indonesia
____________ 2013, Beberapa kondisi
fisik dan penyakit yang
merupakan Faktor risiko
gangguan fungsi kognitif Bagian
Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Atmajaya, Jakarta,
Indonesia
Yuniati 2012, Kandungan Vitamin B6,
B9, B12 Dan E Beberapa Jenis
Daging, Telur, Ikan Dan Udang
Laut Di Bogor Dan Sekitarnya.
Penel Gizi Makan 2012, 35(1):
78-89
112
Download