BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Kinerja Keuangan
Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2001), kinerja
adalah “1. sesuatu yang dicapai; 2. prestasi yang diperlihatkan 3. kemampuan
kerja”(h. 570), dan pengertian keuangan adalah “1. seluk-beluk uang; urusan
uang; 2. keadaan uang”(h. 1233). Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka
kinerja keuangan adalah prestasi yang diperlihatkan di bidang keuangan.
Mengacu pada pendapat Helfert (2003), analisis kinerja perusahaan dilakukan
berdasarkan data keuangan yang dipublikasikan seperti tercermin pada laporan
keuangan yang dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Dalam menganalisis kinerja keuangan salah satu alat analisis yang
digunakan adalah analisis rasio keuangan.
Munawir (2004) menjelaskan rasio sebagai berikut,
“Ratio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan
(mathematical relationship) antara jumlah tertentu dengan jumlah yang lain,
dan dengan menggunakan alat analisa berupa ratio ini dapat menjelaskan atau
memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan
atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka ratio tersebut
dibandingkan dengan angka ratio pembanding yang digunakan sebagai
standard” (h.64).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka analisis rasio keuangan adalah
analisis hubungan berbagai pos di dalam laporan keuangan sebagai dasar untuk
mengintepretasikan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan kepada
pemakai laporan keuangan.
8
Munawir mengklasifikasikan rasio keuangan sebagai berikut
1. Rasio likuiditas, terdiri dari current ratio, cash ratio, acid test ratio, dan
working capital to total assets ratio.
2. Rasio leverage, terdiri dari total debt to equity ratio, total debt to total
capital assets, long term debt to equity ratio, tangible assets debt coverage,
dan time interest earned ratio.
3. Rasio aktivitas, yaitu total assets turnover, receiveable turnover, average
collection period, inventory turnover, average day’s inventory, dan working
capital turnover.
4. Rasio keuntungan, yaitu gross profit margin, operating income ratio,
operating ratio, net profit margin, earning power of total investment, net
earning power ratio dan rate of return for the owners (h.70-71).
Weston dan Brigham yang diterjemahkan oleh Sirait, A. (2005)
menambahkan satu analisis rasio lagi, yaitu rasio nilai pasar yang terdiri dari
price / earning ratio dan market / book ratio (h.305).
Menurut Weston et. al. analisis rasio digunakan oleh tiga kelompok
utama, yaitu
1. Manajer, yang menggunakan rasio-rasio tersebut untuk menganalisis,
mengendalikan, dan memperbaiki operasi perusahaan;
2. Analis kredit seperti petugas kredit bank atau analis yang menetapkan
peringkat obligasi (di AS), yang menganalisis rasio untuk menentukan
kemampuan suatu perusahaan membayar utangnya; dan
3. Analis sekuritas, yaitu analis saham yang berkepentingan atas efisiensi dan
prospek pertumbuhan perusahaan, dan analis obligasi yang berkepentingan
atas kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pokok obligasi
serta nilai likuidasi aktiva dalam hal terjadi kepailitan (h. 312-313).
Menurut Munawir, angka-angka rasio yang diperoleh dapat dianalisis
dengan memperbandingkan angka rasio tersebut dengan:
1. Standard ratio, atau rata-rata dari industri semacam di mana perusahaan
yang data keuangannya dianalisa anggotanya.
2. Rasio-rasio semacam dari masa lalu dari perusahaan yang bersangkutan
3. Rasio keuangan dari perusahaan lain yang merupakan pesaing perusahaan
yang dinilai cukup baik(h. 101).
9
II.1.1.1
Analisis Rasio Likuiditas
Menurut Munawir, likuiditas adalah ”Menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus
segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan pada saat ditagih” (h.32). Dengan kata lain, rasio
likuiditas menggambarkan kekuatan finansial jangka pendek perusahaan.
Hal ini didukung oleh pendapat Bodie, Kane, dan
Marcus (2002),
yaitu,”Liquidity and interest coverage ratio are of great importance in
evaluating the riskiness of a firm’s securities. They aid in assessing the
financial strenght of the firm” (p. 617). Berdasarkan pendapat tersebut,
maka likuiditas bisa mempengaruhi perilaku investor dalam berinvestasi
karena menggambarkan resiko dari sekuritas perusahaan.
Mengacu pada pendapat Weston et al. (2005) dua rasio likuiditas
yang lazim digunakan adalah rasio lancar dan rasio cepat.
1. Rasio lancar (current ratio), dihitung dengan membagi aktiva lancar
dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana
tagihan-tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi
dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai
dalam waktu dekat. Mengacu pada pendapat Munawir (2004), current
ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah 200%
Persamaan rasio lancar:
Rasio lancar = aktiva lancar
Kewajiban lancar
10
2. Rasio cepat (quick ratio / acid-test ratio), dihitung dengan jalan
mengurangi aktiva lancar dengan persediaan, kemudian dibagi dengan
aktiva lancar. Menurut Helfert tujuan dari rasio ini adalah “To test the
collectability of current liabilities in the case of real crisis, on the
assumption inventory would have no value at all (p 141)”. Jadi, rasio
ini menggambarkan likuiditas perusahaan paling tinggi, sehingga
makin tinggi rasio ini, makin rendah resiko jangka pendek perusahaan.
Hal ini akan menarik minat para investor berinvestasi. Persamaan rasio
cepat:
Rasio cepat = aktiva lancar-persediaan atau
Kewajiban lancar
Acit test ratio = kas+efek+piutang
Kewajiban lancar
II.1.1.2
Analisis Rasio Profitabilitas
Menurut Munawir, profitabilitas atau rentabilitas adalah
”Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan diukur dengan
kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara
produktif, dengan demikian, rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui
dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode
dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut”(h. 33).
Sementara menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005), rasio
profitabilitas adalah ”Measure the income or operating success of an
enterprise for a given period of time. Income, or the lack of it, affects the
ability to obtain debt and equity financing” (p.779).
Berdasarkan kedua hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
profitabilitas diukur dengan kesuksesan perusahaan menghasilkan laba
11
dan menggunakan aktiva dan modalnya secara produktif untuk
menghasilkan laba. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan pendanaan
dengan cara ekuitas dan hutang. Berdasarkan kesimpulan tersebut, rasiorasio yang digunakan adalah
1. Net profit margin (NPM)
Menurut Weygandt et al. rasio ini, “ A measure of the percentage of
each dollar of sales that result ini net income” (p.779). Rasio ini
mengukur
kesuksesan
perusahaan
menghasilkan
laba
dari
penjualannya, sehingga semakin tinggi rasio ini, mungkin akan
membuat investor berminat untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Persamaannya adalah
NPM = Net income
Net sales
2. Return on Assets (ROA), rasio ini menurut Weygandt et al. adalah “An
overall measure of profitability” (p.780). Selain itu, rasio ini juga
mengukur produktivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan laba,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam melakukan investasi. Hal ini
dikarenakan rasio tersebut menggambar tingkat efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan laba, sehingga makin tinggi
rasio ini profitabilitas secara keseluruhan semakin tinggi. Hal ini tentu
akan menarik minat investor untuk membeli saham perusahaan
tersebut, sehingga harga saham akan naik. Persamaannya adalah
ROA = Net income
Average assets
12
3. Return on Equity (ROE), menurut Weygandt et al. rasio ini “Shows how
many dollars of net income were earned for each dollar invested by the
owners” (p.780). Jadi, rasio ini mengukur tingkat pengembalian yang
diperoleh para pemegang saham dari tiap dollar/rupiah yang
diinvestasikan, sehingga makin tinggi rasio ini minat investor membeli
saham perusahaan tersebut semakin tinggi. Persamaannya adalah
ROE =
Net Income
Average Common Stockholders’ Equity
Jika ada saham preferen, maka laba bersih harus dikurangi dividen
preferen untuk memperoleh laba yang tersedia untuk pemegang saham
biasa
ROE =
II.1.1.3
Net Income – preferred dividend
Average Common Stockholders’ Equity
Analisis Rasio Leverage
Mengacu pada pendapat Weston et al. (2005), leverage keuangan
adalah
tingkat
penggunaan
utang
sebagai
sumber
pembiayaan
perusahaan. Menurut Weston et al.
“Leverage keuangan, menyiratkan tiga hal penting, yaitu (1) dengan
menaikkan dana melalui utang, pemilik dapat mempertahankan
pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditor
mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik
sebagai marjin pengaman; jika pemilik dana hanya menyediakan
sebagian kecil dari pembiayaan total, resiko perusahaan dipikul terutama
oleh kreditornya, (3) jika perusahaan memperoleh tingkat laba yang lebih
tinggi atas dana pinjamannya dari pada tingkat bunga yang dibayarkan
atas bunga tersebut, maka pengembalian atas modal pemilik diperbesar,
atau “diungkit”(leveraged)(h. 299).
13
Salah satu rasio dalam rasio leverage adalah debt to total assets.
Menurut Helfert rasio debt to total assets merupakan”The first and the
broadest test is the proportion of total debt, both current and long term to
total assets” (p. 142). Selain itu, menurut Helfert, debt to total assets
digunakan untuk mendeskripsikan “Other people’s money to the total
claims agains the assets of the business (p. 142)”. Hal ini berarti makin
tinggi rasionya makin tinggi resikonya, sehingga mungkin akan
mengurangi minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Persamaannya adalah sebagai berikut
Debt to total assets = Total debt
Total assets
II.1.1.4
Analisis Rasio Aktivitas
Berdasarkan pendapat Weston et al., menjelaskan rasio aktivitas
dengan nama rasio pengelolaan aktiva, yaitu rasio yang
“Mengukur seberapa efektif suatu perusahaan mengelola aktivanya.
Rasio ini diukur untuk menjawab pertanyaan berikut: Apakah jumlah dari
masing-masing jenis aktiva yang terdapat dalam neraca sudah wajar,
terlalu tinggi atau terlalu rendah mengingat tingkat pengoperasian saat ini
dan yang diproyeksikan di masa yang akan datang” (h. 296).
Menurut
Helfert
rasio
yang
paling
sering
digunakan
menghubungkan penjualan dengan aktiva kotor atau penjualan terhadap
aktiva bersih, yaitu asset turnover. Menurut Helfert, “The measure
indicates the size of recorded asset commitment required to support a
particular level of sales or, conversely, the sales dollars generated by
each dollar of assets” (p. 121), sehingga bisa dilihat seberapa besar aktiva
14
secara keseluruhan mendukung aktivitas perusahaan. Makin tinggi rasio
ini maka makin produktif aktiva perusahaan secara keseluruhan, sehingga
penjualan dan laba perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini akan menarik
minat
pemegang
saham
untuk
berinvestasi
di
perusahaan
tersebut.Persamaan asset turnover:
Assets turnover =
Sales
-----------------------Average total assets
II.1.1.5
Analisis Rasio Nilai Pasar
Menurut Weston et al, rasio nilai pasar
“Mengkaitkan harga saham perusahaan dengan labanya dan dengan
nilai buku per saham. Rasio-rasio ini memberikan indikasi kepada
manajemen mengenai apa pendapat investor tentang prestasi perusahaan
di masa lalu dan prospeknya untuk masa mendatang. Jika rasio likuiditas,
pengelolaan aktiva, pengelolaan utang dan profitabilitas perusahaan
semuanya bagus, maka rasio nilai pasarnya akan tinggi, dan harga saham
mungkin akan setinggi yang diperkirakan” (h. 305).
Rasio ini ada dua, yaitu
1. Price / earning (P/E) ratio, menurut Weston et al. rasio P/E
“Memperlihatkan berapa dolar (rupiah) yang akan dibayar investor
untuk setiap laba periode berjalan” (h. 305). Berarti makin tinggi
rasio ini, maka harga saham semakin tinggi. Persamaannya adalah
(P/E) ratio = harga per saham
Laba per saham
2. Market / book ratio, menurut Weston et al rasio ini adalah
“Rasio harga pasar saham terhadap nilai bukunya, dan rasio ini
memberikan indikasi lain tentang bagaimana investor memandang
suatu perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas
ekuitasnya tinggi biasanya dengan penggandaan nilai buku yang lebih
15
tinggi daripada perusahaan lain yang tingkat pengembaliannya
rendah” (h. 306).
Berarti makin tinggi rasio ini, maka harga saham semakin tinggi.
Persamaannya adalah
Market to book ratio = Harga pasar per saham
Nilai buku per saham
II.1.2 Saham
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) saham adalah
“Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud
saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut
adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi
kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di
perusahaan tersebut”
Saham dapat dibedakan menjadi dua, yaitu saham biasa dan saham
preferen. Saham preferen memberikan pendapatan tetap kepada pemegang
sahamnya. Akan tetapi, saham preferen tidak memberikan hak kepemilikan
kepada pemegangnya.
Pemilik saham biasa memiliki hak suara untuk ikut berperan di dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pendapatan pemilik saham tidak tetap,
tergantung apakah perusahaan pada periode tersebut memperoleh laba atau
tidak dan mempunyai kebijakan untuk membagikan laba tersebut sebagai
dividen untuk periode tersebut.
Karakteristik saham biasa menurut Darmadji dan Fakhruddin adalah
1. Deviden dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba
2. Memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
16
3. Memiliki hak terakhir dalam pembagian kekayaan perusahaan pada saat
perusahaan yang bersangkutan dilikuidasi setelah semua kewajiban
perusahaan dilunasi.
4. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar
proporsi sahamnya atau hak untuk mengalihkan kepemilikan saham (h.
07- 08).
II.1.3 Nilai Saham
Nilai saham ada tiga macam, yaitu nilai intrinsik, nilai nominal dan nilai
pasar.
1. Nilai intrisik
Menurut Weston et al. merupakan “Nilai suatu aktiva yang terdapat pada
pikiran investor tertentu di mana nilai ini dapat dibenarkan oleh fakta”(h.
235). Dalam hal ini aktiva yang dimaksud adalah saham. Nilai ini didapat
dari analisis fundamental, yang menurut Penman (2001) prosedur analisis
fundamental adalah
•
•
•
•
•
Knowing the business: the products, the knowledge base, the
competition, the regulatory constraints,
Analyzing information: in financial statement, outside financial
statements
Forecasting payoffs: specifying payoffs, forecasting payoffs
Converting to a valuation
Trading on the valuation, (a) Outside investor: compare value with
price to buy, sell or hold (b) Inside investor: compare value with cost
to accept or reject strategy”(p.11).
Mengacu pada pendapat Weston et al. (2005), maka nilai ini secara umum
sensitif terhadap dividen, pertumbuhan dividen, dan tingkat pengembalian
yang diinginkan. Nilai intrinsik yang dihasilkan akan dibandingkan dengan
harga saham untuk melihat apakah nilai pasar mencerminkan kemampuan
ekonomi yang sesungguhnya dari perusahaan.
17
2. Nilai buku
Menurut Helfert nilai buku adalah
“Recorded residual claim of the shareholder as stated on the balance
sheet. Book value is an accumulation of past transaction and values and
does not reflect current economic value, which is based on current potential
earnings or dividends. It’s only under unusual circumtances that book value
per share will be reasonably representative of anything approximating the
economic value of a share of common stock”(p. 407).
Nilai ini biasanya dipakai pada saat yang tidak biasa seperti pada saat
perusahaan baru berjalan atau pada saat likuidasi. Persamaan nilai buku
menurut Weston et al (h. 306)
Nilai buku per saham = Ekuitas saham biasa
Saham biasa yang beredar
3. Harga pasar
Menurut Weston et al. merupakan “Harga pasar aktual sekarang ini” atau
“Harga jual saham di pasar” (h. 235). Menurut Weygandt et al. adalah “The
dollar prices per shares are established by interaction between buyers and
sellers. In general, the prices set by the marketplace tend to follow the trend
of a company’s earnings and dividends”(p. 566). Akan tetapi, menurut
Syafitri (2008) yang menurut abstraksi thesis-nya melakukan pengujian
kemampuan sebuah model penilaian harga saham dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan yang dibuat oleh Clarke, Wilson, Daines, dan Nadauld
dalam bukunya yang berjudul ‘Strategic Financial Management' dalam
memprediksi harga saham perusahaan-perusahaan Indeks LQ 45 tahun 2005
dan 2006 pada closing price H+5 setelah publikasi laporan keuangan.
Hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara harga saham
18
prediksi dengan harga saham sesungguhnya. Hal ini berarti bahwa ada
kemungkinan harga pasar saham sensitif terhadap perubahan kinerja
keuangan dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Menurut Helfert nilai saham
dalam pasar surat berharga dapat diasumsikan cukup mewakili nilai ekonomi
berdasarkan prestasi masa kini dan prospektif dari suatu perusahaan dengan
syarat:
• The Stock should be traded frequently and in fairly sizable volume
• Share ownership should ideally be widespread so that trading does not
involve moving large blocks of shares between a small number of
interested parties.
• The stock should be publicly traded on one or more stock exchanges, or
be part of teh increasingly important NASDAQ market (p.408).
II.1.4 Paradigma Penelitian
Berikut adalah pardigma penelititan berdasarkan landasan teori yang
menjadi dasar pembuatan hipotesis dan model empiris penelitian.
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
current ratio Acid-test ratio Assets turnover Debt to total assets
Net profit margin Harga saham
Return on assets Return on equity Price / earning ratio Market / book ratio
19
II.2 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas dapat dilakukan pengembangan hipotesis. Di
bawah ini disajikan argumen-argumen yang menjadi dasar pengembangan hipotesis
dan hipotesis yang dihasilkan
1. Current Ratio
Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2002),”Liquidity and interest coverage
ratio are of great importance in evaluating the riskiness of a firm’s securities.
They aid in assessing the financial strenght of the firm”, sehingga likuiditas bisa
menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan pemegang saham dalam
berinvestasi. Current ratio menurut Weston et. al. merupakan salah satu rasio
likuiditas yang lazim dipakai, karena menunjukkan sampai sejauh mana
tagihan-tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva
yang diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat.
Menurut Munawir current ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah
200%. Kemudian, dalam penelitian yang dilakukan Sunarko (2008) atas
pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan
telekomunikasi di BEI dengan metode korelasi didapat bahwa pengaruh
korelasinya adalah negarif. Dengan demikian hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho1: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara current ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha1: Ada sensitivitas yang signifikan antara current ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
20
2. Acid-test Ratio
Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2002),”Liquidity and interest coverage
ratio are of great importance in evaluating the riskiness of a firm’s securities.
They aid in assessing the financial strenght of the firm”, sehingga likuiditas bisa
menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan pemegang saham dalam
berinvestasi. Acid-test ratio menurut Weston et. al. merupakan salah satu rasio
likuiditas yang lazim dipakai, karena menunjukkan sampai sejauh mana
tagihan-tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva
yang tingkat likuiditasnya tinggi dan menurut Helfert (2003) tujuan dari rasio
ini adalah “To test the collectability of current liabilities in the case of real
crisis, on the assumption inventory would have no value at all (p 141)”. Jadi,
rasio ini menggambarkan likuiditas perusahaan paling tinggi, sehingga makin
tinggi rasio ini, makin rendah resiko jangka pendek perusahaan. Hal ini akan
menarik minat para investor berinvestasi. Dengan demikian hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho2: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara acid-test ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha2: Ada sensitivitas yang signifikan antara acid-test ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
3. Net Profit Margin
Dalam penelitian yang dilakukan Sunarko (2008) atas pengaruh kinerja
keuangan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan telekomunikasi di BEI
21
dengan metode regresi dan korelasi ada kesimpulan bahwa net profit margin
mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI. Selain itu, rasio ini mengukur kesuksesan
perusahaan menghasilkan laba dari penjualannya, sehingga semakin tinggi rasio
ini, mungkin akan membuat investor berminat untuk membeli saham
perusahaan tersebut. Dengan demikian hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho3: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara net profit margin PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha3: Ada sensitivitas yang signifikan antara net profit margin PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
4. Return on Assets
rasio ini menurut Weygandt et al. adalah “An overall measure of profitability”
(p.780). Selain itu, rasio ini juga mengukur produktivitas penggunaan aktiva
dalam menghasilkan laba, sehingga perlu dipertimbangkan dalam melakukan
investasi. Hal ini dikarenakan rasio tersebut menggambar tingkat efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan laba, sehingga makin tinggi
rasio ini profitabilitas yang dihasilkan aktiva secara keseluruhan semakin tinggi.
Hal ini tentu akan menarik minat investor untuk membeli saham perusahaan
tersebut, sehingga harga saham akan naik. Dengan demikian hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho4: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara return on assets PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
22
Ha4: Ada sensitivitas yang signifikan antara return on assets PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
5. Return on Equity
Dalam penelitian yang dilakukan Sunarko (2008) atas pengaruh kinerja
keuangan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan telekomunikasi di BEI
dengan metode regresi dan korelasi ada kesimpulan bahwa return on equity
mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI. Selain itu, menurut Weygandt et al. rasio
ini “Shows how many dollars of net income were earned for each dollar
invested by the owners” (p.780). Jadi, rasio ini mengukur tingkat pengembalian
yang
diperoleh
para
pemegang
saham dari tiap dollar/rupiah yang
diinvestasikan, sehingga makin tinggi rasio ini minat investor membeli saham
perusahaan tersebut semakin tinggi. Dengan demikian hipotesis dari penelitian
ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho5: Tidak ada sensitivitas signifikan antara return on equity PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha5:
Ada
sensitivitas
signifikan
antara
return
on
equity
PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
6. Debt to Total Assets
Dalam penelitian yang dilakukan Sunarko (2008) atas pengaruh kinerja
keuangan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan telekomunikasi di BEI
dengan metode korelasi ada kesimpulan bahwa debt to total assets mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
harga
saham
perusahaan-perusahaan
23
telekomunikasi yang terdaftar di BEI. Selain itu, menurut Helfert (2003) rasio
debt to total assets merupakan”The first and the broadest test is the proportion
of total debt, both current and long term to total assets” (p. 142), sehingga
semakin tinggi rasio ini akan menggambarkan semakin tingginya resiko aktiva
perusahaan karena dibiayai oleh kewajiban, sehingga mungkin akan mengurangi
minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut. Dengan demikian
hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis
alternatif):
Ho6: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara debt to total assets PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha6: Ada sensitivitas yang signifikan antara debt to total assets PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
7. Assets Turnover
Dalam penelitian yang dilakukan Sunarko (2008) atas sensitivitas kinerja
keuangan terhadap harga saham perusahaan-perusahaan telekomunikasi di BEI
dengan metode korelasi ada kesimpulan bahwa assets turnover mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
harga
saham
perusahaan-perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI. Menurut Helfert rasio yang paling sering
digunakan menghubungkan penjualan dengan aktiva kotor atau penjualan
terhadap aktiva bersih, yaitu asset turnover. Menurut Helfert, “The measure
indicates the size of recorded
asset commitment required to support a
particular level of sales or, conversely, the sales dollars generated by each
dollar of assets” (p. 121), sehingga bisa dilihat seberapa besar aktiva secara
24
keseluruhan mendukung aktivitas perusahaan. Makin tinggi rasio ini maka
makin produktif aktiva perusahaan secara keseluruhan, sehingga penjualan dan
laba perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini akan menarik minat pemegang
saham untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan demikian hipotesis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho7: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara assets turnover PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha7: Ada sensitivitas yang signifikan antara assets turnover PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
8. Price/Earning Ratio
Menurut Weston et. al., “Jika rasio likuiditas, pengelolaan aktiva, pengelolaan
utang dan profitabilitas perusahaan semuanya bagus, maka rasio nilai pasarnya
akan tinggi, dan harga saham mungkin akan setinggi yang diperkirakan (h. 305).
Salah satu rasionya adalah price/earning ratio menurut Weston et al. rasio P/E
“Memperlihatkan berapa dolar (rupiah) yang akan dibayar investor untuk setiap
laba periode berjalan (h. 305). Berarti makin tinggi rasio ini, maka harga saham
semakin tinggi. Dengan demikian hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut (dinyatakan dalam hipotesis alternatif):
Ho8: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara price/earning ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha8: Ada sensitivitas yang signifikan antara price/earning ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
25
9. Market/Book Ratio
Menurut Weston et. al., “Jika rasio likuiditas, pengelolaan aktiva, pengelolaan
utang dan profitabilitas perusahaan semuanya bagus, maka rasio nilai pasarnya
akan tinggi, dan harga saham mungkin akan setinggi yang diperkirakan” (h.
305). Salah satu rasionya adalah market/book ratio . menurut Weston et al rasio
ini adalah
“Rasio harga pasar saham terhadap nilai bukunya, dan rasio ini memberikan
indikasi lain tentang bagaimana investor memandang suatu perusahaan.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas ekuitasnya tinggi biasanya
dengan penggandaan nilai buku yang lebih tinggi daripada perusahaan lain yang
tingkat pengembaliannya rendah (h. 306).
Berarti makin tinggi rasio ini, maka harga saham semakin tinggi. Dengan
demikian hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut (dinyatakan dalam
hipotesis alternatif):
Ho9: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara market/book ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
Ha9: Ada sensitivitas yang signifikan antara market/book ratio PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dengan harga sahamnya.
10. Rasio-rasio keuangan yang bersensitivitas signifikan secara bersamaan
Berdasarkan teori-teori yang sudah disajikan pada pengembangan hipotesis di
atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa rasio-rasio keuangan di atas
bersensitivitas signifikan terhadap harga saham. Hipotesis untuk pengujian
sembilan rasio keuangan di atas secara bersamaan sebagai berikut(dinyatakan
dalam hipotesis alternatif):
26
Ho10: Tidak ada sensitivitas yang signifikan antara rasio keuangan PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. yang lolos uji hipotesis sensitivitas
secara individual dengan harga sahamnya.
Ha10: Ada sensitivitas yang signifikan antara signifikan antara rasio
keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. yang lolos uji hipotesis
sensitivitas secara individual dengan harga sahamnya.
27
Download