10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kecepatan Kecepatan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecepatan
Kecepatan menurut Syaffrudin (1992) adalah jarak dibagi waktu dan hasil
dari pengaruh kekuatan terhadap tubuh yang bergerak dimana kekuatan dapat
mempercepat kekuatan tubuh. Menurut Ismaryati (2006), kecepatan merupakan
dari tiga elemen, yakni waktu reaksi, frekuensi gerak per unit waktu, kecepatan
menempuh suatu jarak. Sejalan dengan pendapat itu, Nala (2011) mendefenisikan
kecepatan adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktifitas berulang yang
sama serta berkesinambung dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam dasar
gerak manusia, masa merupakan badan atau salah satu anggota badannya, dan
tenaga merupakan kekuatan otot yang digunakan oleh individu menurut masa
yang digerakkan.
Nala (2011), mendefenisikan kecepatan merupakan kemampuan untuk
berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke
titik yang lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang
sama serta berkesinambungan dalam waktu yang singkat. Penentu ke tiga
macam kecepatan tersebut satu dengan lainnya sangat berbeda. Kecepatan
sprint banyak ditentukan oleh kekuatan otot dan persendian. Kecepatan reaksi
ditentukan iribilitas susunan syaraf, daya orientasi situasi dan ketajaman
panca indra. Sedangkan kecepatan bergerak ditentukan oleh kekuatan otot,
daya
ledak, daya koordinasi gerakkan, kelincahan dan keseimbangan.
10
11
Macam-macam kecepatan dikelompokan menurut sumber datangnya
rangsangan, gerak yang dilakukan, dan terkait dengan biomotor
Kecepatan yang berdasarkan pada sumber datangnya
ketahanan.
rangsangan dibedakan
menjadi kecepatan reaksi, yaitu tunggal dan majemuk. Sedangkan menurut
geraknya adalah kecepatan gerak siklus non siklus, serta stamina (kecepatan,
ketahanan) yang terkait dengan biomotor (Sukadiyanto, 2002). Faktor-faktor
penentu dari kecepatan menurut Berger (1992), frekuensi rangsangan yang
tergantung kepada kemauan (will power), kebulatan tekat serta mobilisasi
syaraf, kecepatan kontraksi otot, tingkat otomatis gerak dan keadaan
kualitas-kualitas otot tertentu misalnya daya ledak otot.
Kecepatan gerak dipengaruhi oleh berat badan, jenis otot, tebal lemak
tubuh, kelentukan otot, kekuatan dan percepatan, panjang otot dan beberapa
ciri mekanik struktur tubuh. Corbin (1980), syarat dari kecepatan tergabung dalam
tiga bagian yakni: reaksi waktu, frekuensi bergerak unit per menit dan kecepatan
bergerak melampaui jarak yang diberikan. Hubungan antara ke tiga faktor ini
sangat membantu untuk meramal penampilan bagi setiap pelatihan yang
memerlukan kecepatan.
Kecepatan dapat dibentuk oleh panjang langkah dan banyaknya
langkah atau frekuensi langkah per detik. Kekuatan merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam bergerak cepat dan untuk memperbaiki kecepatan
harus dilakukan perbaikan dalam bergerak cepat dan untuk memperbaiki
kecepatan
harus
dilakukan
perbaikan
koordinasi
antara
sinergis
dan
antagonis (Nossek dan Hare 2004). Hal ini diperkuat dengan pendapatnya
12
Jhonson, (2000), kenaikan koordinasi otot akan meningkatkan kecepatan dari
gerakan khusus. Kecepatan akan meningkatkan oleh peningkatan kekuatan
dengan memperbaiki efisiensi dari mekanika gerakkan. Kemampuan kecepatan
kontraksi otot merupakan kualitas bawaan sejak lahir, akan tetapi dalam
kecepatan gerak tertentu terutama dalam lari cepat dapat diperbaiki dengan
bentuk latihan teknik yang tepat dan kontinyu.
Untuk meningkatkan kecepatan ada beberapa cara atau metode, (Fox,
1992) menganjurkan bahwa untuk meningkatkan kecepatan dengan menambah
program-program latihan untuk mendorong atlit supaya: mengambil langkah
yang panjang, mengangkat tungkai yang tinggi, menambah kekuatan yang
besar pada tungkai dan atau menaikan kecepatan dari gerakan tungkai.
Dalam
meningkatkan
kecepatan,
yang
paling
penting
adalah
prinsip
penambahan beban yang diberikan dalam bentuk latihan untuk mencapai
beberapa gerakan tubuh dalam periode waktu yang singkat Fox (1993),
kecepatan juga dapat ditingkatkan melalui latihan.
Nossek (1992), mengidentifikasikan bahwa latihan kecepatan meliputi:
a.
Mengulang-ulang jarak tertentu dengan kecepatan maksimum
b.
Peningkatan kecepatan dari waktu ke waktu dengan jarak yang sama.
c.
Menempuh jarak tertentu dengan kecepatan yang ditentukan
d.
Intensitas sub maksimum dan maksimum
e.
Jarak antara 10 sampai 30 meter.
f.
Jumlah volume antara 10-16 repetisi dengan 3-4 set
g.
Kecepatan dilatih setiap hari atau 2-3 kali per minggu
13
Untuk mengembangkan kecepatan, Bompa (1993) menggunakan metode:
a.
Metode pengulangan
b.
Intensitas tinggi dengan irama yang meningkat
c.
Metode hambatan atau rintangan
d.
Permainan dan penyampaian
e.
Metode „’speed barrier”
Kecepatan dapat ditingkatkan dengan latihan yang berintensitas sub
manimum sampai maksimum (Bompa, 2005), dengan cara meningkatkan
kecepatan pada unit tunggal, meningkatkan kecepatan dengan pengulangan
dan percepatan.
Kecepatan yang tepat dan kuat, maka dengan itu gerakan tersebut tidak
dapat berlangsung lama, dan hanya mampu dipertahankan beberapa detik
saja, karena gerakkan cepat ditentukan oleh kapasitas aerobic, dan kapasitas
anaerobic ditentukan oleh:
1. Persendian ATP-PC dan glikogen otot
2. Prosentase serabut cepat
3. Kemampuan menanggung beban asam laktat
4. Aktivitas enzim yang berperan pada metabolisme anaerobic dan sistim
glikogen (Bompa, 2005)
2.2 Latihan Knee tuck jump
Knee tukc jump merupakan latihan gerakan meloncat dan mendarat
dengan mengeper. Latihan knee tuck jump akan berpengaruh terhadap otot
gluteus, gastocnemius, quadrisep, hamstring dan hip flexors serta tungkai
14
(Radlliive & Farentinos, 2002)
dan
merupakan
bentuk latihan
untuk
meningkatkan power, karena latihan ini akan membentuk kemampuan unsur
kekuatan dan unsur kecepatan otot yang menjadi dasar terbentuknya
kekuatan otot, sehingga dalam melakukan jenis-jenis olahraga termasuk
kelincahan menggiring bola, bisa dilakukan dalam waktu yang lama.
Selain itu beberapa laihan plyometric untuk power tungkai adalah :
(1) loncat kodok (frog leaps), (2) jingkat satu kaki (hopping), (3) memantulmantul kejauhan (bonnding strides), (4) memantul-mantul ketinggian (bonnding
drives), (5) dopth jump, split jump, scissor jump, box jump, depth jump, single
leg seride jump, seride jump crossover, side jump sprint (Furqon & Doewes,
2002). Pelaksanaan latihan knee tuck jump adalah ambil sikap berdiri tegak
lurus. Tempatkan ke dua telapak tangan menghadap ke bawah setinggi dada.
Mulailah dengan berdiri lurus, kemudian loncatlah ke atas dengan cepat.
Gerakkan lutut ke atas arah dada dan usahakan menyentuh telapak tangan
(Radcliffe & Farentinos, 1995).
Gambar 2.2
Pelatihan knee tuck jump
15
Latihan plyometric ini adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus,
yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon pembebanan
dinamik atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat (Radcliffe dan
Farentinos, 2002). Dasar pemikiran latihan plyometric ini adalah bahwa
ketegangan otot maksimal akan meningkat ketika otot aktif direngangkan secara
cepat sebelum kontraksi eksentrik (Mirharjanto dkk, 2010). Latihan plyometric ini
diperkirakan
menstimulasi
berbagai
perubahan
dalam
neuoromuskuler,
memperbesar kelompok otot untuk memberikan respon lebih cepat dan lebih kuat
terhadap perubahan-perubahan yang ringan dan panjang ototnya.
2.3 Latihan split jump
Latihan Split jump merupakan salah satu bentuk latihan plyometric untuk
meningkatkan daya ledak otot tungkai sehingga meningkatkan gerakan meloncat
yang berpengaruh pada otot-otot punggung bagian bawah, hamstring, gluteus,
quadriceps dan flexors tungkai bawah (Radcliffe & Farentinos, 2002). Split
jump sangat baik untuk mengembangkan power langkah untuk lari dan ski
cross country (Koni, 2000). Pelaksanaannya adalah ambilah sikap berdiri
dengan satu kaki yang direntangkan ke depan dan kaki yang lain diarahkan
di belakang garis tegak (midline) tubuh sebagaimana dalam pelaksanaan
langkah panjang atau striding. Kaki depan ditekuk dengan sudut 90 derajat.
Lompatlah setinggi dan selurus mungkin. Gunakan lengan untuk ayunan ke
atas guna menambah angkatan. Setelah mendarat, jagalah posisi kaki
terbuka lebar, tekuklah lutut tungkai depan untuk mengatasi goyangan.
Setelah memperoleh kembali keseimbangan, ulangi gerakan ini beberapa kali
16
Gambar 2.3
Pelatihan split jump
Menurut Radcliffe dan Farentinos, (2002) bahwa “pelatihan plyometric
termasuk knee tuck jump dan split jump yang dapat meningkatkan daya ledak
anggota gerak bagian bawah di antaranya dapat dilakukan dengan teknik latihan
lompat melambung, berjingkat-jingkat, melompat-meloncat, dan memantul
(dalam Budhiarta, 2010)
Menurut (Chu, 1998) pelatihan knee tuck jump dan split jump merupakan
bagian dari plyometric yang dapat meningkatkan kekuatan power tungkai dapat
meningkatkan semua komponen biomotorik dan salah satunya kecepatan
dalam bentuk apapun. Sedangkan menurut (Radcliffe dan Farentions, 2002),
pelatihan Knee tuck jump dan split jump adalah mencapai vertikal maksimum dan
gerakkan tungkai yang cepat, terutama dengan jarak
horizontal dengan
beban dan bentuk pelatihan yang mempengaruhi komponen biomotorik.
Dikatakan juga bahwa latihan knee tuck jump lebih efektif dari latihan
melompat dengan dua tungkai dan dengan satu tungkai saling bergantian
dilakukan dengan cepat, latihan ini bertujuan untuk mengembangkan beberapa
komponen biomotorik yakni tungkai dan pinggul. Terutama kerja otot-otot
17
gluteus, hamstring, quadriceps dan gastrocnemius. Latihan ini digunakan untuk
mengembangkan kekuatan, daya ledak, dan komponen kesegaran
jasmani
lainnya yang diperlukan seseorang dalam setiap permainan, sehingga jenis
olahraga yang dilakukannya dapat dilakukan secara maksimal (Nala, 2002).
2.4 Kekuatan Otot Tungkai dan kecepatan menggiring bola
Kekuatan adalah pengaruh metode latihan plyometrik dan kekuatan otot
tungkai terhadap peningkatan (Komi, 1992). Kekuatan merupakan salah satu
unsur yang sangat penting dan harus dimiliki seorang atlit, karena setiap
penampilan dalam olahraga memerlukan kekuatan otot tungkai di samping unsurunsur lainya.
Menurut Suharno HP (1993) kemampuan serabut otot atau sekelompok
otot untuk mengatasi tahanan dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakkan yang
utuh. Lebih lanjut Suharno HP menyatakan bahwa kekuatan otot tungkai
bermanfaat bagi atlet dalam mencapai prestasi attlet.
Sedangkan Kekuatan juga didefenisikan sebagai kemampuan maksimal
untuk melakukan atau melawan gaya dari berbagai jenis olahraga, sehingga unsur
kecepatan dalam menggiring bola bisa bertahan dalam waktu yang relatif lama
(Stull, 1980). Kecepatan merupakan komponene kondisi fisik yang esensial dalam
cabang olahraga. Menurut
Nala (2011), dikatakan bahwa kecepatan adalah
kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta
berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan dalam hal
ini merupakan kecepatan bergerak untuk dapat melakukan pergerakan kaki yang
cepat untuk mampu mengayunkan kaki bergerak ke depan dengan cepat. Ekplosif
18
power (daya ledak) ini dapat dikembangkan melalui latihan kekuatan
dan
kecepatan (Nala, 2000), jadi otot yang mempunyai daya ledak yang besar hampir
dapat dipastikan mempunyai kekuatan dan kecepatan yang baik. Dalam
permainan sepak bola, otot-otot yang aktif adalah: otot hamstring, quadriceps,
recktus abdominus, otot brachialis dan external oblique, Oleh karena itu unsur
kondisi fisik yang perlu dilatih terlebih dahulu adalah unsur kondisi fisik
kekuatan, karena kekuatan tungkai memiliki peranan yang penting dalam
melindungi atlet dari cedera serta membantu stabilitas sendi-sendi. Kecepatan
merupakan salah satu komponen kesegaran motorik yang dapat diperlukan untuk
semua aktivitas yang membutuhkan kecepatan perubahan posisi tubuh dan
bagian-bagiannya.
Kecepatan adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang
yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Komponen kecepatan gerak berkaitan erat dengan kekuatan, kelincahan,
keseimbangan, koordinasi dan daya tahan. Kecepatan gerak diukur dengan cara
mengukur dengan jarak yang ditempuh (Nala, 2011)
Dari pengertian kekuatan di atas dapat disimpulkan bahwa kecepatan
dipengaruhi otot-otot atau sekelompok otot untuk mengatasi suatu beban
atau
tahanan
dalam
menjalankan
aktivitas
latihan,
termasuk
dalam
melakukan kecepatan menggiring bola yang didukung oleh kekuatan tungkai
(Harsono, 1998). Kekuatan harus mutlak diperlukan pada setiap atlet untuk
semua cabang olahraga terutama cabang sepak bola. Pada cabang olahraga
sepak bola, khususnya teknik dasar sepak bola.
19
2.5
Faktor yang mempengaruhi kekuatan otot tungkai
Baik tidaknya kekuatan otot seseorang, dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut (Soeharno, 1993), faktor-faktor penentu kekuatan seseorang terdiri dari:
1. Besarnya kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang
tergantung dari proses hipertropi otot)
2. Jumlah fibril otot yang bekerja dalam melawan beban makin banyak fibril otot
yang bekerja, bertarti kekuatan bertambah besar.
3. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet, makin besar
kekuatan.
4. Innnervasi otot baik pusat maupun perifer
5. Keadaan zat kimia dalam otot (glikogen, ATP)
6. Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berarti kekuatan tersebut
pada saat bekerja makin besar.
7. Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.
Dalam kegiatan olahraga, kualitas kekuatan tungkai dapat diwujudkan
dalam bentuk sebagai berikut (Kirkly, 1985):
1. Tubuh atlit yang digerakan seperti lari, lompat, renang dan lainnya.
2. Alat yang dapat digerakan seperti: peluru, cakram, martil, bola dan
lainnya.
3. Melawan aksi otot seperti gulat, judo, sepak bola.
2.6 Peningkatan kecepatan menggiring bola
20
Menurut Sucipto (2000), pada dasarnya menggiring bola adalah
menendang
terputus-putus atau pelan-pelan, oleh karena itu bagian kaki
yang dipergunakan dalam menggiring bola sama dengan bagian kaki yang
dipergunakan
untuk
menendang
bola.
Selanjutnya
Joseph
(2011)
menambahkan menggiring bola (dribbling) adalah ketrampilan dasar dalam
sepak bola karena semua pemain harus mampu menguasai bola saat
bergerak, berdiri, atau bersiap melakukan operan atau tembakan. Ketika
pemain telah menguasai kemampuan dribbling secara efektif, sumbangan
pemain di dalam pertandingan akan sangat besar. Selanjutnya Suharsono,
Thompson (1991),
menambahkan
menggiring
juga
dimaksudkan
untuk
menyelamatkan bola apabila tidak ada kemungkinan untuk passing dengan
segera.
Menurut Nala (2011) latihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang
sistematis dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif yang harus
ditaati.
Tujuan
melakukan
latihan
adalah
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan kondisi fisik atau kesegaran jasmani. Kesegaran jasmani dapat
ditingkatkan melalui latihan kontinyu, terukur atau sesuai dosis dan dilakukan
evaluasi secara berkala. Di dalam latihan perlu memperhatikan hukum-hukum
latihan dan prinsip-prinsip latihan. Hukum tersebut antara lain: Hukum overload,
hukum reversibilitas, hukum kekhususan. Tindakan disini merupakan respon
berupa tindakan atau gerakan tubuh anggota tubuh untuk memperoleh suatu
tujuan. Ketrampilan
merupakan
indikator
kualitas
penampilan
(quality
performance), artinya bahwa ketrampilan merupakan kualitas dari ekspresi
21
penampilan (axpression performance) dan sering dijadikan karakteristik
produktivitas ketrampilan seseorang. Dalam pelaksanaan ketrampilan gerak
biasanya dihubungkan pula dengan istilah kemampuan (ability). Kemampuan
didefenisikan sebagai kepastian umum individu yang berhubungan dengan
pelaksaan berbagai ketrampilan gerak atau tugas.
Selanjutnya (Magil dalam Sidik, 2000) memberikan beberapa ciri
umum dalam ketrampilan gerak sebagai berikut:
1.
Ketrampilan gerak dilakukan untuk mencapai suatu tujuan
2.
Ketrampilan gerak dilakukan secara sengaja
3.
Ketrampilan
menurut
gerak
tubuh
atau
anggota
tubuh
dalam
menyelesaikan suatu tugas gerak untuk mencapai suatu tujuan.
Berkaitan dengan beberapa ahli juga mendefenisikan tentang ketrampilan
gerak. Seperti pendapat Guthrie (1991) seorang ahli psikologi yang pendapatnya
dikutip
oleh Schmidt bahwa “Ketrampilan sebagai
kemampuan
untuk
memperoleh suatu hasil akhir secara maksimum dengan penggunaan waktu dan
pengeluaran energi yang minimum”. Menurut Schmidt juga masih mengutip
pendapat Guthrie (1991) bahwa “Ketrampilan memiliki ciri-ciri penting yaitu: 1)
ketrampilan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan yang diinginkan.
Contohnya dalam kemampuan untuk menyelesaikan tendangan bola ke depan .2)
ketrampilan merupakan perpaduan antara sasaran yang diharapkan dengan hasil
akhir yang diperoleh secara maksimum, dengan kata lain pencapaian suatu tujuan
yang maksimal harus dilakukan dengan waktu yang minimal. 3) ketrampilan
adalah meminimalkan penggunaan energi baik fisik maupun mental.”
22
Kutipan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa
ketrampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melakukakan kegiatan
yang melibatkan gerak tubuh atau anggota tubuh secara sengaja dengan
waktu dan energi yang minimal tetapi hasilnya maksimal dalam rangka
mencapai
tujuan
gerak
atau
tujuan
tertentu.
Permainan
sepak
bola
sebenarnya mengandung beberapa ciri-ciri umum sebagai berikut:
1. Permainan sepak bola menggunakan media bola sebagai medianya.
2. Dimainkan dengan kaki, seperti untuk menendang, mengoper atau
menyetop bola bagi pemain, sedangkan untuk penjaga gawang (keeper)
bola
menangkap
dengan
kedua
tangannya.
Namun
demikian
pula
dimainkan dengan anggota tubuh lainnya, seperti dengan menggunakan
kepala, dada, perut dan paha.
3. Memiliki peraturan bermain yang telah ditentukan oleh Badan Sepak
Bola,
seperti
Persatuan
Sepak
Bola
Indonesia
(PSSI),
Federation
International football Amateur (FIFA).
2.7
1.
Jenis-jenis pengukuran kecepatan menggiring bola
Shuttle run (lari bolak-balik)
Shuttle run adalah tes lari bolak-balik secepatnya dari titik
yang
satu ke titik yang lain sebanyak 5 kali. Setiap kali sampai pada satu titik
dia harus berusaha untuk secepatnya membalikan badan untuk lari menuju
titik yang lain dengan tujuan melatih
Yang perlu diperhatikan bahwa:
mengubah gerak tubuh arah lurus.
23
a.
Jarak antara ke dua titik jangan terlalu jauh, misalnya 10 meter atau
lebih, maka ada kemungkinan bahwa setiap lari beberapa kali bolak
balik dia tidak mampu lagi untuk melanjutkan larinya, dan atau
membalikan badanya dengan cepat disebabkan karena faktor keletihan.
Dan kalau kelelahan mempengaruhi kecepatan
larinya, maka latihan
tersebut sudah tidak sahih (valid) lagi untuk digunakan sebagai latihan
kecepatan.
b.
Jumlah ulangan lari bolak-balik jangan terlalu banyak sehingga menyebabkan
anak lelah. Kalau ulangan larinya terlalu banyak maka menyebabkan
seperti diatas. Faktor kelelahan akan mempengaruhi apa yang sebetulnya
ingin dilatih yaitu kecepatan (Harsono 2000).
2.
The Nelson Hand Reaction Test
Untuk mengukur kecepatan reaksi tangan dalam merespon stimulus
3.
The Nelson Foot Reaction Test
Untuk mengukur kecepatan reaksi kaki dalam merespon stimulus visual
4.
Zig-zag run (lari berkelok-kelok)
Dalam penelitian ini untuk mengukur kecepatan menggiring bola
pada mahasiswa Program Studi PJKR Univ. PGRI NTT dilakukan dengan
menggunakan zig-zag run. Yang diukur dalam kecepatan ini adalah unsur
waktu (waktu tempuh) kecepatan yang terbaik dalam menggiring bola, dan
perubahan arah yang tepat (Harsono, 1998). Pada aba-aba”bersedia” test” berdiri
di belakang garis start dengan bola di kaki. Sedangkan pada aba-aba “ya”
test” mulai star menggiring bola dengan cepat melewati beberapa rintangan
24
melalui arah yang telah ditentukan sesuai arah anak panah secepat mungkin,
kemudian berbalik menggiring bola sampai garis finish. Waktu diambil
mulai start sampai finish dengan menggunakan stop watch, yakni waktu
tempuh kecepatan yang terbaik itulah yang diambil (Nurhasan, 2001 ). Test
kecepatan menggiring bola diberikan tiga kesempatan, dimana waktu terbaiknya
yang
diambil
dari
tiga
kesempatan
adalah
waktu tempuh kecepatan
menggiring bola. Saat menggiring bola test harus melewati tiap rintangan
atau box yang dipasang sejajar berjumlah 5 box dengan jarak antar box 1,5
meter yang dilakukan bolak-balik dengan total jarak 15 meter. Alat ukur
yang digunakannya adalah bola, stop watch, rintangan, kapur
Gambar 2.4
Tes waktu tempuh menggiring bola (zig-zag run)
2.8 Takaran Pelatihan Pliometric
Takaran pelatihan merupakan ukuran untuk menentukan kuantitas dan
kualitas suatu pelatihan. Takaran pelatihan meliputi: tipe dari aktivitas,
intensitas
(repetisi,
set,
beban,
interval
istirahat)
lama
pelatihan, fase
pelatihan dan fase pendinginan (Nala, 2002). Sesuai dengan bobot pelatihan
fisik, maka takaran pelatihan meliputi hal-hal sebagai berikut:
25
1.
Tipe pelatihan
Tipe pelatihan terlebih dahulu sebelum ditetapkan besar kecilnya takaran
pelatihan berupa: intensitas, volume, densitas atau frekuensi. Tipe pelatihan
yang
akan
dipilih
disesuaikan
dengan
komponen
biomotorik
yang
dibutuhkan pada cabang olahraga yang akan dilatih. Dalam meningkatkan
kekuatan otot tungkai yang paling efektif adalah pelatihan pliometrik, salah
satunya adalah latihan ini dilakukan dalam suatu rangkaian loncatan
eksplosif yang cepat.
2.
Intensitas
Intensitas latihan menunjukan komponen kualitatif yang harus ditetapkan
sebelum menentukan volume dan frekuensi suatu pelatihan. Derajat intensitas
dapat diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas yang dilakukan
(Nala, 2002). Tingkat intensitas berdasarkan kualitas yang menyangkut
kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya
persentase dari kemauan maksimalnya volume pelatihan.
Volume pelatihan merupakan komponen takaran kuantitatif yang penting
dalam setiap pelatihan. Unsur volume berupa durasi atau lama pelatihan,
jarak tempuh atau jumlah suatu aktivitas serta jumlah repetisi dan set.
Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama
pelatihan yang terdiri atas: a) durasi atau lama waktu (dalam detik, menit,
jumlah, hari, minggu atau bulan), pelatihan b), jarak tempuh (meter), berat
badan (kilogram), jumlah angkatan dalam satuan waktu (beberapa kilogram
dapat diangkat dalam satu kesatuan waktu) dan c), jumlah repetisi, set atau
26
penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan waktu yaitu: berapa kali
ulangan dapat dilakukan dalam waktu satu menit (Nala, 2002)
3.
Repetisi dan set
Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban. Jumlah
ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu seri yang
dilakukan selama pelatihan (Nala, 2002). Sedangkan set adalah suatu
rangkaian kegiatan dari suatu repetisi (Sajoto, 2002). Penggunaan set amat
penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik (Nala, 2002).
Pelatihan yang diterapkan oleh penelitian ini menggunakan volume lima
repetisi sepuluh set. Pelatihan adalah suatu proses penyempurnaan secara sadar
untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban fisik, teknik, taktik
dan mental secara teratur terarah dan meningkat, bertahap dan meningkat
(Soeharno, 1993). Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi akan
menghasilkan kecepatan lebih besar dari pada pelatihan yang menggunakan
repetisi rendah (Pate dkk, 1984). Dengan demikian pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai yang menggunakan repetisi lebih
banyak akan lebih efektif dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan
repetisi lebih sedikit dengan total volume yang sama.
4.
Densitas pelatihan
Densitas pelatihan menunjukan kepadatan (densitas) atau kekerapan
(frekuensi) dari suatu seri rangsangan persatuan waktu ketika sedang
berlatih. Densitas bersifat kuantitatif menunjukan hubungan antar fase
27
aktivitas yang dilakukan dengan fase istirahat atau fase pemulihan. Suatu
pelatihan yang densitasnya sesuai, tidak akan menyebabkan kelelahan yang
berlebihan ( Nala, 2002).
2.9
Hubungan knee tuck jump dan split jump dalam kecepatan menggiring
bola
Pelatihan knee tuck jump dan split jump merupakan bagian dari plyometric
yang dapat meningkatkan kekuatan dan kecepatan atau yang disebut dengan daya
ledak (Nala, 2002). Menurut Muhamad Taufan et,al (2012) power adalah
kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang
dikerahkan
dalam
waktu
yang
sependek-pendeknya.
Otot-otot
yang
dipengaruhinya adalah gastrocnemius, gluteals, quadriceps, hamstring serta otot
tungkai bawah. Menurut Radcliffe & Varentinos (2002), Latihan ini akan
membentuk kemampuan unsur kecepatan dan kemampuan otot yang menjadi
dasar terbentuknya otot sehingga akan menyebabkan kontraksi otot yang refleksif.
Dalam proses pelatihan, harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan untuk
mendukung upaya pelatihan dalam proses peningkatan kualitas latihan
diantaranya prinsip kesiapan, individual, adaptasi, beban latihan, progresif,
spesifik,
variasi,
pemanasan
dan
pendinginan,
latihan
jangka
panjang
(Sukadiyanto, 2005).
Menurut Sucipto (2000), pada dasarnya menggiring bola adalah menendang
terputus-putus atau pelan-pelan. Menggiring bola harus didasari atas beberapa
faktor, seperti kekuatan otot tungkai yang dipengaruhi oleh: besar kecilnya rangka
28
tubuh otot skelet, besar kecilnya potongan morfologi dan jumlah fibril otot
(Soeharno, 1993)
2.10
Frekuensi dan lamanya pelatihan
Pelatihan sebaiknya dilakukan 3 kali seminggu dan diselingi dengan satu
hari istirahat untuk memberikan kesempatan kepada otot untuk berkembang dan
beradaptasi pada hari istirahat tersebut (Harsono, 2000). Pelatihan paling sedikit 3
kali per minggu, hal ini disebabkan karena ketahanan seseorang akan menurun
setelah 48 jam tidak melakukan pelatihan. Jadi sebelum ketahanan menurun harus
sudah berlatih lagi (Fox, 1992). Untuk meningkatkan kapasitas anaerobic
frekuensi pelatihan minimal dilakukan 3 kali dalam seminggu dan lama pelatihan
6 minggu atau lebih (Fox, 1993).
Lama pelatihan juga berkaitan dengan lama waktu yang dipakai untuk
menyelesaikan satu set pelatihan. Menurut (Fox, 1993), system energi yang
digunakan pada pelatihan yang bersifat anaerob, lama pelatihan kurang dari 30
detik. Oleh karena pelatihan pliometrik pada knee tuck jump dan split jump pada
penelitian ini bersifat aerobic, karena ke dua pelatihan ini berlangsung selama 10
kali repetisi, maka proses pelatihan tetap berada dalam keadaan aerobic. Sehingga
menghasilkan aerobic yang diinginkan yakni beban pelatihan diatur sesuai dengan
jumlah repetisi dalam satu set pelatihan.
Download