Catatan untuk Khotbah 14 Maret 2010 Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Nats Alkitab: ................... Ringkasan Khotbah 7 Maret 2010 Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Nats Alkitab: Roma 3:23-26 (Salib Kristus) Audio khotbah dari minggu-minggu sebelumnya tersedia di website: www.griimelbourne.org Kita akan kembali merenungkan salib Kristus, khususnya dalam eksposisi Injil Matius. Harap kita tidak menjadi bosan dengan renungan tentang salib Kristus. Apabila kita bosan, hal ini hanya menunjukkan bahwa kita kurang mengerti seberapa dalam kekayaan dan kelimpahan Firman Tuhan, misteri dan keagungan dari kematian Kristus yang menebus dosa kita. Martin Llyod-Jones menulis dalam introduksi bukunya yang berjudul The Cross, “Selama 20 tahun saya melayani di mimbar Westminster, ada saat-saat dimana saya, karena kebodohan saya atau karena bisikan Iblis, saya merasa tidak ada lagi yang bisa saya kotbahkan. Semua sudah saya kotbahkan… Puji Tuhan, sekarang saya sadar bahwa sebenarnya saya baru mulai. Tidak ada akhir dari berita salib yang begitu agung dan mulia, karena akan selalu ada yang baru, akan selalu ada yang segar, akan selalu ada yang mempesona kita, akan selalu ada yang menggerakkan dan membangun kita tentang salib Kristus yang tidak pernah kita lihat sebelumnya.” Apabila Martin Llyod-Jones yang telah 26 tahun berkotbah di mimbar Westminster yang menjadi berkat bagi ribuan orang sadar ketika dia menyeldiki salib Kristus, tidak akan ada habisnya kelimpahan dari salib Kristus, bolehkah kita bosan akan salib Kristus? Harap Roh Kudus boleh bekerja di dalam hati kita agar kita mengerti sekali lagi berapa dalamnya, agungnya, mulianya dan begitu limpahnya akan salib Kristus yang di mana di situlah bergantung keselamatan kita dan siapakah kita di hadapan Tuhan. Kita akan merenungkan Roma 3:26b, “bahwa Ia [Tuhan] benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Ayat 23 mengatakan semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Siapa yang dibenarkan? Orang berdosa yang kemudian percaya kepada Yesus. Mengapa Tuhan dapat disebut sebagai Allah dan Hakim yang benar tetapi sekaligus juga membenarkan orang yang berdosa? Ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dimengerti sepenuhnya oleh ratio manusia dan apabila kita pikir, hal ini mengkhianati segala rasa keadilan di dunia ini. Bahkan Alkitab sendiri pada Amsal 17:15 mengatakan, “Membenarkan orang fasik dan mempersalahkan orang benar, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN.” Hakim yang membenarkan seorang yang bersalah dan menghukum sesorang yang benar, ini merupakan suatu kekejian bagi Allah. Bahkan apabila hakim tersebut melakukan hal ini di dalam dunia, hakim tersebut harus dipecat. Seorang penulis mengatakan bahwa salib merupakan suatu batu sandungan, sesuatu yang tidak mungkin dimengerti oleh manusia berdosa. Apabila kita tidak pernah memikirkan akan salib dan bagaimana Tuhan menyelamatkan kita melalui Yesus yang mati di atas kayu salib, mungkin kita akan anggap biasa saja. Namun kita harus merenungkan lebih dalam akan salib Kristus dan kita akan sadar bahwa salib itu sesuatu yang tidak bisa sepenuhnya dimengerti oleh akal budi manusia yang terbatas. Salib menerobos dan membongkar ratio manusia. Tidak mungkin kita menerima salib di dalam hati kita dan menganggapnya sebagai harta yang paling berharga bagi jiwa kita jikalau Tuhan tidak memberikan anugerah melalui pekerjaan Roh Kudus di dalam hati kita sehingga mata rohani kita celik dan mengerti akan kebenaran yang sangat indah ini. Seorang penulis mengkritik sebuah ilustrasi yang sedikit menggambarkan tentang salib Kristus. Ilustrasi tersebut bercerita tentang seorang hakim yang sedang mengadili seorang kriminal. Kriminal tersebut tidak dapat membayar hukuman yang telah dijatuhkan, sehingga sang hakim membuka jubah hakimnya, turun dari kursinya, dan menyatakan bahwa dia menanggung segala hukuman yang seharusnya diterima oleh sang kriminal. Kemudian ia naik kembali ke atas kursinya, menyatakan bahwa hukumannya sudah dibayar dan sang kriminal boleh bebas. Sang penulis tersebut mengatakan, “Kalau itu terjadi di dalam pengadilan kita sekarang, ini merupakan skandal besar dan sistem hukum manapun yang memperbolehkan hal tersebut terjadi akan menjadi sebuah sistem yang tidak adil. Bahkan apabila ada sistem yang demikian di suatu negara, maka ini adalah suatu sistem yang salah, dan harus dibongkar seluruhnya.” D.A. Carson menjawab orang yang keberatan dengan ilustrasi di atas, “Memang ketika orang bersalah di dalam hukum dunia ini, dia bersalah bukan kepada sang hakim, namun kepada negara dan masyarakat. Maka ia harus tetap dihukum. Tetapi ketika manusia berdosa, maka manusia bukan melanggar sesuatu yang ada di luar Allah, melainkan ia melawan Allah yang adalah hakim itu sendiri dan orang yang bersalah tersebut berhadapan dengan Hakim yang menyatakan bahwa dia bersalah terhadap hakim secara pribadi. Hukum-hukum Tuhan merupakan kepanjangan dari karakter Allah, siapa Allah itu sendiri. Orang berdosa meniadakan kemuliaan Tuhan, tidak menganggap kemuliaan Tuhan sesuatu yang berharga. Karena itu, tidak bisa pengadilan manusia menjadi ukuran bagi kita untuk mengerti uniquely divine realities.” Pengertian dan kesadaran yang berdasarkan pengalaman kita atau di dalam kategori manusia, tidak mungkin bisa mengerti kategori dan istilah dari Allah, kecuali kita kembali kepada Firman. Biarlah Alkitab yang mengkoreksi dan menyatakan kebenaran-kebenaran yang membongkar pikiran kita. Harusnya Alkitab menjadi penuntun bagi hidup kita dalam mengerti salib Kristus. Apabila kita memikirkan salib Kristus melalui kategori-kategori manusia, maka salib merupakan suatu batu sandungan. Paulus menulis dalam 1 Kor. 1:23, “Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.” Baiklah kita kembali kepada Alkitab. Kita kembali merenungkan pertanyaan, “Bagaimana Tuhan tetap disebut Allah yang benar meskipun Ia telah membenarkan orang berdosa, bahkan melalui apa yang dikerjakan oleh Kristus, Ia semakin dinyatakan bahwa Ia benar? Jawabannya adalah mulai dari Roma 3:24, “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Apa yang terjadi ketika Yesus menebus kita? Ayat 25a mengatakan bahwa Allah telah menentukan Yesus menjadi jalan perdamaian dalam darah-Nya, melalui iman. Dalam bahasa Yunani, kata ‘jalan perdamaian’ lebih tepat diterjemahkan sebagai ‘propisiasi’. Propisiasi berarti meredakan murka Allah. Mengapa Yesus perlu menjadi jalan perdamaian? Karena Allah murka terhadap manusia berdosa. Kita perlu mengerti murka Tuhan sebelum kita mengerti kasih dan anugerah-Nya agar kita bisa menghargai pekerjaan Tuhan. Kemuliaan Tuhan ada kemuliaan yang paling ultimate yang tidak tegantikan, dimana segala sesuatu harus dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. Di dalam pengertian ini, maka kita harus mengerti dosa manusia ialah dosa yang menganggap kemuliaan Tuhan sebagai suatu yang remeh. Kemuliaan Tuhan diganti dengan sesuatu yang fana. Karena itulah Allah harus menentukan Yesus sebagai jalan perdamaian untuk meredakan murka Allah, selain ini tidak ada jalan yang lain. Paulus kemudian melanjutkan pada ayat 25b, “Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.” Sebelum Yesus disalibkan, keadilan Allah dipertanyakan. Tuhan belum menghukum dosa yang menusuk hati Allah yang paling dalam. Sebelum jaman Yesus Kristus, Abraham sudah dianggap sebagai orang benar. Bahkan Daud berkata dalam Mazmur 32:1, ” Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!” Apabila Allah dengan begitu saja mengampuni orang berdosa pada jaman dahulu dan sampai sekarang, tanpa Kristus yang mati, maka kesucian Allah dipertanyakan. Maka Paulus menuliskan pada ayat 26, “Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Sebelum Kristus mati, Tuhan memang membiarkan orang berdosa, karena Ia telah memiliki rencana, yaitu ketika Kristus mati, justru keadilan Allah dinyatakan. Ini berarti keadilan Allah sama sekali tidak bisa kompromi akan dosa. Tanpa kita mengerti akan kebenaran ini, kita akan jatuh seperti apa yang Richard Neibuhr katakan, “Berita yang diberitakan oleh teologi Liberal ialah berita tentang a God, without wrath, brought men, without sin, into a kingdom, without a cross.” Setelah kita membaca ayat 25-26, kita akan menjadi lebih mengerti akan salib Kristus. Sebelum Ia disalib, dalam Yoh. 12:27b-28a, Ia berdoa, “Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Yesus datang untuk saat ketika Ia disalib dan menebus dosa kita. Inilah puncak dimana Yesus paling memuliakan Bapa-Nya. Bahkan Martyn-Llyod Jones mengatakan, “Kematian Kristus lebih penting dari pengajaran-Nya.” Tuhan Yesus berkata, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Maka di atas kayu salib, Ia berkata, “Sudah selesai.” Dia melakukan semua itu untuk menyatakan kemuliaan Allah yang tidak ada batasnya. John Piper mengatakan, “Glory of God is of infinite value.” Maka ketika kita melihat Tuhan Yesus yang disalib, kita boleh melihat betapa mulianya, besarnya, dan adilnya Tuhan dan betapa murkanya Tuhan terhadap dosa. Maka disitulah Tuhan membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. Sehingga kita yang mengaku dosa, percaya, dan beriman kepada Kristus, kita boleh dibenarkan. Inilah dasar pembenaran kita. Bukan suatu yang sentimental, Tuhan tidak memasukkan dosa ke dalam karpet, melainkan melalui kematian Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa kita. Ketika kita percaya kepada Yesus, maka kita boleh berkata seperti Paulus dalam Galatia 2:19c-20, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Biarlah kita sadar, keselamatan kita melalui Kristus begitu berharga dan mulia, begitu mahal harga yang harus Allah bayar, sekaligus sadar bahwa hanya kita yang berhak mengatakan, “Aku sudah mati bersama Kristus.” Kekristenan kita bukan hanya tambahan dalam hidup kita, namun masuk ke dalam jati diri kita. Hidup Kristen yang sejati ialah hidup menyatakan bahwa Yesus hidup dalam diri kita pada setiap saat. Kiranya ini dapat membuat kita menjadi orang Kristen yang radikal, mengakar sampai ke diri kita yang paling dalam. Ringkasan oleh Franky | Diperiksa oleh Simon Lukmana