POTRET SOSIOLOGI POLITIK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Oleh : A. Fauzi Amiruddin, SH., M.M.* Abstract The values of human rights can be characterized by a balance between rights and obligations and the balance between the interests of individuals with common interests. How can a balance be achieved between the two if the operation is placed just for the sake of politics itself. So consciousness way of playing politics 'progressive', is a manifestation and is present as well as the preservation of basic human rights. Progressive politics a way that not only uses the ratio of interest, but also loaded with kenuranian. This is where we are going the way politics was possessed with a sense of empathy, honesty, commitment and courage. Thus, we will be talking conscience of the people in the wider social space based on the nationality of political sociology. Keywords: progressive politics, the basic human rights, political democracy sengketa pilkada ke belakang selama A. Tindakan dan Argumentasi Politik kontemporer, dalam ini. Mobilisasi massa, unjuk rasa praktiknya oleh kebanyakan orang seputar pilkada masih menarik minat dipahami sebagai sikap ambivalensi, dan terus mendapat sokongan. Di terkadang dikutuk tetapi sekaligus berbagai daerah orang makin mudah diharapkan. Di satu sisi, perilaku dimobilisir untuk politik dari hari ke hari kian rutin mendukung ini dimaknai menuntut perhatian mulai dari yang sebagai cela ketimbang menolak dan keluhuran. Perilaku politik dianggap mengaku sebagai kelompok-kelompok koalisi. potret dan asal-muasal kericuhan, dagang sapi, identik dengan oposisi itu, Setidaknya untuk sampai sudah atau pada berbagai perilaku tamak, licik, munafik, dan orde politik kita lalui, mulai dari orde hanya sekedar retorik. Bagaimana lama, orde baru dan terkini orde tidak, jika diibaratkan politik sebagai reformasi, tanaman kehidupan, maka buahnya menunjukkan ialah demokrasi signifikan terhadap pertumbuhan demokrasi bangsa. Sebagaimana Tidaklah yang kebablasan. berlebihan perumpamaan tadi, jika dihadapkan dengan beberapa kontes tetapi perannya politik menyiratkan * Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung belum pada juga yang saat keprihatinan ini kita bersama, di saat yang bersamaan aktor-aktor politik mendeklarasikan berlomba-lomba partai politik’. Lalu, mengapa perlu politiknya menjelaskan potret sosiologi politik sebagai ancaman kompetisi di ajang masyarakat dalam konteks hak asasi berbagai pemilu. Pilihan politik saat manusia? Apa yang salah dari cara ini, berpolitik kita saat ini, sehingga dirasa secara tegas telah menenggelamkan budaya politik orde perlu baru yang bersifat sentralistik dan hubungan mata-rantai antara politik otoritarianisme. Dengan kata lain, di dan masyarakat, agar tetap berada massa orde baru kekuasaan secara pada jalur kearifan dan juga menjaga keras hak-hak dasar manusia. membatasi pikiran dan partisipasi, maka rakyat tidak begitu saja diberikan ruang untuk berpolitik. Paradoks Ketika ini mengutarakan berbicara potret perilaku politik masyarakat, tak luput menciptakan juga dengan sikap ingin meluruskan dugaan bahwa seakan-akan perilaku pengertian politik yang selama ini politik rutinitas ditafsirkan dalam olok-olok: “manusia aktor- adalah binatang politik”. Degradasi ini aktornya. Inilah kontes politik yang mewakili kondisi deskriptif politik kita sering dari sehari-hari, yaitu berpolitik berarti rakyatnya, karena indikator perilaku berperilaku tamak, licik dan kasar. politik diukur melalui insiden-insiden Padahal paham yang sesungguhnya hasil, seperti; koruspi politik ‘jabatan dari konsep zoon politikon adalah birokrasi di DPR yang berkonotasi mulia, yaitu bahwa manusia adalah korupsi’, serta politik uang di setiap binatang (makhluk) yang berpolitik. pemilu dan pilkada merupakan potret Artinya, berbeda dengan binatang, buram berlatar suram dari sosiologi manusia memiliki peralatan alamiah politik masyarakat kita pada akhir- untuk akhir ini. Rasionalisasi kesemerawutan mencapai hidup yang adil. Itulah kondisi bangsa saat ini, intinya akan politik. Karena itu “ilmu” tentang berakhir pada sikap yang sama bahwa politik disebut sebagai ilmu yang politik sebagai instrumen bahaya laten paling utama (the highest of all yang sciences), karena politik merupakan dimaknai kelembagaan dan kehilangan selalu ini tulisan sebagai perilaku legitimasi menciptakan suasana dehumanisasi. Kita memang sedang berada dalam konstruksi sosial yang ‘anti mengorganisir diri guna urusan keadilan umum, melibatkan semua orang, dan untuk membahagiakan rakyat.1 seluruh bahwa konsepsi manusia sebagai Preskripsi seperti inilah yang mesti makhluk rasional memiliki kebebasan dikembalikan dalam cara berpolitik dan kita. dan memiliki tujuan tertinggi yang Menjelaskan perilaku politik masyarakat tentu saja bukan sekadar kehendak menentukan-dirinya, lebih penting daripada proses sosial dan politik di mana dia terlibat.2 upaya mengoreksi sebuah olok-olok, Mereduksi makna kebebasan melainkan suatu upaya besar untuk yang menerangkan peristiwa-peristiwa kritis kebutuhan dasar sebuah masyarakat dalam dan politik, tentu akan melahirkan sumber dasar-dasar energi komunikasi antara tindakan dan merawat argumentasi. Terbukti cara berpolitik menghindari kita tidak akan terlepas dari dialektika sejarah kemudian orde politik, mencari rasionalisasi untuk kemanusiaan dan berulang-nya perendahan terhadap martabat manusia. merupakan bagian dari tindakan dan argumentasi sebagai bentuk kehendak politis. Hanya saja, Problem ini membawa kita kebebasan yang sudah ada bersama- pada soal yang amat mendasar dalam sama pada watak dasar manusia dalam filsafat menyelenggarakan politik, yaitu masalah kontes politik, normatifitas sebuah perilaku politik harus terwadahi melalui argumentasi masyarakat; apakah kondisi sosio- sebagai psikologis Artinya, tindakan untuk memberikan yang penyelenggaraan politik. perlu sebuah Filsafat politik, bagi kontes oleh tindakan argumentasi warganegara. berlangsung dalam kesetaraan konstitusional. Dengan kata karenanya, merupakan pembacaan dan lain, pencarian gagasan dalam kaitannya tindakan dengan menjaga serta menjamin kenyataan moralitas publik. Pada kebebasan dan akhirnya dalam menjelaskan perilaku hak-hak politik konstitusional. masyarakat mengeyampingkan tidak konsep bisa dasar untuk melakukan argumentasi manusia tetap secara tentang watak dan tujuan manusia itu sendiri. Dengan begitu, kita akan paham 1 Robertus Robet, Kembalinya Politik “Pemikiran Politik Kontemporer Dari (A)rendt Sampai (Z)izek”, Cipta Lintas Wacana, Jakarta, 2008, hal viii-ix 2 Henry J. Schmandt, Filsafat Politik “Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern” Cet II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 11. A. Sosiologi Politik dan Kearifan Nilai Terlebih dahulu perlu dikemukakan bahwa embrio studi sosiologi sesungguhnya telah mulai sejak August Comte (1798-1857). Comte mencetuskan istilah “sosiologi” ini dalam bukunya yang terkenal cours de philosophie positivie jilid 4 untuk dengan dari disiplin sosiologi pada ide mendasar yang menyatakan bahwa seseorang harus menggunakan metodemetode pengamatan yang di pakai ilmu-ilmu alam untuk mempelajari gejala-gejala sosial.3 Selanjutnya perkembangan ilmu sosiologi, sejak akhir abad 19 mulai tumbuh pesat seiring dengan berkembangnya derivasi disiplin sosiologi, seperti; sosiologi hukum, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi politik dan pengetahuan Secara sederhana sosiologi berarti studi mengenai masyarakat. Dalam lingkup masyarakat terdapat unit dasar sebagai analisa sosiologis, baik itu struktur politik, agama, ekonomi, dan hukum. Dalam ikhtiar untuk melakukan analisa pada konteks telah yang membahas kelompok-kelompok sosial, dan studi mengenai interaksi-interaksi manusia dan inter-relasinya. Karena itu pusat perhatian sosiologi ialah tingkah-laku manusia dalam konteks sosial.4 Menempatkan sosiologi sebagai optik analisa terhadap ilmu politik tidak semudah yang kita duga. Jika sosiologi itu terutama memperhatikan tingkah-laku manusia dalam konteks masyarakat dan dalam hal ini mencakup segala-galanya, maka jelaslah ilmu politik itu hanya menempati beberapa aspek saja dari masyarakat. Terkadang politik hanya identik dengan lembaga-lembaga sosial seperti, badan legislatif, eksekutif, dan partai politik. Serta lebih khusus lagi bahwa perilaku politik terlihat dari cara bekerjanya sebagainya. cara mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu menunjukkan ilmu tentang masyarakat. Dengan menekankan makna ilmiah berbagai politik melalui proses pemilihan legislatif dan eksekutif, maupun interaksi politik antar negara. Karena itu, akan semakin sulit bagi kita untuk menentukan batas-batas dan nilai-nilai ilmu politik, dan kemudian untuk memfokuskannya kedalam sosiologi politik. kemasyarakatan, para sosiolog modern 3 Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal v. 4 Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Cet V, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, hal 1. Perhatian sentral dari ilmu Pada prinsipnya mempelajari penyelesaian dari tingkah-laku politik dan masyarakat konflik-konflik manusia; atau proses tidak saja berangkat dari varian konsep dengan mana masyarakat membuat di atas, kearifan nilai yang menjadi keputusan-keputusan kultur politik adalah ataupun masyarakat mengembangkan kebijakan-kebijakan eksponen tertentu; lembaga politik dan idelogi politik atau secara otoritatif penting merupakan terbentuknya mengalokasikan sumber-sumber dan masyarakat. nilai-nilai berupa dipahami sebagai alur atau peristiwa pelaksanaan kekuasaan dan pengaruh dalam kehidupan sosial. ‘Ada’ dalam di dalam masyarakat.5 Setidaknya hal politik itu menjadi aktivitas dan tujuan politik. melainkan ‘ada’ atau situasi di wilayah Namun sosial, dan ‘ada’ juga dalam arti tertentu; tidak atau banyak orang Kearfan bukan dunia dapat keseluruhan, membantah, bahwa politik ialah seni kolektif. mempengaruhi menunjukkan kearifan nilai kolektifitas dan selebihnya orientasi kekuasaan. Jika Situasi nilai seperti ini menjadi tradisi yang sejak lama berada sosiologi politik dalam batas kesadaran dan menjadi mempelajari mata-rantai antara politik pilihan dan masyarakat, dengan demikian Sebaliknya, masyarakat barat sangat secara konseptual basis sosio-politik fanatik menggunakan politik, individualistik-nya, dan tidak sama partisipasi politik, rekrutmen politik, dengan nilai yang kita miliki. Maka komunikasi politik dan pendidikan tidak heran, ketika perilaku politik politik sebagai alat baca terhadap pecah perilaku politik masyarakat.6 Dimana masyarakat kita, cenderung situasi ini konsep untuk tidak akan bertahan lama, bila pada memperluas saat yang sama masyarakat kita sadar sosialisasi tersebut digunakan membangun pengaruh, keterlibatan dalam sistem politik, penjaringan regenerasi kader politik, hidup masyarakat dengan belah kearifan diterapkan kita. nilai pada dan mau berubah berdasarkan kearifan nilai yang dimiliki. distribusi informasi secara merata dan sampai kepada pembelajaran politik. B. Masyarakat Politik Kehadiran masyarakat 5 6 Ibid. Ibid. dapat politik dilihat dalam dari bermacam-macam sudut. Memandang dan memahami politik, tidak hanya kepentingan dalam batas-batas ilmu politik itu untuk tidak percaya, bahwa masyarakat sendiri. Jika diamati dalam konteks sebenarnya dalam kesehariannya selalu yang luas, politik itu tampak selalu berpolitik. Sehingga pergulatan antara bergerak, berubah, mengikuti dinamika masyarakat dan politik tidak dapat kehidupan Penempatan dihindarkan, sisanya adalah ungkapan politik dalam konteks yang luas itu kekecewaan terhadap espektasi politik. membawa kita kepada pembicaraan Dalam hal ini, perlu dipertegas tidak tentang dalam setiap masyarakat mempunyai cara hubungannya dengan lingkungan sosial pandang yang sama terhadap politik, dan lebih khusus lagi masyarakat. baik itu politik secara normatif sampai Sesungguhnya kehidupan cara bekerjanya politik di masyarakat. berpolitik, faktor dan campur tangan Semua itu dipahami jika kontes politik manusia manusia. perilaku dalam tidak berkelebat, politik baik masing-masing. pernah berhenti telah menciptakan ekspresi kebebasan, sebagai operator dan disitulah muncul sekat/jarak maupun sasarannya. Karena peranan ideologis. manusia yang terus-menerus itu, kita masyarakat perlu karakter dan ciri khas tersendiri. lebih Sulit memastikan, bahwa manusialah aktor penting di belakang kehidupan politik. Sebab cara berpolitik akan selalu memiliki Bagi masyarakat Barat, mungkin politik dianggap sebagai Oleh karena itu, kita akan badly needed. Meski sering membuat memahami masyarakat yang memiliki kebebasan peran mempertahankan kehadirannya senantiasa diperlukan. eksistensi politik. Bila demikian, peran Tanpa politik, maka aturan-aturan yang dilakoni oleh setiap masyarakat kolektif sulit diperoleh. Sebagai zoon tentu berangkat dari premis yang sama, politicon, kehadiran politik sungguh bahwa faktor kepentingan menjadi diperlukan. Tapi deferensiasi peran dan agenda argumentasi struktur sudah tercipta sedemikian kontes politik. Dibalik kepentingan rupa, belenggu atau pengaruh politik tersimpan kehendak tingkat kebutuhan dapat dikurangi hingga batas yang masyarakat, baik itu secara personal paling minimal.7 maupun dalam tindakan dan kelompok. individu terbelenggu, Sehingga pemenuhan kehendak akan membentuk peran berdasarkan temperatur tingkat 7 Syarofin Arba, Demitologisasi Politik Indonesia, CIDESINDO, Jakarta, 1998, hal x. Mungkin dalam setiap pemilu sesuai lagi dengan cara berpolitik pada saja terjadi fenomena politik secara masyarakat tertentu. massal. Itu pun tidak harus dilakukan Lalu, oleh semua orang memperoleh hak Kelihatannya, memilih yang sudah memilih. atau tidak masyarakat salahkah yang ingin berpolitik yang berseberangan dengan keyakinannya. anggota mendapatkan yang mencoba meloloskan diri dari “belenggu” cara sudah menjadi hak asasi dari tiap masyarakat ketika Keyakinan untuk hak-hak bersangkutan. Orang pun tidak terlalu konstitusionalnya mempersoalkan seberapa jauh politik obyektif maupun sebaliknya. Situasi berperan dalam masyarakat. Justru jika ini politik menampilkan disalahgunakan masyarakat baik menunjukkan dalam politik ekspersi akan kebebasan akan dengan mudah mengecamnya. dalam Karena kedaulatan ada di tangan Seperti apa yang dituliskan dimuka, rakyat, mereka pula yang kelak akan masyarakat menetukan arah politik selanjutnya. berkelebatnya politik, maka faktor Hampir semua watak politik modern menyerahkan kemajemukan arti perbedaan. adalah tempat kebutuhan akan melahirkan varian legitimasi kepentingan yang berbeda. Dibalik itu rakyat. rupanya tersimpan kerumitan antara Kedaulatan rakyat menjadi senjata masyarakat dan politik, salah satunya pamungkas cermin cara berpolitik yang berbeda kedaulatan di tangan untuk menjalankan membuat, dan bahkan dan menjadikan perilaku politik terfragmentasi kepada mematahkan/merobohkan manifestasi masyarakat politik yang sengaja dibebankannya. kepentingan tertentu. Manifestasi politik merupakan tindakan dan argumentasi yang sengaja C. Relasi Politik dan Kebebasan Kebebasan dibuat dan sengaja pula dijalankan sebagai wujud pilihan hidup yang fundamental sebagai sesuatu dalam politik, berdemokrasi. Namun pada waktu keduanya memiliki relasi pengakuan yang untuk terhadap keberadaannya. Bagi politik, melepaskan diri dari ikatan yang tanpa adanya kebebasan tidak mungkin dibuatnya, skema-skema ada politik dan politik tanpa kebebasan manifestasi politik itu sudah tidak sama sekali bukan politik. Dinamisasi sama ia berusaha manakala antara politik dan kebebasan akan selalu berjalan, dan mungkin saja kritik dengan suara lantang yang saling ditujukan kepada pemerintah, hal ini menuntut atau juga menunjukkan minatnya terhadap orde disebabkan politik tertentu. Seperti yang kita mengemukakan pendapat di muka ketahui, berbagai orde politik telah umum tidak dijamin pada waktu itu. dilalui oleh negara ini, tetapi politik kebebasan Insiden seperti untuk ini justru dan kebebasan memiliki ruang hidup membuat politik terbelenggu dengan sendiri. Sehingga impian bangsa ini kekuasaan yang absolut. Apa jadinya semakin tidak sabar ingin melihat politik jika tidak diberikan ruang politik tidak lagi menjadi tawanan oleh kebebasan? Jawaban ini telah kita penguasa pada jaman orde baru. Pada rasakan bersama pada orde politik intinya memiliki cita-cita bersama sebelumnya. Saat ini orde politik kita untuk bebas menuju orde politik berusaha untuk mencari jati dirinya. selanjutnya, yang menjamin hak-hak Wajah politik modern yang selalu asasi manusia. mengedepankan penghargaan terhadap Tidak dapat dipungkiri, hak asasi manusia, tetapi justru lahirnya orde politik reformasi terlihat terkadang politik sering melahirkan adanya dinamisasi politik yang pesat di pelanggaran kemanusiaan. Indonesia. Tonggak yang Pelanggaran hak asasi manusia mengawali secara dramatik dinamisasi terjadi dalam iklim demokrasi yang tersebut Presiden lebih berfokus pada hak, ketimbang Soeharto pada 21 Mei 1998 dari kursi kebebasan. Konsep hak asasi manusia kekuasaan yang telah didudukinya yang demikian ini terjadi sejak adanya selama tigapuluh dua tahun.8 Dari pergeseran paradigma dari paham “hak aspek politik cukup banyak perubahan kodrat yang terjadi selama ini. Betapa tidak, menekankan ide kebebasan kepada tirani kekuasaan pada masa orde baru paham “hak kodrat modern” yang lebih membuat kehidupan demokrasi politik menekankan ide hak itu sendiri.9 menjadi tawanan serta terkondisikan Pergeseran dengan instruksi penguasa. Sehingga mempengaruhi konsep dan praktik jarang sekali kita dapat mendengar demokrasi itu sendiri. Kalau pada yaitu penting jatuhnya konsep tradisonal” ini tradisional yang pada yang lebih gilirannya terutama 8 Munafrizal Manan, Pentas Politik Indonesia Pasca Orde Baru, IRE Press, Yogyakarta, 2005, hal 29. 9 Robertus Robet, Politik…Op.,Cit. hal 4. Kembalinya diwakili oleh Aristoteles, manusia di sebagai bagian dari hak, melainkan lihat sebagai makhluk sosial (zoon sebagai ruang pemenuhan hak. Jika politikon), maka konsep modern yang makna terutama diwakili Hobbes seperti itu, kebebasan bukan lagi manusia makhluk sebagai melihat kebebasan yang kebebasan, mencari kepentingan diri sendiri, dan kekacauan. tidak dipahami melainkan terjadi kebebasan hanya bermakna sejauh itu bermanfaat untuk memuaskan kepentingan diri sendiri.10 Konsep dan praktik demokrasi D. Tipologi Berpolitik dalam Keseimbangan HAM Berbagai fenomena cara berpolitik yang dihadapi bangsa ini, yang diajukan oleh paham tradisional menunjukkan lebih melihat hak manusia pada jalinan makin kompleks, baik dalam ranah kelindan kebebasan satu sama lain, teoretis maupun ranah paraktis. Hal sementara paham modern lebih melihat tersebut telah memacu perkembangan hak berbagai ide dan pandangan untuk manusia individual sebagai tanpa tuntutan perkembangan memperhatikan menyikapinya. lain apalagi menentukan secara sosiologis tentang bersama.11 Dalam konteks di atas, bagaimana cara berpolitik kita saat ini semakin intensnya modern yang kepentingan yang Desakan yang untuk kontes politik menjadi lebih terasa manakala ketika terbukanya katup melihat betapa politik itu semakin kebebasan politik menyusul banyak memegang peranan sebagai kerangka terjadinya kehidupan sosial masyarakat modern. antara ketidakramahan politik dan hak kembali dasar Harus diakui kebelakangan ini, kemanusiaan. Watak liberal sebagai bahwa cukup banyak prestasi politik taradisi asal paham politik modern kita yang berjalan tidak memuaskan. adalah bentuk pendangkalan terhadap Kemudian tidak jarang juga layar kaca, kearifan paham politik bangsa kita. media cetak dan media elektronik Tentu kearifan ini, berangkat dari nilai tampil memberi kabar pada masyarakat kolektifitas, dimana memahami makna luas kebebasan disandarkan pada berpolitik kita selama ini. Kebijakan kesetaraan konstitusional. Artinya, politik disisi lain tidak saja dapat kebebasan semestinya tidak saja dilihat 10 Ibid. 11 Ibid. mengenai diterima dengan kegagalan tangan cara terbuka, terkadang hanya menjadi komoditi politik untuk dijadikan bahan cerita rakyat. Sudah menjadi kebiasaan Salah satu perwujudan moral ketika terjadi konflik politik, selalu tersebut adalah pada waktu dibicarakan masyarakat pada tingkat level bawah kesadaran menjadi kesinambungan antara mesin berkepanjangan. konflik yang Sengketa pilkada paham cara berpolitik kepentingan sebagai melemahkan untuk dirinya maluku utara adalah satu dari sekian sendiri, kemudian di arahkan untuk banyak konflik politik yang sampai membangun makna kebebasan yang detik ini tidak menemui jalan terang, disandarkan hal ini disebabkan para elite politik konstitusional. Moral politik ingin dengan sengaja melakukan proses mendorong cara kita berpolitik tidak pembiaran terhadap konflik itu, agar pernah gejolak yang terjadi dapat membuat berhenti, kekacauan. Dalam hal ini diperlukan melakukan sesuatu menuju kepada progresifitas keadaan demokrasi politik yang lebih berpolitik, dan agar kesenjangan yang kesadaran dapat cara menekan melebar mengenal kesetaraan waktu melainkan untuk selalu ingin baik. antara harapan dan kenyataan. pada Salah satu cara berpolitik yang sangat merisaukan adalah ketika secara Kata kuncinya adalah berani mutlak berpegangan pada peran tidak kita untuk membebaskan diri dari kepentingan antagonis. Cara dan peran faham bahwa politik tidak hanya yang demikian itu merupakan hal yang sekedar banyak pemenuhan kepentingan dilazimkan dalam kontes dirinya sendiri, akan tetapi politik politik kita saat ini. Cara berpolitik dapat tersebut menjamin interaksi sosial hanya melihat manusia masyarakat menjadi humanis dengan sebagai market politik atau selebihnya penuh kesadaran bahwa kepentingan objek kepentingan. Di sinilah letak pemenuhan hak-hak dasar manusia gagalnya adalah segalanya. Sehingga jika kita masyarakat kita jika melihatnya dalam bertanya bagaimana moral politik itu konteks hak asasi manusia. potret perilaku politik bekerja, kandungan nilai moral ini Pada dasarnya, nilai-nilai hak adalah kepedulian yang tidak kunjung asasi manusia dapat ditandai dengan berhenti, keseimbangan mengenai bagaimana antara hak dan mendorong politik untuk memberikan kewajiban serta keseimbangan antara jalan yang lebih baik dan lebih baik kepentingan perseorangan lagi kepada bangsanya. kepentingan umum dengan (masyarakat). Keseimbangan antara aspek peran/aktor politik maupun sistemnya kemanusiaan dan aspek sama-sama progresif. Dengan kemasyarakatan mengandung makna pandangan ini, cara berpolitik kita antara hak-hak perorangan (individu) dapat menampilkan makna arti yang di progresif, jika politik itu hadir dapat satu pihak kemasyarakatan pihak.12 dan hak-hak (sosial) Dengan di lain menjaga keseimbangan antara hak perkataan lain, kemanusiaan dan hak kemasyarakatan, bagaimana bisa dapat diwujudkan dan bukan berarti sebaliknya. keseimbangan antara keduanya jika Salah satu kerisauaan bekerjanya politik hanya ditempatkan sebagai untuk kepentingan dirinya sendiri. kurangnya Kesadaran nilai berpolitik untuk turut memecahkan politik problem-problem besar bangsa dan merupakan manifestasi dan sekaligus negara kita. Cara berpolitik yang hadir sebagai pelestari hak-hak dasar menempatkan pemenuhan kepentingan manusia. untuk dirinya sendiri, sudah waktunya yang progresifitas meliputi semestinya Jika kita berbicara pada ranah tipologi, maka kesadaran bangsa, yaitu kita kesadaran terhadap cara kita untuk ditinjau kembali. Selama ini, cara potret sosiologi politik yang demikian berpolitik ‘progresif’ dijalankan ke itu tidak mampu untuk memecahkan dalam tipe berpolitik dengan nurani. problem sosial. Suatu cara berpolitik Cara yang berpolitik menggunakan melainkan itu rasio hanya kepentingan, dilakukan progresif untuk perlu menembus kemandegan. Maka bukan penglihatan kenuranian. Di sinilah cara berpolitik yang harus ditutup atas potret politik kita akan dirasuki dengan rasa empati, masyarakat kita saat ini, melainkan kejujuran, komitmen dan keberanian. secara Dengan demikian maka kita akan menumbuhkan kesadaran berpolitik berbicara nurani rakyat dalam ruang dengan nurani dan sekaligus hadir sosial yang lebih luas. Keadaan akan sebagai menjadi manusia. ideal sarat berwatak dengan 12 juga tidak manakala baik Barda Nawawi Arief, Perlindungan HAM dalam Hukum Positif di Indonesia, Himpunan Naskah Lokakarya Nasional Tentang HakHAM, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, Jakarta, 1992, hlm 89. progresifitas pelestari hak-hak untuk asasi Referensi Barda Nawawi Arief, Perlindungan HAM dalam Hukum Positif di Indonesia, Himpunan Naskah Lokakarya Nasional Tentang Hak-HAM, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, Jakarta, 1992. Henry J. Schmandt, Filsafat Politik “Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern” Cet II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Munafrizal Manan, Pentas Politik Indonesia Pasca Orde Baru, IRE Press, Yogyakarta, 2005. Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Cet V, Rajawali Pers, Jakarta, 1995. Robertus Robet, Kembalinya Politik “Pemikiran Politik Kontemporer Dari (A)rendt Sampai (Z)izek”, Cipta Lintas Wacana, Jakarta, 2008. Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Syarofin Arba, Demitologisasi Politik Indonesia, CIDESINDO, Jakarta, 1998.