15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Karet Alam Sesuai

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Karet Alam
Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari
getah tanaman karet, baik spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Sifatsifat atau kelebihan karet alam antara lain daya elastisitas atau daya lentingnya
sempurna, sangat plastis, sehingga mudah diolah, tidak mudah panas, tidak mudah
retak. Adapun kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi
kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam
tidak bisa meningkatkan produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya
cenderung tinggi (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap budi daya karet, 2009)
2.1.1 Sejarah Karet Alam
Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar
sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah
yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan
pembuatan barang dari bahan baku karet, maka berkembang pula industri yang
mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia (PS,
2008)
Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke benua
Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah,
pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat.
Orang-orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara
menebangnya. Getah yang diperoleh kemudian dijadikan bola yang dapat dipantulpantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian
Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. Delapan belas
tahun kemudian para pendatang dari Eropa mempublikasikan penemuan Michele de
Cuneo (PS, 2008)
Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.
Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai koleksi. Selanjutnya, karet
dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.
Pemerintah Belanda tertarik untuk meluaskan tanaman karet karena tembakau dan
15
16
kopi yang menjadi andalan waktu itu tengah mengalami kelesuan. Kelesuan
perdagangan kedua komoditas ini menimbulkan minat penguasa Belanda untuk
mengusahakan perkebunan karet. Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan
di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah
Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah
karet rambung atau Ficus elastic. Jenis karet alam atau Hevea brasiliensis baru
ditanam pada tahun 1902 di daerah Sumatera Timur dan ditanam di pulau Jawa tahun
1906 (PS, 2008).
2.1.2 Jenis-jenis Karet Alam
Karet alam memiliki banyak jenis berdasarkan pengolahannya. Berikut tujuh
jenis karet alam yang dikenal di pasaran (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap
budidaya karet, 2008)
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang
didapat dari penyadapan pohon karet Hevea brasiliensis. Bahan olah karet
ini umumnya merupakan produksi perkebunan karet rakyat, sehingga
sering disebut dengan bokar (bahan olah karet rakyat). Berdasarkan
proses pengolahannya bokar terdiri atas empat jenis, yaitu
- lateks kebun, merupakan getah yang didapat dari kegiatan menyadap
pohon karet. Syarat-syarat lateks kebun yang baik yaitu telah disaring
menggunakan saringan berukuran 40 mesh, bebas dari kotoran atau
benda-benda lain seperti serpihan kayu atau daun, tidak bercampur
dengan bubur lateks, air atau serum lateks, warna putih dan berbau
khas karet segar, kadar karet kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan
untuk mutu 2 sekitar 20%.
- Sheet angin, merupakan produk lanjutan dari lateks kebun yang telah
disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut. Karet sheet ini
berbentuk gilingan. Kriteria sheet angin yang baik yaitu tidak ada
kotoran, kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan mutu 2
sebesar 80%, tingkat ketebalan pertama 3 mm dan ketebalan kedua 5
mm. untuk mendapatkan sheet angin dengan kualifikasi tersebut,
bahan
bakunya
yang
berupa
lateks
kebun
harus
digiling
menggunakan gilingan kembang agar air dan serumnya keluar. Selain
17
itu dalam penyimpanannya tidak boleh terkena air dan sinar matahari
secara langsung.
- Slab tipis, merupakan bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang
sudah digumpalkan dengan asam semut. Syarat-syarat slab tipis yang
baik yaitu, bebas dari air atau serum, tidak tercampur gumpalan yang
tidak segar, tidak terdapat kotoran, slab tipis mutu 1 berkadar karet
kering sebesar 70% dan mutu 2 memiliki kadar karet kering 60%.
Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan ketebalan kedua 40 mm.
Untuk mendapatkan slab tipis dengan kualifikasi tersebut, air atau
serum harus dikeluarkan dengan cara digiling. Sementara itu,
penyimpanannya harus terbebas dari sinar matahari langsung dan
genangan air.
- Lump segar, merupakan bahan olahan karet yang bukan berasal dari
gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk
penampung. Kriteria lump segar yang baik yaitu, bersih dari kotoran,
mutu 1 berkadar karet kering 60% dan mutu 2 berkadar karet kering
50%, tingkat ketebalan pertama 40 mm dan ketebalan kedua 60 mm.
2. Karet alam konvensional
Terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Dalam Green Book yang
diterbitkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference,
jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam konvensional
adalah
- Ribbed Smoked Sheet (RSS), berupa lembaran sheet yang diproses
melalui pengasapan yang baik. Ada beberapa kelas dalam jenis ini,
yang terbaik adalah X RSS, dimana karet harus benar-benar bersih,
kering, kuat, bagus dan setiap bagian mendapat pengasapan
sempurna.
- White crepe pale crepe, jenis ini memiliki warna putih atau muda, ada
yang tebal dan ada pula yang tipis. Standar mutu yang paling baik
adalah karet yang kering, kokoh dan warnanya putih merata. Warna
yang luntur, bau asam atau tidak enak, noda, debu, pasir, minyak atau
bekas oksidasi tidak diperbolehkan.
- Estate brown crepe, crepe ini memiliki warna cokelat muda.
Umumnya, jenis ini diproduksi oleh perkebunan-perkebunan besar
18
atau estate. Jenis ini dibuat dari bahan-bahan yang kurang baik,
seperti sisa lateks, lump atau koagulum yang berasal dari
prakoagulasi, serta scrap atau lateks kebun yang sudah kering di
bidang penyadapan. Brown crepe tebal disebut thick brown crepe dan
yang tipis disebut thin brown crepe. Standar mutu yang paling baik
adalah karet harus kering, bersih dan berwarna cokelat muda. Dalam
kelas ini tidak diperbolehkan adanya noda, benda-benda asing
semacam pasir, bekas oksidasi, bau asam atau bau tidak enak dan
warna yang luntur.
- Compo crepe, terbuat dari bahan lump, scrap pohon, potonganpotongan sisa RSS atau slab basah. Scrap tanah tidak diperbolehkan
dalam pembuatan compo crepes ini. Standar mutu terbaik dari jenis
ini, karet harus dalam keadaan kering, bersih dan berwarna cokelat
muda. Luntur, noda-noda, pasir atau benda asing lain, minyak dan
bekas oksidasi tidak diperbolehkan. Meskipun demikian, adanya
belang-belang masih diperbolehkan.
- Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena
digiling ulang. Bahannya sama dengan bahan brown crepe lainnya,
tetapi masih digiling lagi, sehingga didapatkan crepe dengan
ketebalan sesuai dengan yang dikehendaki. Standar mutu yang paling
baik adalah karet berwarna cokelat muda, kering dan bersih. Belangbelang masih diperbolehkan asal dalam jumlah kecil.
- Thick blanket crepe ambers, merupakan crepe blanket yang tebal
dengan warna cokelat, dan terbuat dari slab basah, sheet tanpa
pengasapan, lump dan scrap dari perkebunan besar atau kebun rakyat
yang baik mutunya. Tidak boleh menggunakan scrap tanah. Standar
mutu terbaik pada jenis ini karet harus kering dan bersih dengan
warna cokelat muda.
- Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yakni
crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah,
termasuk scrap tanah yang berwarna hitam. Karet ini harus kering
dengan warna cokelat tua sampai kehitaman dan bertekstur sedang
hingga lembek. Pada jenis ini tidak diperbolehkan adanya kelunturan,
bekas panas, pasir, lumpur, dan pengepakan tidak bersih.
19
- Pure smoked blanket crepe, didapatkan dari penggilingan karet asap
yang berasal dari ribbed smoked sheet, termasuk karet bongkah dan
sisa potongannya. Standar mutunya adalah kering, bersih, kuat, liat
dan berbau karet asap yang khas. Pasir dan benda asing lain, warna
luntur, bekas minyak dan pengepakan yang tidak bersih tidak
diperbolehkan. Warnanya dari cokelat hingga cokelat tua.
- Off crepe, terbuat dari bahan-bahan sisa atau bermutu jelek, misalnya
lembaran-lembaran RSS yang penggilingannya tidak sempurna, busa
lateks dan bekas air cucian yang masih banyak mengandung lateks.
Tidak ada standar mutu pada karet jenis ini karena memang secara
umum karet ini tidak memiliki standar.
3. Lateks pekat
Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran atau
bongkahan, lateks pekat berbentuk cairan pekat. Pemrosesan bahan baku
menjadi lateks pekat bisa melalui pendadihan (creamed latex) atau
pemusingan (centrifuged latex). Lateks pekat ini biasanya merupakan
bahan untuk pembuatan barang-barang yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah
Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang
menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
5. Karet spesifikasi teknis
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber merupakan karet yang dibuat
secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya
didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan
aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat
tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini dikemas
dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.
6. Tyre Rubber
Tyre rubber merupakan karet setengah jadi, sehingga bisa langsung
digunakan oleh konsumen, seperti untuk membuat ban atau barangbarang lain yang berbahan karet alam. Tujuan pembuatan tyre rubber
adalah meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Karet
ini juga memiliki daya campur yang baik, sehingga mudah digabungkan
dengan karet sintetis.
20
7. Karet reklim
Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang didaur ulang dari
karet bekas. Umumnya bekas ban mobil atau ban berjalan di pabrikpabrik besar. Karet reklim diusahakan pertama kali pada tahun 1848 oleh
Alexander Parkes dan ternyata tetap dibutuhkan sampai sekarang, bahkan
dalam jumlah yang cukup banyak. Kelebihan karet reklim ini adalah daya
lekatnya bagus, kokoh, tahan lama dalam pemakaian, serta lebih tahan
terhadap bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet yang
baru dibuat. Kelemahannya, kurang kenyal dan kurang tahan gesekan.
2.1.3 Techincally Specified Rubber (TSR)
Technical Specified Rubber (TSR) merupakan lateks karet yang digumpalkan
lalu dihaluskan dan dipanaskan, digunakan untuk membuat ban dan selang tube
untuk mesin. Pembuatan karet TSR membutuhkan mesin yang cukup kompleks dan
tenaga listrik yang cukup besar. Jenis karet TSR diberbagai Negara memiliki standar
mutunya masing-masing, yaitu di Malaysia disebut SMR (Standard Malaysian
Rubber), di Singapura disebut SSR (Standard Singapore Rubber), di Thailand
disebut TTR (Thai Tested Rubber), dan di Indonesia disebut SIR (Standard
Indonesian Rubber). (PT. Rimba Karet, 2010)
2.1.3.1 Pengolahan Technically Specified Rubber (TSR)
Pada intinya pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk
mengubah cara-cara pengolahan yang konvensional. Prinsipnya adalah usaha
menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan
beserta sertifikat uji coba laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil,
mempunyai berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan lembar plastik
polyethylene. Karet ini diiberi nama karet spesifikasi teknis atau technically specified
rubber karena penetapan jenis-jenis mutunya didasarkan pada sifat-sifat teknis.
Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis
karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis ini. Persaingan
karet alam dengan karet sintetislah yang merupakan dasar timbulnya jenis karet ini.
Karet sintetis yang permintaannya cenderung meningkat mempunyai jaminan mutu
dalam tiap bandelanya. Keterangan sifat teknis karet serta keistimewaan tiap jenis
mutu disertakan juga. Beberapa pihak pengelola karet alam akhirnya mengupayakan
21
perbaikan mutu karet yang sudah diketahui sifat-sifat teknisnya. Malaysia merupakan
pelopor pengolahan karet spesifikasi teknis ini (PS, 2008).
Berdasarkan perbedaan bahan baku yang digunakan untuk pembuatannya,
pengolahan karet spesifikasi teknis dibedakan atas bahan baku lateks dan bahan baku
karet rakyat yang bermutu rendah (PS, 2008)
•
Pengolahan TSR dari lateks
Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet
spesifikasi teknis dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan
penyaringan lateks, penggumpalan atau koagulasi, pembutiran atau
granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang
dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau
tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki
tersebut sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum.
Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum
dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan
adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil
yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan dalam mesin
pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban berjalan.
Hasil akhir dari karet spesifikasi teknis didinginkan sebelum dikemas.
Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Agar bandela berbentuk kecil
dan seragam maka bandela tersebut perlu dikempa. Ukuran bandela
biasanya (28 x 14 x 7) inci, sekitar (72 x 36 x 18) cm, atau (22,5 x 15 x
7,5) inci, sekitar (58 x 38 x 19) cm. Berat yang ditetapkan untuk tiap
bandela adalah 33 1/3 kg. Setelah dikempa, bongkah dibungkus dengan
lembaran plastik polyethylene. Lembaran plastik ini harus memiliki
ketebalan 0,03 mm, titik cair 108 derajat celcius, dan berat jenis 0,92.
Bungkus ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR dan pabrik
yang memproduksinya.
22
Lateks segar dari kebun
Saringan
Bak koagulasi (ditambah bahan koagulan
dan pemutih warna)
Pembutiran (dikerjakan dengan
mesin pisau berputar/pelletiser)
Pencucian
Pengeringan (dengan mesin
pengering dan ban berjalan)
Pengepakan
Gambar 2.1 Pengolahan TSR dari Lateks
Sumber : Buku Panduan Lengkap Karet, 2008
•
Pengolahan TSR dari karet rakyat bermutu rendah
Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dengan bahan
koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi.
Biasanya koagulum lateks yang diolah ini bermutu rendah, contohnya
slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet
dan lain-lain. Bahan koagulum lateks yang bermutu rendah ini terlebih
dahulu disortir. Setelah itu bahan ini dimasukkan ke dalam tangki-tangki
air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan mesin
hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu
digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar dari mesin
penggilingan crepe dimasukkan ke mesin pelletiser atau mesin dengan
23
pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran. Sesuai proses
pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat
atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan
dikeringkan dan diikuti proses pengepakan seperti pada karet spesifikasi
teknis yang dibuat dari bahan lateks.
Slab, srcaps, unsmoked sheet dll
Sortasi, pencucian, pemotongan
Pembersihan (dengan mesin hammermill
lalu dicuci)
Penggilingan crepe
Pembutiran (dengan mesin pisau
berputar/pelletiser)
Perlakuan kimia (perendaman
dalam larutan asam fosfat atau
asam amino)
Pengeringan, pengepakan
Gambar 2.2 Pengolahan TSR dari Karet Rakyat Bermutu Rendah
Sumber : Buku Panduan Lengkap Karet, 2008
24
2.1.4 Penggunaan Karet Alam
Sangat banyak diversifikasi bahan, alat dan barang yang dapat dibuat dengan
bahan baku getah karet. Perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen
masyarakat
modern
telah
menjadikan
karet
alam
semakin
berkembang
penggunaannya. Dilihat dari sektor utama saat ini, karet alam memberikan kontribusi
yang besar pada sektor transportasi, sektor industri, sektor barang kebutuhan seharihari dan sektor kesehatan, berikut penjelasannya (Siregar & Suhendry, 2013)
•
Sektor transportasi
: ban penumatik dan produk ban, tabung-tabung
internal, belt mobil, dan berbagai perlengkapan alat transportasi
•
Sektor industri
: produk untuk berbagai sistem (misalnya
conveyor, transmisi, ban berbagai kereta/alat, bangunan tahan gempa, dan
lain-lain). Produk industri lainnya (packaging, sarung tangan industri, dan
lain-lain)
•
Sektor kebutuhan
: baju, sarung tangan, sepatu. Produk lainnya
(penghapus, alas kaki, bola golf, dan lain-lain)
•
Sektor kesehatan
: sarung tangan kedokteran. Material lainnya
(cincin infus, kantong darah, jarum suntik, dan lain-lain)
2.2 Industri Karet di Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi untuk mengembangkan
banyak tanaman agrikultur, salah satunya adalah karet alam. Perkebunan karet di
Indonesia diusahakan oleh tiga pihak yaitu rakyat (public), pemerintah (government),
swasta (private). Namun, karet yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet
diusahakan oleh rakyat.
25
Tahun
Tabel 2.1 Luas Areal Karet Berdasarkan Status Pengusahaan
Luas Areal (Ha)
Produksi (ton)
Rakyat
Pemerintah Swasta
Rakyat
Pemerintah
Swasta
2010
2.921.684 239.372
284.359
2.179.061
266.326
289.467
2011
2.931.844 257.005
267.278
2.359.811
302.370
328.003
2012
2.977.918 259.005
269.278
2.377.228
304.602
330.424
2013
3.026.020 247.068
282.859
2.655.942
255.616
325.875
2014
3.062.931 249.040
294.274
2.555.386
258.209
339.591
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014
Dari data diatas perkebunan rakyat memegang peran yang sangat penting, namun
kenyataannya produktivitas tanaman karet masih lebih rendah dibanding perkebunan
besar atau pemerintah. Dari tahun 2010 hingga 2014 produktivitas perkebunan rakyat
rata-rata sebesar 0,806 ton per ha. Sedangkan perkebunan pemerintah rata-rata
sebesar 1,102 ton per ha. Permasalahan utama yang dihadapi dalam kaitannya
dengan komoditi karet adalah produktivitas dan mutu karet rakyat yang sangat
rendah. Seandainya produktivitas perkebunan rakyat bisa menyamai perkebunan
pemerintah maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara produsen
karet alam terbesar di dunia.
2.3 Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional memungkinkan produsen dan distributor menjual
atau mencari produk dan jasa yang dihasilkan di luar negeri. Perusahaan
mendapatkan keuntungan biaya atau belajar penggunaan metode canggih di luar
negeri, misalnya membantu mengurangi biaya produksi, harga yang lebih rendah,
meningkatkan konsumsi, sehingga meningkatkan keuntungan. Perdagangan juga
memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sumber daya yang tidak tersedia di
perusahaannya. Selain menyediakan konsumen dengan berbagai barang dan jasa,
perdagangan internasional meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja (Seyoum,
2013).
26
Perdagangan bebas termasuk ajaran klasik keunggulan absolut dan
keunggulan komparatif yang masing-masing didukung oleh Smith dan Ricardo, dan
model neo klasik seperti Heckscher-Ohlin dan New Trade Theory (NTT) (Sen,
International trade theory and policy, 2005). Meskipun kebijakan perdagangan bebas
telah banyak dikritik dalam sastra, namun masih dimanfaatkan untuk memajukan
liberalisasi perdagangan terutama di negara-negara berkembang (Sen, International
trade theory and policy, 2010). Oleh karena itu, dalam lingkup paradigma
perdagangan bebas, dimana kebijakan liberalisasi perdagangan dilembagakan di
banyak negara berkembang sebagai alternatif ekonomi substitusi impor pada tahun
1980-an.
2.3.1 Ekspor dan Impor
Transaksi
ekspor-impor
adalah
transaksi
perdagangan
internasional
(international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual
barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan faktor utama yang
mempengaruhi ekspor. Perdagangan dan aturan nilai tukar (tarif impor, kuota dan
nilai tukar), akses transportasi yang aman (biaya transportasi yang wajar) dan
pemasaran dianggap faktor penting yang berpengaruh pada perilaku ekspor (Seyoum,
2013).
Umumnya, studi yang menyelidiki faktor penentu kinerja ekspor pertanian
menunjukkan di banyak negara kurang berkembang, variabel harga komoditas adalah
driver yang sangat penting dari ekspor. Harga umumnya berfungsi sebagai saluran
melalui mana kebijakan ekonomi yang relevan mempengaruhi variabel pertanian
seperti produksi, pasokan, ekspor dan pendapatan (Dercon, 1993).
27
Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Export Volumes
Sumber : Smith, 2004
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas Ekspor
Kuantitas ekspor dari suatu Negara sering mengalami perubahan, peningkatan
maupun penurunan kuantitas. Hal itu terjadi karena ada faktor-faktor yang
mempengaruhi, berikut penjelasan faktor-faktor tersebut
1. Harga dunia/internasional
Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau
aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu
yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, &
Adriana, 2008). Sedangkan pengertian internasional berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menyangkut bangsa atau negeri
seluruh dunia atau antarbangsa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga
internasional merupakan harga yang menyangkut bangsa atau negeri
seluruh dunia, dan menjadi acuan harga bagi negara-negara di seluruh
dunia.
2. Harga domestik
Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau
aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu
yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, &
Adriana, 2008). Sedangkan pengertian domestik menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, berhubungan dengan atau mengenai permasalahan
28
dalam negeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga domestik
merupakan sejumlah uang yang diperlukan untuk mendapatkan suatu
produk dimana penentuan jumlahnya berdasarkan produsen domestik dan
tidak terpengaruh dengan biaya terkait ekspor, seperti supply dan demand,
lokasi dan lingkungan pasar luar negeri, kebijakan ekonomi seperti nilai
tukar, pengendalian harga, tarif (Seyoum, 2013).
3. Nilai Tukar
Nilai tukar adalah jumlah unit dari mata uang tertentu yang dapat dibeli
untuk satu unit mata uang lain. Ini adalah praktek umum di pasar mata
uang dunia, yang menawarkan semua nilai tukar (kecuali untuk pound
Inggris) per dolar AS (Seyoum, 2013). Pasar valuta asing adalah tempat
di mana mata uang asing diperjualbelikan. Hubungan antara barang dan
uang dalam transaksi bisnis biasa dinyatakan dengan harga, sehingga
hubungan dari satu mata uang dengan yang lainnya dinyatakan oleh nilai
tukar. Sebagian besar transaksi valuta asing yang dilakukan setiap hari
adalah antara bank-bank di negara yang berbeda. Transaksi tersebut
merupakan keinginan pelanggan bank untuk mewujudkan transaksi
komersial, yaitu, pembayaran untuk impor atau penerimaan ekspor.
Perdagangan valuta asing tidak terbatas pada satu lokasi tertentu.
Tempatnya bisa dimana pun penawaran tersebut dibuat, misalnya di
kantor swasta atau bahkan di rumah. Sebagian besar transaksi tersebut
dilakukan antara bank komersial dan pelanggan mereka atau antara bankbank komersial, yang membeli dan menjual mata uang asing untuk
memenuhi kebutuhan klien (Seyoum, 2013). Fluktuasi nilai tukar dapat
memiliki efek mendalam pada perdagangan internasional. Perusahaan
ekspor-impor rentan terhadap risiko valuta asing setiap kali mereka
menerima atau memberikan jumlah tertentu dari mata uang asing.
Transaksi penting terkait dengan risiko valuta asing dalam perdagangan
internasional adalah sebagai berikut (Seyoum, 2013)
- Pembelian barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata
uang asing, yaitu, hutang dalam mata uang asing
- Penjualan barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata uang
asing, yaitu, piutang dalam mata uang asing
29
- Pembayaran hutang yang akan dibuat atau diterima dalam mata uang
asing
4. Suku Bunga
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi
keuntungan kepada para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga
pinjaman yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang
dapat dilakukan para pengusaha. Semakin tinggi tingkat bunga tabungan
semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno,
1998). Adapun fungsi suku bunga yaitu (Sunariyah, 2004)
- Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih
untuk diinvestasikan.
- Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam
suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan
suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari
industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi
tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
- Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol
jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi
uang dalam suatu perekonomian.
Untuk memahami apa yang menentukan tingkat bunga dalam
perekonomian, pertama kita harus melihat apa yang bank lakukan
(Blanchard & Johnson, 2013)
- what banks do
Ekonomi modern ditandai dengan adanya berbagai jenis perantara
keuangan, lembaga menerima dana dari orang-orang dan perusahaan
kemudian menggunakan dana tersebut untuk membeli aset keuangan
atau untuk membuat pinjaman kepada orang-orang lain dan
perusahaan. Aset lembaga ini adalah aset keuangan mereka sendiri
dan pinjaman yang telah mereka buat. Kewajiban mereka
memberikan hutang kepada orang-orang dan perusahaan-perusahaan
- The supply and the demand for central bank money
Cara termudah untuk berpikir tentang bagaimana tingkat bunga
dalam perekonomian ini ditentukan adalah dengan berpikir dalam hal
30
pasokan dan permintaan uang bank sentral, yaitu 1) Permintaan uang
bank sentral sama dengan permintaan untuk mata uang ditambah
permintaan untuk cadangan oleh bank, 2) Pasokan uang bank sentral
berada di bawah kontrol langsung dari bank sentral, 3) Ekuilibrium
tingkat bunga adalah ketika permintaan dan pasokan untuk uang bank
sentral sama.
2.5 Hubungan Antar Variabel
Penelitian yang akan dilakukan merupakan analisis korelasi antara beberapa
variabel. Berikut penjelasan hubungan antar variabel yang diperoleh dari jurnal
penelitian terdahulu :
•
Harga dunia dan kuantitas ekspor
Penelitian yang dilakukan oleh (Kannan, 2013), menjelaskan bahwa harga
karet dunia memiliki dampak pada kuantitas ekspor. Ini jelas bahwa dengan
meningkatnya harga pasar dunia, eksportir ingin mendapatkan keuntungan lebih
sehingga mengekspor kuantitas karet lebih banyak. Hukum penawaran menyatakan
apabila semakin tinggi harga, jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak.
Sebaliknya semakin rendah harga barang, jumlah barang yang ditawarkan semakin
sedikit (Pracoyo, 2006). Oleh karena itu, kenaikan harga pasar dunia menyebabkan
kuantitas ekspor semakin tinggi.
Harga dan kuantitas penawaran suatu komoditi memiliki hubungan yang
signifikan. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah yang
ditawarkan oleh penjual semakin banyak. Hasil dari penelitian (Mesike, Giroh, &
Owie, 2008) menunjukkan jika harga karet di pasar dunia mahal, maka akan
meningkatkan kuantitas ekspor.
Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah
H1 : Harga dunia memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor
•
Harga domestik dan kuantitas ekspor
Ketika harga karet dmestik menurun, eksportir ingin mendapatkan
keuntungan lebih dari pasar internasional daripada perdagangan di pasar domestik
yang harganya lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh (Kannan, 2013), harga
karet domestik memiliki hubungan yang menjelaskan bahwa penurunan harga dalam
negeri, akan menaikkan kuantitas ekspor.
31
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Mesike, Giroh, & Owie, 2008),
menunjukkan hasil yang berbeda terkait hubungan harga domestik dan kuantitas
ekspor. Hasilnya menunjukkan jika harga domestik (berdasarkan harga produsen)
mengalami kenaikan, akan menyebabkan eksportir untuk meningkatkan pasokan.
Karena semakin tinggi harga suatu komoditi, maka akan semakin banyak barang
produksi yang ditawarkan, sehingga semakin meningkatkan volume ekspor komoditi
(Pracoyo, 2006).
Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah
H2 : Harga domestik memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor
•
Nilai tukar dan kuantitas ekspor
Perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing harus
diperhatikan, terutama terhadap dolar Amerika yang merupakan mata uang
internasional karena menanjaknya posisi Amerika di dalam perekonomian dunia.
Kenaikan nilai dolar atau menurunnya mata uang domestik mendorong kenaikan
nilai ekspor karena para eksportir akan cenderung memasuki pasar internasional
akibat keuntungan lebih besar apabila menjual ke pasar internasional. Penelitian oleh
(Abolagba, Onyekwere, Agbonkpolor, & Umar, 2010), menjelaskan bahwa nilai
tukar memiliki nilai signifikan sebesar 1% dan hasilnya menunjukkan jika nilai tukar
mata uang domestik rendah akan menyebabkan peningkatan ekspor.
Namun, dalam penelitian oleh (Tulasombat, Bunchapattanasakda, &
Ratanakomut, 2015) menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan volume ekspor
karet di Thailand dengan persepsi yang berbeda. Peneliti menganalisis hasil bahwa
menurunnya nilai Bath Thailand berdampak pada menurunnya volume ekspor karet.
Berdasarkan teori yang ada pada penelitian tersebut, permintaan ekspor produk
pertanian adalah inelastis.
Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah
H3 : Nilai tukar memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor
•
Suku bunga dan kuantitas ekspor
Tingkat suku bunga berkaitan erat dengan adanya kredit yang merupakan
aspek biaya yang perlu diperhatikan dalam kegiatan produksi. Dampak suku bunga
terhadap kuantitas ekspor bisa memiliki hubungan positif ataupun negatif. Jika bunga
kredit mengalami kenaikan, eksportir akan berpikir kembali untuk meminjam dana
besar, karena adanya penambahan biaya pengembalian hutang. Hal ini berdampak
pada produksi, yaitu modal produksi berkurang dan jumlah ekspor juga menurun. Di
32
sisi lain, kenaikan bunga kredit akan menyebabkan kenaikan suku bunga tabungan,
dimana eksportir akan menanamkan modal lebih di Bank sehingga jumlah tabungan
meningkat dan juga meningkatkan Dana Pihak Ketiga (Bank). Hal ini akan
meningkatkan kemampuan bank untuk menyalurkan kredit ke sektor riil sehingga
mendorong ekspor. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Abolagba, Onyekwere,
Agbonkpolor, & Umar, 2010), menjelaskan bahwa variabel suku bunga yang
dimaksud adalah suku bunga yang dapat menyebabkan kenaikan suku bunga
tabungan, karena hasil penelitiannya menunjukkan jika suku bunga tinggi, kuantitas
ekspor akan meningkat.
Dalam penelitian (Rakhman, 2012), dijelaskan bahwa tingkat bunga
merupakan dana lebih pengembalian hutang yang dapat mengurangi keuntungan bagi
eksportir yang melakukan hutang. Volume ekspor bisa meningkat jika tingkat bunga
kredit sesuai dengan risiko bisnis para eksportir. Sedangkan untuk pemegang saham,
suku bunga merupakan dana lebih yang didapat dari menabung. Penelitian ini
menjelaskan bahwa bagi eksportir Indonesia, kebijakan pemerintah adalah
mempertahankan kredit suku bunga rendah bagi para eksportir dan importir,
sehingga eksportir akan meminjam modal lebih. Hal ini dapat meningkatkan daya
saing bangsa serta mendorong lebih banyak bisnis secara internasional.
Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah
H4 : Suku bunga memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor
H5 : Harga dunia, harga domestik, nilai tukar dan suku bunga secara bersamasama memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor
2.6 Kerangka Pikir
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang pada bab 1, landasan teori pada
bab 2 dan penjelasan pada hubungan antar variabel, maka dapat digunakan kerangka
pikir seperti Gambar 2.4 dibawah ini
33
Harga
domestik
Harga dunia
Kuantitas ekspor
karet alam
Indonesia
Nilai tukar
Suku bunga
Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Sumber: Penulis, 2015
34
Download