Perdagangan Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan Menurut Hukum Islam Ruslan Abdul Gani IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi Indonesia ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang erdagangan organ tubuh manusia dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Menurut Hukum Islam, dengan fokus kajian terhadap Bagaimanakah Penjualan Terhadap Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Bagaimcana Pula Penjualan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Islam. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diperoleh beberapa kesimpulan. Bahwa Penjualan terhadap organ tubuh manusia dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dilarang secara tegas karena perbuatan tersebut beresiko tinggi bila salah satu organ tubuh seseorang yang sangat pital tidak berfungsi lagi apabila telah diambil untuk diperdagangkan hal ini sebagai ditegaskan di dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 berbunyi: bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Kemudian dipertegs lagi di dalam Pasal 192: setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar rupiah. Sedangkan dilihat dari perspektif Hukum Islam, penjualan organ tubuh manusia sama halnya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dimana Hukum Islam juga melarang dan haram hukumnya organ tubuh manusia diperjual belikan. Namun dalam hukum Islam membolehkan dilakukan tranplantasi terhadap organ tubuh manusia bagi orang yang secara sukarela tampa imbalan apapun kepada orang yang memerlukannya. Ketentuan ini diperkuat pula oleh Patwa yang pernah dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan: Tranplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan, tetapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli organ tubuh. Rekomendasi yang diberikan Kepada seluruh warga masyarakat hendaknya selalu menjaga organ tubuhnya dengan baik dengan cara menjaga kesehatan. Kepada tenaga medis hendaknya mengawasi dengan ketat bila terjadi perbuatan tranplansi organ tubuh manusia secara illegal. Kata Kuci : Perdagangan Organ Tubuh Manusia Perspektif Undang-Undang Kesehatan dan Hukum Islam 37 Latar Belakang Masalah Perkembangan Transplantasi organ tubuh manusia saat ini semakin berkembang, tidak hanya organ Jantung manusia, namun berkembang ke Cangkok Ginjal, Hati, dan beberapa organ lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen maupun syaraf. Untuk kepentingan Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia, umumnya diperoleh dari oleh penerima dari keluarga dekat. Sebagai seorang calon donor organ, kedekatan sifat dasar kondisi kesehatan fisik dan kelayakan secara kesehatan menjadi pertimbangan mengapa donor organ umumnya dilakukan antar keluarga yang memiliki pertalian kekerabatan dengan harapan memiliki kesamaan golongan darah dan kesamaan dalam sifat dan karakter antibodi / kekebalan tubuh serta terkait masalah etika dan kemanusiaan, (Barder Johan Nasution : 2005). Seiring perkembangan jaman, terdapat berbagai kejahatan transnasional yang perlu ditangani secara bersama dalam kerangka multilateral, seperti kejahatan, perdagangan organ tubuh manusia, (environmental crime). Meskipun belum terdapat kesepakatan mengenai konsep dan definisi atas beberapa kejahatan tersebut, secara umum kejahatan tersebut membahayakan keselamatan pendonornya. Semakin beragam dan meluasnya tindak kejahatan perdagangan organ tubuh manusia secara lintas negara telah menarik perhatian dan mendorong negara-negara di dunia melakukan kerjasama untuk menanggulangi kejahatan di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Salah satu penyebab orang menjual organ tubuhnya, dikarenakan faktor kemiskinan dan serta celah terdapat dalam undang-undang berkontribusi seseorang untuk memperdagangan organ tubuhnya secara illegal. Lain halnya dengan Negara Yordania, dimana perdagangan organ tubuh manusia dilegalkan.akibatnya banyak organ tubuh yang diselundupkan ke Iran. India’s Transplantation of Human Act (THOA) memiliki syarat bahwa organ yang boleh diperjual belikan harus relatif dan memiliki tujuan untuk pendonoran, (Harjo Wisnoewardono : 2002) Di dalam pasar gelap, penjualan organ tubuh manusia cenderung memiliki harga yang sangat tinggi dan tidak stabil. Jumlah uang yang akan diterima pendonor bergantung kepada lokasi dan pasokan yang tersedia. Hasil laporan di seluruh dunia melaporkan bahwa harga rata-rata yang diterima pendonor untuk ginjalnya adalah $5000, sedangkan di dalam pasar gelap, oknum yang membutuhkan organ dalam membayar sekitar $150.000. Meski angka perdagangan organ tubuh manusia meningkat, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hanya 10 persen dari permintaan global untuk transplantasi organ tubuh yang sesuai dengan permintaan. Kelompok hak asasi manusia Amerika Serikat untuk pengawasan perdagangan organ manusia mengatakan, sebanyak 15-20 ribu buah ginjal dijual secara illegal di seluruh dunia setiap tahunnya. (Hanny Ronosulityo: 1973). Mengenai norma hukum tentang larangan terhadap penjualan terhadap organ tubuh manusia di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sudah diatur secara tegas. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 204 KUHP berbunyi: Barang Siapa menjual, menyerahkan, atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. 38 Elemen yang terpenting terkandung di dalam Pasal 204 KUHP di atas, ialah bahwa orang itu melakukan perbuatan-perbuatan tersebut, sedang ia mengetahui bahwa barang-barang itu berbahaya bagi jiwa atau kesehatan, ia tidak mengatakan/menjelaskan tentang sifat bahaya dari barang-barang tersebut. Orang yang menjual barang yang berbahaya bagi jiwa dan kesehatan, tetapi dengan mengatakan terus terang pada pembeli tentang sifatnya berbahaya, tidak dapat dikenakan pasal ini. Selanjutnya bila dilihat di dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam Pasal 64 ayat (3) menyebutkan bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Oleh karena itu pelaku penjualan organ dan/atau jaringan tubuh ini diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 192 UU 36/2009. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Organ tubuh yang dilarang diperjualbelikan seperti: jantung, hati, ginjal, paru-paru, dan lain-lain. Dengan demikian, jika mengikuti pembagian pidana umum dan khusus menurut Andi Hamzah, penjualan organ tubuh manusia termasuk tindak pidana khusus. Alasannya, karena KUHP tidak memiliki aturan mengenai tindak pidana penjualan organ manusia dimaksud, (Andi Hamzah: 2000). Bila dilihat dari hukum Islam dimana Tranplatansi organ tubuh manusia diperbolehkan. Dasar pengambilan hukumnya yaitu dalam hukum syara’ diperbolehkan seseorang pada saat masih hidup menyumbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih dengan suka rela tanpa paksaan siapapun. Ketentuan ini dikarenakan adanya hak seseorang yang tangannya terpotong atau tercongkel matanya. Akibat perbuatan orang lain untuk mengambil diyat (tebusan) atau memanfaatkan orang lain yang telah memotong tangannya atau mencongkel matanya. Hal ini didasarkan pada Surat Al-Baqara ayat 179. Artinya: Dan di dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hal orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Ali Zarnudin : 2009). Selanjutnya bila dilihat dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pernah mengumumkan fatwa tentang transplantasi organ tubuh manusia yang difatwakan pada tahun 1950, di dalam fatwa tersebut disampaikan bahwa tranplantasi organ diperbolehkan, tetapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli organ tubuh. Sebenarnya seseorang tidak berhak memberikan organ tubuhnya, organ itu bukan milik pribadi, dan tidak membeli. Manusia hanya diamanati oleh Sang Pencipta untuk menjaganya. Apabila ada orang yang memerlukan organ tubuh orang lain, sepanjang tidak membahayakan, boleh diberikan hanya tidak dikomerasialisasikan. Pengaturan tranplantasi harus diatur negara (pemerintah) agar tidak disalah gunakan. (Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI): Tanggal 21 Maret 2013). 39 Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2009 tentang Fatwa Bank Mata dan Organ Tubuh lain, hukum melakukan tranplantasi kornea mata kepada orang lain yang membutuhkan adalah boleh apabila sangat dibutuhkan dan tidak ada upaya medis lain untuk menyembuhkannya. Pada dasarnya seseorang tidak berhak mendonorkan anggota tubuhnya kepada orang lain karena ia bukan pemilik sejati atas organ tubuhnya. Akan tetapi karena untuk kepentingan menolong orang lain, dibolehkan dan dilaksanakan sesuai wasiat. Orang yang hidup haram mendonorkan kornea atau organ tubuh lainnya kepada orang lain. Orang boleh mewasiatkan untuk mendonorkan kornea matanya bagi orang lain. Dan diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan denga niat tabarru’(prinsip suka rela dan tujuan komersil). Bank mata dibolehkan apabila proses pengambilan dari donor dan pemanfaatannya kembali sesuai dengan aturan syariah, (Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI): Tanggal 21 Maret 2013). Tranplantasi terhadap organ tubuh manusia dibolehkan berdasarkan hukum Islam. Dasar pengambilan hukumnya yaitu dalam hukum syara’ diperbolehkan seseorang pada saat masih hidup menyumbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih dengan suka rela tanpa paksaan siapapun. Seseorang tersebut memberi hak untuk memanfaatkan organ-organ tubuh tersebut kepada yang membutuhkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Maidah Ayat 2 : Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah,dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,jangan (menggangu) binatangbinatang had-ya, bonatang-binatang qalaa’id, dan jangan (pula) mengganggu orangorang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibdah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (AlMaidah: 2). Berdasarkan kedua ketentuan tersebut di atas, Undang-Undang Kesehatan dan Hukum Islam kiranya dapat dipahami bahwa di dalam undang-undang Kesehatan, melarang secara tegas kepada setiap orang untuk menjual, menyerahkan, atau membagi-bagikan organ tubuhnya kepada orang lainkarena dianggap sangat membahayakan nyawa atau kesehatan orang yang bersangkutan. Sedangkan di dalam hukum Islam pada dasarnya tidak melarang kepada setiap orang yang ingin mendonorkan bagian dari organ tubuh manusia kepada orang yang sangat membutuhkannya. 40 Tujuan dari larang penjualan terhadap organ tubuh manusia baik dalam maupun Undang-Undang Kesehatan, Hukum Islam, serta Fatwa Majelis Ulama Indonesia tidak lain adalah dalam rangka perlindungan terhadap manusia itu sendiri sehingga tidak dengan mudah memperjual belikan organ tubuhnya demi mendapatkan uang semata-mata. Erat kaitannya dengan perlindungan terhadap manusia, secara tegas di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan nasional dari bangsa Indonesia, yaitu membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang berdasarkan pancasila. Pembangunan manusia pada umumnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan. Maka dari itu pentingnya menjaga kesehatan jasmani dan rohani masyarakat Indonesia adalah salah satu upaya agar terciptanya masyarakat yang sejahtera dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa seperti apa yang telah dicita-citakan Indonesia yang tercantum dalam UndangUndang Dasar1945. Terdapat beberapa permasalahan yang menjadi ancaman bagi terciptanya cita-cita bangsa Indonesia yang sedang terjadi saat ini, salah satunya adalah tentang kejahatan penjualan organ tubuh secara illegal dan dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini perlu dianggap serius mengingat organ tubuh manusia bukanlah barang yang bisa diperdagangkan secara bebas karena dapat mengancam kehidupan orang lain yang telah diambil organ tubuhnya. Jika hal ini berlangsung dalam skala besar dikhawatirkan akan berdampak pada kesatuan Negara Republik Indonesia. (R. Valentina Sagala & Elin Rozaria: 1983). Walaupun pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, akan tetapi peran serta masyarakat tetap diperlukan sebagai upaya pemenuhan hak-hak kesehatan masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RJPN) tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Dalam dua puluh tahun terakhir, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan secara berkesinambungan, berkelanjutan, menyeluruh, terarah dan terintegrasi didasarkan pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang telah ditetapkan pada tahun 2009. Sistem Kesehatan Nasional tersebut secara nyata telah dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di bidang kesehatan, penyusunan Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang merupakan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arah pelaksaan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan yang berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat yaitu dengan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007 dan pada tahun 2010 41 meningkat menjadi 83,5 persen (Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010). (Abdul Wahab Bakri : 1998). Maraknya pernjualan organ tubuh manusia telah menampakkan gejalanya dalam negri, seperti yang dikutip dalam Surat Kabar Harian Republika sebagai berikut : Saya berumur 37 tahun dan kondisi sehat, saya ingin sekali untuk mendonorkan ginjal kepada yang memerlukan. Saya membutuhkan dana untuk menghidupi dua anak (sekolah SD dan SMA), satu keponakan (SMP), istri, dan orang tua.Kalau tidak ada dana, kemungkinan, ketiga anak tersebut, tahun depan bakal putus sekolah. Nilai sekolah mereka bagus-bagus. Saya sebagai tulang punggung keluarga pernah dua kali dibohongi untuk kerja di Amerika dan Eropa dengan biaya puluhan juta. Sekarang modal saya sudah habis. Tolong, para dermawan dapat mengatasi kesulitan hidup keluarga saya. Saat ini saya tidak bekerja. Kalau ada yang bersedia menggunakan tenaga saya, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Bagi yang bersedia membantu saya, dapat menghubungi saya di nomor telepon (0341) 546xxx.sekian terima kasih. (Surat Kabar Hasian Republika: 2005). Berdasarkan uraian yang telah dijelasan di atas, sehingga penulis tertarik untuk menulis Makalah ini dengan judul: Perdagangan Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Menurut Hukum Islam. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang ingin di kaji dalam penulisan makalah ini antara lain berikut: i. Bagaimanakah Penjualan Terhadap Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan? ii. Bagaimana Pula Penjualan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Islam ? Pembahasan Penjualan Terhadap Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Di dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 secara jelas disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena itu setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, 42 dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dijelaskan kesehatan adalah : Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dilihat dari azas dan tujuan, di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dijelaskan: Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminal dan norma-norma agama. Sedangkan tujuan pembangunan kesehatan berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, dimana Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setingi-tinginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Karena itu dalam bidang kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang berbunyi: 1. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. 2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. 3. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Mengenai kewajiban setiap orang dalam bidang kesehatan dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 9, 10, 11, 12 dan 13 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Untuk lebih jelasnya mengenai ketentuan pasal tersebut penjelasan berikut di bawah ini. di atas, dapat dilihat Pasal 9 1. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Pasal 10, Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial. Pasal 11, Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal 12, Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 13, (1) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 43 (2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dilihat dari aspek hukum pidana, perdangangan organ dan jaringan tubuh manusia. merupakan ancaman dan juga kejahatan bagi kemanusiaan”Crimes against Humanity “ oleh PBB kemudian merumuskan praktek perdagangan organ tubuh manusia yang dilakukan dengan cara dan tujuan Illegal sebagai bagian dari Kejahatan Transnasional (Veronica Komalasari: 2000). Dalam Protocols Thereto, dijelaskan bahwa pencurian dalam praktek perdagangan organ tubuh manusia sebagai bentuk lain eksploitasi manusia yang harus diberantas, sehingga dalam upaya pemidanaan terhadap kegiatan perdagangan Illegal organ tubuh manusia perlu dilakukan terobosan-terobosan hukum dan yuridiksi terhadap segenap upaya percobaan tindakan perdangan organ tubuh manusia, meluas dari pengertian apakah perbuatan tersebut sudah dilakukan menjadi tindakan lain yang masuk kedalam upaya mencoba melakukan atau terlibat sebagai aktor dalam perdagangan manusia, kepada mereka yang berpartisipasi atau memberikan kemudahan dan fasilitas termasuk melakukan suatu pembiaran terhadap fenomena perdagangan illegal organtubuh manusia, (Koeswadji: 2000). Termasuk bagi mereka yang secara nyata menggurus, mengorganisasikan dan mengatur aktor lain agar dapat melakukan perdagangan illegal organ tubuh, terlepas dari eksistensi keterlibatan organisasi kriminal atau tidak, di dalam atau antar negara, dengan korban tidak hanya wanita dan anak anak saja tetapi semua manusia. Transplantsi organ dan jaringan tubuh manusia kemudian berkembang menjadi suatu kegiatan yang menjadi perdebatan, seperti apakah praktek jual beli organ manusia perlu dilegalkan guna mencegah perkembangan jual beli organ manusia di pasar gelap ataukah dengan tegas melarang jual beli selain atas dasar kemanusian dan caracara legal dilakukan. Dari aspek hukum, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memuat 12 Pasal yang mengatur mengenai ketentuan pidana yaitu Pasal 190 sampai dengan Pasal 201. Tindak pidana dalam undang-undang kesehatan, ditinjau dari rumusannya dapat dibagi dua yaitu tindak pidana formil dan tindak pidana materiil. Tindak pidana formil dirumuskan sebagai wujud perbuatan yang tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. (Wirjono Prodjodikoro: 2003). Tindak pidana materiil dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu. Dalam praktek sering terjadi wujud perbuatan dan akibat yang ditimbulkan dicantumkan dalam rumusan tindak pidana. Tindak pidana materiil diatur dalam Pasal 190 ayat (2) dan Pasal 191. Pasal selebihnya mengatur tindak pidana formil. Ancaman pidana yang teringan adalah denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta-rupiah) dan yang terberat adalah paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) Pasal 190 ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama 44 terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak pidana materiil. Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman hukuaman yang tercantum dalam Pasal 190 ayat (2), meskipun keduanya dapat mengakibatkan kematian. Erat kaitannya dengan tindak pidana memperjual belikan organ atau jaringan tubuh manusia. Pasal 192 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas dapatlah dipahami bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan penjualan organ tubuh manusia dilarang dan bagi siapa saja terbukti bersalah melakukan jual beli organ tubuh manusia, maka terhadap pelakunya dapat dikenakan pidana. Pasal 11 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan: Tranplantasi alat atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh Mentri Kesehatan. Tranplantasi alat atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan. Sebelum persetujuan tentang tranplantasi alat atau jaringan tubuh diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Dokter tersebut harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersagkutan telah menyadari sepenuhnya dari pemberitahuan tersebut. Selanjutnya Pasal 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menjelaskan bahwa:”Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas konpensasi materiil apa pun sebagai imbalan tranplantasi.” Jadi dalam hal ini pendonor maupun keluarga korban harus melakukan donor dengan suka rela dan tidak mengharapkan imbalan apapun. Rasa kemanusiaanlah yang harus ditekankan dalam hal ini. 45 Berdasarkan pernjelasan pasal tersebut di atas, Jelaslah bahwa pernjualan organ tubuh manusia dilarang oleh undang-undang dan bagi siapa terbukti bersalah melakukan perdagangan organ tubuh manusia akan dikenakan sanksi pidana. Bagi pemilik organ tubuh akan beresiko tinggi bila salah satu organ tubuhnya yang sangat pital tidak berfungsi apabila telah diambil. Dilihat dari macam-macam Organ Tubuh yang diperjual belikan ditranplantasikan adalah sebagai berikut: dan dapat a. Organ tubuh yang berada dirongga dada 1. Jantung (berasal dari donor jenazah); 2. Paru-paru (berasal dari donor jenazah dan donor hidup); 3. Jaringan paru atau jantung (berasal dari donor jenazah dan merupakan (“domino tranpalant”); b. Organ tubuh lainnya 1. Ginjal (berasal dari donor jenazah dan donor hidup); 2. Hati (berasa dari donor jenazah atau donor hidup); 3. Pankreas (berasal dari donor jenazah); 4. Usus (berasal dari donor jenazah); 5. Jaringan tubuh, sel dan cairan tubuh 6. Tangan (berasal dari donor jenazah); 7. Kornea mata (berasal dari donor jenazah); 8. Skin graft termasuk tranplantasi wajah (selalu autograft); 9. Penis (berasal dari donor jenazah); 10. Sel pulau Lagerhans di pankreas (berasal dari donor jenazah dan donor hidup); 11. Sumsum tulang (sel punca/ Adult Stem Cell), berasal dari donor hidup atau autograft; 12. Tranfusi Darah/tranfusi sel-sel darah, serum atau plasma darah, berasal dari donor hidup dan autograft; 13. Pembuluh darah (dapat autograft dan xenograft/xenotranplantasi dan donor jenazah); 14. Katup Jantung (xetogtarf/xenotranplantasi dan donor dari jenazah); 15. Tulang (berasal dari donor hidup dan donor jenazah); 16. Kulit berasal dari donor hidup atau jenazah, (Anny Isfandyarie: 2005). Dari berbagai macam organ tubuh maupun jaringan tubuh yang ditranplantasikan, jaringan organ tubuh manusia yang biasa dilakukan tranplantasi adalah kornea mata dan organ tubuh yang sering ditranplantasikan adalah ginjal. Proses tranplantasi ginjal merupakan serangkain tindakan seperti: menentukan calon donor dan calon pasien yang cocok, pemeriksaan jasmani donor, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang, tindakan bedah memindahkan ginjal dari donor sehat kepada pasien, pemberi obat antipenolakan jangka pendek dan jangka panjang. 46 Mengenai harga pasar gelap penjualan organ manusia secara update kita dapat browsing di internet. Karena penjualan organ tubuh manusia sudah banyak diberitakan di internet bahkan ada oknum-oknum yang sengaja menggunakan jasa internet untuk mencari korban. Menurut sebuah situs internet yang bernama Citizen menerangkan harga organ tubuh manusia di pasar gelap adalah sebagai berikut ini dalam Rupiah : 1. Untuk sepasang bola mata harga pasarannya sekitar Rp. 14 juta. 2. Kulit kepala dihargai sekitar Rp.5,56 juta. 3. Tengkorak dengan gigi dihargai sekitar Rp.11 juta 4. Bahu sekitar Rp.4,6 juta 5. Arteri Koroner sekitar Rp.14 juta 6. Jantung dihargai sekitar Rp.1,1 miliar 7. Hati Rp.1,4 miliar 8. Tangan dan lengan sekitar Rp.3,5 juta 9. Pint darah sekitar Rp.3,1 juta 10. Limpa sekitar Rp.4,6 juta 11. Perut sekitar Rp.4,6 juta 12. Usus kecil sekitar Rp.23 juta 13. Ginjal sekitar Rp.2,4 miliar 14. Kandung empedu sekitar Rp.11,1 juta 15. Kulit dihargai sekitar Rp.91 ribu setiap per inci persegi. (P.A.F. Lamintang,: 1996). Permintaan organ tubuh manusia sebenarnya cukup banyak diperjual belikan bahkan ada yang menawarkan kompensasi menggiurkan. Maka tidak heran bila masyarakat miskin tertarik untuk menjual salah satu organ tubuhnya. Untuk kepentingan kehidupan keluarga mereka tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan baik dari aspek kesehatan, hukum maupun aspek agama. Penjualan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Islam Mengenai perdagangan organ manusia dilihat dalam pandagangan hukum Islam, apabila kita menelusuri ayat-ayat Al- qur’an dan hadist-hadits rasul, kita dapat menyimpulkan, Betapa mulianya diri manusia, baik ruh maupun jasad, masih hidup maupun setelah meninggal dunia. Contoh ayat-ayat alqur’an yang menjelaskan tentang kemuliaan manusia, sebagaimana terdapat di dalam surah Al isra’ ayat 70. artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Bila diperhatikan bunyi ayat di atas, dimana ayat tersebut menjelaskan, kemuliaan manusia dibandingkan dengan seluruh makhluk lainnya, bahkan diciptakan makhluk 47 hidup (selain manusia) untuk ketenangan dan memenuhi keperluan hidup manusia. Jasad manusia adalah milik Allah dan Allah tidak membenarkan seorangpun untuk memperjual belikan jasadnya termasuk organ tubuh yang ada di dalamnya, karena hal itu bisa menyebabkan sesuatu hal yang sangat fatal bagi dirinya. Hal ini sebagaimana termuat dalam firman Allah pada surah An nisa: 29-30 artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (S: An nisa’: 29,30). Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dipahami bahwa perjualan organ tubuh manusia di dalam ketentuan hukum Islam dilarang karena hal tersebut sangat membahayakan keselamatan orang yang bersangkutan. Syariat Islam diturunkan oleh Allah Swt untuk kemaslahatan hidup manusia, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Nyawa manusia adalah mahal, karena itu harus dijaga dan dilindungi. Hukum Islam atau hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata Fiqh Jinayah. Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), tindakan kriminal yang dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-qur’an dan hadist, (Ali Zainudin :2009). Hukum Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Al-qur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat, sehingga disebut al-Bayan. Mempunyai beberapa pengertian. Salah satu di antaranya adalah kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, selain itu juga berarti alas atau landasan. Asas hukum Islam berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Baik yang bersifat rinci maupun yang bersifat umum. Sifat asas hukum itu dikembangkan oleh akal fikiran manusia yang memenuhi syarat untuk itu. Dalam merumuskan hukum tentang penjualan organ tubuh manusia dalam perspektif hukum Islam, para ulama menggunakan sumber hukum yang ketiga yaitu Arra’yu. Arra’yu mengandung beberapa pengertian di antaranya adalah Ijma’(kebulatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad saw), Ijtihad (perincian ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan 48 hadist yang bersifat umum), qiyas (mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya), istihsan (mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya), maslahat mursalah (penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan yang tidak ada ketentuanya dari syara’baik ketentuan umum maupun ketentuan husus), sadduz zariah (menghambat atau menutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk menolak kerusakan, dan Urf (kebiasaan yang sudah turun menurun tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, (Ali Zainudin, 2009). Penggunaan akal merupakan salah satu sumber ajaran hukum Islam. Oleh itu manusia di anjurkan untuk menggunakan akal yang berdasarkan pada pondasi Islam dalam memutuskan suatu perkara yang belum tertulis secara jelas mengenai status hukumnya. Tranplantasi organ tubuh manusia seperti ginjal dibolehkan berdasarkan hukum Islam. Dasar pengambilan hukumnya yaitu dalam hukum syara’diperbolehkan seseorang pada saat masih hidup menyumbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih dengan suka rela tanpa paksaan siapapun. Ketentuan ini dikarenakan adanya hak seseorang yang tangannya terpotong atau tercongkel matanya akibat perbuatan orang lain untuk mengambil diyat (tebusan) atau memaafkan orang lain yang telah memotong tangannya atau mencongkel matanya. Hal ini didasarkan pada Surah AlBaqarah ayat 179: Artinya: Dan di dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. Dalam Al-qur’an dan Hadits disampaikan tentang pentingnya tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa serta larangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dalam surat Al-Maidah ayat 30 dan 32, Allah melarang membunuh dan barang siapa yang melakukannya, ia termasuk orang yang merugi. Maksud membunuh dalam tranplantasi organ tubuh adalah apabila seseorang mempunyai kemampuan untuk menolong, sedangkan ada orang yang memerlukan ginjal dan orang yang sehat tersebut membiarkannya (tidak memberikan ginjalnya), maka orang sehat tersebut termasuk orang yang merugi. Adanya hak milik orang tersebut terhadap organ tubuhnya berarti telah memberinya hak untuk memanfaatkan organ-organ tubuh tersebut kepada orang yang membutuhkan, sebagaimana firman Allah: dalam surah Al-Maidah:32. Artinya: 49 Oleh karena Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. Dari ketentuan ayat di atas dapat dipahami bahwa apabila seseorang manusia membantu memelihara kehidupan manusia dengan membantu mendonorkan organ tubuhnya maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang tranplantasi organ tubuh yang difatwakan pada tahun 1950, di dalam fatwa tersebut disampaikan bahwa tranplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan, tetapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli organ tubuh. Sebenarnya seseorang tidak berhak memberikan organ tubuhnya, organ itu bukan milik pribadi, dan tidak membeli. Manusia hanya diamanati oleh Sang Pencipta untuk menjaganya. Apabila ada orang yang memerlukan organ tubuh orang lain, sepanjang tidak membahayakan, boleh diberikan hanya tidak dikomerasialisasikan. Pengaturan tranplantasi harus diatur negara (pemerintah) agar tidak disalah gunakan. (Fatwa MUI: tanggal 28 Juli 2015. Tanggal 28 Juli 2015). Di dalam fatwa MUI tahun 2009 tentang fatwa bank mata dan organ tubuh lain, hukum melakukan tranplantasi kornea mata kepada orang lain yang membutuhkan adalah boleh apabila sangat dibutuhkan dan tidak ada upaya medis lain untuk menyembuhkannya. Pada dasarnya seseorang tidak berhak mendonorkan anggota tubuhnya kepada orang lain karena ia bukan pemilik sejati atas organ tubuhnya. Akan tetapi karena untuk kepentingan menolong orang lain, dibolehkan dan dilaksanakan sesuai wasiat. Orang yang hidup haram mendonorkan kornea atau organ tubuh lainnya kepada orang lain. Orang boleh mewasiatkan untuk mendonorkan kornea matanya bagi orang lain. Dan diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan dengan niat suka rela dan tidak untuk keperluan komersil. Bank mata dibolehkan apabila proses pengambilan dari donor dan pemanfaatannya kembali sesuai dengan aturan syariah. Menurut Yusuf Al-Qhardawy dalam bukunya fiqh prioritas sebagaimana dikutip oleh Trini Handayani, mengatakan bahwa tentang hubungan antara fiqh priorotas dan fiqih pertimbangan, peran terpenting yang dapat dilakukan fiqh pertimbangan ialah memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang syariatkan, memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan, mudharat dan kejahatan yang dilarang oleh agama, memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan keburukan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain, (Trini Handayani: 2012). 50 Para ahli Ushul Fiqh membagi kemaslahatan menjadi tiga tingkatan dengan urutan sebagai berikut ; dharuriyat, ialah sesuatu yang membuat manusia tidak dapat hidup kecuali dengannya. Hajjiyyat ialah kehidupan yang memungkinkan tanpa sesuatu tersebut namun kehidupan mengalami kesusahan dan kesulitan. Tahsinat ialah sesuatu yang dipergunakan untuk menghias dan mempercantik kehidupan, seringkali disebut kamaliyyat pelengkap, (Trini Handayani: 2012). Dalam hukum Islam Tranplantasi organ tubuh manusia dibolehkan. Karena dalam hukum syara’diperbolehkan seseorang pada saat masih hidup menyumbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih dengan suka rela tanpa paksaan siapapun. Seseorang diberi hak untuk memanfaatkan organ-organ tubuhnya kepada yang membutuhkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Maidah Ayat 2 : Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah,dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,jangan (menggangu) binatangbinatang had-ya, bonatang-binatang qalaa’id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibdah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (AlMaidah: 2) Apabila orang memberikan organ tubuhnya untuk menolong orang lain dalam rangka menolong orang yang memerlukan, Allah akan menolong orang tersebut, sebagaimana dalam hadist disebutkan bahwa Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (sesama muslim). Kesimpulan Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan di atas, dapatlah di tarik ke dalam beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjualan terhadap organ tubuh manusia dilihat dari perspektif UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dilarang secara tegas karena perbuatan tersebut beresiko tinggi bila salah satu organ tubuh seseorang yang sangat pital tidak berfungsi lagi apabila telah diambil untuk diperdagangkan hal ini sebagai ditegaskan di dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 berbunyi: bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Kemudian dipertegs lagi di dalam Pasal 192: setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun 51 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar rupiah. 2. Dilihat dari perspektif Hukum Islam, penjualan organ tubuh manusia sama halnya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dimana Hukum Islam juga melarang dan haram hukumnya organ tubuh manusia diperjual belikan. Namun dalam hukum Islam membolehkan dilakukan tranplantasi terhadap organ tubuh manusia bagi orang yang secara sukarela tampa imbalan apapun kepada orang yang memerlukannya. Ketentuan ini diperkuat pula oleh Patwa yang pernah dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan: Tranplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan, tetapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli organ tubuh. Rekomendasi 1. Kepada masyarakat yang mengetahui, mendengar, melihat terjadinya transaksi jual beli organ tubuh, hendaklah segera melaporkan kepada pihak yang berwenang. 2. Kepada tenaga medis yang diberikan tugas dan tanggungjawab oleh negara, hendaknya mengawasi dengan ketat bila terjadi perbuatan tranplansi organ tubuh manusia secara illegal. 3. Kepada seluruh warga masyarakat hendaknya selalu menjaga organ tubuhnya dengan baik dengan cara menjaga kesehatan, makanan, istirahat, olah raga secara rutinitas. Rujukan Abdul Wahab Bakri, Capita Selecta Hukum Medik, Bandung Unisba, 1998. Ali Zarnudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009. Andi Hamzah, Dlik-Dilik Khusus Dilaur KUHP, Jakarta, Sinar Garfika. 2000. Anny Isfandyarie, Malpraktek dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006. Barder Johan Nasution, Hukum Kesehatan dan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rineka Cipta, 2005. Harjo Wisnoewardono, Fungsi Medical Record sebagai Alat Pertanggungjawaban Pidana Dokter Terhadap Tuntutan Malpraktek, Malang, Arena Hukum FH. Unibraw, 2002. Hanny Ronosulityo, Malpraktek Secara Islami, Bandung, Granada, 1973. Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Surabya: Airlangga Univiversity Press, 2000. 52 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan Serta Kejahatan Yang Membahayakan Bagi Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, Bina Cipta, Bandung, 1996. R. Valentina Sagala & Elin Rozaria, Memberantas Trafiking Perempuan dan Anak, Bandung , Alumni Bandung, 1983. Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Perdagangan Organ Tubuh Manusia, Bandung: Mandar Maju, 2012. Veronica Komalasari, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000. Wirjono Prodjodikoro, Kajian Hukum Pidana Tentang Hukum Kesehatan Bandung: Alumni, 2003,. Fatwa MUI tentang Penjualan Organ Tubuh Manusia di Unduh di Internet tanggal 28 Juli 2015. Surat Kabar Hasian Republika, Jakarta, Edisi Selasa, 2 Mei 2005. 53