ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bank Syariah
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank
Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.
Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah memiliki beberapa persamaan.
Persamaan tersebut dalam hal sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi
komputer
yang
digunakan,
syarat-syarat
umum
memperoleh
pembiayaan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), proposal, laporan keuangan, dan sebagainya (Antonio, 2001).
Sedangkan perbedaan-perbedaaan antara bank syariah dengan bank konvensional
adalah sebagai berikut (Antonio, 2001):
1. Aspek Legal
Akad yang dilakukan pada Bank syariah memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap
akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi,
maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal
berikut :
a. Rukun, seperti; penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab kabul,
b. Syarat, seperti :
1. Barang dan jasa harus halal, sehingga transaksi atas barang dan jasa
yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
2. Harga barang dan jasa harus jelas.
3. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada
biaya transportasi.
4. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.
Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti
yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
2. Lembaga Penyelesai Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah
terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah
pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya
sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung
Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang
amat membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi
operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis
syariah.
DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada
setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang
diberikan oleh DPS. Karena itu, biasanya penetapan anggota DPS dilakukan
oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), setelah para anggota DPS itu
mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya
operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan
syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah
sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, diperlukan
garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan
ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
DPS harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun)
bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank
bersangkutan.
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru
dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai
penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh
DSN.
4. Bisnis dan Usaha yang dibiayai
Dalam Bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas
dari saringan syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai
usaha yang di dalamnya terdapat hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum
dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut :
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau
berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal?
6. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun
tidak langsung?
5. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan
dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat bertanggungjawab (amanah)
dan dapat dipercaya (shiddiq) harus melandasi setiap karyawan sehingga
tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan
bank syariah harus skillfull dan profesional (fathanah), dan mampu melakukan
tugas secara team work dimana informasi merata di seluruh fungsional
organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward and punishment,
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan
yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan
tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak
harus senantiasa terjaga.
6. Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank konvensional disajikan
pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbandingan bank syariah dengan bank konvensional
No. Bank Syariah
Bank Konvensional
1.
Melakukan
investasi-investasi Investasi yang halal dan haram.
yang halal saja.
2.
Berdasarkan prinsip bagi hasil, Memakai perangkat bunga.
jual beli, atau sewa.
3.
Profit dan falah oriented.
Profit oriented.
Falah
berarti
mencari
kemakmuran di dunia dan
kebahagiaan di akhirat.
4.
Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah
bentuk hubungan kemitraan.
dalam
bentuk
hubungan
kreditor-debitor.
5.
Penghimpunan dan penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis.
dana harus sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas Syariah.
Sumber: Antonio, 2001
2.3.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Menurut UU RI Nomor 21 Tahun 2008, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009
tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, juga diatur tentang bentuk badan
hukum BPRS. Bentuk badan hukum BPRS dalam pasal 2 peraturan tersebut
adalah Perseroan Terbatas.
UU RI Nomor 21 Tahun 2008 juga menjelaskan usaha-usaha yang dapat
dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh BPRS. Usaha-usaha tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Usaha-usaha BPRS
Usaha yang boleh dilakukan
a. Menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan berupa tabungan dan
dalam bentuk investasi berupa
deposito atau tabungan.
b. Menyalurkan
dana
kepada
masyarakat
dalam
bentuk
pembiayaan.
c. Menempatkan dana pada Bank
Syariah lain dalam bentuk titipan
atau investasi.
d. Memindahkan uang, baik untuk
kepentingan sendiri maupun
untuk
kepentingan
nasabah
melalui rekening BPRS yang ada
di Bank Umum Syariah, Bank
Umum Konvensional, dan UUS.
e. Menyediakan
produk
atau
melakukan kegiatan usaha Bank
Syariah lainnya yang sesuai
dengan
prinsip
syariah
berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia.
Sumber: UU RI Nomor 21 Tahun 2008
2.4.
Usaha yang tidak boleh dilakukan
a. Melakukan kegiatan usaha yang
bertentangan dengan prinsip
syariah.
b. Menerima simpanan berupa giro
dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
c. Melakukan kegiatan usaha
dalam valuta asing, kecuali
penukaran uang asing dengan
izin Bank Indonesia.
d. Melakukan kegiatan usaha
perasuransian, kecuali sebagai
agen pemasaran produk asuransi
syariah.
e. Melakukan penyertaan modal,
kecuali pada lembaga yang
dibentuk untuk menanggulangi
kesulitan likuiditas BPRS.
f. Melakukan usaha lain di luar
kegiatan usaha yang telah
disebutkan.
Kinerja Keuangan
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran standar
dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1993). Menurut Husein
Umar (2003), kinerja perusahaan dapat dilihat dari sisi keuangan yang didasarkan
pada laporan keuangan. Kinerja keuangan itu sendiri dapat diartikan sebagai
prestasi perusahaan dalam mengelola sumberdaya keuangannya didalam
menjalankan usahanya.
2.5.
Laporan Keuangan
2.5.1. Pengertian
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang
dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau
aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data
atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 1995). Sedangkan definisi dari
akuntansi adalah seni daripada pencatatan, penggolongan dan peringkasan
daripada peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya
sebagian bersifat keuangan dengan cara yang setepat-tepatnya dan dengan
penunjuk atau dinyatakan dalam uang, serta penafsiran terhadap hal-hal yang
timbul daripadanya (Munawir, 1995).
Menurut Niswonger (1999) akuntansi adalah sistem informasi yang
menghasilkan laporan kepada pihak-pihak berkepentingan mengenai aktivitas
ekonomi dan kondisi perusahaan. Akuntansi berfungsi sebagai penyedia data guna
penyusunan laporan keuangan (Jumingan, 2008)
Kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam
laporan keuangan perusahaan pada hakikatnya merupakan hasil akhir dari
kegiatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan (Jumingan, 2008). Tujuan
laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi
(Soemarso, 2005).
Laporan keuangan menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai
salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan atau sebagai laporan
pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan perusahaan (Harahap, 2004).
Di
samping
sebagai
informasi,
laporan
keuangan
juga
sebagai
pertanggungjawaban atau accountability. Dan juga dapat menggambarkan
indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya. Dengan adanya
laporan keuangan pihak manajemen dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta
mempertahankan kekuatan yang dimilikinya (Kasmir, 2004).
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009), pada saat ini selain terdapat
laporan keuangan konvensional, Dewan Standar Akuntansi Indonesia (DSAK)
telah menyusun PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Syariah tentang
kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah. Kerangka ini
berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah
maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor swasta.
Laporan keuangan syariah memiliki beberapa tujuan, yaitu (Nurhayati dan
Wasilah, 2009):
a. Menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan
kegiatan usaha.
c. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi
aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya.
d. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas
syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya
pada tingkat keuntungan yang layak.
e. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam
modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai
pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk
pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
2.5.2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) karakteristik kualitatif merupakan
ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu:
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi
dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan
ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya
dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar
pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh
pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi haruslah merupakan informasi yang relevan.
Artinya, mempunyai kaitan dengan keputusan yang akan diambil. Informasi
memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa
kini, atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
mereka di masa lalu. Relevansi suatu informasi dapat dicapai apabila: (a)
mengandung nilai umpan balik dan prediksi; (b) disampaikan pada waktu
yang tepat (Soemarso, 2005). Umpan balik dapat berupa prediksi, pembenaran
atau penolakan terhadap harapan yang telah dibuat sebelumnya
3. Keandalan
Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang
tulus atau jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau
yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Secara lebih sederhana dapat
dikatakan bahwa informasi itu dapat dikatakan andal bila telah sesuai dengan
apa yang seharusnya terjadi (Soemarso, 2005).
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah
antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar
entitas syariah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pembandingan berupa
pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain
yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas syariah tersebut,
antar periode entitas syariah yang sama, untuk entitas syariah yang berbeda,
maupun dengan entitas lain.
2.5.3. Pemakai Laporan Keuangan
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) pemakai laporan keuangan, yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda, meliputi:
a. Investor sekarang dan investor potensial; hal ini karena mereka harus
memutuskan apakah akan membeli, menahan atau menjual investasi atau
penerimaan dividen. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil
(rate of return) dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu
perusahaan (Jumingan, 2008).
b. Pemilik dana qardh; untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada
saat jatuh tempo.
c. Pemilik dana syirkah temporer; untuk pengambilan keputusan pada investasi
yang memberikan tingkat pengembalian yang bersaing dan aman.
d. Pemilik dana titipan; untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil
setiap saat.
e. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf; untuk informasi
tentang sumber dan penyaluran dana tersebut.
f. Pengawas syariah; untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah
terhadap prinsip syariah.
g. Karyawan; untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitabilitas
entitas syariah.
h. Pemasok dan mitra usaha lainnya; untuk memperoleh informasi tentang
kemampuan entitas membayar utang pada saat jatuh tempo.
i.
Pelanggan; untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas
syariah.
j.
Pemerintah serta lembaga-lembaganya; untuk memperoleh informasi tentang
aktivitas entitas syariah, perpajakan serta kepentingan nasional lainnya.
Pemerintah sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan, di
samping untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung perusahaan
tersebut, juga sangat diperlukan oleh lembaga pemerintah lainnya seperti Biro
Pusat Statistik, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja untuk
dasar dalam membuat perencanaan pemerintah atau untuk dasar pengambilan
kebijaksanaan pemerintah (Jumingan, 2008).
k. Masyarakat; untuk memperoleh informasi tentang kontribusi entitas terhadap
masyarakat dan negara.
2.5.4. Unsur-unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi
(Nurhayati dan Wasilah, 2009):
a) Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang
terdiri atas laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan arus
kas, serta laporan perubahan ekuitas.
 Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan
adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini
didefinisikan sebagai berikut:
1) Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan
diharapkan akan diperoleh entitas syariah. Aset atau aktiva menunjukkan
segala bentuk kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan dan merupakan
sumber daya bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya
(Yadiati dan Wahyudi, 2008). Aktiva suatu bank pada umumnya terdiri
atas alat-alat likuid, aktiva produktif, dan aktiva tidak produktif
(Dendawijaya, 2005).
2) Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus
keluar dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat
ekonomi.
3) Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi
dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana
entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan
dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban, karena
entitas syariah tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari
pemilik dana ketika mengalami kerugian kecuali akibat kelalaian atau
wanprestasi entitas syariah. Namun demikian, dia juga tidak dapat
digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan
tidak memiliki hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.
4) Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi
semua kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas (equity) juga disebut
dengan kewajiban perusahaan kepada pemilik modal (Yadiati dan
Wahyudi, 2008). Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal
pemegang saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan
penyesuaian pemeliharaan modal.
 Laporan Laba Rugi
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba)
adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan dan beban didefinisikan
berikut ini:
1) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi
pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).
2) Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal, termasuk di dalamnya
beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang
timbul.
b) Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi
laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan
penggunaan dana kebajikan.
c) Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan
tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.
2.5.5. Keterbatasan Laporan Keuangan
Laporan keuangan sangat berguna dalam pengambilan keputusan bagi para
pemakai laporan keuangan. Walaupun demikian, menurut Harahap (2004),
laporan keuangan memiliki keterbatasan, diantaranya:
1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian
yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai
satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan pihak tertentu.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan
berbagai pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang materiil. Demikian pula,
penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin
tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang materiil
terhadap kelayakan laporan keuangan.
5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila
terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai
penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba
bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.
6. Laporan
keuangan
lebih
menekankan
pada
makna
ekonomi
suatu
peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas). Substance over
form.
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan
pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat
dari informasi yang dilaporkan.
8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan
menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomi dan tingkat
kesuksesan antarperusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan
umumnya diabaikan.
2.6.
Analisis Laporan Keuangan
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) analisis laporan keuangan
adalah seni untuk mengubah data dari laporan keuangan ke informasi yang
berguna bagi pengambil keputusan. Menurut Jumingan (2008) analisis laporan
keuangan (financial statement analysis) adalah hubungan antara suatu angka
dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat
menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.
Angka-angka dalam laporan keuangan akan sedikit artinya kalau dilihat
secara sendiri-sendiri. Agar laporan keuangan dapat dibaca sehingga menjadi
berarti, maka perlu dilakukan analisis terlebih dulu (Kasmir, 2004). Dengan
analisis, pemakai laporan keuangan lebih mudah menginterpretasikannya
(Soemarso, 2005). Analisis laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau
mempelajari hubungan-hubungan atau kecenderungan (trend) untuk menentukan
posisi keuangan dan hasil operasi perkembangan perusahaan yang bersangkutan.
Ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisis laporan
keuangan, yaitu analisis horizontal dan analisis vertikal (Munawir, 1995). Tujuan
dari setiap metode dan teknik analisis adalah untuk menyederhanakan data
sehingga dapat lebih dimengerti.
Analisis horizontal adalah analisis dengan mengadakan pembandingan
laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan
diketahui perkembangannya. Metode horizontal ini disebut pula sebagai metode
analisis dinamis.
Sedangkan analisis vertikal yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisis
hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan
antara pos yang satu dengan pos lainnya dalam laporan keuangan tersebut,
sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu
saja. Analisis vertikal ini disebut juga sebagai metode analisis yang statis karena
kesimpulan yang dapat diperoleh hanya untuk periode itu saja tanpa mengetahui
perkembangannya.
Menurut Munawir (1995) metode dan teknik analisis digunakan untuk
menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan,
sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut
bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan
tertentu, atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding lainnya, misalnya
diperbandingkan dengan laporan keuangan yang dibudgetkan atau dengan laporan
keuangan perusahaan lainnya.
2.6.1. Analisis horizontal
Analisis horizontal atau analisis trend adalah suatu analisis yang
memperbandingkan laporan keuangan perusahaan seperti neraca dan laporan laba
rugi untuk beberapa tahun terakhir (Munawir, 1995). Metode analisis ini
digunakan untuk melihat gambaran mengenai perkembangan kondisi keuangan
perusahaan dari tahun ke tahun. Dengan menganalisis laporan keuangan
perusahaan dari tahun ke tahun dapat diketahui kecenderungan ataupun trend dari
hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan, apakah tetap, meningkat ataupun
menurun.
2.6.2. Analisis Persentase Per Komponen (Common Size Financial Statement)
Dalam analisis horizontal seperti telah diuraikan sebelumnya, penganalisis
tidak dapat membandingkan atau tidak dapat memperoleh gambaran tentang
perubahan dalam masing-masing unsur dari tahun ke tahun dalam hubungannya
dengan total aktiva, total utang dan modal sendiri, dan jumlah atau nilai penjualan
neto (Jumingan, 2008). Kelemahan tersebut timbul apabila perbandingan akan
dibuat untuk dua perusahaan atau lebih, atau antara suatu perusahaan dengan
industri.
Analisis persentase per komponen (common size financial statement) atau
analisis vertikal merupakan analisis yang dilakukan dengan cara menghitung
proporsi dari pos-pos yang ada dalam laporan keuangan, untuk melihat proporsi
dari pos-pos tersebut terhadap suatu pos yang dibandingkan dalam laporan
keuangan (Munawir, 1995). Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) common
size analysis adalah analisis yang membagi semua bagian dari neraca dengan total
aktiva dan semua bagian laporan laba rugi dengan penjualan bersih atau
pendapatan.
2.6.3. Analisis Rasio Keuangan
Menurut Riyadi (2004) rasio keuangan adalah hasil perhitungan antara dua
macam data keuangan, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua
data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numeric, baik
dalam persentase atau kali. Hasil perhitungan rasio ini dapat digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan pada periode tertentu.
Menurut Arifin dan Wicaksono (2006) rasio keuangan merupakan alat
analisis yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan
hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu
laporan keuangan (financial statement). Analisis rasio keuangan terhadap suatu
perusahaan digunakan untuk mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan
perusahaan terutama bagi pihak manajemen. Hasil analisis dapat digunakan untuk
melihat kelemahan perusahaan selama periode waktu berjalan. Kelemahan yang
terdapat di perusahaan dapat segera diperbaiki, sedangkan hasil yang cukup baik
harus dipertahankan pada waktu mendatang. Selanjutnya analisis historis tersebut
dapat digunakan untuk penyusunan rencana dan kebijakan di tahun mendatang.
Analisis rasio keuangan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
analisis rasio keuangan yang terdapat dalam peraturan Bank Indonesia Nomor:
9/17/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan BPR berdasarkan
prinsip syariah. Analisis ini mencakup empat kelompok analisis rasio yang
meliputi rasio permodalan, rasio kualitas aset, rasio rentabilitas dan rasio
likuiditas.
1. Rasio Permodalan
Rasio permodalan digunakan untuk mengetahui kemampuan kecukupan
modal bank dalam mendukung kegiatan bank secara efisien. Rasio ini terdiri dari
rasio kecukupan modal, rasio proyeksi kecukupan modal, rasio kecukupan equity,
rasio kecukupan modal inti terhadap dana pihak ketiga, fungsi intermediasi atas
dana investasi dengan metode profit sharing.
a. Rasio Kecukupan Modal (CAR)
Rasio kecukupan modal digunakan untuk mengukur kecukupan modal
bank dalam menyerap kerugian dan pemenuhan ketentuan Kewajiban Pemenuhan
Modal Minimum (KPMM) yang berlaku. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
bahwa bank semakin solvable.
b. Rasio Proyeksi Kecukupan Modal
Rasio proyeksi kecukupan modal digunakan untuk menilai kecukupan
modal dalam menyerap risiko penempatan dana di masa datang, melalui proyeksi
pertumbuhan CAR.
c. Rasio Kecukupan Equity (ECR)
Rasio kecukupan equity digunakan untuk mengukur kemampuan modal
bank untuk menyerap resiko memburuknya kualitas aktiva produktif bank.
d. Rasio kecukupan modal inti terhadap dana pihak ketiga (EDR)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal inti menutup
kewajiban kepada pemilik dana pihak ketiga serta memperkirakan potensi biaya
sistemik.
e. Fungsi Intermediasi atas dana investasi dengan metode Profit Sharing
(FI)
Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi dana profit sharing terhadap
total dana pihak ketiga yang mencerminkan intensitas fungsi bank sebagai
manajer investasi. Semakin besar FI akan mempengaruhi besarnya ATMR dan
kebutuhan modal minimum bank.
2. Rasio Kualitas Aset
Rasio kualitas aset digunakan untuk mengevaluasi kondisi aset BPRS,
sebagai akibat dari kegiatan BPRS dalam mengelola risiko. Nilai rasio kualitas
aset dipengaruhi oleh komponen-komponen yang terdapat pada aktiva perusahaan.
Rasio kualitas aset terdiri dari rasio kualitas aktiva produktif (EAQ), rasio
pembiayaan bermasalah (NPF), rasio tingkat rata-rata pengembalian pembiayaan
hapus buku (ARR) dan rasio nasabah pembiayaan bermasalah (NPB).
a. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (EAQ)
Rasio kualitas aktiva produktif digunakan untuk mengukur proporsi aktiva
produktif yang tidak diklasifikasikan terhadap total aktiva produktif. Aktiva
produktif atau earning asset adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing
yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan
fungsinya (Dendawijaya, 2005).
b. Rasio pembiayaan bermasalah (NPF)
Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) digunakan untuk mengukur proporsi
pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan.
c. Rasio tingkat rata-rata pengembalian pembiayaan hapus buku (ARR)
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian pembiayaan
yang telah dihapus buku.
d. Rasio Nasabah Pembiayaan Bermasalah (NPB)
Rasio nasabah pembiayan bermasalah (NPB) digunakan untuk mengukur
proporsi nasabah pembiayaan bermasalah terhadap jumlah nasabah pembiayaan.
3. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam
menghasilkan profit melalui operasi bank. Rasio rentabilitas terdiri dari rasio
efisiensi operasional (REO), rasio aset yang menghasilkan pendapatan (IGA),
rasio net margin operasional utama (NSOM), rasio biaya tenaga kerja terhadap
total pembiayaan (RTK), return on assets (ROA), return on equity (ROE).
a. Rasio Efisiensi Operasional (REO)
Rasio efisiensi operasional digunakan untuk mengukur efisiensi operasi
BPRS.
b. Rasio aset yang menghasilkan pendapatan (IGA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi aset yang memberikan
pendapatan, terhadap total aset.
c. Rasio Net Margin Operasional utama (NSOM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi pendapatan bersih utama
setelah dikurangi distribusi bagi hasil dan biaya operasi utama, terhadap aktiva
produktif.
d. Rasio Biaya Tenaga Kerja Terhadap Total Pembiayaan (RTK)
Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi biaya tenaga kerja terhadap
pembiayaan yang diberikan.
e. Return on Assets (ROA)
Return on Assets digunakan untuk mengukur tingkat kemampulabaan bank
atas aset yang dimiliki.
f. Return On Equity (ROE)
Return on equity digunakan untuk mengukur tingkat kemampulabaan bank
atas modal yang dimiliki.
4. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
menyelesaikan kewajiban jangka pendek. Analisis rasio likuiditas terdiri dari cash
ratio (CR), Short Term Mistmatch (STM) dan rasio pembiayaan terhadap dana
yang diterima (financing to deposit ratio/FDR).
a. Cash Ratio (CR)
Cash Ratio atau rasio kas digunakan untuk mengukur kemampuan alat
likuid bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Alat likuid atau
cash asset adalah aktiva yang dapat dipergunakan setiap saat untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas bank (Dendawijaya, 2005). Aktiva ini merupakan aktiva
yang paling likuid dari keseluruhan aktiva bank. Contoh dari aktiva ini antara lain
adalah uang kas dan giro pada bank lain. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi
pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam praktik akan
dapat mempengaruhi profitabilitasnya (Dendawijaya, 2005).
b. Short Term Mistmatch (STM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan aktiva lancar bank
dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek (sampai dengan 3 bulan).
c. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan bank terhadap dana yang dihimpun. Semakin tinggi
nilai rasio ini maka memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
likuiditas bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari
loan to deposit ratio (LDR) atau dalam perbankan syariah disebut financing to
deposit ratio (FDR) suatu bank adalah sekitar 80 persen. Namun, batas toleransi
berkisar antara 85 persen dan 100 persen (Dendawijaya, 2005).
2.7.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Nurhasanah tahun 2005 yang berjudul Analisis Laporan
Keuangan dan upaya Perbaikan Kinerja Keuangan Perusahaan PT. (Persero)
Biro Klasifikasi Indonesia. Tujuan dari penelitiannya adalah mengetahui
perkembangan dan proporsi keuangan perusahaan, menganalisis kinerja keuangan
perusahaan, serta mengidentifikasi strategi bagi keberlangsungan operasional
selanjutnya. Metode yang digunakan dalam penelitiannya antara lain analisis
trend, analisis persentase per komponen, analisis rasio serta analisis Du Pont.
Berdasarkan hasil analisisnya, kondisi perusahaan selama lima tahun terakhir
menunjukkan kondisi yang cukup baik.
Budiman pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan judul Analisis
Perkembangan Kinerja Keuangan (Studi kasus: PT. Pupuk Kujang (Persero)
Cikampek Periode 2001-2005). Tujuan dari penelitiannya adalah menganalisis
laporan keuangan perusahaan selama lima tahun terakhir, kemudian menganalisis
laporan keuangan berdasarkan SK. Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002
mengenai penilaian kinerja perusahaan yang meliputi aspek keuangan. Setelah itu
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kinerja
keuangan perusahaan selama lima tahun terakhir. Metode yang dipergunakan
dalam penelitiannya antara lain menggunakan alat analisis berupa analisis trend,
persentase per komponen, analisis rasio serta analisis Du Pont. Selain itu
digunakan juga metode analisis standar penilaian kinerja
BUMN yang
berdasarkan SK. Menteri BUMN. Hasil yang diperoleh dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa kondisi kinerja keuangan perusahaan sangat baik.
Hartono (2003) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja
Perusahaan Berdasarkan Laporan Keuangan dan Proyeksi Kebutuhan Dana
Untuk Periode Yang Akan Datang. Tujuan yang mendasari penelitiannya adalah
menganalisis kinerja PT. PLN (Persero) area jaringan Kramat Jati selama tiga
tahun terakhir, kemudian melakukan penilaian kinerja berdasarkan SK. Menteri
BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002. Setelah itu mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan kinerja keuangan perusahaan selama tiga
tahun terakhir serta melakukan proyeksi terhadap kebutuhan dana untuk periode
yang akan datang. Metode yang dipergunakan dalam penelitiannya antara lain
menggunakan alat analisis berupa analisis trend, persentase per komponen dan
analisis rasio. Metode persentase terhadap penjualan digunakan untuk melakukan
proyeksi keuangan. Selain itu digunakan juga metode analisis standar penilaian
kinerja BUMN yang berdasarkan SK. Menteri BUMN. Hasil yang diperoleh
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan kurang
baik. Hal ini menandakan perusahaan masih belum mampu untuk berbuat banyak
dalam meningkatkan performa keuangannya, disebabkan perusahaan hanya
bergerak di satu jenis usaha dengans atu jenis produk pula.
Download