BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Pengertian konsep diri menurut Jalaludin Rahmat (1996: 125) yaitu “Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita, persepsi ini boleh bersifat psikologis, sosial dan psikis. Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita”. Pengertian konsep diri dalam istilah umum mengacu pada persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri. Persepsi ini terbentuk melalui kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan pengalaman-pengalaman dan persepsi-persepsi terutama dipengaruhi oleh reward dan punishment yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupannya. Rochman Natawidjaya (1979:102) menjelaskan bahwa “konsep diri adalah persepsi individu tentang dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tabiat-tabiatnya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain”. Konsep diri juga merupakan “gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan diri dan penilaian terhadap diri sendiri” (James F Calhoun, 1995: 90). Menurut Hurlock (1994) yang dimaksud konsep diri adalah kesan (image) individu mengenai karakteristik dirinya, yang mencakup karakteristik fisik, sosial, emosional, aspirasi dan achievement. Clara R Pudjijogyanti (1995) berpendapat bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang akan berperilaku negatif atau tidak, sebab perilaku negatif merupakan perwujudan adanya gangguan dalam usaha pencapaian harga diri. Apabila seseorang remaja gagal dalam pencapaian harga diri, maka ia akan merasa kecewa terhadap keadaan diri dan lingkungannya. Ia akan memandang dirinya dengan sikap negatif, sebaliknya apabila seorang remaja berhasil dalam mencapai harga dirinya, maka ia akan merasa puas dengan dirinya maupun terhadap lingkungannya. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan menyeluruh tentang diri sendiri baik mengenai karakteristik kepribadian, nilai-nilai kehidupan, prinsip hidup, moralitas, kelemahan dan potensinya yang terbentuk dari pengalaman dan interaksinya dengan orang lain, yang dapat membantu seseorang atau individu dalam mengaktualisasikan diri secara bebas dan bertanggung jawab dalam mencapai suatu tujuan seperti apa yang diharapkan. Dalam berwirausaha hal pengenalan diri melalui konsep diri ini berguna untuk dapat mengenali lingkungan, melihat peluang serta menggunakan sumber daya guna memanfaatkan peluang tersebut dalam batas resiko yang tertanggungkan untuk mencapai nilai tambah. 2.1.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain (Pudjijogyanti,1995:12). Setiap individu itu akan menerima tanggapan-tanggapan yangt akan dijadikan cermin menilai dan memandang dirinya. Orang yang pertama kali dikenal oleh individu adalah orang tua dan anggota yang ada dalam keluarga. Setelah individu mampu melepaskan diri dari ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas sehingga akan membentuk suatu gambaran diri dalam individu tersebut. Terbentuknya konsep diri seseorang berasal dari interaksinya dengan orang lain GH Mead (Clara R Pudijogyanti, 1995) mengatakan bahwa: Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting disekitarnya. Individu semenjak lahir dan mulai tumbuh mula-mula mengenal dirinya dengan mengenal dahulu orang lain. Saat kita masih kecil, orang penting yang berada disekitar kita adalah orang tua dan saudara-saudara. Bagaimana orang lain mengenal kita, akan membentuk konsep diri kita, konsep diri dapat terbentuk karena berbagai faktor baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut menjadi lebih spesifik lagi dan akan berkaitan erat sekali dengan konsep diri yang akan dikembangkan oleh individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri tersebut yaitu: 1. Keadaan fisik Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi individu dalam menumbuhkan konsep dirinya. Individu yang memiliki cacat tubuh cenderung memiliki kelemahan-kelemahan tertentu dalam memandang keadaan dirinya, seperti munculnya perasaan malu, minder, tidak berharga dan perasaan ganjil karena melihat dirinya berbeda dengan orang lain. 2. Kondisi keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk konsep diri anak. Perlakuan-perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak akan membekas hingga anak menjelang dewasa dan membawa pengaruh terhadap konsep diri anak baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Cooper Smith dalam Clara R Pudjijogyanti (1995) menjelaskan bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah. Yang dimaksud dengan kondisi keluarga yang buruk adalah tidak adanya pengertian antara orang tua dan anak, tidak adanya keserasian hubungan antara ayah dan ibu, orang tua yang menikah lagi, serta kurangnya sikap menerima dari orang tua terhadap keberadaan anak-anak. Sedangkan kondisi keluarga yang baik dapat ditandai dengan adanya intregitas dan tenggang rasa yang tinggi serta sikap positif dari anggota keluarga. Adanya kondisi semacam itu menyebabkan anak memandang orang tua sebagai figure yang berhasil dan menganggap orang tua dapat dipercaya sebagai tokoh yang dapat mendukung dirinya dalam memecahkan seluruh persoalan hidupnya. Jadi kondisi keluarga yang sehat dapat membuat anak menjadi lebih tegas, efektif, serta percaya diri dalam mengatasi masalah kehidupan dirinya sebagai pembentuk kepribadiannya. 3. Reaksi orang lain terhadap individu Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan memandang individu sesuai dengan pola perilaku yang ditunjukkan individu itu sendiri. Harry Stack Sullivan (Jalaludin Rakhmat, 1996) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan diri kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita cenderung akan membenci diri kita. 4. Tuntutan orang tua terhadap anak Pada umumnya orang tua selalu menuntut anak untuk menjadi individu yang sangat diharapkan oleh mereka. Tuntutan yang dirasakan anak akan dianggap sebagai tekanan dan hambatan jika tuntutan tersebut ternyata tidak dapat dipenuhi oleh anak. Selain itu sikap orang tua yang berlebihan dalam melindungi anak akan menyebabkan anak tidak dapat berkembang dan mengakibatkan anak menjadi kurang tingkat percaya dirinya dan memiliki konsep diri yang rendah. 5. Jenis kelamin, ras dan status sosial ekonomi Konsep diri dapat dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Clara R Pudjijogyanti (1995) memberikan pendapatnya melalui penelitian-penelitian para ahli bahwa berbagai hasil penelitian yang dilakukan tersebut membuktikan bahwa kelompok ras minoritas dan kelompok sosial ekonomi rendah cenderung mempunyai konsep diri yang rendah dibandingkan dengan kelompok ras mayoritas dan kelompok sosial ekonomi tinggi, selain itu untuk jenis kelamin terdapat perbedaan konsep diri antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai sumber konsep diri yang bersumber dari keadaan fisik dan popularitas dirinya, sedangkan konsep diri laki-laki bersumber dari agresifitas dan kekuatan dirinya. Dengan kata lain, wanita akan bersandar pada citra kewanitaannya dan laki-laki akan bersandar pada citra kelaki-lakiannya dalam membentuk konsep dirinya masing-masing. 6. Keberhasilan dan kegagalan Konsep diri dapat juga dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan yang telah dialaminya. Keberhasilan dan kegagalan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosialnya dan ini berarti mempunyai pengaruh yang nyata terhadap konsep dirinya. Keberhasilan akan mewujudkan suatu perasaan bangga dan puas akan hasil yang telah dicapai dan sebaliknya rasa frustasi bila menjadi gagal. 7. Orang-orang yang dekat dengan kita Tidak semua individu mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan kita, yaitu yang disebut significant others, yaitu orang lain yang sangat penting. Mereka adalah orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari mereka secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka menyebabkan kita menilai diri secara positif. Tetapi ejekan, cemoohan, hardikan membuat kita menilai memandang diri secara negatif. Dalam dimensi perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran dan menyentuh kita secara emosional. Ketika kita tumbuh dewasa kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut “generalized others”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, daapt disimpulkan bahwa konsep diri tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor dari dalam individu itu sendiri seperti keadaan fisik, keadaan keluarga, persepsi orang terhadap diri kita, tuntutan orang tua terhadap anak, orang-orang yang dekat dalam lingkungan kita, dan persepsinya terhadap keberhasilan dan kegagalan. 2.1.3 Jenis – Jenis Konsep Diri Konsep diri menurut James F Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995) jenisnya ada 2 yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif. 1. Konsep diri negatif Muncul karena pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Dia tidak tahu apa kekuatan dan kelemahannya/ apa yang dia hargai dalam hidupnya dan juga konsep diri yang terlalu teratur dengan kata lain kaku. Hal ini terjadi mungkin karena di didik dengan sangat keras sehingga individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari hokum yang keras dan kaku yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Dalam kaitannya dengan penilaian diri, konsep diri yang negatif merupakan penilaian negative terhadap diri sendiri. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Jadi ciri konsep diri yang negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, harapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah. Ciri orang yang memiliki konsep diri negatif adalah: a. Individu mudah untuk marah dan naik pitam serta tahan terhadap kritikan yang diterimanya. b. Individu responsif sekali terhadap pujian yang diberikan oleh orang lain pada dirinya. c. Individu tidak pandai dan tidak sanggup untuk mengungkapkan penghargaan/pengakuan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. d. Individu cenderung merasa tidak disenangi olah orang lain. e. Individu bersikap pesimis terhadap kompetisi, keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat. 2. Konsep diri positif Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentang dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan dan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif adalah: a. Dapat menerima dan mengenal dirinya dengan baik. b. Dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik itu informasi yang positif maupun yang negatif. Jadi mereka dapat memahami dan menerima fakta yang bermaca-macam tentang dirinya. c. Dapat menyerap pengalaman masalahnya. d. Apabila mereka memiliki pengharapan selalu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis. e. Selalu memiliki ide yang diberikannya pada kehidupannya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia. f. Individu meyadari bahwa tiap orang memiliki perasaan, keingimana dan perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. 2.2 Prestasi Belajar Kewirausahaan 2.2.1 Pengertian Prestasi Belajar Kewirausahaan Menurut Arifin (1991:3) prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh Poerwodarminto (1995:787) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Adapun menurut Tu’us (2004:75) prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Sementara prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditujukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh dosen. Suryana (2003:8) memberikan batasan bahwa ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. Berdasarkan uraian pengertian yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar kewirausahaan siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran kewirausahaan di sekolah. Nilai tersebut dilihat oleh guru untuk mengukur penguasaan pengetahuan siswa. 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Menurut Arikunto (1990), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis terdiri dari usia, kematangan dan kesehatan. Sedangkan yang termasuk dalam faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. 2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia, yaitu faktor manusia (human) dan faktor non manusia. Faktor manusia dapat berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan faktor non manusia dapat berupa benda, hewan dan lingkungan fisik. Menurut Merson U. Sangalang, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi yang dikutip oleh Kartini Kartono dalam Tu’us (2004:778-81) adalah sebagai berikut : 1. Faktor Kecerdasan Dalam Macmilin Dictionary, Intellegence (kecerdasan) diberi arti sebagai ability to learn from experience, to solve problem rationally, and to modify behaviour with changes inenviroment, faculty of understending and reasoning. Rumusan tersebut menunjukan bahwa kecerdasan menyangkut kemampuan yang luas, tidak hanya kemampuan memahami, mengerti, memecahkan problem, tetapi termasuk kemampuan mengatur perilaku berhadapan dengan lingkungan yang berubah dan kemampuan belajar dari pengalamannya. Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar. 2. Faktor bakat Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bakat dari tiap orang berbeda satu sama lain. Agar memperoleh prestasi yang tinggi sebaiknya diberikan kebebasan bagi setiap orang untuk belajar sesuai dengan bakat yang dimiliki. 3. Faktor minat dan perhatian Minat dan perhatian mempunyai hubungan yang sangat erat. Seorang siswa yang memiliki minat pada suatu pelajaran biasanya cenderung untuk memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi akan memberi dampak yang baik bagi prestasi belajar siswa. 4. Faktor motif Dalam belajar, kalau siswa mempunyai motif yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. 5. Faktor cara belajar Keberhasilan studi siswa dipengaruhi juga oleh belajar siswa. Cara belajar yang efisien memungkinkan mencapai prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien 6. Faktor sekolah Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada prestasi belajar siswa. Situasi yang kondusif, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik,metode pembelajaran aktif-interaktif, sarana penunjang cukup memadai dan siswa tertib disiplin akan mendorong siswa saling berkompetisi dalam pembelajaran yang diharapkan hasil belajar yang diperoleh tinggi. Jadi, prestasi yang dicapai oleh seseorang ditentukan oleh berbagai macam faktor, baik faktor dari dalam diri siswa dan dari luar diri siswa. 2.2.3 Pengukuran Prestasi Belajar Kewirausahaan Prestasi belajar kewirausahaan adalah nilai atau angka yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran kewirausahaan di sekolah. Nilai tersebut dilihat oleh guru untuk mengukur penguasaan pengetahuan siswa. Prestasi belajar mata diklat kewirausahaan diukur dari nilai hasil belajar selama satu semester yang diperoleh siswa dan dinyatakan dalam angka 0 – 100. 2.3 Lingkungan Keluarga 2.3.1 Pengertian Lingkungan Keluarga Keluarga adalah ibu bapak dengan anak-anaknya; seisi rumah yang menjadi tanggungan. (Poerwodarminto,1989:413). Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi perkembangan anak, karena keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama. Suasana atau iklim psikologis keluarga akan tampak dalam hubungan sikap dan perilaku antara kedua orang tua dan perlakuan orang tua terhadap anak. Kehidupan dalam keluarga banyak dipengaruhi oleh proses interaksi dan faktorfaktor tertentu yang memunculkan suatu suasana atau iklim didalam pola perilaku sehari-hari dengan anggota lainnya di keluarga. Salah satu faktor tersebut yaitu suasana psikologis yang dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud dalam (Ahmadi, 1999:95) bahwa keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Dengan demikian keluarga merupakan manifesitasi dari pada dorongan seksual suami istri. Sedangkan Durkheim berpendapat bahwa kelurga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktorfaktor politik, ekonomi dan lingkungan. Soelaeman (1994:19) menyatakan bahwa secara umum fungsi keluarga meliputi: pengaturan seksual, reproduksi, sosialisasi, pemeliharaan, penempatan anak dalam masyarakat, pemuas kebutuhan perseorangan dan control sosial. Mustafa (Ayah Bunda, 1986: 6) mengemukakan mengenai pengertian keluarga yaitu, bahwa keluarga adalah kesatuan dari pribadi-pribadi yang ada hubungan karena pernikahan, kelahiran yang berinteraksi dengan tujuan pokok menciptakan dan memelihara norma-norma kebudayaan dan mendorong perkembangan fisik, mental dan emosi setiap anggotanya. Jadi yang dimaksud orang tua atau keluarga dalam penelitian ini bahwa keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang mewarnai pribadi anak. Di dalam keluarga akan ditanamkan nilai-nilai norma hidup dan pada akhirnya akan dipakai oleh anak dalam menumbuhkan pribadi dan harapannya di masa mendatang. 2.3.2 Faktor-faktor dalam lingkungan keluarga Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha. Adapun faktor-faktor yang terkandung dalam keluarga menurut Slameto (2003) adalah sebagai berikut : 1. Cara orang tua mendidik Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap cara belajar dan berpikir anak. Ada orang tua yang mendidik secara diktator militer, ada yang demokratis dan ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap keluarga. 2. Relasi antar anggota keluarga Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anak-anaknya. Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu adanya relasi yang baik didalam keluarga. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan untuk mensukseskan belajar anak. 3. Suasana rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagi situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan pada anak yang belajar. Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok pertengkaran antar anggota keluarga atau dengan keluarga lain menyebabkan anak menjadi bosan di rumah, suka keluar rumah dan akibatnya belajar kacau sehingga untuk memikirkan masa depannya pun tidaklah terkonsentrasi dengan baik. 4. Keadaan ekonomi keluarga Pada keluarga yang kondisi ekonominya relatif kurang, menyebabkan orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok anak. Tak jarang faktor kesulitan ekonomi justru menjadi motivator atau pendorong anak untuk lebih berhasil. Adapun pada keluarga yang ekonominya berlebihan, orang tua cenderung mampu memenuhi segala kebutuhan anak termasuk masalah pendidikan anak termasuk bisa melanjutkan sampai ke jenjang yang tinggi. Kadangkala kondisi serba berkecukupan tersebut membuat orang tua kurang perhatian pada anak karena sudah merasa memenuhi semua kebutuhan anaknya, akibatnya anak menjadi malas untuk belajar dan prestasi yang diperoleh tidak akan baik 5. Pengertian Orang Tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian dari orang tua. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, maka orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak baik di sekolah maupun di masyarakat. Hal ini penting untuk tetap menumbuhkan rasa percaya dirinya. 6. Latar Belakang Kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam kehidupannya. Kepada anak perlu di tanamkan kebiasaankebiasan dan diberi contoh figur yang baik, agar mendorong anak untuk menjadi semangat dalam meniti masa depan dan kariernya ke depan. Hal ini juga dijelaskan oleh Soemanto dalam Supartono (2004) yang mengatakan bahwa cara orang tua dalam meraih suatu keberhasilan dalam pekerjaannya merupakan modal yag baik untuk melatih minat, kecakapan dan kemampuan nilai-nilai tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan yang diingini anak. Alex Sobur (2003) menyatakan bahwa faktor keluarga sebagai penentu keberhasilan siswa terdiri dari : 1. Kondisi Ekonomi Keluarga Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan keluarga. Faktor kekurangan ekonomi menyebabkan suasana rumah menjadi muram sehingga anak kehilangan gairah untuk belajar. Namun, faktor kesulitan ini bisa juga malah menjadi pendorong bagi anak untuk berhasil. Kadangkala keadaan ekonomi yang berlebihan menyebabkan orang tua menjadi kurang perhatian terhadap belajar anak karena merasa telah memenuhi semua kebutuhan anak, sehingga anak malas belajar dan mandiri sehingga cenderung menganggap ”santai” masa depannya termasuk dalam hal masalah karier. 2. Hubungan emosional orang tua dan anak Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan anak. Sebaiknya orang tua menciptakan hubungan yang harmonis dengan anak. Hubungan orang tua dan anak jangan acuh tak acuh karena akan menyebabkan anak menjadi frustasi. Orang tua terlalu keras akan menyebabkan hubungan orang tua akan menjadi “jauh”. Atau hubungan yang terlalu dekat antara anak dan orang tua akan mengakibatkan anak selalu “bergantung”. 3. Cara mendidik orang tua Ada keluarga yang mendidik anaknya secar diktator militer, ada yang demokratis yang menerima semua pendapat anggota keluarga, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga. Cara orang tua dalam mendidik anaknya akan berepengaruh terhadap cara belajar dan hasil belajar yang diperoleh seseorang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar dan mempengaruhi cara berpikir dan bersikap serta pandangan terhadap masa depannya termasuk dalam pilihan kariernya yang berasal dari keluarga adalah : a. Cara orang tua mendidik b. Keadaan ekonomi keluarga c. Hubungan antar anggota keluarga d. Pengertian / pemahaman orang tua terhadap anak e. Latar belakang budaya 2.4 Minat Berwirausaha 2.4.1 Pengertian Minat Berwirausaha Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minatnya (Djaali, 2008). Jika seseorang telah melaksanakan kesungguhannya kepada suatu objek maka minat ini akan menuntun seseorang untuk memperhatikan lebih rinci dan mempunyai keinginan untuk ikut atau memiliki objek tersebut. Minat merupakan salah satu aspek psikis manusia yang mendorongnya untuk memperoleh sesuatu atau untuk mencapai suatu tujuan, sehingga minat mengandung unsur keinginan untuk mengetahui dan mempelajari dari sesuatu yang diinginkannya itu sebagai kebutuhannya. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Minat merupakan suatu keinginan yang cenderung menetap pada diri seseorang untuk mengarahkan pada suatu pilihan tertentu sebagai kebutuhannya, kemudian dilanjutkan untuk diwujudkan dalam tindakan nyata dengan adanya perhatian pada objek yang diinginkannya itu untuk mencari informasi sebagai wawasan bagi dirinya. Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan kesadaran seseorang yang dapat menimbulkan adanya keinginan. Keinginan yang timbul dalam diri individu tersebut dinyatakan dengan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap sesuatu obyek atau keinginan yang akan memuaskan kebutuhan. Menururt Bygrave dalam Suryana (2010) wirausaha adalah orang yang memperoleh peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar peluang itu. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Meredith dalam Suryana (2010) mengemukakan bahwa wirausaha juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melihat dan menilai peluang-peluang bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna menghasilkan keuntungan dari peluang tersebut. Adapun menurut pendapat Tropman dan Morningstar dalam Sumarni (2006) mengemukakan bahwa wirausaha adalah kombinasi dari pemikir dan pelaksana yang melihat peluang untuk produk dan jasa baru, suatu pendekatan baru, suatu kebijakan baru, atau cara baru untuk memecahkan masalah-masalah sekaligus berbuat sesuatu dengan apa yang dilihatnya hingga memberikan suatu hasil keuntungan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa berwirausaha adalah suatu kegiatan usaha yang melibatkan kemampuan untuk melihat kesempatan-kesempatan usaha yang kemudian mengorganisisr, mengatur, mengambil resiko, dan mengembangkan usaha yang diciptakan tersebut guna meraih keuntungan. Menurut uraian tentang minat dan wirausaha di atas, minat berwirausaha adalah kecenderungan hati dalam diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung resiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya tersebut. 2.4.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha Minat berkaitan erat dengan perhatian. Oleh karena itu, minat merupakan sesuatu hal yang sangat menetukan dalam setiap usaha, maka minat perlu ditumbuh kembangkan pada diri setiap siswa. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor mempengaruhinya, sebagaimana yang dikutip dalam Ristanti (2002) yaitu: yang 1. Kebutuhan Pendapatan Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang maupun barang. Berwirausaha dapat memberikan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi hidupnya. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang akan menimbulkan minat seseorang untuk berwirausaha. 2. Harga Diri Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia, karena dikaruniai akal, pikiran dan perasaan. Hal ini menyebabkan manusia merasa butuh dihargai dan dihormati orang lain. Berwirausaha dalam suatu bidang usaha dapat digunakan untuk meningkatkan harga diri seseorang karena dengan usaha tersebut seseorang akan memperoleh popularitas, menjaga gengsi, dan menghindari ketergantungan terhadap orang lain. Keinginan untuk meningkatkan harga diri tersebut akan menimbulkan seseorang berminat untuk berwirausaha. 3. Perasaan Senang Perasaan adalah suatu keadaan hati atau peristiwa kejiwaan seseorang, baik perasaan senang atau tidak senang (Ahmadi,1992:110). Perasaan erat hubungannya dengan pribadi seseorang, maka tangggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu hal yang sama tidaklah sama antara orang yang satu dengan yang lain. Rasa senang berwirausaha akan diwujudkan dengan perhatian, kemauan, dan kepuasan dalam bidang wirausaha. Hal ini berarti rasa senang terhadap bidang wirausaha akan menimbulkan minat berwirausaha. 4. Peluang Peluang merupakan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan apa yang diinginkan atau menjadi harapannya. Suatu daerah yang memberikan peluang usaha akan menimbulkan minat seseorang untuk memanfaatkan peluang tersebut. 2.5 Definisi Operasional Penelitian ini adalah meneliti pengaruh konsep diri, prestasi belajar kewirausahaan, lingkungan keluarga terhadap minat berwirausaha di kalangan siswa SMK Pelita Salatiga. Definisi secara operasionalnya yaitu pengaruh pandangan menyeluruh tentang diri sendiri, nilai hasil belajar kewirausahaan yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran di sekolah dan dukungan orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya terhadap kecenderungan hati untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung resiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya tersebut di kalangan siswa SMK Pelita Salatiga. 2.6 Kerangka Permodelan Sumber daya manusia, dalam hal kaitannya dengan pekerjaan dewasa ini, maka yang terjadi secara umum di Indonesia adalah adanya kesenjangan antara jumlah lowongan pekerjaan yang ada dengan jumlah pencari kerja. Jumlah pencari kerja selalu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah lowongan pekerjaan yang ada. Hal ini berlangsung terus menerus setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya perubahan pemikiran dari masing-masing individu untuk dapat merubah orientasinya dari yang semula hanya menjadi pekerja ke arah wirausaha. Hal ini menunjukan bahwa betapa pentingnya wirausaha dalam masa pembangunan dewasa ini. Jiwa wirausaha sebagai salah satu modal untuk berwirausaha perlu ditanamkan pada setiap individu, termasuk pada siswa tingkat sekolah menengah kejuruan. Ini dikarenakan bahwa pada sekolah menengah kejuruan ini merupakan sekolah tingkat menengah yang telah langsung membekali para siswanya dengan berbagai pengetahuan yang diberikan dan keterampilan melalui praktek lapangan, sehingga pengetahuan yang diberikan pun telah terarah secara lebih khusus kepada penguasaan keterampilan pada bidang tertentu sesuai program keahliannya, bukan hanya pengetahuan umum saja seperti layaknya yang diberikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Oleh karena itu potensi untuk menumbuhkan minat untuk berwirausaha sangat mungkin bagi siswa sekolah menengah kejuruan khususnya bagi kelompok Bisnis Manajemen. Dalam sekolah menengah kejuruan kelompok Bisnis Manajemen memiliki beberapa program keahlian atau jurusan yaitu diantaranya adalah akuntansi, sekretaris, dan penjualan. Semua jurusan ini memiliki potensi yang sama untuk dapat menjadi pribadi yang mandiri dan dapat berwirausaha. Hal ini sesuai dengan tujuan SMK yang menyebutkan bahwa SMK membekali peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional di bidang yang diminatinya. Selain itu juga membekali peserta didik denga ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Agar siswa SMK ini memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu berwirausaha, maka yang perlu didorong pertama kali adalah minat siswa untuk berwirauasaha itu sendiri. Dengan adanya minat maka akan mendorong keinginan siswa untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh bidang wirausaha dan nantinya diharapkan dengan minat yang dimilikinya itu akan mau terjun ke dunia wirausaha itu sendiri karena telah mengetahui segi keuntungannya dan cara melakukannya dengan baik Untuk menumbuhkan minat dalam berwirausaha pada siswa SMK tersebut maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebagai kontributor untuk mempengaruhinya. Menurut Suryana (2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk berwirausaha adalah faktor pribadi dan faktor lingkungan. Berdasarkan hal itu maka, faktor yang pertama yaitu bahwa untuk menumbuhkan minat dalam berwirausaha yang perlu diperhatikan adalah masalah konsep diri siswa itu sendiri sebagai faktor pribadi siswa. Hal ini disebabkan karena didalam konsep diri siswa itu sendiri terkandung didalamnya mengenai pandangan tentang kondisi fisik, psikologis dan sikapnya. Sehingga dengan adanya konsep diri maka siswa dapat mengenali pribadi, potensi dan kelemahannya. Dengan mengetahui semuanya itu, siswa dapat menemukan jati dirinya dan mampu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mempunyai kemampuan yang dapat ia kembangkan sehingga percaya diri akan muncul bahwa ia dapat melakukan usaha mandiri tanpa harus selalu mengandalkan orang lain karena mampu melihat peluang yang ada untuk dapat berguna bagi kehidupannya. Selanjutnya faktor yang mempengaruhi atau mendukung minat berwirausaha adalah berasal dari sekolah itu sendiri, yaitu bahwa pihak sekolah perlu membekali pengetahuan tentang kewirausahaan itu sendiri. Melalui pengajaran kewirausahaan siswa diajak dan diarahkan agar mereka mampu membuka wawasan bahwa betapa berartinya kewirausahaan karena dapat dijadikan potensi untuk dapat memberikan kehidupan yang baik pada kondisi dunia pekerjaan sekarang ini. Penguasaan tentang kewirausahaan pada siswa dapat dilihat pada nilai mata diklat kewirausahaan. Nilai ini dapat menunjukan seberapa besar perhatian siswa tentang kewirausahaan sehingga menunjukkan pula minatnya dalam mempelajari kewirausahaan yang akhirnya dharapkan dengan minat terhadap mata diklat kewirausahaan ini akan menjadi faktor pendorong bagi siswa untuk mau terjun secara langsung dalam berwirausaha dan bukan hanya secara teori saja. Adapun faktor lain yang juga dapat mempengaruhi terhadap minat berwirausaha siswa adalah tentang lingkungan keluarga. Hal ini berdasarkan bahwa keluarga merupakan lingkungan dimana anak pertama kali diberikan penanaman nilai dan sikap bagi perkembanganya. Dalam hal kaitannya dengan minat berwirausaha bahwa lingkugan keluarga dengan segala kondisi yang ada di dalamnya dapat menunjang, membimbing dan mendorong siswa untuk memilih pilhan karier bagi kehidupannya mendatang, termasuk pilihannya untuk berwirausaha Kondisi orang tua sebagai keadaan yang ada dalam lingkungan keluarga dapat menjadi figur bagi pemilihan karier anak juga sekaligus dapat dijadikan sebagai pembimbing untuk menumbuh kembangkan minatnya terhadap suatu pekerjaan. Minat tidaklah akan cukup kuat jika hanya dibina dan dibentuk melalui pengalaman di sekolah dan masyarakat tanpa ada dorongan dan bimbingan dari orang tua. Walaupun telah tumbuh minat yang kuat dalam diri siswa bahwa ia akan mampu terjun ke suatu bidang pekerjaan sebagai wirausaha, jika tidak ada dukungan orang tua yang kuat dan tidak menemukan figur yang baik/menguntungkan bagi dirinya pada bidang yang ditekuni, maka kemungkinan ia akan merasa kurang yakin kembali untuk dapat melakukannya bahkan tidak mau lagi untuk meneruskan keinginan tersebut. Untuk mempermudah pemikiran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha pada siswa dapat ditunjukan dalam gambar berikut : X1 Konsep Diri X2 Prestasi Belajar X3 Lingkungan Keluarga Y Minat Berwirausaha Gambar 1 Kerangka Berpikir 2.7 Hipotesis Dari uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh antara konsep diri, prestasi belajar dan lingkungan terhadap minat berwirausaha pada siswa SMK Pelita Salatiga”.