MODEL PEMBINAAN MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI PANTI SOSIAL BINA KARYA WANITA KEDOYA (Ringkasan Laporan Hasil Penelitian Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian SPPK 0131/SP2H/PKM/DP2M/I/2010, DIPA0041/023-04.1/-/2010, 31 Desember 2009) Joseph Bram Linda Dharmawanti Eva Liyanti Juli Perdi Wibowo Putra Hendra Giri Edy Siswoyo PENDAHULUAN Dalam kehidupan sekarang ini, keberadaan wanita tuna susila atau yang sering disebut PSK atau Pekerja Seks Komersial merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tetapi keberadaan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Prostitusi bukanlah semata-mata pelanggaran moral tetapi merupakan suatu kegiatan perdagangan. Hal ini disebabkan dalam prakteknya, banyak permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual tersebut oleh sebab itu tingkat penawaran yang ditawarkan pun meningkat. Dinegara-negara lain istilah prostitusi mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia para pelakunya disebut Pekerja Seks Komersial yang artinya bahwa perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dimasyarakat. Karena sudut pandang inilah, para PSK mendapatkan cap buruk sebagai orang yang kotor atau hina, tetapi orang yang memperkerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan ini tidak berpendapat demikian (6 Maret 2007 dari http://www.pikiran rakyat.com/), bahkan pihak yang terlibat didalamnya bukan hanya sang wanita yang memberikan pelayanan seksual melainkan melibatkan pihak-pihak lain, tidak jarang kegiatan prostitusi ini 32 di bekingi oleh aparat keamanan dan dalam wilayah yang luas bahkan antar negara. Oleh sebab itu, hal ini dapat dikatakan sebagai eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan manusia adalah kekerasan terhadap perempuan, pelanggaran martabat perempuan dan melanggar hak asasi manusia. Harapan kami sebagai mahasiswa dan sebagai warga negara Indonesia, agar kedepannya bangsa ini dapat lebih baik dalam hal ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan hal lainnya, sehingga dapat menekan jumlah angka kriminal, pengangguran maupun jumlah pekerja seks komersial itu sendiri. Mungkin untuk tahun-tahun kedepan, untuk menghilangkan pekerja seks komersial bukanlah hal yang mudah untuk dicapai, tetapi kami berharap setidaknya ada penurunan jumlah PSK dan selanjutnya suatu saat nanti harapan dan cita-cita itu akan terwujud. Tetapi dalam kenyataannya saat ini, sungguh memprihatinkan. Apakah PSK nya atau cara pembinaan nya yang kurang efektif dalam membina mereka? Karena kita tahu, PSK yang terjaring razia prostitusi akan dibawa kepanti sosial untuk didata dan dibina selama beberapa minggu atau bulan dan dibekali dengan beberapa keterampilan, sungguh ironis memang, pada saat mereka keluar dari panti sosial tersebut mereka kembali lagi ke “dunia malam” dengan berbagai alasan, mulai dari ekonomi, susah mendapat pekerjaan yang halal meskipun sudah memiliki keterampilan, akhirnya terjerumus kembali. INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 Dari hal ini, kita dapat mengetahui bahwa semua ini dipengaruhi oleh satu faktor yang sama yaitu ekonomi, pembinaan di panti sosial tidak akan efektif jika tidak adanya kerja sama antar pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini, terutama pemerintah. memberikan masukkan kepada pemerintah dalam menangani masalah prostitusi yang tak kunjung selesai. TINJAUAN PUSTAKA Perumusan Masalah. Hubungan Antar Variabel 1. Bagaimanakah pembinaan PSK di Panti Sosial selama ini? 2. Bagaimana hasil dari pembinaan tersebut? Tiga variabel utama yang hendak dideskripsikan dan dikorelasikan dalam pembahasan in adalah pelayanan lembaga sosial dan pemerintah sebagai variabel independen utama, kinerja usaha mandiri sebagai variabel dipenden antara, dan tingkat angka pertobatan PSK sebagai variabel dipenden utama. Secara linier hubungan ketiga variabel itu dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan Penelitian. Sebagaimana tertulis pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai pembinaan yang telah dilakukan oleh pemerintah berikut hasilnya. Luaran Penelitian. PELAYANAN LEMBAGA SOSIAL dan PEMERINTAH Luaran penelitian adalah sebuah rekomendasi untuk penyusunan rencana tindak lanjut hasil PENINGKATAN ANGKA KINERJA USAHA MANDIRI penelitian ini guna pengembangan teori dan PERTOBATAN PSK PERTUMBUHAN EKONOMI praktek peningkatan signifikansi peran panti Gambar 1. sosial maupun peran pemerintah dalam membina Skema Hubungan Antar Variabel Utama PSK. Fenomena Prostitusi. Manfaat Penelitian. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teroritis maupun secara praktis. 1. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang Model Pembinaan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang efektif. 2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang dalam terhadap pandangan masyarakat terhadap para pekerja seks komersial, dapat membantu panti sosial dalam membina para pekerja seks komersial yang efektif, dan Biasanya mereka memiliki pola umum yang sama dimana tujuan hidup mereka adalah untuk menghidupi diri dan keluarga. Perilaku mereka terbentuk dari hasil pengalaman kegagalan dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis yang didapat dari perjalanan hidup yang pernah dijalani oleh masing-masing subyek. Dalam kasus-kasus tertentu perempuan yang terlibat telah mengalami kekerasan patologis atau kejahatan seksual sejak masa anak. Lain-lainnya terjeremus ke dalam pelacuran guna mendapat nafkah yang mencukupi untuk diri sendiri atau keluarganya. Beberapa mencari sosok ayah atau relasi cinta dengan seorang pria. Lain-lainnya mencoba melunasi utang yang tak masuk akal. Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di negeri asalnya, dalam kepercayaan bahwa pekerjaan yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka. Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang meresapi seluruh dunia adalah konsekuensi dari banyak sistem INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 33 yang tidak adil. Banyak perempuan yang berperan sebagai pekerja seks dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Indonesia dan di tempat lain banyak dari mereka diperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan jumlah pelanggan yang meningkat. (http://skripsiilmiah.blogspot.com/2009/04/makna-hidup-padapekerja-seks-komersial.html). Kemudian jika melihat sendiri kehidupan nyata bahwa banyak dari para pekerja seks itu terpaksa menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan ekonomi. Ada yang memang datang dari keluarga yang miskin, ada yang ditelantarkan suaminya sementara anak-anaknya harus tetap makan, ada yang untuk membiayai pengobatan orang tuanya, ada juga yang terpaksa disetujui suaminya karena benar-benar hidup amat miskin. Senada seperti pengakuan beberapa PSK, bahwa sebenarnya jika mereka boleh memilih, mereka tidak ingin jadi PSK, tetapi apa daya, mereka tidak punya kepandaian atau keterampilan. Meskipun banyak yang tidak menyetujui pilihan pekerjaan mereka, tetapi kita mulai bisa menghormati bahkan kagum pada para perempuan pekerja seks komersial, karena setidaknya mereka itu tetap merupakan pahlawan bagi keluarganya. Dengan demikian saya asumsikan bahwa mereka yang bekerja sebagai PSK seharusnya tidak mendapatkan asumsi-asumsi buruk mengenai diri mereka, padahal mereka rela mengorbankan kesucianya demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tidak adanya dukungan sosial ini menyebabkan para PSK membentuk kelompok sendiri, yang selanjutnya makin menjauhkan diri mereka dari masyarakat umum seperti masuk ke dalam suatu lokalisasi (wadah tempat prostitusi berlanjut). Dari perspektif sosial ekonomi, tindakan ekonomi adalah bukan tindakan individual, tetapi tindakan yang melibatkan banyak pihak. Dalam hal ini prostitusi dapat disebut suatu kegiatan perdagangan dimana ada prinsip permintaan dan penawaran sama halnya dengan transaksi jual-beli yang biasa kita lakukan dipasar. Dimana para PSK adalah penjual dan para “lelaki hidung belang” adalah pembelinya. 34 Hubungan primer dalam dunia prostitusi meliputi semua hubungan langsung yang diperlukan suatu kegiatan prostitusi. Hubungan-hubungan primer itu biasanya berlangsung melalui lokalisasi. Dalam hubungan primer ini, para PSK berinteraksi dengan “germo” atau mucikari, pelanggan, pemilik tempat lokalisasi bisa berupa losmen, wisma, maupun hotel melati. Sedangkan dalam hubungan sekunder, para PSK berinteraksi dengan pemerintah, panti sosial atau lembaga sosial, media massa, maupun dengan aparat keamanan (Satpol PP). Dengan demikian lembaga atau panti sosial bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan pertobatan para PSK. Tipe Prostitusi. Jika kita berbicara mengenai tipe-tipe prostitusi atau pekerja seks komersial (PSK), maka temuan penelitian memperlihatkan adanya beberapa tipe prostitusi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Prostitusi tebuka versus terselubung. b) Freelancer versus terikat. c) Kelas ekonomi bawah versus menengah atas. Mereka beroperasi diberbagai tempat, mulai dari jalanan, mall, rumah bordil, hotel, diskotik, karaoke, cafe, tempat pijat, salon bahkan sekolah maupun kampus. Hipotesis. Dari seluruh uraian tersebut di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sementara, yaitu bahwa di samping faktor-faktor lain, lembaga sosial atau panti sosial maupun pemerintah memiliki peranan yang penting dalam perkembangan penurunan jumlah PSK yang selanjutnya membawa dampak bagi peningkatan kesejahteraan yang merata, moral bangsa dan tentunya kegiatan prostitusi dapat ditekan. Faktor eksternal lain yang juga ikut menentukan jumlah pertobatan para PSK ini adalah kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal, tempat bergaul atau bersosialisasi, dan kondisi lingkungan yang lebih luas seperti situasi ekonomi, politik dan pemerintahan, termasuk layanan publik, kondisi INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 sosial budaya setempat, pengaruh luar negeri dalam perkembangan dunia teknologi atau masuknya budaya asing. Gambar 2. Skema Hipotesis Sedangkan faktor internal yang justru lebih menentukan kontinuitas pertobatan atau perubahan PSK adalah faktor motivasi, pengalaman, cara dia bergaul, keturunan, dan keimanan pelaku atau individu. Faktor-faktor ini selanjutnya akan menentukan karakteristik seorang PSK untuk berubah menjadi lebih baik atau bertobat. Karakteristik ini selanjutnya akan ikut menentukan cepat atau lambatnya keberhasilan pemerintah dan masyarakat dalam menekan angka prostitusi, memperbaiki moral bangsa dan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat. METODE PENELITIAN Pendekatan dan Strategi Penelitian: Untuk mencapai tujuan memperoleh informasi spesifik yang mendalam dan data mengenai kondisi umum beserta fenomena dan proses-proses yang relevan di Panti Sosial Bina Karya Wanita-Kedoya, maka penelitian pada bulan pertama dilaksanakan terutama dengan mempergunakan pendekatan dan strategi field study dan strategi survai. Field study dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai kondisi umum di Panti Bina Karya Wanita-Kedoya khususnya jumlah pembina, staff panti, jumlah pekerja seks komersial yang sedang dibina, daya tampung panti, dan bentuk-bentuk kegiatan selama pembinaan di panti sosial. Disamping itu field study juga bermaksud memperoleh gambaran mengenai struktur dan prosesproses sosial setempat, seperti stuktur organisiasi pengelolaan panti sosial dan prosedur-prosedur yang berlaku Untuk memperoleh data tersebut peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap para pimpinan insitusi atau para pembina sebagai informan. Penelitian ini juga mengumpulkan bahanbahan tertulis ataupun visual yang relevan. Peneliti juga melakukan observasi seperlunya guna memperoleh data yang relevan baik verbal maupun non verbal. Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data: 1) Data persepsi, mengenai alasan atau faktor individu menjadi pekerja seks yang sedang dibina di Panti Sosial Bina Karya Wanita dan pandangan, pendapat para pembina di Panti Sosial terhadap para pekerja seks. 2) Data karakterisitik dari para pekerja seks komersial yang sedang dibina di Panti Sosial Bina Karya Wanita-Kedoya. 3) Data mengenai karakteristik sosial ekonomi para pekerja seks komersial (PSK) meliputi seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, asal daerah, pengalaman mengenai prostitusi, jaringan sosial; perkembangan kesejahteraan keluarga seperti jumlah tanggungan, kondisi tempat tinggal, total penghasilan dan pemanfaatan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder. Field Study dan Survey INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 35 PELAKSANAAN KEGIATAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 3 bulan, sejak Bulan Februari sampai dengan April 2010. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, KedoyaJakarta Barat. Tahapan Pelaksanaan. Awal mulanya, kami hanya sebagai kelompok atau tim dalam mata kuliah Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) yang ada di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Widuri. Pada saat itu, dosen yang mengajar mata kuliah tersebut berencana mengikuti salah satu kegiatan yang diadakan oleh DIKTI, dan kami ditantang untuk membuat sebuah proposal penelitian tentang masalah sosial disekitar kita. Ketika waktu penelitian sudah berjalan, ternyata tidak sesuai dan semudah yang kami bayangkan. Kami harus mengurus system birokrasi yang ada, tidak sembarangan izin yang diberikan sebelum kami memulai penelitian di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, kami diwajibkan mengurus izin di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang terletak di Jl. Gn.Sahari II No.6 Jakarta Pusat. Dan kami juga melaporkan kegiatan kami ke POLDA Metro Jaya sebagai laporan kegiatan yang sah dan tidak melanggar hukum. Ternyata, surat perizinan kegiatan kami dari Dinas Sosial tidak langsung jadi hari itu, butuh waktu kurang lebih 1 minggu, sekali lagi waktu menjadi kendala. Setelah kami mendapatkan surat persetujuan dari Dinas Sosial, kami segera pergi ke Panti Sosial untuk menyerahkan surat tersebut dan meminta izin untuk melakukan kegiatan penelitian. Waktu lagi-lagi menjadi kendala utama kami, tidak semua anggota kelompok hadir untuk datang ke Panti pada saat penelitian, dari 5 anggota (termasuk ketua), mungkin yang bisa datang 2-3 orang, tidak 36 jarang hanya 1 orang saja. Tetapi, kami secara bergiliran datang. Pernah terlintas, untuk menyerah dan berhenti ditengah-tengah tetapi Dosen dan semua pihak yang mendukung tetap menyemangati kami, hingga saat ini, bulan terakhir, menyusun laporan akhir kegiatan penelitian kami. Instrumen Pelaksanaan. Dalam kegiatan kami, instrument yang digunakan adalah Pedoman Pengumpulan Data yang dipergunakan untuk wawancara tidak terstruktur atau fleksibel kepada WBS dan juga kepada Pembina maupun staff panti. Meskipun data dan informasi yang didapatkan tidak terlalu lengkap, tetapi sudah cukup valid dalam penyusunan laporan akhir ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan dan Sejarah Lembaga. Pelayanan bidang kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Setelah Indonesia dilanda krisis moneter sejak tahun 1998, beban Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin berat dirasakan. Sebagai ibukota Negara dan barometer perekonomian bangsa, Jakarta menjadi tujuan utama warga masyarakat dari beberapa daerah dan provinsi lain yang mencoba mengadu nasib. Sebagian besar warga masyarakat pendatang tersebut, tidak mempunyai bekal ketrampilan kerja dan pendidikan yang memadai, sehingga tidak mampu bersaing dalam memasuki lapangan kerja. Pada akhirnya mereka menambah beban ibukota yang susah padat dan menjadi penyandang masalah kesejahteraan social. Salah satu diantaranya adalah Wanita Tuna Susila (WTS). Atas dasar pertimbangan tersebut, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta mendirikan sebuah panti dengan nama “Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya”, yang beroperasional mulai bulan Januari 2002 (sesuai SK. Gubernur Kepala Daerah INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 Khusus Ibukota Jakarta No.3622/2001) yang terletak di Jl. Kembangan Raya No.3 Kedoya- Jakarta Barat. Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan resosialisasi tuna susila yang meliputi identifikasi dan asesmen, bimbingan dan pelatihan serta penyaluran dan pembinaan lanjut. Yang bertujuan, terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan warga binaan sosial yang diliputi pulihnya rasa harga diri, kepercayaan diri, kemauan, dan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Kedoya memiliki 3 wisma asrama (mawar, melati dan anggrek) dan setiap wisma dipimpin oleh seorang Warga Binaan Sosial (WBS) yang bertugas menjadi kepala wisma (PALWIS). PALWIS dipilih secara voting oleh WBS yang tinggal satu wisma. Seorang PALWIS haruslah WBS yang sudah senior (berada dipanti minimal 3 bulan dari masa pembinaan 6 bulan), PALWIS bertugas menkordinasikan, menjaga keamanan, ketertiban wisma yang ia tempati dan menegur anggota wismanya jika ada tidak mentaati tata tertib panti. PALWIS juga harus menjadi contoh dan teladan bagi anggotanya, tidak hanya memerintah melainkan harus bergerak yang pertama kali. Jika seorang PALWIS merasa tidak dapat melanjutkan tugasnya, ia dapat mengundurkan diri maupun diberhentikan oleh pembimbing /pembina. Didalam panti, juga terdapat koperasi bagi WBS yang ingin membeli makanan ringan maupun bagi tamu yang berkunjung. Koperasi ini dikelola oleh petugas panti. Karakteristik Warga Binaan Sosial (WBS). WBS yang sempat kami temui dan berbincangbincang mengatakan, motivasi mereka terjun kedalam dunia prostitusi dikarenakan factor ekonomi keluarga, putus sekolah, hamil diluar nikah, disakiti dan dilecehkan orang terdekat, bahkan ada yang memang dipaksa atau dijual oleh orangtuanya. Rata-rata pendapatan mereka selama menjadi PSK berkisar Rp. 200 ribu sampai Rp. 600 ribu perharinya. Hasil tersebut, bersih setelah dipotong oleh ojek, pihak hotel maupun mucikari. Mereka rata-rata berusia 19 – 28 tahun, tetapi tidak sedikit WBS yang berusia 35 tahun keatas. Mayoritas, mereka berasal dari daerah Jawa Barat atau Pulau Jawa yang mengadu nasib di Ibu Kota tetapi tidak mempunyai keahlian dan keterampilan khusus maupun pendidikan yang memadai sehingga mereka memilih jalan untuk menjadi seorang PSK demi kebutuhan hidup, ada pula yang memang telah menjadi PSK didaerah asalnya dan dibawa oleh mucikarinya ke Jakarta. Selanjutnya data disajikan di lampiran (lihat CD) Model pembinaan selama ini. Ketika WBS terjaring razia, WBS dibawa ke panti social bina insan yang bersifat sementara, lalu jika memang ada indikasi PSK (Pekerja Seks Komersial), maka akan diserahkan kepada Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, Kedoya untuk dibina selama 6 bulan. Selanjutnya, WBS akan didata (nama, usia, domisili asal, latar belakang), setelah di input ke komputer maka akan diketahui apakah WBS seorang pemain lama maupun baru yang sudah pernah terjaring sebelumnya. Mengenai barang berharga milik WBS akan dititipkan kepada panti (HP, emas, perhiasan, uang, pakaian pada saat terjaring) semua barang tersebut dapat diambil kembali ketika masa pembinaan selesai. Lalu WBS akan diberikan pelayanan awal, pengarahan serta penempatan dalam wisma lalu setiap WBS akan diberikan peralatan perawatan kebersihan seperti : sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sampo, sikat gigi dan pembalut. Ada beberapa bentuk fasilitas pelayanan dan kegiatan yang diberikan, antara lain : 1. Pembinaan Fisik : Olahraga, senam kesegaran jasmani. 2. Pemeriksaan kesehatan : a) Pemeriksaan dan pengobatan ringan oleh dokter panti, yang bertujuan untuk INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 37 mengetahui perkembangan kesehatan WBS yang sakit. b) Penyuluhan IMS dan pemeriksaan HIV, AIDS. c) Tidak menutup kemungkinan jika ada WBS yang harus dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit yang telah ditetapkan (kerjasama) jika harus menjalani rawat inap. 3. Bimbingan mental keagamaan bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan WBS tentang ajaran agama (Islam/Kristen) dan meningkatkan keimanan, bimbingan keagamaan dibagi menjadi 2 (dua), antara lain : a) Bimbingan Agama Islam meliputi materi : - Allah SWT memuliakan manusia. - Yasinan dan muhasabah. - Ingin bahagia, berbuatlah yang dapat mensucikan diri. - Belajar Iqro’ dan membaca Al Qur’an. - Modal usaha yang utama adalah hati yang ada Iman. - Yasinan dan Muhasabah. - Keutamaan La ilahaillallah. b) Bimbingan Agama Kristen meliputi materi : - Iman. - Menghitung hari. - Gambar dan rupa Allah. - Kemerdekaan. Untuk bimbingan agama, diberikan rutin seminggu sekali dengan konsep ceramah/khotbah. Khusus bimbingan agama Islam, setiap hari Kamis malam, diadakan pengajian oleh Ustad yang tinggal di lingkungan panti. 4. Bimbingan social : a) Morning Meeting : Setiap hari (kecuali jumat, sabtu dan minggu) jam 9 pagi sampai jam 10, diadakan morning meeting. Para WBS dikumpulkan berbentuk lingkaran, setiap harinya morning meeting dipimpin oleh 1-2 pembimbing yang berbeda (ada jadwal), begitu juga WBS yang bertugas di morning meeting. Morning meeting diawali dengan salam keluarga, lalu pembimbing menghitung jumlah WBS yang hadir, jika ada WBS yang tidak hadir maka akan ditanyakan kepada PALWIS. 38 INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 Didalam morning meeting, terdapat beberapa poin-poin yang diterapkan dan ada 9 hal kegiatan utama didalamnya, antara lain : 1) Doa Pembuka 2) Pembacaan Filosofi. “Masa lalu yang kelam, tidaklah perlu tuk dikenang, tataplah jauh masa depan, penuh semangat dan ketegaran. Disini saya ingin belajar, menjadi insan yang berharga, tidak dalam kepura-puraan dan tekanan. Tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Disini kita sebagai keluarga besar, kita saling membutuhkan. Tegorlah daku kawan demi perbaikan, karena hidup ini penuh batu sandungan.” Pembacaan filosofi ini dipimpin oleh salah satu WBS yang bertugas membacakan, lalu para WBS lainnya mengikuti. 3) Pengumuman. Pengumuman diberikan oleh pembimbing yang bertugas, isi dari pengumuman ini tidaklah lain mengenai kegiatan yang ada pada hari itu (untuk mengingatkan kembali WBS), tata tertib, kedisiplinan, kebersihan, dll. 4) Pull-Up. Pull-Up adalah salah satu kegiatan didalam morning meeting, di pull-up ini WBS dapat menegor, menasihati WBS lainnya yang melakukan kesalahan. Pull-Up berguna agar ketika WBS keluar nantinya, ia tidak canggung lagi dan dapat menerima kritikan, masukan dan nasihat dari masyarakat sekitarnya. 5) Pernyataan Diri. Berbeda dengan Pull-Up, dalam pernyataan diri, WBS diajarkan untuk berterimakasih, maupun mengucapkan kata-kata yang membangun kepada sesama WBS maupun kepada pembimbing. 6) Berita Aktual Yang dimaksud berita hari ini, WBS yang mendapatkan tugas ini membawakan berita baik berita, gossip maupun informasi lainnya yang ia dapat ketika menonton televisi, gunanya agar WBS yang tidak sempat menonton televisi tetap mendapatkan berita terkini meskipun ia didalam panti. 7) Konsep. Konsep dalam morning meeting adalah, WBS yang bertugas membawakan tugas ini mengungkapkan isi hatinya maupun perasaan bisa berupa puisi, kata-kata mutiara, dll. 8) Pengumuman. Pengumuman berguna untuk memberikan jadwal tugas morning meeting berikutnya, tugas piket dapur dan hal lainnya seputar kegiatan panti. 9) Permainan. Morning meeting ditutup dengan games. WBS yang mendapat tugas ini memulai dan mengarahkan WBS lainnya untuk ikut serta, Morning Meeting bertujuannya agar tercipta kekompakan dan menjaga hubungan antara sesama WBS maupun pembimbing, membangun rasa kekeluargaan, kepedulian, kegiatan dan tanggung jawab WBS. b) Static Group, yang bertujuan untuk menggali potensi yang dimiliki WBS : - Pandangan hidup. - Membina keluarga. - Cara mengendalikan emosi. - Peran seorang wanita. c) Konseling, yang bertujuan membantu mengatasi masalah social yang dihadapi WBS. 5. Bimbingan psikologis, bertujuan untuk membantu mengatasi gangguan psikologis yang dihadapi WBS. Dalam bimbingan psikologis, WBS diminta oleh Pembina/Pembimbing Psikologis untuk membuat gambar berupa lingkaran, persegi dan semacamnya maupun menulis nama WBS itu sendiri, lalu dari gambar atau tulisan tersebut, Pembina dapat mengetahui karakter WBS. Pembina Psikologis yang ada didalam Panti Social Kedoya adalah staff panti yang memang berlatar belakang pendidikan psikologis. 6. Rekreasi/hiburan dapat diadakan ketika hari libur nasional maupun keagamaan. Rekreasi dan hiburan diberikan untuk menjalin hubungan kekeluargaan antara sesama WBS maupun dengan para Staff dan Pembina Panti, menghilangkan rasa jenuh. Contoh : lomba untuk memperingati 17 Agustus 1945, hari raya Idul Fitri, maupun hari libur nasional lainnya. 7. Perpustakaan. Panti Sosial Kedoya juga mempunyai fasilitas perpustakaan yang berguna untuk memberikan pengetahuan, bahan bacaan maupun sebagai sarana hiburan bagi WBS dikala waktu senggangnya. 8. Pelatihan keterampilan : Tata boga, Menjahit, Tata rias (salon), Hantaran (mute-mute). Pelatihan keterampilan ini diberikan sebagai modal ketika WBS keluar dan ingin membuka usaha kecil mandiri sesuai dengan jenis keterampilan yang diberikan. Setiap WBS hanya boleh memilih 1 (satu) jenis keterampilan dari berbagai keterampilan yang ada hingga WBS yang bersangkutan selesai masa pembinaan selama 6 bulan. Hasil yang sudah selesai, seperti mute-mute, pakaian dapat dijual untuk pengunjung panti, dan untuk makanan (tata boga) dapat dinikmati bersama-sama antara para WBS. 9. Kerja bakti. Diadakan setiap hari Jum’at pagi, jam 9 sampai pagi. Kerja bakti dimulai setelah WBS berolahraga/senam pagi yang mulai pada pukul 8 sampai 9 pagi. Untuk jam besuk, WBS yang tidak dikunjungi oleh kerabat diberikan waktu bebas untuk menonton TV, berbincang-bincang dengan sesama WBS, bermain, maupun tidur siang. Setiap WBS diwajibkan memilih salah satu pelatihan keterampilan, jika WBS tidak ada jadwal pelatihan di hari itu maka ia diberikan waktu bebas. Konsumsi WBS, diserahkan semua kepada petugas yang memasak. WBS tidak diperkenankan memasak, kecuali untuk konsumsi seperti mie instant. Untuk penyaluran atau terminasi, jika masa pembinaan 6 bulan telah berakhir, WBS yang bersangkutan akan dikembalikan kepada keluarga/domisili awal. Jika WBS berasal dari daerah INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 39 diluar Jabodetabek, maka panti akan menyerahkan kepada Dinas Sosial DKI Jakarta untuk terminasi, tetapi jika WBS yang bersangkutan berdomisili di Jakarta maka WBS akan diserahkan kepada keluarga (diantarkan kepada keluarga), tidak jarang keluarga yang menjemput WBS di panti. Khusus, penjemputan sebelum masa pembinaan berakhir. WBS diperbolehkan dijemput pulang hanya oleh keluarga, dengan beberapa syarat yang harus dibuat (seperti, surat perjanjian agar tidak mengulangi lagi) suratsurat ini harus disetujui oleh Dinas Sosial DKI Jakarta, jika surat tersebut tidak disetujui maka WBS harus menjalani masa pembinaan selama 6 bulan penuh. Sejauh ini beberapa kenyataan yang dihadapi ketika kami melakukan observasi dan wawancara baik terhadap Pembina dan WBS, pelatihan dan pembinaan kurang begitu maksimal, khususnya pelatihan usaha mandiri atau keterampilan karena waktu 6 bulan masa pembinaan tidaklah cukup untuk menjadi modal yang kuat. Dalam memberikan pelayanan kepada warga binaan social, panti melibatkan profesi pekerja social, dokter & perawat, agamawan dan instruktur keterampilan. Peran pemerintah. Sejauh ini informasi yang diterima, peran pemerintah melalui Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta hanya memberikan sumbangan/bantuan keperluan panti. Beberapa WBS yang kami temui, mengatakan pernah sesekali pihak DEPNAKER menawarkan penyaluran sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negri. Tetapi, mereka menolaknya dikarenakan mereka tidak mau mendapatkan siksaan fisik maupun seksual dari majikan, atau tidak dibayar sebagaimana pengalaman yang mereka dengar. Disamping itu, jika ada WBS yang berminat untuk mengembangkan pelatihan yang diberikan baik membuka usaha kecil mandiri maupun mencari pekerjaan sesuai pelatihan yang diberikan tetap saja terbentur oleh lapangan pekerjaan, memang ironis, seakan pemerintah hanya memberikan bantuan dalam jangka pendek. Karena, sebenarnya yang lebih mereka butuhkan adalah lapangan pekerjaan dan tidak ada diskriminasi. Mayoritas WBS berharap agar pemerintah tidak hanya melakukan razia rutin, atau hanya berkata akan 40 memberikan modal melainkan mereka lebih berharap agar pemerintah memberikan lapangan pekerjaan bagi rakyat menengah kebawah. Beberapa WBS yang kami temui dan sempat berbincang bincang, menanyakan tentang keterampilan yang diberikan selama dipanti. Mayoritas mereka memilih keterampilan tata boga dan tata rias (salon), dan ketika kami bertanya lebih lanjut tentang harapan kedepan, apakah keterampilan yang diberikan dapat menjadi modal untuk membuka usaha sesuai dengan keterampilan tersebut, tidak sedikit dari mereka menjawab akan pikir-pikir dahulu, maupun memilih pekerjaan lain, tetapi ada beberapa WBS yang menjawab kalau sudah buntu mereka memilih menjadi PSK kembali dan ada beberapa WBS yang mengatakan akan membuka usaha salon, tetapi salon plus-plus (kembali menjadi PSK, bahkan membuka usaha prostitusi). Mengenai monitoring, diperoleh informasi dari mantan WBS yang sudah keluar dari panti. Sebut saja EL (nama samaran). Awalnya, EL mengatakan sudah kembali kekeluarga dan keluarganya sudah mau menerima dia, tetapi selama dirumah (lingkungan keluarga) terdapat diskriminasi dari saudara-saudara. EL sekarang tinggal di sebuah Apartement didaerah Daan Mogot, Jakarta Barat, bersama dengan seorang mantan WBS lainnya, sebut saja AM (nama samaran). Mereka kembali menjadi PSK dengan alasan ekonomi. EL dapat mengantongi ± Rp. 800.000 – 1.000.000,- per malam. Dengan penghasilan sebesar itu, ia dapat menikmati kegelimpangan harta, peralatan eletronik, apartemen dengan biaya sewa Rp. 1.200.000,- per bulan. Akan tetapi mereka cenderung mempergunakan penghasilan tersebut untuk kebutuhan yang konsumtif dan glamour. Ternyata, hipotesis ini hanya berlaku didalam panti sosial atau pada saat pembinaan berlangsung, selebihnya ketika WBS keluar dari panti ia kembali menjadi seorang PSK KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya sebagai UPT Dinas Sosial telah berusaha INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 melakukan kegiatan pelayanan berupa pembinaan fisik, bimbingan mental keagamaan, bimbingan sosial psikologis serta latihan keterampilan sesuai dengan saran dan prasarana yang ada. Hal ini merupakan wujud tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahan social di masyarakat. Maraknya masalah PSK harus diatasi secara komperhensif, selain upaya rehabilitasi yang dilaksanakan Panti, perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap munculnya permasalahan prostitusi, baik oleh sektor terkait maupun masyarakat. Ternyata, hipotesis ini hanya berlaku didalam panti sosial atau pada saat pembinaan berlangsung, selebihnya ketika WBS keluar dari panti ia kembali menjadi seorang PSK. Saran. selama 6 bulan, sehingga ada beberapa WBS yang kami temui mengatakan waktu tersebut sangat tidak efektif dalam belajar keterampilan. Keluarga dan Masyarakat : Peran Keluarga dalam membina dan mengajarkan norma-norma kehidupan sangatlah penting, para orangtua hendaknya jangan terlalu cuek dan egois dengan dunianya sendiri, baik pekerjaan maupun hal lain. Perhatikanlah anggota keluarga, awasi pergaulan anak. Para Pekerja Seks Komersial (PSK) bukanlah sesuatu momok yang harus kita jauhi, mereka (PSK) juga manusia sama seperti kita yang butuh perhatian, sosialisasi dengan masyarakat sekitar. Dengan tidak menjadi “Pembeli”, kita dapat mengurangi tindakan prostitusi. Untuk Perguruan Tinggi : Untuk Pemerintah: Untuk menghindari maraknya masalah kesejahteraan sosial, khususnya PSK, harus dilakukan peningkatan kegiatan semua sektor yang terkait untuk menekan lajunya urbanisasi, memperluas lapangan pekerjaan dan adanya pengawasan tempat-tempat hiburan yang berpotensi timbulnya kegiatan prostitusi. Perlu adanya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat melalui keluarga-keluarga, lembaga keagamaan, serta organisasi sosial masyarakat, agar masyarakat mampu mencegah dan menangkal diri terhadap praktek prostitusi. Untuk Panti: Perlu adanya jenis keterampilan usaha mandiri yang baru, karena beberapa jenis keterampilan yang ada saat ini sangat susah untuk dikembangkan, disalurkan dan dijual kepasaran, seperti mute-mute yang memang peminat pembelinya sangat sedikit. Dan waktu pembinaan keterampilan dapat dibilang sangat sedikit, seminggu hanya 1-2 kali pertemuan Peran perguruan tinggi terhadap PSK adalah memberikan pendidikan baik secara akademi maupun pendidikan berupa penyuluhan, pemberian ketrampilan yang berguna bagi mereka. Dan memberikan bantuan beasiswa bagi mereka yang tidak mampu tetapi mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikanya. DAFTAR PUSTAKA Antara News, PSK Eks Saritem Belum Tersentuh Program Rehabilitasi, http://www.antara.co.id/view/?i=1178628652&c=S BH&s= Dinas Bina Mental Spiritual Dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta, Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, Brosur Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 2009, Laporan Kegiatan Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya Tahun 2009 INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010 41 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 2010. Laporan Kegiatan Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya Bulan Januari 2010 Indoskripsi. Makna Hidup Pada Pekerja Seks Komersial, http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2009/04/maknahidup-pada-pekerja-seks-komersial.html Pikiran Rakyat ONLINE, Senin, 16 Maret 2009 , 23:21:00, Rehabilitasi Mantan PSK Harus Manusiawi, http://www.pikiranrakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=64508 STISIP Widuri 2008, NIM 08120015, Telepon/HP 08119630901/021-97776701, Email [email protected] EVA LIYANTI, lahir diJakarta, 18 Mei 1988, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Widuri 2008, NIM 08120001, Telepon/HP 08998067450. JULI PERDI WIBOWO, lahir di Wonogiri, 3 Juli 1986, mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial STISIP Widuri 2008, NIM 08110014, Telepon/HP 08999981737, Email [email protected] TIM PENELITI JOSEPH BRAM, lahir di Jakarta 20 Juni 1989, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Widuri 2008, NIM 08120008, Telepon/HP 08998953892/021-97470065, Email [email protected] LINDA DHARMAWANTI, Lahir di Jakarta, 7 Februari 1980, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi 42 PUTRA HENDRA GIRI, lahirdi Jakarta, 21 September 1983, mahasiwa Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Widuri 2008, NIM 08120010, Telepon/HP 08998155441, Email [email protected] EDY SISWOYO, Doktor Sosiologi Kajian Sosiologi Lingkungan, Dosen PNS Kopertis Wilayah III: Lektor Kepala/Pembina, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) STISIP Widuri. Kontak +628121954228, [email protected] INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010