BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daya Ledak
2.1.1 Definisi Daya Ledak
Dalam melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan kontraksi otot yang
kuat dan cepat seperti melompat (jumping), dan berlari sangat bergantung pada daya
ledak otot tungkai. Daya ledak berhubungan erat dengan kekuatan kontraksi otot
maksimum dalam suatu durasi waktu yang pendek (Asril,1999). Besarnya otot
berkontraksi dan berkembangnya gaya pada seluruh lingkup gerak sendi serta
hubungannya
dengan
kecepatan
dan
gaya
merupakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi daya ledak (Sudaryanto dan Erna, 2009). Dengan demikian, jelas daya
ledak merupakan satu komponen kondisi fisik yang dapat menentukan hasil prestasi
seseorang dalam ketrampilan gerak. Sedangkan besar kecilnya daya ledak otot
tungkai dipengaruhi oleh otot melekat dan membungkus tungkai tersebut. Tungkai
adalah bagian bawah tubuh manusia yang berfungsi untuk menggerakkan tubuh,
seperti berjalan, berlari, dan melompat. Terjadinya gerakan pada tungkai tersebut
disebabkan adanya otot- otot dan tulang, otot sebagai alat gerak aktif dan tulang alat
gerak pasif.
7
8
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi daya ledak
Menurut Berger (2002), ada dua faktor yang mempengaruhi daya ledak, faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
tubuh manusia dan cenderung menetap, contohnya: genetik, umur, indeks massa
tubuh dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi: ketinggian tempat,
pelatihan, suhu, dan kelembaban relatif udara. Berikut uraian dari faktor-faktor
tersebut di atas.
Faktor internal :
1. Genetik
Genetik
merupakan
unit
yang
kecil
yang
tersusun
atas
sekuen
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bahan paling mendasar dalam menentukan
hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau genetik tertentu
diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu. Beberapa komponen dasar
seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot merah, otot putih, dan suku sering
menjadi pertimbangan untuk pemilihan atlet (Widhiyanti, 2013). Tubuh seseorang
secara genetik rata-rata tersusun oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut
otot tipe cepat pada otot yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013). Bagi orang
yang memiliki kemampuan daya ledak di atas rata-rata biasanya secara genetis
memiliki persentase otot tipe cepat yang lebih tinggi (Shergold, 2013).
9
2. Usia
Daya ledak otot tungkai apabila tidak sering berlatih, maka pada usia 25 tahun
kekuatan dan kecepatan akan mengalami penurunan. Kekuatan statis dan dinamis
terlihat meningkat secara bermakna pada usia 19-29 tahun, sisa-sisa peningkatan
kekuatan dan kecepatan dilanjutkan hampir konstan sampai pada usia 40-49 tahun,
kemudian pada usia 50 tahun, selanjutnya kekuatan dan kecepatan menurun secara
bermakna searah bertambahnnya usia (Arsil,1999).
3. Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat
badan dan tinggi badan seseorang. Rumus menghitung IMT adalah, IMT = Berat
Badan (kg) / [Tinggi Badan (m)]2 (Arga, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa empat
komponen fitness dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan
dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan), endurance (daya
tahan), balance (kesimbangan) agility (kelincahan) serta power (daya ledak) (Arga,
2008).
4. Jenis Kelamin
Kekuatan otot laki-laki sedikit lebih kuat daripada kekuatan otot perempuan
pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi seiring
pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat daripada wanita
10
(Bompa, 2005). Pengaruh hormon testosteron memacu pertumbuhan tulang dan otot
pada laki-laki, ditambah perbedaan pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang
kurang juga menyebabkan kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada
umur 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat
daripada perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda 1/3
(Nala, 2011).
Faktor eksternal :
1.
Suhu dan Kelembaban
Suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas
menyebabkan seseorang akan mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang
terlalu dingin menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya,
bahkan menyebabkan kram otot (Widhiyanti, 2013). Pada umumnya upaya
penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290300C dan kelembaban relatif antara 85%-95%.
2. Ketinggian tempat
Tempat yang percepatan gravitasinya rendah akan lebih mudah mengangkat
tubuh karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan gravitasi.
Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar yaitu setiap ketinggian 100
meter diatas permukaan laut akan terjadi penurunan tekanan udara sebesar 6-10
mmHg. Penurunan tekanan udara ini akan menurunkan kadar O2 (oksigen), sehingga
11
bila atlet biasa berlatih di dekat permukaan laut kemudian bertanding di tempat tinggi
dengan kadar O2 (oksigen) rendah, maka frekuensi pernafasannya akan lebih tinggi
karena konsumsi O2 sama dengan saat berlatih sedangkan banyaknya O2 (oksigen)
yang dihirup sekali nafas berkurang (Gabriel, 2001).
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
daya ledak . Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem
organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan
penampilan atau kinerja atlet. Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial
yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga
mencapai standar tertentu (Nala, 2002).
2.1.3 Cara Meningkatkan Daya Ledak
Unsur dasar daya ledak adalah perpaduan antara kekuatan dan kecepatan.
Daya ledak otot tungkai dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kekuatan otot
tungkai dan kecepatan gerak dari otot tungkai. Menurut Suharno HP (1993) ciri-ciri
latihan daya ledak adalah : 1) melawan beban relatif ringan, berat beban sendiri, dapat
pula tambahan beban luar yang ringan, 2) gerakan relatif aktif, dinamis, dan cepat, 3)
gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat, serasi dan utuh, 4) bentuk gerak
bisa cyclic atau acyclic, dan 5) intensitas kerja submaksimal atau maksimal. Daya
ledak akan dapat dikembangkan dengan suatu dorongan atau tolakan yang kuat dan
12
singkat sehingga memacu kecepatan rangsang saraf, seperti dalam gerakan melompat,
meloncat, melempar, menolak, dan sebagainya.
2.1.4 Sistem Energi Daya Ledak
Daya ledak didapat dari otot yang berkontraksi sehingga menyebabkan suatu
gerakan. Otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan sebagai
aktivitas fisik memerlukan energi (ATP). Menurut Fox dan Bowers (1988) ATP
paling banyak ditimbun dalam sel otot dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya,
akan tetapi ATP yang tertimbun di dalam sel otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu
sekitar 4 - 6 m M/kg otot. ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk aktivitas cepat
dan berat selama 3 - 8 detik.
Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem ATP - PC (Phosphagen System); - ATP ADP + Pi + Energi ATP yang
tersedia dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik. - CP + ADP C
+ ATP. ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8
detik.
b. Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactic Acid System); Glikogen/glukosa + ADP + Pi
ATP + Asam laktat ATP terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama
45 - 120 detik.
13
c. Sistem Erobic
(Aerobic
System)
dimana
sistem ini meliputi oksidasin
karbohidrat dan lemak. Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP ATP
yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam waktu relatif lama.
Aktivitas olahraga pada umumnya tidak hanya secara murni menggunakan
salah satu sistem aerobik atau anaerobik saja. Sebenarnya yang terjadi adalah
menggunakan gabungan sistem aerobik dan anaerobik, akan tetapi porsi kedua sistem
tersebut berbeda pada setiap cabang olahraga (Fox, 1988). Untuk cabang olahraga
yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan waktu relatif singkat,
sistem energi predominannya adalah anaerobik, sedangkan pada cabang olahraga
yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas rendah dan berlangsung relatif lama,
sistem energi predominannya adalah aerobik. Sebagai gambaran Mc Ardle (1986)
bahwa dalam menentukan sistem energi predominan adalah sebagai berikut: a. Sistem
ATP, waktu kegiatannya 0 - 4 detik, bentuk kegiatannya berupa kekuatan dan daya
ledak. Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lompat tinggi, servis tenis, dan
sebagainya; b. Sistem ATP-PC, waktu kegiatannya 0-10 detik, bentuk kegiatannya
berupa daya ledak . Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lari sprint dan
sebagainya; c. Sistem ATP-PC dan Asam laktat, waktu kegiatannya 0 - 1,5 menit,
bentuk kegiatannya berupa anaerobik power. Jenis kegiatan dalam olahraganya
berupa lari cepat, lari 200 meter, dan sebagainya; dan d. Sistem Erobik, waktu
kegiatannya lebih dari 8 menit, bentuk kegiatannya berupa aerobik daya tahan. Jenis
kegiatan olahraganya berupa lari marathon dan sebagainya.
14
2.1.5 Pengukuran Daya Ledak
Instrumen/alat ukur yang digunakan untuk mengukur daya ledak otot tungkai
dapat menggunakan alat Digital Vertical Jump. Instrument test ini diadaptasi dari
buku tes dan pengukuran keolahragaan Nurhasan (dikutip dari Sunandar,2014) yang
memiliki nilai validitasnya 0,989 dan reabilitas 0,977. Tujuan dari Digital Vertical
Jump ini yaitu untuk mengukur daya ledak tungkai dengan satuan (Cm).
Perlengkapan :
o Alat Digital Vertical Jump
Pelaksanaan :
o sampel berdiri lurus di depan alat digital vertical jump.
o Setelah itu sampel mengambil posisi jongkok sebagai awalan sebelum melakukan
lompatan.
o Setelah Terdengar suara aba-aba dari alat digital vertikal jump, sampel melakukan
lompatan setinggi-tingginya sampai memunculkan angka pada alat digital vertical
jump.
o Angka tersebut menyatakan besarnya daya ledak otot tungkai sampel dalam satuan
(cm).
o sampel diberikan dua kali kesempatan untuk melakukan lompatan.
15
Penilaian :
o Skor terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm, dengan
tingkat ketelitian 0,5 cm.
Untuk lebih jelas, alat dan skema pelaksanaan Digital Vertical Jump dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkai dengan digital vertical jump test
Sumber : (Sunandar,2014)
Tabel 2.1 Normal Loncat Tegak
Hasil Lompatan
Nilai
Lebih dari 89
Nilai10
85-88
Nilai 9
81-85
Nilai 8
16
76-80
Nilai 7
71-75
Nilai 6
66-70
Nilai 5
60-65
Nilai 4
50-59
Nilai 3
40-49
Nilai 2
Kurang dari 40
Nilai 1
Sumber : Ismaryanti (2008)
2.1.6 Metode Latihan Daya Ledak
Daya ledak ini ada yang membagi sesuai spesifikasinya atas : 1) daya ledak
explosive (explosive power), 2) daya ledak cepat (speed power), 3) daya ledak kuat
(strength power ), dan 4) daya ledak tahan lama (endurance power) (Nala,2011).
Bila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan, maka menjadi daya ledak
kekuatan (strength power), kalau penekan pelatihan pada kecepatanya maka hasilnya
berupa daya ledak kecepatan (speed power) (Nala,2011). Dalam kepentingan
olahraga, daya ledak yang digunakan daya ledak ekplosif yang terdiri atas dua
komponen biomotorik yaitu kekuatan dan kecepatan.
Elemen yang ditingkatkan dalam pelatihan daya ledak adalah intensitas,
volume (jumlah repetisi, berat beban/RM, waktu interval isturahat selama 2-3 menit
bila beban dibawah 85% dari kemampuan maksimal), frekuensi (sebanyak 3-4 kali
17
seminggu) (Nala, 2011). Menurut Hare (dikutip dari Nala, 2011) takaran untuk
meningkatkan kekuatan otot dalam rangka meningkatkan komponen daya ledak ini
dalam pelatihan yaitu
1. Repetisi rendah :
Intensitasnya 85-100% dari kekuatan maksimal dengan 1-5 kali repetisi,
kecepatan sedang, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar
set 2-5 menit dan frekuensinya 3 kali seminggu.
2. Repetisi sedang:
Intensitasnya 70-85% dari kekuatan maksimal dengan 5-10 kali repetisi,
kecepatan sedang atau rendah, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih,
istirahat antar set 2-4 menit, dan frekuensi 3 kali seminggu.
Salah satu metode yang digunakan untuk dapat meningkatkan daya ledak
yaitu pliometrik. Pelatihan pliometrik ditujukan kepada tiga kelompok otot besar
dalam tubuh yakni 1 keompok otot tungkai dan pinggul, 2 kelompok otot bagian
tengah tubuh (otot perut dan punggung), dan 3 kelompok otot dada, bahu dan lengan
(Nala 2011). Tetapi tekanan pelatihannya terutama ditujukan terhadap kelompok otot
tungkai dan pinggul (Radcliffe,1985). Dengan takaran: Intensitas : rendah (setiap dua
minggu ditingkatkan intensitasnya), volume : repetisi :6-10 kali (pada intensitas
tinggi, repetisi : 10-12 kali), set : 3 kali, istirahat antar set : 2 menit, dan frekuensi :
3-4 kali seminggu.
18
2.2 Anatomi dan Biomekanik
2.2.1 Anatomi Otot Tungkai
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap daya ledak. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah
2.2.1.1 Grup Otot ektensor knee dan fleksor hip (m. quadriceps)
Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada knee
(Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:
Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
19
a. Otot Rectus Femoris
Tipe otot ini adalah otot tipe 1 yang terletak paling superfisial pada
facies ventalis berada diantara otot quadriceps yang lain yaitu otot vastus
lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina Illiaca Anterior Inferior (caput
rectum) dan pada os ilium di cranialis acetabulum (caput obliquum) dan
mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan perantaran ligamentum
patellae serta diinervasi oleh n. femoralis (L2) (Watson, 2002).
b. Otot Vastus Lateralis
Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang
mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan
labium lateral linea aspera femoris, berinsersio di tepi lateral patella dan
melewati ligamentum patella sampai ke ankle tuberositas tibia (Watson,
2002).
c. Otot Vastus Medial
Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah)
dan termasuk otot tipe II serta diinervasi oleh n. femoralis (L2-L4) (Watson,
2002).
d. Otot Vastus Intermedius
Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga
20
merupakan otot tipe II serta dinervasi oleh n. femoralis (L2-L4) (Watson,
2002).
2.2.1.2 Grup Otot Fleksi Knee dan Ektensi Hip (Hamstring)
Hamstring merupakan otot paha yang terletak di posterior, secara umum
hamstring bertipe otot serabut otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga
otot yaitu:
Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
a. Otot Biceps Femoris
Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum
berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus
sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris,
21
insersio otot ini pada capitulum fibula serta diinervasi oleh n. ischiadicus
(L5,S1,S2) (Watson, 2002).
b. Otot Semitendinosus
Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio
pada facies medialis ujung proximal tibia serta diinervasi oleh cabang tibialis
n. ischiadikus (Watson, 2002).
c. Otot Semimembranosus
Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi
medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus
medialis tibia serta diinervasi olehcabang tibial n. ischiadikus (L5,S1,S2)
(Watson, 2002).
2.2.1.3. Grup Otot Adduksi Hip
Grup otot adduksi hip terletak di bagian medial dari paha yang memiliki
fungsi untuk membawa hip joint mendekati bidang tengah tubuh, grup otot adductor
terbagi atas empat otot yaitu:
22
Gambar 2.4 Grup otot adduksi hip (Watson, 2002)
a. Otot Pectineus
Otot ini berorigo di Pecten os pubis dan berjalan sampai melekat pada
linea pectenia selain berfungsi sebagai adduksi hip, otot ini juga membantu
fleksi dan eksorotasi hip (Watson, 2002).
b. Otot Adductor longus
Otot ini berorigo di Ramus superior dan inferior os pubis dan melekat
di 1/3 tengah labium medial linea aspera berfungsi sebagai penggerak
adduksi hip, membantu ekstensi dan eksorotasi (Watson, 2002).
c. Otot Adductor Magnus
Otot ini berorigo di ramus ossis ischii dan sisi caudal tuber
ischiadicum berjalan sampai melekat di 2/3 bagian proksimal linea aspera,
23
epicondylus medial femur berfungsi untuk adduksi hip dan membantu
endorotasi (Watson, 2002).
d. Otot Gracilis
Otot ini berorigo di ramus inferior os pubis, sepanjang sympisis os
pubis sampai melekat di sisi medial tuberositas tibia berfungsi untuk adduksi
hip dan membantu fleksi dan endorotasi knee (Watson, 2002).
2.2.1.4 Grup Otot Abduksi Hip
Yang termasuk otot abduksi hip yaitu :
a. Otot Gluteus Medius
Otot ini penggerak abduksi hip yang utama berorigo di ala ossis
gluteal dan facies gluteal sampai melekat pada trochanter mayor, selain
sebagai abductor hip otot ini juga membantu endorotasi dan eksorotasi hip
(Watson, 2002).
b. Otot Tensor Fascia Latae
Otot ini berorigo di spina iliaca anterior superior melintang sampai
melekat pada tractus iliotibialis, memiliki fungsi sebagai penggerak abduksi
hip dan membantu fleksi hip (Watson, 2002).
24
c. Otot Gluteus Maksimus
Otot ini selain berfungsi sebagai ektensi hip, adduksi, eksorotasi hip
juga sebagai membantu abduksi hip. Berorigo dibagian dorsal os sacrum dan
facies dorsal os ilium sampai melekat pada tuberositas gluteal serta melekat
di tractus iliotibialis (Watson, 2002).
d. Otot Gluteus Minimus
Otot ini berorigo di ala ossis gluteal dan facies gluteal sampai melekat di
trochanter mayor, berfungsi sebagai penggerak abduksi hip dan membantu
endorotasi serta eksorotasi (Watson, 2002).
2.2.1.5 Grup Otot Plantar Fleksor Ankle
Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002)
25
a. Otot Gastrocnemius
Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk
plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang
paling superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian
atas calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps
surae. Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh
memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di
bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2012).
b. Otot Soleus
Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali
di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus
terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke
dalam tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki
serabut slow-twitch (Hamilton, 2012).
26
2.2.1.6 Grup Dorsofleksi Ankle
Gambar 2.6 Grup otot dorsi fleksor ankle (Watson, 2002)
a. Otot Tibialis Anterior
Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus
lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai
2/3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan
malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam
gerakan dorsofleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal
joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif
pada ½ orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean
(Hamilton, 2012).
27
b. Otot Extensor Digitorum Longus
Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan
pada gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi
dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis
anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus
pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat
tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2012).
c. Otot Extensor Hallucis Longus
Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari
kaki. Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsofleksi
ankle dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform.
Pada bagian atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor
digitorum longus, tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar
diantara dua otot tersebut di atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah
mencapai ankle tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki
sampai pada ujung ibu jari kaki (Hamilton, 2012).
28
2.2.1.7 Grup Otot Gluteus
a. Otot Gluteus maximus
Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar
ilium membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi
fleksi dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk
menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan
pinggul ke posisi yang tepat (Watson, 2002).
Gambar 2.7 Otot Gluteus Maximus (Watson, 2002)
b. Otot Gluteus medius dan Minimus
Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus
maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius
eksorotasi femur (Watson, 2002).
29
Gambar 2.8 Otot gluteus medius dan minimus (Watson, 2002)
2.2.2 Biomekanik Hip Joint
2.2.2.1 Atrhokinematika Hip Joint
Caput femoris berbentuk konveks seperti bola yang melekat pada collum
femoris, dengan arahnya adalah menghadap anterior, medial, dan superior.
Sedangkan asetabulum berbentuk konkaf dengan arahnya menghadap anterior,
lateral, dan inferior. Pada setiap gerakan hip joint, caput femoris selalu bergerak
(slide) berlawanan arah dengan gerakan angular (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Saat gerakan fleksi dan ektensi terjadi gerakan spin pada sendi, abduksi terjadi
gerakan roll ke atas dan terjadi slide ke bawah pada sendi, adduksi terjadi roll ke
bawah dan slide ke atas pada sendi, internal rotasi/endorotasi terjadi roll ke anterior
dan slide ke posterior dan ekternal rotasi/eksorotasi terjadi gerakan roll ke posterior
dan slide ke anterior (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
30
Tabel 2.2 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika caput femur
Gerakan angular femur
Arthrokinematika caput femur
terhadap acetabulum
Fleksi
Posterior/spin
Ektensi
Anterior/spin
Abduksi
Inferior
Adduksi
Superior
Endorotasi
Posterior
Eksorotasi
Anterior
Sumber: (Anshar dan Sudaryanto, 2011)
2.2.2.2 Osteokinematika Hip joint
Hip joint merupakan sendi yang memiliki 3 derajat kebebasan gerak (DKG)
yang disebut juga triaxial joint yang terdiri dari fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, dan
endorotasi-eksorotasi. Gerakan yang paling luas adalah fleksi hip dan yang paling
terbatas adalah ekstensi/hipereskstensi hip (Anshar and Sudaryanto, 2011). Fleksiekstensi terjadi pada bidang sagital di sekitar aksis medio-lateral dengan gerak rotasi
spin tidak murni. Abduksi-adduksi terjadi dalam bidang frontal di sekitar axis anteroposterior dengan gerak rotasi spin. Endorotasi-eksorotasi terjadi pada bidang
transversal di sekitar aksis vertikal dengan gerak rotasi spin pada posisi tungkai
31
dianggap sebagai permukaan kerucut yang tidak beraturan dan apex-nya terletak pada
caput femoris (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Fleksi hip adalah gerakan femur ke depan dalam bidang sagittal dan axis
medio-lateral. Jika knee lurus maka luas gerakan fleksi hip dibatasi oleh ketegangan
otot hamstring. Gerakan fleksi hip dilakukan dengan knee dalam posisi fleksi dimana
pelvic akan backward tilt untuk melengkapi/menyempurnakan gerakan fleksi pada hip
joint sehingga luas gerak sendinya lebih besar. ROM fleksi hip dengan posisi ekstensi
knee adalah sebesar 00 - 900, sedangkan ROM fleksi hip dengan posisi fleksi knee
adalah sebesar 00 – 1200 (gerak aktif) dan 00 – 1400 (gerak pasif). Fleksi hip
dihasilkan oleh kontraksi otot iliopsoas yang dibantu oleh otot rectus femoris (Anshar
dan Sudaryanto, 2011).
Ekstensi adalah gerakan kembali dari fleksi sedangkan hiperekstensi adalah
gerakan femur ke belakang dalam bidang sagital. Faktor penghambat hiperekstensi
hip adalah ketegangan ligamen iliofemoral pada bagian depan sendi. ROM
ekstensi/hiperekstensi hip adalah 00 – 200 (gerak aktif) dan sebesar 00 – 300 (gerak
pasif). Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah otot gluteus maximus yang dibantu
oleh grup otot hamstring (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Abduksi hip adalah gerakan femur ke samping dalam bidang frontal axis
antero posterior sehingga paha bergerak jauh dari midline tubuh. ROM abduksi akan
terjadi lebih besar jika femur berotasi keluar. Abduksi dibatasi oleh kerja otot-otot
32
adductor dan ligamen pubofemoral. ROM abduksi hip sebesar 00 – 450 (gerak pasif)
dan 00 – 300 (gerak aktif). Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah otot gluteus
medius et minus dan tensor fascia latae beserta traktus iliotibialis, yang dibantu oleh
otot Sartorius (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Adduksi hip adalah gerakan kembali dari abduksi/mendekati dari midline
tubuh. Hiperadduksi hanya dapat terjadi jika tungkai sisi kontralateral digerakkan
keluar. Pada hiperadduksi yang luas, ligamen capitis (teres) femoris menjadi tegang.
ROM adduksi hip sebesar 00 – 300 (gerak pasif) dan sebesar 00 – 200 (gerak aktif).
Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah grup otot adductor, pectineus, dan
gracilis. (Anshar dan Sudaryanto, 2011)
Eksorotasi adalah suatu rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga knee
berputar keluar. Eksorotasi juga merupakan suatu rotasi femur sekitar aksis sagital
sehingga knee berputar ke dalam. ROM eksorotasi biasanya lebih besar daripada
endorotasi. ROM eksorotasi hip adalah 00 – 400/600, sedangkan otot yang bekerja
dalam posisi tungkai lurus adalah enam otot yang pendek yaitu obturator internus
externus, gemellus superior dan inferior, quadratus femoris dan piriformis, serta
dibantu oleh otot gluteus medius et minimus. Berbeda dengan posisi tungkai fleksi
knee dimana otot yang bekerja adalah grup otot adductor, pectineus, gracilis, dan
Sartorius (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
33
Endorotasi hip adalah gerak rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga
knee terputar ke dalam. Endorotasi juga merupakan gerak rotasi femur disekitar aksis
sagital sehingga knee terputar keluar. ROM endorotasi dan eksorotasi dipengaruhi
oleh derajat torsi femoral. ROM endorotasi hip adalah 00 – 300/400, sedangkan otot
yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah grup otot adductor dan pectineus, dan
dalam posisi tungkai fleksi knee adalah keenam otot rotator yang pendek yang
dibantu oleh tensor fascia latae (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
2.2.3 Biomekanik Knee Joint
Knee joint merupakan sendi yang paling besar dan paling kompleks pada
tubuh manusia. Knee joint didisain untuk mobilitas dan stabilitas. Secara fungsional,
knee dapat memanjangkan dan memendekan lower ektremitas untuk mengangkat dan
menurunkan tubuh atau untuk menggerakan kaki dalam space. Knee joint kompleks
terdiri dari tibiofemoral joint dan patellofemoral joint (Anshar dan Sudaryanto,
2011).
2.2.3.1 Atrhokinematika Knee
1. Tibiofemoral Joint
Tulang femur berbentuk konveks dengan dua condylus yang tidak
simetris pada ujung distal femur, dimana condylus medial lebih panjang
daripada lateralis sehingga dapat menghasilkan mekanisme penguncian lutut.
Tulang tibia berbentuk konkaf dengan dua dataran tibia pada ujung proximal
34
tibia beserta meniscus fibrokartilago. Pada open kinematic chain (kinematik
terbuka), dataran tibia bergerak dengan slide dalam arah yang sama dengan
gerak angularnya. Pada closed kinematic chain (kinematik tertutup), condylus
femur bergerak slide dalam arah yang berlawanan dengan gerak angularnya
(Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Tabel 2.3 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika knee open kinematic
chain
Gerakan angular femur
Artrhokinematika dataran tibia terhadap
condylus femur
Fleksi
Posterior
Ekstensi
Anterior
Tabel 2.4 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika knee closed kinematic
chain
Gerakan angular femur
Artrhokinematika
condylus
terhadap dataran tibia
Fleksi
Anterior
femur
35
Posterior
Ektensi
Sumber: (Anshar and Sudaryanto, 2011)
Gambar 2.9 artrhokinematika condyles femur terhadap dataran tibia
(Anshar dan Sudaryanto, 2011).
2. Patellofemoral Joint
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa patellofemoral joint hanya
menghasilkan gerakan slide saat terjadi fleksi-ektensi knee. Selain itu, dapat
dilakukan gerakan slide secara pasif pada patella yaitu medial slide dan
lateral slide untuk melihat keutuhan cartilage sendi dan mobilitas patella
(Anshar dan Sudaryanto, 2011).
2.2.3.2 Osteokinematika Knee
1. Tibiofemoral Joint
36
Tibiofemoral joint termasuk kedalam sendi biaxial bicondyloid dengan
sepasang gerakan (2DKG) yaitu fleksi-ektensi dan exorotasi-endorotasi,
sedangkan gerakan pasif yang terjadi valgus–varus knee. ROM fleksi knee
adalah 00-1200(aktif) dan 00-1400(pasif). Sedangkan ROM extensi/hiperextensi
knee adalah 00-50/100. ROM exorotasi knee adalah 00-400, sedangkan ROM
endorotasi adalah 00-300. Exorotasi dan endorotasi knee hanya terjadi pada
posisi knee fleksi karena pada posisi fleksi knee ligament cruciatum dan
collateral menjadi kendur sedangkan pada posisi extensi knee ligament
cruciatum dan collateral menjadi tegang dan terjadi penguncian knee (Anshar
dan Sudaryanto, 2011).
2. Patellofemoral Joint
Patellofemoral joint merupakan sendi plane nonaxial yang hanya
menghasilkan gerak slide. Patella hanya terjadi slide disepanjang sulcus
intercondylaris selama gerakan fleksi-extensi knee. Pada saat fleksi patella
akan slide kearah caudal, dan pada saat extensi maka patella akan slide ke
cranial atau kembali keposisi awal. Alignment patella memiliki sudut yang
dikenal dengan Q angle (sudut Q). Q angle adalah sudut yang dibentuk oleh 2
garis yang saling memotong; garis pertama dari SIAS ke mid-patella, dan garis
kedua dari tuberculum tibia ke mid-patella (normalnya 150). Q angle
menggambarkan jalur lateral atau efek haluan busur (bowstring) terhadap otot
quadriceps dan tendon patellaris (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
37
Gambar 2.10 Q angel (http://www.coreconcepts.com.sg/article/qangle-and-knee-pain)
2.2.4 Biomekanik Ankle
Region ankle memiliki beberapa sendi dan sangat penting dalam aktivitas
berjalan dan berlari.
2.2.4.1 Atrhokinematika Ankle
1. Tibiofibular Joint
Tibiofibular joint hanya menghasilkan gerakan slide saat gerakan
plantar fleksi, dorsofleksi, supinasi dan pronasi. Plantar fleksi ankle,
malleolus lateral akan berotasi kemedial dan tertarik kearah inferior dan
kedua malleolus saling mendekat. Sedangkan pada sendi superior, caput
fibula akan slide kearah inferior. Pada saat dorsofleksi ankle, malleolus lateral
akan berotasi ke lateral dan tertarik kearah superior serta kedua malleolus
38
saling membuka, sedangkan pada sendi superior caput fibula slide kearah
superior. Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan
posterior (external rotasi). Sedangkan saat pronasi kaki caput fibula akan
slide ke proksimal dan anterior (internal rotasi) (Anshar dan Sudaryanto,
2011).
2. Ankle Joint
Permukaan sendi yang konkaf dibentuk oleh ujung distal tibia
(malleolus medialis) dan ujung distal fibula (malleolus lateralis), dimana
malleolus lateralis sedikit lebih panjang daripada malleolus medialis.
Permukaan sendi yang konveks adalah corpus talus yang berbentuk sudut
melebar pada sisi anterior dan juga berbentuk konus yang ujungnya
menghadap kemedial. Untuk menghasilkan gerakan fisiologis ankle, maka
corpus talus akan slide dalam arah yang berlawanan dengan gerakan
angularnya (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Tabel 2.5 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika ankle
Gerakan angular
Artrhokinematika
malleolus
Dorsofleksi
Posterior
talus
terhadap
39
Anterior
Plantar fleksi
Sumber: (Anshar and Sudaryanto, 2011)
2.2.4.2 Osteokinematika Ankle
1. Tibiofibular Joint
Tibiofibular joint hanya menghasilkan gerakan slide saat gerakan
plantar fleksi, dorsofleksi, supinasi dan pronasi (Anshar dan Sudaryanto,
2011).
2. Ankle Joint
Ankle joint merupakan bentuk sendi hinge uniaxial dengan 1 DKG
yaitu plantar fleksi dan dorsofleksi. ROM plantar fleksi adalah 00-500, otot
yang bekerja m.gastrocnemius dan soleus yang dibantu oleh otot tibialis
posterior, fleksor halucis longus, fleksor digitorum longus, serta otot peroneus
longus dan brevis. ROM dorsofleksi adalah 00-200, otot yang bekerja m.
tibialis anterior, ekstensor halluces longus, ekstensor halluces longus, dan
peroneus tertius (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
2.2.5 Otot Skeletal
Otot skeletal terdiri dari banyak serabut otot yang berbentuk seperti
benang/serabut. Membran yang membungkus serabut otot dinamakan dengan
sarkolema. Sarkolema berbentuk seperti neuron yang mengandung potensial
40
membran. Neuron tersebut akan mengeluarkan impuls yang berjalan ke sarkolema
yang mengakibatkan sel otot berkontraksi. Transverse tubulus merupakan lubang
yang ada pada sarkolema yang berfungsi menghantarkan impuls dari sarkolema ke
dalam sel terutama pada struktur lain di dalam sel yang menyelubungi miofilamen
yang disebut sarcoplasmic reticulum. Tranverse tubules mempunyai lubang yang
berhubungan dengan retikulum sarkoplasmik dalam menghantarkan impuls serta
tempat penyimpanan ion kalsium. Antara retikulum sarkoplasmik dengan sitoplasma
sel otot disebut sarkoplasma. Pada sarkoplasma tersebut terjadi pemompaan ion
kalsium. Ketika impuls saraf ada pada membran sarcoplasmic reticulum maka terjadi
pembukaan membran yang memungkinkan ion kalsium menuju pada sarkoplasma
yang akan mempengaruhi miofibril untuk berkontraksi (Fatmawati, 2012).
Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan
mitokondria, serta sejumlah benang/serabut miofibril yang berjalan paralel sejajar
satu sama lain. Miofibril mengandung 2 tipe filamen protein yang susunannya
menghasilkan karakteristik pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot
skeletal (Anshar and Sudaryanto, 2011). Miofibril terbuat dari molekul protein yang
panjang disebut miofilamen. Miofilamen terdiri dari 2 jenis yaitu thick miofilamen
yang berwarna lebih gelap dan thin miofilamen yang berwarna lebih terang. Kedua
jenis miofilamen tersebut membentuk sub unit yang saling berhubungan dalam
miofibril. Sub unit tersebut dinamakan sebagai sarkomer yang merupakan unit
struktural dasar dari serabut otot. Di dalam sarkomer, thick miofilamen berada di
41
tengah dan diapit oleh thin miofilamen. Jika dilihat dalam mikroskopis daerah tengah
sarkomer akan terlihat lebih gelap yang disebut dengan I-band sedangkan daerah
pinggir terlihat lebih terang yang disebut dengan A-band. Bagian yang memisahkan
antara kedua daerah tersebut adalah Z-line (Sherwood, 2006).
Kepala miosin mempunyai dua tempat tautan yaitu ATP binding site dan aktin
binding site. Pergeseran miosin yang terjadi disebabkan karena kepala dari miosin
bertemu dengan molekul aktin di dalam miofilamen. Thin miofilamen terdiri dari tiga
komponen protein yaitu aktin, troponin dan tropomiosin. Pada otot yang rileks,
molekul miosin menempel pada benang molekul tropomiosin, ketika ion kalsium
mengisi troponin maka akan mengubah bentuk dan posisi troponin. Perubahan
tersebut membuat molekul tropomiosin terdorong dan menjadikan kepala myosin
bersentuhan dengan molekul aktin. Persentuhan tersebut membuat kepala miosin
bergeser. Pada akhir gerakan ATP masuk dalam crossbridge dan memecah ikatan
antara aktin dan miosin. Kepala miosin kembali bergerak ke belakang dan ATP
dipecah sebagai ADP + P. Kepala miosin kembali berikatan dengan molekul aktin
yang lain. Ikatan ini membuat terjadinya lagi gerakan aktin terdorong oleh kepala
miosin (Fatmawati, 2012).
42
Gambar 2.11 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot
(Sumber: Sherwood, 2006)
Seperti gambar diatas, mekanisme terjadinya kontraksi otot dimulai dengan
adanya suatu beda potensial pada motor end plate akibat suatu stimulus
(neurotransmitter) sehingga tercetusnya suatu potensial aksi pada serabut otot.
Menurut Azizah dan Hardjono (2006), ada 2 tipe serabut yang utama yaitu serabut
slow-twitch dan serabut fast-twitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat di dalam
suatu otot tunggal.
1. Tipe I atau slow twitch (tonik muscle fibers): disebut juga red muscle karena
berwarna lebih gelap dari otot yang lainnya. Otot ini memiliki karakteristik
tertentu, yaitu menghasilkan kontraksi yang lambat (kecepatan kontraktil yang
lambat), banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria, kekuatan motor unit
43
yang rendah, tahan terhadap kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi
dan berfungsi untuk mempertahankan sikap.
2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers): disebut juga white muscle karena
berwarna lebih pucat. Otot ini memiliki karakteristik menghasilkan kontraksi
yang cepat (kecepatan kontraktil yang cepat), tidak tahan terhadap kelelahan
(cepat lelah), memiliki kapasitas aerobik yang rendah, banyak mengandung
miofibril, durasi kontraksi lebih pendek dan berfungsi untuk melakukan gerakan
yang cepat dan kuat.
Kontraksi otot skeletal ada dua yaitu kontraksi isotonik dan isometrik.
Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik
merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi gerakan pada
sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang
untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi otot yang tidak
disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011).
2.2.6 Anatomi Saraf
2.2.6.1 Definisi Saraf
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan
yang terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal
dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Jaringan saraf memiliki kemampuan
khusus seperti iritabilitas atau sensitivitas terhadap stimulus dan konduktivitas atau
44
kemampuan untuk menghantarkan suatu respons dari stimulus yang diterima, diatur
oleh sistem saraf dalam tiga cara utama yaitu : input sensorik merupakan sistem saraf
yang menerima stimulus melalui reseptor yang terletak di tubuh baik eksternal
(reseptor somatic) maupun internal (reseptor visceral). Aktivitas integrative
merupakan aktivitas reseptor didalam mengubah stimulus menjadi sistem listrik yang
menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis yang kemudian akan
diinterpretasi dan integrasi sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi. Output
motoric merupakan respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh (efektor) hasil
dari input dari otak dan medulla spinalis. Menurut Tjaliek (1991): hal yang terpenting
didalam hubungan antara otot dan saraf adalah reseptor, pusat, dan efektor.
Telaksananya kegiatan motorik pada manusia karena adanya sistem otot yang
melekat pada tulang dan saraf-saraf yang menginervasi.
2.2.6.2 Struktur Saraf
Sistem saraf tersusun atas miliaran sel yang sangat khusus yang disebut sel
saraf (neuron). neuron merupakan unit anatomis dan fungsionalis dari sistem saraf
tersusun atas badan sel, dendrit, dan akson (neurit). Badan sel merupakan bagian sel
saraf yang mengandung nukleus (inti sel) dan tersusun pula sitoplasma yang
bergranuler dengan warna kelabu. Di dalamnya juga terdapat membran sel, nukleolus
(anak inti sel), dan retikulum endoplasma. Retikulum endoplasma tersebut memiliki
struktur berkelompok yang disebut badan Nissl. Pada badan sel terdapat bagian yang
berupa serabut dengan penjuluran pendek. Bagian ini disebut dendrit. Dendrit
45
memiliki struktur yang bercabang-cabang (seperti pohon) dengan berbagai bentuk
dan ukuran. Fungsi dendrit adalah menerima impuls (rangsang) yang datang dari
reseptor. Kemudian impuls tersebut dibawa menuju ke badan sel saraf. Selain itu,
pada badan sel juga terdapat penjuluran panjang dan kebanyakan tidak bercabang.
Namanya adalah akson atau neurit. Akson berperan dalam menghantarkan impuls dari
badan sel menuju efektor, seperti otot dan kelenjar. Walaupun diameter akson hanya
beberapa mikrometer, namun panjangnya bisa mencapai 1 hingga 2 meter. Di dalam
neurit terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus
oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi
untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh selsel sachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan
makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah
luar disebut neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada
yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier
dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan. Kemampuan untuk menerima,
menyampaikan dan meneruskan pesan-pesan neural disebabkan oleh karena sifat
khusus membrane sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan
pesan elektrokimia (Price dkk 1995).
46
Gambar 2.12 sel saraf (Campbell and Reece, 2002)
Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dikelompokkan dalam empat
bagian, yaitu neuron sensorik, neuron motorik, asosiasi dan adjustor (Sloane, 1994)
1. Saraf sensorik, berfungsi menghantar impuls (pesan) dari reseptor ke sistem saraf
pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medulla spinalis). Ujung
akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf asosiasi/penghubung
(intermediet).
2. Saraf motorik, mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang
hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motorik
berada pada sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan
akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang terdapat di sistem
saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf
sensorik atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf
pusat. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu
47
selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf, berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.
3. Saraf asosiasi (penghubung), terdapat pada sistem saraf pusat yang berfungsi
menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau berhunungan
dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf asosiasi
menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf asosiasi lainnya.
4. Saraf adjustor, berfungsi sebagai penghubung saraf sensorik dan motorik di
sumsum tulang belakang dan otak.
5. Sinapsis merupakan hubungan penyampaian impuls dari satu neuron ke neuron
yang lain. Peristiwa ini terjadi dari ujung percabangan akson dengan ujung dendrit
neuron yang lain. Celah antara satu neuron dengan neuron yang lain disebut
dengan celah sinapsis. Loncatan-loncatan listrik yang bermuatan ion terjadi di
dalam celah sinapsis, baik ion positif dan ion negatif. Pergantian antara impuls
yang satu dengan yang lain juga terjadi di dalam celah sinapsis ini, sehingga
diperlukan enzim kolinetarase untuk menetralkan asetilkolin pembawa impuls
yang ada. Penyampaian impuls dengan bantuan zat kimia berupa asetilkolin yang
berperan sebagai pengirim (transmitter) terdapat dalam celah sinapsis juga.
2.2.6.3 Jenis Saraf
Bagian-bagian sistem saraf dapat dikelompokkan berdasarkan struktur atau
fungsinya.
48
Pembagian sistem saraf secara anatomis atau secara struktural adalah sebagai berikut
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat terdiri atas otak yang berfungsi menerima pesan dan
mengirim pesan dan medulla spinalis yang berfungsi membawa pesan dari otak ke
saraf tubuh dan mengirim pesan dari saraf tubuh ke otak. Saraf pusat terdiri dari :
1.otak(encephalon) : a.prosencephalon; -telencephalon (hemispherium cerebri,
telencephalon medium /telencephalon impar), -diencephalon (thalamus/thalamus
dorsalis,
metathalamus
/corpora
geniculate,
hypothalamus,
Subthalamus,
epithalamus), b.mesencephalon; -tectum mesenchepali, -tegmentum mesenchepali, pedunculus cerebri (crus cerebri), c.rhombenchepalon, -metenchepalon terdiri atas
pons dan cerebellum, -myelencephalon juga disebut medulla oblongata. 2.medulla
spinalis: pars cervicalis (segmen C1-C8), pars thoracalis(segmen Th1-Th12), pars
lumbalis (segmen L1-L5), pars sacralis (segmen S1-S5), dan pars coccygeus (segmen
Co1). (Sukardi,2013)
b. Sistem saraf tepi
Berdasarkan lokasi saraf, sistem saraf perifer terdiri dari saraf berikut:
31 pasang saraf spinal yang menghubungkan sumsum tulang belakang dengan
seluruh tubuh. 12 pasang saraf kranial yang menghubungkan otak dengan organorgan vital tubuh.
49
Atas dasar fungsi saraf, sistem saraf perifer terdiri dari saraf berikut:
Saraf Somatik yang membawa informasi sensori dari kulit dan otot, dan perintah
motorik ke otot rangka. Saraf otonom yang membawa sinyal antara SSP dan otot-otot
halus, kelenjar, otot jantung dan organ internal. (Sukardi,2013)
2.2.6.4 Mekanisme Penghantaran Impuls
Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls dari
sepanjang neuron. Permeabilitas sel neuron terhadap ion kalium dan natrium
bervariasi dan dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik dalam neuron tersebut (
terutama nurotransmiter dan stimulus organ reseptor). Dalam keadaan istirahat,
permeabilitas membrane sel menciptakan kadar kalium intrasel yang tinggi dan kadar
natrium intra sel yang rendah, bahkan kadar natrium ektrasel tinggi. Impuls listrik
timbul oleh pemisahan muata akibat perbedaan kadar muatan ion intrasel dan
ekstrasel yang dibatasi membrane sel (Guyton,Arthur C, 1987). Skema sistematis
perjalanan impuls saraf, keadaan listrik pada membran istirahat (polarized). Ektrasel
lebih bnyak natrium, sebaliknya intrasel lebih banyak ion kalium. Membrane dalam
keadaan relative impermeable terhadap kedua ion.
a. Depolarisasi
Potensial membrane istirahat berubah dengan adanya stimulus. Ion natrium masuk ke
intrasel dengan cepat. Pembentukan potensial aksi pada tempat perangsangan. Jika
50
stimulus cukup kuat, potensial aksi akan dialirkan secara cepat ke sepanjang
membrane sel. (Guyton, Arthur C, 1987)
b.
Repolarisasi
Potensial istirahat kembali terjadi. Ion kalium keluar dari intrasel dan permeabilitas
berubah kembali. Terjadi pemulihan keadaan negative didalam sel dan positif diluar
sel. Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan ke
ujung saraf dan mencapai ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi mencapai
akson terminal dikeluarkan neurotransmitter, yang melintasi sinaps dan dapat saja
merangsang saraf berikutnya (Marieb, 1998). Timbunya kontraksi pada otot rangka
mulai dari potensial aksi dalam serabut-serabut otot. Potensial aksi ini menimbulkan
arus listrik yang menyebar ke dalam serabut, dimana menyebabkan terlepasnya ionion kalsium dari reticulum sarkoplasma. Selanjutnya ion-ion kalsium menyebabkan
munculnya peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi (Guyton, Arthur C, 1987)
Gambar 2.13 Skema sistematis perjalanan impuls saraf
51
2.3 Latihan Knee Tuck Jump
2.3.1 Definisi Latihan Knee Tuck Jump
Knee tuck jump merupakan salah satu latihan pliometrik dalam pelaksanaanya
memiliki aturan sendiri, menurut J. C Radcliffe dan R.C Farentinos (2002) knee tuck
jump adalah latihan yang dilakukan pada permukaan yang rata dan bergegas seperti
rumput, matras, atau keset. Latihan ini dilakukan dalam suatu lompatan eskplosif
yang cepat. Knee tuck jump merupakan latihan gerakan meloncat dan mendarat
dengan mengeper. Latihan knee tuck jump akan berpengaruh terhadap otot gluteus,
gastrocnemius, quadrisep, hamstring, dan hip flexors serta tungkai (Radcliffe dan
Farentinos, 2002) dan merupakan bentuk latihan untuk meningkatkan daya ledak,
karena latihan ini akan membentuk kemampuan unsur kekuatan dan unsur kecepatan
otot yang menjadi dasar terbentuknya kekuatan otot.
2.5.2 Mekanisme Latihan Knee Tuck Jump dapat Mempengaruhi Daya Ledak Otot
Tungkai
Menurut Radcliffe dan Farentinos (1985) ada dua jenis reseptor yang
berfungsi pada reflek regang sebagai dasar kontraksi otot, yaitu muscle spindle dan
organ tendon golgi. Gerakan pliometrik diyakini berdasarkan pada kontraksi reflek
dari serat otot yang diakibatkan dari beban yang cepat dan juga penguluran pada serat
otot yang sama. Reseptor utama yang bertangung jawab, untuk mendeteksi
pemanjangan serat otot secara cepat adalah muscle spindle, yang mampu merespon
52
baik tingkat perubahan maupun besarnya dalam panjang serat otot. Sedang organ
tendon golgi, terletak pada tendon-tendon dan merespon tekanan yang berlebihan
sebagai akibat dari kontraksi dan atau penguluran otot yang sangat kuat. Kedua
reseptor ini berfungsi secara refleks, dari kedua jenis reseptor otot tersebut muscle
spindle mungkin lebih penting pada pliometrik (Radcliffe dan Farentinos, 1985).
Muscle spindle mampu mengemisikan dua jenis respon statis dan dinamis
(Radcliffe dan Farentinos, 1985). Suatu respon “statis” dapat terjadi ketika serat
intrafusal meregang secara perlahan, disebabkan dari peregangan secara perlahan
pada serat otot rangka atau mungkin dari stimulasi langsung intrafusal oleh sistem
gamma-afferent. Dalam respon “dinamis” dari muscle spindle, reseptor primer
diaktifkan oleh perubahan secara cepat dalam panjang serat intrafusal yang terlilit
disekitar muscle spindle tersebut. Ketika hal ini terjadi, reseptor primer mengirimkan
banyak impuls pada syaraf tulang belakang. Variabel penting dalam respon yang
dinamis tampaknya adalah kecepatan terjadinya peregangan otot. Respon dinamis
dari muscle spindle ini menjadi elemen fungsional penting dari gerakan pliometrik.
Fungsi utama muscle spindle yaitu untuk mendapatkan apa yang disebut
reflek meregang atau refleks myotatic yang dipertimbangkan dalam proses
neuromuscular yang melambangkan dasar gerak pliometrik. Ketika serat otot secara
cepat dibebani dengan kekuatan dari luar, maka menyebabkan peregangan secara
tiba-tiba, pemanjangan serat terdeteksi oleh muscle spindle, yang mendatangkan
respon dinamis ini. Suatu ledakan impuls yang besar dikirim ke saraf tulang belakang
53
melalui saraf afferent bersinapsis langsung dengan saraf motorik alpha, mengirimkan
kembali secara kuat impuls menuju serat otot rangka dan menyebabkan otot ini
berkontraksi,
sehingga
menguasai
kekuatan
eksternal.
Latihan
pliometrik
memerlukan suatu pemberian beban yang cepat (fase eccentric atau yielding) pada
otot. Latihan pliometrik memerlukan fase dimana sekelompok otot atau lainya
dipertahankan dalam posisi isometrik sebelum fase eksplosif (concentric atau
penguasaan). Resistensi refleks secara instan ini mencoba untuk mencegah tungkai
bergerak cepat dari asumsi posisi isometrik yang merupakan akibat dari refleks
peregangan dinamik atau refleks beban. Latihan pliometrik bekerja dalam konteks
mekanisme saraf yang rumit dan kompleks. Kiranya, sebagai akibat dari latihan
pliometrik perubahan terjadi pada tingkat otot dan saraf yang memfasilitasi dan
meningkatkan performa atau penampilan yang lebih cepat dan gerakan keterampilan
(skill) yang sangat kuat (Radcliffe dan Farentinos, 1985).
Terlibat pula pengendalian kontraksi otot yaitu organ tendon golgi.
Mechanoreceptor ini terletak pada tendon itu sendiri dan distimulasi oleh kekuatan
yang dapat meregangkan yang dihasilkan oleh kontraksi serat otot yang melekat pada
tendon tersebut merespon secara maksimal dengan tiba-tiba meningkatkan tekanan
dan mentransmisikan suatu tingkat impuls yang lebih rendah dan terus-menerus
ketika tekanan tersebut menurun (Radcliffe dan Farentinos, 1985).
Reflek tendon golgi terjadi ketika tekanan otot meningkat; signal
mentrasmisikan pada syaraf tulang belakang yang menyebabkan suatu respon
54
inhibitory (feed back negatif) pada otot yang berkontraksi, sehingga menjegah
sejumlah besar tekanan yang berkembang dalam otot tersebut. Organ tendon golgi
dianggap sebagai alat pelindung, yang mencegah penyobekan otot dan atau tendon
dalam kondisi ekstrim, tapi dapat pula bekerja bersama-sama dengan refleks muscle
spindle dalam mencapai pengendalian keseluruhan atas kontraksi otot dan gerakan
tubuh (Radcliffe dan Farentinos, 1985).
Elemen kontraktil yang merupakan serat otot. Bagian tertentu otot merupakan
non kontraktil: ujung lapisan serat otot tempat melekatnya dengan tendon, membran
silang serat otot dan tendon bersama dengan bagian otot non kontraktil membentuk
apa yang dikenal sebagai serangkaian komponen elastis. Bukti terakhir dalam
(Radcliffe dan Farentinos, 1985) menganjurkan bahwa perlengkapan serat otot dapat
menyumbangkan serangkaian komponen elastik. Peregangan serangkaian komponen
elastik ini selama kontraksi otot menghasilkan suatu energi potensial elastis yang
serupa dengan pegas yang dibebani. Ketika energi ini dilepaskan, ini menambah
tingkat energi tertentu pada kontraksi yang dihasilkan oleh serat otot.
2.3.2 Teknik Aplikasi Latihan Knee Tuck Jump
Petunjuk latihan daya ledak otot tungkai menggunakan Knee Tuck Jump adalah
sebagai berikut : (Radcliffe dan Farentinos, 1985)
1) Posisi awal
55
Ambil sikap berdiri tegak lurus. Tempatkan kedua telapak tangan di depan
dada dan menghadap ke bawah.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan latihan knee tuck jump dimulai dengan posisi Quarter-Squad,
kemudian loncat ke atas dengan cepat dan berulang-ulang, usahakan lutut
mengenai telapak tangan.
Gambar 2.14 Latihan Knee Tuck Jump (Furqon,2002)
2.3.3 Takaran Latihan Knee Tuck Jump
Pelatihan sebaiknya dilakukan 3 kali seminggu dan diselingi dengan satu hari
istirahat untuk memberikan kesempatan kepada otot untuk berkembang dan
beradaptasi pada hari istirahat tersebut (Harsono, 2000). Pelatihan paling sedikit 3
kali perminggu, hal ini disebabkan karena ketahanan seseorang akan menurun dan
harus sudah berlatih lagi (fox, 1992). Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu
dengan frekuensi 3 kali seminggu (Parthayasa, 2012). Gerakan ini dilakukan dengan
2-5 set dengan repetisi 10-25 kali dan waktu istirahat setiap set 1-2 menit.
56
2.3.4 Kelemahan latihan knee tuck jump
Latihan knee tuck jump dilakukan dalam suatu lompatan eskplosif yang cepat.
Knee tuck jump merupakan latihan gerakan meloncat dan mendarat dengan mengeper.
Dilihat dari gerakannya (biomekanika) latihan knee tuck jump menekankan pada
loncatan yang maksimal, sedangkan kecepatan pelaksanaan merupakan faktor kedua,
dan jarak horizontal tidak diperhatikan pada saat meloncat (Agung,2013). Sehingga
dalam mendapatkan daya ledak ekplosif harus menggunakan intensitas tinggi untuk
dapat memperoleh komponen kekuatan dan kecepatan secara bersamaan. Akan tetapi
hal tersebut akan mempengaruhi kerja otot yang berlebihan dan kontraksi eksentrik
dapat memicu terjadinya DOMS (delayed onset muscle syndrome). DOMS dapat
dikaitkan dengan adanya stimulasi nyeri yang disebabkan dengan adanya
pembentukan asam laktat, kekakuan otot, kerusakan jaringan ikat, kerusakan otot,
peradangan, dll. Gejala yang bisa muncul dalam 24 – 42 jam setelah latihan dan bisa
menghilang setelah 5 –7 hari (Cheung, dkk.2003).
2.4 Contract Relax Stretching
2.4.1 Definisi Contract Relax Stretching
Contract relax Stretching adalah salah satu teknik peregangan yang
digunakan untuk menggambarkan suatu manuver terapeutik yang bertujuan untuk
memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non
patologis sehingga dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS). Contract relax
57
stretching merupakan kombinasi dari tipe stretching isotonik dengan stretching pasif.
Dikatakan demikian karena teknik contract relax stretching yang dilakukan
memberikan kontraksi isometrik pada otot yang memendek dan kemudian dilanjutkan
dengan rileksasi dan stretching pasif pada otot tersebut. Contract relax stretching ini
memberikan efek pada pemanjangan struktur jaringan lunak (soft tissue) seperti otot,
fasia tendon dan ligament yang memendek secara patalogis sehingga dapat
meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi spasme dan pemendekan otot
(Wismanto, 2011). Dalam meningkatkan panjang otot berbanding lurus dengan
peningkatan fleksibilitas serta peningkatan ROM sendi yang digerakkan otot tersebut.
2.4.2 Mekanisme Contract Relax Stretching terhadap Daya Ledak
Respon mekanik otot terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan
sarkomer otot. Ketika otot secara pasif diregang, maka pemanjangan awal terjadi
pada rangkaian komponen elastis (sarkomer) dan tension meningkat secara drastis.
Kemudian, ketika gaya regangan dilepaskan maka setiap sarkomer akan kembali ke
posisi resting length. Kecenderungan otot untuk kembali ke posisi resting length
setelah peregangan disebut dengan elastisitas. Respon neurofisiologi otot terhadap
peregangan bergantung pada struktur muscle spindle dan golgi tendon organ. Ketika
otot diregang dengan sangat cepat, maka serabut afferent primer merangsang α
(alpha) motorneuron pada medulla spinalis dan memfasilitasi kontraksi serabut
ekstrafusal yaitu meningkatkan ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan
dengan monosynaptik stretch reflex, suatu ledakan impuls yang besar dikirim ke
58
syaraf tulang belakang melalui syaraf afferent bersinapsis langsung dengan syaraf
motorik alpha, mengirimkan kembali secara kuat impuls menuju serat otot rangka dan
menyebabkan otot ini berkontraksi, sehingga menguasai kekuatan eksterna. Tetapi
jika peregangan dilakukan secara lambat pada otot, maka golgi tendon organ
terstimulasi dan menginhibisi ketegangan pada otot sehinggga memberikan
pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel (Wismanto, 2011). Reflek
tendon golgi dapat pula bekerja bersama-sama dengan refleks muscle spindle dalam
mencapai pengendalian keseluruhan atas kontraksi otot dan gerakan tubuh. Ketika
otot di stretch secara aktif dengan perlahan dan lembut, maka golgi tendon akan
terstimulasi optimal, sehingga penguluran akan terjadi pada serabut otot serta fascia
dimana jumlah sarkomer bertambah dan fascia terulur. Dengan serangkaian
komponen elastik ini otot menghasilkan suatu energi potensial elastis yang serupa
dengan pegas yang dibebani. Ketika energi ini dilepaskan, ini menambah tingkat
energi tertentu pada kontraksi yang dihasilkan oleh serat otot. Salah satu alasan untuk
mempertahankan suatu penguluran dalam jangka waktu yang lama adalah pada saat
otot dipertahankan pada posisi terulur maka spindel otot akan terbiasa dengan
panjang otot yang baru. Secara bertahap reseptor stretch akan terlatih untuk
memberikan panjang yang lebih besar lagi terhadap otot. Alasan yang mendasari
stretch refleks mempunyai dua komponen adalah karena terdapat dua serabut otot
intrafusal yaitu serabut rantai nuklear (nuclear chain fibers) yang bertanggung jawab
untuk komponen statis dan serabut tas nuklear (nuclear bag fibers) yang bertanggung
jawab untuk komponen dinamis. Serabut rantai nuklear (nuclear chain fibers)
59
panjang dan tipis dan segera memanjang pada saat diulur. Pada saat serabut ini diulur
saraf stretch refleks akan meningkatkan tingkat sinyalnya yang diikuti dengan segera
peningkatan panjang otot. Hal ini merupakan komponen statis stretch refleks. Serabut
tas nuklear (nuclear bag fibers) berkumpul ditengah otot sehingga mereka lebih
elastis. Nerve ending stretching pada serabut ini terbungkus di daerah tengah yang
memanjang dengan cepat saat serabut otot terulur. (Sudarsono,2011)
2.3.3 Teknik Aplikasi Contrax Relax Stretching
Contract relax stretching adalah salah satu dari Fascilitation Proprioceptive
Neuromuscular (PNF) yang melibatkan kontraksi isotonic yang optimal dari
kelompok otot antagonis yang memendek dan dilanjutkan relaksasi otot tersebut
dengan menggunakan (prinsip reciproke inhibition) (sudarsono,2011).
Persiapan :
a.
Pasien dalam posisi tidur terlentang, pastikan subjek merasa nyaman dengan
posisi tersebut.
Aplikasi :
a.
Gerakkan anggota tubuh hingga akhir ROM secara aktif atau pasif.
b.
Tanpa melepaskan posisi tersebut, minta subjek berkontraksi secara isotonik
sementara terapis memberikan block dengan tahanan.
c.
Subjek mempertahankan kontraksi hingga 10 detik, kemudian diminta rileks.
60
d.
Selama subjek rileks, terapis menggerakkan ke dalam ROM aktif atau pasif
yang baru selama 20 detik.
e.
Ulangi rangkaian gerakan tersebut sampai tidak tercapai lagi ROM yang lebih
jauh lagi.
A
C
B
D
Gambar 2.15 Contrax Relax Stretching (A. Otot hamstrings, B. otot quadriceps, C.
otot abductor hip, D. otot adductor hip) (McAtee dan Charland, 1999)
61
2.5 Slump Stretch
2.5.1 Definisi Slump Stretch
Slump stretch merupakan salah satu teknik mobilisasi Saraf (Neuro
Mobilization atau Neurodynamic) yang tujuannya menggerakan dan mengulur
jaringan saraf terhadap jaringan interface di sekitarnya (Ashok, 2011).
Untuk menyelidiki mengapa slump stretching dapat menjadi terapi pada
penaganan strain otot hamstring tingkat 1 (Grade 1 hamstring strains), sebuah
penelitian menguji efek slump stretch pada aliran keluar simpatis/ sympathetic
outflow pada anggota gerak bawah 10 orang normal dan atlet atletik (bersama dengan
beberapa hal lain, saraf simpatis menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada
kulit dan pelebaran pembuluh darah pada otot, yang mungkin terlibat pada proses
penyembuhan jaringan otot). Gambaran Telethermographic diambil pada empat
lokasi sebelum dan setelah peregangan pada kedua sisi tungkai yang diregang
maupun yang tidak. Gambaran ini menunjukkan perubahan pada temperatur kulit
sebagai respon terhadap refleks. Peningkatan temperatur kulit pada tungkai yang
diulur mengindikasikan bahwa efek vasodilator secara signifikan terjadi pada tungkai
ini, sementara pada tungkai yang tidak diulur menunjukkan sedikit penurunan
temperatur sehingga peneliti berkesimpulan bahwa slump stretching dapat
mempunyai efek penghambatan simpatik yang dapat menjadi mekanisme fisiologis
62
yang mendasari untuk efek terapi slump stretch pada strain hamstring tingkat 1.
(Sudarsono, 2011)
Studi pada kadaver mengindikasikan bahwa posisi-posisi dimana anggota
gerak ditempatkan saat neural tension tests benar – benar memberikan regangan pada
struktur saraf. Pada studi dengan tubuh hidup yang utuh kaliper digital digunakan
untuk menguji gerakan saraf/ nerve excursion dan ukuran microstrain mengukur
regangan ketika upper limb neural tension test dilakukan. Hasilnya menunjukkan
bahwa tes median nerve tension menyebabkan regangan pada median nerve sebesar
7.6% dan tes ulnar-nerve tension test menyebabkan peregangan sebesar 2.1% pada
ulnar nerve (Surg Am, 2002). Mallac 2006, pada artikelnya mengenai diagnosis dan
penyebab strain hamstring, menemukan bagaimana treatment pada jaringan non saraf
menghasilkan perbaikan pada neural test yang selumnya positif memiliki gejala
neural.
Ellis dan Hing (2008), dalam ulasan sistematis mereka pada uji acak dengan
kontrol/ randomised controlled trials, melihat apakah mobilisasi saraf efektif sebagai
modalitas terapi. Dari 10 uji yang sesuai dengan kriteria mereka, disimpulkan:
„Bahwa bukti terbatas untuk mendukung penggunaan mobilisasi saraf.‟ Dibutuhkan
pendekatan yang lebih terstandar dan grup subyek yang homogeny.
63
2.5.2 Mekanisme Slump Stretch Terhadap Daya Ledak
Slump stretch merupakan salah satu teknik neurodynamic pada lower
ektremitas yang menstretch seluruh saraf. Dengan dilakukan neurodynamic ini
jaringan saraf akan beradaptasi terhadap suatu latihan yang dilakukan. Selain itu
dengan dilakukan slump stretch akan meningkatkan aliran darah ke otot dengan
aktifnya saraf simpatis dan menigkatkan kecepatan rangsang saraf tertuama sarafsaraf yang menginervasi otot tungkai. Adaptasi dari saraf, otot, dan kecepatan
rangsang saraf merupakan salah satu komponen dalam peningkatan daya ledak. Saat
dilakukan
slump
strerch
mempengaruhi
adaptasi
suatu
latihan
dalam
mentransmisikan stimulus dari luar yang dibawa ke susunan saraf pusat untuk
diproses menjadi suatu gerakan yang komplek. Sehingga dengan adanya proses
adaptasi dari saraf akan memperbaiki kecepatan rangsang saraf ke reseptor di otot
terutama reseptor muscle spindel baik saraf sensor maupun motorik terlibat disini.
Innervasi sensor utama terletak pada pusat kantung inti serat intrafusal. Saraf ini
berakhir dengan bentuk yang berstuktur seperti koil (ujung anulospiral) disekitar
intrafusal dan merupakan reseptor aktual untuk mendeteksi perubahan dalam
perpanjangan intarfusal. Karena intrafusal ujungnya melekat kuat pada dinding sel
dari serat otot rangka, setiap perubahan dalam ukuran serat otot rangka diakibatkan
oleh perubahan panjang intrafusal dan juga gerakan dalam ujung yang berbentuk koil
pada sensor reseptor.(Sudarsono,2011)
64
Didukung juga dengan Hortobagyi dkk (1996).yang meneliti respon adaptif
pada pemanjangan dan pemendekan otot quadriceps pada manusia. Studi ini
menunjukkan bahwa adaptasi terhadap latihan dengan kontraksi eksentrik
berhubungan dengan adaptasi neural dan hipertrofi otot yang lebih besar daripada
latihan konsentrik. Hasil teknik pengobatan Neurodynamic perubahan fungsi mekanis
atau fisiologis jaringan saraf. Slump stretch juga melibatkan peregangan paha
belakang bersamaan jaringan saraf yang akan menyumbang peningkatan ruang
lingkup ektensi knee aktif.
2.5.3 Teknik Aplikasi Slump Stretch
Dilakukan dengan posisi duduk dengan kedua kaki lurus menempel kedinding
untuk menjamin pergelangan kaki dalam posisi 00 dorsofleksi, kedua tangan pasien
berada dibelakang punggung dengan saling memegang. Setelah itu terapis melakukan
fleksi cervical pasif dan memberikan tahanan. Gerakan itu di pertahanankan selama
30 detik dan dilakukan sebanyak 5 kali. (Cleland dkk, 2006)
Gambar 2.16 slump stretching (Cleland dkk, 2006)
Download