MAKAL LAH PROP POSAL OP PERASION NAL PENELITIAN TA TA. 2014 K KAJIAN N KEBIIJAKAN N PENG GENDA ALIAN IMPOR PRO ODUK H HORTIIKULTU URA Oleh: Mucchjidin Rach hmat Bam mbang Say yaka Hen nny Mayrow wani Ch haerul Muslim Valleriana Darrwis PU USAT SO OSIAL EK KONOMII DAN KE EBIJAKA AN PE ERTANIA AN BADAN B P PENELIT TIAN DAN PEN NGEMBA ANGAN PERTANI P IAN 2014 0 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir impor produk hortikultura cenderung meningkat. Salah satu alasan dari peningkatan impor tersebut adalah untuk menutup kekurangan dari kebutuhan buah di dalam negeri. Produk hortikultura yang diimpor dapat berupa produk yang diproduksi dan tidak diproduksi di Indonesia. Peningkatan impor produk hortikultura tersebut secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi produksi dan pendapatan petani hortikultura. Masuknya produk hortikultura impor dapat mempunyai dampak positip dan negatip terhadap masyarakat. Dampak positip dari adanya impor adalah: (a) tersedianya produk bagi konsumen, terutama produk yang yang tidak dihasilkan di dalam negeri, (b) dengan adanya produk impor dengan kualitas yang terstandar dapat merangsang peningkatan kualitas produksi domestik, (c) dengan demikian adanya impor juga memungkinkan terjadinya alih teknologi. Impor juga dapat berdampak negatip terhadap produksi dalam negeri, yaitu: (a) adanya produk impor menciptakan persaingan bagi produk domestik, sehingga menekan pasar dan harga produk domestik, (b) pada tingkat lanjut dapat membunuh kegiatan produksi dalam negeri, sehingga menciptakan pengangguran dan kesempatan kerja domestik. Dengan mengimpor barang dari luar negeri berarti memberi kesempatan negara lain untuk memproduksi barang-barang tersebut, yang berarti identik dengan menghilangkan kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan domestik yang tercipta dari proses memproduksi barang tersebut, (c) masuknya produk impor juga akan meningkatkan berdampak terhadap devisa. Dalam konteks perdagangan internasional, pengendalian impor menjadi salah satu instrumen proteksi ekonomi suatu negara. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa suatu negara menempuh kebijakan pengendalian impor. Pertama, pertimbangan produksi dalam neger; Kedua pertimbangan keamanan produk. Alasan ini paling banyak digunakan, termasuk Indonesia. Ada beberapa produk yang dilarang masuk ke Indonesia karena berbahaya bagi lingkungan hidup, antara lain limbah plastik, pestisida etilena dibromida, limbah B3 dan lainnya; Ketiga, alasan yang lainnya termasuk pertimbangan neraca pembayaran. Dalam kaitan itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 60/2012 mengenai Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Produk tersebut antara lain, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, kentang, kubis, wortel, cabai, bunga anggrek, bunga krisan, dan bunga heliconia. Produk tersebut tidak mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk periode Januari hingga Juni 2013, dan akan dievaluasi sesuai dengan situasi produksi dan pasar produk hortikultura domestik. Permentan Nomor 60 Tahun 2012 hanya membatasi impor produk hortikultura, bukan melarang impor. Pembatasan impor produk pertanian tersebut demi melindungi panen petani di dalam negeri yang diperkirakan terjadi bulan Januari-Juni 2013. Disamping itu, pembatasan tersebut justru diharapkan bisa menjadi motivasi agar petani meningkatkan produksi hortikultura. Langkah Indonesia melakukan pengaturan impor atas 13 jenis produk hortikultura sebagai contoh, mengundang reaksi pro dan kontra serta berkeberatan dari negara asal impor. Mereka yang pro berargumen keputusan tersebut tepat sebagai upaya proteksi di 1 tengah ketidakpastian ekonomi global, sementara kelompok yang kontra beralasan pemerintah tidak mampu menjamin pasokan, sehingga dikhawatirkan memicu kelangkaan hingga akhirnya mendorong kenaikan harga. Dalam kaitan itu upaya lebih penting adalah memberikan iklim yang kondusif bagi petani dan merupakan peluang untuk meningkatkan produksi hortikultura dalam negeri. Melalui kebijakan pengarutan impor diharapkan menjadi sebuah langkah yang baik untuk memperbaiki struktur produksi dan pemasaran buah lokal dan memberikan ruang bagi produk buah dan sayuran lokal. Setiap kebijakan akan memberikan manfaat pada kelompok tertentu dan juga akan berdampak negatip bagi kelompok lain, untuk itu perlu dicari solusi, sehingga kebijakan tersebut secara keseluruhan mempunyai nilai manfaat yang lebih besar dari segala aspek. Untuk memperoleh solusi terbaik tersebut diperlukan kajian lebih mendalam. 1.2. Dasar Pertimbangan Terbangunnya sistem perdagangan dalam bentuk dan impor mempunyai manfaat bagi negara pengekspor dan pengimpor. Manfaat tersebut antara lain: (a) Negara-negara pengekspor barang dan jasa akan memperoleh devisa, yaitu simpanan berupa mata uang asing sebagai alat pertukaran, (b) Kegiatan ekspor dan impor akan menimbulkan alih teknologi. Negara-negara pengimpor barang dan jasa dapat menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi dari barang dan jasa yang didatangkan dari luar negeri, (c) Kegiatan ekspor dan impor dapat membuka lapangan kerja, (d) Dengan impor barang, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan harga menjadi stabil, dan (e) Dengan perdagangan internasional, warga negaranya dapat menikmati barang-barang dengan kualitas tinggi yang tidak diproduksi di dalam negeri. Namun demikian masuknya impor dapat berpengaruh negatip terhadap produksi dalam negeri, yaitu akan menekan pasar dan harga produk domestik, sehingga pada tingkat lanjut dapat membunuh kegiatan produksi dalam negeri, sehingga menciptakan pengangguran dan kesempatan kerja domestik. Dengan mengimpor barang dari luar negeri berarti memberi kesempatan negara lain untuk memproduksi barang-barang tersebut, yang berarti identik dengan menghilangkan kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan domestik yang tercipta dari proses memproduksi barang tersebut, pada bagian lain, masuknya produk impor juga akan meningkatkan berdampak terhadap devisa. Dalam rangka memaksimalkan dampak positip dan meminimalkan dampak negatip dari impor produk hortikultura, pemerintah telah menerapkan sejumlah aturan dalam pengaturan kebijakan impor tersebut. Beberapa kebijakan dalam bentuk peraturan tersebut antara lain; (a) Permentan No. 88/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, (b) Permentan No. 89/2011 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buahbuahan dan atau Sayuran Segar, (c) Permentan No. 90/2011 tentang Persyaratan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar, (d) Permendag Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang merupakan revisi dari Permendag No 30/2012 yang semula diterapkan 15 Juni, tetapi ditunda hingga 28 September 2012. Kemudian ditunda lagi hingga tanggal 27 Oktober 2012. Dalam Permendag No. 30 Tahun 2012 mewajibkan para importir produk hortikultura untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, dan penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura. Selain itu para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. 2 Ketentuan pemasukan produk hortikulturan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15/Permentan/OT.140/3/2012 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 16/Permentan/OT.140/3/2012. Dua permentan itu mengubah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yaitu Permentan tersebut yaitu No. 89/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah–Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan menteri pertanian yang mulai berlaku 19 Juni 2012. Pemasukan buah impor hanya boleh masuk 3 Pelabuhan utama, yaitu Belawan, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan satu bandara udara, yaitu Soekarno Hatta. Pelabuhan Tanjung Priok termasuk pelabuhan yang tidak boleh menerima buah dan sayur impor, kecuali untuk tiga negara tadi. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 90/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Saturan Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan itu awalnya akan berlaku 19 Maret 2012 namun diundur hingga 19 Juni 2012. Bagaimana implementasi kebijakan tersebut di lapangan dan bagaimana dampaknya terhadap pasar dan industri hortikultura dalam negeri perlu dikaji lebih mendalam. 1.3. Tujuan Secara umum kajian bertujuan untuk merumuskan kebijakan pengendalian impor produk hortikultura yang memperhatikan kecukupan ketersediaan produk hortikultura dengan tetap tidak merugikan kegitan produksi dalam negeri, pendapatan petani dan tidak melanggar ketentuan perdagangan. Secara lebih rinci tujuan kajian adalah: 1) Menganalisis dinamika produksi dan konsumsi produk hortikultura, 2) Menganalisis sinkronisasi kebijakan impor produk hortikultura, 3) Menganalisis pengaruh impor hortikultura terhadap produksi dan pendapatan petani domestik. 4) Menyusun alternatif kebijakan pengendalian impor produk hortikultura 1.4. Keluaran Sejalan dengan tujuan, maka keluaran kajian adalah rumusan kebijakan pengendalian impor produk hortikultura optimal yang memperhatikan ketersediaan produk hortikultura dengan tetap tidak merugikan kegitan produksi dalam negeri, pendapatan petani dan tidak melanggar ketentuan perdagangan. Secara lebih rinci keluaran kajian adalah: 1) Analisa dinamika produksi dan konsumsi produk hortikultura, 2) Analisa sinkronisasi kebijakan perdagangan produk hortikultura, 3) Analisa pengaruh impor hortikultura terhadap produksi dan pendapatan petani domestik. 4) Rumusan alternatif kebijakan pengendalian impor produk hortikultura 3 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Secara umum manfaat dari kajian adalah untuk menghasilkan rumusan kebijakan pengendalian impor produk hortikultura yang memperhatikan kecukupan ketersediaan produk hortikultura dengan tetap tidak merugikan kegitan produksi dalam negeri, pendapatan petani dan tidak melanggar ketentuan perdagangan. II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Kebijakan impor merupakan bagian dari kebijakan perdagangan internasional. Kebijakan perdagangan merupakan berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan secara langsung maupun tidak langsung, untuk mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari/ke negara tersebut. Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan adalah: (a) Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatip dan dari situasi/ kondisi ekonomi/ perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan, (b) Melindungi kepentingan industri di dalam negeri, (c) Melindungi lapangan kerja (employment), (d) Menjaga keseimbangan dan stabilitas neraca perbayaran internasional, (e) Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, dan (f) Menjaga stabilitas nilai tukar atau kurs mata uang asing. Beberapa cara yang lazim digunakan dalam melindungi kepentingan nasional adalah: 1) Tarif Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor. Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat. 2) Kuota Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimal suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu.Sama halnya tarif, pengaruh diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor menjadi tinggi karena jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembatasan jumlah barang impor, sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk masing-masing barang meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar negeri. 3). Larangan Impor Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barangbarang tertentu ke dalam negeri. Kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang-barang yang dapat merugikan masyarakat. Misalnya melarang impor daging sapi yang mengandung penyakit Anthrax. 4). Subsidi Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada produk dalam negeri. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat berupa keringanan pajak, pemberian fasilitas, pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau 4 insentif dari pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi murah, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing dengan barangbarang impor. 5). Dumping Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri. Kebijakan impor terdiri dari kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif berupa pengenaan bea masuk dan dapat dibedakan berdasarkan besaran tarif, yaitu: Tarif rendah, yaitu antara 0 % - 5 % dikenakan pada bahan kebutuhan pokok dan vital seperti beras, mesin vital, alat-alat militer dan lain-lain. Tarif sedang, yaitu antara 6 % - 20 % dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri. Tarif tinggi, yaitu di atas 20 % dikenakan untuk barang-barang mewah dan barangbarang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. Menurut jenisnya, tarif dibedakan dalam dua jenis, yaitu: Bea nilai (ad valorem tariff), yaitu bea masuk (BM) impor yang ditentukan dengan tingkat persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor. Bea spesifik (spesific tariff), yaitu bea masuk impor yang ditentukan berdasarlan jumlah ukuran fisik barang yang diimpor. Bea Campuran (compound tariff), yaitu bea masuk impor yang ditentukan berdasarkan kombinasi kedua jenis tarif di atas. Menurut tujuannya, tarif dibedakan menjadi: Tarif proteksi, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk membatasi impor barang tertentu. Tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Menurut fungsinya, tarif dibedakan menjadi: Tarif mengatur (regulerend), yaitu tarif yang berfungsi untuk mengatur perlindungan kepentingan ekonomi/industri di dalam negeri. Tarif budgeter, yaitu tarif sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Tarif demokrasi, yaitu tarif yang besarannya ditetapkan melalui persetujuan DPR. Tarif pemerataan, yaitu tarif yang tujuannya untuk memeratakan distribusi pendapatan nasional. Pengaruh kebijakan impor dalam bentuk tarif yang dikenakan pada barang tertentu dapat ditunjukkan Gambar 1: Dalam teori ekonomi Neoklasik tarif dianggap mendistorsi pasar bebas. Analisis secara khusus menunjukkan bahwa tarif cenderung menguntungkan produsen domestik dan pemerintah, dan berdampak pada kesejahteraan netto negatip atas pemberlakuan tarif di negara yang mengimpor. Secara normatif, perlindungan tambahan pada suatu industri yang dilakukan suatu negara terhadap pasar dunia tidak menguntungkan dan pelaksanaannya 5 bersinggung gan. Pihak yang tidaak setuju dangan d organisasi tariif bertujuan untuk saling b menuru unkan tarif dan d menghiindari diskriiminasi negara saat me enerapkan ssuatu tarif. Gambarr 1. Biayya dan keun ntungan peenerapan ta arif pada suatu barangg di dalam ekonomi e dom mestik (Wikipedia, 2013 3b). Terkait den ngan perda agangan beebas intern nasional, model m yang kurva pen nawaran dunia d dinotasikan sebagai Pw w. Kurva in ni memberi asumsi ba ahwa penaw waran internasional suatu b barang dan jasa bersiffat inelastikk sempurna a dan dunia a dapat meemproduksi barang sampai dengan tid dak terhingga (S), tettapi permintaan atas barang b sebeesar D. Perbedaan nerapan tarif menyebab bkan kenaikkan harga domestik d antara S and D, SD diisi dari impor. Pen dari Pw w ke Pt, na amun harga ekspor tu urun dari Pw P ke Pt* sebagai akkibat perbe edaan di dalam p pajak bagi konsumen (di dalam n negeri) den ngan produsen (di lua r negeri). Harga H di pasar d domestik me enjadi Pt, yang y lebih ttinggi dari harga h sebelumnya, Pw w, dan lebih h banyak barang yang diprroduksi di pasar dom mestik (S*). Karena harga dom mestik naik k, maka perminttaan atas ba arang turun n menjadi D D*. Perbeda aan antara S* S dan D*,, adalah S* *D* dan diisi dengan imporr dari negara lain. Jum mlah barang yang diim mpor turun dari SD ke S*D* uan tarif t. Produsen d domestik me enikmati surplus, yaitu perbedaan n antara karena pemberlaku patan yang akan a diterim ma dengan menjual ba arang pada harga aktuaal yang melluas dari pendap daerah di bawah Pw, menjadi daerah di bawah Pt, sehing gga jumlahh surplus produsen p domesttik sebesar daerah d A. Produsen domestik mengalam mi kenaikan harga, sehingga kesejahte eraannya berkura ang. Surplu us konsum men merupaakan daera ah antara garis harrga dengan n kurva perminttaan. Surplu us konsume en turun daari daerah di atas Pw w ke daerahh di atas Pt, P yaitu daerah A, B, C dan D. Pe emerintah akan mene erima pend dapatan deengan menerapkan an tarif se ebesar PtPtt* untuk ssetiap barang yang diimpor. d Jum mlah baran ng yang kebijaka diimporr sebanyak S*D*, ma aka pendap patan peme erintah atas tarif akan sebesar daerah C dan E. Kerugian netto n yang ditanggung g masyaraka at dengan penerapan tarif imporr barang m , sehingga kkesejahteraan yang adalah total biaya atas tarif dikurangi ke untungan masyarakat, dengan adanya tarif ad dalah sebesaar: hilang d 6 Kerugian konsumen – Pendapataan pemerinttah – Keun ntungan proodusen atau u secara njukkan oleh h daerah deengan notassi: grafis ditun (A + B + C + D) – (C C + E) – A = B + D – E Tarif me emberi keuntungan ke epada masyyarakat yang g ditunjukkan oleh daeerah perseg gi empat E, sehin ngga jumlah hnya meleb bihi kerugian n yang ditunjukkan seg gitiga B dann D. Perseg gi empat E diseb but nilai tukkar perdaga angan (term ms of trad de gain), dimana d duaa segitiga B dan D disebut kerugian efisiensi, sebagai biaaya yang ha arus ditanggung karenna tarif men ngurangi insentiff bagi masyyarakat unttuk mempro oduksi dan memprodu uksi. Secaraa grafis perubahan kesejah hteraan seb belum dan sesudah s peenerapan ta arif dalam kerangka pperdagangan bebas ditunjukkkan Gamba ar 2. Gambar 2. Pengaruh Tarif T terhad dap Kesejah hteraan Sosial (Wikipeddia, 2013a).. Kebijakan non n tarif ad dalah berbaagai kebijak kan perdaga angan selaiin bea masuk yang dapat menimbulkkan distorssi, sehingg ga mengu urangi pottensi manffaat perda agangan internassional. Seca ara garis besar kebijakaan non tariff antara lain n adalah: Pembatasan spesifik, yaitu mel iputi larang gan impor secara m utlak, pem mbatasan impor (quo ota import), peraturan teknis impor produk tertentu, t peeraturan ke esehatan (karantina), perizinan impor, emb bargo, dan hambatan h pemasaran. p Peraturan Bea cukai,, yaitu meeliputi prosedur imporr, penetapaan harga pabean, g, dan pengawasan dev visa. penetapan kurs mata ulang asing Consulate formalities, f yaitu melip puti regulassi pengepakan dan la belling, uji standar Pengaruh Pemerintah h, yaitu m meliputi keb bijakan pen ngadaan peemerintah, subsidi bijakan anti tariff dan d dumping, da an diversifik kasi perdagaangan. ekspor, keb kualitas, pu ungutan adm ministrasi, d dan klasifika asi tarif. Kebijakan non tarif yang umum m diterapk kan suatu negara adaalah kuota a impor. an kuota im mpor dilaku ukan dengaan cara mem mbatasi jum mlah imporr atau deng gan kata Kebijaka lain me enentukan jumlah mak ksimal baran ng yang bo oleh di impo or. Menuru t ketentuan n GATT/ WTO sisstem quota ini hanya dapat d digun nakan dalam m hal sebagai berikut: 7 Dalam perliindungi hassil pertanian n. Dalam men njaga keseim mbangan neeraca pemb bayaran. Dalam meliindungi kep pentingan ekkonomi nassional. ut jenisnya, kuota impo or adalah: Menuru ang ditetap pkan secarra sepihak (tanpa Unilateral Quota, yaitu sistem kuota ya negosiasi). uota, yaitu sistem kuo ota yang dittetapkan attas kesepakkatan ke du ua belah Bilateral Qu pihak. Tariff Quotta, yaitu pe embatasan impor yan ng dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tariff dan sistem m kuota. Mixing Quo ota, yaitu pembatasaan impor bahan b baku u tertentu untuk me elindungi industri dalam negeri. g diterapka an sama dengan dam mpak tarif, namun Pengaruh kebijakan kuota yang ntah tidak memperole eh penerimaaan BM. Pihak yang menerima m ppendapatan n adalah pemerin para im mportir kare ena keuntu ungan yang g diperoleh h dari selissih harga yyang tinggii antara pembelian barang g di luar negeri n deng gan penjua alan di dalam negerii. Kebijakan kuota mempu unya kelema ahan antara a lain, tidakk transparan, bila dibe erikan kuotaa pada perorangan atau pe erusahaan swasta maka keuntu ungan berssifat pribad di, kuota aakan menim mbulkan distorsi pasar akib bat praktek k monopoli para impo ortir yang akan meruugikan massyarakat. Secara grafis damp pak kebijaka an kuota dittunjukkan Gambar G 2. Q0 Gambar G 2. P Pengaruh Kuota K Imporr. Keseimbang gan pasar mula-mula adalah E0 0 tidak ada ekspor daan impor (a autarki), produkssi dan kon nsumsi dala am negeri sebesar Q0. Q Era globalisasi, teerjadi perda agangan bebas, sehingga harga turu un menjadi P1, produ uksi dalam negeri turrun menjad di OQ1, konsum msi dalam negeri n turun menjadi OQ2, dan kekurangannya dipennuhi impor sebesar Q1Q2. Penurunan produksi dalam d negeeri dari OQ Q0 ke OQ1 direspon ppemerintah dengan apkan kuota a impor seb bagai protekksi, sehingga impor dib batasi menj adi Q2Q3. Dampak menera kebijaka an ini, harg ga di dalam m negeri naiik dari P1 ke k P2, konssumsi dalam m negeri turun dari Q4 ke Q3, produkksi dalam negeri n naik dari Q1 ke k Q2, impo ortir mempe peroleh keuntungan ndapatan da ari konsumen kepada produsen sebesar sebesarr abde, terdapat redisstribusi pen 8 P1P2af, kerugian konsumen sebesar segitiga aef dan bcd, dan impor turun dari Q1Q4 ke Q2Q3. Kebijakan non tarif selain kuota adalah subsidi. Kebijakan subsidi adalah kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memberi perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lainnya dengan tujuan sebagai berikut: Menambah produksi dalam negeri Mempertahankan jumlah konsumen dalam negeri Menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Subsidi umumnya diberikan untuk barang-barang pokok, dan lebih transparan karena dapat dikontrol oleh masyarakat. Subsidi akan meningkatkan harga di tingkat produsen, harga di tingkat konsumen tetap, impor akan turun, dan produksi dalam negeri akan naik. Kebijakan non tarif yang lain adalah dumping. Kebijakan dumping adalah suatu diskriminasi harga secara internasional (international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi di pasar internasional dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan dibayar konsumen di dalam negeri. Ada tiga tipe dumping: Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan dari suatu perusahaan dipasar domestik untuk memperoleh keuntungan maksimal dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barang di luar negeri lebih murah untuk sementara (temporary), sehingga menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis, setelah dapat memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikkan untuk mendapat keuntungan maksimal. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produkya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara pecara poradis dibandingkan dengan harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri. Dalam perdagangan internasional, ketentuan WTO mengerahkan kepada perdagangan bebas sebagai langkah terbaik . Pola perlindungan yang diperkenankan diarahkan kepada penerapan tariff. Penerapan kuota seringkali populer dilakukan oleh suatu negara, ketentuan WTO mengarahkan untuk menghilangkan kuota tersebut dan dialihkan menjadi pola tarif. 2.2. Hasil Hasil Penelitian Terkait 2.2.1. Pertumbuhan Produksi Hortikultura Pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia pada periode 2008-2012 cenderung stabil. Peningkatan dan penurunan rata-rata pertumbuhan dibawah satu persen. Jenis sayuran yang banyak diproduksi adalah bawang merah, kentang, kubis, cabe dan tomat (Tabel 1). Keadaan ini mungkin disebabkan oleh tingkat permintaan dan kapasitas produksi petani yang cenderung tetap. Komoditas yang mengalami peningkatan produksi adalah bawang putih, kentang, kubis, kembang kol, wortel, lobal, cabe, paprika, buncis, bayam dan melinjo. Pasokan sayuran untuk kebutuhan dalam negeri pada umumnya diproduksi di dalam negeri, hanya sedikit yang berasal dari impor. 9 Tabel 1 : Perkembangan Produksi Sayuran di Indonesia , 2008-2012 No Komoditas Produksi (ton) 2008 2009 2010 2011 1 Bawang Merah 853.615 965.164 1.048.934 893.124 889.002 0,00 2 Bawang Putih 12.339 15.419 12.295 14.749 16.604 0,13 3 Bawang Daun 547.743 549.365 541.374 526.774 504.521 -0,04 4 Kentang 1.071.543 1.176.304 1.060.805 955.488 969.663 0,01 5 Kol/Kubis 1.323.702 1.358.113 1.385.044 1.363.741 1.432.318 0,05 6 Kembang Kol 109.497 96.038 101.205 113.491 125.832 0,11 7 Petsai/Sawi 565.636 562.838 583.770 580.969 529.518 -0,09 8 Wortel 367.111 358.014 403.827 526.917 544.623 0,03 9 Lobak 48.376 29.759 32.381 27.279 32.168 0,18 10 2012* Rata2 pertumb (%) 115.817 110.051 116.397 92.508 90.807 -0,02 11 Kacang Merah Kacang Panjang 455.524 483.793 489.449 458.307 460.155 0,00 12 Cabe Besar 695.707 787.433 807.160 888.852 1.003.085 0,13 13 Cabe Rawit 457.353 591.294 521.704 594.227 696.964 0,17 14 Paprika 2.114 4.462 5.533 13.068 14.947 0,14 15 Jamur 43.047 38.465 61.376 45.854 17.541 -0,62 16 Tomat 725.973 853.061 891.616 954.046 827.650 -0,13 17 Terung 427.166 451.564 482.305 519.481 519.894 0,00 18 Buncis 266.551 290.993 336.494 334.659 338.655 0,01 19 Ketimun 540.122 583.139 547.141 521.535 509.291 -0,02 20 Labu Siam 394.386 321.023 369.846 428.197 427.893 0,00 21 Kangkung 323.757 360.992 350.879 355.466 310.628 -0,13 22 Bayam 163.817 173.750 152.334 160.513 176.974 0,10 23 Melinjo 230.654 221.097 214.355 217.524 241.491 0,11 24 Petai 213.536 183.679 139.927 218.625 208.584 -0,05 25 Jengkol Total sayuran 80.008 10.035.094 62.475 10.628.285 50.235 10.706.386 65.830 10.871.224 50.944 10.939.752 -0,23 0,06 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2013 Keterangan: *) Angka Prognosa Seperti halnya sayuran, pertumbuhan produksi buah-buahan dalam periode 20082012 tidak mengalami perubahan yang cukup besar. Kenaikan dan penurunan pertumbuhan rata-rata dibawah satu persen. Diantara jenis buah-buahan tersebut, yang mengalami kenaikan pertumbuhan rata-rata cukup besar adalah apel dan stoberi dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing 0,57 persen dan 0, 24 persen per tahun (Tabel 2). Total rata-rata pertumbuhan buah-buahan sebesar 0,88 persen per tahun lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan sayuran sebesar 0,06 persen per tahun. Pengaturan impor diharapkan bisa meningkatkan permintaan buah-buahan produksi dalam negeri yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan produksi buah-buahan, disamping perbaikan kebun buah-buahan dalam peningkatan produktifitas. 10 Tabel 2 : Perkembangan Produksi Buah-buahan, 2008-2012 No Produksi (Ton) Komoditas 2008 2009 2010 2011 244.215 257.642 224.278 275.953 272.936 -0,01 72.397 72.443 69.089 80.853 79.565 -0,02 Duku 158.649 195.364 228.816 171.113 202.243 0,18 4 Durian 682.323 797.798 492.139 883.969 812.433 -0,08 5 Jambu Biji 212.260 220.202 204.551 211.836 229.052 0,08 6 Jambu Air 111.495 104.885 85.973 103.156 112.635 0,09 7 Jeruk siam 2.391.011 2.025.840 1.937.773 1.721.880 1.498.183 -0,13 8 Jeruk Besar 76.621 105.928 91.131 97.069 117.008 0,21 1 Alpukat 2 Belimbing 3 2012* Rata2 pertumb (%) 9 Mangga 2.105.085 2.243.440 1.287.287 2.131.139 2.038.146 -0,04 10 Manggis 78.674 105.558 84.538 117.595 119.641 0,02 11 Nangka/Cempedak 675.455 653.444 578.327 654.808 720.208 0,10 12 Nenas 1.433.133 1.558.196 1.406.445 1.540.626 1.275.490 -0,17 13 Pepaya 717.899 772.844 675.801 958.251 942.215 -0,02 14 Pisang 6.004.615 6.373.533 5.755.073 6.132.695 6.270.813 0,02 15 Rambutan 978.259 986.841 522.852 811.909 943.958 0,16 16 Salak 862.465 829.014 749.876 1.082.125 990.446 -0,08 17 Sawo 120.649 127.876 122.813 118.138 138.298 0,17 18 Markisa 138.027 120.796 132.011 140.895 157.036 0,11 19 Sirsak 55.042 65.359 60.754 59.844 68.903 0,15 20 Sukun 113.778 110.923 89.231 102.089 120.716 0,18 21 Apel 160.794 262.009 190.609 200.173 313.727 0,57 22 Anggur 21.970 9.519 11.700 11.938 15.525 0,30 23 Melon 56.883 85.861 85.161 103.840 70.583 -0,32 24 Semangka 371.498 474.327 348.631 497.650 465.564 -0,06 25 Blewah 55.991 75.124 30.668 62.928 63.734 0,01 26 Stroberi 128.701 19.132 24.846 41.035 50.893 0,24 18.653.898 15.490.373 18.313.507 18.089.951 0,88 Total buah-buahan 18.027.889 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2013 Keterangan: *) Angka Prognosa Pada komoditi tanaman hias, dalam kurun waktu 2008-2012 terjadi peningkatan produksi bunga potong dengan rata-rata pertumbuhan 0,19 persen per tahun. Peningkatan produksi yang cukup tinggi diantara jenis bunga potong adalah gerbera dan krisan dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing 0,35 persen dan 0,26 persen per tahun. Melati merupakan bunga yang digunakan untuk kebutuhan upacara-upacara adat dan bahan baku parfum, namun perkembangannya produksinya relatif stabil (Tabel 3). Untuk jenis tanaman hias lainnya, peningkatan produksi sesuai dengan permintaan yang disebabkan oleh trend preferensi. Adenium menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 1,32 persen per tahun. Sedangkan Anthurium daun yang beberapa waktu yang lalu sangat populer saat ini perkembangannya semakin menurun. Peluang-peluang ekspor bagi tanaman hias, terutama bunga potong, akan bisa merangsang petani untuk meningkatkan produksinya. 11 Tabel 3 : Perkembangan Produksi Tanaman Hias, 2008-2012 No Produksi (Tangkai) Komoditas 2012****) Rata2 Pertumb (%) 2008 2009 2010 2011 15.309.964 16.205.949 14.050.445 15.490.256 16.689.363 0,08 1 Anggrek 2 Anthurium 2.627.498 3.833.100 7.655.542 4.724.730 1.607.848 -0,66 3 Anyelir 3.024.558 5.320.824 7.607.588 5.130.332 4.026.756 -0,22 4 Gerbera ( Herbras ) 4.101.631 5.185.586 9.693.487 10.543.445 14.226.375 0,35 5 Gladiol 8.581.395 9.775.500 10.064.082 5.448.740 3.623.113 -0,34 6 Heliconia 5.278.477 4.124.174 2.961.385 2.791.257 2.961.385 0,06 7 Krisan 101.777.126 107.847.072 185.232.970 305.867.882 384.215.341 0,26 8 Mawar 39.265.696 60.191.362 82.351.332 74.319.773 86.879.343 0,17 9 Sedap Malam Total Bunga Potong 25.598.314 51.047.807 59.298.954 62.535.465 67.088.267 0,07 205.564.659 263.531.374 378.915.785 486.851.880 581.317.792 0,19 1.863.764 2.262.505 4.625.925 2.447.314 2.368.852 -0,03 10 Dracaena *) 11 Melati**) 20.388.119 28.307.326 21.600.442 22.541.485 22.721.149 0,01 12 Palem*) 13 Sansevieria ***) 1.149.420 1.392.820 1.260.408 2.471.857 1.098.197 2.454.373 1.261.445 4.553.674 1.296.123 4.810.131 0,03 0,06 14 Aglaonema *) 1.454.290 1.609.709 1.759.953 1.553.429 1.618.047 0,04 15 Adenium (Kamboja Jepang) 3.129.259 3.471.605 3.362.736 1.452.423 3.362.736 1,32 16 Euphorbia *) 2.217.666 2.465.668 3.979.417 1.601.503 2.524.595 0,58 17 Phylodendron *) 1.166.472 2.889.756 5.259.980 14.906.151 15.204.240 0,02 18 Pakis *) 4.286.625 4.653.332 4.652.838 4.747.829 5.312.678 0,12 19 Monstera *) 41.243 128.874 90.394 107.911 111.458 0,03 20 Soka (Ixora) *) 812.834 1.127.044 1.066.126 1.936.024 1.966.953 0,02 21 Cordylene *) 110.126 1.659.119 2.154.822 1.995.326 2.256.949 0,13 22 Dieffenbahia *) Anthurium Daun *) 135.304 1.022.278 300.718 319.990 345.299 0,08 4.550.564 2.501.337 1.800.716 1.321.385 1.321.385 0,00 24 Caladium *) 867.759 899.259 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2013 Ket : *) Satuan Produksi dalam Pohon **) Satuan dalam kg 540.084 312.270 330.656 0,06 23 ***) Satuan dalam rumpun ****) Angka Prognosa 2.2.2. Pertumbuhan Konsumsi Hortikultura Konsumsi buah dan sayuran memainkan peran penting dalam menyediakan makanan yang beragam dan bergizi. Konsumsi sayuran di Indonesia menurun dari tahun ke tahun dalam kurun waktu 2008-2012 dengan rata-rata pertumbuhan -3,75 persen per tahun. Konsumsi pada tahun 2008 sebesar 37,57 kg per kapita per tahun menurun menjadi 32,31 kg per kapita pada tahun 2011. Demikian juga untuk konsumsi buah-buahan mengalami 12 penurunan yang lebih tajam daripada sayuran dengan rata-rata pertumbuhan -7,38 persen per tahun (Tabel 4 dan Tabel 5). Tingkat konsumsi sayur dan buah di Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja dan Singapura. Konsumsi sayur dan buah per kapita bagi penduduk Singapura dan Vietnam melebihi 100 kg per kapita per tahun dan rekomendasi FAO adalah 73 kg per kapita per tahun (Abdurrachman, 2013). Salah satu penyebabnya besarnya arus urbanisasi yang menjauhkan orang dari produksi pangan utama yang berdampak pada ketersediaan makanan yang bervariasi dan bergizi dengan cukup buah-buahan dan sayuran. Di daerah pedesaan orang bisa mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan dari kebunnya sendiri, sedangkan di perkotaan dengan tingkat penghasilan yang rendah kurang bisa mendapatkan variasi sayuran dan buah-buahan untuk dikonsumsi. Alternatif upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan konsumsi hortikultura antara lain adalah : Investasi dalam hortikultura periurban yang bisa meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sayuran dan buah-buahan; meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan/daya beli sayur dan buah; dan memberikan pengetahuan serta mengubah, sikap dan perilaku masyarakat dalam pola konsumsi. Tabel 4: Konsumsi Rumah Tangga Sayuran Menurut Hasil Susenas per Komoditi, 2007-2011 (kg/kap/tahun). No Tahun Komoditi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2 pertumb (%) 1 Bawang merah 3,014 2,743 2,524 2,529 2,362 -5,84 2 Bawang putih 1,517 1,716 1,315 1,356 1,351 -2,05 3 Buncis 0,886 0,939 0,834 0,834 0,886 0,26 4 Bayam 4,484 4,015 3,754 3,963 3,806 -3,84 5 Cabe merah 1,47 1,549 1,523 1,528 1,497 0,48 6 Cabe hijau 0,302 0,266 0,235 0,256 0,261 -3,23 7 Cabe rawit 1,517 1,444 1,288 1,298 1,21 -5,41 8 Kacang panjang 3,806 3,806 3,494 3,65 3,441 -2,36 9 Kentang 2,086 2,034 1,721 1,825 1,564 -6,53 10 Kubis 1,877 1,929 1,564 1,616 1,825 0,02 11 Kangkung 4,954 4,797 4,432 4,589 4,328 -3,23 12 Ketimun 2,086 2,086 1,825 1,721 1,773 -3,8 13 Sawi putih 0,73 0,886 0,678 0,574 0,886 9,26 14 Sawi hijau 1,199 1,46 1,408 1,147 1,251 2,19 15 Tomat sayur 2,091 2,232 1,917 1,935 2,091 0,32 16 Terong 3,494 2,92 2,451 2,555 2,555 -7,06 17 Jamur 0,073 0,057 0,037 0,042 0,057 -1,5 18 Petai 0,84 0,302 0,099 0,177 0,12 -21,16 19 Wortel 1,147 1,147 0,991 0,939 1,043 -1,95 Total 37,57 36,33 32,09 32,53 32,31 -3,57 Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2012 13 Tabel 5 : Konsumsi Rumah Tangga Buah-buahan Menurut Hasil Susenas per Komoditi, 2007-2011 (kg/kap/tahun). No Tahun Komoditi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2 pertumb (%) 1 Alpokat 0,782 0,521 0,365 0,417 0,365 -15,39 2 Belimbing 0,104 0,052 0,052 0,052 0,104 12,5 3 Duku 4,432 0,939 0,417 3,233 0,521 114,19 4 Durian 1,929 1,616 0,678 1,251 0,417 -14,08 5 Jeruk 3,859 3,598 4,641 4,171 3,494 -1,03 6 Jambu 0,417 0,469 0,365 0,365 0,469 4,71 7 Mangga 0,365 0,261 0,156 0,209 0,626 41,19 8 Nanas 0,313 0,313 0,209 0,156 0,365 18,75 9 Nangka 0,209 0,156 0,104 0,104 0,209 10,42 10 Pepaya 1,616 1,981 1,877 1,773 2,764 16,91 11 Pisang Ambon 1,512 1,721 1,721 1,512 2,19 11,62 12 Pisang Raja 1,304 1,46 1,251 1,147 1,564 6,44 13 Pisang Lainnya 5,006 5,214 4,954 4,171 5,058 1,16 14 Rambutan 5,996 8,76 1,825 4,536 0,158 4,73 15 Salak 1,095 1,616 1,356 0,991 1,043 2,46 16 Sawo 0,104 0,156 0,209 0,104 0,156 20,83 17 Semangka Total 1,408 30,451 0,834 29,667 0,886 21,066 1,043 25,235 1,251 20,754 0,79 -7,38 Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2012 2.2.3. Kebijakan Perdagangan Hortikultura Neraca perdagangan komoditi hortikultura juga menunjukkan nilai defisit yang terus meningkat dari AS$ 536,4 juta pada tahun 2010 menjadi AS$ 1194,8 juta pada tahun 2011 dan AS$ 1035,0 juta pada tahun 2012 (triwulan III). Defisit neraca perdagangan produk hortikultura terjadi pada komoditi buah, sayuran dan tanaman obat, sementara nilai perdagangan tanaman hias menunjukkan surplus. Defisit nilai perdagangan buah meningkat dari AS$ 310,79 juta pada tahun 2010 menjadi AS$ 625,45 juta pada tahun 2011 dan AS$ 592,08 juta pada tahun 2012 (Triwulan III). Komoditas yang mempunyai kontribusi terbesar dalam defisit perdagangan buah adalah jeruk, lengkeng, apel, anggur dan pear. Defisit perdagangan paling besar dijumpai pada jeruk dan durian, yaitu masing-masing -408.718 juta US$ dan -181.712 juta US$. Tahun impor yang paling banyak dilakukan impor jeruk terjadi pada tahun 2006 dan untuk durian tahun 2009 merupakan impor yang paling banyak. Beberapa komoditi buah menunjukkan nilai perdagangan suplus, yaitu nanas, manggis, salak, rambutan, semanggka dan berry. Dalam kurun waktu tahun 2000-2010, surplus perdagangan terbesar terjadi pada komoditi manggis, diikuti oleh mangga dan rambutan, yaitu masing-masing senilai 66.096 juta US$, 7.998 juta US$ dan 3.570 juta US$. Tahun yang paling banyak mendapatkan pendapatan ekspor untuk masing-masing komoditas tersebut terjadi pada tahun 2003 untuk manggis, 2002 untuk mangga dan 2003 untuk rambutan (Lampiran 1). 14 Defisit nilai perdagangan sayuran meningkat dari AS$ 243,93 juta pada tahun 2010 menjadi AS$ 575,88 juta pada tahun 2011 dan AS$ 439,68 juta pada tahun 2012 (Triwulan III). Komoditas yang mempunyai kontribusi terbesar dalam defisit perdagangan sayur adalah bawang putih, kentang, bawang merah, bawang bombay dan lobak. Beberapa komoditi sayuran menunjukkan nilai perdagangan suplus kubis, jamur,terung, bayam dan selada. Dari 10 jenis sayuran utama 7 komoditas mengalami neraca perdagangan negatif dan yang paling banyak adalah sayuran bawang putih kemudian diikuti oleh bawang merah, kentang, wortel, cabe, kacang panjang dan tomat. Sebaliknya tiga komoditas yang mempunyai neraca perdagangan positif antara lain adalah kol/kubis yaitu : 59.467 juta US$, ketimun senilai 13.346 juta US$ dan terung senilai 5.404 juta US$ (Lampiran 2). Selain paling banyak diimpor bawang putih termasuk sayuran yang setiap tahunnya harus didatangkan dari luar negeri. Salah satu penyebabnya karena bawang putih tidak bisa tumbuh disembarang tempat dan hanya sedikit lahan di Indonesia yang bisa ditanam komoditas ini. Bawang merah hanya pada tahun 2010 tidak ada import, sebaliknya kentang pada tahun 2000 dan 2001 tidak ada impor. Wortel tahun 2010 nilai impornya hanya 190.966 ribu US$ dan meningkat sangat signifikan pada tahun 2010 menjadi 17.616 juta US$. Untuk komoditas cabe, kacang panjang dan tomat dalam masa 11 tahun impor tidak dilakukan setiap tahun. Neraca perdagangan tanaman hias menunjukkan surplus, yaitu sebesar AS$ 5,80 juta pada tahun 2010 menjadi AS$ 8,52 juta pada tahun 2012 (Triwulan III). Komoditas yang mempunyai kontribusi dalam perdagangan adalah anggrek, krisan, mawar dan aneka tanaman hias lain. Komoditi tanaman hias seperti krisan, mawar dan anggrek dari tahun 2000 – 2010 total neraca perdagangannya positif yaitu masing-masing senilai 3.148 juta US$, 1.230 juta US$ dan anggrek 10.017 juta US$ (Lampiran 3). Bunga krisan mulai ada data dari tahun 2007, bunga mawar pada tahun 2000 – 2004 paling banyak impor tetapi selanjutnya pada tahun 2005 – 2010 negara kita lebih banyak melakukan eksport. Sedangkan tanaman hias anggrek dari tahun 2000 sudah dilakukan ekspor senilai 1.138 juta US$ dan pada tahun 2010 ekspor tanaman anggrek mengalami penurunan menjadi 886 ribu US$. Tahun 2005 merupakan ekspor anggrek yang paling besar nilainya yaitu 1.430 juta US$. Sementara itu pada tanaman obat (aneka tanaman) , neraca perdagangan pada tahun 2010 mengalami surplus sebesar AS$ 12,48 juta namun dalam tahun 2012 mengqlqmi defisit yang sebesar AS$ 11,83 juta akibat impor yang besar pada komoditi jahe. Nilai impor produk hortikultura terus mengalami peningkatan sejalan dengan kecenderungan menaiknya permintaan di dalam negeri. Tahun 2007, nilai impor tercatat hanya AS$ 798 juta, namun empat tahun kemudian sudah melonjak mencapai AS$ 1,7 milyar (2011). Pada semester pertama tahun 2012, nilai impor produk hortikultura sudah mencapai AS$ 1 milyar dengan sekitar AS$ 600 juta diantaranya adalah nilai impor buah (Arifin, 2013). Nilai impor yang sangat besar ini harus diwaspadai karena menyangkut pertumbuhan produk hortikultura, khususnya buah-buahan, di dalam negeri yang menyangkut kesejahteraan petani. Dengan semua keterbatasan pengembangan produk hortikultura secara lokal, upaya memperbaiki infrastruktur pertanian hortikultura dan perbaikan kinerja perdagangan di dalam negeri sangat dibutuhkan untuk membangun persaingan yang sehat dengan produk sejenis yang berasal dari luar negeri. Permentan No. 47/2013 yang kemudian direvisi mmmenjadi Permentan No. 86/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura diharapkan dapat mengurangi laju impor buah lokal terutama saat panen buah di dalam negeri. Sedangkan Permendag No. 16/2013 yang merupakan revisi dari Permendag No 60/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura bahwa hortikultura hanya bisa dilakukan jika kebutuhan konsumsi masyarakat belum terpenuhi. Untuk pengendalian impor buah-buahan juga diterbitkan Permentan No. 15 42/2012 dan Permentan 43/2012 yang mengatur tentang pembatasan pelabuhan impor produk hortikultura. Walaupun demikian ada empat negara yang bisa memasukkan produk buah dan sayuran melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru karena sudah memiliki Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan Indonesia. Pembatasan impor yang diberlakukan terhadap 13 jenis produk hortikultura selama satu semester pertama tahun 2013 oleh Kepala Pusat Perlindungan Varietas dan Perijinan Pertanian (PPVT-PP) diduga tidak berdampak besar terhadap kinerja produk hortikultura nasional atau hanya bersifat sementara memberi keleluasaan kepada produk lokal untuk menguasai pasar. Jika kinerja produk hortikultura lokal tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas yang setara dengan produk impor, kebijakan impor yang ditempuh saat ini tidak memberi manfaat yang optimal. Standar kualitas yang ketat terhadap produk impor yang diberlakukan sama untuk seluruh tempat masuk produk impor harus diberlakukan, sebagaimana yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor dari Indonesia. Pengalaman Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah mengekspor buah apukat (avocado) segar ke Singapura dan Malaysia menunjukkan ketatnya penerapan berbagai standar (Kompas, 2013), termasuk pemeriksaan pihak pembeli terhadap keamanan produk yang diekspor tersebut di lokasi pertanaman. Tidak dapat disangkal bahwa penerapan berbagai standar internasional terhadap produk hortikultura yang masuk ke Indonesia termasuk longgar, sementara produk hortikultura Indonesia yang diekspor ke berbagai negara diberlakukan pengawasan sangat ketat. Keseimbangan perlakuan terhadap perdagangan produk hortikultura ini menjadi semakin penting karena menyangkut penerimaan negara, pengusaha, dan petani. III. 3.1. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Kebijakan impor memungkinkan ketersediaan produk bagi konsumen, terutama produk yang yang tidak dihasilkan di dalam negeri. Keterediaan produk dari impor akan mengisi kekurangan pasokan produk yang dibutuhkan, sehingga disatu sisi akan menguntungkan konsumen dari sisi penyediaan dan harga. Dengan adanya produk impor dengan kualitas yang terstandar dapat merangsang peningkatan kualitas produksi domestik, dengan demikian adanya impor juga memungkinkan terjadinya alih teknologi. Pada sisi lain, dengan mengimpor barang dari luar negeri berarti memberi kesempatan negara lain untuk memproduksi barang - barang tersebut, yang berarti identik dengan menghilangkan kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan domestik yang tercipta dari proses memproduksi barang tersebut. Kondisi ini menggambarkan dampak negatip dari kebijakan impor. Adanya impor menciptakan persaingan bagi produk domestik sehingga menekan pasar dan harga produk domestik, dan pada tingkat lanjut dapat membunuh kegiatan produksi dalam negeri sehingga menciptakan pengangguran dan kesempatan kerja domestik. Kebijakan impor yang tidak terkontrol akan menyebabkan matinya produksi dalam negeri sehingga potensi produksi dan ekonomi yang tersedia tidak terbangun dengan baik. Disamping itu masuknya produk impor juga akan meningkatkan berdampak terhadap pengeluaran devisa negara yang cukup besar. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan produk dan sekaligus melindungi produksi dalam negeri setiap negara melakukan kebijakan impor, termasuk kebijakan impor produk hortikulura. Namun demikian kebijakan impor tersebut tidak lepas dari kesepakatan perdagangan internasional yang telah disepakati dan diratifikasi Indonesia. Untuk itu setiap kebijakan harus selaras dengan aturan yang telah disepakati tersebut. 16 Untuk itu kajian kebijakan impor berkaitan dengan 4 aspek, yaitu: (a) ketersediaan produk yng berkaitan manfaatnya bagi konsumen, (b) pengaruhnya terhadap kinerja produksi dalam negari yang tentunya berbeda antar komoditi,(c) kesesuaian kebijakan dengan aturan perdagangan yang disepakati secara internasional, dan (d) dampaknya terhadap ekonomi nasional, kesejahteraan produsen dan konsumen. 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Sesuai dengan tujuan dan keluaran, maka kajian akan mencakup : (a) dinamika produksi dan konsumsi produk hortikultura,(b) sinkronisasi kebijakan perdagangan produk hortikultura, (c) dampak kebijakan impor hortikultura terhadap produksi dan pendapatan petani, dan (d)rumusan alternatif opsi kebijakan pengendalian impor produk hortikultura. Kajian akan dilakukan kepada komoditi yang diatur impornya, yaitu nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, kentang, kubis, wortel, cabai, bunga anggrek, bunga krisan, dan bunga heliconia; disamping komoditi hortikultura yang dibatasi jumlah kuota impornya yaitu bawang merah, bawang putih, bawag Bombay, jeruk siam, jeruk mandarin, lemon, anggur, pamelo, apel dan lengkeng. Dengan mempertimbangkan proporsi produksi domestic dan impor dari masing masing komoditi , maka kajian akan diafokuskan kepada jeruk, pisang, durian, bawang merah, cabe dan anggrek. 3.3. Lokasi Penelitian, Kajian bersifat nasional sehingga prioritas analisa dilakukan terhadap kebijakan yang bersifat nasional data sekunder nasional. Pengambilan lokasi contoh di beberapa provinsi dilakukan untuk pendalaman terhadap analisa usaha pada 13 produk hortikultura yang dikaji, sehingga lokasi contoh penelitian merupakan sentra produksi yang mewakili dari ke 13 komoditi diatas. Untuk itu lokasi contoh adalah provinsi Jawa barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan. Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara Kalsel 3.4. : : : : durian, pisang, bawang merah, cabe dan anggrek. jeruk, pisang, bawang merah, cabe dan anggrek. jeruk, durian, bawang merah dan cabe. Jeruk, durian dan anggrek Responden dan Data Kajian akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan implementasinya serta dalam pemenuhan kebutuhan data sekunder yang terkait dalam rangka menjawab tujuan kesatu dan kedua. Pengumpulan data primer melalui kegiatan survai dilakukan untuk menghasilkan data dan informasi dalam rangka pencapaian tujuan ketiga. Kegiatan diawali dengan penyusunan proposal operasional,seminar, penyusunan juklak, kuesioner, studi pustaka,pengumpulan data primer dan sekunder di lapangan, analisa data, penarikan kesimpulan, dan penyusunan rekomendasi kebijakan. 17 3.5. Metode Analisis Sesuai dengan keluarannya, metode analisis dilakukan sebagai berikut : Tujuan 1. Dinamika produksi dan konsumsi produk hortikultura Dinamika produksi hortikultura akan diestimasi berdasarkan laporan data produksi bulanan dari tiap provinsi atau daerah produksi untuk tiap komoditas yang diteliti. Dinamika konsumsi produk hortikultura akan dikaji dari data konsumsi tiap jenis komoditas yang diteli berdasarkan SUSENAS. Tujuan 2. Sinkronisasi kebijakan perdagangan produk hortikultura Berbagai peraturan terkait perdagangan hortikultura yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan akan dikaji. Dalam hal ini akan dibahas sinkronisasi antar berbagai peraturan tersebut. Tujuan3. Analisa dampak impor hortikultura terhadap produksi dan petani hortikultura. pendapatan Dampak impor akan dibandingkan antara periode impor dan periode larangan impor terhadap produksi komoditas hortikultura dan pendapatan petani. Data series dari Badan Pusat Statistik dan Pasar Induk akan dianalisis untuk analisis dampak kebijakan impor hortikultura. Tujuan 4. Rumusan alternatif kebijakan pengendalian impor produk hortikultura Alternatif kebijakan pengendalian impor didasarkan dianalisis menggunakan pengaruh tarif impor yang layak terhadap harga eceran produk impor hortikultura di pasar domestic, yaitu penentuan tarif impor optimal yang dapat memberikan tingkat keuntungan produsen domestik yang layak (pada besaran prosentase keuntungan tertentu). Untuk itu terlebih dahulu akan dianalisa: (a) besarnya tarif optimal masing masing produk hortikultura, dan (b) harga eceran yang memberikan keuntungan petani secara layak. Tarif optimal adalah tingkat tarif dimana harga eceran produk hortikultura impor setara dengan harga eceran produk lokal sejenis (dengan asumsi marjin yang diperoleh importir adalah normal). Tarif impor terlalu mahal jika harga eceran produk impor terlalu tinggi. Sebaliknya, tarif impor terlalu rendah jika harga eceran produk impor lebih murah dari harga eceran produk local. Harga eceran produk impor akan diestimasi menggunakan rumus umum sebagai berikut: Pe = f (Pb, tariff, distribusi,marjin) Pe = harga eceran porduk hortikultura impor (Rp) Pb = harga perbatasan (border price) Tarif = dalam persentase Distribusi = biaya distribusi (%) Marjin = dalam persentase Harga eceran produk hortikultura domestik yang layak didasarkan kepada tingkat harga yang memberikan keuntungan petani sebesar 30 persen, atau harga pokok produksi ditambah 30 persen keuntungan. 18 IV. ANALISA RISIKO Resiko yang akan menghambat kelancaran kegiatan studi terutama berkaitan dengan pendanaan, berupa kecukupan jumlah data penelitian, keterlambatan cairnya dana dan adanya perubahan kebijakan anggaran. Hal ini dapat terjadi apabila terjadi kebijakan dibidang anggaran yang mengarah kepada hal terebut. Ketersediaan jumlah anggaran akan menentukan cakupan dan efektifitas kegiatan. Keterlambatan pencairan dana akan berdampak kepada pemunduran waktu pelaksanaan sehingga waktu yang tersedia untuk kegiatan berkurang. Pengurangan jumlah anggaran berakibat cakupan wilayah yang dikaji menjadi lebih sedikit. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan kajian. Apabila hal tersebut terjadi, karena hal tersebut berkaitan dengan administrasi keuangan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah menyesuaikan kegiatan penelitian dengan kebijakan dan ketersediaan yang ada. Langkah yang dapat dilakukan adalah pengurangan jumlah lokasi observasi kajian dengan membatasi kapada lokasi contoh tersentu disesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang ada. Pada kondisi kejadian resiko terbesar yaitu dana yang dialokasikan sangat sangat terbatas, maka kegiatan yang dapat dilakukan hanya bersifat review dengan berdasarkan informasi yang diperolah dari website, sehingga tidak semua tujuan kajian dapat dijawab. IV. 4.1. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN Tim Peneliti Kajian dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian dengan tim peneliti sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4. 5 4.2. Nama Dr. Muchjidin Rachmat Dr. Bambang Sayaka Dr. Henny Mayrowani Drs. Chaerul Muslim Valeriana Darwis,SE. MM Pangkat IV E IV C IV B III D IV B Keterangan Ketua Tim Anggota Anggota Anggota Anggota Waktu Pelaksanaan Kajian Kajian akan dilakukan pada tahun anggaran 2014 dengan jadwal sebagai berikut: Jenis Kegiatan Pembuatan Proposal operasional Seminar dan perbaikan proposal Studi literature Penyusunan Kuesioner Survai ke lapang Pengolahan dan analisis data Penulisan laporan Seminar hasil penelitian Perbaikan laporan Penggandaan laporan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov 19 Des DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, M.N. 2013. Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia ketinggalan dari Negara Tetangga. http://health.detik.com/read/2013/06/28/190119/2287595/763/. Direktorat Jendral Hortikultura, 2013. Perkembangan Sayuran 2008-2012. http://hortikultura.deptan.go.id/ Direktorat Jendral Hortikultura, 2013. Perkembangan Buah-buahan 2008-2012. http://hortikultura.deptan.go.id/ Permentan No. 88/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Permentan No. 89/2011 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan dan atau Sayuran Segar Permentan No. 90/2011 tentang Persyaratan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar. Permendag No.60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, semula Permendag No 30/2012. Permentan No. 15/Permentan/OT.140/3/2012 16/Permentan/OT.140/3/2012. dan Permentan No. Permentan No. 89/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah – Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Permentan No. 90/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2012. Statistik Konsumsi Pangan tahun 2012. Sekretariat Jenderal. Kementerian Pertanian. Wikipedia. 2013a. Free Trade. http://en.wikipedia.org/wiki/Free_trade.8 Maret 2013. Wikipedia. 2013b. Tariff. http://en.wikipedia.org/wiki/Tariff. 8 Maret 2013. 20 Lampiran 1. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah Utama Tahun 2000‐2010. (US$000) Jenis Alpukat Eksport Import Neraca Durian Eksport Import Neraca Jambu Biji Eksport Import Neraca Jeruk Eksport Import Neraca Mangga Eksport Import Neraca Nenas Eksport Import Neraca Pepaya Eksport Import Neraca Pisang Eksport Import Neraca Rambutan Eksport Import Neraca Manggis Eksport Import Neraca 2000 16.785 20.165 ‐3.380 12.454 1.097.236 ‐1.084.782 26.048 21.200 4.848 107.702 41.596.627 ‐41.488.925 401.623 94.665 306.958 1.124 952 172 14.651 0 14.651 413 31.757 ‐31.344 327.907 13.741 314.166 5.885.038 0 5.885.038 2001 3.108 27.757 ‐24.649 7.926 4.055.059 ‐4.047.133 8.354 10.724 ‐2.370 207.185 39.931.724 ‐39.724.539 289.049 130.533 158.516 887 212 675 5.508 998 4.510 50 64.621 ‐64.571 174.803 4.376 170.427 3.953.234 606 3.952.628 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 49.864 164.334 ‐114.470 53.892 42.265 11.627 785 26.147 ‐25.362 6.644 34.117 ‐27.473 9.164 29.979 ‐20.815 104.256 32.712 71.544 143.721 36.826 106.895 62.909 9.610 53.299 69.348 19.363 49.985 96.634 10.072.842 ‐9.976.208 12.943 4.041.705 ‐4.028.762 6.710 11.730.903 ‐11.724.193 11.857 7.527.922 ‐7.516.065 7.822 14.941.846 ‐14.934.024 6.455 27.025.677 ‐27.019.222 84.130 30.829.557 ‐30.745.427 16.239 35.955.390 ‐35.939.151 7.535 34.704.684 ‐34.697.149 28.859 122.920 ‐94.061 62.567 280.654 ‐218.087 102.074 242.607 ‐140.533 20.380 186.777 ‐166.397 97.949 158.038 ‐60.089 51.773 149.560 ‐97.787 123.190 78.207 44.983 297.267 28.926 268.341 136.450 77.674 58.776 684.520 53.767.998 ‐53.083.478 939.914 49.174.559 ‐48.234.645 2.209.988 54.553.897 ‐52.343.909 1.011.163 46.655.906 ‐45.644.743 686.567 63.190.283 ‐62.503.716 53.961 4.852.123 ‐4.798.162 32.508 21.616.698 ‐21.584.190 148.404 15.327.574 ‐15.179.170 238.266 24.371.004 ‐24.132.738 2.674.032 230.019 2.444.013 480.340 427.447 52.893 2.013.390 445.718 1.567.672 995.935 437.348 558.587 1.160.642 599.824 560.818 1.004.186 725.379 278.807 1.645.948 603.661 1.042.287 1.334.694 554.523 780.171 1.065.259 817.003 248.256 101.569 82 101.487 87.287 211 87.075 99.601 150 99.451 128.917 95 128.823 124.974 97 124.877 360.991 120.437 240.554 104.482 145.208 ‐40.726 21.791 30.029 ‐8.238 41.124 53.432 ‐12.308 6.643 0 6.643 231.350 80 231.270 1.301.371 521 1.300.850 112.597 50 112.547 62.924 22 62.902 14.554 82 14.472 567 96.040 ‐95.473 125.549 130.366 ‐4.817 102.951 394.193 ‐291.242 1.078.574 98.470 980.104 514.020 403.849 110.171 778.506 188.839 589.667 1.288.892 400.859 888.033 1.407.542 168.408 1.239.134 35.579 4.078 31.501 144.315 932.906 ‐788.591 201.925 2291.448 ‐2.089.523 193.378 894.767 ‐701.389 588.140 1.702 586.438 958.850 1.776 957.074 117.336 0 117.336 0 2.098 ‐2.098 0 0 0 293.756 0 293.756 421.034 0 421.034 398.455 12.825 385.630 339.070 12.287 326.783 6.956.915 1.644 6.955.271 9.306.042 0 9.306.042 3.291.855 202 3.291.653 6.385.137 414 6.384.723 3.611.995 0 3.611.995 4.951.442 13.577 4.937.865 5.832.534 2.341 5.830.193 7.198.184 4.929 7.193.255 8.754.427 7.024 8.747.403 Total 520.476 443.275 77.201 270.705 181.982.821 ‐181.712.116 954.911 1357.287 ‐402.376 6.320.178 415.038.393 ‐408.718.215 13.065.098 5.066.120 7.998.978 1.072.747 350.905 721.842 1.978.665 622.352 1.356.313 5.643.194 5.480.002 163.192 3.619.351 48.805 3.570.546 66.126.803 30.737 66.096.066 21 Lampiran 2. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Sayur Utama Tahun 2000‐2010. (US$000) Jenis Bwg Merah Eksport Import Neraca Bwg Putih Eksport Import Neraca Cabe Eksport Import Neraca Kcg Panjang Eksport Import Neraca Kentang Eksport Import Neraca Ketimun Eksport Import Neraca Kol/Kubis Eksport Import Neraca Terung Eksport Import Neraca Tomat Eksport Import Neraca Wortel Eksport Import Neraca 2000 2001 1.835.233 12.913.803 ‐11.078.570 45.620 43.444.592 ‐43.398.972 0 0 0 4.461 91.782 ‐87.321 4.495.017 2.112.181 2.382.836 4.754 3.800 9.549 4.499.771 280.165 4.219.606 1.527.756 438 1.527.318 654.543 223.221 431.322 131.616 190.966 ‐59.350 1.670.775 12.475.026 ‐10.804.251 426.050 51.216.982 ‐50.790.932 0 0 0 4.159 85.721 ‐81.562 4.231.694 1.356.171 2.875.523 5.226 5.887 ‐661 4.236.920 213.352 4.023.568 2.283.284 3.363 2.279.921 553.248 178.392 374.856 127.194 288.473 ‐161.279 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 63.922 9.069.031 ‐9.005.109 86.022 12.369.945 ‐12.283.923 8.658 14.240.435 ‐14.231.777 31.809 15.412.125 ‐15.380.316 6.365.994 29.907.765 ‐23.541.771 2.318 7.046.431 ‐7.044.113 4.531.300 53.744.634 ‐49.213.334 4.331.291 27.591.585 ‐23.260.294 1.814.175 1.196.493 617.682 882.727 53.258.640 ‐52.375.913 384.158 50.120.188 ‐49.736.030 43.166 53.474.252 ‐53.431.086 7.308 66.700.141 ‐66.692.833 11.182 100.093.243 ‐100.082.061 27.092 12.033.485 ‐12.006.393 201.252 2.341.619 ‐2140.367 17.046 3.351.281 ‐3.334.235 75.098 2.459.604 ‐2.384.506 926.896 4.197.421 ‐3.270.525 941.613 3.046.224 ‐2.104.611 1.581.358 3.097.134 ‐1.515.776 1.804.624 4.310.515 ‐2.505.891 633.706 7.440.422 ‐6.806.716 425.805 65.790 360.015 444.292 190.062 254.230 1.897.513 682.050 1.215.463 652.481 1.340.706 ‐688.225 3.421 26.090 ‐22.669 10.622 5.511 5.111 1.407 13.459 ‐12.052 17.881 30.124 ‐12.243 27.823 15.096 12.727 297.670 23.410 274.260 182.661 2.272.643 ‐2.089.982 207.194 3.588.568 ‐3.381.374 79.731 36.881 42.850 5.726.540 13.405.810 ‐7.679.270 4.449.642 13.621.148 ‐9.171.506 3.764.522 20.756.502 ‐16.991.980 3.951.962 22.247.337 ‐18.295.375 6.288.410 20.623.564 ‐14.335.154 392.772 5.041.426 ‐4.648.654 112.234 4.767.819 ‐4.655.585 435.075 4.980.154 ‐4.545.079 2.426.044 14.591.090 ‐12.165.046 1.113.893 183.139 930.754 856.002 571.557 284.445 458.923 130.126 328.797 871.682 238.792 632.890 628.015 126.025 501.990 61.224 0 61.224 847.792 41.626 806.166 8.997.374 15.999 8.981.375 859.188 49.225 809.963 9.758.703 328.417 9430.286 11.401.593 527.610 10.873.983 7.802.338 566.299 7.236.039 9.130.463 937.107 8.193.356 8.997.719 529.836 8.467.883 127.028 16.095 110.933 520.024 326.115 193.909 389.518 120.470 269.048 7.105.339 656.727 6.448.612 1.467.721 0 1.467.721 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 106.597 174 106.423 3.537 0 3.537 41.393 22.855 18.538 1.798 339 1.459 2.254.874 4.378.856 ‐2.123.982 2.630.145 4.855.107 ‐2.224.962 2.715.406 5.472.040 ‐2.756.634 1.128.649 4.549.409 ‐3.420.760 792.829 5.867.717 ‐5.074.888 730.784 252.382 478.402 4.221.453 236.197 3.985.256 3.458.197 100.637 3.357.560 3.362.651 55.427 3.307.224 498.081 526.898 ‐28.817 341.977 718.542 ‐376.565 107.339 1.759.606 ‐1.652.267 69.016 3.108.960 ‐3.039.944 102.581 2.814.637 2.712.056 3.209 9.171.843 ‐9.168.634 939.837 9.428.361 ‐8.488.524 2.660.935 7.227 2.653.708 6.211.373 17.616.907 ‐11.405.534 Total 20.741.497 195.967.273 ‐175.225.776 2.120.699 438.494.027 ‐436.373.328 9.308.288 24.370.324 ‐15.062.036 837.030 6.189.285 ‐5.352.255 36.273.912 123.503.202 ‐87.229.290 14.704.073 1.366.176 13.346.492 63.969.416 4.502.193 59.467.223 5.432.086 27.169 5.404.917 22.502.779 26.169.385 ‐3.666.606 11.193.158 45.632.420 ‐29.015.150 22 Lampiran 3. Perkembangan Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Tanaman Hias Tahun 2000‐2010. (US$000) Jenis Krisan Eksport Import Neraca Mawar Eksport Import Neraca Anggrek Eksport Import Neraca 2000 2001 0 0 0 26.982 33.154 ‐6.172 1.138.624 346.369 792.255 0 0 0 893 7.618 ‐6.725 1.435.522 423.920 1.011.602 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 646.601 580 646.021 960.557 11.129 949.428 217.371 16.880 200.491 1.397.751 45.265 1.352.486 1.596 18.238 ‐16.642 332 1.364 ‐1.032 0 15.263 ‐15.263 0 0 0 33 889 856 276.205 183.111 93.094 184.949 134 184.815 208.736 16.221 192.515 938.405 133.404 805.001 1.189.558 182.734 1.006.824 1.710.982 226.882 1.484.100 1.325.954 350.047 975.907 1.430.994 537.750 893.244 1.232.199 314.374 917.825 919.995 40.253 879.742 727.706 50 727.656 815.697 372.960 442.737 886.350 654 885.696 Total 3.222.280 73.854 3.148.426 1.638.131 409.396 1.230.447 12.813.581 2.795.993 10.017.588 23