1 motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga

advertisement
MOTIVASI KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG
MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
URANGAGUNG SIDOARJO
HANUM RISKA AMELIA
1212010015
SUBJECT:
Motivasi, Keluarga, Gangguan Jiwa
DESCRIPTION:
Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang
perlu mendapat perhatian lebih khususnya bagi keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Rendahnya motivasi dari keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa menyebabkan pemberian asuhan keperawatan pada keluarga tidak
terlaksana dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah
motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Populasinya adalah 30 orang yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dengan sampel sebanyak 30 responden. Teknik sampling yang digunakan
yaitu total sampling. Pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Urangagung
pada tanggal 22-27 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan Intrinsic
Motivation Inventory (IMI). Analisa data menggunakan distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu
sebanyak 17 responden (56,7%). Sebagian kecil responden mempunyai motivasi rendah
yaitu 8 responden (26,7%) dan sebagian kecil responden mempunyai motivasi tinggi yaitu
5 responden (16,7%).
Motivasi sedang yang dimiliki responden disebabkan oleh minat, persepsi tentang
kemampuan, upaya, tekanan, persepsi tentang alasan, nilai/manfaat dan kekerabatan.
Selain itu kurangnya pemahaman dan kemampuan responden dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu kesibukan responden dengan
pekerjaannya sehari-hari menyebabkan perhatian responden kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa masih kurang.
Motivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
termasuk dalam kategori sedang. Petugas kesehatan atau perawat harus lebih
meningkatkan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan dalam penangan pasien
gangguan jiwa khususnya dalam memberikan konseling kepada keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
ABSTRACT
Mental disorder is still a serious problem of mental health in Indonesia that need
more attention, especially for families who experience mental illness. Low motivation of
family in caring for family members with mental illness lead not well performed family
nursing care. The purpose of this study was to determine the motivation of the family in
caring for family members with mental illness.
1
This is a descriptive research. The variable in this study is the motivation of the
family in caring for family members with mental illness. The population is 30 people who
have family members with mental disorders with a sample of 30 respondents. The
sampling technique used is total sampling. Data is collected in Health Center Urangagung
from 22-27 June 2015. The data was collected by using a questionnaire. Data was analyzed
by using frequency distribution.
The results suggests that most respondents are motivated in caring for family
members with mental illness i.e 17 respondents (56.7%). A small proportion of
respondents have low motivation i.e 8 respondents (26,7%) and respondents have high
motivation i.e 5 respondents (16,7%)
Respondent’s moderate motivation is due to the interests, perceptions of ability,
effort, stress, perception of the reason, the value / benefits and kinship. In addition to
lacking of understanding and the ability of respondents in caring for family members with
mental illness. Besides respondents’ activity including daily work led to the respondent's
lacking attention to family members who experience mental illness.
Motivation in caring for family members with mental disorders can be categorized
into the medium category. Health workers or nurses should further improve their
performance in providing nursing care in handling mental patients, especially in providing
counseling to families in caring for family members with mental illness.
Keywords: Motivation, Family, Mental Disorder
Contributor
: 1. Budi Prasetyo, M.Kep.,Ns.
2. Yudha Laga HK, S.Psi
Date
: 9 Juli 2015
Type Material : Laporan Penelitian
Edentifier
:Right
: Open Document
SUMMARY :
Latar Belakang
Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang
perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional tentang upaya
pencegahan dan penanganan persoalan kesehatan jiwa masyarakat. Mengurangi jumlah
penderita gangguan jiwa, sejumlah upaya telah dilakukan Kementrian Kesehatan, salah
satunya dengan memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit serta
memberikan pelatihan dan peningkatan kemandirian bagi penderita gangguan jiwa.
Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama kebijakan kesehatan nasional,
namun program tersebut tidak akan sukses apabila tidak ada dukungan dari keluarga
pasien (Lestari, 2014).
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan
perawatan utama bagi klien ganggun jiwa. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
asuhan yang diperlukan di rumah (Yosep, 2008). Rendahnya peran keluarga juga dipicu
oleh rendahnya motivasi dari keluarga sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan
faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia karena dengan adanya motivasi maka
manusia akan berusaha semampunya untuk mencapai tujuan (Setiadi, 2008). Keluarga
diharapkan mengerti, yang pada akhirnya dapat berperan secara aktif sebagai pendukung
utama bagi penderita. Meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya serta tidak rentan
lagi terhadap pengaruh stresor psikososial (Notoadmojo, 2007).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2013 jumlah
gangguan jiwa akan meningkat mencapai 450.000 penduduk di seluruh dunia. Riset
Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai
2
4,6% dan gangguan mental emosional sebesar 11,6% (BPPK, 2013). Survei Dinas
Kesehatan Jawa Timur (2012) data kunjungan gangguan jiwa di Puskesmas Provinsi Jawa
Timur sebanyak 368.994 jiwa, jumlah kunjungan rawat jalan 9.085.656 jiwa, jumlah
kunjungan rawat inap 422.510 jiwa. Kabupaten Sidoarjo sendiri jumlah kunjungan pasien
gangguan jiwa rawat jalan sebanyak 1.397.317 jiwa dan kunjungan gangguan jiwa rawat
inap sebanyak 15.006 jiwa (Dinkes Jatim, 2012). Data diatas menunjukkan besarnya
jumlah penderita gangguan jiwa yang memerlukan bantuan oleh anggota keluarga.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Urangagung didapatkan
jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa baru tahun 2014 sebanyak 215 orang, sedangkan
jumlah kunjungan lama sebanyak 392 orang. Jumlah klien yang rawat jalan sebanyak 6
orang. Data gangguan jiwa yang ditelantarkan/dipasung sebanyak 6 orang. Dari
wawancara yang dilakukan kepada 5 orang yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa,
3 orang yang kurang memberikan perhatian kepada pasien gangguan jiwa sedangkan 2
orang yang memberikan perhatian kepada pasien gangguan jiwa. Kondisi fisik pada pasien
gangguan jiwa mengalami beberapa bekas luka di bagian kulit kaki dan tangan dan pasien
tampak selalu menyendiri.
Penelitian yang Sisky (2010) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
motivasi keluarga dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa di
Politeknik RSJ Prof. HB Saanin Padang kepada 80 pasien, didapatkan 51,3% responden
memiliki motivasi rendah, 58,8 % berpengetahuan rendah, 65,0% memiliki nilai/keyakinan
yang rendah, 61,3 % memiliki emosi yang tidak labil, 57,5% memiliki persepsi yang
negatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi keluarga dalam merawat
pasien gangguan jiwa masih rendah.
Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang
lebih besar dari keluarga dan masyarakat disekitarnya dibandingkan dengan penyakit
medis lainnya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi,
misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Tetapi bila pasien
tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan
menjadi tontonan masyarakat. Hal ini menunjukkan masih rendahnya motivasi keluarga
dalam merawat pasien gangguan jiwa (Kelliat, 2008).
Motivasi keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang
berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Keluarga merupakan
faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien gangguan
jiwa. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Gangguan jiwa dapat dikontrol
dengan baik. Hal ini tentunya tidak lepas dari motivasi dan kemampuan keluarga merawat
anggota keluarganya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat
memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 2008).
Instansi pelayanan kesehatan (RSJ) dapat memberikan kebijakan dalam menetapkan
program-program kesehatan jiwa baik untuk pembinaan kesehatan keluarga maupun
masyarakat secara lintas sector dan rumah sakit hendaknya memberikan sarana informasi
untuk menambah pengetahuan keluarga tentang peran sertanya dalam perawatan klien
gangguan jiwa (Sisky, 2010).
Keluarga sebaiknya bisa memberikan perhatian yang lebih dan memberikan
motivasi pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam proses
penyembuhan penderita. Diharapkan keluarga lebih sabar dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan lebih memainkan perannya sebagai keluarga
baik formal maupun non formal (Arfiandinata, 2013).
Berdasarkan fenomena diatas, motivasi keluarga merupakan hal yang penting
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di masyarakat, maka
3
peneliti tertarik untuk mendapatkan gambaran tentang motivasi keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Urangagung.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian
ini adalah motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Urangagung dalam 3 bulan terakhir,
kunjungan tiap bulannya terdapat 30 orang dengan sampel sebanyak 30 orang. Teknik
sampling yang digunakan adalah total sampling. Pengambilan data dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Urangagung pada tanggal 22-27 Juni 2015. Pengumpulan data dengan
menggunakan lembar kuesioner baku dari Intrinsic Motivation Inventory (IMI) yang
diadopsi dari Deci dan Ryan (1985). Analisa data menggunakan deskriptif statistik tipe
distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu
sebanyak 17 responden (56,7%). Motivasi ini meliputi minat, persepsi tentang kemampuan,
upaya, tekanan, persepsi tentang alasan, nilai/manfaat dan kekerabatan.
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan
perawatan utama bagi klien ganggun jiwa. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
asuhan yang diperlukan di rumah (Yosep, 2008). Rendahnya peran keluarga juga dipicu
oleh rendahnya motivasi dari keluarga sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan
faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia karena dengan adanya motivasi maka
manusia akan berusaha semampunya untuk mencapai tujuan (Setiadi, 2008). Motivasi
keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada
keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Keluarga merupakan faktor penting
yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Keluarga
yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal (Keliat, 2008).
Indikator minat sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang yaitu
sebanyak 22 responden (73,3%). Sesuai Nondyawati (2015) minat responden untuk
termotivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa yang rendah,
dengan minat rendah maka motivasi akan sulit terbentuk atau tidak terbentuk sama sekali.
Indikator persepsi tentang kemampuan hampir setengah responden mempunyai
motivasi sedang yaitu sebanyak 13 responden (43,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Damayanti (2010) yang menerangkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif
cukup pada kelompok keluarga sebesar 38,73%, rata-rata kemampuan afektif baik pada
kelompok keluarga sebesar 40,11 dan rata-rata kemampuan psikomotor pada kelompok
keluarga sebesar 33,05%. Kemampuan anggota keluarga cukup baik dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, responden merasa mampu merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan cukup baik
Indikator upaya setengah responden mempunyai motivasi tinggi yaitu sebanyak 15
responden (50%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sasmaida
Saragih (2013) yang menerangkan bahwa sebagian besar upaya keluarga dalam perawatan
anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di rumah adalah negatif yakni sebanyak 21
responden (63,6%). Responden pasien mengatakan bahwa beberapa anggota keluarga
menunjukkan sikap enggan mengajak pasien berpartisipasi dalam keluarga, ada yang
menjauhi, menghindari dan membenci pasien tersebut.
4
Indikator tekanan sebagian besar responden mempunyai motivasi tinggi yaitu
sebanyak 17 responden (56,7%), sesuai dengan penelitian Lestari (2014) yang
menerangkan bahwa 100% responden tidak setuju terhadap tindakan pasung dan 100%
memilih pengobatan yang lain. Keluarga mengungkapkan alasan tidak setuju dengan
tindakan pasung dan setuju apabila memilih cara pengobatan yang lain antara lain karena
merasa kasihan, menyiksa, penderita malah tidak bisa sembuh, bisa melukai, tambah
tertekan, tidak bisa bergerak bebas, tidak manusiawi tidak tega, dan tidak ada artinya
dipasung tanpa diobati.
Indikator persepsi tentang alasan sebagian besar responden mempunyai motivasi
sedang yaitu sebanyak 17 responden (56,7%), sesuai Lestari (2013) yang menjelaskan
bahwa keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling
banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien.
Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien.
Alasan utama pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa adalah: Keluarga merupakan
lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien, Keluarga (dianggap) paling
mengetahui kondisi pasien, Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan
adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien, Pasien yang mengalami gangguan jiwa
nantinya akan kembali kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga.
Responden banyak yang menunjukkan motivasi yang cukup tinggi dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami ganggaun jiwa dengan alasan keluarga merupakan pemberi
perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan
ketenangan jiwa bagi pasien.
Indikator nilai/manfaat hampir setengah responden mempunyai motivasi sedang
yaitu sebanyak 13 responden (43,3%) dan pada indikator kekerabatan sebagian besar
responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 18 responden (60%), sesuai Brown
& Bradley dalam Arahman (2012) keluarga akan sangat terbebani dengan kondisi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali
tidak mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah
gangguan jiwa salah satu anggota keluarganya. Kekhawatiran akan semakin meningkat
tanpa pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga. Terkadang
masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di dalam keluarga
sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan jiwa. Responden yang
kebanyakan adalah orang tua penderita gangguan jiwa menunjukkan motivasi yang sedang
dikarenakan responden menganggap anak adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa
sehingga harus diasuh dengan baik, meskipun anaknya atau anggota keluarga mengalami
gangguan jiwa tetapi orang tua selalu memberikan perhatian pada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Motivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah umur, dimana hampir setengah
responden berumur 36-40 tahun yaitu sebanyak 12 responden (40%). Umur dapat
mempengaruhi seseorang, semakin cukup tingkat pengetahuan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan menerima informasi dari segi kepercayaan
masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum
cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan
jiwanya. (Wawan A, 2010)
Responden yang mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa adalah responden yang berumur 36-40 tahun. Responden
yang sudah dewasa akan lebih matang dalam melakukan segala bentuk pekerjaan, terutama
dalam hal merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Semakin dewasa
usia responden menyebabkan responden banyak mendapatkan informasi dan pengalaman
5
tentang cara merawat pasien gangguan jiwa sehingga menyebabkan responden mempunyai
motivasi yang cukup baik.
Motivasi responden juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana hampir
setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Notoatmojo (2008) Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku sehingga di
dalam masyarakat pendidikan harus membimbing ke arah suatu kepercayaan yang
memberikan dorongan motivasi yang sesuai dengan kecakapan yang diperlukan serta
kesempatan untuk berlatih. Pendidikan mempunyai tiga aspek yaitu pembentukan
kepribadian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pengetrapan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan penelitian pendidikan berpengaruh terhadap motivasi responden
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sasaran yang
berpendidikan menengah dan tinggi akan lebih termotivasi dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu responden yang berpendidikan yang
lebih tinggi akan lebih baik dalam cara berfikir maupun dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga semakin tinggi pendidikan itu, maka makin
besar pula responden yang memiliki motivasi tinggi dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Motivasi responden juga dipengaruhi oleh pekerjaan, dimana sebagian besar
responden adalah pekerja swasta yaitu sebanyak 21 responden (70%). Wawan dan Dewi
(2010) Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi
lebih banyak merupakan cara mencari nafkah. Sedangkan bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga.
Responden yang bekerja cenderung sibuk dengan pekerjaannya sehingga kurang
memperhatikan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Maka dari itu pekerjaan
dapat dijadikan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Penghasilan dari pekerjaan responden juga dapat
digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam melakukan perawatan pada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan juga
dapat dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan dalam keluarga, dimana hampir seluruh
responden merupakan orang tua penderita gangguan jiwa yaitu sebanyak 27 responden
(90%). Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan.
Keluarga merupakan mekanisme kontrol bagi perilaku individu terhadap kesehatan,
persepsi seseorang terhadap kesehatan tidak hanya dilakukan oleh individu yang
bersangkutan saja, tapi berlangsung dalam jaringan sosial dan unsur-unsur pengelompokan
seperti jaringan kekerabatan dan keluarga. Tapi realitas yang terjadi saat ini fungsi dari
keluarga luas tidak berjalan seperti idealnya misalnya dalam proses pengobatan salah satu
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa hanya dilakukan oleh keluarga inti saja
sedangkan peranan keluarga luas tidak berjalan (Fhitrishia, 2008).
Adanya motivasi pada responden dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan/keluarga antara
responden dengan penderita gangguan jiwa yang rata-rata adalah ayah penderita gangguan
jiwa sendiri, sehingga responden menunjukkan perawatan dan perlindungan baik fisik
maupun sosial kepada anaknya/penderita gangguan jiwa.
6
Simpulan
Sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Rekomendasi
Keluarga dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa untuk menunjang kesehatan dan kesembuhan anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Hendaknya tidak hanya ayah atau ibu tetapi anggota
keluarga dan masyarakat juga turut andil dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan jiwa. Petugas kesehatan atau perawat harus lebih meningkatkan
kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan dalam penangan pasien gangguan jiwa
khususnya dalam memberikan konseling kepada keluarga untuk merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi peluang
dalam pelaksanaan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian
dan pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat, khususnya dalam memberikan
asuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa. Peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan konsep atau melakukan penelitian tentang motivasi seluruh keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Alamat Correspondensi :
- Alamat rumah : Sungon RT.23/RW.07 Suko Sidoarjo
- Email
: [email protected]
- No. HP
: 085730002336
7
Download