EFEKTIVITAS BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA TANGERANG DALAM MENGENDALIKAN PENCEMARAN SUNGAI CISADANE SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Oleh: RATNA FARLY ADZANI NIM. 061504 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2010 ABSTRAK Ratna Farly Adzani. 061504. Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane. Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kata Kunci: Efektivitas, Pengendalian Pencemaran Sungai Fokus penelitian ini adalah efektivitas organisasi publik dalam mengendalikan pencemaran sungai. Rumusan masalahnya adalah seberapa besar efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh staf BPLH yang menggunakan teknik pengambilan sampel dengan sampel jenuh. Selain itu terdapat populasi untuk industri, yaitu industri di sekitar sungai Cisadane yang menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik sampel acak sederhana. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, observasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Untuk menganalisis data menggunakan t-test satu sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane sudah cukup tinggi/sedang. Dari hasil perhitungan diperoleh t-hitung lebih kecil dari t-tabel (-13,68 < 1,658) dan efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah cukup tinggi/sedang karena hanya mencapai angka 64,8% dari angka minimal 70%. Hal tersebut dikarenakan misi untuk melaksanakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan dampak lingkungan hidup, masih belum terselenggara dengan optimal yang menuntut mekanisme dan tata kerja kelembagaan yang cepat dan efektif. Saran-saran dari peneliti adalah meningkatkan pengawasan yang lebih signifikan bagi industri, meningkatkan sosialisasi kepada industri mengenai peraturan-peraturan baru, pemberian sanksi bagi industri yang masih melanggar peraturan. i ABSTRACT Ratna Farly Adzani. 061504. Effectiveness of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution. Public Administration Department, Faculty of Social and Politic Science, University of Sultan Ageng Tirtayasa. Keyword: Effectiveness, Controlling River’s Pollution The focus of this research is the effectiveness of public organization in controlling the pollute of river. The formulation of the problem is how far the effectiveness of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution. The purpose of this research is to know the effectiveness level of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution. The method of the research is descriptive quantitative. The population of this research is the whole staff of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency that used sampling technique with saturated sample. Another population is the industry around Cisadane river that used sampling technique with simple random. Data collecting technique that used are poll, observation, interview, study of literature, and study of documentation . For data analysis used one sample t-test. The result of the research showed that Effectiveness of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution has high enough/middle. From the calculation, t-count is smaller than t-table (-13,68 < 1,658) and Effectiveness of Tangerang City’s Environmental Controlling Agency in Controlling Cisadane River’s Pollution is high enough/middle because only reached 64,8% from the expected minimum number 70%. That thing is because of mission to do the controlling and law enforcement to control the environmental impact, has not held optimum yet, that require the fast and effective mechanism and institutioning work system. Suggests from the researcher are increasing of controlling for industry, increasing of socialization for industry about new regulation, and giving a punishment for industry that still not obey the regulation. ii KATA PENGANTAR Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Atas berkat rahmat, karunia, dan ridho-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane”. Hasil penelitian ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak yang selalu mendukung peneliti secara moril dan materil. Maka dengan ketulusan hati, peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak, yaitu sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Ir. Rahman Abdullah, M.Sc, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan juga sebagai penguji pada siding skripsi peneliti. Terima kasih atas segala masukannya, sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik. iii 4. Rahmi Winangsih, Dra, M.Si, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Idi Dimyati, S.Ikom, Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada peneliti selama menjalani perkuliahan. 8. Hasuri Waseh, SE, M.Si, Pembimbing I skripsi yang senantiasa membimbing dan memberikan saran kepada peneliti dalam setiap bimbingan yang telah dilakukan. 9. Ipah Ema Jumiati, S.IP, pembimbing II skripsi yang senantiasa membimbing dan memberikan saran kepada peneliti dalam setiap bimbingan yang telah dilakukan. 10. Gandung Ismanto, MM, penguji pada seminar proposal dan sidang skripsi peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya, sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik. 11. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan. iv 12. Agus Prasetyo, SH, Kepala Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum yang telah banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan. 13. Amaludin, ST, Staf Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum yang telah banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan. 14. Seluruh pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang yang mengizinkan penulis meminta waktu dan tenaganya dalam membantu peneliti mencapai tujuan penelitian. 15. Bapak dan Mama tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang kepada peneliti. Adik-adik ku tersayang Fadhil, Fikri, dan Fathur yang menjadi semangat bagi peneliti. 16. Seluruh keluarga besarku, alm. kakek, almh. nenek, kakek ikin, semua paman-paman, bibi, serta wa, sepupu ku yang telah menyemangati dan memberikan doa. 17. Teman-teman setiaku, Asih, Santi, Nina, Dona, Jane, Indah yang selalu mendukung agar penelitian ini dapat segera diselesaikan. 18. Teman-teman seperjuangan kelas C Administrasi Negara reguler angkatan 2006, Evi, Nadia, Marisha ‘Cica’, Diyan, Desi, Iqoh, Edah, Stephanie, Suprapti ‘Ade’, Azhar ‘Zarwo’, Nusman ‘Aco’, Ujang ‘akang’, Eko ‘Gabon’, Pepy, Rohmatunisa ‘Icha’, Suher, Ikhsan atas kebersamaan kalian selama 4 tahun. 19. Teman-teman seperjuangan selama 1 bulan di desa Pudar, Kecamatan Pamarayan, KKM 57. Jevira Dona, Ria Oktavianty, Nova Dwiarti, Yuniasari, Reni Febriana, Wati Oktaviany, Ine Risa, Hermini Ari, Nita, Aang, Agung, v Ageng, Rengga, Husni, Andi, Roilhaq, Akbar, Rifki, Febry, Irfan, dan Nando, yang telah memberikan kesan yang tidak akan terlupakan. Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Penulis memohon kritik dan saran yang bersifat membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membacanya dan bagi peneliti pada khususnya. Serang, Agustus 2010 Penulis Ratna Farly Adzani vi vii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK …….…………………………………………………….. i ABSTRACT …….…………………………………………………….. ii KATA PENGANTAR ……………………………………...…… iii DAFTAR ISI ……………………………………………...…… vii DAFTAR TABEL ………………………………………………..…. x DAFTAR GAMBAR ………………………………………...…. xi DAFTAR DIAGRAM …………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xv BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1 1.2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah …………………… 11 1.3. Rumusan Masalah …………………………………… 12 1.4. Tujuan Penelitian …………………………………… 12 1.5. Kegunaan Penelitian …………………………………… 13 viii BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN …… 14 2.1. Deskripsi Teori …………………………………………… 14 2.1.1. Efektivitas Organisasi …………………………… 14 2.1.1.1. Pendekatan terhadap Keefektifan Organisasi... 2.1.2. Organisasi 19 …………………………………… 23 2.1.3. Lingkungan Hidup …………………………… 25 2.1.3.1. Kualitas Lingkungan Hidup …………… 27 2.1.4. Pencemaran Lingkungan …………………………… 30 2.1.4.1. Pencemaran Air …………………………… 32 2.1.4.2. Limbah Industri …………………………… 34 2.1.5. Pengelolaan Lingkungan …………………………… 37 2.1.5.1. Pengendalian dan Pengolahan Limbah Industri 40 2.1.6. Pembangunan …………………………………… 41 2.1.6.1. Dampak Pembangunan terhadap Lingkungan 45 2.2. Kerangka Berpikir ……………………………………. 48 2.3. Hipotesis Penelitian ………………………………….… 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………. 52 3.1. Metode Penelitian ……………………………………. 52 3.2. Instrumen Penelitian ……………………………………. 53 3.2.1. Uji Validitas ……………………………………. 56 3.2.2. Uji Reliabilitas ………………………………….… 57 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………. 58 3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ……………………. 61 ix 3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN ………………………………….… 64 4.1. Deskripsi Objek Penelitian 4.2. Deskripsi Data ……………………………. 62 ………………………….… 64 ………………………………………….… 79 4.2.1. Identitas Responden 4.2.2. Analisis Data ……………………............ 79 …………………………………… 81 4.3. Pengujian Persyaratan Statistik …………………………… 103 4.3.1. Uji Validitas …………………………………… 103 4.3.2. Uji Reliabilitas …………………………………… 105 4.4. Pengujian Hipotesis …………………………………… 107 4.5. Interpretasi Hasil Penelitian 4.6. Pembahasan …………………………… 110 …………………………………………… 111 BAB V PENUTUP …………………………………………………… 117 5.1. Kesimpulan …………………………………………… 117 5.2. Saran-saran …………………………………………… 119 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Jumlah Industri Dekat Sungai Cisadane Tabel 1.2 Daftar Badan Usaha yang Berkontribusi Menyumbang Limbah ke Sungai Cisadane …….……... 4 …….……………..………… Tabel 1.3 Pencapaian Target Pengawasan pada Industri Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Mandiri Tabel 3.2 Jumlah Industri Dekat Sungai Cisadane Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Tabel 4.1 Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 7 ................................ 63 .................... 67 ........................................................ 71 2010 Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.2 ……..……... 5 …………………… 83 Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 2010 Berdasarkan Kepangkatan …………………… 83 Tabel 4.3 Jumlah Kendaraan …………………………………… 86 Tabel 4.4 Jumlah Peralatan Penunjang (Laboratorium) …………… 86 Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Pegawai ........ 112 Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Industri Tabel 4.7 Reliabilitas Instrumen Komponen Pegawai …………… 113 Tabel 4.8 Reliabilitas Instrumen Komponen Industri ........ 113 …………… 114 xi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ………………………………….. Gambar 4.1 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis .................. 58 118 xii DAFTAR DIAGRAM Halaman Diagram 4.1 Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin……….. 87 Diagram 4.2 Identitas Responden berdasarkan Usia ………….. 88 Diagram 4.3 Identitas Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan…. 88 Diagram 4.4 Tanggapan Responden mengenai Keterlibatan Peran Serta Seluruh Anggota Organisasi dalam Merencanakan Tujuan Organisasi Diagram 4.5 ...................................................... Tanggapan Responden mengenai Kualitas Air di Sumber Air dan Lingkungan Sekitar Perusahaan/industri Diagram 4.6 90 ...... 91 Tanggapan Responden mengenai Pengawasan secara Berkelanjutan Pengolahan Limbah atau Dampak Lingkungan oleh BPLH Diagram 4.7 ........................................... Tanggapan Responden mengenai Sosialisasi Peraturan-peraturan Baru yang Lebih Ketat oleh BPLH.. Diagram 4.8 92 93 Tanggapan Responden mengenai Kefokusan Pegawai BPLH dalam Pelaksanaan Tugas Pokok/rutin terkait Adanya Kebijakan Perolehan Adipura Diagram 4.9 …………... 94 Tanggapan Responden mengenai Intensitas Adanya Kebijakan Baru dari Pimpinan yang dapat Mengganggu Pelaksanaan Tugas …………………………………... 95 xiii Diagram 4.10 Tanggapan Responden mengenai Adanya Persaingan yang Tidak Sehat di dalam Organisasi …………... 96 Diagram 4.11 Tanggapan Responden mengenai Kenyamanan dalam Pelaksanaan Tugas Pokok …………………………... 97 Diagram 4.12 Tanggapan Responden mengenai Ketidakberadaan Rekan Kerja di Mejanya saat Dibutuhkan …………... 98 Diagram 4.13 Tanggapan Responden mengenai Rekan Kerja Sering Membutuhkan Waktu Lama saat Pelaksanaan Tugas …… 99 Diagram 4.14 Tanggapan Responden mengenai Kesigapan Rekan Kerja terhadap Tugas yang Harus Segera Diselesaikan ………….…….…. 100 Diagram 4.15 Tanggapan Responden mengenai Penjaminan Kehidupan yang Layak oleh organisasinya (BPLH) …………... 101 Diagram 4.16 Tanggapan Responden mengenai Pemberian Penghargaan kepada Pegawai setiap Tahun …………………………... 102 Diagram 4.17 Tanggapan Responden mengenai Penyediaan fasilitas Penunjang Pelaksanaan Pekerjaan …………………… 103 Diagram 4.18 Tanggapan Responden mengenai Kelengkapan Sarana…. 104 Diagram 4.19 Tanggapan Responden mengenai Kemampuan Sarana yang Dimiliki dalam Optimalisasi Pelaksanaan Tugas….. 105 Diagram 4.20 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Data/dokumen Pengolahan Limbah atau Perizinan oleh BPLH …………………………………………… 106 xiv Diagram 4.21 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Kondisi IPAL/IPLC oleh BPLH …………………………… 107 Diagram 4.22 Tanggapan Responden mengenai Pembinaan atau Pengarahan oleh BPLH …………………………… 108 Diagram 4.23 Tanggapan Responden mengenai Intensitas Keluhan Masyarakat terkait Dampak Lingkungan akibat Pembuangan Limbah ………………………………….... 109 Diagram 4.24 Tanggapan Responden mengenai Pengendalian Dampak Lingkungan …………………………………………… 110 xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pengantar Penelitian Lampiran 2 Surat Rekomendasi Penelitian Lampiran 3 Struktur Organisasi BPLH Kota Tangerang Lampiran 4 Hasil Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 5 Hasil Kuesioner Komponen Industri Lampiran 6 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 7 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Komponen Industri Lampiran 8 Hitungan untuk Simpangan Baku Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 9 Hitungan untuk Simpangan Baku Kuesioner Komponen Industri Lampiran 10 Hasil SPSS Frekuensi Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 11 Hasil SPSS Frekuensi Kuesioner Komponen Industri Lampiran 12 Hasil SPSS Statistik Deskriptif Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 13 Hasil SPSS Statistik Deskriptif Kuesioner Komponen Industri Lampiran 14 Kuesioner Komponen Pegawai Lampiran 15 Kuesioner Komponen Industri Lampiran 16 Peta Lokasi Industri Pembuang Limbah Cair Lampiran 17 Tabel Nilai-nilai r Product Moment Lampiran 18 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t Lampiran 19 Daftar Istilah Lampiran 20 Catatan Bimbingan Skripsi Peneliti Lampiran 21 Riwayat Hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya yang dilakukan untuk menuju ke arah yang lebih baik dalam rangka menjamin kelangsungan hidup masyarakat banyak. Pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Peningkatan pelaksanaan pembangunan dapat dilihat dari pembangunan yang terus dilakukan secara berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan dengan prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu masalah yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki keseimbangan lingkungan yang terganggu atau mengalami kerusakan. Dengan begitu, ekonomi tidak harus selalu didahului dalam pembangunan tanpa melihat bagaimana kondisi lingkungan. Kegiatan pembangunan yang kita ketahui sekarang ini, mengacu pada pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahteraaan masyarakat. Tidak sedikit jumlah lingkungan yang mengalami kerusakan akibat dari pelaksanaan pembangunan, terutama pembangunan yang bersifat fisik. Keseimbangan lingkungan tersebut perlu direhabilitasi agar fungsinya kembali seperti semula demi kesejahteraan masyarakat. 2 Selama ini pembangunan ekonomi di Indonesia mengarah pada industrialisasi, yang mana dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sektor industri dianggap ampuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, dampak dari industrialisasi adalah terjadinya peningkatan pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan menjadi semakin berat dengan masuknya limbah industri. Pencemaran dan perusakan lingkungan ini banyak disebabkan dari pembangunan yang bersifat fisik, seperti pembangunan kawasan industri, gedung-gedung bertingkat, dan pembangunan fisik lainnya yang memiliki potensi untuk tidak selalu memperhatikan limbah atau pembuangan, ataupun aspek tata ruangnya. Kawasan industri ini terutama banyak terdapat di daerah sekitar atau daerah tetangga ibu kota Jakarta, yang mana karena posisinya itu, direncanakan sebagai daerah penyangga kebutuhan masyarakat ibu kota maupun daerahnya sendiri, dan dapat didongkrak perekonomiannya. Posisi Kota Tangerang yang berdampingan langsung dengan ibu kota Jakarta, membawa tanggung jawab pembangunan daerah yang cukup besar dan berat karena berperan sebagai wilayah penyangga terhadap perkembangan dan pembangunan DKI Jakarta dan pusat-pusat pertumbuhan yang terdapat di sekelilingnya. Posisi Kota Tangerang yang strategis tersebut telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan segala aktivitas ekonomi berupa industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini. Sehingga, berbagai permasalahan yang terkait dengan pembangunan 3 di wilayah di sekitar Kota Tangerang berimbas menjadi permasalahan lingkungan yang cukup serius dan harus dihadapi dengan baik dan bijak oleh pemerintah Kota Tangerang, pihak ketiga, dan seluruh lapisan masyarakat demi keberlangsungan hidup masyarakat banyak. Dampak dari permasalahan pembangunan Kota Tangerang yang mengakibatkan munculnya permasalahan di lingkungan hidup, salah satunya adalah pencemaran sumber air, yaitu sungai Cisadane yang pencemarannya disumbangkan dari limbah industri. Keberadaan sungai Cisadane merupakan sumberdaya alam terbesar yang dimiliki kota ini. Pencemaran sumber air ini mengancam kualitas lingkungan hidup. Sejatinya, desentralisasi lebih diarahkan untuk dapat lebih menyelesaikan masalah lingkungan yang beragam dan kompleks sesuai dengan konteks lingkungan di masing-masing daerah. Desentralisasi menjadi modal bagi aparat pemerintah daerah untuk mengimplementasikan tata kelola lingkungan hidup ke arah yang lebih baik lagi. Sayangnya, fakta di lapangan tidak seindah sebagaimana desentralisasi itu berjalan untuk mengatasi masalah lingkungan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab pemerintah daerah, asas berkelanjutan dan asas manfaat. Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang diberi tanggung jawab untuk itu adalah Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH). Sejak berganti nama dari Dinas 4 Lingkungan Hidup, BPLH yang dibentuk pada tahun 2009 memiliki peran yang lebih berat dalam mengelola lingkungan, yang salah satunya adalah melakukan pengawasan kepada industri untuk meminimalisir beban pencemaran di sungai Cisadane. Pengawasan ini dilakukan dengan mekanisme pengolahan air sungai, uji laboratorium dilakukan setiap bulan, laporan uji air 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, dan keseluruhan laporannya adalah setiap semester. Selain mengawasi kegiatan industri, BPLH harus mampu menegakkan hukum bagi industri yang masih melanggar peraturan dalam pengendalian pencemaran oleh limbah. Upaya yang dilakukan berupa pemantauan dan pengawasan untuk industri. Industri yang lokasinya dekat dengan sungai Cisadane adalah industri yang berada di 3 (tiga) kecamatan, seperti pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Jumlah industri dekat sungai Cisadane Jumlah Industri 1. Karawaci 227 2. Tangerang 123 3. Neglasari 133 483 Sumber: BPLH Kota Tangerang, data industri tahun 2004 No. Kecamatan Berdasarkan Peraturan Walikota No.16 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri, terdapat 37 jenis badan usaha, yang berkontribusi menyumbang limbah ke sungai Cisadane, seperti pada tabel 1.2 berikut: 5 Tabel 1.2 Daftar badan usaha yang berkontribusi menyumbang limbah ke sungai Cisadane No. Jenis Industri No. Jenis Industri 1. Industri soda kaustik dan klor 20. Industri minyak sawit/minyak goreng dan turunannya 2. Industri logam dan pelapisan logam 21. Industri tapioka 3. Industri peleburan logam 22. Industri ethanol 4. Industri pulp dan kertas 23. Industri MSG 5. Industri percetakan (printing karton dan kemasan, printing tekstil, printing plastik) 24. Industri cat (cat dan pengecatan) 6. Industri pewarna (pewarna kertas, pewarna tekstil, pewarna tinta) 25. Industri farmasi 7. Industri karet 26. Industri pestisida dan herbisida 8. Industri gula 27. Industri desinfektan 9. Industri tekstil dan industri berbahan baku tekstil (garmen, tekstil terpadu) 28. Industri produk sanitari 10. Industri makanan dan minuman dari susu 29. Industri kosmetik 11. Industri makanan lainnya (mie, bihun, kerupuk, permen, pemanis buatan, tahu, tempe, agar-agar, bahan kue, hunkue, kecap, saos,coklat, roti, kopi, sirup,biskuit, pewarna makanan) 30. Perbengkelan 12. Industri minuman (minuman ringan (berkarbonasi, sirup), minuman tradisional (tak beralkohol)) 31. Industri penghasil oli dan sejenisnya 13. Industri minuman bir dan minuman beralkohol 32. Karoseri 14. Industri pakan ternak 33. Elektronik 15. Industri sabun, deterjen, dan turunan minyak nabati 34. Pengolahan air bersih/air minum/air mineral dan pabrik es 16. Industri laundri dan pencelupan 35. Industri barang plastic 36. 17. Industri baterai dan accu Industri khusus (Industri yang telah ditetapkan parameter BMLnya dan tidak termasuk di dalam kelompok ndustri yang ada) 18. Industri kayu lapis 19. Industri penyamakan kulit 37. Industri lainnya Sumber: Peraturan Walikota Tangerang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri 6 Berdasarkan buku Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan Tahun 2009, pada tahun 2004 secara keseluruhan terdapat 1444 industri yang terdiri dari beberapa jenis: 1. Tekstil (pakaian jadi/garmen) dan berbagai barang dari tekstil, sebanyak 506 buah 2. Makanan, sebanyak 218 buah 3. Barang dan plastik, sebanyak 207 buah 4. Barang/peralatan dari logam, sebanyak 98 buah 5. Barang dari kayu, sebanyak 92 buah 6. Industri lain, seperti kertas dan berbagai kemasan karton, percetakan, bengkel, produksi rumah tangga, cat, bahan-bahan kimia, alat-alat listrik dan elektronik, dan sebagainya. Keberadaan industri tersebut tersebar, tetapi yang keberadaannya di sekitar sungai Cisadane adalah sebanyak 688 industri. Pada hulu sungai sudah terjadi pencemaran, sehingga di bagian hilir sungai terjadi peningkatan pencemaran. Berdasarkan buku Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan Tahun 2009, bahwa kondisi sungai Cisadane, dari 2 (dua) kali pemantauan menunjukkan bahwa kualitasnya dalam keadaan cemar ringan. Parameter yang melebihi baku mutu kelas II berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, adalah perameter oksigen terlarut (DO), fosfat total, BOD5, COD, dan fecal coliform. Selain itu, biota yang masih baik dengan kelimpahan biota (fitoplankton) sedang dan merata. Hal ini menggambarkan kondisi sungai tercemar ringan yang berasal dari bahan pencemar organik dan anoganik yang dapat berasal 7 dari saluran domestik maupun outlet IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) industri yang ada di sekitarnya. Berdasarkan pengamatan awal peneliti dan hasil wawancara pendahuluan, BPLH Kota Tangerang menghadapi berbagai hambatan yang menjadi permasalahan dalam upaya mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Masalah pertama adalah mengenai pencapaian target yang dapat dilihat dari pelaksanaan tujuan organisasi. Dilihat dari pencapaian target tahun 2009, target BPLH Kota Tangerang dalam mengawasi dan menegakkan hukum bagi industri yang masih melanggar peraturan, sudah terealisasi secara kuantitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Amaludin (staf bidang pengawasan dan penegakkan hukum) tanggal 3 Maret 2010, pencapaian target dapat dilihat seperti tabel 1.3, seperti berikut: Tabel 1.3 Pencapaian target pengawasan pada industri Tahun Target Realisasi 2009 150 industri/perusahaan 180 industri/perusahaan 2010 150 industri/perusahaan 20 industri/perusahaan (sampai dengan Februari 2010) Sumber: Wawancara dengan Amaludin (Staf Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum), 3 Maret 2010 Secara kuantitas, target bisa saja dicapai, bahkan dapat melampaui target. Tetapi secara kualitas, masih belum dapat dicapai karena masih tersendat pada follow up kegiatan-kegiatan industri secara administrasi 8 maupun teknis. Selain itu, penekanan yang berasal dari intern BPLH, yaitu penekanan pada perolehan Adipura membuat pegawai tidak terlalu fokus kepada upaya pengendalian dampak lingkungan, sehingga sedikit berpengaruh terhadap hasil pengawasan. Ditambah lagi karena jumlah industri mencapai ratusan, sehingga pegawai bidang pengawasan dan penegakkan hukum kewalahan untuk menginventarisir hal-hal yang harus dilakukan oleh industri/perusahaan, seperti halnya apakah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau tidak, dan apakah IPAL nya dalam kondisi baik atau buruk, dan sebagainya. Jumlah industri tidak sebanding dengan jumlah pegawai bidang pengawasan dan penegakan hukum yang hanya terdiri dari 12 personel. Tentu saja hal tersebut di atas mengakibatkan tindak lanjut untuk industri yang tidak taat peraturan menjadi agak lambat. Tindak lanjut tersebut akan memutuskan apakah industri tersebut hanya akan mendapat pembinaan dari BPLH atau sudah dalam tahap penegakkan hukum. Masalah kedua adalah kemampuan adaptasi, yang dapat dilihat dari sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi. Adaptasi BPLH Kota Tangerang terhadap perubahan yang berasal dari luar organisasi adalah terkait kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari kepala daerah. Kebijakan tersebut berupa Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang di dalamnya hanya mencakup pembinaan bagi industri yang melanggar peraturan, yang kini beralih ke Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan 9 lingkungan hidup, yang di dalamnya mencakup hukuman (penegakkan hukum) secara yuridis formal. Dengan mengacu pada Undang-Undang yang baru tersebut, penyesuaian yang dilakukan oleh BPLH memakan waktu yang cukup lama untuk dapat melaksanakan pekerjaannya karena aturan-aturan yang terdapat dalam Undang-Undang baru lebih banyak dan kompleks. Dengan begitu, BPLH harus melakukan sosialisasi atau memperkenalkan aturan baru untuk kegiatan perusahaan ke industri-industri. Sosialisasi yang berjalan hingga saat ini sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun. Ini dirasakan kurang, mengingat masih banyak industri yang melanggar aturan main. Selain itu, BPLH harus memahami rambu-rambu baru penunjang pelaksanaan pekerjaan. Perubahan dari dalam organisasi yang menjadi hambatan bagi BPLH adalah kebijakan yang berasal dari pimpinan, yang menimbulkan perbedaan dari kondisi kerja sebelumnya karena adanya penekanan, sehingga membuat para pegawai berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keputusan dari pemimpin baru. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya di permasalahan pertama, yaitu mengenai arahan yang lebih fokus kepada pencapaian Adipura, sehingga membuat pegawai mau tidak mau harus mengikuti keputusan pimpinan. Itulah lemahnya adaptasi di birokrasi, membutuhkan waktu yang lama, padahal reaksi yang cepat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu keputusan yang bersifat urgen. Masalah ketiga adalah kepuasan kerja yang dapat dirasakan oleh anggota organisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi. 10 Ketidaknyamanan kerja yang dialami adalah ketika harus bekerja di luar ruangan atau kerja lapangan. Hal ini terjadi karena kelengkapan sarana untuk melakukan praktek di lapangan sangat terbatas, seperti: 1) Kendaraan operasional (mobil) hanya berjumlah 1 unit. Ini dapat mengganggu pembagian tugas lapangan yang apabila mengharuskan para staf untuk ke tempat tujuan yang berbeda dalam waktu yang sama. 2) Kemudian peralatan (sampling) juga terbatas, seperti alat pengukur kadar kualitas air dan zat-zat pencemar air sungai. 3) Begitu pun dengan perlengkapan keamanan, seperti masker. Tentu saja hal tersebut di atas dapat mengganggu kenyamanan dan menyurutkan dorongan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik karena sarananya terbatas. Masalah keempat adalah mengenai tanggung jawab. Tanggung jawab ini dapat dilihat dari organisasi yang dapat melaksanakan mandat dan dapat menghadapi masalah yang terjadi dengan pekerjaannya. Sekeras apapun suatu organisasi berusaha untuk bertanggung jawab atas apa yang dilimpahkan kepadanya, tanggung jawab tersebut akan dipandang belum dilaksanakan secara maksimal karena beberapa hal yang terjadi. Kualitas air sungai Cisadane cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang tahun 2007 untuk menguji kualitas air sungai Cisadane dengan menggunakan baku mutu air kelas I. Tetapi setelah namanya berubah menjadi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada tahun 2009, baku mutu air yang digunakan adalah baku mutu air kelas II yang 11 kualitas airnya di bawah kualitas baku mutu air kelas I. Selain itu dapat dilihat dari badan usaha yang sudah memiliki IPAL/IPLC (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Limbah Cair) yang belum seluruhnya optimal karena banyak ditemukan penyimpangan di lapangan. Industri-industri banyak yang masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai. Dan ironisnya, pembuangan limbah secara langsung ke sungai ini sering tidak diketahui oleh aparat BPLH bidang pengawasan dan penegakkan hukum di lapangan. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul: EFEKTIVITAS BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA TANGERANG DALAM MENGENDALIKAN PENCEMARAN SUNGAI CISADANE. 1.2. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah yang muncul dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pencapaian target BPLH belum seluruhnya terealisasi secara kualitas, sehingga tindak lanjut untuk industri menjadi agak lambat. 2. Adaptasi terhadap UU No.32 Tahun 2009 membutuhkan waktu yang lama, dan adanya kebijakan perolehan Adipura yang menimbulkan adanya penekanan dalam pelaksanaan pekerjaan. 3. Terbatasnya kelengkapan sarana untuk melaksanakan pekerjaan di lapangan. 12 4. Adanya peralihan penggunaan baku mutu air untuk Cisadane, dari kelas I ke baku mutu air kelas II, dan BPLH sering tidak mengetahui bahwa masih banyak industri yang limbahnya tidak diolah terlebih dahulu. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, masalah dirumuskan sebagai berikut: Seberapa besar efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. 13 1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Kegunaan Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu administrasi negara, khususnya teori tentang efektivitas organisasi. 1.5.2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan masukan bagi pemerintah Kota Lingkungan organisasinya. Tangerang, Hidup untuk khususnya dapat Badan meningkatkan Pengendalian efektivitas 14 BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori Dalam dunia nyata, banyak organisasi menghilang dari pandangan atau diubah kembali menjadi kesatuan lain sehingga kita sulit membuat penilaian mengenai kelangsungan hidupnya. Selain itu, naif untuk mengasumsikan bahwa tidak ada organisasi yang bertahan hidup yang tetap tidak efektif atau efektif tetapi dengan sengaja tidak diizinkan untuk tetap hidup. Bagi organisasi tertentu seperti lembaga-lembaga pemerintah dan perusahaan besar, kematian praktis tidak pernah terjadi. Lembaga atau perusahaan tersebut kelihatannya dapat terus hidup bagaimanapun evaluasi yang dihasilkan mengenai apakah mereka telah melakukan tugasnya dengan baik atau tidak. 2.1.1. Efektivitas Organisasi Efektivitas organisasi memiliki banyak pengertian, tergantung bagaimana kita memandangnya, sehingga mengandung pengertian yang multidimensi. Definisi efektivitas organisasi menurut Robbins adalah tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai tujuan atau sasarannya, dan sesungguhnya efektivitas adalah sebuah konsep yang amat luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi (Robbins, 1994:34). 15 Menurut Mahmudi (2005:92), efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dan tujuan. Semakin besar kontribusi keuntungan terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi. Menurut Robbins (2003:142), efektivitas kerja merupakan kemampuan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan secara efisien dengan sumber daya yang tersedia. Organisasi yang efektif merupakan organisasi yang mendesain struktur dan budayanya sesuai dengan stakeholder. Menurut Handayaningrat (2001:34), efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Tangkilisan (2005:138), Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Hasibuan (2003:77), efektivitas adalah tercapainya sasaran eksplisit atau implisit. Efektivitas yang dimaksud adalah tercapainya sasaran baik secara tertulis maupun dalam implementasinya. The Liang Gie (Abdul Halim, 2004:166), menjelaskan: ”Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan menghendakinya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya”. Sedangkan Sedarmayanti (Robbins, 2003:59) mengemukakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. 16 Menurut Handayaningrat (2001:134), efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas kerja dalam suatu organisasi ditentukan oleh desain organisasi yang mampu mempertemukan kepentingan individual dan organisasi serta strategi organisasi. Menurut Tangkilisan (2005:139), efektivitas menyangkut 2 (dua) aspek, yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tujuan 2. Pelaksanaan fungsi Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Konsep efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli organisasi dan manajemen memiliki makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan yang dipergunakan. Secara nyata, Stoner menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi, dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi (Tangkilisan, 2005:138). Menurut Argris (Tangkilisan, 2005:139), mengatakan efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia. Disimpulkan bahwa konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk pada tingkat sejauh mana organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada. 17 Menurut Gibson et.al (Tangkilisan, 2005:141), menyatakan bahwa efektivitas organisasi dapat pula diukur sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai Kejelasan strategi pencapaian tujuan Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap Perencanaan yang matang Penyusunan program yang tepat Tersedianya sarana dan prasarana Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik Adapun kriteria atau indikator pada efektivitas menurut Hessel Nogi Tangkilisan (2005:140-141): 1. 2. 3. 4. Pencapaian target, maksud pencapaian target disini diartikan sejauh mana target dapat ditetapkan organisasi dapat terealisasikan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana pelaksanaan tujuan organisasi dalam mencapai target sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan adaptasi (fleksibilitas), keberhasilan suatu organisasi dilihat dari sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi baik dari dalam organisasi dan luar organisasi Kepuasan kerja, suatu kondisi yang dirasakan oleh seluruh anggota organisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi bagi peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan untuk mencapai efektivitas organisasi. Elemen yang menjadi fokus analisis ini adalah lamanya penyelesaian pekerjaan yang dilakukan karyawan dan sistem insentif yang diberlakukan bagi anggota organisasi yang berprestasi atau telah melakukan pekerjaan yang melebihi beban kerja yang ada. Tanggung jawab. Organisasi dapat melaksanakan mandat yang telah diembannya sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya dan bisa menghadapi serta menyelesaikan masalah yang terjadi dengan pekerjaannya. Berdasarkan sifatnya, organisasi cenderung merupakan kesatuan yang kompleks, yang berusaha mengalokasikan sumber dayanya secara rasional demi tercapainya tujuan. Menurut Steers (1985:2) dalam buku Syarif Makmur (2008:120), makin rasional suatu organisasi, makin besar upayanya pada kegiatan yang mengarah ke tujuan. Makin besar kemajuan yang diperoleh ke arah tujuan 18 organisasi makin efektif pula. Efektivitas dipandang sebagai tujuan akhir organisasi. Gito Sudarmo dan Mulyono (2001:128) dalam Syarif Makmur (2008:122), mengemukakan sebagai berikut: Efektivitas organisasi harus mampu menggambarkan hubungan timbal balik yang harmonis antara organisasi dan lingkungannya yang lebih luas. Efektivitas organisasi juga adalah apakah suatu organisasi itu mampu bertahan dan hidup terus dalam lingkungannya sehingga kelangsungan hidup organisasi yang bersangkutan merupakan ukuran terakhir atau ukuran jangka panjang mengenai efektivitas organisasi. Oleh karena itu, dalam mengukur efektivitas suatu organisasi pemerintahan, akan dilihat sejauh mana atau seberapa besar kemampuan organisasi pemerintahan dalam melakukan inovasi, kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, kemampuan organisasi dalam mengambil pelajaran, baik dari kegagalan maupun keberhasilan, dan kapasitas organisasi itu untuk mengatur perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui penerapan secara optimal fungsi-fungsi pemerintahan. Dalam keterkaitan ini, Robbins (2001:51) dalam Syarif Makmur (2008:122-123) menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan aktivitas organisasi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: (1) adanya tujuan yang jelas; (2) sumber daya manusia; (3) struktur organisasi; (4) adanya dukungan atau partisipasi masyarakat; (5) adanya sistem nilai yang dianut. Steers (1985:206) dalam Syarif Makmur (2008:125), selanjutnya mengemukakan bahwa kriteria yang paling banyak dipakai dalam melihat segisegi efektivitas adalah kemampuan menyesuaikan diri, produktivitas, kepuasan 19 kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya. Variabel-variabel sedemikian ini telah diidentifikasi dengan berbagai alternatif, yaitu sebagai alat pengukur efektivitas itu sendiri dan sebagai variabel yang memperlancar atau membantu memperbesar kemungkinan tercapainya efektivitas. Berdasarkan pandangan itu, sifat efektivitas organisasi merupakan hasil penggabungan penemuan-penemuan dari berbagai studi yang menggunakan kriteria ini. Sementara itu, menurut Gibson et.al (1996:28), efektivitas dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan optimal antara produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan, dan pengembangan. 2.1.1.1. Pendekatan terhadap Keefektifan Organisasi a. Pendekatan Pencapaian Tujuan Dalam bukunya (Robbins, 1994:58), sebuah organisasi, berdasarkan definisi, diciptakan untuk mencapai satu tujuan atau lebih yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, tidak heran jika kita menjumpai bahwa pencapaian tujuan merupakan kriteria yang paling banyak digunakan untuk menentukan keefektifan. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach) menyatakan bahwa keefektifan sebuah organisasi harus dinilai sehubungan dengan pencapaian tujuan (ends) ketimbang caranya (means). Yang perlu diperhitungkan adalah bottom line-nya. Yang termasuk kriteria pencapaian tujuan yang populer adalah memaksimalkan laba, memaksa musuh untuk menyerah, memenangkan pertandingan basket, membuat pasien menjadi sembuh kembali, dan sebagainya. 20 Kesamaannya adalah bahwa mereka memperhatikan tujuan (ends) karena organisasi diciptakan untuk mencapai hal itu. Apa yang dinyatakan secara resmi oleh sebuah organisasi sebagai tujuannya tidak selalu mencerminkan tujuan yang sebenarnya. Tujuan-tujuan resmi cenderung untuk sangat dipengaruhi oleh standar sosial yang diinginkannya. Tujuan jangka pendek dari sebuah organisasi kerap kali berbeda dengan tujuan jangka panjangnya. Fakta bahwa organisasi mempunyai tujuan majemuk juga menciptakan kesulitan. Tujuan-tujuan tersebut dapat saling bersaing dan seringkali saling tidak cocok (Robbins, 1994:60-61). b. Pendekatan Sistem Sebuah organisasi juga harus dinilai berdasarkan kemampuannya untuk memperoleh masukan, memproses masukan tersebut, menyalurkan keluarannya, dan mempertahankan stabilitas dan keseimbangan. Cara lain untuk melihat keefektifan organisasi adalah melalui pendekatan sistem. Dalam pendekatan sistem, tujuan akhir tidak diabaikan, namun hanya dipandang sebagai satu elemen di dalam kumpulan kriteria yang lebih kompleks. Model-model sistem menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang dari organisasi – seperti kemampuan organisasi untuk memperoleh sumber daya, mempertahankan dirinya secara internal sebagai sebuah organisme sosial, dan berintegrasi secara berhasil dengan lingkungan eksternnya. Jadi, pendekatan sistem berfokus bukan pada tujuan akhir tertentu, tetapi pada cara yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan akhir itu (Robbins, 21 1994:63-64). Pandangan sistem melihat kepada faktor-faktor seperti hubungan dengan lingkungan untuk memastika adanya penerimaan yang terus-menerus dari masukan-masukan serta penerimaan yang menguntungkan dari keluaran-keluaran, fleksibilitas respon terhadap perubahan-perubahan lingkungan, efisiensi yang digunakan organisasi untuk mengubah masukan menjadi keluaran, kejelasan komunikasi intern, tingkat konflik di antara kelompok-kelompok, dan tingkat kepuasan kerja para pegawai (Robbins, 1994:65). c. Pendekatan Konstituensi-Strategis Pendekatan ini mengemukakan bahwa organisasi dikatakan efektif apabila dapat memenuhi tuntutan dari konstituensi yang terdapat di dalam lingkungan organisasi tersebut yaitu konstituensi yang menjadi pendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa para manajer mengejar sejumlah tujuan dan bahwa tujuan yang dipilih mewakili respon terhadap kelompok-kelompok berkepentingan yang mengendalikan sumber daya yang dibutuhkan organisasi untuk kelangsungan hidupnya (Robbins, 1994:71). d. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing Tema utama yang mendasari pendekatan nilai-nilai bersaing adalah bahwa kriteria yang anda nilai dan gunakan dalam menilai keefektifan organisasi – laba atas investasi, pangsa pasar, pembaharuan produk, keamanan kerja – 22 bergantung kepada siapa sebenarnya anda dan siapa yang anda wakili. Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh daripada hanya pengakuan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi. Kumpulan pertama adalah fleksibilitas versus kontrol. Pada dasarnya ini adalah dua dimensi yang saling bertenangan dari sebuah struktur organisasi. Fleksibilitas menghargai inovasi, penyesuaian, dan perubahan, Sebaliknya, kontrol lebih menyukai stabilitas, ketentraman, serta kemungkinan prediksi. Kumpulan kedua adalah hubungannya dengan apakah penekanan harus ditempatkan pada kesejahteraan dan pengembangan manusia di dalam organisasi atau kesejahteraan dan pengembangan organisasi itu sendiri. Dikotomi manusiaorganisasi merupakan kumpulan yang lain dari dimensi-dimensi yang pada dasarnya saling bertentangan; perhatian terhadap perasaan dan kebutuhan manusia yang terdapat di dalam organisasi versus perhatian terhadap pencapaian produktivitas serta tugas. Kumpulan nilai ketiga berhubungan dengan cara versus tujuan organisasi; yang pertama menekankan pada proses internal dan jangka panjang, yang lainnya menekankan pada tujuan akhir dan jangka pendek (Robbins, 1994:76). 23 2.1.2. Organisasi Organisasi yang terbesar di manapun sudah barang tentu organisasi publik yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup negara. Oleh karena itu, organisasi publik mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi, pemerintahan dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warganya, serta melayani kebutuhannya. Sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, dan menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. Jadi, organisasi publik sering kita lihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang dikenal juga sebagai birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi ini diberikan kepada instansi pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal (yang disebut birokrasi dan orang-orangnya disebut birokrat) merupakan bentuk yang sebagian besar diterima dan diterapkan oleh instansi pemerintah (Syafiie, 2006: 53). Dalam pandangan Max Weber, organisasi itu tetap merupakan sebagai suatu lingkaran masyarakat yang harus membiasakan dirinya untuk patuh kepada perintah-perintah pemimpinnya, dimana masing-masing mempunyai perhatian pribadi secara berkesinambungan dalam pengaturan kebijaksanaan, sebagai partisipasi mereka bersama dan hasil yang bermanfaat, dapat dilakukan pembagian pelatihan kerja dan fungsi (tugas) mereka masing-masing. Dengan demikian, pada gilirannya akal dipersiapkan untuk kemantapan mereka sendiri (Syafiie, 2006: 53). 24 Ada 2 (dua) jenis organisasi secara global di semua negara, yaitu organisasi pemerintah dan organisasi non pemerintah (baik swasta yang bernuansa dagang maupun yang non dagang). Khusus untuk organisasi pemerintah merupakan syarat utama suatu negara disamping wilayah, penduduk, dan pengakuan. Organisasi dapat berubah tetapi perubahan negara berarti pembubaran negara itu sendiri. Organisasi pemerintah berbeda dengan organisasi manapun di dunia, karena ada 3 (tiga) hal penting yang dimilikinya sebagai wewenangnya, yaitu sebagai berikut (Syafiie, 2008:114): 1. Bila organisasi lain tidak diperkenankan membunuh orang dan bahkan dapat dituntut, maka organisasi pemerintah diperbolehkan, biasanya disebut dengan hukum mati. 2. Bila organisasi lain tidak diperkenankan mengurung orang walaupun dalam waktu yang sangat singkat, maka organisasi pemerintah diperbolehkan, biasanya disebut dengan penjara atau lembaga pemasyarakatan. 3. Bila organisasi lain tidak diperkenankan memungut uang dengan paksa tanpa alasan yang jelas karena pemberian jasa tertentu, maka organisasi pemerintah diperbolehkan, biasanya disebut dengan pajak. Victor A. Thompson (Thoha, 2008:165) menyatakan bahwa ”an organization is a ”highly” rationalized and impersonal integration of a large number of specialists cooperating to achieve some announced specific objective”. Chester Barnard (Thoha, 2008:165) sendiri juga mempunyai rumusan tertentu tentang organisai sesuai dengan perspektifnya. Ia merumuskan organisasi sebagai berikut: ”an organization is a system of consciously coordinated personal 25 activities or forces of two or more persons”. Dari dua orang yang ahli organisasi ini jelas mempunyai perspektif yang berbeda. Thompson merumuskan organisasi dengan penekanan pada tingkat rasionalitas dalam usaha kerja sama tersebut, sedangkan Barnard menentukan sistem kerja sama yang terkoordinasi secara sadar. Pandangan klasik tentang organisasi dinyatakan oleh Max Weber (Thoha, 2008:166) dengan mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber membedakan suatu kelompok kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurut dia, kelompok kerja sama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan, maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya. 2.1.3. Lingkungan Hidup Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, sperti misalnya udara, yang terdiri atas bermacam gas, air, dalam bentuk uap, air dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut. 26 Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Keempat, faktor nonmateriil suhu, cahaya, dan kebisingan. Tujuan hidup yang wajar bagi kita sebagai umat manusia adalah menyesuaikan keseimbangan antara populasi masusia dengan lingkungan. Tujuan berikutnya adalah secara sistematis menghindari kegiatan yang memperbesar amplitudo ketidakmantapan dalam sistem populasi lingkungan tadi. Program kerja untuk mencapai tujuan di atas, ada enam sasaran, yaitu (Kristanto, 2004:31): 1. Menentukan jumlah optimum populasi di dunia untuk tiap negara dan wilayah, disertai dengan penyebaran struktur umur dan penyebaran geografis. 2. Menggunakan sumber daya alam secara cermat dan sebijaksana mungkin, termasuk penggunaan energi, bahan makanan, hasil hutan, tanah, bahan mineral, dan waktu yang dimiliki manusia. 3. Mengembangkan teori ekonomi yang berdasarkan keseimbangan, bukan yang berdasarkan petumbuhan. 4. Secara rutin mengadakan monitoring terhadap perubahan perubahan fisik dan kimia planet bumi, dan mengambil tindakan yang tegas terhadap setiap kegiatan yang merusak lingkungan. 5. Mengeluarkan Undang-undang dan peraturan yang secara tegas mencegah kegiatan yang dapat mengakibatkan bertambah lebarnya amplitudo ketidakstabilan lingkungan hidup manusia. 27 6. Memberi jaminan kepada setiap warga negara untuk memiliki suatu hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan sesuai. Sumber daya alam digolongkan menjadi: • Berdasarkan potensi (penggunaannya): 1. Penghasil energi (air, matahari, gas bumi, batu bara, angin dan sebagainya) 2. Penghasil bahan baku (mineral, hutan, perairan, tanah) 3. Sumber alam lingkungan hidup (udara, air) • Berdasarkan kemampuannya untuk memperbaharui diri setelah mengalami gangguan: 1. Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui, misalnya mineral, minyak bumi, gas bumi. 2. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, misalnya hutan, air, udara. Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sangat penting bagi perekonomian negara berkembang (sebagai pengadaan energi untuk pembangunan). Sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui tersebut merupakan tulang punggung pembangunan negara berkembang (untuk meningkatkan devisa non minyak dan gas bumi). 2.1.3.1. Kualitas Lingkungan Hidup Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Kualitas lingkungan dapat diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, di mana dalam lingkungan yang baik kualitasnya terdapat potensi untuk 28 berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Ada 3 (tiga) kriteria yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup umat manusia, yaitu (Kristanto, 2004:44): 1. Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia. 2. Derajat dipenuhinya kebutuhan hidup manusiawi. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak cukup hanya sekedar hidup secara hayati, melainkan karena perkembangan kebudayaannya maka manusia harus hidup secara manusiawi. 3. Derajat dipenuhinya kebebasan untuk memilih. Kemampuan memilih merupakan sifat hakiki untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada keanekaragaman plihan, karena itu keanekargaman merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan. Ketiga kriteria tersebut disebut dengan kebutuhan dasar umat manusia. Dari ketiga kebutuhan dasar tersebut, kebutuhan dasar untuk hidup sebagai makhluk hayati adalah yang paling pokok dan mempunyai bobot yang paling tinggi diantara ketiga golongan kebutuhan dasar di atas. 29 Dengan menghubungkan kualitas lingkungan dengan derajat pemenuhan kebutuhan dasar manusia (sandang, papan, pangan), berarti lingkungan merupakan sumber daya. Dari lingkungan didapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari sumber daya tersebut dimiliki oleh perorangan atau badan tertentu, misalnya lahan, sepetak hutan. Sebagian lagi sumber daya itu milik umum, misalnya udara, air, tanah, sungai, panai, dan lautnya. Air adalah faktor lain yang kita butuhkan untuk produksi. Apabila sumber daya tersebut dieksploitasi lingkungan akan mampu melakukan regenerasi selama materi yang dikonsumsi tidak melampaui kecepatan proses regenerasi dari lingkungan. Jika percepatan konsumsi melampaui kecepatan regenerasi akan terjadi apa yang disebut dengan pencemaran. Sebaliknya, jika lingkungan mampu melakukan regenerasi, sumber daya ini disebut dengan sumber daya yang terperbaharui. Kemampuan lingkungan untuk memasok sumber daya dan untuk mengasimilasi zat pencemar adalah terbatas. Batas kemampuan ini disebut dengan daya dukung lingkungan (kapasitas bawa). Kecenderungan yang nampak sekarang adalah kenaikan kualitas hidup manusia disertai dengan kenaikan tingkat konsumsi sumber daya dan pencemaran (Kristanto, 2004:40-41). 30 2.1.4. Pencemaran Lingkungan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 (Kristanto, 2004:71), yang dimaksud pencemaran adalah: Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pemahanan akan pencemaran sangat penting artinya, baik bagi masyarakat umum maupun pengusaha. Seringkali pencemaran itu diinterpretasikan secara sempit sehingga jangkauan pemahamannya pun terbatas pada hal-hal yang sifatnya insidentil belaka. Padahal ada pencemaran dan dampak yang ditimbulkannya baru dapat dideteksi setelah puluhan tahun berlangsung. Pengamatan terhadap berbagai industri menunjukkan bahwa pencegahan dan pengendalian pencemaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pendekatan secara teoretis sering dipraktekan untuk mengesahkan ada atau tidaknya pencemaran, sementara kenyataan membuktikan bahwa telah terjadi suatu perubahan yang nyata dalam lingkungan tersebut, dan perubahan itu yang telah mengundang terjadinya proses dari masyarakat yang merasa dirugikan (Kristanto, 2004:2). Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa, dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut. Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan 31 oleh berbagai aktivitas tersebut maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan menjadi keluaran. Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya, di mana wadah penerima (air, udara, tanah) masing-masing mempunyai karakteristi yang berbeda, misalnya air pada suatu saat dan tempat tertentu akan berbeda karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama tetapi pada saat yang berbeda. Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh luar, disebut dengan daya dukung lingkungan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia, dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan nilai lingkungan yang disebut dengan perubahan kualitas lingkungan. 32 Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu (Kristanto, 2004:71): 1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu 2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya 3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan 4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air. 2.1.4.1. Pencemaran Air Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar, misalnya walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, serta bahan-bahan tersuspensi, misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir (Kristanto, 2004:72). 33 Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Aspek-aspek kimia-fisika pencemaran air adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Nilai pH, keasaman, dan alkalinitas Suhu Oksigen terlarut Karbondioksida bebas Warna dan kekeruhan Jumlah padatan Nitrat Amoniak Fosfat Daya hantar listrik Klorida Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa- rawa berwarna kuning, cokelat, atau kehijauan. Air sungai biasanya berwarna kuning kecokelatan karena mengandung lumpur. Air limbah yang mengandung besi (Fe) dalam jumlah tinggi berwarna cokelat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya merupakan indikasi terjadinya pencemaran air. Warna air dibedakan atas dua macam (Kristanto, 2004:80): 1. Warna sejati (true color) yang diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut 2. Warna semu (apparent color) yang selain diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut juga karena bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid Aspek biokimia antara lain (Kristanto, 2004:87): 1. BOD (Biochemical Oxygen Demand), menunjukkan jumlah oksigen terlarut 34 yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. 2. COD (Chemical Oxygen Demand), untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. 2.1.4.2. Limbah Industri Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3 yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya (Kristanto, 2004:169). Untuk jenis industri tertentu, seperti pengalengan bahan makanan, pabrik minyak tanah, dan pabrik sabun, dihasilkan limbah cair yang bukan saja berasal dari proses produksi, tetapi juga dari air pencuci lantai gedung atau tempat lain di mana proses produksi dilakukan. Aliran air cucian di atas jumlahnya cukup besar dan mengandung bahan-bahan tumpahan yang terjadi sehari-hari selama pabrik 35 beroperasi. Dari uraian singkat tersebut, terlihat bahwa dalam proses produksi dihasilkan juga limbah. Limbah ada yang mengandung bahan-bahan berbahaya, misalnya mudah terbakar, beracun, atau sifat-sifat lain yang tidak diinginkan. Bahan-bahan tersebut keluar dari unit industri dan masuk ke dalam lingkungan melalui media udara, air ataupun padat yang kemudian dikenal sebagai bahan pencemar atau polutan. Potensi sumber pencemaran dari suatu industri tergantung dari proses yang digunakan, jenis dan kondisi peralatan, sistem penanggulangan yang ada, dan ketelitian operasi yang bersangkutan (Soeharto, 2002:212). Limbah cair adalah buangan limbah yang mengandung kadar air cukup tinggi. Limbah jenis ini umumnya berasal dari industri yang dalam operasinya banyak berkaitan dengan air, baik yang semula diperlukan untuk proses produksi maupun terbawa oleh bahan baku yang perlu dikeluarkan atau dari air cucian tempat di mana proses produksi berlangsung (Soeharto, 2002:213). Sifat lain pencemaran oleh industri ialah zat pencemar tertentu tidak dapat dibersihkan oleh alam, misalnya pencemaran logam berat dan zat radioaktif. Zat yang dimakan oleh jasad renik dan makhluk lain tidaklah menjadi tidak beracun, melainkan sifat beracun itu tetap ada. Bahkan jasad dan makhluk lain itu menumpuk zat pencemar itu, sehingga pencemaran menjadi lebih berbahaya untuk manusia (Soemarwoto, 2004:261). Tindakan penanggulangan yang biasanya diambil adalah pembersihan badan air dari gulma air. Tetapi ini hanya bersifat simtomatis. Yang lebih penting ialah menghilangkan sumber pencemaran. Untuk itu harus ada pengaturan agar limbah cair tidak dibuang ke dalam air, atau boleh dibuang ke badan air setelah 36 mengalami pengolahan untuk menurunkan tingkat kesuburan limbah cair ini (Soemarwoto, 2004:327). Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di dalam limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, hal itu menunjukkan semakin kecilnya peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 3 bagian: 1. Limbah cair 2. Limbah gas dan partikel 3. Limbah padat Terdapat beberapa kerancuan dalam mengidentifikasikan limbah cair, yaitu buangan air yang digunakan untuk mendinginkan mesin suatu pabrik. Oleh karena itu penelitian terhadap pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat dengan waktu yang berbeda agar sampel yang diteliti benar-benar mewakili keadaan pabrik yang sebenarnya (Kristanto, 2004:170-171). 37 2.1.5. Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Bab I Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Soeharto, 2002:453), adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan, agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha kita ialah memperbesar manfaat lingkungan atau dan memperkecil resiko lingkungan (Soemarwoto, 2004:76) Dewasa ini tugas dan peranan pemerintah kota bukanlah mementingkan untuk melindungi alam terhadap kegiatan manusia yang membawa pengaruh negatif pada kehidupan masyarakat. Mereka lebih mengutamakan pada upayaupaya untuk memperbaiki alam beserta pengaruh lingkungannya, menciptakan keindahan dan peremajaan kota yang memberikan kegairahan, kenyamanan, dan kepuasan hidup bagi warga kotanya. Secara teoretis, pihak yang menyebabkan terjadinya pencemaran harus dibebani pajak jika pemerintah bermaksud memperbaiki efisiensi secara alokatif. Akan tetapi dalam praktek tidak mudah ditentukan secara tepat tingkat dan kejadian pencemaran yang dimaksud (Adisasmita, 2005:155). 38 Investasi untuk mengendalikan pencemaran dapat dibedakan dalam 2 (dua) kategori (Adisasmita, 2005:155-156), yaitu: 1. Group treatment investment 2. Assimilation investment Kategori yang pertama dilakukan oleh pihak yang menimbulkan pencemaran, misalnya sekelompok pabrik tertentu yang berusaha untuk mencegah pengaruh negatif dari asap atau barang cair lainnya. Sedangkan kategori kedua biasanya dalam bentuk meningkatkan kapasitas sarana lingkungan yang dapat dilakukan masyarakat secara kolektif ataupun oleh pemerintah. Salah satu kesulitan dalam hubungan investasi masyarakat yang dilakukan untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah sulitnya mengatur manfaat penurunan tingkat pencemaran secara tangible atau yang dapat dikonversi dalam uang. Sebagai konsekuensinya mungkin lebih mudah untuk menjelaskan apa sasaran pengendalian lingkungan hidup dalam arti fisik yang hendak dicapai. Menyadari besarnya dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan hidup, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan, yang pelaksanaannya dituangkan dalam PP Nomor 29 Tahun 1986. Undang-Undang beserta peraturan pelaksana tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pencegahan terhadap suatu rencana kegiatan, misalnya proyek yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Dalam Undang-Undang tersebut, pengelolaan lingkungan hidup harus berpegang pada asas pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Hal ini berarti 39 kegiatan pembangunan proyek dan pengoperasian unit hasil proyek harus berpatokan pada wawasan lingkungan. Maksud diatas dapat dicapai dengan cara sebagai berikut (Soeharto, 2002:197-198): a. Memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan lokasi proyek dan alam sekitarnya. b. Mengelola penggunaan sumber daya secara bijaksana dengan merencanakan, memantau, dan mengendalikan penggunaan sumber daya tersebut seccara bijaksana. c. Memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif. Setelah semua cara di atas dilaksanakan, diharapkan dapat menjamin pembangunan yang berkesinambungan dengan tidak menurunkan potensi sumber daya yang dapat diperbarui. Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada mutu lingkungan yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu lingkungan yang tinggi diusahakan agar lingkungan tetap dapat mendukung mutu hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah yang kita lestarikan bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara terlanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan (Soemarwoto, 2004:81). Di Indonesia, baik usahawan sebagai produsen maupun masyarakat sebagai konsumen tidak atau sedikit usahanya untuk mengurangi limbah karena kesadaran lingkungan, kesadaran hukum dan komitmen untuk melindungi lingkungan masih rendah. 40 Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula, seperti dapat dilihat berikut ini (Soemarwoto, 2004:95): 1. Pengelolaan lingkungan secara rutin. 2. Perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. 3. Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan. 4. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia. 2.1.5.1. Pengendalian dan Pengolahan Limbah Industri Pengendalian pencemaran yang berkaitan dengan limbah industri mempunyai beberapa motivasi dilihat dari kondisi lingkungan tempat sumber pencemar berada. Bagaimanapun, bila lingkungan sudah terlanjur rusak, maka akan sangat sulit untuk memulihkannya seperti semula. Untuk memulihkannya tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Pelaksanaan pengendalian pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif. Optimalisasi semacam ini nampaknya mudah, tetapi pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan, seperti faktor politis dan sosial-budaya (Kristanto, 2004:176). 41 Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran karena limbah industri adalah (Kristanto, 2004:178): 1. Pencegahan pencemaran 2. Penanggulangan pencemaran 3. Biaya pengendalian dan penanggulangan Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya terdapat minyak, lemak, bahan organik seperti besi, aluminium, nikel, plumbum, barium, fenol, dan lain-lain, sehingga dalam pengolahannya dibutuhkan kombinasi dari beberapa metode dan peralatan. Pada dasarnya, pengolahan limbah air dapat dibedakan menjadi (Kristanto, 2004:181): 1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan 2. Pengolahan menurut karakteristik limbah 2.1.6. Pembangunan Ciri pokok pertama pembangunan adalah orientasinya kepada usahausaha ke arah perubahan-perubahan keadaan yang dianggap lebih baik. Bahkan administrasi pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mendorong ke arah perubahan-perubahan besar (basic changes) di berbagai kegiatan/bidang kehidupan yang saling kait-berkait dan akan memberikan hasil akhir terdapatnya proses pembangunan. Thompson menyebutkan bahwa administrasi pembangunan meliputi kemampuan organisasi untuk ”innovate” (melakukan pembaharuan). 42 Orientasi dari pendekatan ini adalah masa depan. Ciri pokok kedua, administrasi pembangunan adalah bahwa perbaikan dan penyempurnaan administrasi dikaitkan dengan aspek perkembangan di bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain (Tjokroamidjojo, 1995:11). Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan (Soemarwoto, 2004:79). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Soemarwoto, 2004:162). Sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi dengan aspek perlindungan terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas (Mawardi, 2009:371). Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah menjadi suatu keharusan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi 3 (tiga) pilar pembangunan secara seimbang (Mawardi, 2009:372), 43 yaitu: 1. Menguntungkan secara ekonomi (economically value) 2. Diterima secara sosial (socially acceptable) 3. Ramah lingkungan (environmentally sound) Ketiga prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan. Untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan yang akan ditempuh meliputi perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi manfaat ekonomi dari sumber daya alam termasuk jasa lingkungannya dan pembangunannya. Secara umum perubahan yang terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang adalah perubahan-perubahan di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Menurut Prof. Dr. Bintoro Tjokroamidjojo dkk menggolongkan menjadi modernisasi pembangunan dan perubahan. Modernisasi secara umum diberi arti menggantikan apa yang dulunya telah ada untuk ditingkatkan di berbagai bidang seperti ekonomi, pertanian, industri dan sebagainya. Dengan demikian modernisasi lebih bersifat suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan terhadap suatu sistem lama menuju kepada suatu sistem yang baru dan dianggap lebih baik. Riggs memberikan gambaran modernisasi dengan administrasi perbandingan di negara agraris dan industri. Menurut Riggs hal ini merupakan dasar dari sistem administrasi negara yang bersangkutan (Sudriamunawar, 2002:46). 44 Terjadinya proses modernisasi, tidak bisa terlepas dari apa yang disebut ”elite modern”, yaitu kelompok kecil yang ingin membawa perubahan menuju modern. Perwujudan modern suatu negara dapat dilihat ada tidaknya peningkatan dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian jelas bahwa modern tersebut pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh suatu bangsa untuk meningkatkan taraf hidup dan kehidupan yang lebih baik. Meskipun demikian, modern dalm pelaksanaannya tidak jarang mengalami berbagai kelemahan. Menurut La Parombara (Sudriamunawar, 2002:47), modern dapat menjadi perangkap bagi negara berkembang, hal ini disebabkan oleh: 1. Negara dunia ketiga mengikuti kriteria modern dengan GNP 2. Menganggap bahwa perubahan sistem politik sebagai suatu yang tidak dapat dielakkan 3. Menganggap bahwa modern sama dengan standar Anglo Amerika Di negara yang berkembang dan berorientasi kepada cara-cara pembangunan di negara maju dalam melakukan perubahan di berbagai bidang, maka akan berdampak antara lain (Sudriamunawar, 2002:49): 1. Penggunaan teknologi yang mengarah pada dehumanisasi 2. Terganggunya lingkungan 3. Lapisan masyarakat cenderung bertambah luas, dan lain-lain Dalam konteks kebijakan desentralisasi yang dapat secara langsung menunjang pembangunan daerah, beberapa langkah berikut ini dapat dipertimbangkan (LP3ES, 1998:144-145): 45 1. Di bidang keuangan, diperlukan suatu garis kebijakan yang lebih progresif untuk mengalokasikan lebih banyak bantuan pembangunan yang bersifat block grant daripada yang bersifat specific grant. 2. Di bidang perencanaan pembangunan perlu diberi kewenangan lebih besar kepada Bappeda untuk menyusun rencana pembangunan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. 3. Di bidang organisasi pemerintahan, diperlukan suatu kajian yang lengkap tentang efektivitas keberadaan lembaga-lembaga pusat dan daerah yang bertanggung jawab langsung terhadap penyelenggaraan pembangunan di daerah. Di bidang kepegawaian, berbagai kebijakan baru perlu dilancarkan. Pengecilan organisasi pusat dan pembesaran organisasi daerah sebagai konsekuensi dari kebijakan desentralisasi yang lebih progresif, sesuai dengan apa yang direkomendasikan pada butir 3 (tiga) di atas, memerlukan realokasi personil secara proporsional. 2.1.6.1. Dampak Pembangunan terhadap Lingkungan Menyelenggarakan pembangunan dengan pemanfaatan teknologi dan sekaligus melestarikan lingkungan hidup sering dianalogikan dengan ”makan buah simalakama”. Analogi tersebut mungkin relevan untuk diperhatikan. Perhatian tersebut ditujukan kepada 3 (tiga) hal utama (Siagian, 2008:28-29). Pertama: Telah umum diketahui bahwa percepatan laju pembangunan khususnya di bidang ekonomi, biasanya berakibat pada terjadinya perubahan kegiatan dan 46 struktur perekonomian dari perekonomian yang mengandalkan pertanian menjadi perekonomian yang didasarkan pada kegiatan industri. Dengan perkataan lain, terjadinya industrialisasi termasuk pemanfaatan terobosan di bidang teknologi untuk kegiatan pertanian tidak dapat disangkal bahwa perubahan tersebut meningkatkan produktivitas suatu masyarakat bangsa untuk menghasilkan barang dan jasa, baik untuk kepentingan konsumsi dalam negeri sendiri maupun untuk kepentingan ekspor sebagai salah satu sumber penerimaan devisa. Memang benar dunia usaha sudah melakukan kegiatan daur ulang (recycling) limbah yang dihasilkannya itu. Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang membuang limbah industri yang dihasilkannya begitu saja misalnya ke sungai yang digunakan untuk kepentingan irigasi dan menjadi sumber air bersih bagi manusia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Kedua: Pemanfaatan sumber daya alam memang harus dilakukan, akan tetapi harus dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab. Ini karena daya dukung alam bukannya tanpa batas dan ada diantaranya yang tidak dapat diperbarui. Ketiga: Keberhasilan pembangunan ekonomi berakibat pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang antara lain berarti meningkatnya daya beli masyarakat tersebut untuk memuaskan berbagai kebutuhan primernya. Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini, misalnya, karena pembangunan yang menghasilkan produktivitasnya yang tinggi itu tidak mempedulikan dampak terhadap lingkungannya. Lingkungannya semakin rusak. Sumber-sumber alamnya semakin 47 terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat daripada kecepatan perusakan sumber alam tersebut. Mungkin juga pabrikpabrik yang didirikan menghasilkan limbah kimia yang merusak alam disekitarnya, sehingga mengganggu kesehatan penduduk maupun segala makhluk hidup di sekitarnya. Padahal sumber-sumber alam dan manusia itu adalah faktor utama yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi tersebut. Oleh karena itu, seringkali terjadi bahwa pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestarian yang memadai. Akibatnya pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan atau tidak sustainable. Karena itu, dalam kriteria keberhasilan pembangunan yang paling baru, dimasukkan juga faktor kerusakan lingkungan sebagai faktor yang menentukan. Apa gunanya sebuah pembangunan yang pada saat ini memang tinggi pruduktivitasnya, merata pembagian kekayaannya, tetapi dalam jangka 10 (sepuluh) tahun atau 20 (dua puluh) tahun mendatang akan kempes karena kehilangan sumber daya yang menjadi impuls utama pertumbuhan tersebut. Karena itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor baru sebagai tolok ukur terhadap keberhasilan pembangunan, seperti misalnya kerusakan sumber daya alam, polusi yang terjadi akibat limbah industri dan sebagainya. Bila faktor-faktor ini diikut sertakan sebagai tolok ukur, daftar urut keberhasilan pembangunan dari negara-negara yang ada di dunia ini akan mengalami perubahan (Budiman, 2000:6-7). Masalah pokok yang timbul dalam pengelolaan kota dan wilayah adalah adanya persepsi yang salah bahwa upaya kelestarian lingkungan terdapat 48 antagonis kepentingan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang sering terjadi yaitu demi memperoleh hasil ekonomi yang besar, kepentingan lingkungan alam diabaikan. Praktik yang terjadi adalah eksternalitas negatif dibiarkan diderita oleh masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Sedangkan seharusnya biaya eksternal ditanggung oleh pelaku ekonomi, sehingga eksternalitas tidak dilepas secara gratis ke alam dan masyarakat sekitarnya. Apabila eksternalitas tidak dapat ditangani, maka dapat mengakibatkan biaya sosial diderita oleh masyarakat sekitarnya dan biaya lingkungan diderita oleh alam lingkungan. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengatasi penderitaan akibat eksternalitas kegiatan pihak lain (terutama industri), sedangkan biaya lingkungan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. Jumlah dari kedua biaya ini biasanya lebih besar daripada biaya eksternal yang seharusnya ditanggung oleh pihak penghasil eksternalitas (industri) (Sadyohutomo, 2008:61). 2.2. Kerangka Berpikir Kota Tangerang yang dinobatkan sebagai kota industri, dihadapkan pada masalah lingkungan yang mengganggu kenyamanan masyarakatnya, salah satunya adalah pencemaran sumber air, sungai Cisadane. Tentu saja pencemaran tersebut merupakan dampak dari pembangunan industri di Kota Tangerang, yang pencemarannya dapat bersumber dari limbah industri. Hal tersebut membuat Pemerintah Kota Tangerang, dalam hal ini Badan 49 Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) harus mampu meningkatkan efektivitas organisasinya dalam upaya mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dengan segala permasalahan atau hambatan yang dihadapi, demi terjaganya kelestarian lingkungan. Permasalahan yang dihadapi seperti pencapaian target BPLH belum seluruhnya terealisasi secara kualitas, sehingga tindak lanjut untuk industri menjadi agak lambat; adaptasi terhadap UU No.32 Tahun 2009 membutuhkan waktu yang lama, dan pergantian pemimpin yang menimbulkan adanya penekanan; terbatasnya kelengkapan sarana untuk melaksanakan pekerjaan di lapangan; adanya peralihan penggunaan baku mutu air untuk Cisadane, dari kelas I ke baku mutu air kelas II, dan BPLH sering tidak mengetahui bahwa masih banyak industri yang limbahnya tidak diolah terlebih dahulu, menghambat efektivitas BPLH. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan teori efektivitas dari Tangkilisan yang mencakup 4 indikator sehingga BPLH mampu mewujudkan efektivitas organisasinya dengan meningkatkan realisasi target secara kualitas, meningkatkan adaptasi terhadap Undang-undang No.32 Tahun 2009 dan adaptasi dari pimpinan berupa kebijakan perolehan Adipura, menambah penyediaan sarana penunjang pelaksanaan pekerjaan di lapangan, serta meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap upaya pengendalian pencemaran. Dengan demikian, kinerja BPLH pun dapat meningkat, sehingga pencemaran sungai Cisadane dapat dikendalikan. 50 Permasalahan: 1. Realisasi target secara kualitas yang masih tersendat 2. Adaptasi yang cukup lama dari luar organisasi berupa peralihan dari UU No.23/1997 ke UU No.32/2009, dan adaptasi dari adanya penekanan dari pimpinan 3. Terbatasnya sarana yang mengganggu kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan/tugas 4. Tanggung jawab yang dinilai masih kurang oleh masyarakat karena adanya pengalihan penggunaan baku mutu air dari kelas I ke kelas II dan dengan segala keterbatasan yang dihadapi Indikator Efektivitas Tangkilisan : 1. Pencapaian target 2. Kemampuan adaptasi 3. Kepuasan kerja 4. Tanggung jawab Efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane Input: Peningkatan target secara kualitas, adaptasi, sarana demi kepuasan dan kenyamanan kerja, dan tanggung jawab Outcome: Kinerja meningkat Effect: Pengendalian pencemaran sungai Cisadane 51 2.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan sementara yang dilakukan oleh peneliti untuk menjawab rumusan masalahnya. Merumuskan hipotesis berarti membuat jawaban sementara masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dengan demikian, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane minimal 70%. Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikatakan baik/tinggi apabila lebih besar atau sama dengan 70%, atau: H0 : µ0 ≥ 70% Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikatakan kurang/tidak baik atau kurang/tidak tinggi apabila mencapai angka dibawah 70%, atau: Ha : µ0 < 70% 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengenali dan mengetahui caracara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris yang mempunyai kriteria tertentu, yaitu valid. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian (Husaini, 2008:41). 53 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2006:11). 3.2. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan jumlah variabel sebanyak 1 (satu), yaitu efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Selain dari angket (kuesioner) tersebut diatas, maka peneliti memperoleh data melalui teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang diperoleh oleh peneliti dari responden secara langsung. Data primer ini dilakukan dengan studi lapangan, yaitu pengamatan langsung pada objek penelitian dengan menggunakan teknik: 54 a. Observasi, yaitu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pengamatannya melalui hasil pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Studi lapangan langsung, merupakan pengumpulan data yang dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian. b. Wawancara terstruktur. Wawancara ialah tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara juga merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi verbal berupa percakapan. Wawancara terstruktur yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur tertutup, yaitu melakukan tanya jawab dengan menggunakan kuesioner yang pilihan alternatif jawabannya telah disediakan oleh peneliti. Data Sekunder merupakan data pendukung yang dibutuhkan oleh peneliti untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. a. Studi pustaka, yakni teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh/mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan berdasarkan text book. b. Studi dokumentasi, ialah studi yang digunakan untuk mencari dan memperoleh data sekunder berupa peraturan perundangan, laporan, catatan serta dokumen-dokumen lain yang relevan dengan masalah yang diteliti. 55 Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Mandiri Variabel Indikator 1. Pencapaian target Efektivitas Badan Pengendalian 2. Kemampuan adaptasi Lingkungan Hidup Sub Indikator 1. Perencanaan tujuan No. Item Kuesioner Kuesioner untuk untuk Pegawai Industri 1, 2 2. Pelaksanaan tujuan 1, 2 1. Penyesuaian 3, 4 terhadap perubahan dari luar organisasi Kota Tangerang 2. Penyesuaian dalam 3, 4 terhadap perubahan Mengendalikan dari dalam Pencemaran organisasi Sungai Cisadane No. Item 3. Kepuasan kerja 1. Kondusifitas/Kenya- 5, 6 manan 2. Motivasi 7, 8, 9 3. Kesejahteraan 10, 11 pegawai 4. Sarana dan 12, 13, 14 prasarana 4. Tanggung jawab 1. Pelaksanaan mandat 5, 6, 7 2. Penyelesaian 8, 9, 10 masalah 56 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel atau variabel mandiri. Sedangkan skala pengukuran instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Indikator variabel yang disusun melalui item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan diberikan jawaban setiap item instrumennya. Jawaban setiap item diberi skor seperti berikut ini: Jawaban Skor A 4 B 3 C 2 D 1 3.2.1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu instrumen. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Uji validitas instrument dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment. 57 Rumus: n∑xy – (∑x)( ∑y) rxy = √ (n∑X2 – (∑x)2 )(n∑y2 – (∑y)2 ) Dimana : r = Koefisien Korelasi Product Moment Σx = Jumlah skor dalam sebaran x Σy = Jumlah skor dalam sebaran y Σxy = Jumlah hasil kali skor x dan y yang berpasangan Σx2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalan sebaran x Σy2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y n = Jumlah sampel 3.2.2. Uji Reliabilitas Reliabilitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris rely, yang berarti percaya, dan reliable yang artinya dapat dipercaya. Dengan demikian reliabilitas dapat diartikan sebagai keterpercayaan. Pengujian reliabilitas instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu penghitungan yang dilakukan dengan menghitung rata-rata interkolerasi di antara butir-butir pertanyaan dalam kuesioner, variabel di katakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari 58 0.30. Dengan dilakukan uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatau instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Apabila koefisien reliabilitas instumen yang dihasilkan lebih besar berarti instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang cukup baik. n r11 = ∑ Si² 1 - n–1 ∑ S t² Dimana : n = jumlah butir Si² = variansi butir St² = variansi total 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2006:90), populasi adalah wilayah generalisasi tang terdiri atas objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Husaini (2008:42), populasi ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas. 59 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pegawai BPLH Kota Tangerang dan industri yang berada di Kota Tangerang. Populasi pegawai BPLH yaitu sebanyak 49 orang. Populasi dari industri yang berada di dekat sungai Cisadane adalah 483 yang tersebar di 3 kecamatan, dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Jumlah industri dekat sungai Cisadane No. 1. 2. 3. Kecamatan Karawaci Tangerang Neglasari Jumlah Industri 227 123 133 483 Sumber: BPLH Kota Tangerang, data industri tahun 2004 Sedangkan populasi target untuk industri adalah industri yang lokasinya berada di sekitar sungai Cisadane, yaitu sebanyak 43 industri. Penarikan jumlah sampel yang digunakan untuk populasi pegawai BPLH adalah dengan teknik sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasinya digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2004:96). Sampel untuk pegawai adalah sebanyak 49 orang. Sedangkan penarikan jumlah sampel yang digunakan untuk jumlah industri yang berada di sekitar sungai Cisadane adalah dengan rumus Slovin dengan populasi target (N) sebanyak 43 industri dan menetapkan taraf kesalahan (e) sebesar 10%. 60 Rumus Slovin: N n ≥ ─────── 1 + Ne2 43 n ≥ 1 + 43 (0,1)2 43 n ≥ 1 + 43 (0,01) 43 n ≥ 1 + 0,43 43 n ≥ 1,43 n ≥ 30,06 n ≥ 30 Jadi, jumlah sampel untuk industri adalah sebanyak 30. . Adapun teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel dari jumlah populasi industri ini adalah simple random sampling, yang mana setiap unsur memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel. 61 3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Menurut Sugiyono (2006:169), kegiatan dalam analisis data adalah: ”Mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Untuk penelitian yang tidak merumuskan hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan”. Teknik pengolahan data merupakan suatu cara mengolah data yang telah didapat untuk disajikan ke dalam pembahasan secara sistematis. Metode analisis adalah upaya peneliti untuk menyederhanakan dan menyajikan data dengan mengelompokkannya dalam suatu bentuk yang berarti, sehingga mudah untuk dipahami dan diinterpretasikan oleh pembaca. Data yang terkumpul diolah dengan melalui beberapa proses berikut ini: 1. Coding: Tahap mengklasifikasi berdasarkan kategori 2. Editing: Tahap mengoreksi kesalahan yang ada pada data yang harus dilakukan secara berulang-ulang dan cermat 3. Tabulating: Tahap penyusunan data berdasarkan jenis-jenis data, serta perhitungan data yang disajikan dalam bentuk-bentuk tabel. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi serta menyajikan 62 data baik dalam bentuk tabel, grafik, diagram lingkaran, ataupun dalam bentuk pie (Sugiyono, 2005:92-93). Dalam pengujian hipotesis, persentase dari hasil penelitian dapat diperoleh dari pembagian antara total skor hasil penelitian (jumlah data yang terkumpul) dengan total skor ideal. Untuk menganalisis efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang, dalam pengujian hipotesis deskriptif digunakan uji ttest (untuk satu sampel atau satu variabel) dengan rumus: t = X - µ0 S √n Keterangan: t = nilai t yang dihitung, selanjutnya disebut t hitung X = nilai rata-rata x µ0 = nilai yang dihipotesiskan S = simpangan baku sampel n = jumlah anggota sampel 3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Adapun waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2009 hingga bulan Agustus 2010, seperti tersebut dalam tabel 3.3 berikut: 63 Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Waktu Pelaksanaan No. Nama Kegiatan 1. Observasi Awal 2. Pengajuan Judul 3. Pengumpulan Data 4. Penyusunan Proposal 5. Seminar Proposal 6. Revisi Laporan 7. Penyebaran Kuesioner 8. Pengolahan dan Analisis Data 9. Sidang Skripsi 10. Revisi Laporan November 2009 - Agustus 2010 Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst ’09 ’10 ’10 ’10 ’09 ’10 ’10 ’10 ’10 ’10 64 KUESIONER Informasi Data Responden (Pegawai) No. Responden : Jenis Kelamin : Usia : Pendidikan : (Diisi oleh peneliti) Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah kuesioner ini dengan teliti, agar bapak/ibu mengerti maksud pertanyaannya. 2. Pilihlah salah satu jawaban yang cocok dari beberapa pilihan dengan cara memberi tanda silang (X). Pertanyaan: 1. Dalam merencanakan tujuan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, apakah melibatkan peran serta semua anggota organisasi? a. Sangat melibatkan b. Melibatkan c. Cukup melibatkan d. Tidak melibatkan 2. Apakah dalam merencanakan tujuan, sering mendapat hambatan/masalah yang sulit dipecahkan? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 3. Apakah penekanan dari pimpinan organisasi yang berupa kebijakan baru yang bersifat internal, seperti penekan pada perolehan Adipura, membuat anggota organisasi tidak terlalu fokus pada pelaksanaan tugas pokok/rutin BPLH? a. Sangat fokus b. Fokus c. Cukup fokus d. Tidak fokus 65 4. Apakah sering dihadapkan pada kebijakan baru seperti yang tertuang di pertanyaan no.3, yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 5. Apakah bapak/ibu sering melihat ada persaingan yang tidak sehat di antara para pegawai? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 6. Pada umumnya, apakah bapak ibu/rekan kerja merasa nyaman dalam melaksanakan tugas pokoknya sehai-hari? a. Sangat nyaman b. Nyaman c. Cukup nyaman d. Tidak nyaman 7. Apakah rekan bapak/ibu ada sering tidak berada di mejanya, misalnya sering keluar masuk atau jalan-jalan ketika bapak/ibu membutuhkan kerjasama darinya? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 8. Apakah rekan kerja bapak/ibu sering membutuhkan waktu yang lama apabila bapak/ibu meminta kerjasama/bantuan padanya dalam melaksanakan tugas? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 66 9. Apakah rekan bapak/ibu selalu sigap dan cepat tanggap terhadap tugas yang harus dilaksanakan dengan segera? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 10. Pada umumnya, apakah BPLH menjamin kehidupan yang layak bagi pegawai dan keluarga? a. Sangat menjamin b. Menjamin c. Cukup menjamin d. Tidak menjamin 11. Apakah setiap tahun BPLH memberikan penghargaan kepada pegawai? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 12. Bagaimana penyediaan fasilitas penunjang pelaksanaan pekerjaan, seperti jumlah meja, kursi, komputer, dan AC, serta barang-barang lainnya? a. Sangat cukup b. Cukup c. Kurang d. Sangat kurang 13. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana (misalnya kendaraan operasional, peralatan (sampling), perlengkapan keamanan, dan sebagainya)? a. Sangat cukup b. Cukup c. Kurang d. Sangat kurang 14. Apakah seluruh sarana dan prasarana yang dimiliki, mampu menyelesaikan masalah dalam melaksanakan tugas pokok secara optimal? a. Sangat mampu b. Mampu c. Cukup mampu d. Tidak mampu 67 KUESIONER Informasi Data Responden (Industri) No. Responden : Jenis Kelamin : Usia : Pendidikan : (Diisi oleh peneliti) Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah kuesioner ini dengan teliti, agar bapak/ibu mengerti maksud pertanyaannya. 2. Pilihlah salah satu jawaban yang cocok dari beberapa pilihan dengan cara memberi tanda silang (X). Pertanyaan: 1. Secara umum, apakah kualitas air di sumber air dan lingkungan sekitar peruasahaan mengalami penurunan? a. Tidak menurun b. Cukup menurun c. Menurun d. Sangat menurun 2. Apakah pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) sering mengawasi secara berkelanjutan pengolahan limbah atau dampak lingkungan yang terjadi? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 3. Apakah pegawai BPLH mensosialisasikan peraturan-peraturan baru yang lebih ketat dengan baik? Seperti penguasaan pegawai BPLH dalam menyampaikan peraturan-peraturan tersebut. a. Sangat baik b. Baik c. Cukup baik d. Tidak baik 68 4. Apakah sekarang ini pegawai BPLH selalu/rutin mensosialisasikan peraturanperaturan baru? a. Selalu/rutin b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 5. Apakah pegawai BPLH selalu/rutin memeriksa data/dokumen perizinan perusahaan? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 6. Apakah pegawai BPLH selalu/rutin memeriksa kondisi IPAL/IPLC? a. Rutin b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 7. Apakah pegawai BPLH memberikan pembinaan/arahan dengan baik? a. Sangat baik b. Baik c. Cukup baik d. Tidak baik 8. Apakah pegawai BPLH teliti dalam mengawasi pengolahan limbah dengan peralatan sampling yang dimiliki? a. Sangat teliti b. Teliti c. Cukup teliti d. Tidak teliti 9. Apakah bapak/ibu sering mendengar keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan akibat pembuangan limbah? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 69 10. Secara umum, apakah dampak lingkungan telah dapat dikendalikan? a. Sangat dapat dikendalikan b. Dapat dikendalikan c. Cukup dapat dikendalikan d. Belum dapat dikendalikan 64 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian Mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah dan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah bahwa yang dimaksud dengan Pengendalian yaitu serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, sedangkan evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi kinerja Masukan (input), Keluaran (output), dan Hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang, kedudukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup adalah Lembaga Teknis Daerah dan merupakan unsur pendukung Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. 65 Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang sesuai dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), maka diharapkan BPLH Kota Tangerang dapat memberikan peran yang nyata bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Tangerang, terutama dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan guna menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Untuk itu, diharapkan seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan BPLH Kota Tangerang perlu memiliki persepsi dan komitmen yang tinggi, antisipatif, proaktif dan inovatif dalam menjalankan tupoksinya. Hal ini terkait dengan upaya menghadapi perubahan lingkungan yang bersifat internal maupun eksternal organisasi dan juga perkembangan isu/permasalahan lingkungan hidup, baik secara lokal, regional maupun global Sejalan dengan pandangan dan harapan dimaksud dan mengacu pada RPJMD Kota Tangerang, maka Visi BPLH Kota Tangerang tahun 20092013 dinyatakan dalam rumusan sebagai berikut : “Terwujudnya Kota Tangerang Dengan Kualitas Lingkungan Hidup Yang Baik” Badan Pengendalian Lingkungan Hidup mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengendalian lingkungan hidup. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, menyelenggarakan fungsi : 66 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian lingkungan hidup; 2. Pengkoordinasian bidang pengendalian lingkungan hidup; 3. Pembinaan dan penyusunan perencanaan pengendalian lingkungan hidup; 4. Pelaksanaan pengendalian lingkungan hidup yang meliputi perencanaan lingkungan hidup, pemantauan dan evaluasi, konservasi lingkungan hidup, pendataan dan informasi, serta penyuluhan lingkungan hidup; 5.Melaksanakan teknis administrasi meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan sarana prasarana; 6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Penjelasan makna dari pernyataan Visi dimaksud adalah segala aktifitas atau kegiatan pembangunan akan berdampak pada penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan hidup. Sementara itu, untuk mewujudkan Kota Tangerang sebagai kota industri, perdagangan dan permukiman tidak akan terlepas dari kegiatan pembanguna, sebagai upaya antisipatif, maka setiap kegiatan pembangunan di kota Tangerang harus dikelola secara baik untuk meminimalisir dampak terhadap kapasitas dan daya dukung lingkungan hidup. Untuk itu, kebijakan pembangunan di Kota Tangerang mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan, yaitu proses pembangunan yang berprinsip pada kaidah "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengganggu pemenuhan kebutuhan generasi 67 masa depan". Penjabaran pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga pilar utama yaitu kebijakan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling terkait dan bergantung serta merupakan pilar pendorong bagi pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya yang dimaksud dengan lingkungan yang baik adalah tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang memenuhi atau sesuai dengan baku mutu lingkungan (BML), baik terhadap parameter lingkungan air permukaan (sungai dan situ), air tanah (dangkal dan dalam) serta parameter lingkungan udara dan kebisingan. Kegiatan pembangunan dan peningkatan aktivitas penduduk di kota Tangerang berpotensi menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu perlu pengelolaan lingkungan terpadu yang didukung oleh kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan industri terhadap pengelolaan lingkungan, sehingga akan terwujud Kota Tangerang sebagai Kota Industri, Perdagangan dan Permukiman serta Pendidikan. Dengan demikian, amanah yang dibebankan kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, diharapkan mampu mewujudkan Kota Tangerang dengan kualitas lingkungan yang baik dan dapat dicapai pada tahun 2013. Pernyataan misi mengandung makna secara eksplisit apa yang harus dicapai oleh organisasi melalui penyusunan progam dan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam upaya mencapai visi. Selain itu, misi juga mencerminkan pandangan organisasi tentang kemampuan dirinya dalam 68 mengarahkan organisasi agar dapat eksis dan mengikuti perkembangan lingkungan eksternal, baik lokal, regional maupun global serta jiwa otonomi daerah dengan senantiasa berusaha mewujudkan keselarasan hubungan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang berlandaskan pada kaidah-kaidah utama yaitu partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka Misi BPLH Kota Tangerang sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana serta SDM di bidang lingkungan guna memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Peningkatan kuantitas dan kualitas permasalahan lingkungan hidup perlu upaya pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang menuntut mekanisme dan tata kerja kelembagaan yang cepat, efektif dan efisien melalui SDM aparatur yang memiliki standar kompetensi yang memadai, baik pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang profesional dalam pengelolaan lingkungan dan pengendalian dampak lingkungan hidup. Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya, SDM aparatur dan organisasi tersebut perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dapat memenuhi standar tata laksana layanan umum seperti kejelasan, kepastian, keamanan, efisien, efektif, keadilan dan ketepatan waktu. 69 2. Meningkatkan upaya konservasi lingkungan hidup daerah melalui pengendalian pemanfaatan lingkungan serta pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup. Dalam setiap kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) akan memberikan dampak atau resiko terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk kerusakan maupun pencemaran lingkungan hidup. Dengan semakin meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan, semakin besar pula resiko dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan hidup. Untuk itu, perlu upaya pengendalian pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang bertujuan mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif yang timbul dari pelaksanaan kegiatan pembangunan. Upaya pengendalian tersebut terkait dengan kegiatan-kegiatan pengaturan dan mekanisme pengelolaan, pemantauan, pengawasan dan evaluasi, sehingga resiko dampak terhadap lingkungan dapat diketahui, diantisipasi dan diminimalisir sedini mungkin. Instrumen pendukung pengendalian lingkungan seperti, AMDAL, Baku Mutu Lingkungan dan ketentuan lain dalam pengaturan pengelolaan lingkungan hidup merupakan instrumen-instrumen penting dan efektif dalam mengendalikan kegiatan/ atau usaha. Pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang sesuai dengan pembangunan yang berkelanjutan perlu dilakukan guna menumbuhkan kesadaran, pola pikir dan pola tindak serta peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. 70 3. Menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup. Pengawasan dan penegakkan hukum lingkungan merupakan aspek penting bagi keberhasilan upaya pengendalian kerusakan, pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup diperlukan kesadaran yang tinggi dan pentaatan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tanpa adanya kesadaran dan kepedulian semua pihak terhadap ketentuanketentuan terhadap pengelolaan lingkungan hidup, niscaya segala yang diharapkan dan menjadi tujuan tidak akan dapat tercapai. Pembangunan berkelanjutan yang berwawaskan lingkungan tidak akan pernah dapat dicapai, apabila mekanisme penegakkan hukum lingkungan (Enviromental Law in Order) tidak bisa diterapkan. Namun sebelum pada tahap implementasi penegakkan hukum (penanganan kasus), perlu tahapan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan/ atau usaha terkait dengan pengelolaan lingkungan. Penegakkan Hukum Lingkungan berkaitan masyarakat erat dengan pembinaan terhadap melalui peningkatan pengetahuan, akses informasi, komunikasi serta kerjasama yang baik antara aparatur dengan pelaksana kegiatan/ atau usaha. Selain itu, kerjasama antar lembaga (BPLH, Kepolisian, LSM, dll) yang harmonis, sinergis, transparan dan akuntabel, hal ini sejalan dengan pembangunan pemerintahan yang bersih dan baik. 71 4. Meningkatkan pemantauan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan memberikan resiko dampak terhadap kualitas lingkungan. Peningkatan berbagai aktivitas masyarakat memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan, yaitu komponen lingkungan tanah, air dan udara. Peningkatan kegiatan pertanian dengan memafaatan bahan kimia (pupuk, pestisida) akan berdampak pada pencemaran tanah. Sedangkan, peningkatan pemanfaatan air tanah untuk domestik dan industri akan menganggu keseimbangan ketersediaan dan pemanfaatan air tanah. Demikian pula, pembuangan limbah cair industri dan sampah ke badan sungai akan meningkatkan pencemaran air sungai. Peningkatan jumlah dan kegiatan industri akan memberikan andil pada penurunan kualitas udara. Sebagai upaya megatasi permasalah di atas, maka perlu kegiatan pemantauan lingkungan secara periodik untuk mengetahui status dan menentukan langkah-langkah kebijakan dan strategi pengelolaan lingkungan guna mengatasi sumber pencemar. Selain kegiatan pemantauan lingkungan, juga dilakukan kegiatan pemulihan kondisi sumber daya alam dan lingkungan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, diantaranya pemulihan situ-situ sebagai penampung air pada saat hujan sehingga tidak menimbulkan banjir, peningkatan rasio luasan hutan kota sebagai penyerap polusi udara dan sebagainya. 72 Kebijakan BPLH Kota Tangerang sebagaimana yang tertuang dalam Renstra BPLH Tahun 2009-2013 adalah : 1. Misi Pertama: Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana serta SDM di bidang lingkungan guna memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Kebijakannya adalah: 1) Pemeliharaan rutin berkala sarana pendukung kinerja administrasi; 2) Pemanfaatan teknologi informasi pendukung kinerja administrasi; 3) Pengadaan sarana dan prasarana penunjang administrasi (ATK, komputer, software); 4) Pemeliharaan rutin berkala peralatan dan instrument pengukuran parameter lingkungan; 5) Pengadaan peralatan dan instrumen pengukuran parameter lingkungan; 6) Meningkatkan kapasitas SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan; 7) Meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan/kursus/ sertifikasi, 8) Penyediaan jasa tenaga trampil pendukung kinerja administrasi dan lapangan; 73 9) Penyusunan standar prosedur operasi (SOP) pekerjaan administrasi; 10) Penyusunan standar prosedur operasi (SOP) pekerjaan lapangan. 2. Misi Kedua : Meningkatkan upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup daerah melalui pengendalian dan pemanfaatan serta pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup. Kebijakannya adalah: 1) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan sungai dan situ (Sungai Cisadane, Kali Angke, Kali Cirarab, Kali Mookervart, Kali Sabi, Situ Cipondoh, Situ Gede, Situ Bulakan, Situ Cangkring); 2) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan air tanah (dangkal dan dalam); 3) Konservasi dan pengendalian pemanfaatan lahan; 4) Menurunkan nilai baku mutu limbah padat domestik; 5) Menurunkan nilai baku mutu limbah cair domestik; 6) Menurunkan nilai baku mutu limbah padat industri; 7) Menurunkan nilai baku mutu limbah cair industri; 8) Menurunkan nilai baku mutu polusi udara industri. 74 3. Misi Ketiga : Menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup. Kebijakannya adalah : 1) Meningkatkan kualitas dan frekuensi pengawasan kepada masyarakat dalam pengelolaan SDA dan lingkungan; 2) Meningkatkan kualitas dan frekuensi pengawasan kepada industri dalam pengelolaan SDA dan lingkungan; 3) Penegakkan hukum bagi masyarakat yang melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan diatas BML; 4) Penegakkan hukum bagi industri yang melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan diatas BML. 4. Misi Keempat : Meningkatkan pemantauan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup. Kebijakannya adalah : 1) Menurunkan parameter BML untuk air sungai dan situ; 2) Menurunkan parameter BML untuk air tanah; 3) Mengurangi pembuangan limbah domestik ke lingkungan; 4) Penyusunan aturan hukum tentang pemanfaatan status lahan kritis; 5) Meningkatkan rasio RTH Kota. 75 Aparatur (SDM), Sarana dan Prasarana Aparatur (SDM) Jumlah Pegawai BPLH Kota Tangerang tahun 2010 (kondisi April 2010) dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dan 4.2 berikut: Tabel 4.1 Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 2010 Berdasarkan Pendidikan Kualifkasi Pendidikan S-2 S-1 D-III SMA Jumlah Personil 7 23 9 10 49 Sumber: BPLH Kota Tangerang Tabel 4.2 Jumlah Pegawai PNS BPLH Kota Tangerang Tahun 2010 Berdasarkan Kepangkatan No. Pangkat Golongan Jumlah Personil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Pembina Utama Muda Pembina Tk.I Pembina Penata Tk. I Penata Penata Muda Tk.I Penata Muda Pengatur Tk.I Pengatur Pengatur Muda Tk.I Pangatur Muda IV/c IV/b IV/ a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a 1 1 2 8 2 7 15 1 6 2 4 49 Sumber: BPLH Kota Tangerang Tingkat pendidikan pegawai BPLH Kota Tangerang dapat dilihat dalam kedua tabel di atas. Dalam tabel tersebut tampak bahwa 76 jumlah pegawai yang berpendidikan S1 dan S2 berjumlah 30 orang (61,22 % dari jumlah pegawai). Kepala Bidang/Sub Bidang, Sekretaris dan Kepala Sub Bagian memiliki pendidikan sarjana (S1 atau S2). Kondisi tersebut cukup memadai dalam menjamin terlaksananya manajemen yang berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu, terdapat sejumlah pegawai yang telah mengikuti kursuskursus antara lain AMDAL, PPNS, PPLH, Audit Lingkungan dan lainnya, sehingga pegawai tersebut telah memiliki kualifikasi kemampuan dan pengalaman teknis dalam pengendalian dampak lingkungan secara memadai dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Prasarana dan sarana Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang pada akhir tahun 2010, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kantor Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Lokasi Kantor BPLH Kota Tangerang pada saat ini masih bergabung dengan Instansi lain yaitu pada Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. 2. Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Sekretariat, Sub Bagian, Bidang, Sub Bidang masing-masing telah memiliki ruang kerja yang cukup memadai. 77 3. Perpustakaan BPLH belum mempunyai perpustakaan khusus, namun terdapat perpustakaan atau tempat untuk menyimpan dokumen laporan dan buku yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebanyak 1 (satu) unit. 4. Alat Pemantau Kualitas Udara BPLH mempunyai Stasiun Pemantau Udara Ambien di Cikokol sebanyak 1 (satu) unit dan Pos Pemantau Kualitas Air Cisadane di Pabuaran sebanyak 1 (satu) unit. 5. Alat Pemantau Air Bawah Tanah BPLH mempunyai Alat Pemantau Air Bawah Tanah sebanyak 2 (dua) unit berlokasi di areal Kecamatan Jatiuwung dan di areal SDN. Gembor Kecamatan Jatiuwung. 6. Jaringan Internet dan Intranet Untuk jaringan internet, saat ini BPLH memanfaatkan jaringan dari Dinas Informasi dan Komunikasi. Sedangkan untuk Intranet, BPLH memiliki server terkait dengan Sistem Informasi Lingkungan (SIL), dimana seluruh bidang sudah terkoneksi dengan baik. 78 7. Kendaraan NO 1 2 3 URAIAN Kendaraan Roda 4 Kendaraan Roda 2 Kapal/perahu Tabel 4.3 Jumlah Kendaraan BANYAKNYA 8 unit 7 unit 3 unit Sumber: BPLH Kota Tangerang 8. Peralatan Penunjang (Laboratorium) Tabel 4.4 Jumlah Peralatan Penunjang (Laboratorium) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 URAIAN GPS Lot Meter/Water level Meter Pendeteksi logam Alat Pengukur PH Alat Pengukur Salinitas Sound Level Meter Water Checker Alat Ukur Debit Limbah Cair Penguji Kualitas Air Pengukur COD Pengukur BOD Pengukur Kualitas Air Sungai Kompas Arah Angin Alat Barometer Pengukur Gas Portable Pengukur Debu Portable Deep Sounder Alat Pengukur Kebisingan Sumber: BPLH Kota Tangerang BANYAKNYA 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 79 4.2. Deskripsi Data 4.2.1. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang yang berjumlah 49 orang, dan industri/perusahaan yang berada di sekitar sungai Cisadane yang berjumlah 30 industri. Dari jumlah responden sebanyak 79 tersebut, responden dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu kategori responden berdasarkan jenis kelamin, kategori berdasarkan usia dan kategori responden berdasarkan tingkat pendidikan. Diagram 4.1 Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui jumlah responden sebanyak 79 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 58 orang dan perempuan sebanyak 21 orang. Pemaparan tersebut adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dan industri yang berada di sekitar sungai Cisadane. 80 Diagram 4.2 Identitas Responden berdasarkan Usia Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa tingkat usia respoden pegawai BPLH dan industri yang ada di sekitar sungai Cisadane adalah bervariasi dengan rincian tingkat usia 20-29 tahun sebanyak 17 orang, tingkat usia 30-39 tahun sebanyak 35 orang, tingkat usia 40-49 tahun sebanyak 17 orang, dan tingkat usia 50-59 tahun sebanyak 10 orang. Diagram 4.3 Identitas Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 81 Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan akhir untuk S-2 berjumlah 7 orang, untuk tingkat pendidikan S-1 berjumlah 38 orang, untuk tingkat pendidikan D-3 berjumlah 13 orang, untuk tingkat pendidikan SMA berjumlah 21 orang. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka tiap-tiap pegawai harus ditempatkan pada posisi atau jabatan yang sesuai dengan kemampuannya (pendidikannya). 4.2.2. Analisis Data Selanjutnya peneliti akan mendeskripsikan data dari hasil observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pegawai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang dan industri/perusahaan yang berada di sekitar sungai Cisadane. Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai seberapa besar tingkat efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, adapun lebih lengkapnya peneliti menguraikannya dalam bentuk diagram disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner kepada para responden. 82 Diagram 4.4 Tanggapan Responden mengenai Keterlibatan Peran Serta Seluruh Anggota Organisasi dalam Merencanakan Tujuan Organisasi Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.1 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa keterlibatan peran serta seluruh anggota organisasi dalam merencanakan tujuan organisasi (BPLH) sebanyak 8 responden menyatakan sangat melibatkan, 32 responden menyatakan melibatkan, 9 responden menyatakan cukup melibatkan, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak melibatkan. Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka dilibatkan dalam kegiatan perencanaan tujuan BPLH, dan tidak pernah merasa tidak dilibatkan dalam hal tersebut karena semua pegawai harus mengetahui pekerjaan apa yang akan dilaksanakan nanti. Hal tersebut dapat diartikan bahwa BPLH merangkul semua pegawainya untuk merumuskan kegiatan-kegiatan organisasi yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang akan menjadi agenda maupun prioritas tujuan BPLH dalam hal kebijakan di bidang lingkungan hidup. 83 Diagram 4.5 Tanggapan Responden mengenai Kualitas Air di Sumber Air dan Lingkungan Sekitar Perusahaan/industri Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.1 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kualitas air di sumber air dan lingkungan sekitar perusahaan, sebanyak 2 responden menyatakan tidak menurun, 12 responden menyatakan cukup menurun, 10 responden menyatakan menurun, dan 6 responden menyatakan sangat menurun. Mayoritas responden menyatakan bahwa kualitas air di sumber air dan lingkungan di sekitar perusahaan cukup mengalami penurunan. Penurunan kualitas air membuat wujud air menjadi lebih keruh apabila dilihat dengan kasat mata dan berbau. Sumber air menjadi demikian wujudnya, tidak dipungkiri karena tercemar, salah satunya pencemaran berasal dari industri. Hal tersebut dikarenakan masih banyak pembuangan limbah dari industri secara langsung yang melebihi parameter baku mutu air limbah yang diperkenankan. 84 Diagram 4.6 Tanggapan Responden mengenai Pengawasan secara Berkelanjutan Pengolahan Limbah atau Dampak Lingkungan oleh BPLH Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.2 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pengawasan secara berkelanjutan pengolahan limbah atau dampak lingkungan oleh BPLH, tidak ada responden yang menyatakan selalu, 13 responden menyatakan sering, 17 responden menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada pula responden yang menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan bahwa intensitas pengawasan yang dilakukan oleh BPLH kepada industri adalah terkadang. Kedatangan pegawai BPLH yang tidak menentu membuat pengwasan berkelanjutan menjadi kurang terlalu ketat, dan pihak BPLH datang dengan jumlah 3 sampai 4 pegawai. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPLH belum maksimal. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah industri yang tidak diimbangi dengan jumlah personil bidang pengawasan dan penegakan hukum BPLH yang hanya berjumlah 12 orang, sehingga membuat kedatangan pihak BPLH menjadi tak menentu. 85 Diagram 4.7 Tanggapan Responden mengenai Sosialisasi Peraturan-peraturan Baru yang Lebih Ketat oleh BPLH Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.3 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa sosialisasi peraturan-peraturan baru untuk industri yang lebih ketat oleh BPLH, tidak ada responden yang menyatakan sangat baik, 13 responden menyatakan baik, 15 responden menyatakan cukup baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Mayoritas responden menyatakan cukup baik dalam hal penyampaian peraturan baru tersebut, hanya saja karena kedatangan pihak BPLH yang tak menentu membuat intensitas sosialisas masih kurang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh BPLH terkait peraturan baru yang lebih ketat, yang di dalamnya terdapat penegakan hukum bagi industri yang masih melanggar aturan main dalam pembuangan limbah sebagian besar sudah disosialisasikan dengan cukup baik, namun masih belum optimal. Sosialisasi yang dijadwalkan 2 kali dalam setahun belum mampu menunjukkan sosialisasi dilakukan secara optimal. 86 Diagram 4.8 Tanggapan Responden mengenai Kefokusan Pegawai BPLH dalam Pelaksanaan Tugas Pokok/rutin terkait Adanya Kebijakan Perolehan Adipura Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.3 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, kefokusan pegawai BPLH dalam pelaksanaan tugas pokok/rutin terkait adanya kebijakan perolehan Adipura, tidak ada responden yang menyatakan sangat fokus, 13 responden menyatakan fokus, 32 responden menyatakan cukup fokus, dan 4 responden menyatakan tidak fokus. Mayoritas responden menyatakan cukup fokus dalam melaksanakan tugas pokok/rutinnya walaupun terdapat kebijakan baru dari pimpinan yang mengharuskan perhatian terhadap pelaksanaan tugas terbagi menjadi 2 (dua). Hal tersebut dapat diartikan bahwa pegawai BPLH tidak terlalu fokus pada kegiatan yang telah disepakati bersama dalam pelaksanaan kebijakan di bidang lingkungan hidup, di luar kebijakan perolehan Adipura. Cukup fokus dalam hal ini merupakan konsentrasi pada pekerjaan yang lama/yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi sedikit terganggu karena ada pekerjaan baru. 87 Diagram 4.9 Tanggapan Responden mengenai Intensitas Adanya Kebijakan Baru dari Pimpinan yang dapat Mengganggu Pelaksanaan Tugas Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.4 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa intensitas adanya kebijakan baru dari pimpinan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas, sebanyak 2 responden menyatakan tidak pernah, 44 responden menyatakan kadang-kadang, 3 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden yang menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, ini merupakan jawaban bahwa seluruh anggota BPLH kadang-kadang dihadapkan pada penentuan prioritas yang dirasakan paling penting oleh seluruh anggota organisasi, walaupun harus sedikit mengorbankan prioritas yang lainnya yang tidak kalah penting, misalnya saja seperti kebijakan perolehan Adipura. Hal tersebut membuat pegawai BPLH mau tidak mau harus melaksanakan kebijakan baru yang sedikit mengganggu pelaksanaan tugas yang lainnya. 88 Diagram 4.10 Tanggapan Responden mengenai Adanya Persaingan yang Tidak Sehat di dalam Organisasi Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.5 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa adanya persaingan yang tidak sehat di dalam organisasi (BPLH), sebanyak 19 responden menyatakan tidak pernah, 27 responden menyatakan kadang-kadang, 2 responden menyatakan sering, dan 1 responden menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan bahwa di dalam organisasi tempatnya bekerja, terkadang melihat adanya persaingan yang tidak sehat di antara para pegawai. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik yang dapat menghambat kerjasama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, dalam hal ini tujuan BPLH dalam mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan, serta dalam menjalankan misi-misinya. 89 Diagram 4.11 Tanggapan Responden mengenai Kenyamanan dalam Pelaksanaan Tugas Pokok Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.6 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kenyamanan dalam pelaksanaan tugas pokok sehari-hari, sebanyak 4 responden menyatakan sangat nyaman, 34 responden menyatakan nyaman, 11 responden menyatakan cukup nyaman, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak nyaman. Mayoritas responden merasa nyaman dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari. Hal ini menyatakan bahwa rasa nyaman dapat didapat oleh para pegawai BPLH. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa kenyamanan sangat dibutuhkan oleh para pegawai untuk mendorong mereka menjadi lebih giat dalam menyelesaikan pekerjaan dengan mudah dan cepat, yaitu implementasi kebijakan di bidang lingkungan hidup yang berkeadilan. 90 Diagram 4.12 Tanggapan Responden mengenai Ketidakberadaan Rekan Kerja di Mejanya saat Dibutuhkan Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.7 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa ketidakberadaan rekan kerja di mejanya saat dibutuhkan, sebanyak 8 responden menyatakan tidak pernah, 35 responden menyatakan kadang-kadang, 5 responden menyatakan sering, dan 1 responden menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, dapat diartikan bahwa rekan kerjanya atau para pegawai terkadang pernah tidak berada di mejanya saat salah satu pegawai atau rekannya yang lain ingin meminta bantuan/kerja sama darinya, sehingga pegawai pernah dan terkadang sulit mendapatkan bantuan/kerja sama dari rekannya. Hal ini dapat menghambat penyelesaian pekerjaan, sehingga kerja sama menjadi kurang maksimal. 91 Diagram 4.13 Tanggapan Responden mengenai Rekan Kerja Sering Membutuhkan Waktu Lama saat Pelaksanaan Tugas Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.8 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa rekan kerja sering membutuhkan waktu yang lama saat pelaksanaan tugas, sebanyak 9 responden menyatakan tidak pernah, 38 responden menyatakan kadangkadang, 2 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden yang menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, ini dapat diartikan bahwa pegawai yang membutuhkan kerjasama dari rekannya dalam pelaksanaan tugas terkadang mengalami hambatan dalam segi waktu. Hal tersebut akan menghambat dalam pengambilan keputusan yang bersifat urgen, yang mana tindakan yang akan diambil sangat penting bagi perbaikan kualitas lingkungan. 92 Diagram 4.14 Tanggapan Responden mengenai Kesigapan Rekan Kerja terhadap Tugas yang Harus Segera Diselesaikan Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.9 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kesigapan rekan kerja terhadap tugas yang harus diselesaikan, sebanyak 14 responden menyatakan selalu, 29 responden menyatakan sering, 6 responden menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan sering. Hal ini dapat diartikan bahwa rekan kerja tidak selalu sigap atau sesekali pernah tidak sigap dengan tugas yang harus diselesaikan dengan segera karena satu atau lain hal, seperti masih banyaknya tugas sebelumnya yang belum terselesaikan tetapi sudah ada dan harus menyelesaikan tugas berikutnya. 93 Diagram 4.15 Tanggapan Responden mengenai Penjaminan Kehidupan yang Layak oleh organisasinya (BPLH) Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.10 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa penjaminan kehidupan yang layak oleh BPLH, sebanyak 1 responden menyatakan sangat menjamin, 21 responden menyatakan menjamin, 24 responden menyatakan cukup menjamin, dan 3 responden menyatakan tidak menjamin. Mayoritas responden menyatakan cukup menjamin. Hal ini dapat diartikan bahwa BPLH tidak terlalu menjamin kehidupan yang layak bagi pegawainya tetapi masih dapat atau cukup menjamin. Kesejahteraan bagi pegawai merupakan hal penting demi loyalitas dan pengabdian pegawai kepada masyarakat dan negara. Loyalitas dan pengabdian dapat dipertahankan dengan cukup terjaminnya kehidupan yang layak bagi pegawai. 94 Diagram 4.16 Tanggapan Responden mengenai Pemberian Penghargaan kepada Pegawai setiap Tahun Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.11 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemberian penghargaan kepada pegawai setiap tahun, tidak ada responden yang menyatakan selalu, 4 responden menyatakan sering, 26 responden menyatakan kadang-kadang, dan 19 responden menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang. Hal ini dapat diartikan bahwa BPLH terkadang memberikan penghargaan kepada para pegawainya. Penghargaan dari intern/tempat pegawai bekerja merupakan salah satu bentuk dorongan yang dibutuhkan untuk pegawai yang perjalanan kariernya baik, namun BPLH masih belum sering maupun selalu memberikan penghargaan kepada pegawainya. 95 Diagram 4.17 Tanggapan Responden mengenai Penyediaan fasilitas Penunjang Pelaksanaan Pekerjaan Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.12 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa penyediaan fasilitas penunjang pelaksanaan pekerjaan, tidak ada responden yang menyatakan sangat cukup, 38 responden menyatakan cukup, 11 responden menyatakan kurang, dan tidak ada responden yang menyatakan sangat kurang. Mayoritas responden menyatakan bahwa penyediaan fasilitas penunjang pelaksanaan pekerjaan, seperti jumlah meja, kursi, komputer, AC, serta barang-barang lainnya sudah cukup untuk memberikan kenyamanan bagi para pegawai. 96 Diagram 4.18 Tanggapan Responden mengenai Kelengkapan Sarana Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.13 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, kelengkapan sarana, tidak ada responden yang menyatakan sangat cukup, 19 responden menyatakan cukup, 27 responden menyatakan kurang, 3 responden menyatakan sangat kurang. Mayoritas responden menyatakan kurang. Hal ini dapat diartikan bahwa kelengkapan sarana, seperti peralatan sampling, perlengkapan keamanan, dirasakan masih minim dalam menunjang pelaksanaan tugas. Ketersediaan sarana tersebut tidak sebanding dengan volume kerja yang ada. Kelengkapan sarana organisasi publik di daerah yang kurang memadai, termasuk BPLH, dapat menghambat tujuan penyelenggaraan urusan rumah tangga daerahnya sendiri. 97 Diagram 4.19 Tanggapan Responden mengenai Kemampuan Sarana yang Dimiliki dalam Optimalisasi Pelaksanaan Tugas Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.14 untuk pegawai) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan sarana yang dimiliki dalam optimalisasi pelaksanaan tugas, tidak ada responden yang menyatakan sangat mampu, 9 responden menyatakan mampu, 36 responden menyatakan cukup mampu, dan 4 responden menyatakan tidak mampu. Mayoritas responden menyatakan bahwa kelengkapan sarana yang dimiliki oleh BPLH sudah cukup mampu untuk melaksanakan tugas pokok secara optimal. Kelengkapan sarana yang dimiliki tersebut juga dapat diartikan belum terlalu mampu untuk dapat diandalkan dalam penyelesaian tugas yang berkaitan dengan kebijakan di bidang lingkungan hidup, sehingga tujuan penyelenggaraan pemerintah daerah belum tercapai secara maksimal. 98 Diagram 4.20 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Data/dokumen Pengolahan Limbah atau Perizinan oleh BPLH Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.5 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan data/dokumen pengolahan limbah, seperti dokumen laporan upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan ataupun perizinan oleh BPLH, sebanyak 2 responden menyatakan selalu, 10 responden menyatakan sering, 18 responden menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan bahwa BPLH kadang-kadang melakukan pemeriksaan data/dokumen pengolahan limbah maupun perizinan. Hal ini dikarenakan BPLH tidak menentu apabila berkunjung ke industri untuk pemeriksaan. Setiap 6 (enam) bulan sekali/per semester, industri wajib memberikan laporan upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan kepada BPLH, tetapi karena kedatangan BPLH tidak menentu, membuat pemeriksaan secara langsung menjadi tidak menentu juga. 99 Diagram 4.21 Tanggapan Responden mengenai Pemeriksaan Kondisi IPAL/IPLC oleh BPLH Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.6 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan kondisi IPAL/IPLC oleh BPLH, sebanyak 2 responden yang menyatakan rutin, 8 responden menyatakan sering, 18 responden menyatakan kadangkadang, dan 2 responden menyatakan tidak pernah. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang, dapat diartikan bahwa BPLH tidak/belum menjalankan tugasnya secara optimal dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. Kedatangan pegawai BPLH yang tidak menentu, membuat industri menjawab BPLH kadang-kadang memeriksa kondisi IPAL/IPLC. Dalam hal ini, kesesuaian antara implementasi dalam produksi dan pengolahan limbah dengan perencanaan yang seharusnya sebaik-baiknya dilakukan oleh industri, menjadi tidak terkontrol/diawasi. 100 Diagram 4.22 Tanggapan Responden mengenai Pembinaan atau Pengarahan oleh BPLH Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.7 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pembinaan/pengarahan yang diberikan oleh BPLH, tidak ada responden yang menyatakan sangat baik, 11 responden menyatakan baik, 19 responden menyatakan cukup baik, dan tidak ada responden yang menyatakan tidak baik. Mayoritas responden menyatakan cukup baik dalam melakukan pembinaan/pengarahan. Responden menyatakan bahwa hal tersebut juga dapat dilihat dari penyampaian peraturan-peratutan baru oleh pegawai BPLH yang sudah cukup baik. Hal ini dapat diartikan bahwa pegawai BPLH belum maksimal dalam menyerap kebijakan/peraturan baru, dalam hal ini UndangUndang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang di dalamnya mencakup hukuman (penegakkan hukum) secara yuridis formal bagi industri. Pegawai BPLH memerlukan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dengan Undang-Undang baru tersebut karena banyak rambu-rambu baru penunjang pelaksanaan pekerjaan yang harus dipahami. 101 Diagram 4.23 Tanggapan Responden mengenai Intensitas Keluhan Masyarakat terkait Dampak Lingkungan akibat Pembuangan Limbah Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.9 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa intensitas keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan akibat pembuangan limbah, sebanyak 3 responden menyatakan tidak pernah, 16 responden menyatakan kadangkadang, 11 responden menyatakan sering, dan tidak ada responden yang menyatakan selalu. Mayoritas responden menyatakan bahwa terkadang mereka mendengar keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan akibat pembuangan limbah. Hal ini dapat diartikan bahwa limbah yang dibuang ke sumber air (sungai Cisadane) cukup mengganggu masyarakat sekitar sungai karena limbah industri merupakan buangan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh lingkungan dan dapat membahayakan kehidupan serta dapat menurunkan kualitas sumber daya air. 102 Diagram 4.24 Tanggapan Responden mengenai Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010 (kuesioner no.10 untuk industri) Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pengendalian dampak lingkungan, dalam hal ini pencemaran sungai Cisadane, tidak ada responden yang menyatakan sangat dapat dikendalikan, 7 responden menyatakan dapat dikendalikan, 10 responden menyatakan cukup dapat dikendalikan, dan 13 responden menyatakan belum dapat dikendalikan. Mayoritas responden menyatakan belum dapat dikendalikan, baik dilihat dari pengawasan yang dilakukan di lapangan terkait sosialisasi, pemeriksaan dokumen-dokumen dan IPAL/LC, maupun dari wujud air. Hal ini dapat diartikan bahwa dampak lingkungan, dalam hal ini pencemaran pada sumber air (sungai Cisadane) belum dapat dikendalikan,. Hal tersebut terjadi karena masih banyak industri yang melanggar aturan main dalam pembuangan limbah dan tidak diketahui oleh pegawai BPLH yang bertugas di lapangan. 103 4.3. Pengujian Persyaratan Statistik 4.3.1. Uji Validitas Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Uji validitas ini menggunakan rumus dengan bantuan SPSS Statistics 17.0: n∑xy – (∑x)( ∑y) rxy = √ (n∑X2 – (∑x)2 )(n∑y2 – (∑y)2 ) Dari rumusan diatas, maka didapatkan hasil (instrumen untuk pegawai) butir pertanyaan no. 1 yaitu = 0,694 dan seterusnya. Bila koefisien korelasi sama dengan 0,281 (merupakan rtabel dapat dilihat pada lampiran nilai-nilai product moment) atau lebih, maka instrumen dinyatakan valid. Terdapat 13 butir soal dengan skor di atas 0,281 sehingga dinyatakan valid. Sedangkan 1 butir soal dengan skor di bawah 0,281 sehingga dinyatakan tidak valid. 104 Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Pegawai No.Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 r hitung 0,694 0,121 0,574 0,286 0,454 0,536 0,511 0,310 0,359 0,604 0,520 0,511 0,482 0,468 r tabel 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 0,281 Keterangan Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Sedangkan uji validitas instrumen untuk industri, didapatkan hasil butir pertanyaan no. 1 yaitu = 0,747 dan seterusnya. Bila koefisien korelasi sama dengan 0,361 (merupakan rtabel dapat dilihat pada lampiran nilai-nilai product moment) atau lebih, maka instrumen dinyatakan valid. Terdapat 8 butir soal dengan skor di atas 0,361 sehingga dinyatakan valid. Sedangkan 2 butir soal dengan skor di bawah 0,361 sehingga dinyatakan tidak valid. 105 Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Komponen Industri No.Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 r hitung 0,747 0,420 0,406 0,294 0,755 0,636 0,470 0,338 0,487 0,647 r tabel 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Keterangan Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid 4.3.2. Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS Statistics 17.0: n r11 = ∑ Si² 1 - n–1 ∑ St² Uji reliabilitas instrumen komponen pegawai, didapat sebagaimana tabel 4.7 berikut sebagai berikut: Tabel 4.7 Reliabilitas Instrumen Komponen Pegawai Reliability Statistics Cronbach's Alpha .728 N of Items 14 Sumber: Hasil pengolahan SPSS Statistic 17.0 106 Uji reliabilitas instrumen komponen industri/perusahaan, didapat sebagaimana tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Reliabilitas Instrumen Komponen Industri Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .725 10 Sumber: Hasil pengolahan SPSS Statistic 17.0 Dari hasil yang telah didapat, reliabilitas instrumen = 0,728 dan 0,725. Hasil tersebut ternyata lebih besar dari nilai alpha sebesar 0,30. jadi kesimpulannya instrumen dinyatakan reliabel karena berdasarkan uji instrumen ini sudah valid dan reliabel, maka instrumen dapat digunakan untuk mengukur dalam rangka pengumpulan data efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane. 107 4.4. Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hipotesis yaitu sebagai berikut: “Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah mencapai angka minimal 70%”. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikasi dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian hipotesis penelitian ini peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel. Adapun penghitungan pengujian hipotesis tersebut yakni sebagai berikut. Berdasarkan data yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh untuk instrumen komponen pegawai adalah 4 x 13 x 49 = 2548 (4 = nilai tertinggi dari item pertanyaan yang ada, 13 = jumlah item pertanyaan yang ada, dan 49 = jumlah responden yang ada). Sedangkan skor ideal yang diperoleh untuk instrumen komponen industri/perusahaan adalah 4 x 8 x 30 = 960, sehingga total skor ideal adalah 2548 + 960 = 3508. Skor hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul untuk instrumen komponen pegawai adalah 1712. Sedangkan skor hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul untuk instrumen komponen industri adalah 562, sehingga total skor hasil penelitian adalah 1712 + 562 = 2274. Dengan demikian, efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah jumlah data yang terkumpul dibagi skor ideal, yaitu 2274 : 3508 = 0,648 atau 64,8%. 108 Langkah selanjutnya dalam pengajuan hipotesis adalah mengaplikasikan rumus t-test satu sampel. Skor ideal untuk efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dari instrumen komponen pegawai adalah 2548, sehingga nilai mean atau rata-rata pada skor ideal instrument komponen pegawai adalah 2548 : 49 = 52. Sedangkan skor ideal untuk efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dari instrumen komponen industri adalah 960, sehingga nilai mean atau rata-rata pada skor ideal instrument komponen industri adalah 960 : 30 = 32. Dengan demikian, total meannya adalah 52 + 32 = 84. Mengingat hipotesis dalam penelitian ini adalah efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, berarti nilai yang dihipotesiskan adalah 0,7 x 84 = 58,8. H0 = µ0 ≥ 0,7 x 84 = 58,8 Ha = µ0 < 0,7 x 84 = 58,8 Diketahui: 1712 562 X= + 49 µ0 = 58,8 ∑ (x − x ) 2 S= S= = 34,9 + 18,7 = 53,6 30 n −1 604,89 + 293,9 48 + 29 109 S= 898,79 77 S = √11,67 S = 3,41 n = 49 +30 = 79 Ditanya: t ? Jawab: t = x − µο s n = 53,6 – 58,8 3,41 √79 = -5,2 0,38 = -13,68 Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = n – 1 = 79 – 1 = 78 dan taraf kesalahan = 5% untuk uji satu pihak kiri, maka harga ttabel nya yaitu 1,658. Karena harga thitung lebih kecil dari pada harga ttabel (-13,68 < 1,658) dan jatuh pada daerah penerimaan Ha, maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. 110 Daerah Penerimaan Daerah Penerimaan H0 Ha -13,68 0 1,658 Gambar 4.1 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis 4.5. Interpretasi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa hasil perhitungan dengan menggunakan seperti dalam perhitungan t-test satu sampel. Berdasarkan perhitungan pada pengujian hipotesis t-test satu variabel didapatkan bahwa ternyata harga t hitung lebih kecil dari t tabel, maka hal tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima karena persentase hanya mencapai angka 64,8% dari angka minimal 70% yang dihipotesiskan. Interpretasi yang tepat untuk menjawab rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane adalah cukup tinggi/sedang. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian 111 hipotesis, bahwa harga t hitung < harga t tabel (-13,68 < 1,658), yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak. 4.6. Pembahasan Dari pembahasan yang memaparkan tentang pengujian hipotesis menjelaskan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dari data tersebut dijelaskan bahwa ”Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane hanya mencapai angka 64,8%” dari angka minimal yang dihipotesiskan yaitu 70%, artinya cukup tinggi/sedang. Hal tersebut dapat dilihat pada kategori berikut: Kategori instrumen komponen pegawai: Sangat Rendah rendah Cukup Tinggi tinggi/ Sangat tinggi sedang 637 954 1431 1908 2548 1712 Nilai 1712 termasuk dalam kategori interval cukup tinggi/sedang dan tinggi, maka masuk dalam kategori tinggi karena lebih mendekati kategori tinggi. 112 Kategori instrumen komponen industri: Sangat Rendah Cukup Rendah Tinggi tinggi/ Sangat tinggi sedang 240 420 600 780 960 562 Nilai 562 termasuk dalam kategori interval rendah dan cukup tinggi/sedang, maka masuk dalam kategori cukup tinggi/sedang karena lebih mendekati kategori cukup tinggi/sedang. Dari kedua kategori interval diatas, terdapat perbedaan yang cukup jauh antara kategori dari instrumen komponen pegawai dengan industri. Responden pihak pegawai menyatakan bahwa walaupun dalam hal proses perencanaan tujuan untuk mencapai target yang telah ditetapkan, mereka semua telah dilibatkan untuk mengetahui kegiatan apa saja yang akan/harus dilakukan, tetapi pada pelaksanaan rencana tersebut berbeda dengan pernyataan dari responden pihak industri, yakni belum berjalan dengan optimal karena pengawasan yang dilaksanakan oleh pihak BPLH kepada industri belum berjalan dengan maksimal. Hal tersebut dinyatakan oleh responden pihak industri karena kedatangan pihak BPLH yang tidak menentu, sehingga pengawasan menjadi kurang terlalu ketat, seperti mengenai 113 pemeriksaan dokumen perizinan, dokumen upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan, dan juga pemeriksaan IPAL/LC, oleh karena itu menyebabkan kualitas air di sumber air (Cisadane) cukup mengalami penurunan. Sarana yang dimiliki oleh BPLH dalam menunjang pelaksanaan pekerjaan di lapangan memang dinyatakan kurang oleh pegawai BPLH, tetapi peranan sarana yang dimiliki tersebut dinyatakan oleh mereka bahwa cukup mampu dalam mengoptimalkan pelaksanaan pekerjaan. Hal tersebut berbeda dengan tanggapan dari responden pihak industri yang menyatakan bahwa dampak lingkungan belum dapat dikendalikan dengan optimal karena terkadang responden pihak industri mendengar keluhan masyarakat mengenai pembuangan limbah yang berimbas pada penurunan kualitas air sungai Cisadane dari waktu ke waktu yang ditandai juga dengan penggunaan baku mutu air kelas II untuk sungai Cisadane. Cukup tingginya/sedang tingkat efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane dikaji dengan teori Hessel Nogi Tangkilisan, yaitu dengan 4 indikator dan 10 sub indikator. Dalam pelaksanaannya, efektivitas BPLH Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, dihadapkan pada hambatanhambatan atau kekurangan-kekurangan yang membuat pencemaran sungai Cisadane belum dapat dikendalikan secara optimal, padahal dalam upaya untuk mengendalikan pencemaran sungai Cisadane sebagai salah satu sumber daya alam terbesar Kota Tangerang yang menghidupi banyak masyarakat 114 menuntut adanya mekanisme dan tata kerja kelembagaan yang cepat dan efektif. Pencapaian target secara kualitas belum dapat dicapai karena dapat dilihat dari pengawasan yang masih belum maksimal oleh pihak BPLH terhadap industri-industri yang masih sering melanggar peraturan pembuangan limbah ke sungai, sehingga keputusan untuk menindaklanjuti hasil pengawasan yang tepat untuk industri menjadi agak lambat. Pengawasan yang dilakukan juga tidak terlalu ketat terhadap industri yang bersinggungan langsung dengan sungai, sehingga kualitas air sungai cenderung mengalami cukup penurunan. Berkurangnya konsentrasi pada upaya pengendalian dampak lingkungan tersebut, dalam hal ini pencemaran sungai Cisadane, karena adanya perolehan Adipura juga merupakan salah satu faktor yang membuat target tidak tercapai secara kualitas, walaupun secara kuantitas target bisa saja dicapai. Dengan demikian dapat menjadikan kualitas sumber daya air menjadi semakin menurun, terlebih lagi di bagian hilir. Adipura dapat diartikan sebagai tuntutan aktivitas dan tujuan baru yang diharuskan kepada para pegawai untuk melaksanakannya, yang mana aktivitas dan tujuan baru tersebut dapat menimbulkan suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas pokok sehari-hari, sehingga pegawai BPLH tidak terlalu memfokuskan perhatiannya pada pengendalian dampak lingkungan, dalam hal ini pencemaran sungai Cisadane. Dengan demikian, pegawai BPLH diberikan tugas/pekerjaan baru, sedangkan tugas/pekerjaannya yang lama/sudah 115 ditetapkan sebelumnya juga masih berjalan dan belum terselesaikan, sehingga bila diibaratkan terjadi tumpang tindih pekerjaan. Kemampuan menyesuaikan diri yang dilakukan oleh pegawai BPLH terhadap perubahan dari luar organisasi yang berupa kebijakan perundangundangan baru di bidang lingkungan hidup, juga belum maksimal. Sosialisasi mengenai peraturan-peraturan baru kepada industri yang masih belum maksimal menunjukkan bahwa pegawai BPLH belum menyerap dengan baik rambu-rambu penunjang pekerjaannya yang baru, sehingga penyalurannya atau sosialisasinya kepada industri juga masih kurang. Hal tersebut membuat kesadaran industri untuk mengelola lingkungan dan mengendalikan dampaknya pun masih kurang. Dalam hal kepuasan kerja, pegawai BPLH terkadang melihat adanya persaingan yang tidak sehat di antara mereka yang membuat kondisi/situasi menjadi tidak nyaman, karena dari persaingan yang tidak sehat tersebut dapat timbul konflik yang dapat mengganggu kerja sama antar pegawai. Dalam segi waktu, terkadang pegawai merasakan rekannya membutuhkan waktu yang lama terhadap pekerjaan/tugas yang harus diselesaikan, seperti penyelesaian follow up kegiatan-kegiatan industri atau inventarisir kegiatan administrasi dan teknis industri yang sempat belum terselesaikan, yang kemudian sedikit berpengaruh pada proses penegakkan hukum untuk industri. Penyediaan sarana BPLH tidak sebanding dengan volume kerja yang ada, sehingga dapat menghambat pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang terjadi, atau belum maksimal dalam implementasi kebijakan di bidang lingkungan 116 hidup. Peralatan sampling yang dimiliki dirasakan kurang, seperti alat pengukur pH air, BOD, COD, pendeteksi logam. Semua hal yang terjadi yang dapat menghambat efektivitas BPLH dalam mengendalikan dampak lingkungan, dalam hal ini pengendalian pencemaran sungai Cisadane, membuat tanggung jawab BPLH dirasakan belum maksimal. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan digunakannya baku mutu air kelas II untuk sungai Cisadane yang sebelumnya pada tahun 2007 masih menggunakan baku mutu air kelas I. Kedatangan pihak BPLH ke industri yang tidak menentu membuat pemeriksaan dokumen administrasi seperti dokumen perizinan, laporan upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan, maupun IPAL/IPLC (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Limbah Cair) juga menjadi tidak menentu, sehingga pihak BPLH sering tidak mengetahui bahwa masih banyak industri yang melanggar aturan main pembuangan limbah. Dengan demikian, misi BPLH Kota Tangerang untuk menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup, masih belum terselenggara dengan maksimal. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, yakni mengenai efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane cukup tinggi/sedang karena hanya mencapai angka 64,8% dari angka yang dihipotesiskan, yaitu minimal 70%. Pengendalian pencemaran sungai Cisadane oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang sebagai badan yang berwenang dalam menjalankan kebijakan di bidang lingkungan hidup, belum sepenuhnya efektif. Belum efektifnya BPLH dalam mengendalikan pencemaran sungai Cisadane secara optimal disebabkan oleh: 1. Pencapaian target secara kualitas dalam rangka melaksanakan tujuan/misi BPLH untuk menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup masih belum terlaksana dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang diamanatkan pada Undang-undang No.32 Tahun 2009 117 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang di dalamnya mencakup hukuman untuk industri secara yuridis formal. 2. Sosialisai Undang-undang No.32 Tahun 2009 kepada industri juga masih belum maksimal karena penyerapan rambu-rambu baru penunjang pelaksanaan tugas di lapangan oleh pegawai BPLH belum sepenuhnya baik. Adanya kebijakan perolehan Adipura membuat pegawai BPLH tidak terlalu fokus pada upaya pengawasan dan penegakkan hukum bagi industri karena perhatian pegawai terbagi dua, dan harus menyelesaikan pekerjaan baru tersebut di saat pekerjaan yang sudah ditetapkan sebelumnya sedang berjalan juga. 3. Kelengkapan sarana BPLH yang terbatas, seperti kendaraan operasional, peralatan sampling, perlengkapan keamanan, membuat pegawai kurang maksimal dalam memperoleh hasil kerja lapangan mereka. 4. Pelaksanaan mandat dan penyelesaian masalah lingkungan, terutama dalam menyelenggarakan misi BPLH untuk menyelenggarakan pengawasan dan penegakkan hukum untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup, masih belum terselenggara dengan maksimal karena masih banyak industri yang melanggar aturan main pembuangan limbah, sehingga baku mutu air untuk sungai Cisadane merujuk pada baku mutu air kelas II yang sebelumnya merujuk pada baku mutu air kelas I. 118 5.2. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Efektivitas Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Tangerang dalam Mengendalikan Pencemaran Sungai Cisadane”, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengawasan dengan melakukan pengecekan atau pengawasan pada instalasi pengolahan air limbah industri dengan intensitas yang lebih sering lagi, mengingat di lapangan masih banyak industri yang langsung membuang limbahnya ke badan sungai tanpa diketahui oleh pihak BPLH. 2. Meningkatkan sosialisasi kepada industri mengenai peraturan-peraturan baru dalam mewujudkan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup dari kerusakan yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat banyak. 3. Memberikan sanksi yang tegas dengan menegakkan hukum bagi industri yang terindikasi masih atau sering melanggar peraturan pengolahan dan pembuangan limbah ke sungai yang dapat mempertinggi tingkat pencemaran sungai. 119 DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, H. Rahardjo. 2005. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Handayaningrat, Soewarno. 2001. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Husaini. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. LP3ES. 1998. Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan. Makmur, Syarif. 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi, Kajian Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mawardi, Mohammad Ikhwanuddin. 2009. Membangun Daerah yang Berkemajuan, Berkeadilan, dan Berkelanjutan. Jakarta: IPB Press. Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Desain, dan Aplikasi. Jakarta: Arcan. Robbins, P. Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia. Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah, Realita dan Tantangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Siagian, P. Sondang. 2008. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Soeharto, Iman. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga. Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Bandung: Mandar Maju. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Syafiie, Inu Kencana. 2008. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI). Jakarta: Bumi Aksara. Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Winardi. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dokumen/Peraturan: Pemerintah Kota Tangerang, Provinsi Banten. 2007. Status Lingkungan Hidup daerah Kota Tangerang. Pemerintah Kota Tangerang Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, PT. Unilab Perdana. 2009. Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2009. Peraturan Walikota Tangerang No. 16 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri.