MOTIVASI KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS URANGAGUNG SIDOARJO HANUM RISKA AMELIA 1212010015 SUBJECT: Motivasi, Keluarga, Gangguan Jiwa DESCRIPTION: Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih khususnya bagi keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Rendahnya motivasi dari keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa menyebabkan pemberian asuhan keperawatan pada keluarga tidak terlaksana dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Populasinya adalah 30 orang yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan sampel sebanyak 30 responden. Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling. Pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Urangagung pada tanggal 22-27 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan Intrinsic Motivation Inventory (IMI). Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu sebanyak 17 responden (56,7%). Sebagian kecil responden mempunyai motivasi rendah yaitu 8 responden (26,7%) dan sebagian kecil responden mempunyai motivasi tinggi yaitu 5 responden (16,7%). Motivasi sedang yang dimiliki responden disebabkan oleh minat, persepsi tentang kemampuan, upaya, tekanan, persepsi tentang alasan, nilai/manfaat dan kekerabatan. Selain itu kurangnya pemahaman dan kemampuan responden dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu kesibukan responden dengan pekerjaannya sehari-hari menyebabkan perhatian responden kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa masih kurang. Motivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa termasuk dalam kategori sedang. Petugas kesehatan atau perawat harus lebih meningkatkan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan dalam penangan pasien gangguan jiwa khususnya dalam memberikan konseling kepada keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. ABSTRACT Mental disorder is still a serious problem of mental health in Indonesia that need more attention, especially for families who experience mental illness. Low motivation of family in caring for family members with mental illness lead not well performed family nursing care. The purpose of this study was to determine the motivation of the family in caring for family members with mental illness. 1 This is a descriptive research. The variable in this study is the motivation of the family in caring for family members with mental illness. The population is 30 people who have family members with mental disorders with a sample of 30 respondents. The sampling technique used is total sampling. Data is collected in Health Center Urangagung from 22-27 June 2015. The data was collected by using a questionnaire. Data was analyzed by using frequency distribution. The results suggests that most respondents are motivated in caring for family members with mental illness i.e 17 respondents (56.7%). A small proportion of respondents have low motivation i.e 8 respondents (26,7%) and respondents have high motivation i.e 5 respondents (16,7%) Respondent’s moderate motivation is due to the interests, perceptions of ability, effort, stress, perception of the reason, the value / benefits and kinship. In addition to lacking of understanding and the ability of respondents in caring for family members with mental illness. Besides respondents’ activity including daily work led to the respondent's lacking attention to family members who experience mental illness. Motivation in caring for family members with mental disorders can be categorized into the medium category. Health workers or nurses should further improve their performance in providing nursing care in handling mental patients, especially in providing counseling to families in caring for family members with mental illness. Keywords: Motivation, Family, Mental Disorder Contributor : 1. Budi Prasetyo, M.Kep.,Ns. 2. Yudha Laga HK, S.Psi Date : 9 Juli 2015 Type Material : Laporan Penelitian Edentifier :Right : Open Document SUMMARY : Latar Belakang Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional tentang upaya pencegahan dan penanganan persoalan kesehatan jiwa masyarakat. Mengurangi jumlah penderita gangguan jiwa, sejumlah upaya telah dilakukan Kementrian Kesehatan, salah satunya dengan memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit serta memberikan pelatihan dan peningkatan kemandirian bagi penderita gangguan jiwa. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama kebijakan kesehatan nasional, namun program tersebut tidak akan sukses apabila tidak ada dukungan dari keluarga pasien (Lestari, 2014). Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan perawatan utama bagi klien ganggun jiwa. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan di rumah (Yosep, 2008). Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh rendahnya motivasi dari keluarga sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia karena dengan adanya motivasi maka manusia akan berusaha semampunya untuk mencapai tujuan (Setiadi, 2008). Keluarga diharapkan mengerti, yang pada akhirnya dapat berperan secara aktif sebagai pendukung utama bagi penderita. Meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya serta tidak rentan lagi terhadap pengaruh stresor psikososial (Notoadmojo, 2007). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2013 jumlah gangguan jiwa akan meningkat mencapai 450.000 penduduk di seluruh dunia. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 2 4,6% dan gangguan mental emosional sebesar 11,6% (BPPK, 2013). Survei Dinas Kesehatan Jawa Timur (2012) data kunjungan gangguan jiwa di Puskesmas Provinsi Jawa Timur sebanyak 368.994 jiwa, jumlah kunjungan rawat jalan 9.085.656 jiwa, jumlah kunjungan rawat inap 422.510 jiwa. Kabupaten Sidoarjo sendiri jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa rawat jalan sebanyak 1.397.317 jiwa dan kunjungan gangguan jiwa rawat inap sebanyak 15.006 jiwa (Dinkes Jatim, 2012). Data diatas menunjukkan besarnya jumlah penderita gangguan jiwa yang memerlukan bantuan oleh anggota keluarga. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Urangagung didapatkan jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa baru tahun 2014 sebanyak 215 orang, sedangkan jumlah kunjungan lama sebanyak 392 orang. Jumlah klien yang rawat jalan sebanyak 6 orang. Data gangguan jiwa yang ditelantarkan/dipasung sebanyak 6 orang. Dari wawancara yang dilakukan kepada 5 orang yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa, 3 orang yang kurang memberikan perhatian kepada pasien gangguan jiwa sedangkan 2 orang yang memberikan perhatian kepada pasien gangguan jiwa. Kondisi fisik pada pasien gangguan jiwa mengalami beberapa bekas luka di bagian kulit kaki dan tangan dan pasien tampak selalu menyendiri. Penelitian yang Sisky (2010) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi keluarga dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa di Politeknik RSJ Prof. HB Saanin Padang kepada 80 pasien, didapatkan 51,3% responden memiliki motivasi rendah, 58,8 % berpengetahuan rendah, 65,0% memiliki nilai/keyakinan yang rendah, 61,3 % memiliki emosi yang tidak labil, 57,5% memiliki persepsi yang negatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa masih rendah. Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari keluarga dan masyarakat disekitarnya dibandingkan dengan penyakit medis lainnya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat. Hal ini menunjukkan masih rendahnya motivasi keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa (Kelliat, 2008). Motivasi keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Gangguan jiwa dapat dikontrol dengan baik. Hal ini tentunya tidak lepas dari motivasi dan kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya. Selain itu, dorongan yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 2008). Instansi pelayanan kesehatan (RSJ) dapat memberikan kebijakan dalam menetapkan program-program kesehatan jiwa baik untuk pembinaan kesehatan keluarga maupun masyarakat secara lintas sector dan rumah sakit hendaknya memberikan sarana informasi untuk menambah pengetahuan keluarga tentang peran sertanya dalam perawatan klien gangguan jiwa (Sisky, 2010). Keluarga sebaiknya bisa memberikan perhatian yang lebih dan memberikan motivasi pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam proses penyembuhan penderita. Diharapkan keluarga lebih sabar dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan lebih memainkan perannya sebagai keluarga baik formal maupun non formal (Arfiandinata, 2013). Berdasarkan fenomena diatas, motivasi keluarga merupakan hal yang penting dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di masyarakat, maka 3 peneliti tertarik untuk mendapatkan gambaran tentang motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Urangagung. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Urangagung dalam 3 bulan terakhir, kunjungan tiap bulannya terdapat 30 orang dengan sampel sebanyak 30 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Urangagung pada tanggal 22-27 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner baku dari Intrinsic Motivation Inventory (IMI) yang diadopsi dari Deci dan Ryan (1985). Analisa data menggunakan deskriptif statistik tipe distribusi frekuensi. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu sebanyak 17 responden (56,7%). Motivasi ini meliputi minat, persepsi tentang kemampuan, upaya, tekanan, persepsi tentang alasan, nilai/manfaat dan kekerabatan. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan perawatan utama bagi klien ganggun jiwa. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan di rumah (Yosep, 2008). Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh rendahnya motivasi dari keluarga sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia karena dengan adanya motivasi maka manusia akan berusaha semampunya untuk mencapai tujuan (Setiadi, 2008). Motivasi keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal (Keliat, 2008). Indikator minat sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 22 responden (73,3%). Sesuai Nondyawati (2015) minat responden untuk termotivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa yang rendah, dengan minat rendah maka motivasi akan sulit terbentuk atau tidak terbentuk sama sekali. Indikator persepsi tentang kemampuan hampir setengah responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 13 responden (43,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damayanti (2010) yang menerangkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif cukup pada kelompok keluarga sebesar 38,73%, rata-rata kemampuan afektif baik pada kelompok keluarga sebesar 40,11 dan rata-rata kemampuan psikomotor pada kelompok keluarga sebesar 33,05%. Kemampuan anggota keluarga cukup baik dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, responden merasa mampu merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan cukup baik Indikator upaya setengah responden mempunyai motivasi tinggi yaitu sebanyak 15 responden (50%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sasmaida Saragih (2013) yang menerangkan bahwa sebagian besar upaya keluarga dalam perawatan anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di rumah adalah negatif yakni sebanyak 21 responden (63,6%). Responden pasien mengatakan bahwa beberapa anggota keluarga menunjukkan sikap enggan mengajak pasien berpartisipasi dalam keluarga, ada yang menjauhi, menghindari dan membenci pasien tersebut. 4 Indikator tekanan sebagian besar responden mempunyai motivasi tinggi yaitu sebanyak 17 responden (56,7%), sesuai dengan penelitian Lestari (2014) yang menerangkan bahwa 100% responden tidak setuju terhadap tindakan pasung dan 100% memilih pengobatan yang lain. Keluarga mengungkapkan alasan tidak setuju dengan tindakan pasung dan setuju apabila memilih cara pengobatan yang lain antara lain karena merasa kasihan, menyiksa, penderita malah tidak bisa sembuh, bisa melukai, tambah tertekan, tidak bisa bergerak bebas, tidak manusiawi tidak tega, dan tidak ada artinya dipasung tanpa diobati. Indikator persepsi tentang alasan sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 17 responden (56,7%), sesuai Lestari (2013) yang menjelaskan bahwa keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien. Alasan utama pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa adalah: Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien, Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien, Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien, Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga. Responden banyak yang menunjukkan motivasi yang cukup tinggi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami ganggaun jiwa dengan alasan keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien. Indikator nilai/manfaat hampir setengah responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 13 responden (43,3%) dan pada indikator kekerabatan sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang yaitu sebanyak 18 responden (60%), sesuai Brown & Bradley dalam Arahman (2012) keluarga akan sangat terbebani dengan kondisi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah gangguan jiwa salah satu anggota keluarganya. Kekhawatiran akan semakin meningkat tanpa pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga. Terkadang masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan jiwa. Responden yang kebanyakan adalah orang tua penderita gangguan jiwa menunjukkan motivasi yang sedang dikarenakan responden menganggap anak adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga harus diasuh dengan baik, meskipun anaknya atau anggota keluarga mengalami gangguan jiwa tetapi orang tua selalu memberikan perhatian pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Motivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah umur, dimana hampir setengah responden berumur 36-40 tahun yaitu sebanyak 12 responden (40%). Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup tingkat pengetahuan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan menerima informasi dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. (Wawan A, 2010) Responden yang mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah responden yang berumur 36-40 tahun. Responden yang sudah dewasa akan lebih matang dalam melakukan segala bentuk pekerjaan, terutama dalam hal merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Semakin dewasa usia responden menyebabkan responden banyak mendapatkan informasi dan pengalaman 5 tentang cara merawat pasien gangguan jiwa sehingga menyebabkan responden mempunyai motivasi yang cukup baik. Motivasi responden juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana hampir setengah responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Notoatmojo (2008) Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku sehingga di dalam masyarakat pendidikan harus membimbing ke arah suatu kepercayaan yang memberikan dorongan motivasi yang sesuai dengan kecakapan yang diperlukan serta kesempatan untuk berlatih. Pendidikan mempunyai tiga aspek yaitu pembentukan kepribadian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pengetrapan ilmu pengetahuan. Berdasarkan penelitian pendidikan berpengaruh terhadap motivasi responden dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sasaran yang berpendidikan menengah dan tinggi akan lebih termotivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu responden yang berpendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam cara berfikir maupun dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga semakin tinggi pendidikan itu, maka makin besar pula responden yang memiliki motivasi tinggi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Motivasi responden juga dipengaruhi oleh pekerjaan, dimana sebagian besar responden adalah pekerja swasta yaitu sebanyak 21 responden (70%). Wawan dan Dewi (2010) Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Responden yang bekerja cenderung sibuk dengan pekerjaannya sehingga kurang memperhatikan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Maka dari itu pekerjaan dapat dijadikan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Penghasilan dari pekerjaan responden juga dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan juga dapat dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan dalam keluarga, dimana hampir seluruh responden merupakan orang tua penderita gangguan jiwa yaitu sebanyak 27 responden (90%). Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Keluarga merupakan mekanisme kontrol bagi perilaku individu terhadap kesehatan, persepsi seseorang terhadap kesehatan tidak hanya dilakukan oleh individu yang bersangkutan saja, tapi berlangsung dalam jaringan sosial dan unsur-unsur pengelompokan seperti jaringan kekerabatan dan keluarga. Tapi realitas yang terjadi saat ini fungsi dari keluarga luas tidak berjalan seperti idealnya misalnya dalam proses pengobatan salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa hanya dilakukan oleh keluarga inti saja sedangkan peranan keluarga luas tidak berjalan (Fhitrishia, 2008). Adanya motivasi pada responden dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan/keluarga antara responden dengan penderita gangguan jiwa yang rata-rata adalah ayah penderita gangguan jiwa sendiri, sehingga responden menunjukkan perawatan dan perlindungan baik fisik maupun sosial kepada anaknya/penderita gangguan jiwa. 6 Simpulan Sebagian besar responden mempunyai motivasi sedang dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Rekomendasi Keluarga dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa untuk menunjang kesehatan dan kesembuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hendaknya tidak hanya ayah atau ibu tetapi anggota keluarga dan masyarakat juga turut andil dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Petugas kesehatan atau perawat harus lebih meningkatkan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan dalam penangan pasien gangguan jiwa khususnya dalam memberikan konseling kepada keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi peluang dalam pelaksanaan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat, khususnya dalam memberikan asuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian tentang motivasi seluruh keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Alamat Correspondensi : - Alamat rumah : Sungon RT.23/RW.07 Suko Sidoarjo - Email : [email protected] - No. HP : 085730002336 7