BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN UMUM PROYEK KONSTRUKSI Pada dasarnya yang dimaksud dengan proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Sehingga pengertian proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan/infrastruktur. Bangunan ini pada umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk didalamnya bidang teknik sipil dan arsitektur, juga tidak jarang melibatkan disiplin lain seperti ; teknik industri, teknik mesin, teknik elektro dan sebagainya. Adapun bentuk bangunan tersebut dapat berupa perumahan, gedung perkantoran, bendungan, terowongan, bangunan industri dan bangunan pendukung yang banyak digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Suatu pekerjaan konstruksi tidak selalu dapat dikategorikan sebagai proyek konstruksi, tetapi harus memiliki kriteria-kriteria tertentu seperti dibawah ini: 1. Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas. 2. Rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, yang ada adalah proyek yang sejenis. Menurut Prijono, 1994, daur kegiatan untuk mencapai tujuan proyek tampak dalam gambar 2.1 yang menyajikan langkah berkesinambungan dengan tujuan untuk mencapai hasil yang baik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 2 PERENCANAAN 1. Tentukan sasaran 2. Survey sumber daya 3. Menyusun strategi PENGENDALIAN 1. Membandingkan hasil dengan rencana 2. Laporan 3. Pemecahan masalah PELAKSANAAN 1. Alokasi sumber dana 2. Arahan pelaksanaan 3. Motivasi staf Gambar 2.1. Langkah Berkesinambungan dengan Tujuan Untuk Mencapai Hasil yang Baik. Sumber : Prijono “Tata Laksana Proyek”, 1994 2.2 MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI Metodelogi yang erat berhubungan dengan penyelenggaraan proyek adalah sistem engineering dan sistem manajemen. Sistem engineering mencoba menjelaskan proses terwujudnya suatu sistem, atau dengan kata lain mencoba menerangkan langkah-langkah yang harus dilalui untuk mewujudkan suatu gagasan menjadi sistem yang berbentuk fisik. Dengan demikian sistem engineering menjadi sejajar dengan tujuan proyek yaitu, merealisasi gagasan menjadi kenyataan fisik, misalnya instalasi pabrik atau produk manufaktur. Sebagian para pemikir masalah manajemen yang mengamati aplikasi teori-teori manajemen berkesimpulan bahwa suatu bentuk pendekatan manajemen yang efektif untuk situasi tertentu tidak memberikan hasil sesuai dengan harapan bagi situasi yang lain. Jadi tidak ada jaminan keberhasilan yang sama bagi setiap teknik pengelolaan pekerjaan pada kegiatan yang berbeda. Dengan latar belakang hasil pengamatan tersebut timbul pendekatan yang dikenal sebagai pendekatan situasional (contingency) yang menyatakan tugas manajemen adalah mengidentifikasi teknik dan metode yang harus digunakan untuk menangani suatu jenis kegiatan pada waktu dan kondisi tertentu. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang efektif dan efisien, hal ini berarti manajer BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 3 hendaknya memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai pemikiran atau teori manajemen. Mendalami bermacam teknik dan metode yang bersangkutan serta kapan dan dalam situasi apa harus diterapkan. Banyak kritik yang mengatakan bahwa pendekatan situasional tidak memberikan petunjuk langkah-langkah spesifik untuk menanggapi berbagai situasi yang dihadapi. Meskipun demikian bagi penyelenggara proyek, suatu pengertian dasar bahwa kegiatan harus dikelola berdasarkan tuntutan situasi yang dominan pada waktu itu dan tidak kaku (hanya mengikuti satu macam pendekatan saja) merupakan hal yang amat berguna untuk diperhatikan, karena itu sesuai dengan perilaku kegiatan proyek itu sendiri. 2.2.1 Manajemen Konstruksi Profesional Perkembangan manajemen konstruksi di negara kita tidak dapat lepas dari perkembangan industri jasa konstruksi. Sedang perkembangan industri jasa konstruksi berhubungan erat dengan pelaksanaan pembangunan yang saat ini sedang giat dilaksanakan. Pada umumnya industri jasa konstruksi mencakup kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pembangunan prasarana dan sarana fisik dalam bidang gedung, bidang teknik sipil dan bidang instalasi. Dengan meningkatnya volume pembangunan tersebut, maka diikuti pula peningkatan cara pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang berupa perkembangan dalam bidang manajemen konstruksi. Demikian pula hubungan kerja yang terjadi antara unsur-unsur pelaksana pembangunan mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan volume kegiatan untuk masing-masing jenis bangunan. Manajemen proyek adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) secara sistematis pada suatu proyek dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal. Dalam perkembangan manajemen proyek (proyek konstruksi) berkembang secara lebih luas dengan diterapkan pada seluruh tahapan proyek, mulai dari tahapan perencanaan, perancangan, pengadaaan dan pelaksanaan, sehingga untuk menerapkannya akan lebih rumit dan komplek karena sumber daya yang ada berlainan dan bervariasi dan mempunyai tujuan-tujuan sesuai dengan tahapan proyeknya. Pada manajemen proyek dalam pengertian diatas, kegiatan-kegiatan yang dilakukan beraneka ragam, mulai dari perencanaan program, survei, penelitian, studi BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 4 kelayakan, perancangan, pengadaan barang/lelang sampai pelaksanaan, sehingga akan melibatkan berbagai ahli dan pihak yang lebih banyak (surveyor, perencana/arsitek, ahli geologi, konstruktor, kontraktor dsb) yang merupakan suatu tim yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga memerlukan pengelolaan (manajemen) yang professional (terpadu) sehingga dengan pendekatan konsep ini dibutuhkan seorang atau badan usaha dibidang manajemen yang akan mengelola proyek tersebut mulai dari perencanaan, perancangan, lelang/tender sampai pelaksanaannya. Dengan konsep ini dapat dilakukan perencanaan secara bersamaan dengan beberapa perencana, begitu juga pada tahap pelaksanaan secara bertahap (fast track) tanpa harus menunggu dahulu perencanaan selesai secara keseluruhan. Dengan konsep ini peran manajer proyek konstruksi sangat besar dalam menentukan keberhasilan proyek dari segi waktu, biaya, mutu, keamanan dan kenyamanan yang optimal, sehingga dari sisi ini dapat berkembang perusahaan yang bergerak dalam bidang manajemen konstruksi (konsultan MK) yang akan mengelola proyek-proyek yang diingini oleh pemilik secara professional dan optimal. Konsep manajemen ini terus berkembang dan dikenal dengan konsep manajemen konstruksi. Bila dilihat dari beberapa aspek/pendekatan, Manajemen Konstruksi dapat dibedakan menjadi : 1. Manajemen Konstruksi (MK) sebagai suatu sistem atau metode/pendekatan, disini pengelolaan proyek didasarkan pada sistem metode MK, mulai dari perencanaan, perancangan maupun pengadaaan dan pelaksanaannya, sehingga diperoleh perancangan dan pelaksanaan proyek yang optimal. 2. Manajemen Konstruksi (MK) sebagai suatu proses atau prosedur, untuk proyekproyek yang menerapkan manajemen konstruksi, maka proses dan prosedur untuk mendapatkan, melaksanakan dan mengelola poyek harus sesuai dengan sistem tersebut, yaitu mulai dari pengelolaan, perancangan, pengadaan dan pelaksanaan ditentukan oleh tim MK bersama pemilik. 3. Manajemen Konstruksi (MK) sebagai profesi, yaitu manajemen konstruksi sebagai badan usaha yang bergerak dibidang MK. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 5 2.2.2 Manajemen Konstruksi Sebagai Sistem 2.2.2.1 Sistem Pelaksanaan Tradisional (Traditional Delivery System) Hingga akhir tahun 1970-an di Amerika ada dua sistem pelaksanaan proyek yang telah digunakan dalam industri konstruksi dengan cukup sukses, yaitu : 1. Sistem Tradisional (traditional system) Dalam sistem ini Pemilik pada tahap perekayasaan dan perancangan (engineering design) mengadakan ikatan kontrak dengan Konsultan Perencana. Pada tahap pelaksanaan (construction) Pemilik mengadakan ikatan kontrak dengan pihak Kontraktor. Gambar 2.2 menunjukkan Sistem Tradisional dimana pihak kontraktor seakan-akan bekerja sendiri-sendiri secara independent. Perencana menyelesaikan tugas-tugas perencanaannya sebelum Pemilik memilih Kontraktor Pelaksana. Setelah penentuan Kontraktor biasanya Pemilik meminta perencana menjadi pengawas pelaksanaan proyek atas nama pemilik. Pemilik Perencana Ket : Kontraktor garis kontrak Subkontraktor-subkontraktor Gambar 2.2. Bagan sistem tradisional Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 2. Sistem Rancang Bangun (Design-Built System) Sistem ini cukup populer di Eropa dan Amerika Selatan. Pada sistem ini perancangan dan pelaksanaan dilakukan oleh satu perusahaan sehingga memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem tradisional. Waktu yang dibutuhkan dari tahap perancangan hingga tahap pelaksanaan lebih singkat, total biaya lebih rendah serta pencapaian standar mutu lebih terjamin. Adapun hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam sistem ini dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 6 Pemilik Perencana Kontraktor Ket : garis kontrak Subkontraktor-subkontraktor Gambar 2.3. Bagan Sistem Rancang Bangun Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 2.2.2.2 Sistem Manajemen Konstruksi Profesional (Profesional Construction Management Delivery System) Sistem ini merupakan sistem manajemen yang relatif lebih baru dibanding dengan sistem pelaksanaan tradisional dan merupakan perkembangan alternative dari sistem di atas. Pada umumnya PCM dibagi menjadi empat sistem, yaitu : 1. Agency Construction Management (ACM). Pada sistem ini konsultan manajemen konstruksi mendapat tugas dari pihak pemilik dan berfungsi sebagai koordinator penghubung (interface) antara perancangan dan pelaksanaan serta antar para kontraktor. Konsultan MK dapat mulai dilibatkan mulai dari fase perencanaan tetapi tidak menjamin waktu penyelesaian proyek, biaya total serta mutu bangunan. Pihak pemilik mengadakan ikatan kontrak langsung dengan beberapa kontraktor sesuai dengan paket-paket pekerjaan yang telah disiapkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 7 Pemilik Konsultan ACM Konsultan Perencana Kontraktor Ket : garis koordinasi Gambar 2.4. Bagan ACM Delivery Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 2. Extended Service Construction Management (ESCM). Jasa konsultan MK dapat diberikan oleh pihak kontraktor. Apabila perencana melakukan jasa Manajemen Konstruksi, akan terjadi konflik kepentingan karena peninjauan terhadap proses perancangan tersebut dilakukan oleh konsultan perencana itu sendiri, sehingga hal ini akan menjadi suatu kelemahan pada sistem ini (tipe a). Pada tipe b, kontraktor kemungkinan melakukan jasa Manajemen Konstruksi berdasarkan permintaan Pemilik (ESCM/Kontraktor). PROYEK ESCM/ Perencana Ket : PEMILIK Para Kontraktor Konsultan perencana garis kontrak Tipe – a Kontraktor/ ESCM Kontraktor Tipe - b Gambar 2.5. Bagan Extended CM Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 3. Owner Construction Management (OCM). Dalam hal ini pemilik mengembangkan bagian manajemen konstruksi profesional yang bertanggungjawab terhadap manajemen proyek yang dilaksanakan, seperti yang terlihat pada gambar 2.6 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 8 Pemilik Konsultan Desain Ket : garis kontrak Tim OCM Kontraktor Gambar 2.6. Bagan Owner CM (CM) Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 4. Guaranted Maximum Price Construction Management (GMPCM). Konsultan ini bertindak lebih kearah kontraktor umum daripada sebagai wakil pemilik. Disini konsultan GMPCM tidak melakukan pekerjaan konstruksi tetapi bertanggungjawab kepada pemilik mengenai waktu, biaya dan mutu. Jadi dalam Surat Perjanjian Kerja/Kontrak konsultan GMPCM tipe ini bertindak sebagai pemberi kerja terhadap para kontraktor (sub kontraktor). Pemilik Konsultan Perencana Ket : garis kontrak Kontraktor & MK Kontraktor Gambar 2.7. Bagan GMPCM Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 Pada sistem ini GMPCM lebih berperan sebagai multi kontraktor, dengan kata lain GMPCM dapat mengatur keseluruhan proyek termasuk keberadaan kontraktor, sehingga tidak hanya sebagai pengawas proyek saja. MK pada sistem ini mempunyai tanggungjawab penuh dalam hal biaya dan garansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 9 kualitas pekerjaan kepada pemilik. Sistem ini sangat berbeda dengan sistemsistem diatas dalam hal tanggungjawab atas waktu, biaya dan kualitas. 2.2.3 Tujuan Manajemen Konstruksi Konsep manajemen konstruksi menuntut adanya dapur profesional yang mengelola keputusan-keputusan yang akan diambil oleh proyek, dan konsep ini juga menuntut suatu pengelolaan proyek secara teknis operasional yang akan melengkapi pengelolaan strategis yang berada ditangan pemilik (owner). Manajemen Konstruksi dilaksanakan oleh tim profesional, yang bersamasama dengan pemilik merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan proyek secara terpadu. Secara diagram pengelolaan proyek dengan konsep MK dapat digambarkan seperti dibawah ini. Pemilik/ Pimpro Pengelolaan Strategis Tim Profesional MK Pengelolaan Teknis Operasional P R O Y E K Gambar 2.8. Diagram Pengelolaan Proyek dengan Konsep MK Sumber : Tim Penyusun “Ilmu Manajemen Konstruksi Untuk Perguruan Tingggi”, 1998 Penerapan konsep manajemen konstruksi yang baik adalah mulai tahap perencanaan, namun dapat juga pada tahap-tahap lain sesuai dengan tujuan dan kondisi proyek tersebut sehingga konsep MK dapat diterapkan pada tahap-tahap proyek sebagai berikut : 1. Manajemen Konstruksi dilaksanakan pada seluruh tahapan proyek. Pengelolaan proyek dengan sistem MK, disini mencakup pengelolaan teknis operasional proyek, dalam bentuk masukan-masukan dan atau keputusan yang berkaitan dengan teknis operasional proyek konstruksi, yang mencakup seluruh tahapan proyek, mulai dari persiapan, perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan penyerahan proyek. 2. Tim MK sudah berperan sejak awal desain, pelelangan dan pelaksanaan proyek selesai, setelah suatu proyek dinyatakan layak (feasible) mulai dari tahap desain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 10 3. Tim MK akan memberikan masukan dan atau keputusan dalam penyempurnaan desain sampai proyek selesai, apabila manajemen konstruksi dilaksanakan setelah tahap desain selesai atau hampir selesai. 4. MK berfungsi sebagai koordinator pengelolaan pelaksanaan dan melaksanakan fungsi pengendalian atau pengawasan, apabila manajemen konstruksi dilaksanakan mulai tahap pelaksanaan dengan menekankan pemisahan kontrakkontrak pelaksanaan untuk kontraktor. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari manajemen proyek konstruksi adalah mengelola atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam rangka pencapaian hasil ini, selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu (quality control), pengawasan pemggunaan biaya (cost control) dan pengawasan waktu pelaksanaan (time control). Ketiga kegiatan pengawasan ini harus dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. 2.3 PERENCANAAN PROYEK Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen proyek yang sangat penting, yaitu memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan datang yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Hal ini berarti pertama-tama menentukan sasaran yang hendak dicapai kemudian mencoba menyusun urutan langkah-langkah kegiatan untuk mencapainya. Dalam menyelenggarakan proyek, tahap dan kegunaan perencanaan dapat dibedakan menjadi perencanaan dasar dan perencanaan untuk pengendalian. Segera setelah kegiatan royek dimulai maka dipersiapkan perencanaan dasar yang berupa penyusunan jadwal induk, anggaran, penetapan standar mutu, penetapan organisasi pelaksana dan urutan langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan. Jadi perencanaan tahap ini dimaksudkan untuk meletakkan dasar-dasar berpijak bagi suatu penyelenggara proyek, yaitu bila pelaksanaan fisik sudah berjalan, data-data dan informasi ini kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan data-data perencanaan dasar. Kegiatan ini berupa menganalisis dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 11 membandingkan hasil pelaksanaan fisik di lapangan terhadap perencanaan dasar kemudian membuat pembetulan-pembetulan yang diperlukan, seringkali harus diikuti dengan pembuatan perencanaan ulang. Pembuatan perencanaan ulang bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan selalu terbimbing menuju sasaran yang disebut perencanaan untuk pengendalian. Unsur-unsur perencanaan yang berkaitan dengan manajemen proyek adalah jadwal, prakiraan, sasaran, prosedur dan anggaran. Tidak semua perencanaan mengandung semua unsur tersebut. Suatu perencanaan yang baik memerlukan keterangan yang jelas mengenai hubungan antara unsur-unsur yang menjadi bagian dari perencanaan, sehingga seluruh bagian organisasi dan personil yang terlibat mengetahui arah tindakan yang dituju. Penjelasan lebih lanjut dari unsur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jadwal Jadwal adalah penjabaran perencanaan proyek menjadi urutan langkah-langkah kegiatan yang sistematis untuk mencapai sasaran. Pendekatan yang sering dipakai untuk penyusunan jadwal adalah pembentukan jaringan kerja, yang menggambarkan suatu grafik hubungan urutan pekerjaan proyek. Jaringan kerja ini sangat bermanfaat untuk perencanaan dan pengendalian proyek. 2. Prakiraan Prakiraan adalah usaha yang dilakukan secara sistematis untuk melihat keadaan masa depan dengan data-data yang tersedia. Tujuan prakiraan adalah memberikan informasi untuk dipakai sebagai salah satu dasar perencanaan dan pengendalian. 3. Sasaran Sasaran adalah tujuan yang spesifik dimana semua kegiatan diarahkan dan diusahakan untuk mencapainya. Terdapat tiga sasaran proyek yaitu jadwal, anggaran dan mutu. 4. Kebijakan dan Prosedur Kebijakan dan prosedur memegang peranan penting dalam penyelenggaraan suatu kegiatan besar. Sebab kebijakan dan prosedur merupakan alat komunikasi yang diharapkan dapat mengatur, mengkoordinasi dan menyatukan arah gerak bagian-bagian kegiatan yang akan dilakukan. Kebijakan dapat diartikan sebagai petunjuk dalam pengambilan keputusan. Bila kebijakan memberikan petunjuk apa yang perlu dan dapat dilakukan, maka prosedur menjelaskan bagaimana cara melakukan. Prosedur dapat digunakan untuk : BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 12 a. Mengurangi kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh kurang adanya komunikasi. b. Mengurangi adanya tumpang tindih dan pengulangan. c. Mengurangi tugas-tugas pengambilan keputusan, karena prosedur itu sendiri merupakan keputusan-keputusan mengenai pekerjaan harus dilakukan. 5. Anggaran Anggaran menunjukkan perencanaan penggunaan dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Dalam penyelenggaraan proyek, suatu anggaran yang disusun rapi yaitu anggaran yang dikaitkan dengan rencana jadwal pelaksanaan pekerjaan, akan merupakan patokan dasar atau pembanding dalam kegiatan pengendalian. Anggaran dapat menjadi tidak sesuai dengan kenyataan. Bila perbedaan sudah terlalu besar maka penggunaan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian menjadi tidak ampuh lagi. Oleh karenanya anggaran perlu disesuaikan, bila hal ini memang diperlukan dari segi pengendalian dan perencanaan. Jadi penyesuaian disini adalah untuk membuat anggaran tetap terhadap situasi akhir. Dengan demikian sifat-sifat ketat dan realistik dari suatu anggaran tetap terjaga. 2.4 PELAKSANAAN PROYEK Tahap pelaksanaan di lapangan dimulai sejak ditetapkannya pemenang lelang dan diawali dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja serta penyerahan lapangan dengan segala keadaannya kepada kontraktor. Kontraktor mengawali kegiatannya dengan mengeluarkan surat pemberitahuan saat mulai bekerja yang sekaligus memuat informasi mengenai organisasi dan petugas lapangannya. Kemudian dimulailah pekerjaan-pekerjaan persiapan, pengujian material, survei pengukuran dan persiapan pula tata cara dan prosedur penanganan masalah-masalah administratif. Selanjutnya perlu mengembangkan jadwal rencana kerja menjadi jadwal yang lebih terinci. Pengembangan jadwal rencana kerja harus mampu mengantisipasi kemungkinan munculnya permasalahan dan hambatan, termasuk memperhitungkan jalan keluarnya. Jadwal rencana detail berlaku sebagai kerangka induk untuk dijabarkan lebih rinci lagi dalam bentuk jadwal pengadaan material, alat-alat dan tenaga kerja, jadwal penagihan, pembayaran prestasi dan penyusunan arus kas. Kemudian perlu ditetapkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 13 pedoman praktis mekanisme dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan , koordinasi, pengendalian dan pemeriksaan pekerjaan kontraktor sampai sedetail mungkin. Selama proses konstruksi berjalan dilakukan pengendalian dengan selalu mengikuti laporan dan evaluasi pekerjaan, termasuk jadwal rencana kerja yang dipersiapkan secara teratur dalam waktu periodik harian, mingguan dan bulanan. Biasanya setiap laporan dilengkapi foto-foto keadaan dan perkembangan lapangan yang disertai pula catatancatatan penting seperlunya. Penerapan pelaksanaan pekerjaan yang didasarkan pada rencana kerja dari waktu ke waktu harus selalu dimonitoring, termasuk mengevaluasi segala kendala dan hambatan yang dihadapi agar segera dapat diberikan cara penyelesaiannya. Untuk itu perlu diadakan rapat-rapat koordinasi secara periodik. Setiap proses pelaksanaan konstruksi memerlukan program pengendalian mutu hasil pekerjaan berdasarkan pada sistem pengendalian yang menyeluruh. Pelaksanaan tugas kegiatan pengendalian mutu pada hakikatnya adalah pemantauan langkah demi langkah terhadap proses pelaksanaan pekerjaan. Jadi bukan hanya memberikan penilaian terhadap hasil akhir suatu proyek. Proses pemantauan mencakup penilaian terhadap metode kerja, ketrampilan kerja, pengadaan material, pengadaan peralatan, pengadaan tenaga kerja, termasuk keselamatan dan keamanan kerja. 2.5 PEGENDALIAN PROYEK 2.5.1 Proses Pengendalian Proses Pengendalian proyek terdiri dari beberapa kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berurutan. Dalam hal ini, Soeharto, 1995, memberikan definisi bahwa pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan standar dengan pelaksanaan, kemudian mengadakan tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran. Proses pengendalian proyek dapat diuraikan menjadi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan sasaran. Sasaran berguna untuk menghasilkan produk dengan batasan mutu yang ditentukan, jadwal dan biaya. Sasaran merupakan tonggak dari pengendalian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 14 2. Definisi lingkup kerja. Untuk memperjelas sasaran maka lingkup proyek didefinisikan lebih lanjut yaitu mengenai ukuran, batas dan jenis pekerjaan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan lingkup proyek secara keseluruhan. 3. Menentukan standar dan kriteria patokan. Dalam rangka mencapai sasaran secara efektif dan efisien perlu disusun suatu standar, kriteria dan spesifikasi yang dipakai sebagai tolok ukur untuk membandingkan dan menganalisa hasil pekerjaan. Standar, kriteria dan patokan yang dipilih dan ditentukan harus bersifat kuantitatif, demikian pula dengan metode pengukuran dan perhitungan harus dapat memberikan indikasi terhadap pencapaian sasaran. 4. Memantau dan melaporkan. Pada kurun waktu tertentu diadakan pemeriksaan, pengukuran, pengumpulan data dan informasi hasil pelaksanaan kegiatan proyek. 5. Mengkaji dan menganalisa hasil pekerjaan. Langkah ini berarti mengkaji segala sesuatu yang dihasilkan pada butir 4. Disini diadakan analisis terhadap indikator yang diperoleh dan mencoba membandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan. 6. Mengadakan tindakan pembetulan. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya indikasi penyimpangan yang cukup berarti maka perlu diadakan langkah-langkah pembetulan. Jadi pengendalian merupakan proses pengukuran, evaluasi dan pembetulan kinerja proyek. Untuk proyek konstruksi, ada tiga unsur yang selalu dikendalikan dan diukur yaitu kemajuan dibandingkan dengan kesepakatan kontrak, pembiayaan terhadap rencana anggaran dan mutu hasil pekerjaan terhadap spesifikasi teknik. Sehingga proses pengendalian dasar dalam setiap kegiatan konstruksi pada umumnya terdiri dari 3 langkah pokok yaitu : 1. Menetapkan standar kinerja. 2. Mengukur kinerja terhadap standar. 3. Membetulkan penyimpangan terhadap standard yang diberlakukan, bila terjadi penyimpangan. Pada gambar 2.9. diberikan langkah-langkah operasional proses pengendalian yang dimaksud. Perencanaan dan pengorganisasian proyek Gambar 2.9. Langkah-langkah Operasional Proses Pengendalian Analisa penyimpangan Pengendalian : ● Pengukuran ● Evaluasi ● Pembandingan kinerja Pencapaian jadwal kerja Gambar 2.3. Langkah-langkah operasional proses pengendalian Sumber : Dipohusodo, ”Manajemen Proyek dan Konstruksi”, 1996 Tindakan korektif Pelaksanaan proyek Pemeriksaan kegiatan untuk menghindarkan penyimpangan Proyek berhasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 16 2.5.2 Pengendalian Biaya Perkiraan biaya dibedakan dari anggaran dalam hal perkiraan biaya, terbatas pada tabulasi biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu proyek atau proyek keseluruhan. Sedangkan anggaran merupakan perencanaan terinci perkiraan biaya dari bagian atau keseluruhan kegiatan proyek yang dikaitkan dengan waktu (timephased). Definisi perkiraan biaya menurut National Estimating Society-USA adalah sebagai berikut ”Perkiraan biaya adalah seni memperkirakan (the art of approximating) kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan pada informasi yang tersedia waktu itu”. Pegendalian biaya merupakan langkah akhir dari proses pengelolaan biaya proyek, yaitu mengusahakan agar penggunaan dan pengeluaran biaya sesuai dengan perencanaan, berupa anggaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian, aspek dan objek pengendalian biaya akan identik dengan perencanaan biaya, sehingga berbagai jenis kegiatan di kantor pusat dan lapangan harus selalu dipantau dan dikendalikan agar hasil implementasinya sesuai dengan anggaran yang telah ditentukan. Agar suatu pegendalian biaya dapat terlaksana dengan baik, di samping pelakunya harus menguasai masalah teknis serta tersedianya prosedur dan perangkat penunjang, dalam perusahaan yang bersangkutan diperlukan suatu suasana atau kondisi yang mendukung, antara lain : 1. Sikap sadar anggaran; ini berarti semua pihak penyelenggara proyek menyadari dampak kegiatan yang dilakukan terhadap biaya. 2. Selalu berpikir untuk mencari alternatif yang dapat menghasilkan penghematan biaya. Salah satu cara yang mendorong terciptanya suasana tersebut adalah mengkomunikasikan kepada pihak pimpinan dan mereka yang berkepentingan perihal penggunaan dana dan menekankan adanya area-area yang berpotensial dapat diperbaiki kinerjanya. 2.5.2.1 Anggaran Biaya Proyek Acuan yang digunakan sebagai tolok ukur di dalam pengendalian biaya proyek adalah rencana anggaran biaya. Anggaran biaya merupakan perencanaan terperinci perkiraan biaya seluruh item pekerjaan, yang di distribusikan sesuai dengan time schedule yang telah ditetapkan. Bahan-bahan yang diperlukan didalam penyusunan rencana anggaran biaya antara lain BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 17 berupa gambar rencana, spesifikasi teknis, analisa sumber daya dan analisa harga satuan. Contoh rencana anggaran biaya dan pendistribusiannya dapat disajikan dalam tabel 2.1 dan 2.2 berikut ini : Tabel 2.1. Rencana Anggaran Biaya Proyek No Uraian Satuan Volume Pekerjaan Harga Harga Satuan Total Harga = Sumber : Soekirno, “Pengantar Manajemen Konstruksi”, 1995 Tabel 2.2. Rencana Alokasi Anggaran Biaya Proyek No Uraian Harga Alokasi Anggaran Biaya (bulan) Pekerjaan Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-n Total Sumber : Soekirno, “Pengantar Manajemen Konstruksi”, 1995 Sebelum pembangunan proyek selesai dan siap dioperasikan, diperlukan sejumlah besar biaya atau modal yang dikelompokkan menjadi modal tetap (fixed capital) dan modal kerja (working capital), atau dengan kata lain biaya proyek atau investasi = modal tetap + modal kerja. Pengelompokkan ini berguna pada waktu pengkajian aspek ekonomi dan pendanaan. A. Modal Tetap (fixed capital) Modal tetap adalah bagian dari biaya proyek yang dipakai untuk membangun instalasi atau menghasilkan produk proyek yang diinginkan, mulai dari pengeluaran studi kelayakan, desain-engineering, pengadaan, pabrikasi, konstruksi sampai instalasi atau produk tersebut berfungsi penuh. Selanjutnya, modal tetap dibagi menjadi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Perinciannya adalah sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 18 1. Biaya Langsung Menurut Soeharto, 1995, biaya langsung (direct cost) adalah biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek. Biaya langsung terdiri dari : ● Penyiapan Lahan (Site Preparation). Pekerjaan ini terdiri dari clearing, grubbing, menimbun dan memotong tanah, mengeraskan tanah, dan lain-lain. Di samping itu, juga pekerjaan-pekerjaan membuat pagar, jalan, dan jembatan. ● Pengadaan Peralatan Utama. Semua peralatan utama yang tertera dalam gambar desain-engineering harus disiapkan. Contoh untuk ini adalah kolom destilasi, reaktor, regenerator, geberator dapur dan lainlain. ● Biaya merakit dan memasang peralatan utama. Terdiri dari pondasi struktur penyangga, isolasi dan pengecatan. ● Pipa. Terdiri dari pipa transfer, pipa penghubung antar peralatan dan lain-lain. ● Alat-alat listrik dan instrumen. Terdiri dari gardu listrik, motor listrik, jaringan distribusi dan instrumen. ● Pembangunan gedung perkantoran, pusat pengendalian operasi (control room), gudang dan bangunan sipil lainnya. ● Fasilitas pendukung, seperti utility dan offsite. Terdiri dari pembangkit listrik, fasilitas air pendingin dan tangki. ● Pembebasan tanah. Biaya pembebasan tanah seringkali dimasukkan ke dalam biaya langsung. 2. Biaya Tidak Langsung Menurut Soeharto, 1995, biaya tidak langsung (indirect cost) adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisor dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam proses pembangunan proyek. Biaya tidak langsung meliputi antara lain : ● Gaji tetap dan tunjangan bagi tim manajemen, gaji dan tunjangan bagi tenaga kerja bidang engineering, inspektor, penyedia konstruksi lapangan dan lain-lain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 19 ● Kendaraan dan peralatan konstruksi. Termasuk biaya pemeliharaan, pembelian bahan bakar, minyak pelumas dan suku cadang. ● Pembangunan fasilitas sementara. Termasuk perumahan darurat tenaga kerja, penyediaan air, listrik, fasilitas komunikasi sementara untuk konstruksi dan lain-lain. ● Pengeluaran umum. Butir ini meliputi bermacam keperluan tetapi tidak dapat dimasukkan ke dalam butir yang lain, seperti small tools, penggunaan sekali pakai (consumerable), misal kawat las. ● Laba kontinjensi (fee). Kontinjensi dimaksudkan untuk menutupi halhal yang belum pasti. ● Overhead. Butir ini meliputi biaya untuk operasi perusahaan secara keseluruhan, terlepas dari ada tidak adanya kontrak yang sedang ditangani. Misalnya, biaya pemasaran, advertensi, gaji eksekutif, sewa kantor, telepon atau komputer. ● Pajak, pungutan/sumbangan, biaya perijinan dan asuransi. Berbagai macam pajak, seperti PPN, PPh, dan lainnya atas hasil operasi perusahaan. B. Modal Kerja (working capital) Modal kerja diperlukan untuk menutupi kebutuhan pada tahap awal operasi, yang meliputi antara lain : ● Biaya pembelian bahan kimia, minyak pelumas dan material, serta bahan lain untuk operasi. ● Biaya persediaan (inventory) bahan mentah dan produk serta upah tenaga kerja pada awal operasi. ● Pembelian suku cadang untuk keperluan operasi selama kurang lebih satu tahun. Perbandingan jumlah modal kerja terhadap total investasi berkisar antara 5-10 %. C. Biaya Pemilik, Biaya Kontraktor, dan Biaya Lingkup Kerja Pemilik Bila implementasi fisik proyek diserahkan kepada kontraktor, maka anggaran proyek untuk maksud perencanaan dan pengendalian di samping klasifikasi di atas, dikelompokkan menjadi sebagai berikut ini. 1. Biaya Pemilik (Owner cost) BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 20 Biaya pemilik meliputi rencana pengeluaran untuk : ● Biaya administrasi pengelolaan proyek oleh pemilik, misalnya administrasi pinjaman (loan administration), kepegawaian, perjalanan dinas dari tim pemilik proyek. ● Pembayaran kepada konsultan, royalty, paten dan pembayaran ijin yang berkaitan dengan penyelenggaraan proyek, seperti IMB, Depnaker, penggunaan frekuensi (untuk proyek telkom yang memerlukan frekuensi). ● Pembayaran pajak. ● Menyiapkan operator dan mekanik instalasi hasil proyek. ● Pendanaan. 2. Biaya Kontraktor Biaya yang dibebankan oleh kontraktor kepada pemilik atas jasa yang telah diberikan, sebesar biaya kontrak untuk jenis kontrak harga tetap. 3. Biaya lingkup Kerja Pemilik (Owner scope) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan serta kesempatan kerja pengusaha dan personil dalam negeri, pemilik atau pemerintah seringkali menyerahkan pengelolaannya bagian langsung pekerjaan ditangani kepada oleh tim mereka, proyek yang pemilik. Pengelompokan anggaran biayanya dikenal sebagai owner scope. Jadi, adalah biaya untuk menutup pengeluaran bagi pelaksanaan pekerjaan fisik yang secara administratif ditangani langsung oleh pemilik (tidak diberikan kepada kontraktor atau kontraktor utama). Umumnya terdiri dari fasilitas di luar instalasi, misalnya pembangunan perumahan pegawai, telekomunikasi dan infrastruktur pendukung lainnya. 2.5.2.2 Anggaran Kas Proyek Setelah anggaran biaya dan pendistribusian anggaran biaya berdasarkan time schedule dibuat, maka langkah selanjutnya dibuat anggaran kas proyek (Project Cashflow). Project Cashflow merupakan taksiran penerimaan dan pengeluaran yang akan atau sedang dikerjakan.. Adapun kegunaan Project Cashflow yaitu dalam hal : 1. Mengetahui kemungkinan posisi kas pada masa yang akan datang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 21 2. Mengetahui terlebih dahulu kapan akan terjadi kekurangan kas, serta kapan akan terjadi kelebihan kas. 3. Menetapkan jumlah pinjaman yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek. 4. Mengetahui jumlah bunga pinjaman modal kerja. 5. Memperkirakan posisi biaya pada akhir proyek. Penyusunan Project Cashflow pada saat dimulainya suatu proyek sampai dengan proyek selesai (termasuk masa pemeliharaan). Skala waktu penyusunan Project Cashflow adalah bulanan dan setiap bulan dilakukan penyesuaian. Hal ini dilakukan mengingat realisasi umumnya tidak tidak sesuai dengan yang direncanakan dengan dapat mengikuti penerimaan maupun pengeluaran yang sebenarmya. Setiap kali dilakukan penyesuaian sekaligus dilakukan perkiraan rencana anggaran dari sisa pekerjaan yang belum dilaksanakan. Sama halnya dengan laporan kemajuan pekerjaan, maka laporan biaya proyek dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti dalam gambar 2.10 Perkiraan Pengeluaran Sampai Akhir Proyek Biaya A Anggaran Proyek B Saat Pelaporan BCWS Vc Vs ACWP BCWP Waktu (bulan) Keterangan : Vc = varians biaya BCWS (Budgeted Cost of Work Schedule) Vs = varians jadwal ACWP (Actual Cost Work Performed) A,B = kenaikan biaya diatas anggaran BCWP (Budgeted Cost of Work Performed) Gambar 2.10. Perkiraan Biaya Akhir Proyek Sumber : Soeharto “ Manajemen Proyek “, 1995 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 22 2.5.2.3 Laporan Biaya Proyek Untuk mengetahui status biaya pada saat pengukuran kemajuan pekerjaan, dilakukan dengan cara membandingkan rencana anggaran biaya pada saat kemajuan tercapai dengan laporan pengeluaran biaya sampai dengan saat monitoring. Dengan adanya laporan pengeluaran biaya baik laporan harian, mingguan maupun bulanan, manajer proyek selaku pimpinan proyek beserta personil inti lainnya secara terus-menerus mengendalikan segala macam sumber daya (material, tenaga kerja, dan peralatan) serta faktor penunjang lain yang akan mempengaruhi besar kecilnya biaya proyek. Isi laporan bulanan pembiayaan proyek meliputi : 1. Biaya umum (overhead). 2. Biaya konstruksi dilapangan, biaya ini dikelompokkan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. 3. Pembelian material, pembayaran upah tenaga kerja dan pembelian atau sewa peralatan. 4. Laporan penggunaan dana, meliputi rencana penggunaan dana bulan yang akan datang dan rencana arus kas (cashflow). 2.5.3 Pengendalian Waktu Pengendalian waktu di lapangan bertujuan untuk menjaga agar waktu pelaksanaan sesuai dengan rencana waktu yang telah dipersiapkan sebelum proyek dimulai. Hal ini dimaksudkan agar rencana waktu yang telah ada dapat digunakan sebagai tolok ukur terhadap pelaksanaan untuk mengetahui kemajuan pekerjaan. 2.5.3.1 Jadwal waktu pelaksanaan Jadwal waktu penting sekali artinya bagi pimpinan proyek didalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan adanya jadwal waktu ini, pimpinan proyek dapat mengetahui dengan jelas rancana kerja yang dilaksanakannya, sehingga kontinuitas pekerjaan dapat dipelihara. Adapun tujuan dari pembuatan jadwal waktu pelaksanaan adalah : 1. Untuk menentukan target lamanya waktu pelaksanaan proyek. akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 23 2. Sebagai pedoman bagi pelaksana untuk memudahkan didalam melaksanakan pekerjaannya agar suatu pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan. 3. Untuk memperkirakan alokasi sumber daya yang harus disediakan setiap kali diperlukan agar proyek berjalan lancar. 4. Untuk mengontrol kemajuan pekerjaan sehingga apabila ada keterlambatan didalam pelaksanaan dapat diketahui segera dan diambil langkah-langkah penanggulangannya. 5. Untuk mengevaluasi hasil pekerjaan dimana hasil evaluasi dapat dipakai sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sejenis. 2.5.3.2 Laporan kemajuan pekerjaan Seiring dengan adanya kemajuan (progress) pada masing-masing pakerjaan, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyimpangan terhadap rencana perlu dilakukan pengukuran pada pekerjaan yang telah dilaksanakan. Hasil pengukuran pekerjaan dituangkan dalam suatu laporan. Laporan kemajuan proyek menjelaskan kemajuan proyek sampai dengan saat pelaporan, termasuk didalamnya : 1. Tabulasi persentase penyelesaian pekerjaan utama. 2. Kemajuan pekerjaan dibandingkan dengan jadwal induk. 3. Kesulitan yang dihadapi dan rencana pemecahannya. 4. Membahas masalah penting yang mungkin berdampak besar terhadap pencapaian sasaran proyek. Sistem informasi (laporan) sebaiknya memberikan keterangan yang singkat, jelas dan dapat dimengerti. Tabulasi kemajuan pekerjaan menjelaskan hasil-hasil kegiatan perencanaan, pangadaan dan pelaksanaan yang telah dicapai sampai saat pelaporan, kumulatif dan pada bulan yang bersangkutan seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1. untuk maksud tersebut, masingmasing kegiatan harus dihitung bobotnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 24 Tabel 2.3. Ringkasan Kemajuan Pekerjaan Utama. PENYELESAIAN Bulan ini Komunikatif Bobot Bulan lalu (%) Kenyataan Rencana Kenyataan Rencana Kenyataan Engineering - - - - - - Pengadaan - - - - - - Konstruksi - - - - - - Total 100 Pekerjaan Sumber : Soeharto “Manajemen Proyek”, 1995 Untuk membantu mempermudah penangkapan masalah yang dikemukakan, laporan kemajuan pekerjaan sebaiknya dilengkapi dengan suatu grafik, hal ini dapat di contohkan pada gambar 2.11. Kemajuan Proyek Saat Pelaporan Kurva Refernsi Kurva Pelaksanaan Pekerjaan Waktu Gambar 2.11. Prestasi Kemajuan Pekerjaan. Sumber : Soeharto “Manajemen Proyek”, 1995 2.5.4 Kurva Pengendalian Kurva-S dapat dibuat dengan cepat dan mudah dalam penggunaannya untuk berbagai tujuan, termasuk pembandingan visual antara target dan kemajuan aktual. Kurva dipakai juga untuk pengujian ekonomi dan mengatur pembebanan sumber daya serta alokasinya, menguji perpaduan kegiatan terhadap rencana kerja, pembandingan kinerja aktual target rencana atau anggaran biaya untuk keperluan evaluasi dan analisis penyimpangan. Kurva kemajuan secara grafis dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 25 memberikan bermacam ukuran kemajuan pada sumbu tegak dikaitkan dengan satuan waktu pada sumbu mendatar. Kriteria kemajuan dapat berupa persentase bobot prestasi pelaksanaan atau produksi, nilai uang yang dibelanjakan, jumlah kuantitas atau volume pekerjaan, penggunaan berbagai sumber daya dan masih banyak lagi ukuran lainnya. Metode Jalur Kritis (CPM) merupakan dasar dari sistem pengendalian kemajuan pekerjaan proyek. Kurva-S (S-Curve) dibuat didasarkan pada perencanaan memulai paling dini (Earliest Start = ES) dan memulai paling lambat (Latest Start = LS). Dibuat kemajuan pekerjaan tiap kurun waktu tertentu. Berdasarkan pada Network Planning yang telah ditentukan, maka akan diketahui free float-nya. Free Float adalah sejumlah waktu yang diperkenankan untuk diadakan penundaan atau memperlambat kegiatan, tanpa mempengaruhi kegiatan yang langsung mengikutinya. Kurva-S rangkap ini membentuk semacam pembungkus. Jika pelaksanaan yang sebenarnya berada dalam daerah pembungkus, maka sasaran proyek besar kemungkinannya akan tercapai. Jika pelaksanaan sebenarnya berada dalam lingkungan pembungkus itu maka sasaran proyek besar kemungkinan akan dapat tercapai. Bila pelaksanaan sebenarnya berada di bawah rencana memulai lambat maka proyek umunya tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya jika tidak diadakan revisi. Untuk mencegah sampai adanya kurva pelaksanaan berada di bawah rencana mulai paling lambat maka pada setiap unit waktu tertentu disajikan kecenderungan arah kemiringan kurva (trend). Pada kurun waktu tertentu, trend kurva naik berarti kinerja pelaksanaan proyek baik. Kondisi yang demikian mengakibatkan hasil yang dicapai lebih besar dari yang direncanakan. Tetapi ada kalanya trend kurva mendatar atau bahkan turun. Gejala ini jika terus berlanjut mengakibatkan kurva berada di bawah mulai paling lambat. Ini berarti prestasi kerja yang dicapai lebih rendah dari yang direncanakan. Dengan mengetahui trend kurva pengendalian pihak pengawas dapat memberikan saran atau peringatan kepada pihak pelaksana proyek. Penggunaan grafik “S” dijumpai dalam hal-hal berikut : 1. Pada analisis kemajuan proyek secara keseluruhan. 2. Penggunaan sama dengan butir di atas, tetapi untuk satuan unit pekerjaan atau elemen-elemennya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 26 3. Pada kegiatan engineering dan pembelian untuk menganalisis prosentase (%) penyelesaian pekerjaan, misalnya jam-orang untuk menyiapkan rancangan, produksi gambar, menyusun pengajuan pembelian, terhadap waktu. 4. Pada kegiatan kontruksi, yaitu untuk menganalisa pemakaian tenaga kerja atau jam-orang dan untuk menganalisa prosentase (%) penyelesaian serta pekerjaan lain yang diukur dalam unit versus waktu. Grafik “S” sangat berfaedah untuk dipakai sebagai bulanan dan laporan kepada pimpinan proyek maupun pimpinan perusahaan karena grafik ini dapat dengan jelas menunjukkan kemajuan proyek maupun pimpinan perusahaan karena grafik ini dapat dengan jelas menunjukkan kemajuan proyek. 5. Analisis perkiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek. % Penyelesaian Fisik Proyek Selesai Akhir Awal 100 Grafik S 25 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Waktu (Bulan) Gambar 2.12. Kurva S Sumber : Soeharto “Manajemen Proyek”, 1995 2.6 PENGENDALIAN YANG EFEKTIF Agar pengendalian dapat efektif maka diperlukan metode yang tepat yang didukung oleh sistem informasi yang mencukupi. Suatu pengendalian proyek yang efektif ditandai oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan. Metode ataupun cara yang digunakan harus cukup peka sehingga dapat mengetahui adanya penyimpangan selagi masih dini. Dengan demikian dapat diadakan koreksi pada waktunya BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 27 sebelum persoalan berkembang menjadi besar sehingga sulit untuk diadakan perbaikan. 2. Macam tindakan yang dilakukan tepat dan benar. Untuk maksud ini diperlukan kemampuan dan kecakapan dalam menganalisis indikator secara aktual dan obyektif. 3. Pada masalah dan titik yang sifatnya strategis dilihat dari segi penyelenggaraan proyek. Dalam hal ini diperlukan kecakapan memilih masalah yang strategis agar penggunaan waktu dan tenaga dapat efisien. 4. Mampu mengetengahkan dan mengkomunikasikan masalah dan penemuan sehingga dapat menarik perhatian pimpinan dan pelaksana proyek yang bersangkutan, agar tindakan koreksi yang diperlukan segera dapat dilaksanakan. 5. Kegiatan pengenadalian tidak melebihi keperluan. Biaya yang diperlukan untuk kegiatan pengendalian tidak melampaui manfaat atau faedah dari kegiatan tersebut. Jadi dalam merencanakan suatu pengendalian perlu dikaji dan dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh. 6. Dapat memberikan petunjuk berupa perkiraan hasil pekerjaan yang akan datang bila kecenderungan pada saat pengecekan tidak mengalami perubahan. Petunjuk ini sangat diperlukan bagi pengelola proyek untuk menentukan langkah berikutnya. Salah satu metode untuk meningkatkan efektifitas dalam memantau dan mengendalikan kegiatan proyek adalah konsep nilai hasil. Dengan memakai dasar konsep tertentu, metode tersebut dapat dikembangkan untuk membuat perkiraan masa depan proyek baik jadwal maupun biaya. 2.7 METODE PENGENDALIAN PROYEK Suatu sistem pengawasan dan pengendalian proyek disamping memerlukan perencanaan yang realistis juga harus dilengkapi dengan metode pemantauan yang segera dapat memberikan petunjuk dan mengungkapkan adanya penyimpangan. Untuk masalah biaya identifikasi dilakukan dengan membandingkan uang yang sesungguhnya dikeluarkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk jadwal, dianalisis kurun waktu yang telah dicapai dibandingkan dengan perencanaan. Dengan demikian akan terlihat apabila terjadi penyimpangan antara perencanaan dengan kenyataan dan mendorong untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 28 mencari penyebabnya. Metode yang dipakai untuk meningkatkan efektifitas dalam memantau dan mengendalikan kegiatan proyek adalah : 1. Work Breakdown Structure (WBS). 2. Konsep Nilai Hasil (KNH). 2.7.1 Perencanaan Work Breakdown Structure (WBS) Menurut Naylor, 1994, cara sebuah proyek dapat dibagi kedalam elemenelemen dasar konstruksi kemudian ditampilkan secara ringkas keseluruhan proyeknya, hal inilah yang disebut dengan Work Breakdown Structure yang selanjutnya disingkat dengan WBS. WBS merupakan sebuah diagram pekerjaan yang harus dilaksanakan, dinyatakan secara detail dari atas sampai bawah dalam sebuah diagram pohon. WBS mengembangkan cara pekerjaan yang akan dilaksanakan, data biaya dan jadwal akan dicatat dan dilaporkan. Dan WBS juga dapat digunakan untuk membuat ringkasan status biaya dan jadwal yang akan digunakan untuk mengukur progres. Tugas seorang manajer proyek adalah menerjemahkan proyek menjadi satuan-satuan pekerjaan secara detail dengan membuat WBS. Tujuan WBS adalah memecah proyek yang besar menjadi subproyek yang cukup kecil untuk membuat perkiraan biaya yang akurat dan untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan mudah. Tujuan lain dari WBS adalah untuk menjamin bahwa subproyek-subproyek yang lebih kecil melaksanakan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan perkiraan biaya atau schedule yang telah ditentukan. Dengan WBS akan diperoleh angka akurat bila dilakukan dengan menganalisa komponen-komponennya secara lebih terperinci, dibandingkan dengan perkiraan langsung satu lingkup utuh tanpa memecah dan menganalisa lebih dahulu. Selain pemecahan akan mempertajam analisa ketergantungan antar kegiatan, karena dengan terincinya pemecahan, akan makin banyak komponen-komponen kegiatan terpisahkan sehingga jumlahnya bertambah. Dengan demikian akan makin banyak variasi hubungan ketergantungan yang terbuka, yang menghasilkan kurun waktu penyelesaian proyek yang lebih singkat, dimana hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan yang paralel ( Soeharto, 1995). Pada umumnya WBS merupakan dokumen yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. WBS bisa menggambarkan bagaimana setiap elemen proyek BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 29 memberikan kontribusi terhadap kinerja proyek, penanggung jawab kegiatan atau sub kegiatan, anggaran biaya dan jadwal waktu. Berdasarkan WBS dapat pula disusun daftar vendor atau subkontraktor yang melaksanakan kegiatan tertentu. Disamping itu dari WBS dapat mencatat spesipikasi detail untuk setiap paket pekerjaan, software dan hardware yang digunakan dan mengidentifikasi kebutuhan sumber daya. WBS adalah untuk laporan, keperluan implementasi di lapangan, apalagi untuk kegiatan yang spesifik dan keperluan analisis atau pengkajian. Teknik dari pembuatan WBS adalah memecah suatu proyek yang besar menjadi beberapa subproyek, kemudian tiap subproyek itu dipecah lagi menjadi sub dari subproyek, demikian seterusnya sampai dengan tahapan pekerjaan proyek terkecil sekalipun. Atau dengan kata lain, dengan WBS manajer proyek dapat memecah proyek sesuai dengan kegiatan terkecil yang ingin dikendalikan/dikuasai. WBS sangatlah penting karena manejer proyek dapat memantau/mengendalikan seluruh kegiatan pekerjaan bersama-sama. Dengan WBS juga memberikan kemudahan dalam melacak bila terjadi penyimpangan atau kesalahan yang menghambat prestasi kerja. Disamping itu WBS juga memberikan kemungkinan untuk menyediakan kurva-S pada berbagai tingkatan/level. Untuk proyek yang memiliki jenis kegiatan yang banyak dan kompleks, pembuatan kurva-S dengan berbagai level merupakan langkah yang efektif dalam rangka pengendalian pekerjaan. Namun untuk proyek yang cukup sederhana, langkah diatas menjadi kurang efektif. Karena untuk proyek yang jumlahnya kegiatannya sedikit cukup dapat dikendalikan dengan satu kurva-S saja. Normalnya, pemecahan proyek sampai kedetilan tingkat level 3 adalah sudah cukup dalam batasan pemantauan kemajuan proyek, kerena mengingat besarnya proyek, luasnya lingkup pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan. Secara ideal, setiap kegiatan harus dipilih sedemikian rupa sehingga merupakan bagian proyek yang dapat diukur. Pada umumnya proyek diterjemahkan menjadi kegiatankegiatan pada level ke-2, tetapi tidak menutup kemungkinan sampai pada level ke-3 atau lebih kecil lagi. Pembuatan perincian kegiatan yang tepat sangat menentukan keberhasilan proyek. Karena WBS ini merupakan satu kesatuan dengan jadwal waktu proyek, anggaran biaya, alokasi sumber daya, matriks tanggung jawab dan kurva pengendalian. Pemecahan proyek dan system penomorannya dapat digambarkan seperti terlihat pada gambar 2.13 sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 30 Kegiatan 111 Kegiatan 110 Kegiatan 112 Kegiatan 113 Kegiatan 121 Kegiatan 100 Kegiatan 120 Kegiatan 122 Kegiatan 123 Kegiatan 131 Kegiatan 130 Kegiatan 132 Kegiatan 133 Kegiatan 211 Kegiatan 210 Kegiatan 212 Kegiatan 213 Kegiatan 221 PROYEK Kegiatan 200 Kegiatan 220 Kegiatan 222 Kegiatan 223 Kegiatan 231 Kegiatan 230 Kegiatan 232 Kegiatan 233 Kegiatan 311 Kegiatan 310 Kegiatan 312 Kegiatan 313 Kegiatan 321 Kegiatan 300 Kegiatan 320 Kegiatan 322 Kegiatan 323 Kegiatan 331 Kegiatan 330 Kegiatan 332 Kegiatan 333 Gambar 2.13. Diagram WBS Sistem penomoran (WBS code) pekerjaan sangatlah penting untuk memudahkan dalam penunjukkan jenis pekerjaan. Penomoran dilakukan untuk dapat melihat dengan jelas spesipikasi pekerjaan yang akan dilakukan. Pemecahan ke level BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 31 yang lebih rendah ini tentunya dengan pertimbangan apakah memang pekerjaan tersebut perlu dipecah lagi. Dengan memilah pekerjaan tertentu sampai kedetilan yang seberapakah yang dianggap perlu. Sehingga ada pekerjaan tertentu hanya perlu dilihat sampai level-1 saja. Kemudian suatu pekerjaan tertentu lainnya ada yang perlu dipecah sampai level-2 atau level-3. WBS juga dapat menjadi gambaran umum bagi perencanaan proyek, organisasi proyek, perkiraan jadwal kegiatan, pembiayaan dan bagi pemberi tugas. 2.7.1.1 Durasi Kegiatan Durasi (kurun waktu) adalah lama waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan dari awal sampai akhir. Kurun waktu ini lazimnya dinyatakan dengan jam, hari atau minggu. Produktivitas kerja yang digunakan untuk menaksir durasi kegiatan adalah produktivitas kerja rata-rata. Maka rumus yang digunakan untuk menghitung durasi kegiatan adalah: D = __V__ Pr.N …………. (16) Keterangan : D : Durasi Kegiatan V : Volume Kegiatan Pr : Produktivitas kerja rata-rata N : Jumlah tenaga kerja dan peralatan Sebenarnya pada saat awal, durasi proyek direncanakan dengan sumber daya yang tersedia (sumberdaya normal). Untuk mempercepat proses penyelesaikan pekerjaan karena dengan alasan tertentu maka ada beberapa cara yaitu: 1. Perubahan Logika Jaringan Kegiatan. a. Kegiatan seri dijadikan kegiatan paralel Dimisalkan contoh potongan suatu jaringan kegiatan seperti terlihat pada gambar 2.14. sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 32 Pembersihan lokasi Pengangkutan Material Pekerjaan Galian Gambar 2.14. Kegiatan Seri Dari kegiatan diatas dapat dilihat bahwa kegiatan pekerjaan galian hanya dapat dilaksanakan apabila pengangkutan material telah selesai dilakukan. Namun pekerjaan galian dapat dilakukan secara bersamaan dengan pekerjaan pengangkutan material. Sehingga waktu penyelesaian pekerjaan untuk potongan jaringan kegiatan itu dapat dipersingkat, seperti terlihat pada gambar 2.15 di bawah ini: Pengangkutan Material Pembersihan lokasi Pekerjaan Galian Gambar 2.15. Kegiatan Paralel b. Kegiatan Seri Dijadikan Kegiatan Overlap. Pekerjaan galian saluran diselesaikan seluruhnya sepanjang pemasangan jaringan pipa, lalu diikuti oleh meletakkan pipa, dengan jaringan kerja kegiatan seperti terlihat pada gambar 2.16. sebagai berikut: Pekerjaan Galian Pengangkutan Material Gambar 2.16. Kegiatan Seri Bila pekerjaan diatas dibagi-bagi atas beberapa lokasi atau seksi sehingga pekerjaan galian saluran dapat dilaksanakan secara overlap dengan melatakkan pipa, maka waktu penyelesaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 33 pekerjaan untuk potongan jaringan kegiatan itu dapat dipersingkat, seperti terlihat pada gambar 2.17 sebagai berikut: Meletakkan Material 1 Pekerjaan Galian 1 Pekerjaan Galian 2 Gambar 2.17. Kegiatan Overlap c. Kegiatan Paralel Dikombinasikan dengan Kegiatan Overlap Bila proyek dibagi atas seksi-seksi yang lebih kecil dan pekerjaan yang lebih singkat lagi. Dari contoh peletakkan material diatas dimisalkan lokasi dibagi atas dua seksi. Seksi pertama memulai kegiatan galian dari salah satu ujung. Rencana peletakkan material sedangkan pada waktu yang bersamaan penggalian dari ujung lainnya dimulai pula. Demikian seterusnya pekerjaan dilakukan seperti jaringan kerja pada gambar 2.18 berikut : Pekerjaan Galian 1 Meletakkan Material 1 Pekerjaan Galian 2 Meletakkan Material 1A Meletakkan Material 1B Meletakkan Material 2A Meletakkan Material 2B Gambar 2.18. Kombinasi Kegiatan Parallel dan Overlap BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 34 2. Penambahan Sumber Daya : Penambahan sumber daya ini dapat menyebabkan pertambahan biaya langsung proyek. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dengan cara : a. Penambahan jam kerja (lembur). Kerja lembur dapat dilakukan dengan menambah jam kerja setiap hari, tanpa menambah jumlah tenaga kerja. Kerja lembur ini mengandung bahaya dan pekerjaan akan sangat berat. Oleh sebab itu, kerja lembur harus mendapat upah tambahan yang lebih besar dari pada upah kerja normal, biasanya 1,5 sampai 2 kali upah kerja normal. Selain itu perlu disediakan peralatan tambahan lainnya seperti lampu, keamanan kerja, fasilitas kesehatan dan peningkatan pengawasan kualitas akibat menurusnnya kemampuan kerja para tenaga kerja. b. Pembagian Giliran Kerja. Membuat giliran kerja hampir sama dengan penambahan jam kerja. Namun disini terjadi penambahan jumlah pekerja, karena unit pekerja giliran pagi sampai sore berbeda dengan unit pekerja giliran sore sampai malam. Dengan demikian dianggap produktivitas ini tetap maka : 1) Giliran kerja dirotasikan secara tetap. 2) Diusahakan suatu upaya agar seorang pekerja sama dengan tim gilirannya sehingga produktivitasnya yang tinggi c. Penambahan Tenaga Kerja Penambahan tenaga kerja dimaksudkan sebagai penambahan jumlah pekerja dalam satu unit pekerja untuk melaksanakan suatu kegiatan tanpa menambah jam kerja. Penambahan tenaga kerja yang optimum akan meningkatkan produktivitas kerja, namun penambahan yang terlalu banyak justru menurunkan produktivitas kerja karena terlalu sempitnya lahan untuk bekerja atau hal-hal lain, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Daya tampung tempat untuk menampung jumlah tenaga kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 35 2) Kemudahan/keleluasaan dalam melaksanakan pekerjaan. 3) Pengawasan terhadap tenaga kerja. 4) Kemanan kerja. d. Penambahan/pergatian peralatan. Penambahan/pergantian peralatan dimaksudkan untuk menambah produktivitas kerja, mendapatkan ketelitian kerja yang lebih dan mengurangi jumlah tenaga kerja manusia. Penambahan alat perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1) Penambahan operator dan mekanik peralatan. 2) Daya tampung tempat. 3) Biaya dan waktu yang diperlukan untuk mobilisasi dan demobilisasi peralatan. Pergantian peralatan dengan produktivitas lebih besar dari pada uang digunakan juga dapat dicapai utuk mencapai crash program. e. Pergantian atau perbaikan metode kerja Pergantian atau perbaikan metode kerja dilakukan bila metode yang sudah dilakukan terlalu lambat dan tidak efisien. Misalnya, pengadukan campuran beton secara manual akan memakan waktu yang lebih lama dari pada manggunakan beton molen. Namun pergantian metode kerja kadang kala juga mengubah hubungan logika jaringan kegiatan atau bahkan jenis kegiatannya sendiri. f. Konsentrasi pada kegiatan tertentu. Percepatan penyelesaian proyek dapat dilakukan dengan melakukan konsentrasi khusus pada kegiatan-kegiatan pada jalur kritis. Konsentrasi ini diartikan sebagai penambahan/pemindahan tenaga kerja dan atau peralatan pada kegiatan itu. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Pemindahan tenaga kerja ke kegiatan baru akan menurunkan produktivitas kerja pada awalnya karena ada fase belajar. 2) Keterlambatan kegiatan non kritis tidak melebihi float yang dimilikinya. 3) Penambahan tenaga kerja dan atau peralatan ke kegiatan kritis harus memperhatikanjumlah optimumnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 36 g. Kombinasi dari alternatif yang ada. Dalam pelaksanaannya, percepatan durasi ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan altenatif-alternatif yang ada sehingga menghasilkan suatu cara yang sesuai dengan proyek itu. Terutama sekali pada proyek-proyek besar yang mempunyai banyak kegiatan. 2.7.1.2 Jadwal Waktu Proyek Penjadwalan adalah pengaturan perincian yang diperlukan untuk melaksanakan rencana itu. Dimulai dengan taraf desain, dikembangkan pada waktu pemberian kontrak, kemudian digunakan sebagai dasar pengendalian sewaktu pembelian subkontrak diadakan atau sampai konstruksi. Pada hakekatnya, jadwal adalah alat yang digunakan sebagai patokan untuk mengukur kegiatan pelaksanaan pekerjaan terhadap waktu untuk penyelesaiaan kegiatan tersebut. Yang dimaksud dengan kegiatan disini tidak hanya terbatas pada kegiatan pelaksanaan saja, melainkan juga meliputi kegiatan alokasi sumber daya, pembagian tenaga kerja, alokasi dan pengadaan material dan segala sesuatau yang dipengaruhi dengan waktu itu sendiri dalam jangka waktu tertentu. Jadi dengan demikian dapat dikaitkan masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan tersebut dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waktu, yang dapat dimanfaatkan secara produktif untuk penyelesaiaan kegiatan. Ada beberapa fungsi dari penjadwalan, antara lain : 1. Menentukan durasi total yang digunakan untuk menyelesaikan proyek. 2. Menetukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan. 3. Menentukan kegiatan-kegiatan yang tak boleh terlambat atau tertunda pelaksanaannya (kegiatan kritis) dan jalur kritis. 4. Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek. 5. Sebagai dasar perhitungan cashflow proyek. 6. Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek lain, seperti tenaga, material dan peralatan. 7. Sebagai alat pengendalian proyek. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 37 Jam-orang (man-hour) dari perkiraan biaya adalah dasar untuk menghitung lamanya kegiatan pada jadwal itu. Hari-orang (man-day) atau jam-orang dapat dirubah ke dalam hari kalender dan ini dipakai untuk menghitung eskalasi dan menetapkan kapan perkiraan fasilitas harus siap dibangun. Terdapat berbagai cara untuk menyusun atau membuat jadwal proyek yang nantinya dapat dipakai sebagai tolak ukur pengendalian jadwal. Beberapa cara akan diuraikan berikut ini : 1. Tanggal akhir ditetapkan oleh manajer proyek. 2. Tanggal akhir ditetapkan oleh pasar. 3. Jadwal ditetapkan oleh klien. 4. Memakai jaringan didasarkan atas logika ketergantungan pekerjaan dan sumber daya. 5. Pertimbangan untuk perencanaan khusus. 6. Memakai kalkulasi biaya sebagai dasar. 7. Memakai kuantitas produktivitas untuk menetapkan schedule. 8. Persyaratan kontraktual. 2.7.1.3 Biaya Proyek Sebelum memulai menaksir biaya kita harus terlebih dahulu memperinci tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam proyek itu atau membuat Work Breakdown Structure (WBS) dan menyusunnya dalam suatu daftar. Tujuan pembuatan daftar adalah agar kita dapat memperinci bagianbagian dari proyek itu dalam urutan yang logis, seta mencegah kemungkinan adanya segi-segi yang terlupa. Tentu saja Work Breakdown Structure (WBS) itu dibuat berdasarkan dari hasil-hasil rapat dan pertemuan dengan berbagai staf ahli. Hanya dengan partisipasi ahli-ahli itulah kita dapat menelaah semua aspek dari proyek itu dan menyusun rencana kerja yang dapat diandalkan. Penaksiran anggaran biaya proyek dimulai dari tingkat kegiatan yang paling rendah. Anggaran disusun berdasarkan spesifikasi masing-masing kegiatan, durasi, dan kebutuhan sumber dayanya. Harga satuan adalah memperkirakan biaya berdasarkan harga satuan yang ditentukan dari harga unit-perunitnya sehingga akan menunjukkan volume total pekerjaan tersebut. Volume pekerjaan ialah perhitungan dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 38 3 gambar-gambar rencana/bestek yang dapat berupa jumlah dalam isi (m ), dan 2 luas (m ) dan panjang (m) atau jumlah satuan lain. Harga satuan pekerjaan dapat diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan buku analisis BOW atau perhitungan yang lainnya. Daftar Harga Bahan Harga Satuan Pekerjaan Analisa (BOW/Lain) Daftar Upah Tenaga Daftar Harga Bahan x Daftar Harga Bahan Harga Pekerjaan = Gambar 2.19. Alur Perhitungan Biaya Pada studi kasus ini penyusunan anggaran juga berpegang pada Work Breakdown Structure (WBS) yang telah dibuat. Setiap elemen dari Work Breakdown Structure (WBS) perlu dikaji mengenai seluruh aspek yang terkait. Dan perubahan biaya pada upah kerja dari konsekuensi pelaksanaan Work Breakdown Structure (WBS) pada proyek., hal ini dapat dihitung dengan : Harga WBS = Harga Material Pekerja WBS + Harga Satuan Upah ………………….. (17) Harga Satuan Upah Pekerja WBS = Jumlah Pekerja WBS x Harga Satuan Upah ekerja ………………….. (18) 2.7.1.4 Anggaran Biaya Proyek dan Pembobotan (Weight Factor) Sebelum memulai penaksiran biaya kita harus lebih dahulu memperinci tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam proyek itu atau membuat Work Breakdown Structure (WBS) dan menyusunnya dalam suatu daftar. Tujuan pembuatan daftar adalah agar kita dapat memperinci bagianbagian dari proyek itu dalam urutan yang logis, serta mencegah kemungkinan adanya segi-segi yang terlupakan. Tentu saja Work Breakdown Structure BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 39 (WBS) itu dibuat berdasarkan dari hasil-hasil rapat dan pertemuan dengan berbagai staf ahli. Hanya dengan partisipasi ahli-ahli itulah kita dapat menelaah semua aspek proyek dan menyususn rencana kerja yang dapat diandalkan. Penaksiran anggaran biaya proyek dimulai dari tingkat kegiatan yang paling rendah. Anggaran disusun berdasarkan spesifikasi masing-masing kegiatan, durasi, dan kebutuhan sumber dayanya. Pada studi kasus poryek ini penyusunan anggaran biaya juga berpegang pada Work Breakdown Structure (WBS) yang telah dibuat. Setiap elemen dari Work Breakdown Structure (WBS) perlu dikaji mengenai seluruh aspek yang terkait. Langkah perhitungan anggaran biaya ini didapatkan berturut-turut dari daftar-daftar di bawah ini (Djojowirono,1991) • Daftar I : Daftar harga satuan bahan, berisi daftar bahan-bahan bangunan yang akan digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan dengan satuan masing-masing. • Daftar II : Daftar satuan harga satuan upah tenaga, berisi upah perhari tenaga kerja yang akan digunakan sebagai tenaga pelaksanaan pekerjaan. • Daftar III : Daftar harga satuan bahan dan upah tenaga pada tiap pekerjaan, yaitu semua jenis pekerjaan yang ada mulai dari pekerjaan persiapan sampai dengan pekerjaan penyelesaian dari proyek. • Daftar IV : Daftar volume dan harga satuan pekerjaan, berisi jenis/macam pekerjaan (daftar III, volume pekerjaan, satuan dari jenis pekerjaan (daftar III), harga satuan pekerjaan dan jumlah harga pekerjaan. • Daftar V : Daftar rekapitulasi, berisi daftar bagian-bagian pekerjaan dan jumlah harga pekerjaan dari masing-masing bagian pekerjaan. Selanjutnya ditambah dengan biaya-biaya lain (biaya umum, biaya tak terduga, pajak-pajak dan keuntungan kontraktor/pemborong). Harga satuan adalah memperkirakan biaya berdasarkan harga satuan yang ditentukan dari harga unit-perunitnya sehingga akan menunjukkan volume total pekerjaan tersebut. Volume pekerjaan adalah perhitungan dari gambar-gambar rencana atau gambar bestek yang dapat berupa jumlah dalam isi (m3), luas (m2) dan panjang (m) atau jumlah satuan yang lain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 40 Dari anggaran yang telah direncanakan tersebut, kemudian dihitung pembobotannya. Weight Factor (WF) secara umum dirumuskan sebagai berikut: Anggaran biaya tiap pekerjaan WF = x 100% …….… (19) Total anggaran proyek Informasi tentang Weight Factor (WF) ini sangat bermanfaat dalam pengendalian proyek, yaitu dalam pembuatan kurva pengendalian proyek (kurva-S) per level kegiatan. Jika Weight Factor (WF) tersebut didistribusikan pada masing-masing waktu kegiatan maka persentase target yang diharapkan untuk masing-masing kegiatan dapat diketahui. Di samping itu Weight Factor (WF) juga terkait dengan cashflow proyek. Dengan mengetahui bobot tiaptiap kegiatan per satuan waktu maka aliran modal yang harus dikeluarkan pada setiap tahap dan setiap waktu dapat dikontrol. 2.7.2 Metode Konsep Nilai Hasil (KNH) Menurut Soeharto, 1995,metode konsep nilai hasil adalah konsep menghitung besarnya biaya yang menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan atau dilaksanakan (Budgeted Cost of Work Performed). Asumsi yang digunakan konsep nilai hasil adalah bahwa kecenderungan yang ada dan terungkap pada saat pelaporan akan terus berlangsung. Keterangan yang memberitahukan proyeksi masa depan penyelenggaraan proyek merupakan masukan yang sangat berguna bagi pengelola maupun pemilik, karena dengan demikian mereka memiliki cukup waktu untuk memikirkan cara-cara menghadapi segala persoalan di masa yang akan datang. Adapun manfaat dari metode dengan menggunakan konsep nilai hasil adalah sebagai berikut : 1. Memperlihatkan perbedaan biaya pelaksanaan dan anggaran. 2. Menghitung besar perkiraan biaya untuk pekerjaan yang tersisa. 3. Menghitung besar perkiraan biaya untuk penyelesaian proyek. 4. Memperlihatkan perbedaan waktu pelaksanaan dengan jadwal. 5. Memperkirakan lama waktu pelaksanaan dari pekerjaan yang tersisa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 41 6. Memperkirakan besar proyeksi keterlambatan pada akhir proyek bila kondisi masih seperti pelaporan. 2.7.2.1 Biaya Pekerjaan Berdasarkan Anggaran Ditinjau dari pekerjaan yang telah diselesaikan, metode konsep nilai hasil dapat mengukur besarnya unit pekerjaan yang telah diselesaiakan. Pada suatu waktu bila dinilai berdasarkan jumlah anggaran yang disediakan untuk pekerjaan tersebut. Dengan perhitungan ini diketahui hubungan antara apa yang sesungguhnya dicapai secara fisik terhadap jumlah anggaran yang telah dikeluarkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada salah satu contoh untuk pekerjaan pondasi pada gambar 2.20. sebagai berikut : ● Misalkan suatu pekerjaan mengecor pondasi beton dengan volume 300 m3. Anggaran untuk pekerjaan ini sebesar 80 juta rupiah. ● Pada minggu pertama dilaporkan sebanyak 75 m3 pengecoran telah diselesaikan. Ditanyakan : berapa nilai hasil (earned value) pada saat pelaporan? 3 300 m beton 1. jumlah pekerjaan Rp 80 juta anggaran 3 75 m beton = 25% 2. pekerjaan yang terselesaikan (%) ? anggaran yang terpakai Rp 15 juta Rp 35 juta pengeluaran aktual Gambar 2.20. Menilai biaya pekerjaan yang telah diselesaikan dilihat dari bagian jumlah anggaran yang terpakai Sumber : Soeharto “ Manajemen Proyek “, 1995 Nilai hasil adalah biaya yang dianggarkan dari pekerjaan yang telah diselesaikan. Jumlah yang telah diselesaikan adalah 75 m3 atau = (75 / 300)(100%) = 25%, dengan demikian menurut anggaran, pengeluaran adalah sebesar (25%)(Rp80 juta) = Rp20 juta. Jadi, nilai hasil adalah Rp20 juta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 42 Dalam hal ini pengeluaran aktual dapat lebih kecil (Rp15 juta), lebih besar (Rp35 juta) atau sama dengan nilai hasil, tergantung dari efisiensi pelaksanaan pekerjaan. Bila pekerjaan dilakukan dengan amat efisien dari yang diperkirakan dalam anggaran sehingga pengeluaran misalnya hanya Rp15 juta, maka dikatakan nilai hasil (Rp20 juta) lebih besar dari pengeluaran. Dan bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka nilai hasil lebih kecil dari pengeluaran (Rp35 juta). Dari contoh di atas, rumus nilai hasil adalah : Nilai hasil = (% Penyelesaian ) x (Anggaran) 2.7.2.2 Pekerjaan yang Masih Berlangsung Pada umumnya, keadaan yang sesungguhnya terjadi di lapangan akan semakin rumit, dengan terdiri dari berbagai macam item. Misalnya dalam satu paket yang terdiri dari pekerjaan a, b, c dengan kemajuan sebagai berikut. 1. pekerjaan a telah selesai 100% 2. pekerjaan b masih dalam proses, sudah dimulai tetapi belum 100% selesai. 3. pekerjaan c belum dimulai sama sekali. Untuk menghitung nilai hasil paket kerja di atas, pendekatan yang digunakan adalah dengan memperhatikan bobot komponen-komponen pekerjaan tersebut terhadap total (a + b + c), sedangkan nilai hasil komponenkomponen adalah sebagai berikut : 1. Komponen a telah 100% selesai = 100. 2. Komponen b = besarnya persentase penyelesaian fisik sesungguhnya. 3. Komponen c belum dimulai = 0 Contoh perhitungan nilai hasil suatu paket yang terdiri dari beberapa pekerjaan dengan tingkat penyelesaian yang berbeda ditunjukkan dalam tabel 2.4. Kegiatan konstruksi terdiri dari komponen-komponen pekerjaan menyiapkan lahan , civil dan bangunan, memasang peralatan, memasang pipa, listrik dan instrumen isolasi serta pengecatan, dengan anggarannya masingmasing. Pada saat pelaporan diketahui penyelesaian fisik masing-masing komponen, sehingga dapat dihitung nilai hasil paket kerja konstruksinya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA yaitu II - 43 bobot (%) penyelesaian fisik dikalikan anggaran, kemudian dijumlahkan, maka diperoleh (46%) (Rp2.000 juta) = Rp (920 juta) Tabel 2.4. Contoh Perhitungan Nilai Hasil Pada Saat Pelaporan Anggaran No Item pekerjaan Penyelesaian fisik (%) (juta Rp) Bobot (%) Bagian Konstruksi 1 Menyiapkan lahan 400 20 100 20 2 Civil dan bangunan 300 15 100 15 3 Memasang peralatan 400 20 40 8 4 Pekerjaan pipa 600 30 10 3 5 Listrik dan instrumen 200 10 - - 6 Isolasi dan pengecatan 100 5 - - 2.000 100 Total 46 Penyelesaian Fisik Total Konstruksi = 46 % Nilai hasil = Anggaran x % Penyelesaian = (Rp2.000 juta) x (46%) = Rp920 juta Sumber : Soeharto “ Manajemen Proyek “, 1995 2.7.2.3 Indikator-indikator Metode Konsep Nilai Hasil (KNH) Metode konsep nilai hasil dapat digunakan untuk menganalisis kinerja dan membuat perkiraan pencapaian sasaran. Untuk itu digunakan 3 indikator, yaitu ACWP (Actual Cost Work Performed /jumlah biaya aktual dari pekerjaan yang telah dilaksanakan), BCWP (Budgeted Cost of Work Performed /anggaran yang senilai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan), BCWS (Budgeted Cost of Work Schedule /jumlah anggaran untuk pekerjaan yang direncanakan). 1. ACWP (Actual Cost Work Performed /jumlah biaya aktual dari pekerjaan yang telah dilaksanakan). ACWP adalah jumlah biaya aktual dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. Biaya ini diperoleh dari data-data bidang keuangan proyek pada masa pelaporan (missal akhir bulan). Segala pengeluaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 44 biaya sesungguhnya dikumpulkan dan dicatat untuk dibebankan ke masing-masing elemen kerja, termasuk perhitungan “overhead”. Sehingga ACWP merupakan jumlah nyata / aktual dari pengeluaran atau dana yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan pada kurun waktu tertentu. 2. BCWP (Budgeted Cost of Work Performed /anggaran yang senilai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan). Indikator ini menunjukkan nilai hasil dari sudut pandang pekerjaan yang telah diselesaikan terhadap anggaran yang disediakan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Bila angka ACWP dibandingkan dengan BCWP maka akan terlihat perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah terlaksana terhadap biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk maksud tersebut. Angka BCWP didapat dengan mengalikan anggaran persentase penyelesaian pekerjaan. 3. BCWS (Budgeted Cost of Work Schedule /jumlah anggaran untuk pekerjaan yang direncanakan). BCWS merupakan jumlah anggaran untuk pekerjaan yang dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan. Di sini terjadi perpaduan antara biaya, jadwal dan lingkup pekerjaan dimana masing-masing elemen pekerjaan telah diberi alokasi biaya dan jadwal yang kemudian akan menjadi tolok ukur dalam penyelesaian pekerjaan. Dengan menggunakan ketiga indikator ini dapat dihitung berbagai faktor yang menunjukkan kemajuan pelaksanaan proyek seperti CV (Cost Variant/Varian Biaya Terpadu), SV (Schedule Variant/Varian Jadwal Terpadu), CPI (Cost Performed Index/Indeks Prestasi Biaya) dan SPI (Cost Performed Index /Indeks Prestasi Waktu) 1. Analisa varian biaya dan waktu terpadu. Menganalisis penyelesaian proyek dengan memakai metode varian sederhana dianggap kurang mencukupi, karena analisis varian tidak dapat mengintegrasikan aspek biaya dan jadwal. Untuk mengatasinya digunakan metode konsep nilai hasil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh tabel 2.5. berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 45 Tabel 2.5. Varian Biaya dan Jadwal Bulan ke- 1 2 3 4 5 6 (BCWS) 60 140 280 480 660 870 Pengeluaran (ACWP) 90 210 410 640 840 Nilai Hasil 40 100 210 380 530 Varian biaya (CV) -50 -110 -200 -260 -310 Varian jadwal (SV) -20 -40 -80 -100 -130 Anggaran (BCWP) 7 8 1020 1080 Ketiga indikator ini digambarkan dalam bentuk grafik dengan biaya sebagai sumbu vertikal dan jadwal sebagai sumbu horisontal. Rp 1080 Batas Anggaran 840 660 Varians Varians Biaya Jadwal 530 ACWP BCWS BCWP Saat Pelaporan Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Waktu BCWS 60 140 280 480 660 1.020 870 1.080 ACWP 90 210 410 640 840 BCWP 40 100 210 380 530 Gambar 2.21. Analisis Varians Terpadu Disajikan dengan Grafik “ S ” Menurut Soeharto, 1995, rumus varian biaya dan jadwal adalah sebagai berikut : Varians biaya (CV) = BCWP – ACWP .............................. (1) Varians jadwal (SV) = BCWP – BCWS .............................. (2) BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 46 Angka negatif untuk variasi biaya menunjukkan situasi dimana biaya yang diperlihatkan lebih tinggi dari anggaran disebut overrun, angka nol menunjukkan pekerjaan terlaksana sesuai dengan biaya, dan angka positif berarti pekerjaan terlaksana dengan biaya kurang dari anggaran disebut cost underrun. Demikian juga halnya dengan jadwal. Angka negatif berarti terlambat, angka nol berarti tepat dan angka positif berarti lebih cepat dari rencana. Perincian analisis varian terpadu dapat dilihat pada tabel 2.6. berikut : Tabel 2.6. Analisis Varian Terpadu Varians jadwal Varians biaya SV = BCWP – BCWS CV = BCWP – ACWP Positif Positif Keterangan Pekerjaan terlaksana lebih cepat daripada jadwal dengan biaya lebih kecil daripada anggaran Nol Positif Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dengan biaya lebih kecil dari anggaran Positif Nol Pekerjaan terlaksana sesuai anggaran dengan waktu lebih cepat dari jadwal Nol Nol Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dan anggaran Negatif Negatif Pekerjaan menelan selesai biaya terlambat lebih besar dan dari anggaran Nol Negatif Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dengan biaya diatas anggaran Negatif Nol Pekerjaan selesai terlambat dengan biaya sesuai dengan anggaran Positif Negatif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal dengan biaya lebih besar dari anggaran Sumber : Soeharto “ Manajemen Proyek “, 1995 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 47 2. Analisa indek prestasi Dalam hubungannya dengan kegiatan proyek, efisiensi penggunaan sumber daya, tenaga kerja dan waktu dinyatakan dalam bentuk prestasi. Prestasi pada umumnya dikaitkan dengan dana dan waktu. Menurut Soeharto, 1995, rumus untuk maksud ini adalah sebagai berikut : Indeks Kinerja Biaya (CPI) = BCWP / ACWP .................... (3) Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = BCWP / BCWS .................... (4) Bila indek prestasi ditinjau lebih lanjut, didapat hal-hal sebagai berikut: a. Angka indek prestasi kurang dari satu berarti pengeluaran lebih besar dari anggaran atau waktu lebih lama dari jadwal yang direncanakan. Bila perencanaan anggaran dan jadwal sudah dibuat secara realistis maka terdapat sesuatu yang tidak benar dalam pelaksanaan proyek. b. Angka indek prestasi lebih dari satu berarti prestasi penyelenggaraan proyek lebih baik dari perencanaan, dalam arti pengeluaran atau jadwal lebih cepat dari rencana. c. Makin besar perbedaan dari angka satu maka makin besar penyimpangan dari perencanaan dasar atau anggaran justru tidak realistis. 3. Analisa kemajuan proyek Pada saat pelaksanaan misalnya didalam laporan bulanan data yang terkumpul mengenai kemajuan pekerjaan dan pengeluaran biaya dianalisa untuk tiap paket kerja yang meliputi : a. Kemajuan fisik aktual dihitung berdasarkan anggaran yang dialokasikan. b. Pengeluaran tercatat pada laporan keuangan. c. Perencanaan dasar dan anggaran yang mengkaitkan jadwal dan biaya. Ketiga indikator diatas setelah dianalisis akan memberikan gambaran yang tepat dan lengkap perihal kinerja tiap paket pekerjaan yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 48 mengenai pencapaian jadwal dan anggaran. Berdasarkan kinerja pada saat pelaporan diperkirakan biaya dan jadwal akhir proyek. 4. Perkiraan biaya dan waktu penyelesaian proyek Didalam membuat perkiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek yang didasarkan atas hasil analisis yang diperoleh pada saat pelaporan, akan memberikan petunjuk EAC (Estimasi at Completion/perkiraan biaya untuk penyelesaian proyek) dan ECD (Estimate Completion Date/waktu penyelesaian proyek). Perkiraan tidak dapat memberikan jawaban dengan angka yang tepat karena didasarkan pada berbagai asumsi yang dipakai. Meskipun demikian, pembuatan perkiraan biaya atau jadwal amat bermanfaat karena memberikan peringatan dini mengenai hal-hal yang akan terjadi mengenai masa yang akan datang, bila kecenderungan yang ada pada saat pelaporan tidak mengalami perubahan. Dengan demikian masih tersedia kesempatan untuk mengadakan tindakan pembetulan. Dalam membuat proyeksi diatas menurut Soeharto, 1995, digunakan rumus-rumus perkiraan biaya penyelesaian sebagai berikut : Anggaran proyek keseluruhan : Ang ........ (6) Anggaran untuk pekerjaan tersisa : Ang BCWP ........ (7) CPI : BCWP / ACWP ........ (8) ETC : (Ang BCWP / CPI) ........ (9) EAC : ACWP + ETC ...... (10) Keterangan : Ang : Anggaran BCWP : Anggaran yang senilai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan. ACWP : Jumlah biaya aktual dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. CPI : Indeks prestasi biaya. ETC : Perkiraan biaya untuk pekerjaan tersisa. EAC : Perkiraan total biaya di akhir proyek. Sedangkan menurut Soeharto, 1995, rumus-rumus waktu penyelesaian proyek adalah sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 49 Total waktu = Ttotal . .............. (11) Waktu pekerjaan tersisa = Ttotal Twp .............. (12) SPI = Twp / Tact ……….. (13) ETS = (Ttotal Twp) / SPI ……….. (14) ECD = Twp + ETS .............. (15) Keterangan : Ttotal = Rencana waktu pelaksanaan. Tact = Rencana waktu sampai dengan saat monitoring. Tact = Waktu yang seharusnya dicapai sesuai kemajuan. SPI = Indeks kinerja waktu yang diperoleh pada saat monitoring ETS = Waktu sisa pekerjaan ECD = Waktu penyelesaian proyek.