Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur

advertisement
32
PETA SOSIAL KOMUNITAS
Pada kegiatan Praktek Lapangan satu yang telah dilaksanakan di
Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa,
Pengkaji telah melaksanakan pemetaan sosial dan masalah sosial yang dialami
oleh masyarakat nelayan diwilayah pesisir, sehingga perlu dicari solusi
pemecahan masalahnya. Masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat nelayan
adalah masalah kemiskinan, maka perlu adanya suatu peran kelembagaan yang
dapat mengayom masyarakat nelayan di wilayah pesisir.
Data Geografis, Demografis dan dan Kondisi Masyarakat
Gampong Telaga Tujuh (Pusong) yang berada di wilayah Kecamatan
Langsa Timur Pemeritah Kota Langsa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
terletak pada 04º24’35,68” - 04º33’47,03” Lintang Utara dan 97º55’16,22” 98º04’42,16” Bujur Timur. Gampong Telaga Tujuh mempunyai batas wilayah
sebagai berikut:
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kuala Langsa.
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Langsa Lama.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Manyak Pahed (Kabupaten
Aceh Temiang).
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Salat Malaka.
Gampong Telaga Tujuh terdiri dari empat Dusun yaitu dusun Damai,
Dusun Sentosa, Dusun sejahtera dan Dusun Aman. Gampong Telaga Tujuh ini
sering disebut oleh masyarakat Gampong Pusong. Semua Penduduk beragama
Islam (100%) dan mayoritas penduduk tergolong suku Aceh. Untuk lebih jelas
dapat dilihat Gampong Telaga Tujuh pada Gambar 2.
33
Gambar 2. Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa.
Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur merupakan wilayah
beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan berlangsung antara bulan September sampai dengan Februari
sedangkan musim kemarau berkisar antara bulan Maret sampai dengan Agustus.
Rata-rata curah hujan tiap Tahun adalah antara 500 mm sampai dengan 504 mm
sedangkan suhu rata-rata 28ºC-32ºC. Gampong Telaga Tujuh merupakan
Gampong pesisir yang memiliki luas wilayah 600 hektar dengan ketinggian dua
meter diatas permukaan air laut. Jarak dan waktu yang ditempuh dapat dilihat
pada Tabel 3:
Tabel 3, Jarak dan Waktu Tempuh dari Gampong Telaga Tujuh Ke Ibukota
Waktu tempuh
No
Orbitasi
Jarak (Km)
1.
Ibukota Kecamatan
22
1,5
2.
Ibukota Pemkot Langsa
10
1
3.
Ibukota Provinsi
424
12
(Jam)
Sumber data : BPS Kota Langsa di analisis
Alat transportasi yang tersedia di Gampong Telaga Tujuh adalah
kapal/boat penumpang yang berukuran 10 GT sampai dengan 30 GT.
Transportasi kapal/boat ini, mengangkut penumpang yang akan menuju ke
Gampong Telaga Tujuh satiap satu jam sekali keberangkatan, biaya transportasi
34
kapal pengangkut penumpang per jiwa Rp. 3.000,- (keberangkatan). Jarak
tempuh dari dermaga Kuala Langsa ke Gampong Telaga Tujuh 45 menit. Kapal
transportasi Gampong Telaga Tujuh untuk menuju ke Kota Langsa dapat dilihat
pada Gambar 3:
Gambar 3.
Kapal transportasi ke Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa
Timur Pemerintah Kota Langsa.
Komposisi Penduduk.
Penduduk Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur berjumlah
2.883 jiwa. Tahun 2007, jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1.497 jiwa ( 51,93
%), perempuan 1.386 jiwa ( 48,07 %) . Kepala Keluarga berjumlah 583 KK.
Komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia disajikan pada Tabel 4:
35
Tabel. 4 Komposisi Penduduk Gampong Telaga Tujuh Bedasarkan Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007.
Jenis Kelamin
Jumlah (Jiwa)
Persentase
152
291
10.09
147
150
297
10.30
10 – 14
141
152
293
10.16
4.
15 – 19
142
137
279
9.68
5.
20 – 24
135
124
259
8.98
6.
25 - 29
122
112
234
8.12
7.
30 – 34
118
104
222
7.70
8.
35 – 39
116
96
212
7.35
9.
40 – 44
110
86
196
6.80
10.
45 – 49
102
75
177
6.14
11.
50 – 54
86
62
148
5.13
12.
55 – 59
68
52
120
4.16
13.
60 – 64
40
38
78
2.71
14.
65 – 69
18
22
40
1.39
15.
70 – 74
8
16
24
0.83
16.
75 Keatas
5
8
13
0.45
1.497
1.386
2.883
100
No
Kelompok Umur
Laki-laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
1.
0–4
139
2.
5–9
3.
JUMLAH
Sumber : Data BPS Kota Langsa 2007.
Apabila disajikan ke dalam bentuk piramida penduduk berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada Gambar 4:
36
LK
1:20
75 +
LK
70 - 74
PR
5
8
8
16
65
69
18
22
60
64
40
38
59
68
52
54
86
62
49
102
75
44
110
86
39
116
96
34
118
104
29
122
112
24
135
124
19
142
137
14
142
152
9
146
150
4
139
152
55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 50-
PR
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2
4
6
8
10
12
14
16 1,497
1386
Gambar 4, Piramida Penduduk berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Gampong
Telaga Tujuh, 2007
Piramida penduduk diatas yang menggambarkan bentuk melebar bagian
bawah untuk laki-laki dan perempuan menunjukan kelahiran beberapa Tahun
terakhir masih cukup tingggi. Gampong Telaga Tujuh berkepadatan penduduk
481 jiwa per km².
Sehubungan dengan piramida penduduk, tentang perubahan kelahiran
dan kematian menurut Peserikatan Bangsa-Bangsa dapat dikatagorikan sebagi
berikut :
1. Kelahiran sedang menurun kematian rendah.
2. Kelahiran rendah kematian rendah .
3. Kelahiran tinggi kematian tinggi.
4. Kelahiran tinggi kematian cukup tinggi/sedang menurun.
Menurut Jenis Kelamin piramida penduduk Gampong Telaga Tujuh
menunjukkan besarnya penduduk usia 0 - 4 Tahun hampir sama dengan jumlah
penduduk usia 5 - 9 Tahun dan 10 - 14 Tahun. Penduduk tampaknya angka
pertilitas penduduk Gampong Telaga Tujuh terjadi penurunan dalam 15 Tahun
terakhir, usia 0 - 14 Tahun adalah 881 jiwa (30,56%), sedangkan penduduk
37
dengan usia kerja/usia produktif 15 – 59 Tahun mencapai 1.847 jiwa (64,07%),
dan usia konsuntif 60 Tahun ke atas hanya 155 jiwa (5,38%). Angka rasio beban
tanggungan Tahun 2007 diperhitungkan sekitar 56,09%.
Berdasarkan kenyataan ini, kemudian dilakukan verifikasi data Badan
Pusat Statistik (BPS) Tahun 2007, menyimpulkan bahwa kepala keluarga
tergolong katagori miskin di Gampong Telaga Tujuh berjumlah 505 KK (86,62%),
dan warga masyarakat yang tergolong katagori sejahtera 78 KK (13,38%).
Pertimbangan ini mengingat memang ditemui adanya keluarga nelayan devisit
pendapatan, karena dalam usaha menangkap ikan di laut alat tangkap/perahu
yang digunakan masih tradisional, dan sebagian nelayan masih ketergantungan
kepada pedagang perantara (toke bangku).
Berarti kesimpulannya, permasalahan kemiskinan disini dapat teratasi jika
angka fertilitas tidak lebih tinggi dan dapat ditekan dengan program KB ke depan.
Dikatakan bawa penduduk dapat keluar dari kemisiknan karena daya dukung
sumberdaya alam (SDA) mengcukupi. Sebaliknya jika potensi alam dimanfaakan
dengan tidak memperhatikan keseimbangannya, dikhawatirkan permasalahan
angka kemiskinan akan lebih tinggi bagi keturunan selanjutnya.
Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian Penduduk Gampong Telaga Tujuh pada umumnya
menangkap ikan di laut dan hanya sebagian kecil yang berdagang atau menjual
jasa transportasi penyeberangan. Komposisi penduduk dan Gampong Telaga
Tujuh berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5:
38
Tabel 5,
Komposi Penduduk Gampong Telaga Tujuh Menurut Jenis Mata
Pencaharian.
Jumlah
No
Mata Pencaharian
Jiwa
1.
Nelayan
2.
PNS
3.
%
1.783
89.96
5
0.25
Pedagang
152
7.67
4.
Jasa Transportasi
10
0.50
5.
Petani Tambak
32
1.61
1982
100
Jumlah
Sumber : data potensi Gampong Telaga Tujuh Tahun 2007.
Dari 583 KK penduduk Gampong Telaga Tujuh, jika dilihat dari jenis
kegiatannya dapat diklasifikasikan dalam lima jenis mata pencaharian tetap yang
meliputi; sektor nelayan 1.783 jiwa, PNS 5 Jiwa, pedagangan 152 jiwa, Jasa
Transportasi 10 jiwa, dan petani tambak 32 jiwa.
Dari Tabel diatas jelas menerangkan bahwa mata pencaharian sangat
dominan penduduk Gampong Telaga Tujuh yaitu ketergantungan pada sektor
nelayan, dengan jumlah nelayan sebanyak 1.783 orang ( 90.0%), dan urutan
selanjutnya pedagang sebanyak 152 orang (7,7%), sedangkan mata pencaharian
sebagai petani tambak sebagian telah mengalihkan propesinya sebagai nelayan.
Petani tambak sering mengalami kerugian dalam budidaya udang yang jarang
sekali berhasil, disebabkan oleh penyakit udang MBV (Monodon Munacula Virus)
yang tidak bisa diatasi.
Kehidupan Rumah Tangga Nelayan
Sebagai Kepala Keluarga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup
rumah tangganya, terutama dalam usaha mencari nafkah. Meskipun tidak melaut
namun bagi nelayan Gampong Telaga Tujuh selalu disibukkan dengan rutinitas
kenelayanan. Kegiatan sehari-hari jika nelayan tidak
dapat melaut yaitu
memperbaiki kapal, perahu atau menyiapkan peralatan pancing, jaring, sehingga
perhatian untuk rumah tangga berkurang. Berkurangnya perhatian nelayan yang
39
disibukkan rutinitas tersebut, maka peran utama didalam keluarga nelayan
secara dominan dipegang oleh ibu rumah tangga.
Peran yang dijalankan oleh ibu rumah tangga sebagai pendidik anak,
diterima dengan iklas oleh istri nelayan. Sesuai dengan penuturan informan,
nelayan sadar akan tugas seorang ayah. Meskipun seorang nelayan disibukkan
dengan pekerjaan kenelayanan, bukan berarti peran ayah sebagai kepala
keluarga tidak dijalankan. Apabila ada masalah yang sulit berhubugan dengan
mendidik atau membina anak, istri-istri nelayan selalu meminta pendapat kepada
suaminya. Bahkan apabila ada masalah yang dapat berakibat fatal, misal
pergaulan muda mudi hal ini langsung ditangani oleh suami.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dikalangan keluarga nelayan,
tidak begitu berbeda dengan keluarga bukan nelayan yang berdomisili di wilayah
pesisir. Pembagian tugas selalu diterapkan bagi anak-anaknya. Dalam hal
tertentu dalam menghadapi permasalahan keluarga, misalnya pernikahan anak,
seluruh keluarga dilibatkan dengan memberi peran atau tugas sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Sebenarnya dalam membina anak, seorang ayah
yang mata pencahariannya sebagai nelayan tidaklah membuat dirinya asing bagi
keluarga, justru senda gurau sering terdengar dalam keluarga nelayan.
Struktur Komunitas
Masyarakat pesisir memiliki lingkungan budaya yang berbeda dengan
masyarakat agraris pedalaman atau masyarakat perkotaan. Sistem nilai budaya
yang berkembang dalam masyarakat pesisir terbentuk oleh faktor alam geografis
yang berbeda, juga ada yang terbentuk bedasarkan kesepakatan, seperti aturanaturan khusus yang kemudian menjadi norma-norma sebagai pedoman dalam
setiap interaksi antar sesama warganya.
Koentjaningrat dalam ”Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan”
(1985), menjelaskan sistem nilai budaya seolah-olah berada diluar dan diatas
dari para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para
individu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang ada dalam
masyarakat, sehingga konsepsi-konsepsi telah berakar dalam alam jiwa mereka.
40
Demikian pula dengan masyarakat Gampong Telaga Tujuh yang dominan hidup
melaut atau menjadi nelayan. Meskipun dalam masyarakat Gampong Telaga
Tujuh terdapat warganya yang tidak menggantungkan hidupnya atau mata
pencahariannya pada sumberdaya laut, namun secara kultural mereka harus
tunduk pada sistem sosial budaya Gampong Telaga Tujuh.
Jalinan hubungan sosial dan kerja sama antar sesama warga masyarakat
nelayan Gampong Telaga Tujuh tidak hanya ketika mereka berada di
daratan (perkampungan). Jalinan kerjasama itu malah lebih terlihat ketiga
nelayan melakukan aktifitas ditengah laut yang saling bekerja sama dengan
penuh tanggung jawab. Masing-masing nelayan telah mempunyai tugas sesuai
dengan struktur di dalam sebuah kapal ikan, sehingga mereka tidak saling
menyalahkan apabila terjadi hal-hal yang mengganggu keselamatan di laut atau
didalam pekerjaan.
Dalam struktur didalam kapal penangkapan ikan yang bertanggung jawab
dalam hal keselamatan di lautan adalah Pawang Laôt. Pawang Laôt merupakan
pemimpin anak buah kapal (ABK) atau dalam bahasa Aceh disebut aneuk bot
dalam melakukan penangkapan ikan di lautan. Tanggung jawab lain Pawang
Laôt adalah menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi dengan bantuan
Panglima Laôt setempat, jika terjadi kesalah pahaman yang dianggap menyalahi
aturan-aturan kelautan yang telah disepakati diwilayah Gampong tersebut.
Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya penilaian terhadap hal-hal
tertentu dalam komunitas masyarakat Gampong Telaga Tujoh Kecamatan
Langsa Timur. Terdapat warga masyarakat yang di nilai lebih tinggi dari warga
lainnya dalam Gampong tersebut. Penilaian tersebut bedasarkan pada kategori;
mempunyai kekayaan, kekuasaan, pendidikan yang tinggi, tokoh agama,
pemangku pranata adat.
Proses intraksi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat
pesisir berlangsung dengan saling menghormati antara lapisan sosial, baik
lapisan sosial bawah atau lapisan sosial atas. Tidak pernah terjadi konflik di
antara lapisan masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Interaksi sosial ini terjalin
sangat bagus, sesuai dengan norma-norma agama dan adat istiadat. Sistem
pelapisan sosial penduduk Gampong Telaga Tujuh dapat dilihat pada Gambar 5.
41
Tokoh Agama, Panglima Laôt,
Keuchik, dan Juragan
Tokoh Masyarakat,
Tokoh Pemuda, dan
PNS
Pawang Kawe,
Pawang Jhareng,
Pawang Pukat
Masyarakat
Nelayan (ABK)
Gambar 5. Piramida Pelapisan Sosial Penduduk Gampong Telaga Tujuh.
Pelapisan sosial di masyarakat GampongTelaga Tujuh yaitu: satu, tokoh
agama, Panglima Laôt, Keuchik7, dan Juragan. Keempat unsur tersebut
menduduki setara pada lapisan atas di masyarakat Gampong Telaga Tujuh.
Tokoh agama berpengaruh dalam lingkungan masyarakat Gampong Telaga
Tujuh karena sebagai tokoh panutan dalam agama (agama Islam). Panglima
Laôt sebagai mitra kerja Keuchik yaitu sama-sama sebagai pengayom
masyarakat nelayan. Sedangkan Juragan (toke) yaitu pemilik modal atau
merupakan pemilik kapal penangkapan ikan yang ukuran 20 GT keatas. Dalam
aktifitas penangkapan ikan dilaut banyak masyarakat Gampong Telaga Tujuh
bekerja pada kapal ikan milik juragan atau miminjam modal usaha menangkap
ikan di laut. Hal ini membuat masyarakat Gampong Telaga Tujuh menghormati
juragan tersebut.
Kedua, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan PNS menduduki strata
pada lapisan ketiga yang berperan aktif dalam kemasyarakatan untuk
mendukung kegiatan di masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Ke tiga tokoh
tersebut sangat menghormati setrata lapisan pertama segala kegiatan yang
dilaksanakan di Gampong Telaga Tujuh selalu dikonsultasi pada tokoh tersebut.
Ketiga; Pawang Laôt yaitu seorang yang ahli dibidang usaha penangkapan ikan
7
Keuchik artinya Kepala Desa
42
dilaut dan sebagai pemimpin di kapal penangkapan ikan di laut. Hal ini membuat
Pawang Laôt di masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh menduduki strata
pada pelapisan sosial pada tingkat kedua. Keempat, nelayan atau anak buah
kapal ikan di Gampong Telaga Tujuh yaitu sebagai pekerja pada kapal
penangkapan ikan dilaut menepati strata lapisan bawah.
Kepemimpinan di Gampong Telaga Tujuh muncul dikalangan mereka
yang memiliki harta, mampu membuka jejaring dengan komunitas luar yang sifat
membangun, sedang memangku jabatan, dan mempunyai pendidikan yang tinggi
(Sekolah/agama).
Masyarakat Gampong Telaga Tujuh sangat demokratis dalam memilih
seorang pemimpin. Pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang diharapkan
mampu membawa aspirasi masyarakat, tidak KKN dan dapat menyelesaikan halhal yang terjadi dalam masyarakat.
Gampong Telaga Tujuh mempunyai Kepala Gampong (Keuchik) yang
dipilih oleh masyarakat secara langsung dan demokratis. Kepala Gampong yang
dipilih
mempunyai
peranan
yang
menyangkut
hal-hal
administrasi
kemasyarakatan, seperti pembuatan KTP, pengurusan izin, administrasi jual beli,
dan administrasi pemerintah. Kepala Gampong Telaga Tujuh dalam memimpin
masyarakat bekerjasama dengan Panglima Laôt, sehingga tanggung jawab
Kepala Gampong dalam memimpin masyarakat tidak begitu berat.
Panglima Laôt dipilih oleh masyarakat pesisir secara langsung dan
demokratis. Peran Panglima Laôt di daerah pesisir sangat besar sesuai dengan
Pasal, 6, 4, 2, Perda No. 2 Tahun 1990. Dalam pasal 2 Perda No. 2 Tahun 1990,
lembaga Panglima Laôt menjadi lembaga resmi keberadaannya diakui yang oleh
Negara.
Kelembagaan dan Organisasi sosial
Secara konseptual kelembagaan sosial adalah tata abtraksi yang lebih
tinggi dari kelompok, organisasi dan sistem sosial. Kelembagaan sosial
diistilahkan
oleh
Koentjaraningrat
(1985),
sebagai
pranata
sosial
yang
merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktiftas-aktifitas untuk memenuhi kebutuhan kompleks-konplek khusus dalam
kehidupan masyarakat.
43
Organisasi sosial adalah organisasi formal yang fungsi utamanya
menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan masyarakat. Organisasi ini
berperan sebagai mediator antara kepentingan dan program pemerintah disatu
pihak dan kebutuhan masyarakat dilain pihak. (Suharto, 1997).
Organisasi sosial masyarakat
dapat terbentuk berdasarkan inisiatif
komunitas lokal ataupun terbentuk oleh pihak luar ataupun pemerintah.
Organisasi yang muncul dari inisiatif oleh masyarakat lokal adalah organisasi
tarikat/pengajian, organisasi remaja mesjid, organisasi arisan. Sedangkan
organisasi yang terbentuk dari pihak luar atau pemerintah seperti, Pos yandu,
PKK, karang taruna.
Organisasi sosial yang dibentuk oleh Pemerintah banyak yang tidak
berjalan atau tidak aktif. Organisasi-organisasi tersebut umumnya hanya aktif
bila ada acara pejabat yang berkunjung ke wilayah Gampong Telaga Tujuh.
Setelah acara selesai lembaga tersebut menjadi fakum kembali. Organisasi
sosial yang aktif adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat seperti;
lembaga tarikat/pengajian. Organisasi ini bagi masyarakat Gampong Telaga
Tujuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pedoman hidup dunia dan akhirat.
Organisasi tarikat/pengajian ini di adakan dimesjid Nurul Huda pada setiap
malam Senin dan Jum’at.
Dalam Gampong Telaga Tujuh kelembagaan atau organisasi yang sangat
berperan dimasyarakat pesisir adalah kelembagaan Panglima Laôt. Panglima
Laôt merupakan kelembagaan adat dan karena berfungsi sebagai ketua adat
bagi kehidupan nelayan di Gampong Telaga Tujuh, serta unsur penghubung
pemerintah dan rakyat (nelayan) di tepi laut guna mengsuseskan program
pembangunan perikanan dan program pemerintah lainnya, yang tujuannya untuk
mensejahterakan masyarakat yang bermukim di pesisir.
Panglima Laôt adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut
bertugas mengkoordinasi satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan
minimal satu pemukiman nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab
Panglima Laôt di antaranya “ mengawasi dan memelihara pelaksana hukum
adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan dengan penangkapan
ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut, dan lainnya “ (Djuned,
44
2001). Rasa hormat dan kepatuhan nelayan kepada Panglima Laôt, disebabkan
kewibawaan Panglima Laôt sebagai pengayom masyarakat nelayan, terlihat
pada pengambilan keputusan dalam masalah-masalah yang dialami oleh
nelayan. Dalam mengabil keputusan, biasanya tidak hanya pengurus lembaga ini
saja, namun seluruh komponen nelayan di ikut sertakan.
Kepemimpin kepala Gampong yang amat bersahaja dan penuh perhatian
terhadap warga tampa membedakan latar belakang pekerjaan, menimbulkan
rasa persaudaraan antar warga. Begitu juga dengan tokoh masyarakat dan Alim
Ulama di Gampong Telaga Tujuh sangat dihormati oleh masyarakat dan di
segani. Hal itu dapat dilihat dalam interaksi sehari-hari dengan tokoh tersebut,
seperti ketika mengadakan kanduri mereka akan meminta pendapat kepada
tokoh-tokoh tersebut.
Jejaring sosial antara tokoh-tokoh dengan warga masyarakat cukup
harmonis tidak ada kesenjangan sosial. Tokoh masyarakat yang diakui
dikalangan masyarakat Gampong Telaga Tujuh, dalam aktifitas bergaul dengan
sesama warga Gampong terjalin akrab. Keakraban timbul atas kesadaran
bersama-sama warga, dengan memegang falsafah hidup “ di mana kaki berpijak
disitu langit dijunjung’, rupanya falsafah itu berlaku umum di antara warga
Gampong. Selain itu yang lebih mengikat jejaring sosial adalah sebagai aqidah
sesama ajaran agama yang mayoritas agama Islam. Kepercayaan dan agama
yang dianut mengeratkan jejaring sosialnya antara nelayan dan tokoh-tokoh
masyarakat setempat.
Panglima Laôt, sebagai pengayom masyarakat nelayan memiliki jejaring
hubungan dengan bebagai pihak guna meningkatkan sumberdaya nelayan.
Hubungan tersebut terjalin mulai dari tingkat Kepala Gampong hingga ke
Pemerintahan Kota Langsa. Sebagai warga masyarakat Gampong, kedudukan
Panglima Laôt adalah sebagai mitra kerja Kepala Gampong.
Seperti dalam
melaksanakan kegiatan Kanduri Laôt (kanduri laut), Panglima Laôt melibatkan
seluruh unsur dalam mengambil keputusan yang terdiri dari; Keuchik, Imeum
Meunasah, Unsur nelayan, Tuha Peut, Perangkat Gampong dan Pemerintah
Kota Langsa. Adapun jejaring Panglima Laôt dapat dilihat pada Gambar 6:
45
Keuchik
Imeum
Meunasah
Tuha Peut
Nelayan/masyarakat
Perangkat
Panglima Laôt
Gampong
Pemerintah
Gambar 6. Pola Hubungan Jejaring Panglima Laôt Gampong Telaga Tujuh
Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa.
Sumberdaya Lokal
Berdaya masyarakat Gampong Telaga Tujuh terhadap ekosistemnya
adalah alam sebagai sumber penyedia kebutuhan hidup. Pandang ini diwujudkan
dalam aktivitas yang masih memanfaatkan sumber alam bagi kebutuhan
keluarga seperti pemanfaatan sumberdaya laut.
Adaptasi ekologi adalah sistem yang dianut dan diterapkan dalam hidup
yang
erat
berhubungan
dengan
pekerjaan
sebagai
nelayan,
termasuk
penyesuaian dalam lingkungan hidup pemukiman, baik dalam hal, bagaimana
manusia dapat menyesuaikan diri dengan alam sebagai lahan tempat beraktifitas
guna kebutuhan hidup, dan bagaimana nelayan menyesuaikan diri dengan
tuntutan tradisi/adat yang menjadi pedoman dalam masyarakat nelayan.
Hubungan antara masyarakat Gampong Telaga Tujuh dengan ekosistem dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang
ada pada lingkungannya. Warga masyarakat tidak sulit dalam mengakses
sumberdaya alam yang terdapat dilikungan tersebut. Carryng capacity ekosistem
(daya dukung alam yang seimbang), tampak mempu mendukung jumlah
penduduk untuk memperoleh penghidupan yang diperlukan. .
Sumberdaya lahan seluas lahan 600 hektar di wilayah pemukiman
Gampong Telaga Tujuh terletak di daerah pesisir. Sebagian lahan tersebut
46
terpisah dengan sungai. Kondisi lahan berpasir, dengan ketinggian dua meter
diatas permukaan air laut. Lahan yang ada pada pemukiman penduduk tersebut
tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, karena penduduk yang bermukim di
Gampong Telaga Tujuh pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan di
laut. Pekerjaan menangkap ikan di laut telah menjadi budaya penduduk
Gampong Telaga Tujuh.
Download