model pembinaan mantan pekerja seks komersial

advertisement
MODEL PEMBINAAN MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI PANTI SOSIAL BINA
KARYA WANITA KEDOYA
(Ringkasan Laporan Hasil Penelitian Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian
SPPK 0131/SP2H/PKM/DP2M/I/2010, DIPA0041/023-04.1/-/2010, 31 Desember 2009)
Joseph Bram
Linda Dharmawanti
Eva Liyanti
Juli Perdi Wibowo
Putra Hendra Giri
Edy Siswoyo
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sekarang ini, keberadaan
wanita tuna susila atau yang sering disebut PSK atau
Pekerja Seks Komersial merupakan hal yang tidak
asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
tetapi keberadaan tersebut masih menimbulkan pro
dan kontra dalam masyarakat.
Prostitusi bukanlah semata-mata pelanggaran
moral tetapi merupakan suatu kegiatan perdagangan.
Hal ini disebabkan dalam prakteknya, banyak
permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan
kegiatan seksual tersebut oleh sebab itu tingkat
penawaran yang ditawarkan pun meningkat.
Dinegara-negara
lain
istilah
prostitusi
mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia
para pelakunya disebut Pekerja Seks Komersial yang
artinya bahwa perempuan itu adalah orang yang tidak
bermoral karena melakukan pekerjaan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang
berlaku dimasyarakat. Karena sudut pandang inilah,
para PSK mendapatkan cap buruk sebagai orang yang
kotor atau hina, tetapi orang yang memperkerjakan
mereka dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan
ini tidak berpendapat demikian (6 Maret 2007 dari
http://www.pikiran rakyat.com/), bahkan pihak yang
terlibat didalamnya bukan hanya sang wanita yang
memberikan pelayanan seksual melainkan melibatkan
pihak-pihak lain, tidak jarang kegiatan prostitusi ini
32
di bekingi oleh aparat keamanan dan dalam wilayah
yang luas bahkan antar negara. Oleh sebab itu, hal ini
dapat dikatakan sebagai eksploitasi seksual, pelacuran
dan perdagangan manusia adalah kekerasan terhadap
perempuan, pelanggaran martabat perempuan dan
melanggar hak asasi manusia.
Harapan kami sebagai mahasiswa dan sebagai
warga negara Indonesia, agar kedepannya bangsa ini
dapat lebih baik dalam hal ekonomi, sosial, budaya,
keamanan dan hal lainnya, sehingga dapat menekan
jumlah angka kriminal, pengangguran maupun
jumlah pekerja seks komersial itu sendiri. Mungkin
untuk tahun-tahun kedepan, untuk menghilangkan
pekerja seks komersial bukanlah hal yang mudah
untuk dicapai, tetapi kami berharap setidaknya ada
penurunan jumlah PSK dan selanjutnya suatu saat
nanti harapan dan cita-cita itu akan terwujud.
Tetapi dalam kenyataannya saat ini, sungguh
memprihatinkan. Apakah PSK nya atau cara
pembinaan nya yang kurang efektif dalam membina
mereka? Karena kita tahu, PSK yang terjaring razia
prostitusi akan dibawa kepanti sosial untuk didata dan
dibina selama beberapa minggu atau bulan dan
dibekali dengan beberapa keterampilan, sungguh
ironis memang, pada saat mereka keluar dari panti
sosial tersebut mereka kembali lagi ke “dunia malam”
dengan berbagai alasan, mulai dari ekonomi, susah
mendapat pekerjaan yang halal meskipun sudah
memiliki keterampilan, akhirnya terjerumus kembali.
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
Dari hal ini, kita dapat mengetahui bahwa semua ini
dipengaruhi oleh satu faktor yang sama yaitu
ekonomi, pembinaan di panti sosial tidak akan efektif
jika tidak adanya kerja sama antar pihak-pihak yang
terkait dalam masalah ini, terutama pemerintah.
memberikan masukkan kepada pemerintah dalam
menangani masalah prostitusi yang tak kunjung
selesai.
TINJAUAN PUSTAKA
Perumusan Masalah.
Hubungan Antar Variabel
1. Bagaimanakah pembinaan PSK di Panti Sosial
selama ini?
2. Bagaimana hasil dari pembinaan tersebut?
Tiga variabel utama yang hendak dideskripsikan
dan dikorelasikan dalam pembahasan in adalah
pelayanan lembaga sosial dan pemerintah sebagai
variabel independen utama, kinerja usaha mandiri
sebagai variabel dipenden antara, dan tingkat angka
pertobatan PSK sebagai variabel dipenden utama.
Secara linier hubungan ketiga variabel itu dapat
dilihat pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian.
Sebagaimana tertulis pada perumusan masalah,
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data
mengenai pembinaan yang telah dilakukan oleh
pemerintah berikut hasilnya.
Luaran Penelitian.
PELAYANAN
LEMBAGA SOSIAL
dan PEMERINTAH
Luaran penelitian adalah sebuah rekomendasi
untuk penyusunan rencana tindak lanjut hasil
PENINGKATAN ANGKA
KINERJA USAHA MANDIRI
penelitian ini guna pengembangan teori dan
PERTOBATAN PSK
PERTUMBUHAN EKONOMI
praktek peningkatan signifikansi peran panti
Gambar 1.
sosial maupun peran pemerintah dalam membina
Skema Hubungan Antar Variabel Utama
PSK.
Fenomena Prostitusi.
Manfaat Penelitian.
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teroritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan tentang Model Pembinaan Pekerja
Seks Komersial (PSK) yang efektif.
2. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
perubahan yang dalam terhadap pandangan
masyarakat terhadap para pekerja seks komersial,
dapat membantu panti sosial dalam membina para
pekerja seks komersial yang efektif, dan
Biasanya mereka memiliki pola umum yang sama
dimana tujuan hidup mereka adalah untuk
menghidupi diri dan keluarga. Perilaku mereka
terbentuk dari hasil pengalaman kegagalan dalam
menjalin hubungan dengan lawan jenis yang didapat
dari perjalanan hidup yang pernah dijalani oleh
masing-masing subyek. Dalam kasus-kasus tertentu
perempuan yang terlibat telah mengalami kekerasan
patologis atau kejahatan seksual sejak masa anak.
Lain-lainnya terjeremus ke dalam pelacuran guna
mendapat nafkah yang mencukupi untuk diri sendiri
atau keluarganya. Beberapa mencari sosok ayah atau
relasi cinta dengan seorang pria. Lain-lainnya
mencoba melunasi utang yang tak masuk akal.
Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di
negeri asalnya, dalam kepercayaan bahwa pekerjaan
yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka.
Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang meresapi
seluruh dunia adalah konsekuensi dari banyak sistem
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
33
yang tidak adil. Banyak perempuan yang berperan
sebagai pekerja seks dalam dunia pertama datang dari
dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Indonesia dan di
tempat lain banyak dari mereka diperdagangkan dari
negeri lain untuk melayani permintaan jumlah
pelanggan
yang
meningkat.
(http://skripsiilmiah.blogspot.com/2009/04/makna-hidup-padapekerja-seks-komersial.html).
Kemudian jika melihat sendiri kehidupan nyata
bahwa banyak dari para pekerja seks itu terpaksa
menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan
ekonomi. Ada yang memang datang dari keluarga
yang miskin, ada yang ditelantarkan suaminya
sementara anak-anaknya harus tetap makan, ada yang
untuk membiayai pengobatan orang tuanya, ada juga
yang terpaksa disetujui suaminya karena benar-benar
hidup amat miskin. Senada seperti pengakuan
beberapa PSK, bahwa sebenarnya jika mereka boleh
memilih, mereka tidak ingin jadi PSK, tetapi apa
daya, mereka tidak punya kepandaian atau
keterampilan. Meskipun banyak yang tidak
menyetujui pilihan pekerjaan mereka, tetapi kita
mulai bisa menghormati bahkan kagum pada para
perempuan pekerja seks komersial, karena setidaknya
mereka itu tetap merupakan pahlawan bagi
keluarganya. Dengan demikian saya asumsikan
bahwa mereka yang bekerja sebagai PSK seharusnya
tidak mendapatkan asumsi-asumsi buruk mengenai
diri mereka, padahal mereka rela mengorbankan
kesucianya demi memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Tidak adanya dukungan sosial ini menyebabkan
para PSK membentuk kelompok sendiri, yang
selanjutnya makin menjauhkan diri mereka dari
masyarakat umum seperti masuk ke dalam suatu
lokalisasi (wadah tempat prostitusi berlanjut).
Dari perspektif sosial ekonomi, tindakan ekonomi
adalah bukan tindakan individual, tetapi tindakan
yang melibatkan banyak pihak. Dalam hal ini
prostitusi dapat disebut suatu kegiatan perdagangan
dimana ada prinsip permintaan dan penawaran sama
halnya dengan transaksi jual-beli yang biasa kita
lakukan dipasar. Dimana para PSK adalah penjual
dan para “lelaki hidung belang” adalah pembelinya.
34
Hubungan primer dalam dunia prostitusi meliputi
semua hubungan langsung yang diperlukan suatu
kegiatan prostitusi. Hubungan-hubungan primer itu
biasanya berlangsung melalui lokalisasi. Dalam
hubungan primer ini, para PSK berinteraksi dengan
“germo” atau mucikari, pelanggan, pemilik tempat
lokalisasi bisa berupa losmen, wisma, maupun hotel
melati. Sedangkan dalam hubungan sekunder, para
PSK berinteraksi dengan pemerintah, panti sosial atau
lembaga sosial, media massa, maupun dengan aparat
keamanan (Satpol PP). Dengan demikian lembaga
atau panti sosial bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan pertobatan para PSK.
Tipe Prostitusi.
Jika kita berbicara mengenai tipe-tipe prostitusi
atau pekerja seks komersial (PSK), maka temuan
penelitian memperlihatkan adanya beberapa tipe
prostitusi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
a) Prostitusi tebuka versus terselubung.
b) Freelancer versus terikat.
c) Kelas ekonomi bawah versus menengah atas.
Mereka beroperasi diberbagai tempat, mulai dari
jalanan, mall, rumah bordil, hotel, diskotik, karaoke,
cafe, tempat pijat, salon bahkan sekolah maupun
kampus.
Hipotesis.
Dari seluruh uraian tersebut di atas, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sementara, yaitu
bahwa di samping faktor-faktor lain, lembaga sosial
atau panti sosial maupun pemerintah memiliki
peranan yang penting dalam perkembangan
penurunan jumlah PSK yang selanjutnya membawa
dampak bagi peningkatan kesejahteraan yang merata,
moral bangsa dan tentunya kegiatan prostitusi dapat
ditekan. Faktor eksternal lain yang juga ikut
menentukan jumlah pertobatan para PSK ini adalah
kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal, tempat
bergaul atau bersosialisasi, dan kondisi lingkungan
yang lebih luas seperti situasi ekonomi, politik dan
pemerintahan, termasuk layanan publik, kondisi
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
sosial budaya setempat, pengaruh luar negeri dalam
perkembangan dunia teknologi atau masuknya
budaya asing.
Gambar 2. Skema Hipotesis
Sedangkan faktor internal yang justru lebih
menentukan kontinuitas pertobatan atau perubahan
PSK adalah faktor motivasi, pengalaman, cara dia
bergaul, keturunan, dan keimanan pelaku atau
individu. Faktor-faktor ini selanjutnya akan
menentukan karakteristik seorang PSK untuk berubah
menjadi lebih baik atau bertobat. Karakteristik ini
selanjutnya akan ikut menentukan
cepat atau
lambatnya keberhasilan pemerintah dan masyarakat
dalam menekan angka prostitusi, memperbaiki moral
bangsa dan peningkatan kesejahteraan pada
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Strategi Penelitian:
Untuk mencapai tujuan memperoleh informasi
spesifik yang mendalam dan data mengenai kondisi
umum beserta fenomena dan proses-proses yang
relevan di Panti Sosial Bina Karya Wanita-Kedoya,
maka penelitian pada bulan pertama dilaksanakan
terutama dengan mempergunakan pendekatan dan
strategi field study dan strategi survai.
Field study dimaksudkan untuk memperoleh
data mengenai kondisi umum di Panti Bina Karya
Wanita-Kedoya khususnya jumlah pembina, staff
panti, jumlah pekerja seks komersial yang sedang
dibina, daya tampung panti, dan bentuk-bentuk
kegiatan selama pembinaan di panti sosial.
Disamping itu field study juga bermaksud
memperoleh gambaran mengenai struktur dan prosesproses sosial setempat, seperti stuktur organisiasi
pengelolaan panti sosial dan prosedur-prosedur yang
berlaku
Untuk memperoleh data tersebut peneliti
melakukan wawancara mendalam terhadap para
pimpinan insitusi atau para pembina sebagai
informan. Penelitian ini juga mengumpulkan bahanbahan tertulis ataupun visual yang relevan. Peneliti
juga melakukan observasi seperlunya guna
memperoleh data yang relevan baik verbal maupun
non verbal.
Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan
maksud untuk memperoleh data:
1) Data persepsi, mengenai alasan atau faktor
individu menjadi pekerja seks yang sedang dibina
di Panti Sosial Bina Karya Wanita dan pandangan,
pendapat para pembina di Panti Sosial terhadap
para pekerja seks.
2) Data karakterisitik dari para pekerja seks
komersial yang sedang dibina di Panti Sosial Bina
Karya Wanita-Kedoya.
3) Data mengenai karakteristik sosial ekonomi para
pekerja seks komersial (PSK) meliputi seperti
jenis kelamin, umur, pendidikan, asal daerah,
pengalaman mengenai prostitusi, jaringan sosial;
perkembangan kesejahteraan keluarga seperti
jumlah tanggungan, kondisi tempat tinggal, total
penghasilan dan pemanfaatan penghasilan untuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer dan
sekunder.
Field Study dan Survey
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
35
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan kurang lebih
3 bulan, sejak Bulan Februari sampai dengan April
2010. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Panti
Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, KedoyaJakarta Barat.
Tahapan Pelaksanaan.
Awal mulanya, kami hanya sebagai kelompok
atau tim dalam mata kuliah Program Kreativitas
Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) yang ada di Sekolah
Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Widuri. Pada
saat itu, dosen yang mengajar mata kuliah tersebut
berencana mengikuti salah satu kegiatan yang
diadakan oleh DIKTI, dan kami ditantang untuk
membuat sebuah proposal penelitian tentang masalah
sosial disekitar kita.
Ketika waktu penelitian sudah berjalan, ternyata
tidak sesuai dan semudah yang kami bayangkan.
Kami harus mengurus system birokrasi yang ada,
tidak sembarangan izin yang diberikan sebelum kami
memulai penelitian di Panti Sosial Bina Karya
Wanita Harapan Mulia, kami diwajibkan mengurus
izin di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang
terletak di Jl. Gn.Sahari II No.6 Jakarta Pusat. Dan
kami juga melaporkan kegiatan kami ke POLDA
Metro Jaya sebagai laporan kegiatan yang sah dan
tidak melanggar hukum. Ternyata, surat perizinan
kegiatan kami dari Dinas Sosial tidak langsung jadi
hari itu, butuh waktu kurang lebih 1 minggu, sekali
lagi waktu menjadi kendala. Setelah kami
mendapatkan surat persetujuan dari Dinas Sosial,
kami segera pergi ke Panti Sosial untuk menyerahkan
surat tersebut dan meminta izin untuk melakukan
kegiatan penelitian.
Waktu lagi-lagi menjadi kendala utama kami,
tidak semua anggota kelompok hadir untuk datang ke
Panti pada saat penelitian, dari 5 anggota (termasuk
ketua), mungkin yang bisa datang 2-3 orang, tidak
36
jarang hanya 1 orang saja. Tetapi, kami secara
bergiliran datang. Pernah terlintas, untuk menyerah
dan berhenti ditengah-tengah tetapi Dosen dan semua
pihak yang mendukung tetap menyemangati kami,
hingga saat ini, bulan terakhir, menyusun laporan
akhir kegiatan penelitian kami.
Instrumen Pelaksanaan.
Dalam kegiatan kami, instrument yang
digunakan adalah Pedoman Pengumpulan Data yang
dipergunakan untuk wawancara tidak terstruktur atau
fleksibel kepada WBS dan juga kepada Pembina
maupun staff panti. Meskipun data dan informasi
yang didapatkan tidak terlalu lengkap, tetapi sudah
cukup valid dalam penyusunan laporan akhir ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan dan Sejarah Lembaga.
Pelayanan bidang kesejahteraan sosial merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Setelah Indonesia dilanda krisis moneter
sejak tahun 1998, beban Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta semakin berat dirasakan. Sebagai ibukota
Negara dan barometer perekonomian bangsa, Jakarta
menjadi tujuan utama warga masyarakat dari
beberapa daerah dan provinsi lain yang mencoba
mengadu nasib. Sebagian besar warga masyarakat
pendatang tersebut, tidak mempunyai bekal
ketrampilan kerja dan pendidikan yang memadai,
sehingga tidak mampu bersaing dalam memasuki
lapangan kerja. Pada akhirnya mereka menambah
beban ibukota yang susah padat dan menjadi
penyandang masalah kesejahteraan social. Salah satu
diantaranya adalah Wanita Tuna Susila (WTS).
Atas dasar pertimbangan tersebut, Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui
Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial
Provinsi DKI Jakarta mendirikan sebuah panti dengan
nama “Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan
Mulia Kedoya”, yang beroperasional mulai bulan
Januari 2002 (sesuai SK. Gubernur Kepala Daerah
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
Khusus Ibukota Jakarta No.3622/2001) yang terletak
di Jl. Kembangan Raya No.3 Kedoya- Jakarta Barat.
Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia
Kedoya merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial
Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan resosialisasi tuna susila
yang meliputi identifikasi dan asesmen, bimbingan
dan pelatihan serta penyaluran dan pembinaan lanjut.
Yang bertujuan, terbina dan berkembangnya tata
kehidupan dan penghidupan warga binaan sosial yang
diliputi pulihnya rasa harga diri, kepercayaan diri,
kemauan, dan kemampuan untuk melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
bermasyarakat.
Panti Sosial Kedoya memiliki 3 wisma asrama
(mawar, melati dan anggrek) dan setiap wisma
dipimpin oleh seorang Warga Binaan Sosial (WBS)
yang bertugas menjadi kepala wisma (PALWIS).
PALWIS dipilih secara voting oleh WBS yang
tinggal satu wisma. Seorang PALWIS haruslah WBS
yang sudah senior (berada dipanti minimal 3 bulan
dari masa pembinaan 6 bulan), PALWIS bertugas
menkordinasikan, menjaga keamanan, ketertiban
wisma yang ia tempati dan menegur anggota
wismanya jika ada tidak mentaati tata tertib panti.
PALWIS juga harus menjadi contoh dan teladan bagi
anggotanya, tidak hanya memerintah melainkan harus
bergerak yang pertama kali. Jika seorang PALWIS
merasa tidak dapat melanjutkan tugasnya, ia dapat
mengundurkan diri maupun diberhentikan oleh
pembimbing /pembina.
Didalam panti, juga terdapat koperasi bagi WBS
yang ingin membeli makanan ringan maupun bagi
tamu yang berkunjung. Koperasi ini dikelola oleh
petugas panti.
Karakteristik Warga Binaan Sosial (WBS).
WBS yang sempat kami temui dan berbincangbincang mengatakan, motivasi mereka terjun kedalam
dunia prostitusi dikarenakan factor ekonomi keluarga,
putus sekolah, hamil diluar nikah, disakiti dan
dilecehkan orang terdekat, bahkan ada yang memang
dipaksa atau dijual oleh orangtuanya.
Rata-rata pendapatan mereka selama menjadi PSK
berkisar Rp. 200 ribu sampai Rp. 600 ribu perharinya.
Hasil tersebut, bersih setelah dipotong oleh ojek,
pihak hotel maupun mucikari. Mereka rata-rata
berusia 19 – 28 tahun, tetapi tidak sedikit WBS yang
berusia 35 tahun keatas.
Mayoritas, mereka berasal dari daerah Jawa Barat
atau Pulau Jawa yang mengadu nasib di Ibu Kota
tetapi tidak mempunyai keahlian dan keterampilan
khusus maupun pendidikan yang memadai sehingga
mereka memilih jalan untuk menjadi seorang PSK
demi kebutuhan hidup, ada pula yang memang telah
menjadi PSK didaerah asalnya dan dibawa oleh
mucikarinya ke Jakarta. Selanjutnya data disajikan di
lampiran (lihat CD)
Model pembinaan selama ini.
Ketika WBS terjaring razia, WBS dibawa ke
panti social bina insan yang bersifat sementara, lalu
jika memang ada indikasi PSK (Pekerja Seks
Komersial), maka akan diserahkan kepada Panti
Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia, Kedoya
untuk dibina selama 6 bulan. Selanjutnya, WBS akan
didata (nama, usia, domisili asal, latar belakang),
setelah di input ke komputer maka akan diketahui
apakah WBS seorang pemain lama maupun baru
yang sudah pernah terjaring sebelumnya. Mengenai
barang berharga milik WBS akan dititipkan kepada
panti (HP, emas, perhiasan, uang, pakaian pada saat
terjaring) semua barang tersebut dapat diambil
kembali ketika masa pembinaan selesai. Lalu WBS
akan diberikan pelayanan awal, pengarahan serta
penempatan dalam wisma lalu setiap WBS akan
diberikan peralatan perawatan kebersihan seperti :
sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sampo, sikat gigi
dan pembalut.
Ada beberapa bentuk fasilitas pelayanan dan
kegiatan yang diberikan, antara lain :
1. Pembinaan Fisik : Olahraga, senam kesegaran
jasmani.
2. Pemeriksaan kesehatan :
a) Pemeriksaan dan pengobatan ringan oleh
dokter panti, yang bertujuan untuk
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
37
mengetahui perkembangan kesehatan WBS
yang sakit.
b) Penyuluhan IMS dan pemeriksaan HIV,
AIDS.
c) Tidak menutup kemungkinan jika ada WBS
yang harus dirujuk ke puskesmas atau rumah
sakit yang telah ditetapkan (kerjasama) jika
harus menjalani rawat inap.
3. Bimbingan mental keagamaan bertujuan untuk
menambah wawasan pengetahuan WBS tentang
ajaran agama (Islam/Kristen) dan meningkatkan
keimanan, bimbingan keagamaan dibagi menjadi
2 (dua), antara lain :
a) Bimbingan Agama Islam meliputi materi :
- Allah SWT memuliakan manusia.
- Yasinan dan muhasabah.
- Ingin bahagia, berbuatlah yang dapat
mensucikan diri.
- Belajar Iqro’ dan membaca Al Qur’an.
- Modal usaha yang utama adalah hati
yang ada Iman.
- Yasinan dan Muhasabah.
- Keutamaan La ilahaillallah.
b) Bimbingan Agama Kristen meliputi materi :
- Iman.
- Menghitung hari.
- Gambar dan rupa Allah.
- Kemerdekaan.
Untuk bimbingan agama, diberikan rutin
seminggu
sekali
dengan
konsep
ceramah/khotbah. Khusus bimbingan agama
Islam, setiap hari Kamis malam, diadakan
pengajian oleh Ustad yang tinggal di lingkungan
panti.
4. Bimbingan social :
a) Morning Meeting :
Setiap hari (kecuali jumat, sabtu dan minggu)
jam 9 pagi sampai jam 10, diadakan morning
meeting. Para WBS dikumpulkan berbentuk
lingkaran, setiap harinya morning meeting
dipimpin oleh 1-2 pembimbing yang berbeda
(ada jadwal), begitu juga WBS yang bertugas
di morning meeting.
Morning meeting diawali dengan salam
keluarga, lalu pembimbing menghitung
jumlah WBS yang hadir, jika ada WBS yang
tidak hadir maka akan ditanyakan kepada
PALWIS.
38
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
Didalam morning meeting, terdapat beberapa
poin-poin yang diterapkan dan ada 9 hal
kegiatan utama didalamnya, antara lain :
1) Doa Pembuka
2) Pembacaan Filosofi.
“Masa lalu yang kelam, tidaklah perlu tuk
dikenang, tataplah jauh masa depan,
penuh semangat dan ketegaran. Disini
saya ingin belajar, menjadi insan yang
berharga, tidak dalam kepura-puraan dan
tekanan. Tetapi dalam kehidupan yang
nyata dan berguna, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Disini kita sebagai
keluarga besar, kita saling membutuhkan.
Tegorlah daku kawan demi perbaikan,
karena hidup ini penuh batu sandungan.”
Pembacaan filosofi ini dipimpin oleh salah
satu WBS yang bertugas membacakan,
lalu para WBS lainnya mengikuti.
3) Pengumuman.
Pengumuman diberikan oleh pembimbing
yang bertugas, isi dari pengumuman ini
tidaklah lain mengenai kegiatan yang ada
pada hari itu (untuk mengingatkan kembali
WBS), tata tertib, kedisiplinan, kebersihan,
dll.
4) Pull-Up.
Pull-Up adalah salah satu kegiatan didalam
morning meeting, di pull-up ini WBS dapat
menegor, menasihati WBS lainnya yang
melakukan kesalahan. Pull-Up berguna agar
ketika WBS keluar nantinya, ia tidak
canggung lagi dan dapat menerima kritikan,
masukan dan nasihat dari masyarakat
sekitarnya.
5) Pernyataan Diri.
Berbeda dengan Pull-Up, dalam pernyataan
diri, WBS diajarkan untuk berterimakasih,
maupun mengucapkan kata-kata yang
membangun kepada sesama WBS maupun
kepada pembimbing.
6) Berita Aktual
Yang dimaksud berita hari ini, WBS yang
mendapatkan tugas ini membawakan berita
baik berita, gossip maupun informasi lainnya
yang ia dapat ketika menonton televisi,
gunanya agar WBS yang tidak sempat
menonton televisi tetap mendapatkan berita
terkini meskipun ia didalam panti.
7) Konsep.
Konsep dalam morning meeting adalah, WBS
yang bertugas membawakan tugas ini
mengungkapkan isi hatinya maupun perasaan
bisa berupa puisi, kata-kata mutiara, dll.
8) Pengumuman.
Pengumuman berguna untuk memberikan
jadwal tugas morning meeting berikutnya,
tugas piket dapur dan hal lainnya seputar
kegiatan panti.
9) Permainan.
Morning meeting ditutup dengan games.
WBS yang mendapat tugas ini memulai dan
mengarahkan WBS lainnya untuk ikut serta,
Morning Meeting bertujuannya agar tercipta
kekompakan dan menjaga hubungan antara
sesama
WBS
maupun
pembimbing,
membangun rasa kekeluargaan, kepedulian,
kegiatan dan tanggung jawab WBS.
b) Static Group, yang bertujuan untuk menggali
potensi yang dimiliki WBS :
- Pandangan hidup.
- Membina keluarga.
- Cara mengendalikan emosi.
- Peran seorang wanita.
c) Konseling, yang bertujuan membantu
mengatasi masalah social yang dihadapi
WBS.
5. Bimbingan
psikologis,
bertujuan
untuk
membantu mengatasi gangguan psikologis yang
dihadapi WBS. Dalam bimbingan psikologis,
WBS diminta oleh Pembina/Pembimbing
Psikologis untuk membuat gambar berupa
lingkaran, persegi dan semacamnya maupun
menulis nama WBS itu sendiri, lalu dari gambar
atau tulisan tersebut, Pembina dapat mengetahui
karakter WBS. Pembina Psikologis yang ada
didalam Panti Social Kedoya adalah staff panti
yang memang berlatar belakang pendidikan
psikologis.
6. Rekreasi/hiburan dapat diadakan ketika hari libur
nasional maupun keagamaan. Rekreasi dan
hiburan diberikan untuk menjalin hubungan
kekeluargaan antara sesama WBS maupun
dengan para Staff dan Pembina Panti,
menghilangkan rasa jenuh. Contoh : lomba untuk
memperingati 17 Agustus 1945, hari raya Idul
Fitri, maupun hari libur nasional lainnya.
7. Perpustakaan. Panti Sosial Kedoya juga
mempunyai fasilitas perpustakaan yang berguna
untuk memberikan pengetahuan, bahan bacaan
maupun sebagai sarana hiburan bagi WBS dikala
waktu senggangnya.
8. Pelatihan keterampilan : Tata boga, Menjahit,
Tata rias (salon), Hantaran (mute-mute).
Pelatihan keterampilan ini diberikan sebagai
modal ketika WBS keluar dan ingin membuka
usaha kecil mandiri sesuai dengan jenis
keterampilan yang diberikan. Setiap WBS hanya
boleh memilih 1 (satu) jenis keterampilan dari
berbagai keterampilan yang ada hingga WBS
yang bersangkutan selesai masa pembinaan
selama 6 bulan. Hasil yang sudah selesai, seperti
mute-mute, pakaian dapat dijual untuk
pengunjung panti, dan untuk makanan (tata boga)
dapat dinikmati bersama-sama antara para WBS.
9. Kerja bakti. Diadakan setiap hari Jum’at pagi,
jam 9 sampai pagi. Kerja bakti dimulai setelah
WBS berolahraga/senam pagi yang mulai pada
pukul 8 sampai 9 pagi.
Untuk jam besuk, WBS yang tidak dikunjungi
oleh kerabat diberikan waktu bebas untuk menonton
TV, berbincang-bincang dengan sesama WBS,
bermain, maupun tidur siang. Setiap WBS diwajibkan
memilih salah satu pelatihan keterampilan, jika WBS
tidak ada jadwal pelatihan di hari itu maka ia
diberikan waktu bebas. Konsumsi WBS, diserahkan
semua kepada petugas yang memasak. WBS tidak
diperkenankan memasak, kecuali untuk konsumsi
seperti mie instant.
Untuk penyaluran atau terminasi, jika masa
pembinaan 6 bulan telah berakhir, WBS yang
bersangkutan
akan
dikembalikan
kepada
keluarga/domisili awal. Jika WBS berasal dari daerah
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
39
diluar Jabodetabek, maka panti akan menyerahkan
kepada Dinas Sosial DKI Jakarta untuk terminasi,
tetapi jika WBS yang bersangkutan berdomisili di
Jakarta maka WBS akan diserahkan kepada keluarga
(diantarkan kepada keluarga), tidak jarang keluarga
yang menjemput WBS di panti. Khusus, penjemputan
sebelum
masa
pembinaan berakhir.
WBS
diperbolehkan dijemput pulang hanya oleh keluarga,
dengan beberapa syarat yang harus dibuat (seperti,
surat perjanjian agar tidak mengulangi lagi) suratsurat ini harus disetujui oleh Dinas Sosial DKI
Jakarta, jika surat tersebut tidak disetujui maka WBS
harus menjalani masa pembinaan selama 6 bulan
penuh. Sejauh ini beberapa kenyataan yang dihadapi
ketika kami melakukan observasi dan wawancara
baik terhadap Pembina dan WBS, pelatihan dan
pembinaan kurang begitu maksimal, khususnya
pelatihan usaha mandiri atau keterampilan karena
waktu 6 bulan masa pembinaan tidaklah cukup untuk
menjadi modal yang kuat. Dalam memberikan
pelayanan kepada warga binaan social, panti
melibatkan profesi pekerja social, dokter & perawat,
agamawan dan instruktur keterampilan.
Peran pemerintah.
Sejauh ini informasi yang diterima, peran
pemerintah melalui Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta hanya memberikan sumbangan/bantuan
keperluan panti. Beberapa WBS yang kami temui,
mengatakan pernah sesekali pihak DEPNAKER
menawarkan penyaluran sebagai Tenaga Kerja
Wanita (TKW) di luar negri. Tetapi, mereka
menolaknya dikarenakan mereka tidak mau
mendapatkan siksaan fisik maupun seksual dari
majikan, atau tidak dibayar sebagaimana pengalaman
yang mereka dengar. Disamping itu, jika ada WBS
yang berminat untuk mengembangkan pelatihan yang
diberikan baik membuka usaha kecil mandiri maupun
mencari pekerjaan sesuai pelatihan yang diberikan
tetap saja terbentur oleh lapangan pekerjaan, memang
ironis, seakan pemerintah hanya memberikan bantuan
dalam jangka pendek. Karena, sebenarnya yang lebih
mereka butuhkan adalah lapangan pekerjaan dan
tidak ada diskriminasi.
Mayoritas WBS berharap agar pemerintah tidak
hanya melakukan razia rutin, atau hanya berkata akan
40
memberikan modal melainkan mereka lebih berharap
agar pemerintah memberikan lapangan pekerjaan
bagi rakyat menengah kebawah. Beberapa WBS yang
kami temui dan sempat berbincang bincang,
menanyakan tentang keterampilan yang diberikan
selama dipanti. Mayoritas mereka memilih
keterampilan tata boga dan tata rias (salon), dan
ketika kami bertanya lebih lanjut tentang harapan
kedepan, apakah keterampilan yang diberikan dapat
menjadi modal untuk membuka usaha sesuai dengan
keterampilan tersebut, tidak sedikit dari mereka
menjawab akan pikir-pikir dahulu, maupun memilih
pekerjaan lain, tetapi ada beberapa WBS yang
menjawab kalau sudah buntu mereka memilih
menjadi PSK kembali dan ada beberapa WBS yang
mengatakan akan membuka usaha salon, tetapi salon
plus-plus (kembali menjadi PSK, bahkan membuka
usaha prostitusi).
Mengenai monitoring, diperoleh informasi
dari mantan WBS yang sudah keluar dari panti. Sebut
saja EL (nama samaran). Awalnya, EL mengatakan
sudah kembali kekeluarga dan keluarganya sudah
mau menerima dia, tetapi selama dirumah
(lingkungan keluarga) terdapat diskriminasi dari
saudara-saudara. EL sekarang tinggal di sebuah
Apartement didaerah Daan Mogot, Jakarta Barat,
bersama dengan seorang mantan WBS lainnya, sebut
saja AM (nama samaran). Mereka kembali menjadi
PSK dengan alasan ekonomi. EL dapat mengantongi
± Rp. 800.000 – 1.000.000,- per malam. Dengan
penghasilan sebesar itu, ia dapat menikmati
kegelimpangan harta, peralatan eletronik, apartemen
dengan biaya sewa Rp. 1.200.000,- per bulan. Akan
tetapi
mereka
cenderung
mempergunakan
penghasilan tersebut untuk kebutuhan yang konsumtif
dan glamour.
Ternyata, hipotesis ini hanya berlaku didalam
panti sosial atau pada saat pembinaan berlangsung,
selebihnya ketika WBS keluar dari panti ia kembali
menjadi seorang PSK
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.
Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia
Kedoya sebagai UPT Dinas Sosial telah berusaha
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
melakukan kegiatan pelayanan berupa pembinaan
fisik, bimbingan mental keagamaan, bimbingan sosial
psikologis serta latihan keterampilan sesuai dengan
saran dan prasarana yang ada. Hal ini merupakan
wujud tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi
permasalahan social di masyarakat.
Maraknya masalah PSK harus diatasi secara
komperhensif, selain upaya rehabilitasi yang
dilaksanakan Panti, perlu dilakukan upaya
pencegahan terhadap munculnya permasalahan
prostitusi, baik oleh sektor terkait maupun
masyarakat.
Ternyata, hipotesis ini hanya berlaku didalam
panti sosial atau pada saat pembinaan berlangsung,
selebihnya ketika WBS keluar dari panti ia kembali
menjadi seorang PSK.
Saran.
selama 6 bulan, sehingga ada beberapa WBS yang
kami temui mengatakan waktu tersebut sangat tidak
efektif dalam belajar keterampilan.
Keluarga dan Masyarakat :
Peran Keluarga dalam membina dan mengajarkan
norma-norma kehidupan sangatlah penting, para
orangtua hendaknya jangan terlalu cuek dan egois
dengan dunianya sendiri, baik pekerjaan maupun hal
lain. Perhatikanlah anggota keluarga, awasi pergaulan
anak.
Para Pekerja Seks Komersial (PSK) bukanlah
sesuatu momok yang harus kita jauhi, mereka (PSK)
juga manusia sama seperti kita yang butuh perhatian,
sosialisasi dengan masyarakat sekitar. Dengan tidak
menjadi “Pembeli”, kita dapat mengurangi tindakan
prostitusi.
Untuk Perguruan Tinggi :
Untuk Pemerintah:
Untuk
menghindari
maraknya
masalah
kesejahteraan sosial, khususnya PSK, harus dilakukan
peningkatan kegiatan semua sektor yang terkait untuk
menekan lajunya urbanisasi, memperluas lapangan
pekerjaan dan adanya pengawasan tempat-tempat
hiburan yang berpotensi timbulnya kegiatan
prostitusi.
Perlu adanya peningkatan sosialisasi kepada
masyarakat melalui keluarga-keluarga, lembaga
keagamaan, serta organisasi sosial masyarakat, agar
masyarakat mampu mencegah dan menangkal diri
terhadap praktek prostitusi.
Untuk Panti:
Perlu adanya jenis keterampilan usaha mandiri
yang baru, karena beberapa jenis keterampilan yang
ada saat ini sangat susah untuk dikembangkan,
disalurkan dan dijual kepasaran, seperti mute-mute
yang memang peminat pembelinya sangat sedikit.
Dan waktu pembinaan keterampilan dapat dibilang
sangat sedikit, seminggu hanya 1-2 kali pertemuan
Peran perguruan tinggi terhadap PSK adalah
memberikan pendidikan baik secara akademi maupun
pendidikan
berupa
penyuluhan,
pemberian
ketrampilan yang berguna bagi mereka. Dan
memberikan bantuan beasiswa bagi mereka yang
tidak mampu tetapi mempunyai keinginan untuk
melanjutkan pendidikanya.
DAFTAR PUSTAKA
Antara News, PSK Eks Saritem Belum Tersentuh
Program
Rehabilitasi,
http://www.antara.co.id/view/?i=1178628652&c=S
BH&s=
Dinas Bina Mental Spiritual Dan Kesejahteraan Sosial
Provinsi DKI Jakarta, Panti Sosial Bina Karya
Wanita Harapan Mulia, Brosur
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 2009, Laporan
Kegiatan Panti Sosial Bina Karya Wanita
Harapan Mulia Kedoya Tahun 2009
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
41
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 2010. Laporan
Kegiatan Panti Sosial Bina Karya Wanita
Harapan Mulia Kedoya Bulan Januari 2010
Indoskripsi. Makna Hidup Pada Pekerja Seks Komersial,
http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2009/04/maknahidup-pada-pekerja-seks-komersial.html
Pikiran Rakyat ONLINE, Senin, 16 Maret 2009 , 23:21:00,
Rehabilitasi Mantan PSK Harus Manusiawi,
http://www.pikiranrakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=64508
STISIP Widuri 2008, NIM 08120015, Telepon/HP
08119630901/021-97776701,
Email [email protected]
EVA LIYANTI, lahir diJakarta, 18 Mei 1988,
mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Widuri
2008, NIM 08120001, Telepon/HP 08998067450.
JULI PERDI WIBOWO,
lahir di Wonogiri, 3
Juli 1986, mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial STISIP Widuri 2008, NIM 08110014,
Telepon/HP
08999981737,
Email
[email protected]
TIM PENELITI
JOSEPH BRAM, lahir di Jakarta 20 Juni 1989,
mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Widuri
2008,
NIM
08120008,
Telepon/HP
08998953892/021-97470065,
Email
[email protected]
LINDA DHARMAWANTI, Lahir di Jakarta, 7
Februari 1980, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
42
PUTRA HENDRA GIRI, lahirdi Jakarta, 21
September 1983, mahasiwa Jurusan Ilmu Komunikasi
STISIP Widuri 2008, NIM 08120010, Telepon/HP
08998155441, Email [email protected]
EDY SISWOYO, Doktor Sosiologi Kajian Sosiologi
Lingkungan, Dosen PNS Kopertis Wilayah III:
Lektor Kepala/Pembina, Kepala Pusat Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat (P3M) STISIP Widuri.
Kontak +628121954228, [email protected]
INSANI, ISSN : 0216-0552| No. : 10/1/Desember/2010
Download