BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertambangan1 merupakan industri yang dapat memberikan manfaat ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa mineral2 dan batubara3 mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap sumber keuangan negara. Dalam konteks ini, World Bank pernah merilis bahwa sebanyak 56 negara di dunia merupakan penghasil tambang dan penyuplai energi bagi kebutuhan aktivitas manusia. Selanjutnya World Bank juga menyebutkan bahwa sedikitnya 20 negara di dunia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap industri pertambangannya, dimana hasil tambang memberikan sumbangan 50 % dari total nilai ekspor terhadap negaranya dan tentunya ini memberikan efek terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, sumber daya alam ini lebih dikenal dengan mineral dan batubara (minerba). Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan 1 Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 2 Mineral adalah senyawa organik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam lepas atau padu. 3 Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 1 2 penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara4 untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.5 Hak negara menguasai atau hak penguasaan negara merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat. Hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.6 Bab III Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 4 ayat (2) menyatakan “Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah”. Pengaturan merupakan usaha dari negara untuk mengatur (menyusun) dan mengurus bahan-bahan galian yang terdapat di dalam perut bumi Indonesia. Pemberian izin merupakan usaha negara untuk memberikan izin kepada perorangan dan atau badan hukum dalam rangka pengusahaan bahan galian. Pembinaan merupakan usaha, tindakan dari negara dalam rangka pengusahaan bahan-bahan galian sehingga dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 2 ayat (2), menjelaskan Hak menguasai oleh Negara memberi wewenang untuk : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum anatara orangorang dengan bumi, air dan ruang-angkasa; c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 5 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Menimbang huruf “a”. 6 Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, hlm., 31. 3 Sementara itu, pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh negara atas pelaksanaan kegiatan pengusahaan bahan galian. 7 Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.8 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selain sebagai hukum dasar bidang politik juga merupakan hukum dasar di bidang ekonomi (economic constitutional) dan juga sosial (social constitutional).9 Di dalam batang tubuh konstitusi pengaturan tentang hukum dasar bidang ekonomi terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) yang menyatakan “Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” kemudian pasal 33 ayat (3) menyebutkan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.10 Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pada tanggal 12 Januari 2009 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia telah memutuskan untuk menetapkan 7 Salim HS., 2005, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm., 49. 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, Penjelasan Umum. 9 Jimly Asshiddique, 2005, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi: Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Konstitusi Press, Jakarta. “Sepanjang corak muatan yang diaturnya, UUD 1945 mendekati tradisi penulisan konstitusi di negara-negara sosialis seperti USSR, Cekoslowakia, Albania, Italia, Belarusia dan Hongaria, yang menempatkan konstitusi disamping sebagai hukum dasar politik, juga merupakan hukum dasar bidang ekonomi (economic constitutional) dan sosial (social constitutional)”. 10 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat (2) dan (3). 4 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti serta mencabut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Untuk dapat melaksanakan usaha di bidang pertambangan, badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perorangan maupun masyarakat setempat harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP)11 yang diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya masing-masing. Karakteristik pertambangan adalah non-renewable (tidak dapat diperbaharui), mempunyai resiko lebih tinggi dan pengusahaannya memiliki dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengusahaan komoditi lain pada umumnya.12 Dalam pengusahaan mineral dan batubara, badan swasta di Indonesia lazimnya melaksanakan dengan melalui perusahaan berbentuk perseroan terbatas, dimana permodalannya seluruhnya terdiri atas saham. Adapun saham adalah merupakan benda bergerak dan memiliki sifat yang dapat dialihkan (transferable).13 Pegalihan saham secara hukum dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : jual-beli, hibah dan waris. 11 Izin Usaha Pertambangan atau disebut juga IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 12 Arief Budimanta, 2010, Menuju Pertambangan yang Berkelanjutan di Era Desentralisasi, Penerbit ITB, Bandung, hal. 1. 13 Pasal 55 sampai dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5 Akuisisi atau pengambil-alihan14 saham guna mengimplementasikan suatu strategi bisnis tertentu sebagai bagian corporate action dalam bidang pertambangan mineral dan batubara sering dilakukan melalui mekanisme transaksi jual beli saham. Dalam akuisisi saham suatu perseroan terbatas sebagai pemegang izin usaha pertambangan (IUP), akan menjual saham yang dimilikinya kepada pihak ketiga. Pembelian saham suatu perseroan terbatas sepanjang tidak mengakibatkan peralihan pemegang saham pengendali, tidaklah diklasifikasikan sebagai pengambilalihan (acquisition). Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 memberikan defenisi bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan Perseroan dapat dilakukan dengan cara melakukan pembelian terhadap saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan (outstanding share), dan/atau membeli saham yang masih disimpan oleh Perseroan (saham dalam potepel). Pengambilalihan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pengambilalihan (pembelian) saham langsung dari pemegang saham15 dan pengambilalihan melalui Direksi Perseroan.16 14 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “Pengambilalihan” bukan “Akuisisi”. 15 Pengambilalihan perseroan yang dilakukan dengan cara membeli saham langsung dari pemegang saham pada dasarnya merupakan bentuk jual beli saham biasa. Untuk hal yang seperti ini Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tidak memberikan pengaturan secara khusus. Ketentuan hukum perdata (khususnya hukum perikatan) dan ketentuan Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 6 Transaksi jual-beli saham dalam rangka pengambilalihan/akuisisi selanjutnya akan dituangkan secara hukum dalam kontrak jual-beli saham, dimana terdapat para pihak yang menandatanganinya, yaitu: (i) pihak penjual sebagai pemegang saham perseroan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP); dan (ii) pihak pembeli saham dari perseroan pemegang IUP. Dalam proses pengambilalihan/akuisisi perseroan terbatas sebagai pemegang IUP dengan cara jual-beli saham ini, perseroan pemegang IUP dapat disebut juga sebagai target company, dan pihak pembeli saham perseroan pemegang IUP disebut sebagai acquiror. Penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan sejumlah saham yang dijual target company dengan kompensasi pembayaran senilai transaksi jual-beli saham yang telah disepakati, dan pembeli (acquiror) memiliki hak untuk menerima dan memiliki saham perseroan (target company) pemegang IUP dengan kewajiban menyerahkan pembayaran untuk sejumlah harga jual saham tersebut. Usaha bidang pertambangan adalah jenis usaha padat modal, padat teknologi, dan juga padat risiko, untuk menghadapi tantangan serta risiko usaha ini, maka akuisisi/pengambilalihan perseroan pemegang IUP atau pengalihannya sampai dengan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut adalah suatu hal yang sangat mungkin dilakukan pengusaha atau investor di bidang pertambangan mineral dan batubara. serta Anggaran Dasar Perseroan sepanjang mengatur tentang peralihan saham dianggap telah cukup. Tri Budiyono, 2011, Hukum Perusahaan, Griya Media, Salatiga, hlm. 219. 16 Pengambilalihan melalui Direksi ini, menunjukkan bahwa Direksi memiliki peran sentral dalam proses pengambilalihan. Pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambilalih, masingmasing Direksi dengan persetujuan Komisaris akan menyusun rancangan pengambilalihan. Ibid., hlm., 219. 7 Pilihan corporate action ini adalah tentu juga sangat sarat diwarnai oleh risiko investasi. Namun pilihan untuk melakukan corporate action ini harus diakui terkadang sengaja dimanfaatkan sebagian kalangan sebagai jalan pintas untuk mencari keuntungan dengan menjadikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagai komoditas untuk diperjual-belikan. Fenomena ini dapat dibaca dengan banyaknya para mediator (baca calo) sebagai penghubung antara pemilik IUP dan calon pembeli yang mencari IUP. Di sisi lain tidak dipungkiri juga, tidak sedikit perseroan yang memilih corporate action berupa penjualan atau pengalihan sahamnya dengan tujuan murni untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan yang dilakukannya. Maraknya fenomena menjadikan IUP sebagai komiditi ini juga berdampak terhadap iklim investasi di bidang mineral dan batubara. Fenomena IUP sebagai komiditi ini kemudian menjadi salah satu latar belakang sosial yang mewarnai diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur secara eksplisit ketentuan tentang pengalihan kepemilikan dan/atau saham perusahaan pemegang IUP. Undang-Undang ini secara lengkap memberikan arahan dan batasan dalam Pasal 93 ; Ayat (1) “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.” Ayat (2) “Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.” Ayat (3) “Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat: 8 a. Harus memberitahu kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan b. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Diundangkannya ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 93 UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut, telah diikuti dan ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang berhubungan dan mengatur tentang pengalihan kepemilikan dan/atau saham perusahaan pemegang IUP.17 Mempertimbangkan hubungan tarik-menarik yang berawal dari fenomena IUP sebagai komiditi yang kemudian berkontribusi mewarnai lahirnya UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 dan dampak terhadap investasi di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara, penulis melihat penelitian ini sangat siginifikan untuk diteliti. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah konsistensi penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berkaitan dengan ketentuan perubahan pemegang saham dan pengalihan Izin Usaha Pertambangan? 17 Diantaranya adalah : 1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara; 3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham, Serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan mineral dan Batubara. 9 2. Bagaimana dampak pengaturan perubahan pemegang saham dan pengalihan Izin Usaha Pertambangan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap investasi di bidang pertambangan? C. Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan penelitian dari penulisan tesis ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsistensi penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berkaitan dengan perubahan pemegang saham dan pengalihan Izin Usaha Pertambangan. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji dampak pengaturan perubahan pemegang saham dan pengalihan izin usaha pertambangan terhadap investasi di bidang pertambangan. D. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Memberi sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ada untuk menunjang mata kuliah Ilmu Hukum khususnya yang berkaitan dengan investasi di bidang pertambangan. 2. Penulisan Hukum ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Gadjah Mada. 10 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai konsistensi penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara atas perubahan pemegang saham dan pengalihan izin usaha pertambangan, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan dengan pokok permasalahan yang sama seperti dalam penulisan ini. Namun beberapa tulisan karya ilmiah yang membahas berkaitan pertambangan diantaranya yang ditulis oleh Tri Hayati, Disertasi dengan judul “Perizinan Pertambangan di Era Reformasi Pemerintahan Daerah Studi tentang Perizinan Pertambangan Timah di Pulau Bangka”. Muhammad Reza Alfiandri, Skripsi “Tinjauan Yuridis Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara”. Tesis “Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dari Aspek Hukum Bisnis”, disusun oleh Singgih Widagdo. Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara “Evaluasi Terhadap Kebijakan Penyelenggara Negara Berdasarkan Kerangka Umum Hukum Administrasi Negara (study kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara)”. Dari beberapa karya ilmiah yang penulis sebutkan di atas, tidak ditemukan pokok bahasan yang sama atau bahasan masalah sebagaimana penelitian yang akan penulis teliti, walaupun tiap-tiap karya ilmiah tersebut memiliki kesamaan obyek penelitian di bidang pertambangan mineral dan batubara, sehingga penulis 11 menyakini penulisan dengan pokok permasalahan yang penulis tentukan layak untuk diteliti dan diharapkan dapat memberikan manfaat sumbangan pikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan investasi di bidang pertambangan. Dalam tesis ini penulis akan meneliti konsistensi penerapan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dan dampaknya terhadap investasi di bidang pertambangan atas pengaturan terhadap perubahan pemegang saham dan pengalihan izin usaha pertambangan. Permasalahan ini merupakan faktor penting yang berdampak besar dan sangat berpengaruh terhadap investasi, kinerja pertambangan dan pendapatan negara dari sektor pertambangan serta sebagian masyarakat yang bersinggungan langsung dengan dunia pertambangan. Hal ini merupakan permasalahan yang akan diteliti dan penulis melihat belum ada penelitian sebelumnya yang telah menelitinya.