Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Gempa bumi terjadi setiap hari di bumi, namun kebanyakan kecil dan tidak menyebabkan kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa bumi besar, dan dapat terjadi sebelum atau sesudah gempa bumi besar tersebut. Adapun tipe-tipe gempa bumi yaitu: Gempa bumi runtuhan yang disebabkan oleh keruntuhan yang terjadi baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Gempa bumi vulkanik yang terjadi berdekatan dengan gunung berapi dan mempunyai bentuk keretakan memanjang. Gempa bumi ini disebabkan oleh pergerakan magma ke atas dalam gunung berapi, di mana geseran pada batu-batuan menghasilkan gempa bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan pelat tektonik. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari pelat tektonik (tektonik plate) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung sebagai lapisan. Lapisan tersebut bergerak perlahan sehingga berpisah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-1 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA terjadinya gempa tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Mei 2006. Kebanyakan gempa bumi yang berbahaya adalah gempa bumi tektonik. Hal ini disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi. 2.2 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa Struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan atau kegagalan struktur. Oleh karena itu dalam perencanaannya harus memenuhi beberapa kondisi batas, yaitu: Struktur bangunan yang direncanakan harus memiliki kekakuan dan kekuatan yang cukup sehingga bila terjadi gempa yang berkekuatan kecil struktur bersifat elastik. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, struktur bangunan tidak boleh mengalami kerusakan struktural namun dapat mengalami kerusakan nonstruktural ringan. Pada saat terjadi gempa kuat, struktur bangunan dapat mengalami kerusakan struktural namun harus tetap berdiri sehingga korban jiwa dapat dihindarkan. Oleh karena itu, maka dalam perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus diperhitungkan dampak dari gaya lateral, dalam hal ini gaya yang diakibatkan oleh gempa bumi yang bersifat siklis (bolak-balik) yang dialami oleh struktur. Adapun dalam perencanaan tersebut, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti dinding geser atau yang biasa disebut shearwall. Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-2 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Agar struktur-struktur bangunan dapat berdeformasi maksimum, maka perlu perancangan sendi-sendi plastis yang akan terjadi pada daerah-daerah yang dapat menunjang tujuan desain bangunan tahan gempa. Dalam perencanannya, sendisendi plastis terjadi pada kedua ujung balok-balok dan kaki kolom lantai dasar. Konsep struktur yang memiliki karakteristik seperti ini adalah konsep kolom kuatbalok lemah atau yang sering disebut sebagai “strong column weak beam”. Melalui konsep struktur ini, maka pada saat mekanisme keruntuhan, sendi plastis akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap-tahap akhir plastis terjadi pada ujung-ujung bawah kolom. Hal ini dilakukan agar sejumlah besar sendi plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi melalui proses pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa. Dalam melakukan perencanaan suatu struktur bangunan terdapat berbagai metode dalam memodelkan gaya lateral terutama gaya gempa. Respon suatu bangunan akibat beban gempa yang terjadi adalah sangat kompleks, sehingga metodemetode baru terus berkembang untuk mengetahui perilaku struktur akibat gempa yang terjadi. Salah satu perencanaan tahan gempa yang pernah dilakukan adalah perencanaan berbasis kekuatan (force based) yang telah berhasil mengurangi korban jiwa, tetapi tidak berfungsinya gedung dan fasilitas umum karena kerusakan yang terjadi, telah menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Pada perencanaan berbasis kekuatan, kinerja struktur hanya terjamin pada dua level yaitu pada gempa nominal (gempa kecil) bangunan berada dalam keadaan siap pakai (servicebility limit state) sedangkan pada gempa rencana (gempa besar) bangunan berada dalam keadaan tidak hancur (safety limit state). Oleh karena itu munculah ide untuk melakukan perencanaan dengan berbagai tingkat kinerja (multiple performance levels) yang diharapkan dipenuhi pada saat struktur menerima beban gempa dengan berbagai tingkat intensitas. Dengan demikian pemilik gedung dapat menentukan tujuan perencanaan beserta risiko/konsekuensi Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-3 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA yang harus dihadapi. Perencanaan seperti ini dinamakan perencanaan berbasis kinerja (performance based design). 2.3 Mekanisme Keruntuhan Ketika terjadi deformasi tak terbatas pada bagian struktur tanpa diiringi peningkatan beban yang bekerja pada struktur tersebut, maka dapat dikatakan struktur dalam keadaan runtuh. Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada saat struktur mengalami runtuh adalah jumlah sendi yang cukup telah terbentuk untuk mengubah struktur atau bagian dari struktur tersebut menjadi suatu bentuk mekanisme keruntuhan. Jumlah sendi plastis yang telah terbentuk dapat dijadikan suatu patokan apakah struktur telah mengalami keruntuhan atau belum. Hal ini dapat dikaitkan dengan besarnya redundan pada saat struktur statis tak tentu. Setiap terbentuknya sendi plastis maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah redundan sampai struktur menjadi statis tak tentu. Jika jumlah sendi plastis melebihi jumlah redundan maka kondisi ini menyebabkan keruntuhan pada struktur. Pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang terjadi karena ada beberapa hal saat jumlah sendi plastis yang terjadi tidak melebihi redundan namun dapat menyebabkan keruntuhan struktur. Hal ini dapat terjadi pada portal bertingkat dua atau lebih. Keruntuhan suatu struktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : Keruntuhan Lokal adalah keruntuhan yang diakibatkan oleh kegagalan pada elemen struktur yang mengalami sendi plastis. Kegagalan ini terjadi karena kapasitas penampang dari suatu elemen telah terlampaui. Parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi keruntuhan lokal adalah kelengkungan dan sudut rotasi plastis. Keruntuhan Global umumnya diasosiasikan dengan simpangan antar tingkat (interstory drift) pada saat terjadi deformasi in-elastis yang dibatasi Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-4 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA pada nilai tertentu bergantung pada periode struktur. Keruntuhan ini terjadi jika deformasi lateral suatu struktur telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Interstory drift adalah selisih deformasi lateral suatu lantai dengan lantai yang terletak di bawahnya. Rumus yang digunakan adalah: xi ( xi xi 1 ) h hi xi - xi-1 = Deformasi lateral lantai yang ditinjau hi = Tinggi lantai yang ditinjau (2.1) Ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasa terjadi pada analisis statik inelastik sebagai batas analisis, yaitu beam sway mechanism dan column sway mechanism. Beam sway mechanism yaitu pembentukan sendi plastis pada ujungujung balok, sedangkan column sway mechanism merupakan pembentukan sendi plastis pada kedua ujung baik atas maupun bawah dari elemen struktur vertikal. Dalam perencanaannya, mekanisme keruntuhan yang diharapkan adalah beam sway mechanism, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu : Pada beam sway mechanism, jumlah sendi plastis terbentuk dalam banyak elemen sehingga energi yang dipancarkan akan semakin banyak pula. Pada column sway mechanism, sendi plastis hanya akan terbentuk pada ujung-ujung kolom pada suatu lantai saja, sehingga pemencaran energi hanya terjadi pada sejumlah kecil elemen. Daktilitas kurvatur yang harus dipenuhi oleh balok pada umumnya jauh lebih mudah dipenuhi daripada kolom yang sering kali memiliki daktilitas yang terbatas akibat besarnya gaya aksial tekan yang bekerja. Mekanisme keruntuhan beam sway mechanism dan column sway mechanism dapat dilihat pada kedua ilustrasi di bawah ini: Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-5 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1 Mekanisme Keruntuhan Beam Sidesway Mechanism (Park and Paulay, 1974) Gambar 2.2 Mekanisme Keruntuhan Column Sidesway Mechanism (Park and Paulay, 1974) Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-6 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.4 Parameter Dinamika Struktur Pada saat melakukan perencanaan terhadap suatu struktur, maka perlu diketahui beberapa parameter penting, yaitu massa (m), kekakuan (k), redaman (c), dan waktu getar alami struktur (T). 2.4.1 Kekakuan Struktur ( k ) Kekakuan struktur merupakan gaya yang diperlukan oleh suatu struktur bila mengalami deformasi. Adapun penilaian kekakuan ini berdasarkan bahan-bahan material yang digunakan, dimensi elemen struktur, penulangan, modulus elastisitas, momen inersia , momen inersia polar, dan modulus elastisitas geser. Bila suatu struktur memiliki derajat kebebasan banyak (MDOF – Multi Degree of Freedom) maka nilai kekakuan struktur tersebut didapat dengan penjumlahan kekakuan masing-masing elemen struktur dalam bentuk matriks kekakuan ukuran a x a dimana a adalah jumlah derajat kebebasan dari suatu struktur. 2.4.2 Redaman ( c ) Suatu struktur bila dikenai beban tidak selalu bergetar. Hal ini disebabkan adanya redaman. Redaman pada suatu struktur yang bergetar menyatakan adanya fenomena disipasi energi atau penyerapan energi. Untuk menyatakan besarnya redaman (c) biasanya dinyatakan sebagai persentase dari redaman kritis (ccr) yang mungkin terjadi. c c cr (2.2) Sedangkan redaman kritis (ccr) suatu struktur didefinisikan sebagai redaman yang dibutuhkan bangunan untuk mencegah terjadinya resonansi. c cr 2m n 2 mk 2k n Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 (2.3) II-7 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA dengan: m = Massa k = Kekakuan ωn = Frekuensi alami (radian/detik) ξ = Koefisien persentase redaman Untuk gedung, nilai ξ tidak lebih dari 20%, sehingga pengaruh redaman pada gedung tidak terlalu dominan. 2.4.3 Waktu Getar Alami Struktur (T) Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan oleh struktur untuk bergetar satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar. Waktu getar alami struktur ini dinyatakan dalam detik. Besarnya waktu getar alami struktur perlu diketahui agar peristiwa resonansi pada struktur dapat dihindari. Peristiwa resonansi struktur adalah suatu keadaan saat frekuensi alami pada struktur sama dengan frekuensi beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan keruntuhan pada struktur. Adapun hubungan antara waktu getar dengan frekuensi dapat dinyatakan sebagai berikut: T 2 (detik) (2.4) f 1 T 2 (Hz) (2.5) 2.5 Sifat Elastoplastis Struktur Apabila suatu struktur dengan model sistem berderajat kebebasan tunggal dapat mencapai keadaan plastis, maka penggunaan gaya pemulihan mempunyai bentuk seperti gambar 2.3 (a). Ada satu bagian dari lengkungan ketika dicapai sifat elastis, maka deformasi selanjutnya merupakan daerah terjadinya leleh plastis (plastic yielding). Jika beban dihilangkan dari struktur maka sifatnya menjadi Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-8 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA elastis kembali hingga mencapai leleh plastis tertekan pada pembebanan yang berlawanan tandanya dengan beban sebelumnya. Dengan cara ini, struktur dapat dibebani secara berulang menurut siklus pembebanan. Energi yang hilang pada setiap siklus sama dengan luas dalam lengkungan seperti pada gambar 2.3 (a). Sifat ini dapat disederhanakan dengan menganggap suatu titik leleh (yield point) tertentu, sehingga bila melampaui titik ini perpindahan menjadi konstan tanpa ada penambahan beban. Sifat ini disebut sifat elastoplastis. Gambar 2.3 Model Struktur Plastis (Paz, 1985) (a) Sifat Plastis Umum. (b) Sifat Elastoplastis 2.6 Faktor Kuat Lebih ( Overstrength Factor ) Dalam mendesain suatu bangunan, struktur yang memenuhi sifat kuat lebih (f1) dan redundancy (f2), maka umumnya dengan sifat tersebut struktur tidak akan berrespon sepenuhnya elastoplastis. Sifat kuat lebih (f1) umumnya disebabkan kekuatan aktual material yang dilaksanakan lebih besar dari kekuatan material yang direncanakan sedangkan redundancy (f2) disebabkan dari mekanisme jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu. Beban lebih pada elemen non-daktail dapat diperhitungkan hanya apabila efek kuat lebih tidak diperhitungkan dalam desain sebelumnya. Faktor amplifikasi gaya Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-9 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA gempa menyatakan faktor kuat lebih total yang selanjutnya disebut sebagai overstrength factor dengan lambang f. 2.7 Daktilitas Struktur ( µ ) Daktalitas merupakan suatu sifat bahan yang memungkinkan terjadinya suatu deformasi pada suatu material. Saat mendesain suatu struktur bangunan, bila bangunan direncanakan berrespon elastis pada saat gempa kuat, maka struktur akan menjadi tidak ekonomis dan membutuhkan biaya yang sangat besar karena gempa kuat jarang terjadi. Oleh karena itu maka struktur bangunan direncanakan berrespon inelastis dengan tingkat daktilitas tertentu. Dengan adanya sifat daktilitas tersebut, maka suatu struktur memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen-elemen struktur yang telah ditentukan pada saat terjadi beban gempa maksimum. Hal ini terjadi akibat gerakan tanah dasar yang diterima akan didistribusikan pada sendi plastis tersebut. Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula energi gempa yang didistribusikan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah. Selanjutnya daktalitas dikenal dengan lambang µ. Daktilitas bangunan yang didesain harus dibatasi berdasarkan kriteria perencanaan sebagai berikut: Kekuatan dan kekakuan struktur direncanakan untuk memenuhi kondisi di atas yang direncanakan supaya memberikan kemampuan kepada struktur bangunan mengalami deformasi bersifat elastoplastik tanpa terjadi keruntuhan saat mengalami gempa rencana maksimum. Sendi-sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum direncanakan terdapat di dalam balok-balok dan tidak terjadi dalam kolomkolom, kecuali pada kaki kolom yang paling bawah. Hal ini dapat tercapai bila kapasitas (momen leleh) kolom lebih tinggi daripada kapasitas (momen Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-10 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA leleh) balok yang bertemu pada kolom tersebut (konsep strong column weak beam). Besarnya displacement yang terjadi harus dibatasi untuk menjaga integritas bangunan dan menghindari jatuhnya korban jiwa. Rasio antara simpangan maksimum struktur (Xmax) terhadap simpangan struktur pada saat terjadinya sendi plastis yang pertama (Xy) dinyatakan sebagai faktor daktilitas (µ): X max Xy (2.6) Berdasarkan faktor daktilitas dan faktor kuat lebih maka desain struktur bangunan akan menjadi sebagai berikut : Gambar 2.4 Mekanisme Desain Bangunan Berdasarkan Faktor Daktilitas dan Kuat Lebih (SNI 03-1726-2002) Maka dari gambar tersebut ditarik kesimpulan bahwa bangunan tidak akan sepenuhnya berrespon secara elastoplastis karena terdapat faktor daktilitas dan kuat lebih pada struktur. Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-11 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.8 Sistem dengan Derajat Kebebasan Banyak Banyaknya jumlah koordinat bebas yang dibutuhkan untuk menyatakan pergerakan suatu sistem disebut dengan derajat kebebasan (DOF – degrees of freedom). Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas ini diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi sistem pada setiap saat. Pada umumnya struktur berkesinambungan (continuous structure) mempunyai tak hingga derajat kebebasan. Walaupun demikian, pada analisis getaran akan selalu dipakai derajat kebebasan hingga dengan cara penyederhanaan sistem. Saat suatu struktur yang memiliki derajat kebebasan tunggal, maka dapat dimodelkan sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Sistem berderajat kebebasan tunggal ini dapat dijelaskan secara tepat dengan model matematis seperti kedua ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.5 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Satu (Setio, 2006) Gambar 2.6 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Satu (Setio, 2006) Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-12 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA dimana: m sebagai elemen massa, menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur. k sebagai elemen pegas, menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi potensial dari struktur. c sebagai elemen redaman, menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi struktur. F(t) sebagai gaya pengaruh, menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem struktur. Adapun persamaan gerak dari keseimbangan gaya yang ada pada sistem tersebut dapat ditulis sebagai berikut : my(t ) cy (t ) ky (t ) F (t ) (2.7) dengan: y(t ) = Percepatan y (t ) = Kecepatan y(t ) = Perpindahan Dari persamaan (2.7) tersebut dapat diperoleh gaya inersia, redaman, dan kekakuan elastik dari persamaan berikut : my(t ) FI (2.8) cy (t ) FD (2.9) ky (t ) FS (2.10) sehingga dapat diperoleh persamaan : FI FD FS F (t ) (2.11) Di mana FI , F D , dan FS berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan F(t) adalah beban dinamik. Untuk sistem dengan banyak derajat kebebasan (multiple degree of freedom system), sebagaimana sistem satu derajat kebebasan, persamaan geraknya dapat Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-13 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA diperoleh dari prinsip keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut, yaitu gaya inersia, elastis, dan gaya redaman. Gambar 2.7 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Banyak (Setio, 2006) Gambar 2.8 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Banyak untuk Lantai Kaku (Setio, 2006) 2.9 Respon Spektrum Respon spektrum merupakan suatu plot diagram yang menunjukkan respon maksimum, baik berupa simpangan relatif maksimum, kecepatan relatif maksimum, ataupun percepatan total maksimum dari suatu sistem satu derajat kebebasan. Adapun absis dari diagram respon spektrum tersebut adalah frekuensi natural (atau periode) dari sistem dan ordinat adalah respon maksimum. Kurva respon spektrum akan memperlihatkan simpangan relatif maksimum, kecepatan relatif Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-14 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA maksimum, dan percepatan total maksimum, biasanya dinyatakan berturut-turut dengan Sd, Sv, dan Sa. Hubungan antara simpangan maksimum (Sd), kecepatan maksimum (Sv), dan percepatan total maksimum (Sa) adalah seperti dalam persamaan berikut: S v S d Sa (2.12) 2.10 Metoda Modal Respon Spektrum Untuk Sistem Dengan Banyak Derajat Kebebasan Gaya lateral (beban gempa) yang mengenai suatu struktur dengan banyak derajat kebebasan akan menimbul respon dinamik yang merupakan fungsi dari parameterparameter dinamik yang dimiliki oleh suatu struktur. Apabila sebuah struktur memiliki n derajat kebebasan, dengan n adalah jumlah lantai tingkatnya, maka struktur gedung tersebut mempunyai r buah ragam dengan nilai r = n, yang dinyatakan dengan vektor ragam atau ragam getar atau eigenvektor dengan lambang [Ø]r. Setiap komponen dari vektor bentuk ragam menunjukkan perbandingan antara simpangan suatu lantai terhadap simpangan pada lantai tertentu yang ditetapkan sebagai acuan (biasanya lantai atap). Simpangan atap dianggap bernilai satu selama struktur bervibrasi bebas dalam suatu bentuk ragam vibrasi tertentu. Bentuk ragam vibrasi ini dapat dijelaskan dengan dalil Clough-Penzien yang menyatakan bahwa bentuk ragam vibrasi bebas adalah sedemikian rupa sehingga jumlah titik simpul (titik dengan simpangan nol) adalah sama dengan nomor ragamnya. Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-15 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2. 9 Contoh Bentuk Ragam Vibrasi Bebas Struktur dengan n Derajat Kebebasan untuk 3 Ragam Pertama (Clough and Penzien, 1975) Ragam getar [Ø]r dan frekuensi sudutnya ωr untuk masing-masing ragam atau mode r dapat diperoleh dari persamaan gerak bebas tanpa redaman sistem dengan n derajat kebebasan sebagai berikut: M {y} [ K ]{ y} 0 (2.13) dimana : [M] = Matriks massa [K] = Matriks kekakuan internal struktur {y} = Vektor simpangan struktur { y } = Percepatan gerak dalam arah simpangan Setelah mengalami penjabaran lebih lanjut, maka persamaan (2.13) menjadi suatu persamaan sebagai berikut : 2 Y 2 ( r ) 1 ( r ) r 0 Y2 (2.14) dimana: 2 ( r ) [ K 2 M ] Maka persamaan (2.14) menjadi sebagai berikut: Y 2 [ K 2 M ] 1 ( r ) r 0 Y 2 Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 (2.15) II-16 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA dimana: Δ = Matriks dinamik dari suatu sistem K = Matriks kekakuan M = Matriks massa [Ø]r = Ragam getar ke-r yang merupakan eigenvector ke-r yang bersangkutan (mode r struktur) Persamaan di atas diselesaikan dengan menggunakan solusi non trivial, yaitu dengan mencari nilai ω (frekuensi natural) yang menghilangkan harga determinan matriks. det [ K 2 M ] 0 K 2M 0 (2.16) Setelah didapatkan solusi berdasarkan persamaan di atas, nilai ω (frekuensi natural) yang didapatkan kemudian di substitusikan pada persamaan (2.15) maka didapatkan nilai hubungan harga Y1 dan Y2, nilai tersebut merupakan harga-harga tidak unik dan hanya merupakan perbandingan saja. Berdasarkan nilai harga Y1 dan Y2, kita dapat menggunakannya untuk mendapatkan nilai mode atau ragam getar [Ø]r dari sistem dengan sebelumnya kita normalisasikan terlebih dahulu. Respon struktur gedung tinggi di bawah beban gempa dengan akselerogram yo(t) yang diketahui, dapat dipecahkan dari persamaan geraknya sebagai berikut : M {y} [C ]{ y} [ K ]{ y} [ M ]{r}yo (t ) (2.17) dimana: [M] = Matriks massa [C] = Matriks redaman [K] = Matriks kekakuan internal struktur {r} = Matriks satuan {y} = Vektor simpangan struktur { y } = Kecepatan gerak { y } = Percepatan gerak dalam arah simpangan Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-17 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Maka didapatkan hubungan antara displacement struktur, kecepatan struktur serta percepatan struktur dengan ragam getar untuk masing-masing ragam atau mode r sebagai berikut: { y r } { }x r (t ) { y r } { }x r (t ) (2.18) { yr } { }xr (t ) Dengan x r (t ) , x r (t ) , dan xr (t ) merupakan nilai besaran skalar dari ragam getar dan {Ør} adalah matriks eigenvector atau matriks vektor bentuk ragam ke-r, dimana: {Ør} = [{Ø1 },{ Ø2 },...] (2.19) Substitusikan dengan persamaan (2.17) sehingga: M { r }xr (t ) [C ]{ r }x r (t ) [ K ]{ r }xr (t ) [M ]{r}yo (t ) (2.20) Persamaan tersebut dilakukan pre multiple degree dengan {Ør}T sehingga dapat ditulis dengan: M r xr (t ) C r x r (t ) K r x r (t ) r y o (t ) (2.21) dimana: {Ør}T [M] {Ør} xr (t ) = M r xr (t ) {Ør}T [C] {Ør} x r (t ) = C r x r (t ) (2.22) {Ør}T [K] {Ør} x r (t ) = K r xr (t ) keterangan: Mr = Massa generalisasi Cr = Redaman generalisasi ( 2 ξ Mr ωr ) Kr = Kekakuan generalisasi ( Mr ωr2 ) λr = Faktor modal eksitasi Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-18 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persamaan (2.21) dibagi dengan Mr sehingga: xr (t ) 2 r x r (t ) r 2 x r (t ) r yo (t ) Mr Dimana (2.23) r merupakan Modal Participation Factor (MPFr). Nilai MPF ini Mr digunakan untuk berbagai mode atau ragam getar r sekaligus sebagai indikator untuk persamaan MDOF. Adapun nilai MPF dapat diturunkan sebagai: r r MPFr Mr M r r i 1 r (2.24) M r 2 r i 1 Nilai dari MPF menyatakan indikator dari dominasi modal yang bersangkutan terhadap total respon yang terjadi pada struktur . Untuk mengetahui ragam atau mode dominan pada struktur digunakan hubungan dengan nilai ξ , dimana hubungan antara ξ dengan MPF merupakan perbandingan antara MPF untuk mode atau ragam yang ditinjau dengan MPF untuk mode atau ragam total yang bekerja pada struktur. Hubungan antara ξ dengan MPF adalah sebagai berikut: MPF ( i ) (2.25) n MPF ( j ) j 1 dimana: MPF (i ) = MPF mode yang ditinjau n MPF ( j) = MPF total dari mode yang terjadi pada struktur j 1 Berdasarkan hubungan antara ξ dengan MPF, jika nilai ξ lebih besar dari 80 % untuk MPF dari mode yang ditinjau, maka modal yang bersangkutan adalah mode dominan yang terjadi pada struktur. Dalam pemecahan masalah respon sistem dengan n derajat kebebasan terhadap gempa telah berubah menjadi pemecahan respon sistem dengan satu derajat Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-19 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA kebebasan terhadap gempa. Pada umumnya dalam desain bangunan semakin tinggi nomor ragamnya, maka faktor partisipasi ragamnya semakin kecil. Sehingga umumnya ragam suatu struktur dapat ditentukan oleh beberapa ragam pertama saja karena pada ragam berikutnya nilai MPF sudah sangat kecil sehingga tidak begitu dominan. Pada sebuah bangunan umumnya diusahakan agar ragam yang terjadi adalah ragam ke-1 dominan, sehingga dalam merencanakan sebuah bangunan kita hanya mempertimbangkan ragam ke-1 tersebut untuk perhitungan. Respon ragam yang pertama adalah sangat dominan untuk gedung yang tingginya kurang dari 240 ft, sehingga partisipasi ragam-ragam lainnya dapat diabaikan. Selanjutnya dengan hanya meninjau respon ragam yang pertama ini, bentuk ragam dapat disederhanakan menjadi garis lurus dengan simpangan nol pada dasar dan satu pada puncak, seperti terlihat pada gambar 2.10. Gambar 2.10 Bentuk Ragam Pertama yang Disederhanakan untuk Struktur Gedung dengan Ketinggian ≤ 240 ft (Lindeburg and Baradar, 2001) Dalam keadaan yang sesungguhnya untuk setiap ragam r , respon maksimum sistem dengan satu derajat kebebasan pada umumnya tercapai pada saat yang berlainan. Salah satu cara mensuperposisi yang paling baik adalah dengan mengkuadratkan dulu masing-masing komponen dari respon maksimum ragam, Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-20 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA menjumlahkan dan kemudian menarik akarnya. Cara ini disebut Square Root of The Sum of Squares (SRSS). Untuk suatu lantai tingkat atau titik massa ke-n, respon maksimum menurut kriteria ini dapat ditulis sebagai berikut: 2 p ( y r ) n , max { } r n MPFr S d ( r , Tr ) (2.26) r 1 ( y r ) n , max 2 p { } r n MPFr S v ( r , Tr ) (2.27) r 1 ( yr ) n , max 2 p { } r n MPFr S a ( r , Tr ) (2.28) r 1 dengan p adalah jumlah ragam yang dominan yang ditinjau. Berdasarkan gambar didapat gaya geser yaitu gaya inersia untuk setiap modal (r) untuk suatu lantai tingkat atau titik massa ke-n adalah sebagai berikut : {Fs r , n} [mn ]{ r }MPFr S a ( r , Tr ) (2.29) Bila Vb adalah jumlah total dari gaya-gaya yang bekerja pada tiap nodal, maka dapat dihasilkan persamaan: n {Vb} MPFr [m n ]{ r }S a ( r , Tr ) i 1 (2.30) 2.11 Dinding Geser (Shearwall) Dalam permodelan tugas akhir ini, elemen struktur yang digunakan untuk penahan gaya lateral yaitu elemen dinding geser (shearwall). Dinding geser atau shearwall merupakan elemen struktur berupa dinding dan digunakan sebagai penahan gaya lateral. Elemen struktur dinding geser memiliki karakteristik dalam menahan gaya lateral yang terjadi yaitu lebih dominan terhadap momen lentur dari gaya lateral yang terjadi. Dinding geser sangat efektif sebagai penahan gaya lateral untuk Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-21 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA menambah kekakuan struktur karena kekakuan lateral yang sangat tinggi dan menyerap gaya geser yang besar seiring dengan semakin tingginya struktur tersebut. Pemasangan dinding geser pada struktur diusahakan selalu simetris untuk menghindari terjadinya mode rotasi pada mode-mode awal struktur, yang sangat berbahaya bagi keamanan struktur maupun kenyamanan pengguna struktur tersebut. Berdasarkan karakteristiknya, keruntuhan yang akan terjadi pada dinding geser disebabkan oleh momen lentur dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya. Dinding geser yang umumnya digunakan terdapat dua tipe, yaitu dinding geser biasa (wall pier), atau dinding geser dengan menggunakan komponen batas (wall pier with boundary elements). Dinding geser biasa akan memikul beban vertikal dan gaya geser pada panel dinding, sedangkan pada dinding geser dengan komponen batas, semua beban vertikal dipikul oleh komponen batas (boundary element), sedangkan gaya gesernya dipikul oleh bagian dindingnya. Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model dinding geser yang digunakan dalam model struktur adalah dinding geser dengan menggunakan komponen batas. Sendi plastis akan terbentuk pada bagian bawah kaki-kaki dinding geser saat terjadi mekanisme keruntuhan akibat dari momen lentur, dan bukan oleh gaya geser. Demikian pula dengan dinding geser menggunakan komponen batas, di mana momen lentur yang terjadi pada dinding geser ditransformasi menjadi gaya aksial tekan dan tarik pada komponen-komponen batasnya. Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-22 Tugas Akhir SI-40Z1 Modal Pushover Analysis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.11 Gaya-gaya yang Bekerja pada Dinding Geser Biasa (Budiono, 2006) Gambar 2.12 Gaya-gaya yang Bekerja pada Dinding Geser dengan Boundary Element dan Mekanisme Plastis yang Terjadi (Budiono, 2006) Cosmas Wibisono 150 04 014 Hendro Lie 150 04 114 II-23