BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Karet Alam Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Sifatsifat atau kelebihan karet alam antara lain daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna, sangat plastis, sehingga mudah diolah, tidak mudah panas, tidak mudah retak. Adapun kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak bisa meningkatkan produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap budi daya karet, 2009) 2.1.1 Sejarah Karet Alam Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia (PS, 2008) Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah, pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang diperoleh kemudian dijadikan bola yang dapat dipantulpantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. Delapan belas tahun kemudian para pendatang dari Eropa mempublikasikan penemuan Michele de Cuneo (PS, 2008) Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai koleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Pemerintah Belanda tertarik untuk meluaskan tanaman karet karena tembakau dan 15 16 kopi yang menjadi andalan waktu itu tengah mengalami kelesuan. Kelesuan perdagangan kedua komoditas ini menimbulkan minat penguasa Belanda untuk mengusahakan perkebunan karet. Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastic. Jenis karet alam atau Hevea brasiliensis baru ditanam pada tahun 1902 di daerah Sumatera Timur dan ditanam di pulau Jawa tahun 1906 (PS, 2008). 2.1.2 Jenis-jenis Karet Alam Karet alam memiliki banyak jenis berdasarkan pengolahannya. Berikut tujuh jenis karet alam yang dikenal di pasaran (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap budidaya karet, 2008) 1. Bahan olah karet Bahan olah karet adalah lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang didapat dari penyadapan pohon karet Hevea brasiliensis. Bahan olah karet ini umumnya merupakan produksi perkebunan karet rakyat, sehingga sering disebut dengan bokar (bahan olah karet rakyat). Berdasarkan proses pengolahannya bokar terdiri atas empat jenis, yaitu - lateks kebun, merupakan getah yang didapat dari kegiatan menyadap pohon karet. Syarat-syarat lateks kebun yang baik yaitu telah disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh, bebas dari kotoran atau benda-benda lain seperti serpihan kayu atau daun, tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks, warna putih dan berbau khas karet segar, kadar karet kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan untuk mutu 2 sekitar 20%. - Sheet angin, merupakan produk lanjutan dari lateks kebun yang telah disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut. Karet sheet ini berbentuk gilingan. Kriteria sheet angin yang baik yaitu tidak ada kotoran, kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan mutu 2 sebesar 80%, tingkat ketebalan pertama 3 mm dan ketebalan kedua 5 mm. untuk mendapatkan sheet angin dengan kualifikasi tersebut, bahan bakunya yang berupa lateks kebun harus digiling menggunakan gilingan kembang agar air dan serumnya keluar. Selain 17 itu dalam penyimpanannya tidak boleh terkena air dan sinar matahari secara langsung. - Slab tipis, merupakan bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Syarat-syarat slab tipis yang baik yaitu, bebas dari air atau serum, tidak tercampur gumpalan yang tidak segar, tidak terdapat kotoran, slab tipis mutu 1 berkadar karet kering sebesar 70% dan mutu 2 memiliki kadar karet kering 60%. Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan ketebalan kedua 40 mm. Untuk mendapatkan slab tipis dengan kualifikasi tersebut, air atau serum harus dikeluarkan dengan cara digiling. Sementara itu, penyimpanannya harus terbebas dari sinar matahari langsung dan genangan air. - Lump segar, merupakan bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Kriteria lump segar yang baik yaitu, bersih dari kotoran, mutu 1 berkadar karet kering 60% dan mutu 2 berkadar karet kering 50%, tingkat ketebalan pertama 40 mm dan ketebalan kedua 60 mm. 2. Karet alam konvensional Terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Dalam Green Book yang diterbitkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference, jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam konvensional adalah - Ribbed Smoked Sheet (RSS), berupa lembaran sheet yang diproses melalui pengasapan yang baik. Ada beberapa kelas dalam jenis ini, yang terbaik adalah X RSS, dimana karet harus benar-benar bersih, kering, kuat, bagus dan setiap bagian mendapat pengasapan sempurna. - White crepe pale crepe, jenis ini memiliki warna putih atau muda, ada yang tebal dan ada pula yang tipis. Standar mutu yang paling baik adalah karet yang kering, kokoh dan warnanya putih merata. Warna yang luntur, bau asam atau tidak enak, noda, debu, pasir, minyak atau bekas oksidasi tidak diperbolehkan. - Estate brown crepe, crepe ini memiliki warna cokelat muda. Umumnya, jenis ini diproduksi oleh perkebunan-perkebunan besar 18 atau estate. Jenis ini dibuat dari bahan-bahan yang kurang baik, seperti sisa lateks, lump atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, serta scrap atau lateks kebun yang sudah kering di bidang penyadapan. Brown crepe tebal disebut thick brown crepe dan yang tipis disebut thin brown crepe. Standar mutu yang paling baik adalah karet harus kering, bersih dan berwarna cokelat muda. Dalam kelas ini tidak diperbolehkan adanya noda, benda-benda asing semacam pasir, bekas oksidasi, bau asam atau bau tidak enak dan warna yang luntur. - Compo crepe, terbuat dari bahan lump, scrap pohon, potonganpotongan sisa RSS atau slab basah. Scrap tanah tidak diperbolehkan dalam pembuatan compo crepes ini. Standar mutu terbaik dari jenis ini, karet harus dalam keadaan kering, bersih dan berwarna cokelat muda. Luntur, noda-noda, pasir atau benda asing lain, minyak dan bekas oksidasi tidak diperbolehkan. Meskipun demikian, adanya belang-belang masih diperbolehkan. - Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang. Bahannya sama dengan bahan brown crepe lainnya, tetapi masih digiling lagi, sehingga didapatkan crepe dengan ketebalan sesuai dengan yang dikehendaki. Standar mutu yang paling baik adalah karet berwarna cokelat muda, kering dan bersih. Belangbelang masih diperbolehkan asal dalam jumlah kecil. - Thick blanket crepe ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dengan warna cokelat, dan terbuat dari slab basah, sheet tanpa pengasapan, lump dan scrap dari perkebunan besar atau kebun rakyat yang baik mutunya. Tidak boleh menggunakan scrap tanah. Standar mutu terbaik pada jenis ini karet harus kering dan bersih dengan warna cokelat muda. - Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yakni crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam. Karet ini harus kering dengan warna cokelat tua sampai kehitaman dan bertekstur sedang hingga lembek. Pada jenis ini tidak diperbolehkan adanya kelunturan, bekas panas, pasir, lumpur, dan pengepakan tidak bersih. 19 - Pure smoked blanket crepe, didapatkan dari penggilingan karet asap yang berasal dari ribbed smoked sheet, termasuk karet bongkah dan sisa potongannya. Standar mutunya adalah kering, bersih, kuat, liat dan berbau karet asap yang khas. Pasir dan benda asing lain, warna luntur, bekas minyak dan pengepakan yang tidak bersih tidak diperbolehkan. Warnanya dari cokelat hingga cokelat tua. - Off crepe, terbuat dari bahan-bahan sisa atau bermutu jelek, misalnya lembaran-lembaran RSS yang penggilingannya tidak sempurna, busa lateks dan bekas air cucian yang masih banyak mengandung lateks. Tidak ada standar mutu pada karet jenis ini karena memang secara umum karet ini tidak memiliki standar. 3. Lateks pekat Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran atau bongkahan, lateks pekat berbentuk cairan pekat. Pemrosesan bahan baku menjadi lateks pekat bisa melalui pendadihan (creamed latex) atau pemusingan (centrifuged latex). Lateks pekat ini biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang-barang yang tipis dan bermutu tinggi. 4. Karet bongkah Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. 5. Karet spesifikasi teknis Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber merupakan karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam. 6. Tyre Rubber Tyre rubber merupakan karet setengah jadi, sehingga bisa langsung digunakan oleh konsumen, seperti untuk membuat ban atau barangbarang lain yang berbahan karet alam. Tujuan pembuatan tyre rubber adalah meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Karet ini juga memiliki daya campur yang baik, sehingga mudah digabungkan dengan karet sintetis. 20 7. Karet reklim Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang didaur ulang dari karet bekas. Umumnya bekas ban mobil atau ban berjalan di pabrikpabrik besar. Karet reklim diusahakan pertama kali pada tahun 1848 oleh Alexander Parkes dan ternyata tetap dibutuhkan sampai sekarang, bahkan dalam jumlah yang cukup banyak. Kelebihan karet reklim ini adalah daya lekatnya bagus, kokoh, tahan lama dalam pemakaian, serta lebih tahan terhadap bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet yang baru dibuat. Kelemahannya, kurang kenyal dan kurang tahan gesekan. 2.1.3 Techincally Specified Rubber (TSR) Technical Specified Rubber (TSR) merupakan lateks karet yang digumpalkan lalu dihaluskan dan dipanaskan, digunakan untuk membuat ban dan selang tube untuk mesin. Pembuatan karet TSR membutuhkan mesin yang cukup kompleks dan tenaga listrik yang cukup besar. Jenis karet TSR diberbagai Negara memiliki standar mutunya masing-masing, yaitu di Malaysia disebut SMR (Standard Malaysian Rubber), di Singapura disebut SSR (Standard Singapore Rubber), di Thailand disebut TTR (Thai Tested Rubber), dan di Indonesia disebut SIR (Standard Indonesian Rubber). (PT. Rimba Karet, 2010) 2.1.3.1 Pengolahan Technically Specified Rubber (TSR) Pada intinya pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara-cara pengolahan yang konvensional. Prinsipnya adalah usaha menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan beserta sertifikat uji coba laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan lembar plastik polyethylene. Karet ini diiberi nama karet spesifikasi teknis atau technically specified rubber karena penetapan jenis-jenis mutunya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis ini. Persaingan karet alam dengan karet sintetislah yang merupakan dasar timbulnya jenis karet ini. Karet sintetis yang permintaannya cenderung meningkat mempunyai jaminan mutu dalam tiap bandelanya. Keterangan sifat teknis karet serta keistimewaan tiap jenis mutu disertakan juga. Beberapa pihak pengelola karet alam akhirnya mengupayakan 21 perbaikan mutu karet yang sudah diketahui sifat-sifat teknisnya. Malaysia merupakan pelopor pengolahan karet spesifikasi teknis ini (PS, 2008). Berdasarkan perbedaan bahan baku yang digunakan untuk pembuatannya, pengolahan karet spesifikasi teknis dibedakan atas bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah (PS, 2008) • Pengolahan TSR dari lateks Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet spesifikasi teknis dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau koagulasi, pembutiran atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan dalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban berjalan. Hasil akhir dari karet spesifikasi teknis didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Agar bandela berbentuk kecil dan seragam maka bandela tersebut perlu dikempa. Ukuran bandela biasanya (28 x 14 x 7) inci, sekitar (72 x 36 x 18) cm, atau (22,5 x 15 x 7,5) inci, sekitar (58 x 38 x 19) cm. Berat yang ditetapkan untuk tiap bandela adalah 33 1/3 kg. Setelah dikempa, bongkah dibungkus dengan lembaran plastik polyethylene. Lembaran plastik ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108 derajat celcius, dan berat jenis 0,92. Bungkus ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR dan pabrik yang memproduksinya. 22 Lateks segar dari kebun Saringan Bak koagulasi (ditambah bahan koagulan dan pemutih warna) Pembutiran (dikerjakan dengan mesin pisau berputar/pelletiser) Pencucian Pengeringan (dengan mesin pengering dan ban berjalan) Pengepakan Gambar 2.1 Pengolahan TSR dari Lateks Sumber : Buku Panduan Lengkap Karet, 2008 • Pengolahan TSR dari karet rakyat bermutu rendah Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet dan lain-lain. Bahan koagulum lateks yang bermutu rendah ini terlebih dahulu disortir. Setelah itu bahan ini dimasukkan ke dalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan mesin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar dari mesin penggilingan crepe dimasukkan ke mesin pelletiser atau mesin dengan 23 pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran. Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti proses pengepakan seperti pada karet spesifikasi teknis yang dibuat dari bahan lateks. Slab, srcaps, unsmoked sheet dll Sortasi, pencucian, pemotongan Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci) Penggilingan crepe Pembutiran (dengan mesin pisau berputar/pelletiser) Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat atau asam amino) Pengeringan, pengepakan Gambar 2.2 Pengolahan TSR dari Karet Rakyat Bermutu Rendah Sumber : Buku Panduan Lengkap Karet, 2008 24 2.1.4 Penggunaan Karet Alam Sangat banyak diversifikasi bahan, alat dan barang yang dapat dibuat dengan bahan baku getah karet. Perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen masyarakat modern telah menjadikan karet alam semakin berkembang penggunaannya. Dilihat dari sektor utama saat ini, karet alam memberikan kontribusi yang besar pada sektor transportasi, sektor industri, sektor barang kebutuhan seharihari dan sektor kesehatan, berikut penjelasannya (Siregar & Suhendry, 2013) • Sektor transportasi : ban penumatik dan produk ban, tabung-tabung internal, belt mobil, dan berbagai perlengkapan alat transportasi • Sektor industri : produk untuk berbagai sistem (misalnya conveyor, transmisi, ban berbagai kereta/alat, bangunan tahan gempa, dan lain-lain). Produk industri lainnya (packaging, sarung tangan industri, dan lain-lain) • Sektor kebutuhan : baju, sarung tangan, sepatu. Produk lainnya (penghapus, alas kaki, bola golf, dan lain-lain) • Sektor kesehatan : sarung tangan kedokteran. Material lainnya (cincin infus, kantong darah, jarum suntik, dan lain-lain) 2.2 Industri Karet di Indonesia Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi untuk mengembangkan banyak tanaman agrikultur, salah satunya adalah karet alam. Perkebunan karet di Indonesia diusahakan oleh tiga pihak yaitu rakyat (public), pemerintah (government), swasta (private). Namun, karet yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat. 25 Tahun Tabel 2.1 Luas Areal Karet Berdasarkan Status Pengusahaan Luas Areal (Ha) Produksi (ton) Rakyat Pemerintah Swasta Rakyat Pemerintah Swasta 2010 2.921.684 239.372 284.359 2.179.061 266.326 289.467 2011 2.931.844 257.005 267.278 2.359.811 302.370 328.003 2012 2.977.918 259.005 269.278 2.377.228 304.602 330.424 2013 3.026.020 247.068 282.859 2.655.942 255.616 325.875 2014 3.062.931 249.040 294.274 2.555.386 258.209 339.591 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014 Dari data diatas perkebunan rakyat memegang peran yang sangat penting, namun kenyataannya produktivitas tanaman karet masih lebih rendah dibanding perkebunan besar atau pemerintah. Dari tahun 2010 hingga 2014 produktivitas perkebunan rakyat rata-rata sebesar 0,806 ton per ha. Sedangkan perkebunan pemerintah rata-rata sebesar 1,102 ton per ha. Permasalahan utama yang dihadapi dalam kaitannya dengan komoditi karet adalah produktivitas dan mutu karet rakyat yang sangat rendah. Seandainya produktivitas perkebunan rakyat bisa menyamai perkebunan pemerintah maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara produsen karet alam terbesar di dunia. 2.3 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional memungkinkan produsen dan distributor menjual atau mencari produk dan jasa yang dihasilkan di luar negeri. Perusahaan mendapatkan keuntungan biaya atau belajar penggunaan metode canggih di luar negeri, misalnya membantu mengurangi biaya produksi, harga yang lebih rendah, meningkatkan konsumsi, sehingga meningkatkan keuntungan. Perdagangan juga memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sumber daya yang tidak tersedia di perusahaannya. Selain menyediakan konsumen dengan berbagai barang dan jasa, perdagangan internasional meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja (Seyoum, 2013). 26 Perdagangan bebas termasuk ajaran klasik keunggulan absolut dan keunggulan komparatif yang masing-masing didukung oleh Smith dan Ricardo, dan model neo klasik seperti Heckscher-Ohlin dan New Trade Theory (NTT) (Sen, International trade theory and policy, 2005). Meskipun kebijakan perdagangan bebas telah banyak dikritik dalam sastra, namun masih dimanfaatkan untuk memajukan liberalisasi perdagangan terutama di negara-negara berkembang (Sen, International trade theory and policy, 2010). Oleh karena itu, dalam lingkup paradigma perdagangan bebas, dimana kebijakan liberalisasi perdagangan dilembagakan di banyak negara berkembang sebagai alternatif ekonomi substitusi impor pada tahun 1980-an. 2.3.1 Ekspor dan Impor Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan faktor utama yang mempengaruhi ekspor. Perdagangan dan aturan nilai tukar (tarif impor, kuota dan nilai tukar), akses transportasi yang aman (biaya transportasi yang wajar) dan pemasaran dianggap faktor penting yang berpengaruh pada perilaku ekspor (Seyoum, 2013). Umumnya, studi yang menyelidiki faktor penentu kinerja ekspor pertanian menunjukkan di banyak negara kurang berkembang, variabel harga komoditas adalah driver yang sangat penting dari ekspor. Harga umumnya berfungsi sebagai saluran melalui mana kebijakan ekonomi yang relevan mempengaruhi variabel pertanian seperti produksi, pasokan, ekspor dan pendapatan (Dercon, 1993). 27 Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Export Volumes Sumber : Smith, 2004 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas Ekspor Kuantitas ekspor dari suatu Negara sering mengalami perubahan, peningkatan maupun penurunan kuantitas. Hal itu terjadi karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi, berikut penjelasan faktor-faktor tersebut 1. Harga dunia/internasional Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, & Adriana, 2008). Sedangkan pengertian internasional berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia atau antarbangsa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga internasional merupakan harga yang menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia, dan menjadi acuan harga bagi negara-negara di seluruh dunia. 2. Harga domestik Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, & Adriana, 2008). Sedangkan pengertian domestik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhubungan dengan atau mengenai permasalahan 28 dalam negeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga domestik merupakan sejumlah uang yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk dimana penentuan jumlahnya berdasarkan produsen domestik dan tidak terpengaruh dengan biaya terkait ekspor, seperti supply dan demand, lokasi dan lingkungan pasar luar negeri, kebijakan ekonomi seperti nilai tukar, pengendalian harga, tarif (Seyoum, 2013). 3. Nilai Tukar Nilai tukar adalah jumlah unit dari mata uang tertentu yang dapat dibeli untuk satu unit mata uang lain. Ini adalah praktek umum di pasar mata uang dunia, yang menawarkan semua nilai tukar (kecuali untuk pound Inggris) per dolar AS (Seyoum, 2013). Pasar valuta asing adalah tempat di mana mata uang asing diperjualbelikan. Hubungan antara barang dan uang dalam transaksi bisnis biasa dinyatakan dengan harga, sehingga hubungan dari satu mata uang dengan yang lainnya dinyatakan oleh nilai tukar. Sebagian besar transaksi valuta asing yang dilakukan setiap hari adalah antara bank-bank di negara yang berbeda. Transaksi tersebut merupakan keinginan pelanggan bank untuk mewujudkan transaksi komersial, yaitu, pembayaran untuk impor atau penerimaan ekspor. Perdagangan valuta asing tidak terbatas pada satu lokasi tertentu. Tempatnya bisa dimana pun penawaran tersebut dibuat, misalnya di kantor swasta atau bahkan di rumah. Sebagian besar transaksi tersebut dilakukan antara bank komersial dan pelanggan mereka atau antara bankbank komersial, yang membeli dan menjual mata uang asing untuk memenuhi kebutuhan klien (Seyoum, 2013). Fluktuasi nilai tukar dapat memiliki efek mendalam pada perdagangan internasional. Perusahaan ekspor-impor rentan terhadap risiko valuta asing setiap kali mereka menerima atau memberikan jumlah tertentu dari mata uang asing. Transaksi penting terkait dengan risiko valuta asing dalam perdagangan internasional adalah sebagai berikut (Seyoum, 2013) - Pembelian barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata uang asing, yaitu, hutang dalam mata uang asing - Penjualan barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata uang asing, yaitu, piutang dalam mata uang asing 29 - Pembayaran hutang yang akan dibuat atau diterima dalam mata uang asing 4. Suku Bunga Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin tinggi tingkat bunga tabungan semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1998). Adapun fungsi suku bunga yaitu (Sunariyah, 2004) - Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. - Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. - Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Untuk memahami apa yang menentukan tingkat bunga dalam perekonomian, pertama kita harus melihat apa yang bank lakukan (Blanchard & Johnson, 2013) - what banks do Ekonomi modern ditandai dengan adanya berbagai jenis perantara keuangan, lembaga menerima dana dari orang-orang dan perusahaan kemudian menggunakan dana tersebut untuk membeli aset keuangan atau untuk membuat pinjaman kepada orang-orang lain dan perusahaan. Aset lembaga ini adalah aset keuangan mereka sendiri dan pinjaman yang telah mereka buat. Kewajiban mereka memberikan hutang kepada orang-orang dan perusahaan-perusahaan - The supply and the demand for central bank money Cara termudah untuk berpikir tentang bagaimana tingkat bunga dalam perekonomian ini ditentukan adalah dengan berpikir dalam hal 30 pasokan dan permintaan uang bank sentral, yaitu 1) Permintaan uang bank sentral sama dengan permintaan untuk mata uang ditambah permintaan untuk cadangan oleh bank, 2) Pasokan uang bank sentral berada di bawah kontrol langsung dari bank sentral, 3) Ekuilibrium tingkat bunga adalah ketika permintaan dan pasokan untuk uang bank sentral sama. 2.5 Hubungan Antar Variabel Penelitian yang akan dilakukan merupakan analisis korelasi antara beberapa variabel. Berikut penjelasan hubungan antar variabel yang diperoleh dari jurnal penelitian terdahulu : • Harga dunia dan kuantitas ekspor Penelitian yang dilakukan oleh (Kannan, 2013), menjelaskan bahwa harga karet dunia memiliki dampak pada kuantitas ekspor. Ini jelas bahwa dengan meningkatnya harga pasar dunia, eksportir ingin mendapatkan keuntungan lebih sehingga mengekspor kuantitas karet lebih banyak. Hukum penawaran menyatakan apabila semakin tinggi harga, jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak. Sebaliknya semakin rendah harga barang, jumlah barang yang ditawarkan semakin sedikit (Pracoyo, 2006). Oleh karena itu, kenaikan harga pasar dunia menyebabkan kuantitas ekspor semakin tinggi. Harga dan kuantitas penawaran suatu komoditi memiliki hubungan yang signifikan. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah yang ditawarkan oleh penjual semakin banyak. Hasil dari penelitian (Mesike, Giroh, & Owie, 2008) menunjukkan jika harga karet di pasar dunia mahal, maka akan meningkatkan kuantitas ekspor. Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah H1 : Harga dunia memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor • Harga domestik dan kuantitas ekspor Ketika harga karet dmestik menurun, eksportir ingin mendapatkan keuntungan lebih dari pasar internasional daripada perdagangan di pasar domestik yang harganya lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh (Kannan, 2013), harga karet domestik memiliki hubungan yang menjelaskan bahwa penurunan harga dalam negeri, akan menaikkan kuantitas ekspor. 31 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Mesike, Giroh, & Owie, 2008), menunjukkan hasil yang berbeda terkait hubungan harga domestik dan kuantitas ekspor. Hasilnya menunjukkan jika harga domestik (berdasarkan harga produsen) mengalami kenaikan, akan menyebabkan eksportir untuk meningkatkan pasokan. Karena semakin tinggi harga suatu komoditi, maka akan semakin banyak barang produksi yang ditawarkan, sehingga semakin meningkatkan volume ekspor komoditi (Pracoyo, 2006). Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah H2 : Harga domestik memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor • Nilai tukar dan kuantitas ekspor Perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing harus diperhatikan, terutama terhadap dolar Amerika yang merupakan mata uang internasional karena menanjaknya posisi Amerika di dalam perekonomian dunia. Kenaikan nilai dolar atau menurunnya mata uang domestik mendorong kenaikan nilai ekspor karena para eksportir akan cenderung memasuki pasar internasional akibat keuntungan lebih besar apabila menjual ke pasar internasional. Penelitian oleh (Abolagba, Onyekwere, Agbonkpolor, & Umar, 2010), menjelaskan bahwa nilai tukar memiliki nilai signifikan sebesar 1% dan hasilnya menunjukkan jika nilai tukar mata uang domestik rendah akan menyebabkan peningkatan ekspor. Namun, dalam penelitian oleh (Tulasombat, Bunchapattanasakda, & Ratanakomut, 2015) menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan volume ekspor karet di Thailand dengan persepsi yang berbeda. Peneliti menganalisis hasil bahwa menurunnya nilai Bath Thailand berdampak pada menurunnya volume ekspor karet. Berdasarkan teori yang ada pada penelitian tersebut, permintaan ekspor produk pertanian adalah inelastis. Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah H3 : Nilai tukar memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor • Suku bunga dan kuantitas ekspor Tingkat suku bunga berkaitan erat dengan adanya kredit yang merupakan aspek biaya yang perlu diperhatikan dalam kegiatan produksi. Dampak suku bunga terhadap kuantitas ekspor bisa memiliki hubungan positif ataupun negatif. Jika bunga kredit mengalami kenaikan, eksportir akan berpikir kembali untuk meminjam dana besar, karena adanya penambahan biaya pengembalian hutang. Hal ini berdampak pada produksi, yaitu modal produksi berkurang dan jumlah ekspor juga menurun. Di 32 sisi lain, kenaikan bunga kredit akan menyebabkan kenaikan suku bunga tabungan, dimana eksportir akan menanamkan modal lebih di Bank sehingga jumlah tabungan meningkat dan juga meningkatkan Dana Pihak Ketiga (Bank). Hal ini akan meningkatkan kemampuan bank untuk menyalurkan kredit ke sektor riil sehingga mendorong ekspor. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Abolagba, Onyekwere, Agbonkpolor, & Umar, 2010), menjelaskan bahwa variabel suku bunga yang dimaksud adalah suku bunga yang dapat menyebabkan kenaikan suku bunga tabungan, karena hasil penelitiannya menunjukkan jika suku bunga tinggi, kuantitas ekspor akan meningkat. Dalam penelitian (Rakhman, 2012), dijelaskan bahwa tingkat bunga merupakan dana lebih pengembalian hutang yang dapat mengurangi keuntungan bagi eksportir yang melakukan hutang. Volume ekspor bisa meningkat jika tingkat bunga kredit sesuai dengan risiko bisnis para eksportir. Sedangkan untuk pemegang saham, suku bunga merupakan dana lebih yang didapat dari menabung. Penelitian ini menjelaskan bahwa bagi eksportir Indonesia, kebijakan pemerintah adalah mempertahankan kredit suku bunga rendah bagi para eksportir dan importir, sehingga eksportir akan meminjam modal lebih. Hal ini dapat meningkatkan daya saing bangsa serta mendorong lebih banyak bisnis secara internasional. Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis yang digunakan adalah H4 : Suku bunga memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor H5 : Harga dunia, harga domestik, nilai tukar dan suku bunga secara bersamasama memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor 2.6 Kerangka Pikir Berdasarkan penjelasan dari latar belakang pada bab 1, landasan teori pada bab 2 dan penjelasan pada hubungan antar variabel, maka dapat digunakan kerangka pikir seperti Gambar 2.4 dibawah ini 33 Harga domestik Harga dunia Kuantitas ekspor karet alam Indonesia Nilai tukar Suku bunga Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian Sumber: Penulis, 2015 34