efektivitas badan pengendalian lingkungan hidup kota tangerang

advertisement
EFEKTIVITAS BADAN PENGENDALIAN
LINGKUNGAN HIDUP KOTA TANGERANG
DALAM MENGENDALIKAN PENCEMARAN
SUNGAI CISADANE
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial
pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
RATNA FARLY ADZANI
NIM. 061504
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2010
ABSTRAK
Ratna Farly Adzani. 061504. Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane.
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Kata Kunci: Efektivitas, Pengendalian Pencemaran Sungai
Fokus penelitian ini adalah efektivitas organisasi publik dalam mengendalikan
pencemaran sungai. Rumusan masalahnya adalah seberapa besar efektivitas
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui seberapa besar efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh staf
BPLH yang menggunakan teknik pengambilan sampel dengan sampel jenuh.
Selain itu terdapat populasi untuk industri, yaitu industri di sekitar sungai
Cisadane yang menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik sampel
acak sederhana. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner,
observasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Untuk menganalisis
data menggunakan t-test satu sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa
efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane sudah cukup tinggi/sedang. Dari hasil perhitungan diperoleh t-hitung
lebih kecil dari t-tabel (-13,68 < 1,658) dan efektivitas Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane adalah cukup tinggi/sedang karena hanya mencapai angka 64,8% dari
angka minimal 70%. Hal tersebut dikarenakan misi untuk melaksanakan
pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan dampak lingkungan
hidup, masih belum terselenggara dengan optimal yang menuntut mekanisme dan
tata kerja kelembagaan yang cepat dan efektif. Saran-saran dari peneliti adalah
meningkatkan pengawasan yang lebih signifikan bagi industri, meningkatkan
sosialisasi kepada industri mengenai peraturan-peraturan baru, pemberian sanksi
bagi industri yang masih melanggar peraturan.
i
ABSTRACT
Ratna Farly Adzani. 061504. Effectiveness of Tangerang City’s Environmental
Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution. Public
Administration Department, Faculty of Social and Politic Science, University of
Sultan Ageng Tirtayasa.
Keyword: Effectiveness, Controlling River’s Pollution
The focus of this research is the effectiveness of public organization in controlling
the pollute of river. The formulation of the problem is how far the effectiveness of
Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane
River’s Pollution. The purpose of this research is to know the effectiveness level of
Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane
River’s Pollution. The method of the research is descriptive quantitative. The
population of this research is the whole staff of Tangerang City’s Environmental
Controlling Agency that used sampling technique with saturated sample. Another
population is the industry around Cisadane river that used sampling technique
with simple random. Data collecting technique that used are poll, observation,
interview, study of literature, and study of documentation . For data analysis used
one sample t-test. The result of the research showed that Effectiveness of
Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane
River’s Pollution has high enough/middle. From the calculation, t-count is
smaller than t-table (-13,68 < 1,658) and Effectiveness of Tangerang City’s
Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution is
high enough/middle because only reached 64,8% from the expected minimum
number 70%. That thing is because of mission to do the controlling and law
enforcement to control the environmental impact, has not held optimum yet, that
require the fast and effective mechanism and institutioning work system. Suggests
from the researcher are increasing of controlling for industry, increasing of
socialization for industry about new regulation, and giving a punishment for
industry that still not obey the regulation.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabat. Atas berkat rahmat, karunia, dan ridho-Nya
pula peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul
“Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane”. Hasil penelitian ini tentunya tak
lepas dari bantuan banyak pihak yang selalu mendukung peneliti secara moril dan
materil. Maka dengan ketulusan hati, peneliti ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak-pihak, yaitu sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Ir. Rahman Abdullah, M.Sc, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan juga sebagai penguji pada
siding skripsi peneliti. Terima kasih atas segala masukannya, sehingga skripsi
ini dapat menjadi lebih baik.
iii
4. Rahmi Winangsih, Dra, M.Si, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Idi Dimyati, S.Ikom, Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan
juga selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan
motivasi, bimbingan dan arahan kepada peneliti selama menjalani perkuliahan.
8. Hasuri Waseh, SE, M.Si, Pembimbing I skripsi yang senantiasa membimbing
dan memberikan saran kepada peneliti dalam setiap bimbingan yang telah
dilakukan.
9. Ipah Ema Jumiati, S.IP, pembimbing II skripsi yang senantiasa membimbing
dan memberikan saran kepada peneliti dalam setiap bimbingan yang telah
dilakukan.
10. Gandung Ismanto, MM, penguji pada seminar proposal dan sidang skripsi
peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya, sehingga skripsi ini
dapat menjadi lebih baik.
11. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membekali
penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
iv
12. Agus Prasetyo, SH, Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum
yang telah banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan.
13. Amaludin, ST, Staf Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum yang telah
banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan.
14. Seluruh pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang
yang mengizinkan penulis meminta waktu dan tenaganya dalam membantu
peneliti mencapai tujuan penelitian.
15. Bapak dan Mama tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan
serta kasih sayang kepada peneliti. Adik-adik ku tersayang Fadhil, Fikri, dan
Fathur yang menjadi semangat bagi peneliti.
16. Seluruh keluarga besarku, alm. kakek, almh. nenek, kakek ikin, semua
paman-paman, bibi, serta wa, sepupu ku yang telah menyemangati dan
memberikan doa.
17. Teman-teman setiaku, Asih, Santi, Nina, Dona, Jane, Indah yang selalu
mendukung agar penelitian ini dapat segera diselesaikan.
18. Teman-teman seperjuangan kelas C Administrasi Negara reguler angkatan
2006, Evi, Nadia, Marisha ‘Cica’, Diyan, Desi, Iqoh, Edah, Stephanie,
Suprapti ‘Ade’, Azhar ‘Zarwo’, Nusman ‘Aco’, Ujang ‘akang’, Eko ‘Gabon’,
Pepy, Rohmatunisa ‘Icha’, Suher, Ikhsan atas kebersamaan kalian selama 4
tahun.
19. Teman-teman seperjuangan selama 1 bulan di desa Pudar, Kecamatan
Pamarayan, KKM 57. Jevira Dona, Ria Oktavianty, Nova Dwiarti, Yuniasari,
Reni Febriana, Wati Oktaviany, Ine Risa, Hermini Ari, Nita, Aang, Agung,
v
Ageng, Rengga, Husni, Andi, Roilhaq, Akbar, Rifki, Febry, Irfan, dan Nando,
yang telah memberikan kesan yang tidak akan terlupakan.
Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Penulis memohon kritik dan saran yang
bersifat membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Peneliti berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membacanya dan
bagi peneliti pada khususnya.
Serang, Agustus 2010
Penulis
Ratna Farly Adzani
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
…….……………………………………………………..
i
ABSTRACT …….……………………………………………………..
ii
KATA PENGANTAR
……………………………………...……
iii
DAFTAR ISI
……………………………………………...……
vii
DAFTAR TABEL
………………………………………………..….
x
DAFTAR GAMBAR
………………………………………...…. xi
DAFTAR DIAGRAM
…………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN
…………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang
…………………………………………… 1
1.2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
…………………… 11
1.3. Rumusan Masalah
…………………………………… 12
1.4. Tujuan Penelitian
…………………………………… 12
1.5. Kegunaan Penelitian
…………………………………… 13
viii
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN …… 14
2.1. Deskripsi Teori
…………………………………………… 14
2.1.1. Efektivitas Organisasi
…………………………… 14
2.1.1.1. Pendekatan terhadap Keefektifan Organisasi...
2.1.2. Organisasi
19
…………………………………… 23
2.1.3. Lingkungan Hidup
…………………………… 25
2.1.3.1. Kualitas Lingkungan Hidup
…………… 27
2.1.4. Pencemaran Lingkungan …………………………… 30
2.1.4.1. Pencemaran Air
…………………………… 32
2.1.4.2. Limbah Industri
…………………………… 34
2.1.5. Pengelolaan Lingkungan …………………………… 37
2.1.5.1. Pengendalian dan Pengolahan Limbah Industri 40
2.1.6. Pembangunan
…………………………………… 41
2.1.6.1. Dampak Pembangunan terhadap Lingkungan
45
2.2. Kerangka Berpikir
……………………………………. 48
2.3. Hipotesis Penelitian
………………………………….… 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………. 52
3.1. Metode Penelitian
……………………………………. 52
3.2. Instrumen Penelitian
……………………………………. 53
3.2.1. Uji Validitas
……………………………………. 56
3.2.2. Uji Reliabilitas
………………………………….… 57
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………. 58
3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
……………………. 61
ix
3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN
………………………………….… 64
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.2. Deskripsi Data
……………………………. 62
………………………….… 64
………………………………………….… 79
4.2.1. Identitas Responden
4.2.2. Analisis Data
……………………............ 79
…………………………………… 81
4.3. Pengujian Persyaratan Statistik …………………………… 103
4.3.1. Uji Validitas
…………………………………… 103
4.3.2. Uji Reliabilitas
…………………………………… 105
4.4. Pengujian Hipotesis
…………………………………… 107
4.5. Interpretasi Hasil Penelitian
4.6. Pembahasan
…………………………… 110
…………………………………………… 111
BAB V PENUTUP …………………………………………………… 117
5.1. Kesimpulan
…………………………………………… 117
5.2. Saran-saran
…………………………………………… 119
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Jumlah Industri Dekat Sungai Cisadane
Tabel 1.2
Daftar Badan Usaha yang Berkontribusi Menyumbang
Limbah ke Sungai Cisadane
…….……... 4
…….……………..…………
Tabel 1.3
Pencapaian Target Pengawasan pada Industri
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Mandiri
Tabel 3.2
Jumlah Industri Dekat Sungai Cisadane
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Tabel 4.1
Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun
7
................................ 63
.................... 67
........................................................ 71
2010 Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.2
……..……...
5
…………………… 83
Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun
2010 Berdasarkan Kepangkatan
…………………… 83
Tabel 4.3
Jumlah Kendaraan
…………………………………… 86
Tabel 4.4
Jumlah Peralatan Penunjang (Laboratorium) …………… 86
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Pegawai ........ 112
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Industri
Tabel 4.7
Reliabilitas Instrumen Komponen Pegawai …………… 113
Tabel 4.8
Reliabilitas Instrumen Komponen Industri
........ 113
…………… 114
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
…………………………………..
Gambar 4.1
Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis ..................
58
118
xii
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 4.1
Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin………..
87
Diagram 4.2
Identitas Responden berdasarkan Usia
…………..
88
Diagram 4.3
Identitas Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan….
88
Diagram 4.4
Tanggapan Responden mengenai Keterlibatan Peran
Serta Seluruh Anggota Organisasi dalam Merencanakan
Tujuan Organisasi
Diagram 4.5
......................................................
Tanggapan Responden mengenai Kualitas Air di Sumber
Air dan Lingkungan Sekitar Perusahaan/industri
Diagram 4.6
90
......
91
Tanggapan Responden mengenai Pengawasan secara
Berkelanjutan Pengolahan Limbah atau Dampak
Lingkungan oleh BPLH
Diagram 4.7
...........................................
Tanggapan Responden mengenai Sosialisasi
Peraturan-peraturan Baru yang Lebih Ketat oleh BPLH..
Diagram 4.8
92
93
Tanggapan Responden mengenai Kefokusan Pegawai
BPLH dalam Pelaksanaan Tugas Pokok/rutin terkait
Adanya Kebijakan Perolehan Adipura
Diagram 4.9
…………...
94
Tanggapan Responden mengenai Intensitas Adanya
Kebijakan Baru dari Pimpinan yang dapat Mengganggu
Pelaksanaan Tugas
…………………………………...
95
xiii
Diagram 4.10 Tanggapan Responden mengenai Adanya Persaingan
yang Tidak Sehat di dalam Organisasi
…………...
96
Diagram 4.11 Tanggapan Responden mengenai Kenyamanan dalam
Pelaksanaan Tugas Pokok
…………………………...
97
Diagram 4.12 Tanggapan Responden mengenai Ketidakberadaan
Rekan Kerja di Mejanya saat Dibutuhkan
…………...
98
Diagram 4.13 Tanggapan Responden mengenai Rekan Kerja Sering
Membutuhkan Waktu Lama saat Pelaksanaan Tugas …… 99
Diagram 4.14 Tanggapan Responden mengenai Kesigapan
Rekan Kerja terhadap Tugas
yang Harus Segera Diselesaikan
………….…….….
100
Diagram 4.15 Tanggapan Responden mengenai Penjaminan Kehidupan
yang Layak oleh organisasinya (BPLH)
…………...
101
Diagram 4.16 Tanggapan Responden mengenai Pemberian Penghargaan
kepada Pegawai setiap Tahun …………………………...
102
Diagram 4.17 Tanggapan Responden mengenai Penyediaan fasilitas
Penunjang Pelaksanaan Pekerjaan
…………………… 103
Diagram 4.18 Tanggapan Responden mengenai Kelengkapan Sarana…. 104
Diagram 4.19 Tanggapan Responden mengenai Kemampuan Sarana
yang Dimiliki dalam Optimalisasi Pelaksanaan Tugas…..
105
Diagram 4.20 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan
Data/dokumen Pengolahan Limbah atau Perizinan
oleh BPLH
…………………………………………… 106
xiv
Diagram 4.21 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Kondisi
IPAL/IPLC oleh BPLH
…………………………… 107
Diagram 4.22 Tanggapan Responden mengenai Pembinaan
atau Pengarahan oleh BPLH …………………………… 108
Diagram 4.23 Tanggapan Responden mengenai Intensitas
Keluhan Masyarakat terkait Dampak Lingkungan akibat
Pembuangan Limbah ………………………………….... 109
Diagram 4.24 Tanggapan Responden mengenai Pengendalian Dampak
Lingkungan
…………………………………………… 110
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Pengantar Penelitian
Lampiran 2
Surat Rekomendasi Penelitian
Lampiran 3
Struktur Organisasi BPLH Kota Tangerang
Lampiran 4
Hasil Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 5
Hasil Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 6
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 7
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 8
Hitungan untuk Simpangan Baku Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 9
Hitungan untuk Simpangan Baku Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 10 Hasil SPSS Frekuensi Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 11 Hasil SPSS Frekuensi Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 12 Hasil SPSS Statistik Deskriptif Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 13 Hasil SPSS Statistik Deskriptif Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 14 Kuesioner Komponen Pegawai
Lampiran 15 Kuesioner Komponen Industri
Lampiran 16 Peta Lokasi Industri Pembuang Limbah Cair
Lampiran 17 Tabel Nilai-nilai r Product Moment
Lampiran 18 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t
Lampiran 19 Daftar Istilah
Lampiran 20 Catatan Bimbingan Skripsi Peneliti
Lampiran 21 Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan upaya yang dilakukan untuk menuju ke arah
yang lebih baik dalam rangka menjamin kelangsungan hidup masyarakat
banyak. Pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat. Peningkatan pelaksanaan pembangunan dapat dilihat dari
pembangunan yang terus dilakukan secara berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan merupakan proses pembangunan dengan prinsip memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi
masa depan. Salah satu masalah yang harus dihadapi untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki keseimbangan
lingkungan yang terganggu atau mengalami kerusakan. Dengan begitu,
ekonomi tidak harus selalu didahului dalam pembangunan tanpa melihat
bagaimana kondisi lingkungan.
Kegiatan pembangunan yang kita ketahui sekarang ini, mengacu pada
pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahteraaan masyarakat. Tidak
sedikit jumlah lingkungan yang mengalami kerusakan akibat dari pelaksanaan
pembangunan, terutama pembangunan yang bersifat fisik. Keseimbangan
lingkungan tersebut perlu direhabilitasi agar fungsinya kembali seperti semula
demi kesejahteraan masyarakat.
2
Selama ini pembangunan ekonomi di Indonesia mengarah pada
industrialisasi, yang mana dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Sektor industri dianggap ampuh untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah. Selain itu, dampak dari industrialisasi adalah terjadinya
peningkatan pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri.
Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan menjadi semakin berat
dengan masuknya limbah industri. Pencemaran dan perusakan lingkungan ini
banyak
disebabkan
dari
pembangunan
yang
bersifat
fisik,
seperti
pembangunan kawasan industri, gedung-gedung bertingkat, dan pembangunan
fisik lainnya yang memiliki potensi untuk tidak selalu memperhatikan limbah
atau pembuangan, ataupun aspek tata ruangnya.
Kawasan industri ini terutama banyak terdapat di daerah sekitar atau
daerah tetangga ibu kota Jakarta, yang mana karena posisinya itu,
direncanakan sebagai daerah penyangga kebutuhan masyarakat ibu kota
maupun daerahnya sendiri, dan dapat didongkrak perekonomiannya. Posisi
Kota Tangerang yang berdampingan langsung dengan ibu kota Jakarta,
membawa tanggung jawab pembangunan daerah yang cukup besar dan berat
karena berperan sebagai wilayah penyangga terhadap perkembangan dan
pembangunan DKI Jakarta dan pusat-pusat pertumbuhan yang terdapat di
sekelilingnya. Posisi Kota Tangerang yang strategis tersebut telah mendorong
pertumbuhan dan perkembangan segala aktivitas ekonomi berupa industri,
perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang
saat ini. Sehingga, berbagai permasalahan yang terkait dengan pembangunan
3
di wilayah di sekitar Kota Tangerang berimbas menjadi permasalahan
lingkungan yang cukup serius dan harus dihadapi dengan baik dan bijak oleh
pemerintah Kota Tangerang, pihak ketiga, dan seluruh lapisan masyarakat
demi keberlangsungan hidup masyarakat banyak.
Dampak dari permasalahan pembangunan Kota Tangerang yang
mengakibatkan munculnya permasalahan di lingkungan hidup, salah satunya
adalah pencemaran sumber air, yaitu sungai Cisadane yang pencemarannya
disumbangkan dari limbah industri. Keberadaan sungai Cisadane merupakan
sumberdaya alam terbesar yang dimiliki kota ini. Pencemaran sumber air ini
mengancam kualitas lingkungan hidup.
Sejatinya,
desentralisasi
lebih
diarahkan
untuk
dapat
lebih
menyelesaikan masalah lingkungan yang beragam dan kompleks sesuai
dengan konteks lingkungan di masing-masing daerah. Desentralisasi menjadi
modal bagi aparat pemerintah daerah untuk mengimplementasikan tata kelola
lingkungan hidup ke arah yang lebih baik lagi. Sayangnya, fakta di lapangan
tidak seindah sebagaimana desentralisasi itu berjalan untuk mengatasi masalah
lingkungan yang dihadapi oleh masing-masing daerah.
Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung
jawab pemerintah daerah, asas berkelanjutan dan asas manfaat. Pengelolaan
lingkungan hidup bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat. Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang diberi tanggung jawab untuk itu adalah Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH). Sejak berganti nama dari Dinas
4
Lingkungan Hidup, BPLH yang dibentuk pada tahun 2009 memiliki peran
yang lebih berat dalam mengelola lingkungan, yang salah satunya adalah
melakukan pengawasan kepada industri untuk meminimalisir beban
pencemaran di sungai Cisadane. Pengawasan ini dilakukan dengan mekanisme
pengolahan air sungai, uji laboratorium dilakukan setiap bulan, laporan uji air
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, dan keseluruhan laporannya adalah setiap
semester. Selain mengawasi kegiatan industri, BPLH harus mampu
menegakkan hukum bagi industri yang masih melanggar peraturan dalam
pengendalian pencemaran oleh limbah. Upaya yang dilakukan berupa
pemantauan dan pengawasan untuk industri.
Industri yang lokasinya dekat dengan sungai Cisadane adalah industri
yang berada di 3 (tiga) kecamatan, seperti pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Jumlah industri dekat sungai Cisadane
Jumlah
Industri
1. Karawaci
227
2. Tangerang
123
3. Neglasari
133
483
Sumber: BPLH Kota Tangerang, data industri tahun 2004
No.
Kecamatan
Berdasarkan Peraturan Walikota No.16 Tahun 2009 tentang Baku
Mutu Air Limbah Industri, terdapat 37 jenis badan usaha, yang berkontribusi
menyumbang limbah ke sungai Cisadane, seperti pada tabel 1.2 berikut:
5
Tabel 1.2
Daftar badan usaha yang berkontribusi menyumbang limbah ke sungai Cisadane
No.
Jenis Industri
No.
Jenis Industri
1.
Industri soda kaustik dan klor
20.
Industri minyak sawit/minyak goreng
dan turunannya
2.
Industri logam dan pelapisan logam
21.
Industri tapioka
3.
Industri peleburan logam
22.
Industri ethanol
4.
Industri pulp dan kertas
23.
Industri MSG
5.
Industri percetakan (printing karton dan
kemasan, printing tekstil, printing plastik)
24.
Industri cat (cat dan pengecatan)
6.
Industri pewarna (pewarna kertas, pewarna
tekstil, pewarna tinta)
25.
Industri farmasi
7.
Industri karet
26.
Industri pestisida dan herbisida
8.
Industri gula
27.
Industri desinfektan
9.
Industri tekstil dan industri berbahan baku
tekstil (garmen, tekstil terpadu)
28.
Industri produk sanitari
10.
Industri makanan dan minuman dari susu
29.
Industri kosmetik
11.
Industri makanan lainnya (mie, bihun,
kerupuk, permen, pemanis buatan, tahu,
tempe, agar-agar, bahan kue, hunkue, kecap,
saos,coklat, roti, kopi, sirup,biskuit, pewarna
makanan)
30.
Perbengkelan
12.
Industri minuman (minuman ringan
(berkarbonasi, sirup), minuman tradisional
(tak beralkohol))
31.
Industri penghasil oli dan sejenisnya
13.
Industri minuman bir dan minuman
beralkohol
32.
Karoseri
14.
Industri pakan ternak
33.
Elektronik
15.
Industri sabun, deterjen, dan turunan minyak
nabati
34.
Pengolahan air bersih/air minum/air
mineral dan pabrik es
16.
Industri laundri dan pencelupan
35.
Industri barang plastic
36.
17.
Industri baterai dan accu
Industri khusus (Industri yang telah
ditetapkan parameter BMLnya dan
tidak termasuk di dalam kelompok
ndustri yang ada)
18.
Industri kayu lapis
19.
Industri penyamakan kulit
37.
Industri lainnya
Sumber: Peraturan Walikota Tangerang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Baku Mutu
Air Limbah Industri
6
Berdasarkan buku Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan
Tahun 2009, pada tahun 2004 secara keseluruhan terdapat 1444 industri yang
terdiri dari beberapa jenis:
1. Tekstil (pakaian jadi/garmen) dan berbagai barang dari tekstil, sebanyak
506 buah
2. Makanan, sebanyak 218 buah
3. Barang dan plastik, sebanyak 207 buah
4. Barang/peralatan dari logam, sebanyak 98 buah
5. Barang dari kayu, sebanyak 92 buah
6. Industri lain, seperti kertas dan berbagai kemasan karton, percetakan,
bengkel, produksi rumah tangga, cat, bahan-bahan kimia, alat-alat listrik
dan elektronik, dan sebagainya.
Keberadaan industri tersebut tersebar, tetapi yang keberadaannya di sekitar
sungai Cisadane adalah sebanyak 688 industri. Pada hulu sungai sudah terjadi
pencemaran, sehingga di bagian hilir sungai terjadi peningkatan pencemaran.
Berdasarkan buku Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan
Tahun 2009, bahwa kondisi sungai Cisadane, dari 2 (dua) kali pemantauan
menunjukkan bahwa kualitasnya dalam keadaan cemar ringan. Parameter yang
melebihi baku mutu kelas II berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, adalah
perameter oksigen terlarut (DO), fosfat total, BOD5, COD, dan fecal coliform.
Selain itu, biota yang masih baik dengan kelimpahan biota (fitoplankton)
sedang dan merata. Hal ini menggambarkan kondisi sungai tercemar ringan
yang berasal dari bahan pencemar organik dan anoganik yang dapat berasal
7
dari saluran domestik maupun outlet IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
industri yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan
pengamatan
awal
peneliti
dan
hasil
wawancara
pendahuluan, BPLH Kota Tangerang menghadapi berbagai hambatan yang
menjadi permasalahan dalam upaya mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane. Masalah pertama adalah mengenai pencapaian target yang dapat
dilihat dari pelaksanaan tujuan organisasi. Dilihat dari pencapaian target tahun
2009, target BPLH Kota Tangerang dalam mengawasi dan menegakkan
hukum bagi industri yang masih melanggar peraturan, sudah terealisasi secara
kuantitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Amaludin (staf bidang
pengawasan dan penegakkan hukum) tanggal 3 Maret 2010, pencapaian target
dapat dilihat seperti tabel 1.3, seperti berikut:
Tabel 1.3
Pencapaian target pengawasan pada industri
Tahun
Target
Realisasi
2009
150
industri/perusahaan
180
industri/perusahaan
2010
150
industri/perusahaan
20
industri/perusahaan
(sampai dengan
Februari 2010)
Sumber: Wawancara dengan Amaludin (Staf Bidang Pengawasan dan
Penegakan Hukum), 3 Maret 2010
Secara kuantitas, target bisa saja dicapai, bahkan dapat melampaui
target. Tetapi secara kualitas, masih belum dapat dicapai karena masih
tersendat pada follow up kegiatan-kegiatan industri secara administrasi
8
maupun teknis. Selain itu, penekanan yang berasal dari intern BPLH, yaitu
penekanan pada perolehan Adipura membuat pegawai tidak terlalu fokus
kepada upaya pengendalian dampak lingkungan, sehingga sedikit berpengaruh
terhadap hasil pengawasan. Ditambah lagi karena jumlah industri mencapai
ratusan, sehingga pegawai bidang pengawasan dan penegakkan hukum
kewalahan untuk menginventarisir hal-hal yang harus dilakukan oleh
industri/perusahaan, seperti halnya apakah memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) atau tidak, dan apakah IPAL nya dalam kondisi baik atau
buruk, dan sebagainya. Jumlah industri tidak sebanding dengan jumlah
pegawai bidang pengawasan dan penegakan hukum yang hanya terdiri dari 12
personel. Tentu saja hal tersebut di atas mengakibatkan tindak lanjut untuk
industri yang tidak taat peraturan menjadi agak lambat. Tindak lanjut tersebut
akan memutuskan apakah industri tersebut hanya akan mendapat pembinaan
dari BPLH atau sudah dalam tahap penegakkan hukum.
Masalah kedua adalah kemampuan adaptasi, yang dapat dilihat dari
sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
yang terjadi baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi. Adaptasi
BPLH Kota Tangerang terhadap perubahan yang berasal dari luar organisasi
adalah terkait kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari
kepala daerah. Kebijakan tersebut berupa Undang-Undang No.23 Tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang di dalamnya hanya mencakup
pembinaan bagi industri yang melanggar peraturan, yang kini beralih ke
Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan
9
lingkungan hidup, yang di dalamnya mencakup hukuman (penegakkan
hukum) secara yuridis formal. Dengan mengacu pada Undang-Undang yang
baru tersebut, penyesuaian yang dilakukan oleh BPLH memakan waktu yang
cukup lama untuk dapat melaksanakan pekerjaannya karena aturan-aturan
yang terdapat dalam Undang-Undang baru lebih banyak dan kompleks.
Dengan begitu, BPLH harus melakukan sosialisasi atau memperkenalkan
aturan baru untuk kegiatan perusahaan ke industri-industri. Sosialisasi yang
berjalan hingga saat ini sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun. Ini dirasakan
kurang, mengingat masih banyak industri yang melanggar aturan main. Selain
itu, BPLH harus memahami rambu-rambu baru penunjang pelaksanaan
pekerjaan.
Perubahan dari dalam organisasi yang menjadi hambatan bagi BPLH
adalah kebijakan yang berasal dari pimpinan, yang menimbulkan perbedaan
dari kondisi kerja sebelumnya karena adanya penekanan, sehingga membuat
para pegawai berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keputusan dari
pemimpin baru. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya di permasalahan
pertama, yaitu mengenai arahan yang lebih fokus kepada pencapaian Adipura,
sehingga membuat pegawai mau tidak mau harus mengikuti keputusan
pimpinan. Itulah lemahnya adaptasi di birokrasi, membutuhkan waktu yang
lama, padahal reaksi yang cepat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
keputusan yang bersifat urgen.
Masalah ketiga adalah kepuasan kerja yang dapat dirasakan oleh
anggota organisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi.
10
Ketidaknyamanan kerja yang dialami adalah ketika harus bekerja di luar
ruangan atau kerja lapangan. Hal ini terjadi karena kelengkapan sarana untuk
melakukan praktek di lapangan sangat terbatas, seperti:
1) Kendaraan operasional (mobil) hanya berjumlah 1 unit. Ini dapat
mengganggu pembagian tugas lapangan yang apabila mengharuskan para
staf untuk ke tempat tujuan yang berbeda dalam waktu yang sama.
2) Kemudian peralatan (sampling) juga terbatas, seperti alat pengukur kadar
kualitas air dan zat-zat pencemar air sungai.
3) Begitu pun dengan perlengkapan keamanan, seperti masker.
Tentu saja hal tersebut di atas dapat mengganggu kenyamanan dan
menyurutkan dorongan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik karena
sarananya terbatas.
Masalah keempat adalah mengenai tanggung jawab. Tanggung jawab
ini dapat dilihat dari organisasi yang dapat melaksanakan mandat dan dapat
menghadapi masalah yang terjadi dengan pekerjaannya. Sekeras apapun suatu
organisasi berusaha untuk bertanggung jawab atas apa yang dilimpahkan
kepadanya, tanggung jawab tersebut akan dipandang belum dilaksanakan
secara maksimal karena beberapa hal yang terjadi. Kualitas air sungai
Cisadane cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Dinas
Lingkungan Hidup Kota Tangerang tahun 2007 untuk menguji kualitas air
sungai Cisadane dengan menggunakan baku mutu air kelas I. Tetapi setelah
namanya berubah menjadi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada tahun
2009, baku mutu air yang digunakan adalah baku mutu air kelas II yang
11
kualitas airnya di bawah kualitas baku mutu air kelas I. Selain itu dapat dilihat
dari badan usaha yang sudah memiliki IPAL/IPLC (Instalasi Pengolahan Air
Limbah/Limbah Cair) yang belum seluruhnya optimal karena banyak
ditemukan penyimpangan di lapangan. Industri-industri banyak yang masih
membuang limbahnya secara langsung ke sungai. Dan ironisnya, pembuangan
limbah secara langsung ke sungai ini sering tidak diketahui oleh aparat BPLH
bidang pengawasan dan penegakkan hukum di lapangan.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti bermaksud melakukan
penelitian dengan judul: EFEKTIVITAS BADAN PENGENDALIAN
LINGKUNGAN
HIDUP
KOTA
TANGERANG
DALAM
MENGENDALIKAN PENCEMARAN SUNGAI CISADANE.
1.2. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah yang
muncul dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pencapaian target BPLH belum seluruhnya terealisasi secara kualitas,
sehingga tindak lanjut untuk industri menjadi agak lambat.
2. Adaptasi terhadap UU No.32 Tahun 2009 membutuhkan waktu yang lama,
dan adanya kebijakan perolehan Adipura yang menimbulkan adanya
penekanan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3. Terbatasnya kelengkapan sarana untuk melaksanakan pekerjaan di
lapangan.
12
4. Adanya peralihan penggunaan baku mutu air untuk Cisadane, dari kelas I
ke baku mutu air kelas II, dan BPLH sering tidak mengetahui bahwa masih
banyak industri yang limbahnya tidak diolah terlebih dahulu.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada
efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, masalah
dirumuskan sebagai berikut:
Seberapa besar efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota
Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dalam mengendalikan pencemaran
sungai Cisadane.
13
1.5. Kegunaan Penelitian
1.5.1. Kegunaan Teoretis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
menjadi
sumbangan
bagi
perkembangan ilmu administrasi negara, khususnya teori tentang
efektivitas organisasi.
1.5.2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan masukan bagi
pemerintah
Kota
Lingkungan
organisasinya.
Tangerang,
Hidup
untuk
khususnya
dapat
Badan
meningkatkan
Pengendalian
efektivitas
14
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori
Dalam dunia nyata, banyak organisasi menghilang dari pandangan atau
diubah kembali menjadi kesatuan lain sehingga kita sulit membuat penilaian
mengenai kelangsungan hidupnya. Selain itu, naif untuk mengasumsikan bahwa
tidak ada organisasi yang bertahan hidup yang tetap tidak efektif atau efektif
tetapi dengan sengaja tidak diizinkan untuk tetap hidup. Bagi organisasi tertentu
seperti lembaga-lembaga pemerintah dan perusahaan besar, kematian praktis
tidak pernah terjadi. Lembaga atau perusahaan tersebut kelihatannya dapat terus
hidup bagaimanapun evaluasi yang dihasilkan mengenai apakah mereka telah
melakukan tugasnya dengan baik atau tidak.
2.1.1. Efektivitas Organisasi
Efektivitas organisasi memiliki banyak pengertian, tergantung bagaimana
kita memandangnya, sehingga mengandung pengertian yang multidimensi.
Definisi efektivitas organisasi menurut Robbins adalah tingkat keberhasilan
organisasi dalam usaha mencapai tujuan atau sasarannya, dan sesungguhnya
efektivitas adalah sebuah konsep yang amat luas mencakup berbagai faktor di
dalam maupun di luar organisasi (Robbins, 1994:34).
15
Menurut Mahmudi (2005:92), efektivitas terkait dengan hubungan antara
hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas
merupakan hubungan antara output dan tujuan. Semakin besar kontribusi
keuntungan terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi.
Menurut Robbins (2003:142), efektivitas kerja merupakan kemampuan
suatu organisasi dalam pencapaian tujuan secara efisien dengan sumber daya yang
tersedia. Organisasi yang efektif merupakan organisasi yang mendesain struktur
dan budayanya sesuai dengan stakeholder.
Menurut Handayaningrat (2001:34), efektivitas adalah pengukuran dalam
arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Tangkilisan (2005:138), Suatu organisasi yang berhasil dapat
diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan.
Menurut Hasibuan (2003:77), efektivitas adalah tercapainya sasaran
eksplisit atau implisit. Efektivitas yang dimaksud adalah tercapainya sasaran baik
secara tertulis maupun dalam implementasinya.
The Liang Gie (Abdul Halim, 2004:166), menjelaskan:
”Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang
dikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan
maksud tertentu dan menghendakinya, maka orang itu dikatakan efektif
bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang
dikehendakinya”.
Sedangkan Sedarmayanti (Robbins, 2003:59) mengemukakan bahwa efektivitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat
tercapai.
16
Menurut Handayaningrat (2001:134), efektivitas adalah pengukuran
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Efektivitas kerja dalam suatu organisasi ditentukan oleh desain organisasi yang
mampu mempertemukan kepentingan individual dan organisasi serta strategi
organisasi.
Menurut Tangkilisan (2005:139), efektivitas menyangkut 2 (dua) aspek,
yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
2. Pelaksanaan fungsi
Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh
mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Konsep
efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli organisasi dan manajemen memiliki
makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan yang dipergunakan. Secara
nyata, Stoner menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian
tujuan organisasi, dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi
(Tangkilisan, 2005:138).
Menurut Argris (Tangkilisan, 2005:139), mengatakan efektivitas
organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian
tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia. Disimpulkan bahwa
konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk pada tingkat sejauh mana
organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan
sumber-sumber yang ada.
17
Menurut Gibson et.al (Tangkilisan, 2005:141), menyatakan bahwa
efektivitas organisasi dapat pula diukur sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
Kejelasan strategi pencapaian tujuan
Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
Perencanaan yang matang
Penyusunan program yang tepat
Tersedianya sarana dan prasarana
Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Adapun kriteria atau indikator pada efektivitas menurut Hessel Nogi
Tangkilisan (2005:140-141):
1.
2.
3.
4.
Pencapaian target, maksud pencapaian target disini diartikan sejauh mana
target dapat ditetapkan organisasi dapat terealisasikan dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari sejauh mana pelaksanaan tujuan organisasi dalam mencapai
target sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan adaptasi (fleksibilitas), keberhasilan suatu organisasi dilihat dari
sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi baik dari dalam organisasi dan luar organisasi
Kepuasan kerja, suatu kondisi yang dirasakan oleh seluruh anggota organisasi
yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi bagi peningkatan kinerja
organisasi secara keseluruhan untuk mencapai efektivitas organisasi. Elemen
yang menjadi fokus analisis ini adalah lamanya penyelesaian pekerjaan yang
dilakukan karyawan dan sistem insentif yang diberlakukan bagi anggota
organisasi yang berprestasi atau telah melakukan pekerjaan yang melebihi
beban kerja yang ada.
Tanggung jawab. Organisasi dapat melaksanakan mandat yang telah
diembannya sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya dan bisa
menghadapi serta menyelesaikan masalah yang terjadi dengan pekerjaannya.
Berdasarkan sifatnya, organisasi cenderung merupakan kesatuan yang
kompleks, yang berusaha mengalokasikan sumber dayanya secara rasional demi
tercapainya tujuan. Menurut Steers (1985:2) dalam buku Syarif Makmur
(2008:120), makin rasional suatu organisasi, makin besar upayanya pada kegiatan
yang mengarah ke tujuan. Makin besar kemajuan yang diperoleh ke arah tujuan
18
organisasi makin efektif pula. Efektivitas dipandang sebagai tujuan akhir
organisasi.
Gito Sudarmo dan Mulyono (2001:128) dalam Syarif Makmur
(2008:122), mengemukakan sebagai berikut:
Efektivitas organisasi harus mampu menggambarkan hubungan timbal
balik yang harmonis antara organisasi dan lingkungannya yang lebih
luas. Efektivitas organisasi juga adalah apakah suatu organisasi itu
mampu bertahan dan hidup terus dalam lingkungannya sehingga
kelangsungan hidup organisasi yang bersangkutan merupakan ukuran
terakhir atau ukuran jangka panjang mengenai efektivitas organisasi.
Oleh karena itu, dalam mengukur efektivitas suatu organisasi
pemerintahan, akan dilihat sejauh mana atau seberapa besar kemampuan
organisasi pemerintahan dalam melakukan inovasi, kemampuan beradaptasi
dengan perubahan lingkungan, kemampuan organisasi dalam mengambil
pelajaran, baik dari kegagalan maupun keberhasilan, dan kapasitas organisasi itu
untuk mengatur perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan
pemerintahan melalui penerapan secara optimal fungsi-fungsi pemerintahan.
Dalam keterkaitan ini, Robbins (2001:51) dalam Syarif Makmur (2008:122-123)
menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan aktivitas organisasi, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: (1) adanya tujuan yang
jelas; (2) sumber daya manusia; (3) struktur organisasi; (4) adanya dukungan atau
partisipasi masyarakat; (5) adanya sistem nilai yang dianut.
Steers (1985:206) dalam Syarif Makmur (2008:125), selanjutnya
mengemukakan bahwa kriteria yang paling banyak dipakai dalam melihat segisegi efektivitas adalah kemampuan menyesuaikan diri, produktivitas, kepuasan
19
kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya. Variabel-variabel
sedemikian ini telah diidentifikasi dengan berbagai alternatif, yaitu sebagai alat
pengukur efektivitas itu sendiri dan sebagai variabel yang memperlancar atau
membantu memperbesar kemungkinan tercapainya efektivitas. Berdasarkan
pandangan itu, sifat efektivitas organisasi merupakan hasil penggabungan
penemuan-penemuan dari berbagai studi yang menggunakan kriteria ini.
Sementara itu, menurut Gibson et.al (1996:28), efektivitas dalam konteks perilaku
organisasi merupakan hubungan optimal antara produksi, kualitas, efisiensi,
fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan, dan pengembangan.
2.1.1.1. Pendekatan terhadap Keefektifan Organisasi
a.
Pendekatan Pencapaian Tujuan
Dalam bukunya (Robbins, 1994:58), sebuah organisasi, berdasarkan
definisi, diciptakan untuk mencapai satu tujuan atau lebih yang telah ditetapkan
sebelumnya. Oleh karena itu, tidak heran jika kita menjumpai bahwa pencapaian
tujuan merupakan kriteria yang paling banyak digunakan untuk menentukan
keefektifan.
Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach) menyatakan
bahwa keefektifan sebuah organisasi harus dinilai sehubungan dengan pencapaian
tujuan (ends) ketimbang caranya (means). Yang perlu diperhitungkan adalah
bottom line-nya. Yang termasuk kriteria pencapaian tujuan yang populer adalah
memaksimalkan laba, memaksa musuh untuk menyerah, memenangkan
pertandingan basket, membuat pasien menjadi sembuh kembali, dan sebagainya.
20
Kesamaannya adalah bahwa mereka memperhatikan tujuan (ends) karena
organisasi diciptakan untuk mencapai hal itu.
Apa yang dinyatakan secara resmi oleh sebuah organisasi sebagai
tujuannya tidak selalu mencerminkan tujuan yang sebenarnya. Tujuan-tujuan
resmi cenderung untuk sangat dipengaruhi oleh standar sosial yang diinginkannya.
Tujuan jangka pendek dari sebuah organisasi kerap kali berbeda dengan tujuan
jangka panjangnya. Fakta bahwa organisasi mempunyai tujuan majemuk juga
menciptakan kesulitan. Tujuan-tujuan tersebut dapat saling bersaing dan
seringkali saling tidak cocok (Robbins, 1994:60-61).
b. Pendekatan Sistem
Sebuah organisasi juga harus dinilai berdasarkan kemampuannya untuk
memperoleh masukan, memproses masukan tersebut, menyalurkan keluarannya,
dan mempertahankan stabilitas dan keseimbangan. Cara lain untuk melihat
keefektifan organisasi adalah melalui pendekatan sistem.
Dalam pendekatan sistem, tujuan akhir tidak diabaikan, namun hanya
dipandang sebagai satu elemen di dalam kumpulan kriteria yang lebih kompleks.
Model-model sistem menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan
hidup jangka panjang dari organisasi – seperti kemampuan organisasi untuk
memperoleh sumber daya, mempertahankan dirinya secara internal sebagai
sebuah organisme sosial, dan berintegrasi secara berhasil dengan lingkungan
eksternnya. Jadi, pendekatan sistem berfokus bukan pada tujuan akhir tertentu,
tetapi pada cara yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan akhir itu (Robbins,
21
1994:63-64).
Pandangan sistem melihat kepada faktor-faktor seperti hubungan dengan
lingkungan untuk memastika adanya penerimaan yang terus-menerus dari
masukan-masukan serta penerimaan yang menguntungkan dari keluaran-keluaran,
fleksibilitas respon terhadap perubahan-perubahan lingkungan, efisiensi yang
digunakan organisasi untuk mengubah masukan menjadi keluaran, kejelasan
komunikasi intern, tingkat konflik di antara kelompok-kelompok, dan tingkat
kepuasan kerja para pegawai (Robbins, 1994:65).
c.
Pendekatan Konstituensi-Strategis
Pendekatan ini mengemukakan bahwa organisasi dikatakan efektif
apabila dapat memenuhi tuntutan dari konstituensi yang terdapat di dalam
lingkungan organisasi tersebut yaitu konstituensi yang menjadi pendukung
kelanjutan eksistensi organisasi tersebut. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
para manajer mengejar sejumlah tujuan dan bahwa tujuan yang dipilih mewakili
respon terhadap kelompok-kelompok berkepentingan yang mengendalikan
sumber daya yang dibutuhkan organisasi untuk kelangsungan hidupnya (Robbins,
1994:71).
d. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing
Tema utama yang mendasari pendekatan nilai-nilai bersaing adalah
bahwa kriteria yang anda nilai dan gunakan dalam menilai keefektifan organisasi
– laba atas investasi, pangsa pasar, pembaharuan produk, keamanan kerja –
22
bergantung kepada siapa sebenarnya anda dan siapa yang anda wakili. Nilai-nilai
bersaing secara nyata melangkah lebih jauh daripada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa
berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi.
Kumpulan pertama adalah fleksibilitas versus kontrol. Pada dasarnya ini
adalah dua dimensi yang saling bertenangan dari sebuah struktur organisasi.
Fleksibilitas menghargai inovasi, penyesuaian, dan perubahan, Sebaliknya,
kontrol lebih menyukai stabilitas, ketentraman, serta kemungkinan prediksi.
Kumpulan kedua adalah hubungannya dengan apakah penekanan harus
ditempatkan pada kesejahteraan dan pengembangan manusia di dalam organisasi
atau kesejahteraan dan pengembangan organisasi itu sendiri. Dikotomi manusiaorganisasi merupakan kumpulan yang lain dari dimensi-dimensi yang pada
dasarnya saling bertentangan; perhatian terhadap perasaan dan kebutuhan manusia
yang terdapat di dalam organisasi versus perhatian terhadap pencapaian
produktivitas serta tugas.
Kumpulan nilai ketiga berhubungan dengan cara versus tujuan
organisasi; yang pertama menekankan pada proses internal dan jangka panjang,
yang lainnya menekankan pada tujuan akhir dan jangka pendek (Robbins,
1994:76).
23
2.1.2. Organisasi
Organisasi yang terbesar di manapun sudah barang tentu organisasi
publik yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup negara.
Oleh karena itu, organisasi publik mempunyai kewenangan yang absah
(terlegitimasi) di bidang politik, administrasi, pemerintahan dan hukum secara
terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warganya, serta melayani
kebutuhannya. Sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, dan
menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. Jadi, organisasi
publik sering kita lihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang dikenal
juga sebagai birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi ini diberikan kepada instansi
pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal (yang disebut birokrasi
dan orang-orangnya disebut birokrat) merupakan bentuk yang sebagian besar
diterima dan diterapkan oleh instansi pemerintah (Syafiie, 2006: 53).
Dalam pandangan Max Weber, organisasi itu tetap merupakan sebagai
suatu lingkaran masyarakat yang harus membiasakan dirinya untuk patuh kepada
perintah-perintah pemimpinnya, dimana masing-masing mempunyai perhatian
pribadi secara berkesinambungan dalam pengaturan kebijaksanaan, sebagai
partisipasi mereka bersama dan hasil yang bermanfaat, dapat dilakukan
pembagian pelatihan kerja dan fungsi (tugas) mereka masing-masing. Dengan
demikian, pada gilirannya akal dipersiapkan untuk kemantapan mereka sendiri
(Syafiie, 2006: 53).
24
Ada 2 (dua) jenis organisasi secara global di semua negara, yaitu
organisasi pemerintah dan organisasi non pemerintah (baik swasta yang bernuansa
dagang maupun yang non dagang). Khusus untuk organisasi pemerintah
merupakan syarat utama suatu negara disamping wilayah, penduduk, dan
pengakuan. Organisasi dapat berubah tetapi perubahan negara berarti pembubaran
negara itu sendiri. Organisasi pemerintah berbeda dengan organisasi manapun di
dunia, karena ada 3 (tiga) hal penting yang dimilikinya sebagai wewenangnya,
yaitu sebagai berikut (Syafiie, 2008:114):
1.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan membunuh orang dan bahkan dapat
dituntut, maka organisasi pemerintah diperbolehkan, biasanya disebut dengan
hukum mati.
2.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan mengurung orang walaupun dalam
waktu yang sangat singkat, maka organisasi pemerintah diperbolehkan,
biasanya disebut dengan penjara atau lembaga pemasyarakatan.
3.
Bila organisasi lain tidak diperkenankan memungut uang dengan paksa tanpa
alasan yang jelas karena pemberian jasa tertentu, maka organisasi pemerintah
diperbolehkan, biasanya disebut dengan pajak.
Victor A. Thompson (Thoha, 2008:165) menyatakan bahwa ”an
organization is a ”highly” rationalized and impersonal integration of a large
number of specialists cooperating to achieve some announced specific objective”.
Chester Barnard (Thoha, 2008:165) sendiri juga mempunyai rumusan
tertentu tentang organisai sesuai dengan perspektifnya. Ia merumuskan organisasi
sebagai berikut: ”an organization is a system of consciously coordinated personal
25
activities or forces of two or more persons”.
Dari dua orang yang ahli organisasi ini jelas mempunyai perspektif yang
berbeda. Thompson merumuskan organisasi dengan penekanan pada tingkat
rasionalitas dalam usaha kerja sama tersebut, sedangkan Barnard menentukan
sistem kerja sama yang terkoordinasi secara sadar.
Pandangan klasik tentang organisasi dinyatakan oleh Max Weber (Thoha,
2008:166) dengan mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber
membedakan suatu kelompok kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan.
Menurut dia, kelompok kerja sama adalah suatu tata hubungan sosial yang
dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin
dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang
ajek, baik dilakukan oleh pimpinan, maupun oleh pegawai-pegawai administrasi
lainnya.
2.1.3. Lingkungan Hidup
Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu
ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak
hidup, sperti misalnya udara, yang terdiri atas bermacam gas, air, dalam bentuk
uap, air dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup
bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup
makhluk tersebut.
26
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor.
Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup
tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu.
Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Keempat, faktor nonmateriil suhu, cahaya, dan kebisingan.
Tujuan hidup yang wajar bagi kita sebagai umat manusia adalah
menyesuaikan keseimbangan antara populasi masusia dengan lingkungan. Tujuan
berikutnya adalah secara sistematis menghindari kegiatan yang memperbesar
amplitudo ketidakmantapan dalam sistem populasi lingkungan tadi. Program kerja
untuk mencapai tujuan di atas, ada enam sasaran, yaitu (Kristanto, 2004:31):
1.
Menentukan jumlah optimum populasi di dunia untuk tiap negara dan
wilayah, disertai dengan penyebaran struktur umur dan penyebaran geografis.
2.
Menggunakan sumber daya alam secara cermat dan sebijaksana mungkin,
termasuk penggunaan energi, bahan makanan, hasil hutan, tanah, bahan
mineral, dan waktu yang dimiliki manusia.
3.
Mengembangkan teori ekonomi yang berdasarkan keseimbangan, bukan yang
berdasarkan petumbuhan.
4.
Secara rutin mengadakan monitoring terhadap perubahan perubahan fisik dan
kimia planet bumi, dan mengambil tindakan yang tegas terhadap setiap
kegiatan yang merusak lingkungan.
5.
Mengeluarkan Undang-undang dan peraturan yang secara tegas mencegah
kegiatan yang dapat
mengakibatkan bertambah lebarnya amplitudo
ketidakstabilan lingkungan hidup manusia.
27
6.
Memberi jaminan kepada setiap warga negara untuk memiliki suatu hak
untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan sesuai.
Sumber daya alam digolongkan menjadi:
•
Berdasarkan potensi (penggunaannya):
1.
Penghasil energi (air, matahari, gas bumi, batu bara, angin dan sebagainya)
2.
Penghasil bahan baku (mineral, hutan, perairan, tanah)
3.
Sumber alam lingkungan hidup (udara, air)
•
Berdasarkan kemampuannya untuk memperbaharui diri setelah mengalami
gangguan:
1.
Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui, misalnya mineral, minyak
bumi, gas bumi.
2.
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, misalnya hutan, air, udara.
Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sangat penting bagi
perekonomian
negara
berkembang
(sebagai
pengadaan
energi
untuk
pembangunan). Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui tersebut
merupakan
tulang
punggung
pembangunan
negara
berkembang
(untuk
meningkatkan devisa non minyak dan gas bumi).
2.1.3.1. Kualitas Lingkungan Hidup
Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting karena
merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan.
Kualitas lingkungan dapat diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, di
mana dalam lingkungan yang baik kualitasnya terdapat potensi untuk
28
berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Ada 3 (tiga) kriteria yang digunakan
untuk mengukur kualitas hidup umat manusia, yaitu (Kristanto, 2004:44):
1.
Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini
bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga
kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya
menyangkut
dirinya,
melainkan
juga
masyarakatnya,
dan
terutama
kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui keturunannya. Kebutuhan dasar
ini terdiri atas udara, air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan
keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama
manusia.
2.
Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup manusiawi. Berbeda dengan makhluk
hidup yang lain, manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak cukup hanya
sekedar hidup secara hayati, melainkan karena perkembangan kebudayaannya
maka manusia harus hidup secara manusiawi.
3.
Derajat dipenuhinya kebebasan untuk memilih. Kemampuan memilih
merupakan sifat hakiki untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya,
baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Untuk dapat memilih harus
ada keanekaragaman plihan, karena itu keanekargaman merupakan unsur
yang esensial dalam lingkungan.
Ketiga kriteria tersebut disebut dengan kebutuhan dasar umat manusia.
Dari ketiga kebutuhan dasar tersebut, kebutuhan dasar untuk hidup sebagai
makhluk hayati adalah yang paling pokok dan mempunyai bobot yang paling
tinggi diantara ketiga golongan kebutuhan dasar di atas.
29
Dengan menghubungkan kualitas lingkungan dengan derajat pemenuhan
kebutuhan dasar manusia (sandang, papan, pangan), berarti lingkungan
merupakan sumber daya. Dari lingkungan didapatkan unsur-unsur yang
dibutuhkan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari sumber daya tersebut
dimiliki oleh perorangan atau badan tertentu, misalnya lahan, sepetak hutan.
Sebagian lagi sumber daya itu milik umum, misalnya udara, air, tanah, sungai,
panai, dan lautnya. Air adalah faktor lain yang kita butuhkan untuk produksi.
Apabila sumber daya tersebut dieksploitasi lingkungan akan mampu melakukan
regenerasi selama materi yang dikonsumsi tidak melampaui kecepatan proses
regenerasi dari lingkungan. Jika percepatan konsumsi melampaui kecepatan
regenerasi akan terjadi apa yang disebut dengan pencemaran. Sebaliknya, jika
lingkungan mampu melakukan regenerasi, sumber daya ini disebut dengan
sumber daya yang terperbaharui. Kemampuan lingkungan untuk memasok sumber
daya dan untuk mengasimilasi zat pencemar adalah terbatas. Batas kemampuan ini
disebut dengan daya dukung lingkungan (kapasitas bawa). Kecenderungan yang
nampak sekarang adalah kenaikan kualitas hidup manusia disertai dengan
kenaikan tingkat konsumsi sumber daya dan pencemaran (Kristanto, 2004:40-41).
30
2.1.4. Pencemaran Lingkungan
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No.02/MENKLH/1988 (Kristanto, 2004:71), yang dimaksud pencemaran
adalah:
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan
(komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya.
Pemahanan akan pencemaran sangat penting artinya, baik bagi
masyarakat
umum
maupun
pengusaha.
Seringkali
pencemaran
itu
diinterpretasikan secara sempit sehingga jangkauan pemahamannya pun terbatas
pada hal-hal yang sifatnya insidentil belaka. Padahal ada pencemaran dan dampak
yang ditimbulkannya baru dapat dideteksi setelah puluhan tahun berlangsung.
Pengamatan terhadap berbagai industri menunjukkan bahwa pencegahan dan
pengendalian pencemaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pendekatan secara
teoretis sering dipraktekan untuk mengesahkan ada atau tidaknya pencemaran,
sementara kenyataan membuktikan bahwa telah terjadi suatu perubahan yang
nyata dalam lingkungan tersebut, dan perubahan itu yang telah mengundang
terjadinya proses dari masyarakat yang merasa dirugikan (Kristanto, 2004:2).
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan
transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri
logam dasar, industri jasa, dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin
meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat
berbagai kegiatan tersebut. Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
31
oleh berbagai aktivitas tersebut maka perlu dilakukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk
baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien,
baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Baku mutu air pada sumber air adalah
batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam
air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya.
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan menjadi
keluaran. Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat
dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya dengan melihat
spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh
industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung
bahan beracun dan berbahaya (B-3). Lingkungan sebagai wadah penerima akan
menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya, di mana
wadah penerima (air, udara, tanah) masing-masing mempunyai karakteristi yang
berbeda, misalnya air pada suatu saat dan tempat tertentu akan berbeda
karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama tetapi pada saat yang berbeda.
Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi
pengaruh luar, disebut dengan daya dukung lingkungan. Bahan pencemar yang
masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen
lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia, dan biologi
sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan nilai
lingkungan yang disebut dengan perubahan kualitas lingkungan.
32
Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi
4 (empat) golongan, yaitu (Kristanto, 2004:71):
1.
Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa diolah terlebih dahulu
2.
Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah
sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya
3.
Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan
4.
Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan
dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat
atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada
sumber air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
2.1.4.1. Pencemaran Air
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah
terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah
tercemar, misalnya walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil
dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di
atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, serta bahan-bahan tersuspensi,
misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir
(Kristanto, 2004:72).
33
Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat
digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan
pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi,
maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Aspek-aspek
kimia-fisika pencemaran air adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nilai pH, keasaman, dan alkalinitas
Suhu
Oksigen terlarut
Karbondioksida bebas
Warna dan kekeruhan
Jumlah padatan
Nitrat
Amoniak
Fosfat
Daya hantar listrik
Klorida
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa-
rawa berwarna kuning, cokelat, atau kehijauan. Air sungai biasanya berwarna
kuning kecokelatan karena mengandung lumpur. Air limbah yang mengandung
besi (Fe) dalam jumlah tinggi berwarna cokelat kemerahan. Warna air yang tidak
normal biasanya merupakan indikasi terjadinya pencemaran air.
Warna air dibedakan atas dua macam (Kristanto, 2004:80):
1.
Warna sejati (true color) yang diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut
2.
Warna semu (apparent color) yang selain diakibatkan oleh bahan-bahan
terlarut juga karena bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang
bersifat koloid
Aspek biokimia antara lain (Kristanto, 2004:87):
1.
BOD (Biochemical Oxygen Demand), menunjukkan jumlah oksigen terlarut
34
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut.
2.
COD (Chemical Oxygen Demand), untuk mengetahui jumlah bahan organik
di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari uji BOD, yaitu
berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji ini disebut dengan uji
COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bahan oksidan, misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air.
2.1.4.2. Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B-3 yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam
jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan
sumber daya (Kristanto, 2004:169).
Untuk jenis industri tertentu, seperti pengalengan bahan makanan, pabrik
minyak tanah, dan pabrik sabun, dihasilkan limbah cair yang bukan saja berasal
dari proses produksi, tetapi juga dari air pencuci lantai gedung atau tempat lain di
mana proses produksi dilakukan. Aliran air cucian di atas jumlahnya cukup besar
dan mengandung bahan-bahan tumpahan yang terjadi sehari-hari selama pabrik
35
beroperasi. Dari uraian singkat tersebut, terlihat bahwa dalam proses produksi
dihasilkan juga limbah. Limbah ada yang mengandung bahan-bahan berbahaya,
misalnya mudah terbakar, beracun, atau sifat-sifat lain yang tidak diinginkan.
Bahan-bahan tersebut keluar dari unit industri dan masuk ke dalam lingkungan
melalui media udara, air ataupun padat yang kemudian dikenal sebagai bahan
pencemar atau polutan. Potensi sumber pencemaran dari suatu industri tergantung
dari proses yang digunakan, jenis dan kondisi peralatan, sistem penanggulangan
yang ada, dan ketelitian operasi yang bersangkutan (Soeharto, 2002:212).
Limbah cair adalah buangan limbah yang mengandung kadar air cukup
tinggi. Limbah jenis ini umumnya berasal dari industri yang dalam operasinya
banyak berkaitan dengan air, baik yang semula diperlukan untuk proses produksi
maupun terbawa oleh bahan baku yang perlu dikeluarkan atau dari air cucian
tempat di mana proses produksi berlangsung (Soeharto, 2002:213).
Sifat lain pencemaran oleh industri ialah zat pencemar tertentu tidak
dapat dibersihkan oleh alam, misalnya pencemaran logam berat dan zat radioaktif.
Zat yang dimakan oleh jasad renik dan makhluk lain tidaklah menjadi tidak
beracun, melainkan sifat beracun itu tetap ada. Bahkan jasad dan makhluk lain itu
menumpuk zat pencemar itu, sehingga pencemaran menjadi lebih berbahaya
untuk manusia (Soemarwoto, 2004:261).
Tindakan penanggulangan yang biasanya diambil adalah pembersihan
badan air dari gulma air. Tetapi ini hanya bersifat simtomatis. Yang lebih penting
ialah menghilangkan sumber pencemaran. Untuk itu harus ada pengaturan agar
limbah cair tidak dibuang ke dalam air, atau boleh dibuang ke badan air setelah
36
mengalami pengolahan untuk menurunkan tingkat kesuburan limbah cair ini
(Soemarwoto, 2004:327).
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah
kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di dalam
limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan
semakin kecil konsentrasinya, hal itu menunjukkan semakin kecilnya peluang
untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi
pembuangan limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi
3 bagian:
1.
Limbah cair
2.
Limbah gas dan partikel
3.
Limbah padat
Terdapat beberapa kerancuan dalam mengidentifikasikan limbah cair,
yaitu buangan air yang digunakan untuk mendinginkan mesin suatu pabrik. Oleh
karena itu penelitian terhadap pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat
dengan waktu yang berbeda agar sampel yang diteliti benar-benar mewakili
keadaan pabrik yang sebenarnya (Kristanto, 2004:170-171).
37
2.1.5. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Bab I Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No.51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Soeharto, 2002:453), adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha secara sadar
untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan, agar kebutuhan dasar
kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan mutu lingkungan
yang baik, usaha kita ialah memperbesar manfaat lingkungan atau dan
memperkecil resiko lingkungan (Soemarwoto, 2004:76)
Dewasa ini tugas dan peranan pemerintah kota bukanlah mementingkan
untuk melindungi alam terhadap kegiatan manusia yang membawa pengaruh
negatif pada kehidupan masyarakat. Mereka lebih mengutamakan pada upayaupaya untuk memperbaiki alam beserta pengaruh lingkungannya, menciptakan
keindahan dan peremajaan kota yang memberikan kegairahan, kenyamanan, dan
kepuasan hidup bagi warga kotanya. Secara teoretis, pihak yang menyebabkan
terjadinya pencemaran harus dibebani pajak jika pemerintah bermaksud
memperbaiki efisiensi secara alokatif. Akan tetapi dalam praktek tidak mudah
ditentukan secara tepat tingkat dan kejadian pencemaran yang dimaksud
(Adisasmita, 2005:155).
38
Investasi untuk mengendalikan pencemaran dapat dibedakan dalam 2
(dua) kategori (Adisasmita, 2005:155-156), yaitu:
1.
Group treatment investment
2.
Assimilation investment
Kategori yang pertama dilakukan oleh pihak yang menimbulkan
pencemaran, misalnya sekelompok pabrik tertentu yang berusaha untuk mencegah
pengaruh negatif dari asap atau barang cair lainnya. Sedangkan kategori kedua
biasanya dalam bentuk meningkatkan kapasitas sarana lingkungan yang dapat
dilakukan masyarakat secara kolektif ataupun oleh pemerintah.
Salah satu kesulitan dalam hubungan investasi masyarakat yang
dilakukan untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah sulitnya mengatur
manfaat penurunan tingkat pencemaran secara tangible atau yang dapat dikonversi
dalam uang. Sebagai konsekuensinya mungkin lebih mudah untuk menjelaskan
apa sasaran pengendalian lingkungan hidup dalam arti fisik yang hendak dicapai.
Menyadari besarnya dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan
hidup, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan, yang pelaksanaannya
dituangkan dalam PP Nomor 29 Tahun 1986. Undang-Undang beserta peraturan
pelaksana tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pencegahan
terhadap suatu rencana kegiatan, misalnya proyek yang mungkin dapat
menyebabkan
kerusakan
lingkungan.
Dalam
Undang-Undang
tersebut,
pengelolaan lingkungan hidup harus berpegang pada asas pelestarian lingkungan
yang serasi dan seimbang bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Hal ini berarti
39
kegiatan pembangunan proyek dan pengoperasian unit hasil proyek harus
berpatokan pada wawasan lingkungan. Maksud diatas dapat dicapai dengan cara
sebagai berikut (Soeharto, 2002:197-198):
a.
Memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan lokasi proyek dan alam
sekitarnya.
b.
Mengelola penggunaan sumber daya secara bijaksana dengan merencanakan,
memantau, dan mengendalikan penggunaan sumber daya tersebut seccara
bijaksana.
c.
Memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif.
Setelah semua cara di atas dilaksanakan, diharapkan dapat menjamin
pembangunan yang berkesinambungan dengan tidak menurunkan potensi sumber
daya yang dapat diperbarui.
Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada
mutu lingkungan yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat
mutu lingkungan yang tinggi diusahakan agar lingkungan tetap dapat mendukung
mutu hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah yang kita lestarikan
bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin
melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara terlanjutkan
pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan
(Soemarwoto, 2004:81). Di Indonesia, baik usahawan sebagai produsen maupun
masyarakat sebagai konsumen tidak atau sedikit usahanya untuk mengurangi
limbah karena kesadaran lingkungan, kesadaran hukum dan komitmen untuk
melindungi lingkungan masih rendah.
40
Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan
cara yang beraneka pula, seperti dapat dilihat berikut ini (Soemarwoto, 2004:95):
1.
Pengelolaan lingkungan secara rutin.
2.
Perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar
dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan.
3.
Perencanaan
pengelolaan
lingkungan
berdasarkan
perkiraan
dampak
lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang
sedang direncanakan.
4.
Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang
mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan
manusia.
2.1.5.1. Pengendalian dan Pengolahan Limbah Industri
Pengendalian pencemaran yang berkaitan dengan limbah industri
mempunyai beberapa motivasi dilihat dari kondisi lingkungan tempat sumber
pencemar berada. Bagaimanapun, bila lingkungan sudah terlanjur rusak, maka
akan sangat sulit untuk memulihkannya seperti semula. Untuk memulihkannya
tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Pelaksanaan pengendalian
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri dalam kaitannya dengan
pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk memaksimalkan dampak
positif dan meminimalkan dampak negatif. Optimalisasi semacam ini nampaknya
mudah, tetapi pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan, seperti faktor
politis dan sosial-budaya (Kristanto, 2004:176).
41
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan
penanggulangan pencemaran karena limbah industri adalah (Kristanto, 2004:178):
1. Pencegahan pencemaran
2. Penanggulangan pencemaran
3. Biaya pengendalian dan penanggulangan
Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang
melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya
terdapat minyak, lemak, bahan organik seperti besi, aluminium, nikel, plumbum,
barium, fenol, dan lain-lain, sehingga dalam pengolahannya dibutuhkan
kombinasi dari beberapa metode dan peralatan. Pada dasarnya, pengolahan limbah
air dapat dibedakan menjadi (Kristanto, 2004:181):
1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. Pengolahan menurut karakteristik limbah
2.1.6. Pembangunan
Ciri pokok pertama pembangunan adalah orientasinya kepada usahausaha ke arah perubahan-perubahan keadaan yang dianggap lebih baik. Bahkan
administrasi pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mendorong ke arah
perubahan-perubahan besar (basic changes) di berbagai kegiatan/bidang
kehidupan yang saling kait-berkait dan akan memberikan hasil akhir terdapatnya
proses pembangunan. Thompson menyebutkan bahwa administrasi pembangunan
meliputi kemampuan organisasi untuk ”innovate” (melakukan pembaharuan).
42
Orientasi dari pendekatan ini adalah masa depan. Ciri pokok kedua, administrasi
pembangunan adalah bahwa perbaikan dan penyempurnaan administrasi dikaitkan
dengan aspek perkembangan di bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosial,
politik, dan lain-lain (Tjokroamidjojo, 1995:11).
Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu
mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan
(Soemarwoto, 2004:79).
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh Komisi Sedunia untuk
Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka (Soemarwoto, 2004:162).
Sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah membaiknya sistem
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya
keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal
pertumbuhan ekonomi dengan aspek perlindungan terhadap pelestarian fungsi
lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas (Mawardi,
2009:371). Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan
pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah menjadi suatu
keharusan.
Dalam
konteks
ini,
yang
dimaksud
dengan
pembangunan
berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus
dilandasi 3 (tiga) pilar pembangunan secara seimbang (Mawardi, 2009:372),
43
yaitu:
1.
Menguntungkan secara ekonomi (economically value)
2.
Diterima secara sosial (socially acceptable)
3.
Ramah lingkungan (environmentally sound)
Ketiga prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen
kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan yang dapat
mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang
terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan. Untuk
mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan yang akan ditempuh meliputi perbaikan
manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi manfaat
ekonomi
dari
sumber
daya
alam
termasuk
jasa
lingkungannya
dan
pembangunannya.
Secara umum perubahan yang terjadi pada negara-negara yang sedang
berkembang adalah perubahan-perubahan di bidang sosial, ekonomi, dan politik.
Menurut Prof. Dr. Bintoro Tjokroamidjojo dkk menggolongkan menjadi
modernisasi pembangunan dan perubahan. Modernisasi secara umum diberi arti
menggantikan apa yang dulunya telah ada untuk ditingkatkan di berbagai bidang
seperti ekonomi, pertanian, industri dan sebagainya. Dengan demikian
modernisasi lebih bersifat suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan terhadap
suatu sistem lama menuju kepada suatu sistem yang baru dan dianggap lebih baik.
Riggs memberikan gambaran modernisasi dengan administrasi perbandingan di
negara agraris dan industri. Menurut Riggs hal ini merupakan dasar dari sistem
administrasi negara yang bersangkutan (Sudriamunawar, 2002:46).
44
Terjadinya proses modernisasi, tidak bisa terlepas dari apa yang disebut
”elite modern”, yaitu kelompok kecil yang ingin membawa perubahan menuju
modern. Perwujudan modern suatu negara dapat dilihat ada tidaknya peningkatan
dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian jelas bahwa modern
tersebut pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh suatu bangsa untuk
meningkatkan taraf hidup dan kehidupan yang lebih baik. Meskipun demikian,
modern dalm pelaksanaannya tidak jarang mengalami berbagai kelemahan.
Menurut La Parombara (Sudriamunawar, 2002:47), modern dapat
menjadi perangkap bagi negara berkembang, hal ini disebabkan oleh:
1.
Negara dunia ketiga mengikuti kriteria modern dengan GNP
2.
Menganggap bahwa perubahan sistem politik sebagai suatu yang tidak dapat
dielakkan
3.
Menganggap bahwa modern sama dengan standar Anglo Amerika
Di negara yang berkembang dan berorientasi kepada cara-cara
pembangunan di negara maju dalam melakukan perubahan di berbagai bidang,
maka akan berdampak antara lain (Sudriamunawar, 2002:49):
1.
Penggunaan teknologi yang mengarah pada dehumanisasi
2.
Terganggunya lingkungan
3.
Lapisan masyarakat cenderung bertambah luas, dan lain-lain
Dalam konteks kebijakan desentralisasi yang dapat secara langsung menunjang
pembangunan daerah, beberapa langkah berikut ini dapat dipertimbangkan
(LP3ES, 1998:144-145):
45
1.
Di bidang keuangan, diperlukan suatu garis kebijakan yang lebih progresif
untuk mengalokasikan lebih banyak bantuan pembangunan yang bersifat
block grant daripada yang bersifat specific grant.
2.
Di bidang perencanaan pembangunan perlu diberi kewenangan lebih besar
kepada Bappeda untuk menyusun rencana pembangunan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
3.
Di bidang organisasi pemerintahan, diperlukan suatu kajian yang lengkap
tentang efektivitas keberadaan lembaga-lembaga pusat dan daerah yang
bertanggung jawab langsung terhadap penyelenggaraan pembangunan di
daerah.
Di bidang kepegawaian, berbagai kebijakan baru perlu dilancarkan.
Pengecilan organisasi pusat dan pembesaran organisasi daerah sebagai
konsekuensi dari kebijakan desentralisasi yang lebih progresif, sesuai dengan apa
yang direkomendasikan pada butir 3 (tiga) di atas, memerlukan realokasi personil
secara proporsional.
2.1.6.1. Dampak Pembangunan terhadap Lingkungan
Menyelenggarakan pembangunan dengan pemanfaatan teknologi dan
sekaligus melestarikan lingkungan hidup sering dianalogikan dengan ”makan
buah simalakama”. Analogi tersebut mungkin relevan untuk diperhatikan.
Perhatian tersebut ditujukan kepada 3 (tiga) hal utama (Siagian, 2008:28-29).
Pertama: Telah umum diketahui bahwa percepatan laju pembangunan khususnya
di bidang ekonomi, biasanya berakibat pada terjadinya perubahan kegiatan dan
46
struktur perekonomian dari perekonomian yang mengandalkan pertanian menjadi
perekonomian yang didasarkan pada kegiatan industri. Dengan perkataan lain,
terjadinya industrialisasi termasuk pemanfaatan terobosan di bidang teknologi
untuk kegiatan pertanian tidak dapat disangkal bahwa perubahan tersebut
meningkatkan produktivitas suatu masyarakat bangsa untuk menghasilkan barang
dan jasa, baik untuk kepentingan konsumsi dalam negeri sendiri maupun untuk
kepentingan ekspor sebagai salah satu sumber penerimaan devisa. Memang benar
dunia usaha sudah melakukan kegiatan daur ulang (recycling) limbah yang
dihasilkannya itu. Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang membuang limbah
industri yang dihasilkannya begitu saja misalnya ke sungai yang digunakan untuk
kepentingan irigasi dan menjadi sumber air bersih bagi manusia, baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan.
Kedua: Pemanfaatan sumber daya alam memang harus dilakukan, akan
tetapi harus dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab. Ini karena daya
dukung alam bukannya tanpa batas dan ada diantaranya yang tidak dapat
diperbarui. Ketiga: Keberhasilan pembangunan ekonomi berakibat pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang antara lain berarti meningkatnya
daya beli masyarakat tersebut untuk memuaskan berbagai kebutuhan primernya.
Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan
penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin
miskin.
Hal
ini,
misalnya,
karena
pembangunan
yang
menghasilkan
produktivitasnya yang tinggi itu tidak mempedulikan dampak terhadap
lingkungannya. Lingkungannya semakin rusak. Sumber-sumber alamnya semakin
47
terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih
lambat daripada kecepatan perusakan sumber alam tersebut. Mungkin juga pabrikpabrik yang didirikan menghasilkan limbah kimia yang merusak alam
disekitarnya, sehingga mengganggu kesehatan penduduk maupun segala makhluk
hidup di sekitarnya. Padahal sumber-sumber alam dan manusia itu adalah faktor
utama yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi tersebut.
Oleh karena itu, seringkali terjadi bahwa pembangunan yang dianggap
berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestarian yang memadai. Akibatnya
pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan atau tidak sustainable. Karena itu,
dalam kriteria keberhasilan pembangunan yang paling baru, dimasukkan juga
faktor kerusakan lingkungan sebagai faktor yang menentukan. Apa gunanya
sebuah pembangunan yang pada saat ini memang tinggi pruduktivitasnya, merata
pembagian kekayaannya, tetapi dalam jangka 10 (sepuluh) tahun atau 20 (dua
puluh) tahun mendatang akan kempes karena kehilangan sumber daya yang
menjadi impuls utama pertumbuhan tersebut. Karena itu perlu dipertimbangkan
faktor-faktor baru sebagai tolok ukur terhadap keberhasilan pembangunan, seperti
misalnya kerusakan sumber daya alam, polusi yang terjadi akibat limbah industri
dan sebagainya. Bila faktor-faktor ini diikut sertakan sebagai tolok ukur, daftar
urut keberhasilan pembangunan dari negara-negara yang ada di dunia ini akan
mengalami perubahan (Budiman, 2000:6-7).
Masalah pokok yang timbul dalam pengelolaan kota dan wilayah adalah
adanya persepsi yang salah bahwa upaya kelestarian lingkungan terdapat
48
antagonis kepentingan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang sering
terjadi yaitu demi memperoleh hasil ekonomi yang besar, kepentingan lingkungan
alam diabaikan. Praktik yang terjadi adalah eksternalitas negatif dibiarkan diderita
oleh masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Sedangkan seharusnya biaya
eksternal ditanggung oleh pelaku ekonomi, sehingga eksternalitas tidak dilepas
secara gratis ke alam dan masyarakat sekitarnya. Apabila eksternalitas tidak dapat
ditangani, maka dapat mengakibatkan biaya sosial diderita oleh masyarakat
sekitarnya dan biaya lingkungan diderita oleh alam lingkungan. Biaya sosial
adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengatasi penderitaan
akibat eksternalitas kegiatan pihak lain (terutama industri), sedangkan biaya
lingkungan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan
lingkungan. Jumlah dari kedua biaya ini biasanya lebih besar daripada biaya
eksternal yang seharusnya ditanggung oleh pihak penghasil eksternalitas (industri)
(Sadyohutomo, 2008:61).
2.2. Kerangka Berpikir
Kota Tangerang yang dinobatkan sebagai kota industri, dihadapkan
pada masalah lingkungan yang mengganggu kenyamanan masyarakatnya,
salah satunya adalah pencemaran sumber air, sungai Cisadane. Tentu saja
pencemaran tersebut merupakan dampak dari pembangunan industri di Kota
Tangerang, yang pencemarannya dapat bersumber dari limbah industri. Hal
tersebut membuat Pemerintah Kota Tangerang, dalam hal ini Badan
49
Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) harus mampu meningkatkan
efektivitas organisasinya dalam upaya mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane dengan segala permasalahan atau hambatan yang dihadapi, demi
terjaganya kelestarian lingkungan.
Permasalahan yang dihadapi seperti pencapaian target BPLH
belum seluruhnya terealisasi secara kualitas, sehingga tindak lanjut untuk
industri menjadi agak lambat; adaptasi terhadap UU No.32 Tahun 2009
membutuhkan
waktu
yang
lama,
dan
pergantian
pemimpin
yang
menimbulkan adanya penekanan; terbatasnya kelengkapan sarana untuk
melaksanakan pekerjaan di lapangan; adanya peralihan penggunaan baku
mutu air untuk Cisadane, dari kelas I ke baku mutu air kelas II, dan BPLH
sering tidak mengetahui bahwa masih banyak industri yang limbahnya tidak
diolah terlebih dahulu, menghambat efektivitas BPLH. Permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan menggunakan teori efektivitas dari Tangkilisan yang
mencakup 4 indikator sehingga BPLH mampu mewujudkan efektivitas
organisasinya dengan meningkatkan realisasi target secara kualitas,
meningkatkan adaptasi terhadap Undang-undang No.32 Tahun 2009 dan
adaptasi dari pimpinan berupa kebijakan perolehan Adipura, menambah
penyediaan sarana penunjang pelaksanaan pekerjaan di lapangan, serta
meningkatkan
rasa
tanggung
jawab
terhadap
upaya
pengendalian
pencemaran. Dengan demikian, kinerja BPLH pun dapat meningkat, sehingga
pencemaran sungai Cisadane dapat dikendalikan.
50
Permasalahan:
1. Realisasi target secara kualitas
yang masih tersendat
2. Adaptasi yang cukup lama
dari luar organisasi berupa
peralihan dari UU No.23/1997
ke UU No.32/2009, dan
adaptasi dari adanya
penekanan dari pimpinan
3. Terbatasnya sarana yang
mengganggu kenyamanan
dalam melaksanakan
pekerjaan/tugas
4. Tanggung jawab yang dinilai
masih kurang oleh masyarakat
karena adanya pengalihan
penggunaan baku mutu air
dari kelas I ke kelas II dan
dengan segala keterbatasan
yang dihadapi
Indikator Efektivitas
Tangkilisan :
1. Pencapaian target
2. Kemampuan
adaptasi
3. Kepuasan kerja
4. Tanggung jawab
Efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane
Input:
Peningkatan
target
secara
kualitas,
adaptasi, sarana
demi kepuasan
dan kenyamanan
kerja,
dan
tanggung jawab
Outcome:
Kinerja meningkat
Effect:
Pengendalian
pencemaran
sungai
Cisadane
51
2.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang dilakukan oleh peneliti
untuk menjawab rumusan masalahnya. Merumuskan hipotesis berarti
membuat jawaban sementara masalah penelitian, yang kebenarannya masih
harus diuji secara empiris. Dengan demikian, peneliti merumuskan hipotesis
sebagai berikut: Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota
Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane minimal 70%.
Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikatakan baik/tinggi apabila
lebih besar atau sama dengan 70%, atau:
H0 : µ0 ≥ 70%
Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikatakan kurang/tidak baik atau
kurang/tidak tinggi apabila mencapai angka dibawah 70%, atau:
Ha : µ0 < 70%
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,
empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan
dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran
manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh
indera manusia, sehingga orang lain dapat mengenali dan mengetahui caracara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam
penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris yang mempunyai
kriteria tertentu, yaitu valid.
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi
metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian (Husaini, 2008:41).
53
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2006:11).
3.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel
yang akan diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner, dengan jumlah variabel sebanyak 1 (satu), yaitu efektivitas Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan
pencemaran sungai Cisadane. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Selain dari angket
(kuesioner) tersebut diatas, maka peneliti memperoleh data melalui teknik
pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data utama yang diperoleh oleh peneliti
dari responden secara langsung. Data primer ini dilakukan dengan studi
lapangan, yaitu pengamatan langsung pada objek penelitian dengan
menggunakan teknik:
54
a. Observasi, yaitu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
pengamatannya melalui hasil pancaindra mata serta dibantu dengan
panca indra lainnya. Studi lapangan langsung, merupakan pengumpulan
data yang dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian.
b. Wawancara terstruktur. Wawancara ialah tanya jawab secara lisan antara
dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara juga merupakan proses
untuk memperoleh keterangan untuk mencapai tujuan penelitian yang
dilakukan melalui kegiatan komunikasi verbal berupa percakapan.
Wawancara terstruktur yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara
terstruktur tertutup, yaitu melakukan tanya jawab dengan menggunakan
kuesioner yang pilihan alternatif jawabannya telah disediakan oleh
peneliti.
Data Sekunder merupakan data pendukung yang dibutuhkan oleh
peneliti untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan.
a. Studi
pustaka,
yakni
teknik
pengumpulan
data
dengan
cara
memperoleh/mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan
berdasarkan text book.
b. Studi dokumentasi, ialah studi yang digunakan untuk mencari dan
memperoleh data sekunder berupa peraturan perundangan, laporan,
catatan serta dokumen-dokumen lain yang relevan dengan masalah yang
diteliti.
55
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Mandiri
Variabel
Indikator
1. Pencapaian
target
Efektivitas Badan
Pengendalian
2. Kemampuan
adaptasi
Lingkungan Hidup
Sub Indikator
1. Perencanaan tujuan
No. Item
Kuesioner
Kuesioner
untuk
untuk
Pegawai
Industri
1, 2
2. Pelaksanaan tujuan
1, 2
1. Penyesuaian
3, 4
terhadap perubahan
dari luar organisasi
Kota Tangerang
2. Penyesuaian
dalam
3, 4
terhadap perubahan
Mengendalikan
dari dalam
Pencemaran
organisasi
Sungai Cisadane
No. Item
3. Kepuasan
kerja
1. Kondusifitas/Kenya-
5, 6
manan
2. Motivasi
7, 8, 9
3. Kesejahteraan
10, 11
pegawai
4. Sarana dan
12, 13, 14
prasarana
4. Tanggung
jawab
1. Pelaksanaan mandat
5, 6, 7
2. Penyelesaian
8, 9, 10
masalah
56
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan
jumlah variabel sebanyak satu variabel atau variabel mandiri. Sedangkan skala
pengukuran instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Indikator variabel yang disusun
melalui item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan diberikan
jawaban setiap item instrumennya. Jawaban setiap item diberi skor seperti berikut
ini:
Jawaban
Skor
A
4
B
3
C
2
D
1
3.2.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu
instrumen. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu
instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan
diukur dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian
antar konsep dan hasil pengukuran. Uji validitas instrument dalam
penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment.
57
Rumus:
n∑xy – (∑x)( ∑y)
rxy =
√ (n∑X2 – (∑x)2 )(n∑y2 – (∑y)2 )
Dimana :
r
= Koefisien Korelasi Product Moment
Σx
= Jumlah skor dalam sebaran x
Σy
= Jumlah skor dalam sebaran y
Σxy
= Jumlah hasil kali skor x dan y yang berpasangan
Σx2
= Jumlah skor yang dikuadratkan dalan sebaran x
Σy2
= Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y
n
= Jumlah sampel
3.2.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris rely, yang
berarti percaya, dan reliable yang artinya dapat dipercaya. Dengan
demikian reliabilitas dapat diartikan sebagai keterpercayaan. Pengujian
reliabilitas instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu penghitungan yang dilakukan
dengan menghitung rata-rata interkolerasi di antara butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner, variabel di katakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari
58
0.30. Dengan dilakukan uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatau
instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Apabila
koefisien reliabilitas instumen yang dihasilkan lebih besar berarti
instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang cukup baik.
n
r11 =
∑ Si²
1 -
n–1
∑ S t²
Dimana :
n = jumlah butir
Si² = variansi butir
St² = variansi total
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2006:90), populasi adalah wilayah generalisasi
tang terdiri atas objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Menurut Husaini (2008:42), populasi ialah semua nilai baik
hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif,
daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap
dan jelas.
59
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pegawai BPLH Kota
Tangerang dan industri yang berada di Kota Tangerang. Populasi pegawai
BPLH yaitu sebanyak 49 orang. Populasi dari industri yang berada di dekat
sungai Cisadane adalah 483 yang tersebar di 3 kecamatan, dapat dilihat pada
tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Jumlah industri dekat sungai Cisadane
No.
1.
2.
3.
Kecamatan
Karawaci
Tangerang
Neglasari
Jumlah
Industri
227
123
133
483
Sumber: BPLH Kota Tangerang, data industri tahun 2004
Sedangkan populasi target untuk industri adalah industri yang lokasinya
berada di sekitar sungai Cisadane, yaitu sebanyak 43 industri.
Penarikan jumlah sampel yang digunakan untuk populasi pegawai
BPLH adalah dengan teknik sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasinya digunakan sebagai sampel (Sugiyono,
2004:96). Sampel untuk pegawai adalah sebanyak 49 orang. Sedangkan
penarikan jumlah sampel yang digunakan untuk jumlah industri yang berada
di sekitar sungai Cisadane adalah dengan rumus Slovin dengan populasi
target (N) sebanyak 43 industri dan menetapkan taraf kesalahan (e) sebesar
10%.
60
Rumus Slovin:
N
n ≥ ───────
1 + Ne2
43
n ≥
1 + 43 (0,1)2
43
n ≥
1 + 43 (0,01)
43
n ≥
1 + 0,43
43
n ≥
1,43
n ≥ 30,06
n ≥ 30
Jadi, jumlah sampel untuk industri adalah sebanyak 30.
.
Adapun teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel
dari jumlah populasi industri ini adalah simple random sampling, yang mana
setiap unsur memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
61
3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Sugiyono (2006:169), kegiatan dalam analisis data adalah:
”Mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan
untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Untuk penelitian yang
tidak merumuskan hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan”.
Teknik pengolahan data merupakan suatu cara mengolah data yang
telah didapat untuk disajikan ke dalam pembahasan secara sistematis.
Metode analisis adalah upaya peneliti untuk menyederhanakan dan
menyajikan data dengan mengelompokkannya dalam suatu bentuk yang
berarti, sehingga mudah untuk dipahami dan diinterpretasikan oleh pembaca.
Data yang terkumpul diolah dengan melalui beberapa proses berikut ini:
1. Coding: Tahap mengklasifikasi berdasarkan kategori
2. Editing: Tahap mengoreksi kesalahan yang ada pada data yang harus
dilakukan secara berulang-ulang dan cermat
3. Tabulating: Tahap penyusunan data berdasarkan jenis-jenis data, serta
perhitungan data yang disajikan dalam bentuk-bentuk tabel.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi serta menyajikan
62
data baik dalam bentuk tabel, grafik, diagram lingkaran, ataupun dalam
bentuk pie (Sugiyono, 2005:92-93). Dalam pengujian hipotesis, persentase
dari hasil penelitian dapat diperoleh dari pembagian antara total skor hasil
penelitian (jumlah data yang terkumpul) dengan total skor ideal.
Untuk menganalisis efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang, dalam pengujian hipotesis deskriptif digunakan uji ttest (untuk satu sampel atau satu variabel) dengan rumus:
t =
X - µ0
S
√n
Keterangan:
t = nilai t yang dihitung, selanjutnya disebut t hitung
X = nilai rata-rata x
µ0 = nilai yang dihipotesiskan
S = simpangan baku sampel
n = jumlah anggota sampel
3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota
Tangerang. Adapun waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan November
2009 hingga bulan Agustus 2010, seperti tersebut dalam tabel 3.3 berikut:
63
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Waktu Pelaksanaan
No.
Nama
Kegiatan
1.
Observasi
Awal
2.
Pengajuan
Judul
3.
Pengumpulan
Data
4.
Penyusunan
Proposal
5.
Seminar
Proposal
6.
Revisi
Laporan
7.
Penyebaran
Kuesioner
8.
Pengolahan
dan Analisis
Data
9.
Sidang
Skripsi
10.
Revisi
Laporan
November 2009 - Agustus 2010
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Agst
’09
’10
’10
’10
’09
’10
’10
’10
’10
’10
64
KUESIONER
Informasi Data Responden (Pegawai)
No. Responden
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Pendidikan
:
(Diisi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah kuesioner ini dengan teliti, agar bapak/ibu mengerti maksud
pertanyaannya.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang cocok dari beberapa pilihan dengan cara
memberi tanda silang (X).
Pertanyaan:
1.
Dalam merencanakan tujuan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, apakah
melibatkan peran serta semua anggota organisasi?
a. Sangat melibatkan
b. Melibatkan
c. Cukup melibatkan
d. Tidak melibatkan
2.
Apakah dalam merencanakan tujuan, sering mendapat hambatan/masalah
yang sulit dipecahkan?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
3.
Apakah penekanan dari pimpinan organisasi yang berupa kebijakan baru yang
bersifat internal, seperti penekan pada perolehan Adipura, membuat anggota
organisasi tidak terlalu fokus pada pelaksanaan tugas pokok/rutin BPLH?
a. Sangat fokus
b. Fokus
c. Cukup fokus
d. Tidak fokus
65
4.
Apakah sering dihadapkan pada kebijakan baru seperti yang tertuang di
pertanyaan no.3, yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
5.
Apakah bapak/ibu sering melihat ada persaingan yang tidak sehat di antara
para pegawai?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
6.
Pada umumnya, apakah bapak ibu/rekan kerja merasa nyaman dalam
melaksanakan tugas pokoknya sehai-hari?
a. Sangat nyaman
b. Nyaman
c. Cukup nyaman
d. Tidak nyaman
7.
Apakah rekan bapak/ibu ada sering tidak berada di mejanya, misalnya sering
keluar masuk atau jalan-jalan ketika bapak/ibu membutuhkan kerjasama
darinya?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
8.
Apakah rekan kerja bapak/ibu sering membutuhkan waktu yang lama apabila
bapak/ibu meminta kerjasama/bantuan padanya dalam melaksanakan tugas?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
66
9.
Apakah rekan bapak/ibu selalu sigap dan cepat tanggap terhadap tugas yang
harus dilaksanakan dengan segera?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
10. Pada umumnya, apakah BPLH menjamin kehidupan yang layak bagi pegawai
dan keluarga?
a. Sangat menjamin
b. Menjamin
c. Cukup menjamin
d. Tidak menjamin
11. Apakah setiap tahun BPLH memberikan penghargaan kepada pegawai?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
12. Bagaimana penyediaan fasilitas penunjang pelaksanaan pekerjaan, seperti
jumlah meja, kursi, komputer, dan AC, serta barang-barang lainnya?
a. Sangat cukup
b. Cukup
c. Kurang
d. Sangat kurang
13. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana (misalnya kendaraan
operasional, peralatan (sampling), perlengkapan keamanan, dan sebagainya)?
a. Sangat cukup
b. Cukup
c. Kurang
d. Sangat kurang
14. Apakah seluruh sarana dan prasarana yang dimiliki, mampu menyelesaikan
masalah dalam melaksanakan tugas pokok secara optimal?
a. Sangat mampu
b. Mampu
c. Cukup mampu
d. Tidak mampu
67
KUESIONER
Informasi Data Responden (Industri)
No. Responden
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Pendidikan
:
(Diisi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah kuesioner ini dengan teliti, agar bapak/ibu mengerti maksud
pertanyaannya.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang cocok dari beberapa pilihan dengan cara
memberi tanda silang (X).
Pertanyaan:
1. Secara umum, apakah kualitas air di sumber air dan lingkungan sekitar
peruasahaan mengalami penurunan?
a. Tidak menurun
b. Cukup menurun
c. Menurun
d. Sangat menurun
2. Apakah pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) sering
mengawasi secara berkelanjutan pengolahan limbah atau dampak lingkungan
yang terjadi?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
3. Apakah pegawai BPLH mensosialisasikan peraturan-peraturan baru yang lebih
ketat dengan baik? Seperti penguasaan pegawai BPLH dalam menyampaikan
peraturan-peraturan tersebut.
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup baik
d. Tidak baik
68
4. Apakah sekarang ini pegawai BPLH selalu/rutin mensosialisasikan peraturanperaturan baru?
a. Selalu/rutin
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
5. Apakah pegawai BPLH selalu/rutin memeriksa data/dokumen perizinan
perusahaan?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
6. Apakah pegawai BPLH selalu/rutin memeriksa kondisi IPAL/IPLC?
a. Rutin
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
7. Apakah pegawai BPLH memberikan pembinaan/arahan dengan baik?
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup baik
d. Tidak baik
8. Apakah pegawai BPLH teliti dalam mengawasi pengolahan limbah dengan
peralatan sampling yang dimiliki?
a. Sangat teliti
b. Teliti
c. Cukup teliti
d. Tidak teliti
9. Apakah bapak/ibu sering mendengar keluhan masyarakat terkait dampak
lingkungan akibat pembuangan limbah?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
69
10. Secara umum, apakah dampak lingkungan telah dapat dikendalikan?
a. Sangat dapat dikendalikan
b. Dapat dikendalikan
c. Cukup dapat dikendalikan
d. Belum dapat dikendalikan
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Peraturan Walikota Tangerang
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah bahwa yang dimaksud dengan
Pengendalian yaitu serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan
untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan, sedangkan evaluasi adalah rangkaian
kegiatan membandingkan realisasi kinerja Masukan (input), Keluaran
(output), dan Hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Peraturan
Walikota Tangerang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang, kedudukan
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup adalah Lembaga Teknis Daerah dan
merupakan unsur pendukung Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang
Kepala Badan dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Walikota
melalui Sekretaris Daerah.
65
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang
sesuai dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), maka
diharapkan BPLH Kota Tangerang dapat memberikan peran yang nyata bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Tangerang,
terutama dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak
lingkungan guna menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan. Untuk itu, diharapkan seluruh jajaran dan unit kerja di
lingkungan BPLH Kota Tangerang perlu memiliki persepsi dan komitmen
yang tinggi, antisipatif, proaktif dan inovatif dalam menjalankan tupoksinya.
Hal ini terkait dengan upaya menghadapi perubahan lingkungan yang
bersifat internal maupun eksternal organisasi dan juga perkembangan
isu/permasalahan lingkungan hidup, baik secara lokal, regional maupun
global Sejalan dengan pandangan dan harapan dimaksud dan mengacu pada
RPJMD Kota Tangerang, maka Visi BPLH Kota Tangerang tahun 20092013 dinyatakan dalam rumusan sebagai berikut :
“Terwujudnya Kota Tangerang Dengan Kualitas Lingkungan Hidup Yang
Baik”
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang pengendalian lingkungan hidup. Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup
Kota Tangerang dalam melaksanakan tugas pokok tersebut,
menyelenggarakan fungsi :
66
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian lingkungan hidup;
2. Pengkoordinasian bidang pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembinaan dan penyusunan perencanaan
pengendalian lingkungan
hidup;
4. Pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup yang meliputi perencanaan
lingkungan hidup, pemantauan dan evaluasi, konservasi lingkungan hidup,
pendataan dan informasi, serta penyuluhan lingkungan hidup;
5.Melaksanakan
teknis
administrasi
meliputi
administrasi
umum,
kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan sarana prasarana;
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Penjelasan makna dari pernyataan Visi dimaksud adalah segala
aktifitas atau kegiatan pembangunan akan berdampak pada penurunan
kualitas dan daya dukung lingkungan hidup. Sementara itu, untuk
mewujudkan Kota Tangerang sebagai kota industri, perdagangan dan
permukiman tidak akan terlepas dari kegiatan pembanguna, sebagai upaya
antisipatif, maka setiap kegiatan pembangunan di kota Tangerang harus
dikelola secara baik untuk meminimalisir dampak terhadap kapasitas dan
daya dukung lingkungan hidup. Untuk itu, kebijakan pembangunan di
Kota Tangerang mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan,
yaitu proses pembangunan yang berprinsip pada kaidah "memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengganggu pemenuhan kebutuhan generasi
67
masa depan". Penjabaran pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga pilar
utama yaitu kebijakan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang
saling terkait dan bergantung serta merupakan pilar pendorong bagi
pembangunan yang berkelanjutan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan lingkungan yang baik adalah
tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang memenuhi atau sesuai
dengan baku mutu lingkungan (BML), baik terhadap parameter
lingkungan air permukaan (sungai dan situ), air tanah (dangkal dan dalam)
serta parameter lingkungan udara dan kebisingan. Kegiatan pembangunan
dan peningkatan aktivitas penduduk di kota Tangerang berpotensi
menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu
perlu pengelolaan lingkungan terpadu yang didukung oleh kesadaran yang
tinggi dari masyarakat dan industri terhadap pengelolaan lingkungan,
sehingga akan terwujud Kota Tangerang sebagai Kota Industri,
Perdagangan dan Permukiman serta Pendidikan. Dengan demikian,
amanah yang dibebankan kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
sesuai
dengan
tugas
pokok
dan
fungsinya,
diharapkan
mampu
mewujudkan Kota Tangerang dengan kualitas lingkungan yang baik dan
dapat dicapai pada tahun 2013.
Pernyataan misi mengandung makna secara eksplisit apa yang
harus dicapai oleh organisasi melalui penyusunan progam dan kegiatan
yang harus dilaksanakan dalam upaya mencapai visi. Selain itu, misi juga
mencerminkan pandangan organisasi tentang kemampuan dirinya dalam
68
mengarahkan organisasi agar dapat eksis dan mengikuti perkembangan
lingkungan eksternal, baik lokal, regional maupun global serta jiwa
otonomi daerah dengan senantiasa berusaha mewujudkan keselarasan
hubungan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang
berlandaskan pada kaidah-kaidah utama yaitu partisipasi, transparansi
dan akuntabilitas.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka Misi BPLH Kota
Tangerang sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana serta SDM di bidang
lingkungan
guna
memberikan
pelayanan
yang
baik
kepada
masyarakat.
Peningkatan kuantitas dan kualitas permasalahan lingkungan hidup perlu
upaya pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang menuntut
mekanisme dan tata kerja kelembagaan yang cepat, efektif dan efisien
melalui SDM aparatur yang memiliki standar kompetensi yang memadai,
baik pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang profesional dalam
pengelolaan lingkungan dan pengendalian dampak lingkungan hidup.
Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya, SDM aparatur dan organisasi
tersebut perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga dapat memenuhi standar tata laksana layanan umum seperti
kejelasan, kepastian, keamanan, efisien, efektif, keadilan dan ketepatan
waktu.
69
2. Meningkatkan upaya konservasi lingkungan hidup daerah melalui
pengendalian pemanfaatan lingkungan serta pengendalian dampak
kerusakan lingkungan hidup.
Dalam setiap kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam
(SDA) akan memberikan dampak atau resiko terhadap lingkungan hidup,
baik dalam bentuk kerusakan maupun pencemaran lingkungan hidup.
Dengan semakin meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan,
semakin besar pula resiko dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan
hidup. Untuk itu, perlu upaya pengendalian pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan yang bertujuan mengoptimalkan dampak positif
dan meminimalkan dampak negatif yang timbul dari pelaksanaan
kegiatan pembangunan. Upaya pengendalian tersebut terkait dengan
kegiatan-kegiatan pengaturan dan mekanisme pengelolaan, pemantauan,
pengawasan dan evaluasi, sehingga resiko dampak terhadap lingkungan
dapat diketahui, diantisipasi dan diminimalisir sedini mungkin. Instrumen
pendukung pengendalian lingkungan seperti, AMDAL, Baku Mutu
Lingkungan
dan
ketentuan
lain
dalam
pengaturan
pengelolaan
lingkungan hidup merupakan instrumen-instrumen penting dan efektif
dalam mengendalikan kegiatan/ atau usaha. Pembinaan dan penyuluhan
kepada masyarakat tentang pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan yang sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan perlu
dilakukan guna menumbuhkan kesadaran, pola pikir dan pola tindak serta
peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
70
3. Menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk
mengendalikan
kerusakan
sumberdaya
alam
dan
pencemaran
lingkungan hidup.
Pengawasan dan penegakkan hukum lingkungan merupakan aspek
penting bagi keberhasilan upaya pengendalian kerusakan, pencemaran
dan pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan hidup diperlukan kesadaran yang tinggi dan
pentaatan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tanpa
adanya kesadaran dan kepedulian semua pihak terhadap ketentuanketentuan terhadap pengelolaan lingkungan hidup, niscaya segala yang
diharapkan dan menjadi tujuan tidak akan dapat tercapai. Pembangunan
berkelanjutan yang berwawaskan lingkungan tidak akan pernah dapat
dicapai,
apabila
mekanisme
penegakkan
hukum
lingkungan
(Enviromental Law in Order) tidak bisa diterapkan. Namun sebelum
pada tahap implementasi penegakkan hukum (penanganan kasus), perlu
tahapan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan/ atau usaha terkait
dengan pengelolaan lingkungan. Penegakkan
Hukum Lingkungan
berkaitan
masyarakat
erat
dengan
pembinaan
terhadap
melalui
peningkatan pengetahuan, akses informasi, komunikasi serta kerjasama
yang baik antara aparatur dengan pelaksana kegiatan/ atau usaha. Selain
itu, kerjasama antar lembaga (BPLH, Kepolisian, LSM, dll) yang
harmonis, sinergis, transparan dan akuntabel, hal ini sejalan dengan
pembangunan pemerintahan yang bersih dan baik.
71
4. Meningkatkan pemantauan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup.
Kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan memberikan resiko dampak terhadap kualitas lingkungan.
Peningkatan berbagai aktivitas masyarakat memberikan pengaruh
terhadap penurunan kualitas lingkungan, yaitu komponen lingkungan
tanah, air dan udara. Peningkatan kegiatan pertanian dengan memafaatan
bahan kimia (pupuk, pestisida) akan berdampak pada pencemaran tanah.
Sedangkan, peningkatan pemanfaatan air tanah untuk domestik dan
industri akan menganggu keseimbangan ketersediaan dan pemanfaatan
air tanah. Demikian pula, pembuangan limbah cair industri dan sampah
ke badan sungai akan meningkatkan pencemaran air sungai. Peningkatan
jumlah dan kegiatan industri akan memberikan andil pada penurunan
kualitas udara. Sebagai upaya megatasi permasalah di atas, maka perlu
kegiatan pemantauan lingkungan secara periodik untuk mengetahui status
dan menentukan langkah-langkah kebijakan dan strategi pengelolaan
lingkungan
guna
mengatasi
sumber
pencemar.
Selain
kegiatan
pemantauan lingkungan, juga dilakukan kegiatan pemulihan kondisi
sumber daya alam dan lingkungan agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, diantaranya pemulihan situ-situ sebagai penampung air pada
saat hujan sehingga tidak menimbulkan banjir, peningkatan rasio luasan
hutan kota sebagai penyerap polusi udara dan sebagainya.
72
Kebijakan BPLH Kota Tangerang sebagaimana yang tertuang
dalam Renstra BPLH Tahun 2009-2013 adalah :
1. Misi Pertama: Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana serta
SDM di bidang lingkungan guna memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat.
Kebijakannya adalah:
1) Pemeliharaan rutin berkala sarana pendukung kinerja administrasi;
2) Pemanfaatan teknologi informasi pendukung kinerja administrasi;
3) Pengadaan sarana dan prasarana penunjang administrasi (ATK,
komputer, software);
4) Pemeliharaan rutin berkala peralatan dan instrument pengukuran
parameter lingkungan;
5) Pengadaan
peralatan
dan
instrumen pengukuran parameter
lingkungan;
6) Meningkatkan kapasitas SDM melalui peningkatan jenjang
pendidikan;
7) Meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan/kursus/ sertifikasi,
8) Penyediaan jasa tenaga trampil pendukung kinerja administrasi dan
lapangan;
73
9) Penyusunan standar prosedur operasi (SOP) pekerjaan administrasi;
10) Penyusunan standar prosedur operasi (SOP) pekerjaan lapangan.
2. Misi Kedua : Meningkatkan upaya konservasi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup daerah melalui pengendalian dan pemanfaatan
serta pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup.
Kebijakannya adalah:
1) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan sungai dan situ
(Sungai Cisadane, Kali Angke, Kali Cirarab, Kali Mookervart, Kali
Sabi, Situ Cipondoh, Situ Gede, Situ Bulakan, Situ Cangkring);
2) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan air tanah (dangkal dan
dalam);
3) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan lahan;
4) Menurunkan nilai baku mutu limbah padat domestik;
5) Menurunkan nilai baku mutu limbah cair domestik;
6) Menurunkan nilai baku mutu limbah padat industri;
7) Menurunkan nilai baku mutu limbah cair industri;
8) Menurunkan nilai baku mutu polusi udara industri.
74
3. Misi Ketiga : Menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum
untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran
lingkungan hidup.
Kebijakannya adalah :
1) Meningkatkan kualitas dan
frekuensi pengawasan kepada
masyarakat dalam pengelolaan SDA dan lingkungan;
2) Meningkatkan kualitas dan frekuensi pengawasan kepada industri
dalam pengelolaan SDA dan lingkungan;
3) Penegakkan hukum bagi masyarakat yang melakukan perusakan
dan pencemaran lingkungan diatas BML;
4) Penegakkan hukum bagi industri yang melakukan perusakan
dan pencemaran lingkungan diatas BML.
4. Misi Keempat : Meningkatkan pemantauan dan pemulihan kualitas
lingkungan hidup.
Kebijakannya adalah :
1) Menurunkan parameter BML untuk air sungai dan situ;
2) Menurunkan parameter BML untuk air tanah;
3) Mengurangi pembuangan limbah domestik ke lingkungan;
4) Penyusunan aturan hukum tentang pemanfaatan status lahan kritis;
5) Meningkatkan rasio RTH Kota.
75
Aparatur (SDM), Sarana dan Prasarana
Aparatur (SDM)
Jumlah Pegawai BPLH Kota Tangerang tahun 2010 (kondisi April
2010) dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dan 4.2 berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 2010
Berdasarkan Pendidikan
Kualifkasi Pendidikan
S-2
S-1
D-III
SMA
Jumlah Personil
7
23
9
10
49
Sumber: BPLH Kota Tangerang
Tabel 4.2
Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 2010
Berdasarkan Kepangkatan
No.
Pangkat
Golongan
Jumlah Personil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pembina Utama Muda
Pembina Tk.I
Pembina
Penata Tk. I
Penata
Penata Muda Tk.I
Penata Muda
Pengatur Tk.I
Pengatur
Pengatur Muda Tk.I
Pangatur Muda
IV/c
IV/b
IV/ a
III/d
III/c
III/b
III/a
II/d
II/c
II/b
II/a
1
1
2
8
2
7
15
1
6
2
4
49
Sumber: BPLH Kota Tangerang
Tingkat pendidikan pegawai BPLH Kota Tangerang dapat
dilihat dalam kedua tabel di atas. Dalam tabel tersebut tampak bahwa
76
jumlah pegawai yang berpendidikan S1 dan S2 berjumlah 30 orang
(61,22 % dari jumlah pegawai). Kepala Bidang/Sub Bidang,
Sekretaris dan Kepala Sub Bagian memiliki pendidikan sarjana (S1
atau S2). Kondisi tersebut cukup memadai dalam menjamin
terlaksananya manajemen yang berdaya guna dan berhasil guna.
Selain itu, terdapat sejumlah pegawai yang telah mengikuti kursuskursus antara lain AMDAL, PPNS, PPLH, Audit Lingkungan dan
lainnya, sehingga pegawai tersebut telah memiliki kualifikasi
kemampuan dan pengalaman teknis dalam pengendalian dampak
lingkungan
secara
memadai
dalam
menjalankan
tugas
dan
tanggungjawabnya.
Prasarana dan sarana Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Kota Tangerang pada akhir tahun 2010, dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Kantor Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH)
Lokasi Kantor BPLH Kota Tangerang pada saat ini masih
bergabung dengan Instansi lain yaitu pada Gedung Pusat
Pemerintahan Kota Tangerang.
2. Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Sekretariat, Sub Bagian,
Bidang, Sub Bidang masing-masing telah memiliki ruang kerja yang
cukup memadai.
77
3. Perpustakaan
BPLH belum mempunyai perpustakaan khusus, namun terdapat
perpustakaan atau tempat untuk menyimpan dokumen laporan dan
buku yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebanyak 1 (satu)
unit.
4. Alat Pemantau Kualitas Udara
BPLH mempunyai Stasiun Pemantau Udara Ambien di Cikokol
sebanyak 1 (satu) unit dan Pos Pemantau Kualitas Air Cisadane di
Pabuaran sebanyak 1 (satu) unit.
5. Alat Pemantau Air Bawah Tanah
BPLH mempunyai Alat Pemantau Air Bawah Tanah sebanyak 2
(dua) unit berlokasi di areal Kecamatan Jatiuwung dan di areal SDN.
Gembor Kecamatan Jatiuwung.
6. Jaringan Internet dan Intranet
Untuk jaringan internet, saat ini BPLH memanfaatkan jaringan dari
Dinas Informasi dan Komunikasi. Sedangkan untuk Intranet, BPLH
memiliki server terkait dengan Sistem Informasi Lingkungan (SIL),
dimana seluruh bidang sudah terkoneksi dengan baik.
78
7. Kendaraan
NO
1
2
3
URAIAN
Kendaraan Roda 4
Kendaraan Roda 2
Kapal/perahu
Tabel 4.3
Jumlah Kendaraan
BANYAKNYA
8 unit
7 unit
3 unit
Sumber: BPLH Kota Tangerang
8. Peralatan Penunjang (Laboratorium)
Tabel 4.4
Jumlah Peralatan Penunjang (Laboratorium)
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
URAIAN
GPS
Lot Meter/Water level Meter
Pendeteksi logam
Alat Pengukur PH
Alat Pengukur Salinitas
Sound Level Meter
Water Checker
Alat Ukur Debit Limbah Cair
Penguji Kualitas Air
Pengukur COD
Pengukur BOD
Pengukur Kualitas Air Sungai
Kompas Arah Angin
Alat Barometer
Pengukur Gas Portable
Pengukur Debu Portable
Deep Sounder
Alat Pengukur Kebisingan
Sumber: BPLH Kota Tangerang
BANYAKNYA
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
79
4.2. Deskripsi Data
4.2.1. Identitas Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang yang berjumlah 49
orang, dan industri/perusahaan yang berada di sekitar sungai Cisadane
yang berjumlah 30 industri. Dari jumlah responden sebanyak 79
tersebut, responden dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu kategori
responden berdasarkan jenis kelamin, kategori berdasarkan usia dan
kategori responden berdasarkan tingkat pendidikan.
Diagram 4.1
Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui jumlah responden
sebanyak 79 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 58 orang dan
perempuan sebanyak 21 orang. Pemaparan tersebut adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Kota Tangerang dan industri yang berada di
sekitar sungai Cisadane.
80
Diagram 4.2
Identitas Responden berdasarkan Usia
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa tingkat usia
respoden pegawai BPLH dan industri yang ada di sekitar sungai Cisadane
adalah bervariasi dengan rincian tingkat usia 20-29 tahun sebanyak 17
orang, tingkat usia 30-39 tahun sebanyak 35 orang, tingkat usia 40-49
tahun sebanyak 17 orang, dan tingkat usia 50-59 tahun sebanyak 10 orang.
Diagram 4.3
Identitas Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010
81
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan akhir
untuk S-2 berjumlah 7 orang, untuk tingkat pendidikan S-1 berjumlah
38 orang, untuk tingkat pendidikan D-3 berjumlah 13 orang, untuk
tingkat pendidikan SMA berjumlah 21 orang. Mengingat akan
pentingnya pendidikan, maka tiap-tiap pegawai harus ditempatkan
pada posisi atau jabatan yang sesuai dengan kemampuannya
(pendidikannya).
4.2.2. Analisis Data
Selanjutnya peneliti akan mendeskripsikan data dari hasil
observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pegawai
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang dan
industri/perusahaan yang berada di sekitar sungai Cisadane. Untuk
mengetahui tanggapan responden mengenai seberapa besar tingkat
efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran
sungai Cisadane, adapun lebih lengkapnya peneliti menguraikannya
dalam bentuk diagram disertai pemaparan dan kesimpulan hasil
jawaban dari pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner kepada para
responden.
82
Diagram 4.4
Tanggapan Responden mengenai Keterlibatan Peran Serta Seluruh Anggota
Organisasi dalam Merencanakan Tujuan Organisasi
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.1 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa keterlibatan peran
serta seluruh anggota organisasi dalam merencanakan tujuan organisasi
(BPLH) sebanyak 8 responden menyatakan sangat melibatkan, 32 responden
menyatakan melibatkan, 9 responden menyatakan cukup melibatkan, dan
tidak ada responden yang menyatakan tidak melibatkan.
Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka dilibatkan dalam
kegiatan perencanaan tujuan BPLH, dan tidak pernah merasa tidak dilibatkan
dalam hal tersebut karena semua pegawai harus mengetahui pekerjaan apa
yang akan dilaksanakan nanti. Hal tersebut dapat diartikan bahwa BPLH
merangkul
semua
pegawainya
untuk
merumuskan
kegiatan-kegiatan
organisasi yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang akan
menjadi agenda maupun prioritas tujuan BPLH dalam hal kebijakan di bidang
lingkungan hidup.
83
Diagram 4.5
Tanggapan Responden mengenai Kualitas Air di Sumber Air dan
Lingkungan Sekitar Perusahaan/industri
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.1 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kualitas air di sumber
air dan lingkungan sekitar perusahaan, sebanyak 2 responden menyatakan tidak
menurun, 12 responden menyatakan cukup menurun, 10 responden
menyatakan menurun, dan 6 responden menyatakan sangat menurun.
Mayoritas responden menyatakan bahwa kualitas air di sumber air dan
lingkungan di sekitar perusahaan cukup mengalami penurunan. Penurunan kualitas
air membuat wujud air menjadi lebih keruh apabila dilihat dengan kasat mata dan
berbau. Sumber air menjadi demikian wujudnya, tidak dipungkiri karena tercemar,
salah satunya pencemaran berasal dari industri. Hal tersebut dikarenakan masih
banyak pembuangan limbah dari industri secara langsung yang melebihi parameter
baku mutu air limbah yang diperkenankan.
84
Diagram 4.6
Tanggapan Responden mengenai Pengawasan secara Berkelanjutan
Pengolahan Limbah atau Dampak Lingkungan oleh BPLH
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.2 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pengawasan secara
berkelanjutan pengolahan limbah atau dampak lingkungan oleh BPLH, tidak
ada responden yang menyatakan selalu, 13 responden menyatakan sering, 17
responden menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada pula responden yang
menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan bahwa intensitas
pengawasan yang dilakukan oleh BPLH kepada industri adalah terkadang.
Kedatangan pegawai BPLH yang tidak menentu membuat pengwasan
berkelanjutan menjadi kurang terlalu ketat, dan pihak BPLH datang dengan
jumlah 3 sampai 4 pegawai. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengawasan
yang dilakukan oleh BPLH belum maksimal. Hal ini dikarenakan banyaknya
jumlah industri yang tidak diimbangi dengan jumlah personil bidang
pengawasan dan penegakan hukum BPLH yang hanya berjumlah 12 orang,
sehingga membuat kedatangan pihak BPLH menjadi tak menentu.
85
Diagram 4.7
Tanggapan Responden mengenai Sosialisasi Peraturan-peraturan Baru yang
Lebih Ketat oleh BPLH
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.3 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa sosialisasi
peraturan-peraturan baru untuk industri yang lebih ketat oleh BPLH, tidak ada
responden yang menyatakan sangat baik, 13 responden menyatakan baik, 15
responden menyatakan cukup baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik.
Mayoritas responden menyatakan cukup baik dalam hal penyampaian
peraturan baru tersebut, hanya saja karena kedatangan pihak BPLH yang tak
menentu membuat intensitas sosialisas masih kurang. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh BPLH terkait peraturan baru
yang lebih ketat, yang di dalamnya terdapat penegakan hukum bagi industri
yang masih melanggar aturan main dalam pembuangan limbah sebagian besar
sudah disosialisasikan dengan cukup baik, namun masih belum optimal.
Sosialisasi yang dijadwalkan 2 kali dalam setahun belum mampu
menunjukkan sosialisasi dilakukan secara optimal.
86
Diagram 4.8
Tanggapan Responden mengenai Kefokusan Pegawai BPLH dalam
Pelaksanaan Tugas Pokok/rutin terkait Adanya Kebijakan Perolehan
Adipura
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.3 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, kefokusan pegawai BPLH dalam
pelaksanaan tugas pokok/rutin terkait adanya kebijakan perolehan Adipura,
tidak ada responden yang menyatakan sangat fokus, 13 responden
menyatakan fokus, 32 responden menyatakan cukup fokus, dan 4 responden
menyatakan tidak fokus.
Mayoritas responden menyatakan cukup fokus dalam melaksanakan
tugas pokok/rutinnya walaupun terdapat kebijakan baru dari pimpinan yang
mengharuskan perhatian terhadap pelaksanaan tugas terbagi menjadi 2 (dua).
Hal tersebut dapat diartikan bahwa pegawai BPLH tidak terlalu fokus pada
kegiatan yang telah disepakati bersama dalam pelaksanaan kebijakan di
bidang lingkungan hidup, di luar kebijakan perolehan Adipura. Cukup fokus
dalam hal ini merupakan konsentrasi pada pekerjaan yang lama/yang telah
ditetapkan sebelumnya menjadi sedikit terganggu karena ada pekerjaan baru.
87
Diagram 4.9
Tanggapan Responden mengenai Intensitas Adanya Kebijakan Baru dari
Pimpinan yang dapat Mengganggu Pelaksanaan Tugas
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.4 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa intensitas adanya
kebijakan baru dari pimpinan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas,
sebanyak 2 responden menyatakan tidak pernah, 44 responden menyatakan
kadang-kadang, 3 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden
yang menyatakan selalu.
Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, ini merupakan
jawaban bahwa seluruh anggota BPLH kadang-kadang dihadapkan pada
penentuan prioritas yang dirasakan paling penting oleh seluruh anggota
organisasi, walaupun harus sedikit mengorbankan prioritas yang lainnya
yang tidak kalah penting, misalnya saja seperti kebijakan perolehan
Adipura. Hal tersebut membuat pegawai BPLH mau tidak mau harus
melaksanakan kebijakan baru yang sedikit mengganggu pelaksanaan tugas
yang lainnya.
88
Diagram 4.10
Tanggapan Responden mengenai Adanya Persaingan yang Tidak Sehat di
dalam Organisasi
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.5 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa adanya persaingan
yang tidak sehat di dalam organisasi (BPLH), sebanyak 19 responden
menyatakan tidak pernah, 27 responden menyatakan kadang-kadang, 2
responden menyatakan sering, dan 1 responden menyatakan selalu.
Mayoritas responden menyatakan bahwa di dalam organisasi
tempatnya bekerja, terkadang melihat adanya persaingan yang tidak sehat di
antara para pegawai. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik yang
dapat menghambat kerjasama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya, dalam hal ini tujuan BPLH dalam mengelola dan
mengendalikan dampak lingkungan, serta dalam menjalankan misi-misinya.
89
Diagram 4.11
Tanggapan Responden mengenai Kenyamanan dalam Pelaksanaan Tugas
Pokok
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.6 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kenyamanan dalam
pelaksanaan tugas pokok sehari-hari, sebanyak 4 responden menyatakan
sangat nyaman, 34 responden menyatakan nyaman, 11 responden
menyatakan cukup nyaman, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak
nyaman.
Mayoritas responden merasa nyaman dalam melaksanakan tugas
pokoknya sehari-hari. Hal ini menyatakan bahwa rasa nyaman dapat didapat
oleh para pegawai BPLH. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa
kenyamanan sangat dibutuhkan oleh para pegawai untuk mendorong mereka
menjadi lebih giat dalam menyelesaikan pekerjaan dengan mudah dan cepat,
yaitu implementasi kebijakan di bidang lingkungan hidup yang berkeadilan.
90
Diagram 4.12
Tanggapan Responden mengenai Ketidakberadaan Rekan Kerja di Mejanya
saat Dibutuhkan
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.7 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa ketidakberadaan
rekan kerja di mejanya saat dibutuhkan, sebanyak 8 responden menyatakan
tidak pernah, 35 responden menyatakan kadang-kadang, 5 responden
menyatakan sering, dan 1 responden menyatakan selalu.
Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, dapat diartikan
bahwa rekan kerjanya atau para pegawai terkadang pernah tidak berada di
mejanya saat salah satu pegawai atau rekannya yang lain ingin meminta
bantuan/kerja sama darinya, sehingga pegawai pernah dan terkadang sulit
mendapatkan bantuan/kerja sama dari rekannya. Hal ini dapat menghambat
penyelesaian pekerjaan, sehingga kerja sama menjadi kurang maksimal.
91
Diagram 4.13
Tanggapan Responden mengenai Rekan Kerja Sering Membutuhkan Waktu
Lama saat Pelaksanaan Tugas
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.8 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa rekan kerja sering
membutuhkan waktu yang lama saat pelaksanaan tugas, sebanyak 9
responden menyatakan tidak pernah, 38 responden menyatakan kadangkadang, 2 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden yang
menyatakan selalu.
Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, ini dapat diartikan
bahwa pegawai yang membutuhkan kerjasama dari rekannya dalam
pelaksanaan tugas terkadang mengalami hambatan dalam segi waktu. Hal
tersebut akan menghambat dalam pengambilan keputusan yang bersifat
urgen, yang mana tindakan yang akan diambil sangat penting bagi perbaikan
kualitas lingkungan.
92
Diagram 4.14
Tanggapan Responden mengenai Kesigapan Rekan Kerja terhadap Tugas
yang Harus Segera Diselesaikan
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.9 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kesigapan rekan
kerja terhadap tugas yang harus diselesaikan, sebanyak 14 responden
menyatakan selalu, 29 responden menyatakan sering, 6 responden
menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan
tidak pernah.
Mayoritas responden menyatakan sering. Hal ini dapat diartikan
bahwa rekan kerja tidak selalu sigap atau sesekali pernah tidak sigap dengan
tugas yang harus diselesaikan dengan segera karena satu atau lain hal,
seperti masih banyaknya tugas sebelumnya yang belum terselesaikan tetapi
sudah ada dan harus menyelesaikan tugas berikutnya.
93
Diagram 4.15
Tanggapan Responden mengenai Penjaminan Kehidupan yang Layak oleh
organisasinya (BPLH)
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.10 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa penjaminan
kehidupan yang layak oleh BPLH, sebanyak 1 responden menyatakan sangat
menjamin, 21 responden menyatakan menjamin, 24 responden menyatakan
cukup menjamin, dan 3 responden menyatakan tidak menjamin.
Mayoritas responden menyatakan cukup menjamin. Hal ini dapat
diartikan bahwa BPLH tidak terlalu menjamin kehidupan yang layak bagi
pegawainya tetapi masih dapat atau cukup menjamin. Kesejahteraan bagi
pegawai merupakan hal penting demi loyalitas dan pengabdian pegawai
kepada
masyarakat
dan
negara.
Loyalitas
dan
pengabdian
dapat
dipertahankan dengan cukup terjaminnya kehidupan yang layak bagi
pegawai.
94
Diagram 4.16
Tanggapan Responden mengenai Pemberian Penghargaan kepada Pegawai
setiap Tahun
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.11 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemberian
penghargaan kepada pegawai setiap tahun, tidak ada responden yang
menyatakan selalu, 4 responden menyatakan sering, 26 responden
menyatakan kadang-kadang, dan 19 responden menyatakan tidak pernah.
Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang. Hal ini dapat
diartikan bahwa BPLH terkadang memberikan penghargaan kepada para
pegawainya. Penghargaan dari intern/tempat pegawai bekerja merupakan
salah satu bentuk dorongan yang dibutuhkan untuk pegawai yang perjalanan
kariernya baik, namun BPLH masih belum sering maupun selalu
memberikan penghargaan kepada pegawainya.
95
Diagram 4.17
Tanggapan Responden mengenai Penyediaan fasilitas Penunjang
Pelaksanaan Pekerjaan
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.12 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa penyediaan fasilitas
penunjang pelaksanaan pekerjaan, tidak ada responden yang menyatakan
sangat cukup, 38 responden menyatakan cukup, 11 responden menyatakan
kurang, dan tidak ada responden yang menyatakan sangat kurang.
Mayoritas
responden
menyatakan
bahwa
penyediaan
fasilitas
penunjang pelaksanaan pekerjaan, seperti jumlah meja, kursi, komputer, AC,
serta barang-barang lainnya sudah cukup untuk memberikan kenyamanan
bagi para pegawai.
96
Diagram 4.18
Tanggapan Responden mengenai Kelengkapan Sarana
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.13 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, kelengkapan sarana, tidak ada
responden yang menyatakan sangat cukup, 19 responden menyatakan
cukup, 27 responden menyatakan kurang, 3 responden menyatakan sangat
kurang. Mayoritas responden menyatakan kurang. Hal ini dapat diartikan
bahwa kelengkapan sarana, seperti peralatan sampling, perlengkapan
keamanan, dirasakan masih minim dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Ketersediaan sarana tersebut tidak sebanding dengan volume kerja
yang ada. Kelengkapan sarana organisasi publik di daerah yang kurang
memadai, termasuk BPLH, dapat menghambat tujuan penyelenggaraan
urusan rumah tangga daerahnya sendiri.
97
Diagram 4.19
Tanggapan Responden mengenai Kemampuan Sarana yang Dimiliki dalam
Optimalisasi Pelaksanaan Tugas
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.14 untuk pegawai)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan sarana
yang dimiliki dalam optimalisasi pelaksanaan tugas, tidak ada responden yang
menyatakan sangat mampu, 9 responden menyatakan mampu, 36 responden
menyatakan cukup mampu, dan 4 responden menyatakan tidak mampu.
Mayoritas responden menyatakan bahwa kelengkapan sarana yang dimiliki
oleh BPLH sudah cukup mampu untuk melaksanakan tugas pokok secara
optimal.
Kelengkapan sarana yang dimiliki tersebut juga dapat diartikan belum
terlalu mampu untuk dapat diandalkan dalam penyelesaian tugas yang
berkaitan dengan kebijakan di bidang lingkungan hidup, sehingga tujuan
penyelenggaraan pemerintah daerah belum tercapai secara maksimal.
98
Diagram 4.20
Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Data/dokumen Pengolahan
Limbah atau Perizinan oleh BPLH
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.5 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan
data/dokumen
pengolahan
limbah,
seperti
dokumen
laporan
upaya
pengelolaan/pemantauan lingkungan ataupun perizinan oleh BPLH, sebanyak 2
responden menyatakan selalu, 10 responden menyatakan sering, 18 responden
menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak
pernah.
Mayoritas responden menyatakan bahwa BPLH kadang-kadang
melakukan pemeriksaan data/dokumen pengolahan limbah maupun perizinan.
Hal ini dikarenakan BPLH tidak menentu apabila berkunjung ke industri untuk
pemeriksaan. Setiap 6 (enam) bulan sekali/per semester, industri wajib
memberikan laporan upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan kepada
BPLH, tetapi karena kedatangan BPLH tidak menentu, membuat pemeriksaan
secara langsung menjadi tidak menentu juga.
99
Diagram 4.21
Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Kondisi IPAL/IPLC oleh
BPLH
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.6 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan
kondisi IPAL/IPLC oleh BPLH, sebanyak 2 responden yang menyatakan
rutin, 8 responden menyatakan sering, 18 responden menyatakan kadangkadang, dan 2 responden menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden
menyatakan kadang-kadang, dapat diartikan bahwa BPLH tidak/belum
menjalankan tugasnya secara optimal dalam mengendalikan pencemaran
sungai Cisadane. Kedatangan pegawai BPLH yang tidak menentu, membuat
industri menjawab BPLH kadang-kadang memeriksa kondisi IPAL/IPLC.
Dalam hal ini, kesesuaian antara implementasi dalam produksi dan
pengolahan limbah dengan perencanaan yang seharusnya sebaik-baiknya
dilakukan oleh industri, menjadi tidak terkontrol/diawasi.
100
Diagram 4.22
Tanggapan Responden mengenai Pembinaan atau Pengarahan oleh BPLH
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.7 untuk industri)
Berdasarkan
diagram
di
atas,
dapat
dilihat
bahwa
pembinaan/pengarahan yang diberikan oleh BPLH, tidak ada responden yang
menyatakan sangat baik, 11 responden menyatakan baik, 19 responden
menyatakan cukup baik, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak baik.
Mayoritas responden menyatakan cukup baik dalam melakukan
pembinaan/pengarahan. Responden menyatakan bahwa hal tersebut juga dapat
dilihat dari penyampaian peraturan-peratutan baru oleh pegawai BPLH yang
sudah cukup baik. Hal ini dapat diartikan bahwa pegawai BPLH belum
maksimal dalam menyerap kebijakan/peraturan baru, dalam hal ini UndangUndang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan
Hidup yang di dalamnya mencakup hukuman (penegakkan hukum) secara
yuridis formal bagi industri. Pegawai BPLH memerlukan waktu yang cukup
lama untuk beradaptasi dengan Undang-Undang baru tersebut karena banyak
rambu-rambu baru penunjang pelaksanaan pekerjaan yang harus dipahami.
101
Diagram 4.23
Tanggapan Responden mengenai Intensitas Keluhan Masyarakat terkait
Dampak Lingkungan akibat Pembuangan Limbah
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.9 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa intensitas keluhan
masyarakat terkait dampak lingkungan akibat pembuangan limbah, sebanyak
3 responden menyatakan tidak pernah, 16 responden menyatakan kadangkadang, 11 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden yang
menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan bahwa terkadang
mereka mendengar keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan akibat
pembuangan limbah.
Hal ini dapat diartikan bahwa limbah yang dibuang ke sumber air
(sungai Cisadane) cukup mengganggu masyarakat sekitar sungai karena
limbah industri merupakan buangan yang kehadirannya tidak dikehendaki
oleh lingkungan dan dapat
membahayakan kehidupan serta dapat
menurunkan kualitas sumber daya air.
102
Diagram 4.24
Tanggapan Responden mengenai Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.10 untuk industri)
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pengendalian
dampak lingkungan, dalam hal ini pencemaran sungai Cisadane, tidak ada
responden yang menyatakan sangat dapat dikendalikan, 7 responden
menyatakan dapat dikendalikan, 10 responden menyatakan cukup dapat
dikendalikan, dan 13 responden menyatakan belum dapat dikendalikan.
Mayoritas responden menyatakan belum dapat dikendalikan, baik dilihat dari
pengawasan yang dilakukan di lapangan terkait sosialisasi, pemeriksaan
dokumen-dokumen dan IPAL/LC, maupun dari wujud air. Hal ini dapat
diartikan bahwa dampak lingkungan, dalam hal ini pencemaran pada sumber
air (sungai Cisadane) belum dapat dikendalikan,. Hal tersebut terjadi karena
masih banyak industri yang melanggar aturan main dalam pembuangan
limbah dan tidak diketahui oleh pegawai BPLH yang bertugas di lapangan.
103
4.3. Pengujian Persyaratan Statistik
4.3.1. Uji Validitas
Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item,
yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang
merupakan jumlah tiap skor butir. Uji validitas ini menggunakan
rumus dengan bantuan SPSS Statistics 17.0:
n∑xy – (∑x)( ∑y)
rxy =
√ (n∑X2 – (∑x)2 )(n∑y2 – (∑y)2 )
Dari rumusan diatas, maka didapatkan hasil (instrumen untuk
pegawai) butir pertanyaan no. 1 yaitu = 0,694 dan seterusnya. Bila
koefisien korelasi sama dengan 0,281 (merupakan rtabel dapat dilihat
pada lampiran nilai-nilai product moment) atau lebih, maka
instrumen dinyatakan valid. Terdapat 13 butir soal dengan skor di
atas 0,281 sehingga dinyatakan valid. Sedangkan 1 butir soal dengan
skor di bawah 0,281 sehingga dinyatakan tidak valid.
104
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Pegawai
No.Item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
r hitung
0,694
0,121
0,574
0,286
0,454
0,536
0,511
0,310
0,359
0,604
0,520
0,511
0,482
0,468
r tabel
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
0,281
Keterangan
Valid
Tidak valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sedangkan uji validitas instrumen untuk industri, didapatkan
hasil butir pertanyaan no. 1 yaitu = 0,747 dan seterusnya. Bila
koefisien korelasi sama dengan 0,361 (merupakan rtabel dapat dilihat
pada lampiran nilai-nilai product moment) atau lebih, maka
instrumen dinyatakan valid. Terdapat 8 butir soal dengan skor di atas
0,361 sehingga dinyatakan valid. Sedangkan 2 butir soal dengan skor
di bawah 0,361 sehingga dinyatakan tidak valid.
105
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Industri
No.Item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
r hitung
0,747
0,420
0,406
0,294
0,755
0,636
0,470
0,338
0,487
0,647
r tabel
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Tidak valid
Valid
Valid
Valid
Tidak valid
Valid
Valid
4.3.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan
rumus Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS Statistics 17.0:
n
r11 =
∑ Si²
1 -
n–1
∑ St²
Uji reliabilitas instrumen komponen pegawai, didapat
sebagaimana tabel 4.7 berikut sebagai berikut:
Tabel 4.7
Reliabilitas Instrumen Komponen Pegawai
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.728
N of Items
14
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Statistic 17.0
106
Uji reliabilitas instrumen komponen industri/perusahaan,
didapat sebagaimana tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Reliabilitas Instrumen Komponen Industri
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.725
10
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Statistic 17.0
Dari hasil yang telah didapat, reliabilitas instrumen = 0,728
dan 0,725. Hasil tersebut ternyata lebih besar dari nilai alpha sebesar
0,30. jadi kesimpulannya instrumen dinyatakan reliabel karena
berdasarkan uji instrumen ini sudah valid dan reliabel, maka
instrumen dapat digunakan untuk mengukur dalam rangka
pengumpulan data efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane.
107
4.4. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hipotesis yaitu sebagai
berikut: “Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota
Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah
mencapai angka minimal 70%”. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat signifikasi dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan
metode penelitian, maka pada tahap pengujian hipotesis penelitian ini
peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel. Adapun penghitungan
pengujian hipotesis tersebut yakni sebagai berikut.
Berdasarkan data yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh
untuk instrumen komponen pegawai adalah 4 x 13 x 49 = 2548 (4 = nilai
tertinggi dari item pertanyaan yang ada, 13 = jumlah item pertanyaan yang
ada, dan 49 = jumlah responden yang ada). Sedangkan skor ideal yang
diperoleh untuk instrumen komponen industri/perusahaan adalah 4 x 8 x 30
= 960, sehingga total skor ideal adalah 2548 + 960 = 3508. Skor hasil
penelitian berdasarkan data yang terkumpul untuk instrumen komponen
pegawai adalah 1712. Sedangkan skor hasil penelitian berdasarkan data
yang terkumpul untuk instrumen komponen industri adalah 562, sehingga
total skor hasil penelitian adalah 1712 + 562 = 2274. Dengan demikian,
efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah jumlah data yang
terkumpul dibagi skor ideal, yaitu 2274 : 3508 = 0,648 atau 64,8%.
108
Langkah
selanjutnya
dalam
pengajuan
hipotesis
adalah
mengaplikasikan rumus t-test satu sampel. Skor ideal untuk efektivitas
BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane
dari instrumen komponen pegawai adalah 2548, sehingga nilai mean atau
rata-rata pada skor ideal instrument komponen pegawai adalah 2548 : 49 =
52. Sedangkan skor ideal untuk efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dari instrumen komponen
industri adalah 960, sehingga nilai mean atau rata-rata pada skor ideal
instrument komponen industri adalah 960 : 30 = 32. Dengan demikian, total
meannya adalah 52 + 32 = 84. Mengingat hipotesis dalam penelitian ini
adalah efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran
sungai Cisadane, berarti nilai yang dihipotesiskan adalah 0,7 x 84 = 58,8.
H0 = µ0 ≥ 0,7 x 84 = 58,8
Ha = µ0 < 0,7 x 84 = 58,8
Diketahui:
1712
562
X=
+
49
µ0 = 58,8
∑ (x − x )
2
S=
S=
= 34,9 + 18,7 = 53,6
30
n −1
604,89 + 293,9
48 + 29
109
S=
898,79
77
S = √11,67
S = 3,41
n = 49 +30 = 79
Ditanya: t ?
Jawab: t =
x − µο
s
n
= 53,6 – 58,8
3,41
√79
=
-5,2
0,38
= -13,68
Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel dengan derajat
kebebasan (dk) = n – 1 = 79 – 1 = 78 dan taraf kesalahan
= 5% untuk uji satu
pihak kiri, maka harga ttabel nya yaitu 1,658. Karena harga thitung lebih kecil dari
pada harga ttabel (-13,68 < 1,658) dan jatuh pada daerah penerimaan Ha, maka
hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
110
Daerah Penerimaan
Daerah Penerimaan
H0
Ha
-13,68
0
1,658
Gambar 4.1
Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
4.5. Interpretasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa hasil
perhitungan dengan menggunakan seperti dalam perhitungan t-test satu
sampel. Berdasarkan perhitungan pada pengujian hipotesis t-test satu variabel
didapatkan bahwa ternyata harga t hitung lebih kecil dari t tabel, maka hal
tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima karena persentase hanya mencapai
angka 64,8% dari angka minimal 70% yang dihipotesiskan.
Interpretasi yang tepat untuk menjawab rumusan masalah yang menjadi
fokus dalam penelitian ini adalah efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane
adalah cukup tinggi/sedang. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian
111
hipotesis, bahwa harga t hitung < harga t tabel (-13,68 < 1,658), yang berarti
Ha diterima dan H0 ditolak.
4.6. Pembahasan
Dari pembahasan yang memaparkan tentang pengujian hipotesis
menjelaskan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dari data tersebut dijelaskan
bahwa ”Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang
dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane hanya mencapai angka
64,8%” dari angka minimal yang dihipotesiskan yaitu 70%, artinya cukup
tinggi/sedang. Hal tersebut dapat dilihat pada kategori berikut:
Kategori instrumen komponen pegawai:
Sangat
Rendah
rendah
Cukup
Tinggi
tinggi/
Sangat
tinggi
sedang
637
954
1431
1908
2548
1712
Nilai 1712 termasuk dalam kategori interval cukup tinggi/sedang dan tinggi,
maka masuk dalam kategori tinggi karena lebih mendekati kategori tinggi.
112
Kategori instrumen komponen industri:
Sangat
Rendah
Cukup
Rendah
Tinggi
tinggi/
Sangat
tinggi
sedang
240
420
600
780
960
562
Nilai 562 termasuk dalam kategori interval rendah dan cukup tinggi/sedang,
maka masuk dalam kategori cukup tinggi/sedang karena lebih mendekati
kategori cukup tinggi/sedang.
Dari kedua kategori interval diatas, terdapat perbedaan yang cukup
jauh antara kategori dari instrumen komponen pegawai dengan industri.
Responden pihak pegawai menyatakan bahwa walaupun dalam hal proses
perencanaan tujuan untuk mencapai target yang telah ditetapkan, mereka
semua telah dilibatkan untuk mengetahui kegiatan apa saja yang akan/harus
dilakukan, tetapi pada pelaksanaan rencana tersebut berbeda dengan
pernyataan dari responden pihak industri, yakni belum berjalan dengan
optimal karena pengawasan yang dilaksanakan oleh pihak BPLH kepada
industri belum berjalan dengan maksimal. Hal tersebut dinyatakan oleh
responden pihak industri karena kedatangan pihak BPLH yang tidak menentu,
sehingga pengawasan menjadi kurang terlalu ketat, seperti mengenai
113
pemeriksaan dokumen perizinan, dokumen upaya pengelolaan/pemantauan
lingkungan, dan juga pemeriksaan IPAL/LC, oleh karena itu menyebabkan
kualitas air di sumber air (Cisadane) cukup mengalami penurunan. Sarana
yang dimiliki oleh BPLH dalam menunjang pelaksanaan pekerjaan di
lapangan memang dinyatakan kurang oleh pegawai BPLH, tetapi peranan
sarana yang dimiliki tersebut dinyatakan oleh mereka bahwa cukup mampu
dalam mengoptimalkan pelaksanaan pekerjaan. Hal tersebut berbeda dengan
tanggapan dari responden pihak industri yang menyatakan bahwa dampak
lingkungan belum dapat dikendalikan dengan optimal karena terkadang
responden pihak industri mendengar keluhan masyarakat mengenai
pembuangan limbah yang berimbas pada penurunan kualitas air sungai
Cisadane dari waktu ke waktu yang ditandai juga dengan penggunaan baku
mutu air kelas II untuk sungai Cisadane.
Cukup tingginya/sedang tingkat efektivitas BPLH Kota Tangerang
dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikaji dengan teori
Hessel Nogi Tangkilisan, yaitu dengan 4 indikator dan 10 sub indikator.
Dalam
pelaksanaannya,
efektivitas
BPLH
Kota
Tangerang
dalam
mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, dihadapkan pada hambatanhambatan atau kekurangan-kekurangan yang membuat pencemaran sungai
Cisadane belum dapat dikendalikan secara optimal, padahal dalam upaya
untuk mengendalikan pencemaran sungai Cisadane sebagai salah satu sumber
daya alam terbesar Kota Tangerang yang menghidupi banyak masyarakat
114
menuntut adanya mekanisme dan tata kerja kelembagaan yang cepat dan
efektif.
Pencapaian target secara kualitas belum dapat dicapai karena dapat
dilihat dari pengawasan yang masih belum maksimal oleh pihak BPLH
terhadap
industri-industri
yang
masih
sering
melanggar
peraturan
pembuangan limbah ke sungai, sehingga keputusan untuk menindaklanjuti
hasil pengawasan yang tepat untuk industri menjadi agak lambat. Pengawasan
yang dilakukan juga tidak terlalu ketat terhadap industri yang bersinggungan
langsung dengan sungai, sehingga kualitas air sungai cenderung mengalami
cukup penurunan. Berkurangnya konsentrasi pada upaya pengendalian
dampak lingkungan tersebut, dalam hal ini pencemaran sungai Cisadane,
karena adanya perolehan Adipura juga merupakan salah satu faktor yang
membuat target tidak tercapai secara kualitas, walaupun secara kuantitas
target bisa saja dicapai. Dengan demikian dapat menjadikan kualitas sumber
daya air menjadi semakin menurun, terlebih lagi di bagian hilir. Adipura
dapat diartikan sebagai tuntutan aktivitas dan tujuan baru yang diharuskan
kepada para pegawai untuk melaksanakannya, yang mana aktivitas dan tujuan
baru tersebut dapat menimbulkan suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas
pokok sehari-hari, sehingga pegawai BPLH tidak terlalu memfokuskan
perhatiannya pada pengendalian dampak lingkungan, dalam hal ini
pencemaran sungai Cisadane. Dengan demikian, pegawai BPLH diberikan
tugas/pekerjaan baru, sedangkan tugas/pekerjaannya yang lama/sudah
115
ditetapkan sebelumnya juga masih berjalan dan belum terselesaikan, sehingga
bila diibaratkan terjadi tumpang tindih pekerjaan.
Kemampuan menyesuaikan diri yang dilakukan oleh pegawai BPLH
terhadap perubahan dari luar organisasi yang berupa kebijakan perundangundangan baru di bidang lingkungan hidup, juga belum maksimal. Sosialisasi
mengenai peraturan-peraturan baru kepada industri yang masih belum
maksimal menunjukkan bahwa pegawai BPLH belum menyerap dengan baik
rambu-rambu penunjang pekerjaannya yang baru, sehingga penyalurannya
atau sosialisasinya kepada industri juga masih kurang. Hal tersebut membuat
kesadaran industri untuk mengelola lingkungan dan mengendalikan
dampaknya pun masih kurang.
Dalam hal kepuasan kerja, pegawai BPLH terkadang melihat adanya
persaingan yang tidak sehat di antara mereka yang membuat kondisi/situasi
menjadi tidak nyaman, karena dari persaingan yang tidak sehat tersebut dapat
timbul konflik yang dapat mengganggu kerja sama antar pegawai. Dalam segi
waktu, terkadang pegawai merasakan rekannya membutuhkan waktu yang
lama terhadap pekerjaan/tugas yang harus diselesaikan, seperti penyelesaian
follow up kegiatan-kegiatan industri atau inventarisir kegiatan administrasi
dan teknis industri yang sempat belum terselesaikan, yang kemudian sedikit
berpengaruh pada proses penegakkan hukum untuk industri. Penyediaan
sarana BPLH tidak sebanding dengan volume kerja yang ada, sehingga dapat
menghambat pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang terjadi,
atau belum maksimal dalam implementasi kebijakan di bidang lingkungan
116
hidup. Peralatan sampling yang dimiliki dirasakan kurang, seperti alat
pengukur pH air, BOD, COD, pendeteksi logam.
Semua hal yang terjadi yang dapat menghambat efektivitas BPLH
dalam mengendalikan dampak lingkungan, dalam hal ini pengendalian
pencemaran sungai Cisadane, membuat tanggung jawab BPLH dirasakan
belum maksimal. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan digunakannya baku
mutu air kelas II untuk sungai Cisadane yang sebelumnya pada tahun 2007
masih menggunakan baku mutu air kelas I. Kedatangan pihak BPLH ke
industri yang tidak menentu membuat pemeriksaan dokumen administrasi
seperti
dokumen
perizinan,
laporan
upaya
pengelolaan/pemantauan
lingkungan, maupun IPAL/IPLC (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Limbah
Cair) juga menjadi tidak menentu, sehingga pihak BPLH sering tidak
mengetahui bahwa masih banyak industri yang melanggar aturan main
pembuangan limbah. Dengan demikian, misi BPLH Kota Tangerang untuk
menyelenggarakan
pengawasan
dan
penegakkan
hukum
untuk
mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan
hidup, masih belum terselenggara dengan maksimal.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, yakni
mengenai efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang
dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, maka kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane
cukup tinggi/sedang karena hanya mencapai angka 64,8% dari angka yang
dihipotesiskan, yaitu minimal 70%.
Pengendalian pencemaran sungai Cisadane oleh Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Kota Tangerang sebagai badan yang berwenang dalam
menjalankan kebijakan di bidang lingkungan hidup, belum sepenuhnya
efektif. Belum efektifnya BPLH dalam mengendalikan pencemaran sungai
Cisadane secara optimal disebabkan oleh:
1. Pencapaian target secara kualitas dalam rangka melaksanakan tujuan/misi
BPLH untuk menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum
untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran
lingkungan hidup masih belum terlaksana dengan sebaik-baiknya
sebagaimana yang diamanatkan pada Undang-undang No.32 Tahun 2009
117
tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang di
dalamnya mencakup hukuman untuk industri secara yuridis formal.
2. Sosialisai Undang-undang No.32 Tahun 2009 kepada industri juga masih
belum maksimal karena penyerapan rambu-rambu baru penunjang
pelaksanaan tugas di lapangan oleh pegawai BPLH belum sepenuhnya
baik. Adanya kebijakan perolehan Adipura membuat pegawai BPLH tidak
terlalu fokus pada upaya pengawasan dan penegakkan hukum bagi
industri karena perhatian pegawai terbagi dua, dan harus menyelesaikan
pekerjaan baru tersebut di saat pekerjaan yang sudah ditetapkan
sebelumnya sedang berjalan juga.
3. Kelengkapan sarana BPLH yang terbatas, seperti kendaraan operasional,
peralatan sampling, perlengkapan keamanan, membuat pegawai kurang
maksimal dalam memperoleh hasil kerja lapangan mereka.
4. Pelaksanaan mandat dan penyelesaian masalah lingkungan, terutama
dalam
menyelenggarakan
misi
BPLH
untuk
menyelenggarakan
pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan
sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup, masih belum
terselenggara dengan maksimal karena masih banyak industri yang
melanggar aturan main pembuangan limbah, sehingga baku mutu air
untuk sungai Cisadane merujuk pada baku mutu air kelas II yang
sebelumnya merujuk pada baku mutu air kelas I.
118
5.2. Saran-saran
Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
“Efektivitas
Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan
Pencemaran Sungai Cisadane”, peneliti dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Meningkatkan
pengawasan
dengan
melakukan
pengecekan
atau
pengawasan pada instalasi pengolahan air limbah industri dengan
intensitas yang lebih sering lagi, mengingat di lapangan masih banyak
industri yang langsung membuang limbahnya ke badan sungai tanpa
diketahui oleh pihak BPLH.
2. Meningkatkan sosialisasi kepada industri mengenai peraturan-peraturan
baru dalam mewujudkan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
dari kerusakan yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat
banyak.
3. Memberikan sanksi yang tegas dengan menegakkan hukum bagi industri
yang terindikasi masih atau sering melanggar peraturan pengolahan dan
pembuangan limbah ke sungai yang dapat mempertinggi tingkat
pencemaran sungai.
119
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, H. Rahardjo. 2005. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Handayaningrat, Soewarno. 2001. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Husaini. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
LP3ES. 1998. Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka
LP3ES Indonesia.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Unit Penerbitan
dan Percetakan.
Makmur, Syarif. 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas
Organisasi, Kajian Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Mawardi,
Mohammad Ikhwanuddin. 2009. Membangun Daerah yang
Berkemajuan, Berkeadilan, dan Berkelanjutan. Jakarta: IPB Press.
Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Desain, dan Aplikasi.
Jakarta: Arcan.
Robbins, P. Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia.
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah, Realita dan
Tantangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Siagian, P. Sondang. 2008. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan
Strateginya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Soeharto, Iman. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan.
Bandung: Mandar Maju.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syafiie, Inu Kencana. 2008. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
(SANRI). Jakarta: Bumi Aksara.
Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Winardi. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Dokumen/Peraturan:
Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten. 2007. Status Lingkungan Hidup
daerah Kota Tangerang.
Pemerintah Kota Tangerang Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, PT. Unilab
Perdana. 2009. Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup
Tahun 2009.
Peraturan Walikota Tangerang No. 16 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air
Limbah Industri.
Download