ANALISIS DETERMINAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN INVESTASI KABUPATEN MAROS An Analysis of Economic Growth Determinants and Investment Needs of Maros Regency Khairil Anwar, Rahardjo Adisasmita dan Nursini ABSTRACT The study aims to (1) describe the influence of the workforce, private investment, and government expenditure on economic growth of Maros Regency; (2) analyse the amount of investment needed to achieve regional economic growth; (3) identify the economic position of the regency according to context of Soutuh Sulawesi Province, and (4) delineate the economic development strategy of regency. The study utilises quantitative approach with time series data sources between 2000 to 2009 from the central bureau of statistics (BPS), state document of the regency, and publication related the study. The analysis technique used multiple linear regression, ICOR, Klassen Tipology, and descriptive analysis of the RPJMD document of Maros Regency of 2010 to 2015. The study indicates (1) the workforce and private investment has a positif significant correlation with the economic growth of the area while the government expenditure has a positive correlation with economic growth, but not significant; (2) to stimulate economic growth to 7,72 percent in 2015, an investment of Rp 11.088.471.792.703 is needed; (3) the position of the regency in the regional economic growth is in a relative unfavourable condition (slow growth and low income), and (4) the economic development strategy of the regency is reflected in its RPJMD which lists the programmes and activities to be implemented from 2010 to 2015. Key words: economic growth, invesment needed, Klassen tipolgy, and economic development strategy. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros; (2) mengetahui besarnya kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros; (3) mengetahui posisi perekonomian menurut struktur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regional Kabupaten Maros dalam konteks Provinsi Sulawesi Selatan, dan (4) mengetahui strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sumber data time series selama tahun 2000-2009 yang berasal dari BPS, dan dokumen Pemerintah Kabupaten Maros, serta publikasi yang berhubungan dengan penulisan. Teknik analisis yang digunakan berupa regresi linear berganda, ICOR, tipologi Klassen, dan analisis deskriptif dokumnen RPJMD Kabupaten Maros Tahun 2010-2015. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pengaruh tenaga kerja dan investasi swasta berhubungan positif dan siginfikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengeluaran pemerintah berhubungan positif, namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi; (2) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 7,72 persen pada tahun 2015 dibutuhkan investasi Rp 11.088.471.792.703; (3) posisi pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros berada pada daerah relatif tertinggal (low growth and low income), dan (4) Strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros dituangkan dalam bentuk dokumen RPJMD yang memuat program/kegiatan yang akan diselenggarakan pada tahun 2010-2015. Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi, tipologi Klassen, dan strategi pengembangan ekonomi. 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang diselenggarakan bagi negara berkembang termasuk Indonesia selama ini berfokus pada pertumbuhan ekonomi, melalui peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur dengan menggunakan indikator Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, pada tingkat daerah pertumbuhan tersebut menggunakan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk melihat pembangunan suatu daerah dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi. Pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah daerah sejatinya sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang optimal. Dengan demikian, pelaksanaan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu memberikan dampak positif kepada masyarakat dengan mengidentifikasi tiga pilar pengembangan wilayah yang dimilikinya yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya modal berupa teknologi (Mehrtens dkk, 2007). Potensi sumber daya alam dapat dilihat melalui PDRB. Selama periode tahun 2005-2009, misalnya perkembangan PDRB Kabupaten Maros mengalami peningkatan yakni pada tahun 2005 sebesar Rp 899.862 juta, tahun 2006 meningkat sebesar Rp 18.150 juta atau Rp 918.012 juta, tahun 2007 meningkat sebesar Rp Rp 40.013 juta atau Rp 958.025 juta, tahun 2008 meningkat sebesar Rp 55.889 juta atau Rp 1.013.914 juta, dan tahun 2009 meningkat sebesar Rp 63.563 juta atau Rp 1.077.477 juta. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Maros melalui sumbangsih dari sembilan sektor ekonomi untuk PDRB, maka sektor pertanian yang mempunyai peranan terbesar, diikuti oleh sektor industri pengolahan, dan jasa-jasa. Artinya, sektor ini perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangannya. Sementara itu, potensi sumber daya manusia dapat digambarkan dari banyaknya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh suatu daerah. Jumlah tenaga kerja selama tahun 2005-2009, misalnya mengalami fluktuasi di mana pada tahun 2005 sebanyak 228.531 orang dan mengalami penurunan pada tahun 2006 sebanyak 26.316 orang. Sementara itu, tahun 2007 juga mengalami penurunan sebanyak 1.371 orang. Namun, pada tahun 2008 meningkat sebanyak 5.760 orang dan tahun 2009 sebanyak 3.477 orang. Sedangkan, potensi sumber daya modal dalam hal ini investasi yang dikeluarkan oleh pihak swasta dapat meningkatkan terciptanya kesempatan kerja sehingga berhasil dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Selama lima tahun terakhir yakni tahun 2005-2009, misalnya jumlah investasi swasta yang tertanam di Kabupaten Maros sebesar Rp 1,04 triliun di mana pada tahun 2005 sebesar Rp 368.895.295.000 dan meningkat sebesar Rp 15.349.804.000 atau menjadi Rp 384.245.099.000 pada tahun 2006. Pada tahun 2007 jumlah investasi sebesar Rp 393.816.062.000 juga meningkat sebesar Rp 49.890.253.000 atau menjadi sebesar Rp 443.706.315.000 pada tahun 2008 dan untuk tahun 2009 investasi yang ditanamkan sebesar Rp 454.978.365.000. Akumulasi modal swasta yang secara akumulatif memiliki nilai investasi dan output/produksi yang lebih besar dan selanjutnya dapat mendorong meningkatnya pendapatan masayarakat. Sementara itu, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan anggaran melalui pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan pembangunan dapat ditunjukkan dari besarnya anggaran belanja modal. Belanja modal merupakan anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai program/kegiatan masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Adapun besarnya jumlah belanja modal selama tahun 2005-2009 sebesar Rp 830.997.046.262, di mana tahun 2005 sebesar Rp 75.864.780.812 dan meningkat sebesar Rp 54.180.131.205 atau menjadi Rp 130.044.912.017 pada tahun 2006. Pada tahun 2007 jumlah belanja modal sebesar Rp 185.961.880.491 atau meningkat sebesar Rp 55.916.968.474 dan tahun 2008 sebesar Rp 236.822.505.875 atau meningkat 2 sebesar Rp 50.860.625.384 dari tahun sebelumnya. Sedangkan, untuk tahun 2009 jumlah belanja modal mengalami penurunan sebesar Rp 34.519.538.808 atau menjadi Rp 202.302.967.067. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak swasta. Oleh karena, investasi merupakan pengeluaran yang akan menambah jumlah alat-alat produksi dalam masyarakat di mana pada akhirnya akan menambah pendapatan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Adapun jumlah investasi yang dilakukan oleh kedua pihak di atas selama kurun waktu lima tahun yakni antara tahun 2005-2009 adalah sebesar Rp 2,88 triliun. Di mana tahun tersebut persentase antara investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta masing-masing sebesar 28 persen dan 72 persen. Di sisi lain, untuk menumbuhkan perekonomian Indonesia sebesar tujuh persen dibutuhkan anggaran sebesar Rp 385 triliun (Okezone.com, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa untuk penambahan setiap unit dalam pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi yang lebih besar. Sedangkan, Pemerintah Kabupaten Maros dalam mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi terbilang kecil. Kabupaten Maros sebagai daerah satelit perlu berbenah dengan memperbaiki infrastruktur dan utilitas perkotaan yang tersedia secara cukup dan melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan. Oleh karena, wilayah-wilayah pinggiran disekitar pusat ibukota akan berangsurangsur berkembang dan masyarakatnya menjadi dinamis (Rahardjo Adisasmita, 2009). Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan dalam pengembangan pembangunan daerah terutama yang berkaitan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga pemerataan wilayah dapat berjalan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. B. Rumusan Masalah 1. Berapa besar pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros? 2. Berapa besar kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros? 3. Bagaimana posisi perekonomian menurut struktur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regional Kabupaten Maros dalam konteks Provinsi Sulawesi Selatan? 4. Bagaimana strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros. 2. Untuk mengetahui besarnya kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros. 3. Untuk mengetahui posisi perekonomian menurut struktur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regional Kabupaten Maros dalam konteks Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Untuk mengetahui strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik Penelitian ini bermanfaat dalam merumuskan pola analisis kebutuhan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan memperkaya khasanah teori dalam kajian ekonomi regional serta pengembangan ilmu ekonomi pembangunan dan perencanaan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam pengembangan kajian terkait analisis determinan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi Kabupaten Maros. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini berupaya memberikan masukan dan pemecahan terhadap permasalahan terkait analisis determinan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi Kabupaten Maros terutama bagi Pemerintah Kabupaten Maros. TINJAUAN PUSTAKA 3 A. Penelitian Terdahulu Deddy Rustiono (2008) mengatakan bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN), dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Reinhart dan Mohsin (1989) mengemukakan hasil penelitiannya tentang kontribusi investasi swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang menemukan bahwa investasi swasta berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang yang menjadi sampel. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung kerja sama Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung (2008) menemukan bahwa investasi Kabupaten Bandung periode 2000-2007 mengalami kenaikan sebesar 144,75 persen, yaitu dari Rp 1.845,93 Milyar pada tahun 2000 menjadi Rp 4.517,95 Milyar tahun 2007. Sementara itu, ICOR pada periode tahun 2000-2007 Kabupaten Bandung sebesar 3,1. Artinya, untuk meningkatkan satu unit output dibutuhkan investasi 3,1 unit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Yuvita Ning Sarwati (2000) mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama kurun waktu 12 tahun rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengalami berbagai fluktuasi, tipologi daerah termasuk kategori daerah pertumbuhan cepat. Sedangkan, pendapatan perkapita lebih rendah dari pada pendapatan perkapita nasional. Binar Rudatin (2003) mengatakan bahwa dari 29 kabupaten hanya dua kabupaten masuk dalam tipologi daerah maju dan cepat tumbuh (tipologi I). Tipologi II ada empat kabupaten. Tipologoi III ada sembilan kabupaten. Tipologi IV ada 14 kabupaten. B. Pengertian dan Peranan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tenaga kerja atau manpower terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force, terdiri atas golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur serta yang mencari pekerjaan. Sedangkan, kelompok bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang masih sekolah, oranng yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan (orang-orang cacat, jompo dan orang yang sudah pensiun). Ketiga golongan bukan angkatan kerja tersebut di atas juga disebut sebagai angkatan kerja potensial, karena golongan ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh karena itu, kelompok ini sering disebut potential labor force. Berdasarkan publikasi international labour organization (ILO), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar sembilan tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Dengan demikian, jumlah tenaga kerja yang besar dapat berarti menambah jumlah tenaga produktif. Oleh karena, meningkatnya produktivitas tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan produksi, yang berarti akan meningkatkan pula PDRB. Menurut Todaro (2000), pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Sedangkan, Lewis menyatakan bahwa angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. (1991) bahwa suatu fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) di mana k merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang 4 memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang/jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L, maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. C. Peranan Sumber Daya Modal dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Modal dapat dibedakan atas dua yaitu modal produksi langsung (directly productive capital) dan modal tetap (overhead capital). Modal yang produktif langsung adalah modal yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, misalnya mesin-mesin, sedang modal tetap adalah fasilitas dasar yang dibutuhkan untuk semua perusahaan untuk bekerja seperti, jalan, pelabuhan, sekolah, dan rumah sakit. Stok modal atau investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru, yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran. Dengan demikian, terjadinya penambahan output dan pendapatan baru pada faktor produksi tersebut akan menambah output nasional sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu bagian yang sering menjadi faktor dalam berbagai teori pembangunan, di mana investasi merupakan penggerak atau akselerator pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Menurut Todaro (2000) mengatakan bahwa investasi atau penanaman modal sebagai bagian dari total pendapatan nasional (national income) atau pengeluaran nasional (national expenditure) yang secara khusus diperuntukkan memproduksi barang-barang kapital atau modal pada suatu periode tertentu. Pengeluaran investasi dapat juga meliputi pengeluaran pemerintah pengeluaran yang ditambahkan pada komponen-komponen barang modal. Kegaitan investasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta yang dapat dibedakan atas investasi yang otonom dan investasi yang terdorong (Harjanti, 2005). Investasi otonom adalah investasi yang bebas dilakukan tanpa terpengaruh atau terdorong oleh faktor lainnya. Investasi ini umumnya dilakukan oleh pemerintah, seperti pembuatan jalan, irigasi, dan jembatan. Sedangkan, investasi yang terdorong investasi yang dilakukan sebagai akibat adanya kenaikan permintaan atau dorongan dari pemerintah. Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional, dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting untuk kegiatan investasi yaitu pertama, investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional, dan kesempatan kerja. Kedua, Pertambahan barang dan modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi, dan ketiga investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Dengan demikian, peningkatan investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi. D. Peranan Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1994). Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X - M) yang merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. (Suparmoko,1987). Menurut Wijaya (2000), pengeluaran pemerintah mempunyai efek pengganda (multiplier effect) 5 dan merangsang kenaikan pendapatan nasional dan akan menaikkan pendapatan serta produksi secara berganda sepanjang perekonomian belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) karena ia menaikkan permintaan agregatif didasarkan pada anggapan bahwa pengeluaran pemerintah tidaklah pada proyek-proyek yang dapat menghalangi atau menggantikan investasi sektor swasta. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap perekonomian, khususnya sektor riil. Signifikansi tersebut tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto. Kebijakan fiskal suatu negara merupakan instrumen untuk melaksanakan fungsi stabilitasi, distribusi, dan alokasi. E. Kerangka Konsepsional Gambar 1 Kerangka Konsepsional 6 METODE PENELITIAN A. Teknik Analisis Data 1. Besarnya pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros Y = f (X1, X2, X3) …………………………………………………………... Y = β0 . X1β1 . β2β2 . X3β3 . µe ……………………………………………… LnY = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + µ …………………………... 1 2 3 2. Besarnya kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros ICOR = ΔK/ΔY Î = k ∆Y 3. Posisi perekonomian menurut struktur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regional Kabupaten Maros dalam konteks Sulawesi Selatan Tabel 1. Tipologi Ekonomi Daerah Laju Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pendapatan Perkapita di Atas Rata-Rata Pendapatan Perkapita di Bawah Rata-Rata Laju Pertubuhan di Atas Rata-rata Laju Pertubuhan di Bawah Rata-rata KUADRAN I KUADRAN II Pendapatan tinggi dan pertumbuhan tinggi Pendapatan rendah dan pertumbuhan tinggi KUADRAN III KUADRAN IV Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah 4. Strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros Analisis deskriptif kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui dokumen rencana pembangunan jangka menengah (RPJMD) Kabupaten Maros Tahun 2010-2015. Dokumen perencanaan ini memuat arah kebijakan dan program/kegiatan yang akan diselenggarakan selama tahun 2010-2015. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis dan Pembahasan 1. Besarnya pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan melalui program komputer SPSS 15.0 untuk mengukur pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros, maka didapatkan hasil analisis regresi linear berganda seperti pada Tabel 2 di bawah ini: 7 Tabel 2. Hasil Persamaan Regersi Linear Berganda Variabel Tenaga Kerja (X1) Investasi Swasta (X2) Pengeluaran Pemerintah (X3) Konstanta : 7,275 Multiple R : 0,989 R Square : 0,979 Adjusted R Square 0,968 Koef. Reg t.hitung Probalitas 0,924 8,056 0,000 0,206 2,418 0,052 0,001 0,106 0,919 F-hitung Prob. Data 91,125 0,000 Tahun 2000-2009 Sumber: Data Sekunder, Diolah Berdasarkan Tabel 2 di atas didapatkan hasil persamaan regresi linear berganda untuk variabel bebas yakni pengaruh tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi = 7,275 + 0,924 tenaga kerja + 0,206 ivestasi swasta + 0,001 pengeluaran pemerintah. Untuk mengetahui pengaruh antara pertumbuhan ekonomi dengan tenaga kerja, investasi swasta, dan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, variabel tenaga kerja (X1) dengan nilai koefisien regresinya sebesar 0,924 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 mengindikasikan bahwa apabila terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator PDRB sebesar 0,924 persen. Kedua, variabel investasi swasta (X2) dengan nilai koefisien regresinya sebesar 0,206 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,052 menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan investasi swasta sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator PDRB sebesar 0,206 persen. Dengan demikian, pengaruh investasi swasta mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara sigifikan pada taraf α 10% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros. Dan ketiga, variabel pengeluaran pemerintah (X3) ditunjukkan dengan nilai koefisien regresinya sebesar 0,001 dan tidak signifikan oleh karena nilai probablitasnya sebesar 0,919 yang artinya berada di atas nilai α 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini yaitu belanja modal belum memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Tidak signifikannya pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi dapat terlihat dari besarnya persentase anggaran yang dikeluarkan oleh SKPD untuk membiayai program/kegiatan yang dapat bersentuhan dengan aktivitas ekonomi. Misalnya, selama tahun 2005-2009 dari total jumlah belanja modal yakni Rp 830.997.046.262 hanya sebesar 7,44 persen atau sebesar Rp 61.865.642.014 yang diperuntukkan pada program/kegiatan yang mampu mendorong perekonomian daerah. 2. Besarnya kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros Besaran ICOR selama tahun pengamatan yaitu tahun 2000-2009 adalah 0,74. Hal ini menggambarkan bahwa untuk memperoleh penambahan satu unit output dalam rentang periode tersebut dibutuhkan investasi sebesar 0,74 atau sebanyak Rp 521.821.412.067. Besaran ICOR merefleksikan produktivitas investasi yang pada akhirnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Pada penelitian ini penulis mengacu pada dokumen RPJMD Kabupaten Maros tahun 20102015 di mana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 7,72 persen. Oleh karena itu, kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan tersebut diperlukan investasi Rp 11.088.471.792.703. 3. Posisi perekonomian menurut struktur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regional Kabupaten Maros dalam konteks Sulawesi Selatan 8 Perekonomian Kabupaten Maros yang merupakan daerah penyangga Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dengan didasarkan pada dua indikator utama yakni pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, maka perekonomian Kabupaten Maros berada pada daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Oleh karena itu, daerah ini tergolong masih mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita lebih rendah dari pada rata-rata kabupaten/kota yang ada pada Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros Pembangunan Kabupaten Maros untuk lima tahun ke depan yakni tahun 2010-2015 dituangkan dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Di dalam dokumen tersebut termuat visi dan misi Pemerintah Kabupaten Maros yaitu mewujudkan masyarakat Maros yang sejahtera dan beriman, melalui pemerintahan yang bersih dan profesional. Sementara itu, khusus misi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu meningkatkan pertumbuhan perekonomian rakyat dengan mendorong secara sungguh-sungguh simpul-simpul perekonomian dan mengoptimalkan sumber-sumber pendanaan dan investasi melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif. Dalam menarik investor, maka mempermudah pengurusan izin usaha menjadi keharusahan sehingga saat ini telah terdapat kelembagaan pemerintah yang dapat mempermudah pengurusan izin dengan informasi persyaratan yang transparan. Di sisi lain, pembangunan sarana dan prasarana pendukung perekonomian terus dilaksanakan yang diimplementasikan dengan membangun kutubkutub dan pusat pertumbuhan baik dari pedesaan maupun perkotaan yang berada dalam wilayah Kabupaten Maros. Sementara itu, untuk menciptakan lapangan atau kesempatan kerja, maka dibutuhkan peran sungguh baik dari pemerintah daerah maupun dari pihak swasta. Peranan pemerintah daerah yakni memberi ruang yang kondusif bagi pihak swasta untuk menjalankan kegiatan ekonomi yang lancar. Hal ini perlu didukung dengan peningkatan infrastruktur perekonomian oleh pemerintah daerah, seperti pembangunan jalan yang bisa sampai pada lokasi penyediaan faktor-faktor produksi (input). Di samping itu, penciptaan iklim usaha yang kondusif dianggap penting, seperti mempermudah izin usaha dengan memberikan informasi yang transparan sehingga pihak swasta akan bergairah untuk menanamkan modalnya. Hal ini dimungkinkan oleh karena saat ini Pemerintah Kabupaten Maros telah memiliki lembaga pengurusan izin yang profesional yakni Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu sehingga pengurusan izin bagi investor akan terpusat pada satu kantor dan ini dapat mengefisienkan terhadap biaya dan waktu. Begitupula dengan pengelolaan pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja modal harus diarahkan pada program/kegiatan yang mengarah pada peningkatan perekonomian daerah. Dengan mengalokasikan anggaran tersebut pada program/kegiatan pembangunan yang dapat merangsang sektor ekonomi yang produktif. Dengan demikian, pembangunan Kabupaten Maros yang diharapkan dapat tercapai. 9 SARAN DAN KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Pengaruh tenaga kerja dan investasi swasta berhubungan positif dan siginfikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengeluaran pemerintah berhubungan positif, namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,72 persen pada tahun 2015, dibutuhkan investasi sebanyak Rp 11.088.471.792.703 yang berasal dari pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. 3. Posisi atau struktur pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Maros berada pada daerah relatif tertinggal (low growth and low income). 4. Strategi pengembangan perekonomian Kabupaten Maros dituangkan dalam bentuk dokumen RPJMD yang memuat program/kegiatan yang akan diselenggarakan pada tahun 2010-2015. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan, antara lain: 1. Sumber daya yang dimiliki oleh Kabupaten Maros baik yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal perlu mendapat perhatian yang lebih besar untuk pengembangannya. Mengingat sumber daya tersebut merupakan faktor penggerak pertumbuhan ekonomi. 2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan investasi yang besar sehingga peran Pemerintah Kabupaten Maros dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pembangunan lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang lebih produktif. 3. Perekonomian Kabupaten Maros berada pada daerah relatif tertinggal (low growth and low income) sehingga hal ini membutuhkan penanganan yang lebih optimal terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan ekonomi regional. 4. Pengembangan strategi yang tepat dengan memaksimalkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal diupayakan melalui peran pemerintah yang konsisten terhadap visi dan misi yang telah ditetapkan dengan pembangunan yang akan dijalankan 10 DAFTAR PUSTAKA Adismita, Rahardjo. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Universitas Haanuddin. Makassar. _________________. 2010. Teori Pertumbuhan Wilayah. Jurusan Teknik Perkapalan Unhas. Makassar. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE-UGM. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2008. Produk Domestik Regional Bruto. BPS. BAPPEDA Sulawesi Selatan. Badan Pusat Statistik Maros. 2008. Produk Domestik Regional Bruto. BPS. BAPPEDA Maros. Benyamin, I Made. 2009. Teori Konsumsi dan Produksi. Lephas. Makassar. Blakely, Edward J. dan Leigh, Nancey Green. 2010. Planning Local Economic Development. Sage Publication Inc. California. Daryanto, Arief dan Hafizrianda, Yundi. 2010. Model-Model Kuantitatif: Untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. PT. Penerbit IPB Press. Bogor. Datrini, Luh Kade. 2009. Dampak Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bali. Sarathi Vol. 16 No. 3. Djojohadikusuma, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta. Esmara, Hendra (1986). Politik Perencanaan Pembangunan: Teori, Kebijaksanaan dan Prospek. PT. Gramedia. Jakarta. Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Mangun, Nudiatulhuda. 2007. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota Di Propinsi Sulawesi Tengah. Thesis. (Online). Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/15755/1/Nudiatulhuda_Mangun.pdf. Mehrtens, Jana Marie, dan Benjamin Abdurahman. 2007. Regional Marketing, Buku Panduan untuk Manarik Investasi Melalui Aliansi Pembangunan Daerah. Konrad-Adenauer-Stiftung e.V. Jakarta. Meier, Gerald M. 1989. Leading Issues in Economic Development. 5th. Edition. Oxford University Press. New York. Meier, Gerald M, and Stiglitz, Joseph E. 2001. Frontiers of Development Economics: The Future in Perspective. Oxford University Press, Inc. New York. Musgrave, Richard A and Peggy B. Musgrave. 1989. Public Finance in Theory and Practice. Mc Graw-Hill. Lincolyn Arsyad, 1999. Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta. Lynn, Stuart R. 2003. Economic Development: Theory and Practice for a Divided World. Prentice Hall. Okezone. Tanpa Tahun. (Online). Diakses dari http://economy.okezone. com/read/2009/11/16/279/275800/279/investasi-untuk-pertumbuhan-ekonomi Prasojo, Priyo. 2009. Analisa Pengaruh Investasi PMA dan PMDM, kesempatan kerja, pengeluaran pemerintah terhadap PDRB di Jawa Tengah Periode Tahun 1980-2006. (Online). Diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/5499/1/B300010029.pdf. Razak, Amran, dkk. 2006. Kabupaten Maros; Potensi Ekonomi dan Perencanaan Daerah. Kalammedia Pustaka. Makassar. Rosenberg, Matt. 2010. The Von Thunen Model: A Model of Agricultural Land Use. http://geography.about.com/od/urbaneconomic geograp hy/a/ vonthunen.htm. (Online). Diakses Tanggal 10 Oktober 2010. Rustiono, Deddy. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi jawa tengah. Tesis. 11 Seers, Dudley. 1973. The Meaning of Development, dalam Charles K. Wilber (ed.), the Political Economy of Development and Underdevelopment. Random House. New York. Sholeh, Maimun. Tanpa Tahun. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah: Teori serta Beberapa Potretnya di Indonesia. (Online) Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ penelitian/ Drs.%20Maimun%20Sholeh,%20M.Si./Permintaan%20Dan%20Penawaran%20Tenaga%2 0Kerja%20Serta%20Upah%20Teori%20Serta%20Beberapa%20Potretnya%20Di%20Indo nesia.pdf. Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma. LP3ES No.3 Tahun XXVI. Jakarta. _______. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Praninta Offset. Sumatera Barat. Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Tjokroamodjojo, Bintoro. 1993. Perencanaan Pembangunan. CV. Haji Masagung. Jakarta. Todaro , Michael. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga Edisi Kedelapan. Jakarta. UU RI No. 32 Tahun 2004 dan UU RI No 33 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. CV Duta Nusindo. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Maros. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Maros Tahun 2010-2015. 12