3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2

advertisement
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah
Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO2
atmosfer. Hampir 10% CO2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich
dan Schlesinger, 1992). Fluks CO2 tanah atau respirasi tanah adalah jumlah
respirasi akar dan dekomposisi bahan organik heterotrofik tanah (Savage dan
Davidson, 2001). Menurut Drew (1990 dalam Simojoki, 2001) fluks CO2 tanah
atau respirasi tanah merupakan oksidasi biologi dari senyawa organik pada
mikroorganisme, akar, organ atau bagian lain dari tumbuhan, serta organisme lain
yang hidup pada tanah. Respirasi tanah merupakan indikator penting pada suatu
ekosistem, meliputi seluruh aktivitas yang berkenaan dengan proses metabolisme
di dalam tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan organik
tanah menjadi CO2. Melalui respirasi tanah ini, karbon dilepas dari tanah ke
atmosfer (Rochette et al. 2000). Raich & Tufekciogul (2000) menyatakan
respirasi tanah merupakan suatu indikator yang baik terhadap mutu tanah.
Fluks CO2 tanah terdiri dari respirasi autotrofik dari akar tanaman dan
respirasi heterotrofik dari organisme tanah. Ini juga termasuk respirasi dari lapisan
serasah di atas tanah mineral. Jumlah fluks CO2 tanah sering juga disebut sebagai
respirasi tanah, sedangkan peneliti lain mengacu respirasi tanah hanya sebagai
fluks CO2 yang berasal dari respirasi heterotrofik tanah dan menggunakannya
berbeda dari respirasi autotrofik yang berasal dari akar tanaman (Kirschbaum,
2001).
Tanaman memperoleh karbon dari fotosintesis. Kata "fotosintesis" di sini
digunakan untuk menunjukkan karbon hasil dari fotosintesis bruto dikurangi
karbon hilang pada fotorespirasi. Beberapa karbon dari proses fotosintesis dapat
hilang oleh metabolisme internal tanaman. Kehilangan ini disebut respirasi
autotrofik dan biasanya mencapai sekitar setengah karbon yang terkandung pada
tanaman, sedangkan respirasi heterotrofik mengacu pada karbon yang hilang oleh
organisme dalam ekosistem selain tanaman, atau produsen utama tersebut.
Respirasi heterotrofik merupakan respirasi dari hewan yang hidup di atas tanah,
yang cenderung menjadi komponen minor dan tidak diwakili dalam Gambar 1
4
tetapi cukup penting oleh semua organisme (flora dan fauna) yang hidup di tanah
dan lapisan serasah serta penguraian bahan organik yang telah mencapai tanah
dari serasah yang gugur, pergantian akar, eksudasi akar, organisme yang mati, dan
kotoran. Ini juga mencakup pelepasan karbon pada dekomposisi pohon yang telah
mati dan puing-puing kayu kasar (Kirschbaum, 2001).
Fotosintesis
Respirasi
Tajuk
Respirasi
Heterotrofik
Respirasi
Akar
Respirasi
Autotrofik
Fluks CO2 Tanah
Biomassa di Atas
Tanah
Serasah
Biomassa Bawah
Tanah
Bahan Organik
Tanah
Gambar 1: Representasi diagram dari istilah-istilah utama yang menjelaskan fluks
karbon dalam ekosistem.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur fluks CO2 tanah.
Crill (1991) menyatakan bahwa fluks CO2 dari tanah ke atmosfer dapat diukur
dengan menggunakan metode ruang tertutup (static closed chamber method).
Bekku (1996) dalam penelitiannya yang membandingkan empat metode dalam
pengukuran respirasi tanah menyatakan metode ruang tertutup cocok untuk
pengukuran respirasi tanah. Toma dan Hatano (2007) juga menggunakan metode
ruang tertutup untuk pengukuran fluks CO2 dan N2O dari tanah.
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari
suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang
mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Emisi
CO2 merupakan besarnya CO2 yang diukur atau dihitung per satuan luas dan
waktu. Satuan emisi adalah massa/luas/waktu (Slamet, 2010).
5
2.2. Faktor yang Mempengaruhi Fluks dan Emisi CO2 Tanah
Fluks CO2 tanah bervariasi menurut ekosistem, waktu/tahun, kuantitas dan
kualitas karbon organik tanah (Raich dan Schlesinger, 1992). Banyak penelitian
melaporkan bahwa fluks CO2 tanah juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
terutama suhu dan kelembaban tanah (Buyanovsky et al., 1986; Kirschbaum,
1995; Davidson et al., 1998; Mosier, 1998; Wang et al., 2000; Kiese dan
Butterbach-Bahl, 2002). Crill (1991) menyatakan fluks CO2 tanah umumnya
berkorelasi positif dengan suhu tanah. Namun, respon fluks CO2 tanah terhadap
suhu berbeda tergantung pada kisaran suhu dan jenis ekosistem (Lloyd dan
Taylor, 1994). Hasil pengamatan Rochette et al. (2000) menunjukkan respirasi
tanah yang lembab dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan tanah yang
kering. Selain itu fluks CO2 juga dipengaruhi oleh tekanan udara (Deqiang et al.,
2006).
Dalam pengukuran emisi CO2 terjadi variasi temporal yang tinggi terkait
dengan faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan
distribusi curah hujan pada suatu daerah. Secara garis besar, musim di Indonesia
dibedakan menjadi musim kemarau dan musim penghujan. Karena kondisi pada
musim kemarau jelas berbeda dengan musim penghujan, maka emisi CO2 sangat
dipengaruhi oleh kedua musim tersebut (Handayani, 2009).
Emisi CO2 dari tanah bervariasi pada beberapa kedalaman tanah, aerasi,
dan musim. Ishizuka et al. (2002) menyatakan fluks CO2 tertinggi terukur pada
kedalaman 10-25 cm dari permukaan tanah dan minimum pada saat pagi hari dan
setelah matahari terbenam (Dugas, 1993).
Produksi dan emisi CO2 dari tanah bergantung pada kandungan bahan
organik tanah, suhu tanah, ketersediaan oksigen, dan ketersediaan hara sebagai
faktor eksternal, sedangkan faktor internal yang berpengaruh adalah biomassa
akar dan populasi mikroorganisme (Moren dan Lindrothn, 2000). Kadar CO2 pada
udara tanah bervariasi antara 0,1-5% dan jika aerasi buruk dapat mencapai hampir
20% (Kohnke, 1980 dalam Hanafiah, 2004). Faktor yang mempengaruhi kadar
CO2 udara tanah tertera pada Tabel 1, yang secara umum kadar CO2 udara tanah
akan menurun apabila aktivitas akar dan mikroorganisme tanah terhambat,
6
sebaliknya kadar CO2 akan meningkat bila difusi udara dari tanah ke atmosfer
terhambat.
Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar CO2 udara tanah.
Faktor-faktor
Musim
Kadar CO2
Lebih tinggi
Lebih rendah
musim panas
musim dingin
Penyebab
terhambatnya aktivitas akar dan
mikroorganisme
Perlakuan
pemberian pupuk
tanpa
kandang, kapur,
pupuk, dan ditanami
terhambatnya aktivitas akar dan
mikroorganisme
Kadar air
tanah basah
tanah kering
terbatasnya difusi
Tekstur tanah
tekstur halus
tekstur kasar
terhambatnya difusi, akibat lebih
tingginya kelembaban
Struktur
tanah
agregasi lemah
atau massif
gembur
terhambatnya difusi, akibat lebih
tingginya kelembaban
Kedalaman
tanah
subsoil
topsoil
sda, akibat lebih tingginya
kelembaban, akibat adanya
topsoil
Sumber: Kohnke (1980) dalam Hanafiah (2005)
2.3. Siklus Karbon dan Neraca Karbon
2.3.1. Siklus Karbon
Siklus karbon menggambarkan dinamika karbon di alam. Siklus ini
merupakan siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau perpindahan
karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi. Siklus
karbon merupakan proses yang rumit dan setiap proses saling mempengaruhi
proses lainnya (Sutaryo, 2009).
Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas karbondioksida (CO2) yang
diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk
kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh
tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh
tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang,
ranting, bunga, dan buah. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman
hidup dinamakan proses penyerapan karbon (C-sequestration). Pengukuran
jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan
dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman.
Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah,
7
yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomassa melalui fotosintesis dan pelepasan CO2
ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan respirasi (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer melalui proses
fotosintesis dengan menyerap CO2 dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan.
Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon
tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Penyusun
vegetasi, baik pohon, semak, liana, dan epifit merupakan bagian dari biomassa
atas permukaan. Akar tumbuhan di bawah permukaan tanah juga merupakan
penyimpan karbon selain tanah itu sendiri (Sutaryo, 2009).
Meskipun CO2 terdapat di atmosfer dengan konsentrasi yang relatif rendah
(sekitar 0,03%), karbon bersiklus ulang dengan laju yang relatif cepat, karena
tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun,
tumbuhan menyerap sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di
atmosfer, jumlah ini sebagian besar diseimbangkan melalui respirasi. Sejumlah
karbon dapat berpindah dari siklus tersebut dalam waktu yang lebih lama. Hal ini
terjadi misalnya, ketika karbon terakumulasi di dalam kayu dan bahan organik
yang tahan lama lainnya. Secara alami, perombakan metabolik oleh detritivora
dapat mendaur ulang karbon ke atmosfer sebagai CO2, meskipun api dapat lebih
cepat mengoksidasi bahan organik menjadi CO2 (Campbell et al., 2003).
2.3.2. Neraca Karbon
Neraca karbon dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara karbon yang
diasimilasi oleh tumbuhan melalui fotosintesis dan karbon yang dihasilkan
melalui respirasi autotrofik dan heterotrofik (Churkina et al., 2010).
Neraca karbon ekosistem adalah perbedaan antara serapan dan emisi
karbon. Ketika serapan karbon oleh pertumbuhan tanaman lebih besar dari emisi
karbon oleh respirasi metabolik, ekosistem adalah penyerap karbon, yang berarti
bahwa karbon atmosfer disimpan dalam biota dan tanah. Ketika emisi karbon
lebih besar dari penyerapan karbon, ekosistem adalah sumber karbon, yang berarti
karbon dari ekosistem (dari biota dan tanah) dilepaskan ke atmosfer (Schuur et al.,
2008).
8
Kirschbaum (2001) mengemukakan beberapa istilah yang umumnya
digunakan dalam perhitungan neraca karbon (Gambar 2).
Fotosintesis
GPP
Respirasi
Autotrofik
NPP
Respirasi
Heterotrofik
NEE = NEP
Hilang karena
gangguan
NBE = NBP
Gambar 2: Representasi diagram dari istilah-istilah utama yang menggambarkan
sistem neraca karbon.
Gross Primary Production (GPP) atau Produksi Primer Kotor (PPK)
mengacu pada jumlah total karbon dalam proses fotosintesis oleh tanaman dalam
suatu ekosistem. Suatu Hutan atau padang rumput, misalnya, dapat menyerap 20
ton C ha-1 tahun-1 selama proses fotosintesis.
Net Primary Production (NPP) atau Produksi Primer Bersih (PPB)
mengacu pada produksi bersih dari karbon organik oleh tanaman dalam suatu
ekosistem. PPB biasanya diukur selama satu periode dalam satu tahun atau lebih.
PPB merupakan hasil pengurangan PPK dengan jumlah karbon yang
direspirasikan oleh tanaman dalam respirasi autotrofik (Ra).
PPB = PPK – Ra …………………………...(1)
PPB menggambarkan jumlah kenaikan pertumbuhan tahunan (baik di atas
dan di bawah tanah) ditambah dengan jumlah pertumbuhan dan gugur saat
penuaan, reproduksi atau kematian dari individu yang berumur pendek ditambah
jumlah yang dikonsumsi oleh herbivora. Hanya jumlah karbon yang dihasilkan
dan hilang dalam setahun untuk PPB yang dihitung, bukan apa yang diproduksi
9
dalam tahun sebelumnya dan hilang pada tahun sekarang. Perbedaan ini kadangkadang sulit dilakukan dalam praktek.
Net Ecosystem Exchange (NEE) atau Net Ecosystem Production (NEP)
mengacu pada produksi primer bersih dikurangi kehilangan karbon dalam
respirasi heterotrofik, Rh:
NEE = NEP = NPP - Rh …………………...(2)
Net Biome Exchange (NBE) atau Net Biome Production (NBP) mengacu
pada perubahan stok karbon setelah kehilangan karbon episodik akibat gangguan
alam atau antropogenik telah dihitung:
NBE = NEE - Ld …... ……………………...(3a)
NBP = NEP - Ld …………………………...(3b)
Ld adalah kehilangan karbon oleh gangguan episodik yang besar. Beberapa sistem
biasanya tidak terpengaruh oleh gangguan tidak teratur. Dalam sistem tersebut,
NBE = NEE.
Download