11 PENDUGAAN KARBON DI ATAS PEMUKAAN TANAH Assessment of the Surface Ground Carbon Budi Indra Setiawan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor - Indonesia Mustafril Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang P emanasan global (global warming) telah menjadi masalah dan perhatian bersama masyarakat internasional. Pemanasan global dan salah satu dampaknya yakni perubahan iklim global (global climate change) seperti pergeseran peta iklim secara global, anomali iklim, banjir, kekeringan, badai, naiknya permukaan laut, dan lainlain, telah menimbulkan kerugian besar dan bahkan telah mengancam keberlanjutan kehidupan di planet bumi. Pemanasan global merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek Rumah Kaca (green house effect) pada atmosfir bumi. Peningkatan intensitas efek Rumah Kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas Rumah Kaca (green house gas, GHG) pada atmosfir bumi, diatas konsentrasi alamiahnya. Gas-gas Rumah Kaca yang dimaksud adalah uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), metane (CH4), senyawa nitrogen oksida (N2O), dan gas-gas buatan manusia seperti golongan Chlorofluorocarbon (CFC) dan halogen (Kiehl, et.al 1957; IPCC, 1991; 2001; 2007; Isaac and Brian, 2000, Hansen et al. 2000; NRC, 2008; IEA, 2009; 2010; 2012, World Bank 2010). Dengan meningkatnya intensitas efek Rumah Kaca tersebut, radiasi/panas sinar matahari yang terperangkap pada atmosfir bumi menjadi lebih besar dari alamiahnya sehingga memanaskan temperatur udara bumi. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 1991) dalam periode preindustri (1800-an) sampai tahun 1990, konsentrasi CO2 pada atmosfir bumi telah meningkat dari 280 menjadi 353 ppmv (part permillion volume). Sementara CH4 meningkat dari 0,8 menjadi 1,72 ppmv; N2O meningkat dari 288 menjadi 310 ppbv (part perbillion volume). Dan konsentrasi CFC meningkat dari nol menjadi 280-484 pptv (part pertrillion volume). Dan menurut data International Energy Agency (IEA, 2012) konsentrasi CO2 atmosfir bumi pada tahun 2005 telah mencapai 379 ppmv. 401 402 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Peningkatan konsentrasi GHG atmosfir bumi terkait dengan kegiatan masyarakat dunia sejak era pra-industri (tahun 1800-an) sampai sekarang. Menurut United Nation Frame Work Convention on Climate Change (UNFCCC) dan International Energy Agency (2011), sumber emisi GHG global berdasarkan jenis gas GHG, urutan terbesar berasal dari emisi CO2 (92 %), kemudian disusul CH4 (7%) dan N2O (1%). Sedangkan secara sektoral (diluar Land use change), kontributor emisi GHG terbesar adalah energi (83%), pertanian (8%), industri (6%) dan limbah (3%). Bila diperhitungkan emisi dari land use change,maka share dari masing-masing sumber emisi GHG adalah: Energi (56,1%), pertanian (13,8%), industri (14,7%), land use change (12,2%), dan limbah (3,2%). Sebagian besar lahan gambut masih berupa tutupan hutan dan menjadi habitat bagi berbagai spesies fauna dan tanaman langka. Lebih penting lagi, lahan gambut menyimpan karbon (C) dalam jumlah besar. Gambut juga mempunyai daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya. Konversi lahan gambut akan mengganggu semua fungsi ekosistem lahan gambut tersebut. Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat (sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfer, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0 - 3 mm gambut per tahun (Parish et al., 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 ton CO2 ha/tahun (Agus et al., 2011). Apabila hutan gambut ditebang dan lahan dilakukan pengeringan melalui pembuatansistem drainase, maka karbon yang tersimpan pada gambut akan mudah teroksidasi menjadi gas CO2 yang dianggap sebagai salah satu gas rumah kaca (GRK). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan mengkonversi hutan gambut. Perencanaan harus mengacu pada hasil studi yang mendalam mengenai karakteristik gambut setempat dan dampaknya bila hutan gambut dikonversi. Ekosistem lahan gambut sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai beberpa kali lipat dari bobotnya. Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ). Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi. Hutan Rawa Gambut Tripa Tripa (Tripa Peat Swamp Forest= TPSF) yang terdapat di Aceh atau tepatnya di Kecamatan Darul Makmur (Kabupaten Nagan Raya) dan Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya sebelum dikonversi menjadi lahan perkebunan dan penggunaan lainnya merupakan hutan rawa yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dan mengandung karbon yang cukup tinggi karena sebagian dari rawa ini terdapat bahan gambut yang tebal. Beberapa laporan menyebutkan bahwa kandungan C pada areal Hutan Rawa Gambut Tripa ini mencapai 50-100 juta ton (YEL, 2008). B. Tujuan Studi Studi ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi kelas tutupan vegetasi dan nilai stok karbon di TPSF; LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|403 2. Deskripsi faktor yang berhubungan dengan perubahan tutupan lahan dan perubahan karbon stok di TPSF; 3. Analisis laju perubahan stok karbon dan emisi karbon berdasarkan penelaahan pola perubahan tutupan lahan; dan 4. Pemodelan untuk memprediksi perubahan tutupan lahan di masa depan terutama perubahan stok karbon dan emisi karbon untuk mendukung pengambilan keputusan secara umum dan khususnya untuk studi tim lain. C. Lingkup Studi 1. Melakukan analisis stok karbon di atas permukaan tanah pada Areal Gambut Rawa Tripa berdasarkan kelas tutupan lahan, dan pewilayahan stok karbon; 2. Mengembangkan perubahan stok karbon di atas permukaan dan emisi karbon berdasarkan perubahan tutupan lahan untuk mendukung pengambilan keputusan pada umumnya dan khususnya untuk studi tim lain. D. Kegiatan Studi Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka dilakukan tiga kegiatan, yaitu : 1. Mempersiapkan metodologi, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk survei lapangan termasuk , antara lain: form isian, cek list, peralatan ukur dan melakukan pelatihan kepada tim surveyor yang akan melaksanakan pengukuran di lapangan; 2. Melakukan survei lapangan yang meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu: a. Verifikasi kondisi tutupan lahan dan mengidentifikasi kelas tutupan vegetasi yang ada di areal Gambut Rawa Tripa; b. Tandai plot untuk pengukuran karbon yang komprehensif mewakili kelas tutupan vegetasi; c. Melakukan pengukuran diameter dan tinggi pohon untuk memperkirakan biomassa. Estimasi akan menggunakan persamaan allometrik (metode non destruktif ) dan akan menggunakan plot yang telah ditandai; d. Melakukan pengukuran langsung emisi CO2 yang terjadi di areal Gambut Rawa Tripa; dan 3. Melakukan analisis laboratorium untuk mendukung perkiraan stok karbon di atas permukaan dan tingkat emisi CO2 yang terjadi. E. Output Kegiatan 1. Stok Karbon di Atas Permukaan pada Areal Gambut Rawa Tripa; 2. Total emisi CO2 yang terjadi di Areal Gambut Rawa Tripa. II. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Studi stok karbon di atas permukaan dan pengukuran emisi karbon dilaksanakan di Tripa Peat Swamp Forest (TPSF) Provinsi Aceh, secara administrasi berada di Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Nagan Raya. Pelaksanaan studi telah dilakukan sejak Bulan Juni-Agustus 2013. B. Bahan dan Peralatan Pengukur Stok Karbon di atas Permukaan Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pengukuran stok karbon di atas permukaan dalam TPSF antara lain: a. Peta Administrasi Areal Gambut Rawa Tripa; Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 404 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST b. c. d. e. f. g. Peta Penggunaan Lahan Areal Gambut Rawa Tripa; Citra SPOT Areal Gambut Rawa Tripa; Peta Lokasi Pengambilan Sampel stok karbon di atas permukaan; Peta Hidrologi dan Jaringan Drainase Areal Gambut RawaTripa; Peta sebaran HGU Kelapa Sawit dalam Areal Gambut Rawa Tripa; dan Peralatan untuk pengukuran biomassa, yaitu: Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m; Tali plastik berukuran panjang 100 m dan 20 m atau 40 m dan 5 m tergantung ukuran petak contoh yang akan dibuat; Tongkat kayu/bambu sepanjang 1.3 m untuk memberi tanda pada pohon yang akan diukur diameternya; Pita ukur (meteran) berukuran minimal 5 m untuk mengukur lilit batang atau jangka sorong untuk mengukur diameter pohon ukuran kecil dan pohon mati; Gunting tanaman; Spidol warna biru atau hitam ; Blangko pengamatan; dan GPS dan atau kompas. C. Metode Pengukuran Stok Karbon di atas Permukaan Pelaksanaan pengukuran stok karbon di atas permukaan (above ground carbon stock) dilakukan berbarengan dengan tim pengukuran stok karbon di bawah permukaan, dimana titik lokasi pengukuran dan pengambilan sampel antara stok karbon atas dan stok karbon bawah adalah sama. Kedua tim ini akan bekerjasama untuk mengukur dan mengambil sampel. Seiring dengan tim pengukuran stok karbon bawah permukaan tanah, pengumpulan data stok karbon atas permukaan dilakukan sebanyak 18 (delapan belas) plot yang mewakili penggunaan lahan (hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, kebun campuran, kebun kelapa sawit dengan berbagai umur tanam dan lahan terbuka) melalui metode survey (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi Pengukuran Stok Karbon Atas Permukaan No Plot Koordinat Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 6+ 7+ N 03.52.034; E 096.23.586 N 03.57.239; E 096.31.350 N 03.55.861; E 096.27.202 N 03.56.619; E 096.29.156 N 03.55.657; E 096.30.690 N 03. 49.167; E 096.29.637 N 03. 51.712; E 096.30.044 N 03.52.737; E 096.31.643 9 8 N 03.52.581; E 096.31.241 10 11 12 13 14 15 16 17 9 10 11 12 13 14 15 16 N 03.49.608; E 096.33.466 N 03.48.606; E 096.28.956 N 03.51.682; E 096.30.314 N 03.47.954; E 096.31.081 N 03.53.739; E 096.37.570 N 03.54.993; E 096.38.280 N 03.48.292; E 096.41.654 N 03.46.797; E 096.42.422 Penggunaan Lahan Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 4 tahun Sawit PT. GSM Sawit 15 tahun Sawit Rakyat Umur 5 tahun Kebun Campuran Rakyat Lahan Terbuka Kebun Sawit Rakyat Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 5 tahun Hutan Rawa Sekunder Kebun Sawit Rakyat Hutan Rawa Sekunder Hutan Rawa Sekunder Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 1 tahun Sawit Rakyat umur 3 tahun Sawit Rakyat umur 5 tahun Hutan Rawa Sekunder LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|405 Sampel stok karbon di atas permukaan diambil pada setiap penggunaan lahan yang telah ditentukan. Lokasi sampel ditentukan dengan sebuah transek/plot yang dibuat tegak lurus bentang sungai atau garis pantai. Setiap plot dibuat sub plot sebanyak 3-6 sub-plot sepanjang transek dengan jarak interval 50 m, seperti tertera pada Gambar 1. Setiap subplot diukur dan dihitung stok karbon pada pohon, anakan, kayu mati, tumbuhan bawah dan serasah dengan lokasi pengambilan sampel pada sub-plot seperti Gambar 2. Arah transek Titik mulai plot (0 m) Jarak antar sub plot (50 m) sub plot akhir (250 m) Gambar 1. Diagram Transek/plot, Arah dan Jumlah sub-plot per Transek Pengukuran pohon, anakan, pohon/kayu mati (woody debris), tumbuhan bawah (understorey) dan serasah (litter) dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Kaufman dan Donato (2012). D A Pohon E Dbh > 5 cm (2-12 m) Anakan pohon K Dbh < 5 cm (0-2 m) uadranIV K uadranIII K 2 m 1 uadranII K uadranI Kayu tumbang/mati (4 per plot, all plot: A,B,C,D) Large > 7,5 cm (2-12 m) F Serasah Medium 2,5(2 per plot, all plot) 7,5B cm (2-7 m) C area subplot: Small < 2,5 50 x 50 cm (E & F) cm (7-10 m) Gambar 2. Pengambilan Sampel untuk Pohon, Anakan, Kayu tumbang/mati, Tumbuhan Bawah dan Serasah pada Setiap sub-plot 0m Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 406 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Pohon Pengukuran pohon dilakukan dengan mengukur diameter batang pada ketinggian setinggi dada (dbh = stem diameter at breast height = 137 cm di atas permukaan tanah) dari setiap pohon dihitung pada 6 lingkaran sub-plot dengan radius 10 m. Pohon termasuk seluruh batang berkayu yang hidup dengan dbh 5 cm, dan setiap batang yang telah mati dengan dbh 5 cm jika sudut dari tegak lurus adalah kurang dari 45o. Data tentang spesies, dbh hidup/mati dan tinggi (H), kondisi mati/rusak dicatat untuk seluruh individu pohon. Anakan pohon (saplings) Batang berkayu dengan dbh <5 cm, dikenal sebagai anakan, diukur dengan cara yang sama dengan pohon, namun hanya pada radius 2 m pada setiap sub-plot. Kayu Mati (woody debris) Woody debris didefinisikan sebagai bagian tanaman berkayu yang telah mati (ranting/twigs, cabang atau batang dari pohon atau semak) yang telah jatuh dan terletak di permukaan tanah. Batang yang tergeletak dan membentuk sudut > 45o dari tegak lurus juga termasuk. Pohon yang dihitung harus berada di dalam atau di atas lapisan serasah. Pohon tidak dihitung jika pusat axis tertimbun tanah pada titik persimpangan/intersection. Cabang yang mati dan batang yang masih terhubung dengan pohon atau semak berdiri tidak termasuk dalam perhitungan. Sub-plot woody debris: The planar intercept technique (Harmon dan SecMg, 1996). Subplot yang berupa lingkaran dengan radius 12 m, selanjutnya sub-plot dibagi empat garis dengan posisi garis terletak pada 45o (A), 135o (B), 225o (C), dan 315o (D) dari pusat (Gambar 3.). Kelas diameter woody debris adalah: Besar (large) > 7,5 cm, dihitung dari 2m hingga 12 m, ukur diameter + catat "sound" atau "rotton"; Sedang (medium) > 2,5-7,5 cm dihitung dari 2 m hingga 7 m (hanya jumlah); Kecil (small) 0,6-2,5 cm dihitung dari 7 m hingga 10 m. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|407 Gambar 3. Pengambilan Sampel Kayu Mati (woody debris) Tumbuhan Bawah (understorey) dan Serasah (litter) Tumbuhan bawah (understorey) didefinisikan sebagai semua vegetasi yang tegak namun tidak mencapai ketinggian 130 cm. Katagori ini termasuk semua pohon, semak, dan tanaman tidak berkayu. Namun tidak termasuk cabang yang terhubung dengan anakan atau pohon. Serasah (litter) pada lantai hutan didefenisikan sebagai bahan organik (debritus) yang berada di permukaan, tidak termasuk bagian dari kayu. Understorey/litter: dua plot dengan ukuran 50 cm x 50 cm yang terletak pada ujung woody debris sejarak 10 m di transek A dan D. Seluruh daun, buah, bagian reproduksi tananam, kayu kecil, semua tanaman berkayu atau semak < 1,3 m dikumpulkan. 1. Analisis Sampel dan Perhitungan Allometrik Data diameter pohon dan anakan dimasukkan dalam persamaan allometrik untuk menduga biomassa pohon di atas permukaan tanah menggunakan persamaan allometrik bagian atas permukaan untuk Hutan Rawa Gambut dan Perkebunan (Krisnawati, 2012). Khusus untuk kakao yang masuk sebagai tanaman kebun campuran menggunakan persamaan allometrik yang dikembangkan oleh Yuliasmara, et al. (2009) dalam Hairiah, et al., (2011). Persamaan Allometrik yang digunakan dalam perhitungan karbon disajikan pada Tabel 2. Pohon mati diasumsikan tidak memiliki daun dan rata-rata 30% kehilangan densitas karena proses pelapukan. Tanaman rusak secara konservatif dimodelkan dalam bentuk volume seperti modifikasi silinder pada 0.8*r (Mudiyarso et al., 2013). Berat woody debris per satuan luas dihitung dengan memasukkan diameter atau jumlah ke dalam persamaan "planar intercep volume" (Harmon and SecMg, 1996), kemudian dikalikan dengan densitas kayu untuk dikonversi ke dalam satuan berat. Berat vegetasi tumbuhan bawah (understorey) per satuan dihitung dengan mengeringkan sampel hingga berat konstan dan dibagi dengan luas areal sampel. Jika sampel cukup besar, maka sub sampel digunakan untuk mengukur berat kering sampel. Seluruh perkiraan berat dikonversikan ke dalam berat karbon menggunakan faktor konversi 0,464 g C per 1 g biomassa. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 408 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Tabel 2. Persamaan Allometrik Pohon di Hutan Rawa Gambut dan Perkebunan No. 1 2 Tipe Ekosistem Hutan Rawa Gambut (HRG) (Lokasi: Riau) (Krisnawati, et al., 2012) Jenis Campuran Hutan Rawa Gambut Sekunder (HRGs) (Lokasi: Sumatera Selatan) (Krisnawati, et al., 2012) Perkebunan/Perta nian (P) Campuran Komponen Biomassa Bagian Atas (BBA) Batang (Bt) Cabang (Cb) Ranting (Rt) Kulit (Klt) Daun (Dn) Allometrik Biomassa (kg) 3 2 W=0.0145D 0.47D +30.64D-263.32 2 W=0.7034D -16.518D+147.2 3 2 W=-0.0142D +1.553D -31.817D 3 2 W=0.002D -0.15D +3.53D-21.202 3 2 W=0.003D 0.139D +21.189D 3 2 W=-0.0012D +0.12D 2.33D+17.03 2.4511 W=0.206284D Biomassa Bagian Atas (BBA) 2.44672 Batang (Bt) W=0.158976D 2.6927 Cabang (Cb) W=0.00862D 1.9158 Ranting (Rt) W=0.066973D 1.7589 Daun (Dn) W=0.066742D 3.49 3 Kelapa Biomassa W=0.0002D Sawit Bagian Atas (Krisnawati, dkk., 2012) (BBA) 1.98 Kakao Biomassa W = 0.1208D Bagian Atas (Hairiah, et al., 2009) (BBA) Keterangan: D = Diameter batang pada ketinggian 1.3 m dpt (cm) dan W = Berat biomassa pohon (kg) 2. Pengukuran Emisi Karbon Bahan dan Peralatan Pengukuran Emisi Karbon Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pengukuran emisi karbon terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Licor-800, digunakan untuk mengukur CO2 Flux pada tanah secara otomatis, data fluks CO2 di record secara otomatis yang disimpan di dalam logger dan terkoneksi dengan laptop yang telah diinstal software Licor-800. EM50, merupakan sersor dan logger yang dapat mengukur secara realtimes. EM50 terdiri dari sensor mps untuk mengukur pF (water potential) dan sensor 5-TE terdiri dua buah untuk mengukur suhu tanah (soil temperature), volumetric water contents (VWC) dan soil electroconductivity (EC). Penyimpanan data dalam logger disetting setiap satu jam. Automatic Water Level Recorder (AWLR), digunakan untuk mengukur tinggi muka air tanah/gambut (water level) secara realtimes dengan waktu pengamatan mengikuti pengukuran emisi karbon. Durasi pengukuran data dapat disetting dengan interval satu jam. Automatic Rain Gauge (ARG), digunakan untuk mengukur Curah Hujan yang terjadi di lokasi pengukuran emisi. Pengukuran curah hujan otomatis dapat disetting dengan interval pengukuran setiap satu jam. GPS, digunakan untuk menentukan koordinat lokasi survey. Genset untuk penerangan di malam hari dan sumber energi untuk recharge batere basah yang digunakan sebagai sumber energi untuk Licor-800. Bateray Basah, 12 V, 45mA, digunakan sebagai sumber energi Licor-800. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|409 8. Bateray Kering 9 Volt, digunakan sebagai sumber energi untuk EM50, AWLR dan ARG. 9. Bateray Kering AA, digunakan untuk GPS. 10. Ring Sampel untuk pengambilan contoh tanah di lokasi pengukuran emisi karbon. Tanah sampel selanjutnya akan diukur sifat fisik tanahnya di laboratorium. 11. Tenda untuk peneduh peralatan dan tim surveyor dan penjaga peralatan. Metode Pengukuran Emisi Karbon Lokasi pengukuran emisi karbon dilakukan pada beberapa jenis tanah dengan hamparan terluas, dalam hal ini telah dipilih 3 jenis tanah, yaitu: (1) Jenis Tanah Tropoquepts, Tropofluvent, EU; (2) Untuk Jenis Tanah Tropohemist, Troposaprist; dan (3) Jenis Tanah Organosol dan Glei Humus. Setiap jenis tanah yang telah dipilih minimal diwakili satu titik pengukuran. Sketsa lokasi pengukuran emisi karbon disajikan pada Gambar 4 berikut ini. Gambar 4. Peta Lokasi Pengukuran Emisi CO2 Pengukuran emisi dilakukan pada tiga lokasi dengan jenis tanah yang berbeda dengan luasan terbesar. Setiap lokasi dilakukan satu titik pengukuran selama 7 (tujuh) hari secara realtimes dengan memasang peralatan pengukuran fluks CO2, Licor 8100 serta peralatan lain, seperti EM50, AWLR dan ARG. Sehingga akan menghasilkan data fluks CO2, Soil Temperature (Ts), pF (water potential), kadar air tanah (VWC), soil electroconductivity (EC), tinggi muka air gambut dan data curah hujan selama pengukuran. Lokasi pengukuran harus dibersihkan permukaan lahannya seluas 2m x 2m. Seluruh peralatan di-install secara bersamaan pada suatu tempat yang relatif aman dan dapat ditunggui selama 24 jam. Kemudian peralatan dipindahkan ke lokasi kedua, dan seterusnya untuk lokasi ketiga juga selama masing-masing 7 hari. Sehingga total pengukuran dilakukan selama 21 hari. Metodologi kebutuhan pengukuran emisi karbon disajikan pada Gambar 5. Contoh pemasangan peralatan EM50 dan Rain Gauge disajikan pada Gambar 6. serta pemasangan Licor-800 disajikan pada Gambar 7. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 410 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Carbon Emission ANN Model Organic Decomposition LICOR 800 Micro-organism Respiration Root Respiration DECAGON EM50 5-TE Sensor Aerobic-Anaerobic Condition Soil Temperature Rainfall Soil Moisture Evapotranspiration Soil E-Conductivity Capillarity Rise Drainage Global Water WL16 Water Table Gambar 5. Metode Pengukuran Emisi Gambar 6. Pemasangan Peralatan EM50 dan Rain Gauge LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|411 Colar Batere Pompa Licor-800 Gambar 7. Instalasi Licor-800 Saat Mengukur Emisi CO2 Berdasarkan Gambar 5, emisi CO2 yang diukur merupakan emisi hasil proses dekomposisi bahan organik, respirasi mikro organisme dan perakaran tanaman. Sifat fisik tanah diukur dengan peralatan DECAGON EM50 menggunakan sensor 5-TE dan mps. Sensor tersebut mengukur soil temperature (Ts), soil moisture (VWC) dan soil Electro Conductivity (EC). Peralatan EM50 program untuk mengukur sifat fisik tanah setiap satu jam secara terus menerus, hasil pengukuran disimpan dalam logger, dan data dapat didownlod dari logger saat diperlukan. Seiring dengan pengukuran emisi CO2, juga dilakukan pengukuran fluktuasi muka air tanah di lahan gambut menggunakan AWLR dari Global Water tipe WL16, selanjutnya juga dilakukan pengukuran curah hujan selama pengukuran emisi karbon menggunakan Automatic Rain Gauge (ARG) dari Global Water. Pengukuran emisi CO2 dimulai dengan mamasang colar (closed camber) dan terhubung dengan pompa yang akan mengalirkan CO2 ke peralatan Licor-800. Setiap 0,5 detik Licor800 secara otomatis mencatat konsentrasi CO2 yang dialirkan selama dua menit. Akumulasi CO2 selama pengukuran terhadap waktu digunakan untuk menentukan emisi CO2. Hubungan linear antara waktu pengamatan dengan konsentrasi gas CO2 digunakan untuk menghitung flux CO2 yang keluar ke permukaan tanah (Gambar 8). Parameter A(m ) Nilai 0.0170 V(m3) h(cm) ave. Tcham:T ave. Tsoil-5cm:T-5 dc/dt(ppm/s) CO2flux(gCO2/m2/s) CO2flux(tC/ha/yr) 0.0010 5.70 51.50 28.800 7.786 0.001 67.82 Emisi CO2 (ppm) 1,200 2 y = 5.793x + 670.4 R² = 0.978 1,000 800 600 400 200 0 0 10 Emisi CO2 (ppm) 20 30 40 50 60 70 Linear (Emisi CO2 (ppm)) Gambar 8. Contoh Hasil Analisis Emisi CO2 Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 412 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Selanjutnya sampel tanah di lokasi pengukuran emisi CO2 juga diambil untuk mengetahui sifat fisika tanah. Setiap lokasi diambil sampel tanah pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm dan 10-15 cm, masing-masing dua sampel tanah. Sampel tanah gambut ini selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan volumetric water contents (VWC), bulk density (BD) dan water potential (pF). Analisis Hasil Pengukuran Emisi Karbon Hasil pengukuran emisi CO2 yang diukur menggunakan Licor-800 berupa emisi CO2 per detik yang diambil setiap jam sekali selama 24 jam sehari dalam kurun waktu tertentu. Jika ingin memprediksi emisi CO2 selama setahun, sebaiknya pengukuran emisi CO2 diukur selama waktu satu tahun tersebut. Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, hal ini disebabkan emisi CO2 yang keluar dari suatu permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya seperti suhu tanah, kadar air tanah, elektro konduktifitas tanah, pF, berat jenis tanah, sifat biologi dan kimia tanah. Hasil pengukuran emisi CO2 setiap pengukuran sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 3. Hubungan linier konsentrasi emisi CO2 dengan waktu pengukuran menghasilkan jumlah emisi CO2 per detik. Tabel 3. Contoh Hasil Pengukuran Emisi CO2 Menggunakan Licor-800 Date 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 6/29/2013 Time 22:16:16 22:16:17 22:16:17 22:16:18 22:16:18 22:16:19 22:16:19 22:16:20 22:16:20 22:16:21 22:16:21 22:16:22 22:16:22 22:16:23 22:16:23 22:16:24 22:16:24 22:16:25 22:16:25 22:16:26 22:16:26 22:16:27 22:16:27 22:16:28 22:16:28 22:16:29 22:16:30 22:16:30 22:16:31 22:16:31 22:16:32 22:16:32 22:16:33 22:16:33 22:16:34 22:16:34 22:16:35 22:16:35 22:16:36 22:16:36 22:16:37 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 9.50 10.00 10.50 11.00 11.50 12.00 12.50 13.00 13.50 14.00 14.50 15.00 15.50 16.00 16.50 17.00 17.50 18.00 18.50 19.00 19.50 20.00 Point 533.30 596.80 645.50 653.20 662.10 671.00 679.20 686.60 693.10 699.00 704.30 709.20 713.40 717.40 721.20 724.90 728.30 731.30 734.10 736.80 739.50 742.40 745.20 748.20 751.10 753.80 756.30 759.20 762.00 764.80 767.50 770.10 773.10 775.80 778.30 780.90 783.60 786.40 789.20 791.90 794.70 Emisi CO2 Mean Max 533.30 533.30 596.80 596.80 645.50 645.50 653.20 653.20 662.10 662.10 671.00 671.00 679.20 679.20 686.60 686.60 693.10 693.10 699.00 699.00 704.30 704.30 709.20 709.20 713.40 713.40 717.40 717.40 721.20 721.20 724.90 724.90 728.30 728.30 731.30 731.30 734.10 734.10 736.80 736.80 739.50 739.50 742.40 742.40 745.20 745.20 748.20 748.20 751.10 751.10 753.80 753.80 756.30 756.30 759.20 759.20 762.00 762.00 764.80 764.80 767.50 767.50 770.10 770.10 773.10 773.10 775.80 775.80 778.30 778.30 780.90 780.90 783.60 783.60 786.40 786.40 789.20 789.20 791.90 791.90 794.70 794.70 Min 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 533.30 Pressure 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 1,007.10 T (oC) 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 51.50 LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|413 Hasil analisis emisi CO2 setiapnya dibuatkan grafik hubungan waktu pengukuran (jam) dengan emisi CO2 yang terjadi setiap jamnya selama waktu pengukuran. Demikian juga dengan hubungan waktu pengukuran dengan parameter lainnya, sehingga diperoleh grafik hubungan waktu pengukuran (jam) selama durasi pengukuran terhadap, antara lain: rainfall (R), water table (WT), peat temperature (Ts), volumetric water content (VWC), peat electrical conductivity (EC) dan akumulasi emisi CO2 Flux. Emisi CO2 diatas merupakan hasil pengukuran, sementara Emisi CO2 juga terjadi akibat kebakaran lahan dan subsidensi lahan akaibat drainase diperoleh dari hasil perhitungan. Selanjutnya hasil pengukuran emisi CO2 dipetakan berdasarkan penggunaan lahan, sehingga diperoleh sebaran tingkat emisi CO2 yang terjadi di areal Hutan Rawa Gambut Tripa. Perkalian tingkat emisi CO2 dengan Luas Penggunaan Lahan menghasilkan Total emisi CO2 yang terjadi setiap tahunnya di ArealHutan Rawa Gambut Tripa.Hubungan parameter setiap parameter fisika gambut terhadap emisi CO2 dapat dianalisis dengan mengembangkan Model ANN (Artificial Neural Network) atau Jaringan Saraf Tiruan. Model ANN untuk memprediksi emisi CO2 yang terjadi di lahan gambut telah dikembangkan oleh Setiawan dan Sumawinata (2013), seperti pada Gambar 9. Gambar 9. Model Artificial Neural Network CO2flux III. HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN A. Stok Karbon Atas Permukaan Berdasarkan hasil survai stok karbon di atas permukaan pada areal Rawa Tripa, stok karbon tertinggi berada pada Hutan Rawa Gambut Primer (Plot 7+) lokasi Pulo Kruet dengan jumlah biomassa mencapai 331,24 t/ha dan setara dengan stok karbon mencapai 153,70 tC/ha (563,55 tCO2-e/ha), dimana tCO2-e adalah setara dengan ton CO2 ekuivalen. Sedangkan biomassa terendah berada pada Lahan Terbuka atau Plot-6 sebesar 8,03 t/ha setara dengan 3,73 tC/ha (13,66 tCO2-e/ha). Stok karbon atas permukaan berdasarkan hasil survey selengkapnya disajikan pada Tabel 8 dan Lampiran 5. Sedangkan Gambar 12. memperlihatkan kondisi Hutan Rawa Gambut Primer pada lokasi survey Plot-01. Semetara itu kondisi kebun kelapa sawit pada lokasi survey Plot-2 disajikan pada Gambar 10. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 414 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Tabel 4. Stok Karbon Atas Permukaan berdasarkan Lokasi Survei No. Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 2 3 4 5 6 6+ 7+ 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Koordinat Lokasi N 03.52.034; E 096.23.586 N 03.57.239; E 096.31.350 N 03.55.861; E 096.27.202 N 03.56.619; E 096.29.156 N 03.55.657; E 096.30.690 N 03. 49.167; E 96.29.637 N 03. 51.712; E 96.30.044 N03.52.737; E096.31.643 N 03.52.581; E 096.31.241 N03.49.608; E096.33.466 N03.48.606; E096.28.956 N03.51.682; E096.30.314 N03.47.954; E096.31.081 N 03.53.739; E 096.37.570 N 03.54.993; E 096.38.280 N 03.48.292; E 096.41.654 N 03.46.797; E 096.42.422 N 03.45.250; E 096.39.478 Penggunaan Lahan Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 4 tahun Kebun Sawit dan Hutan Rawa Sekunder Sawit Rakyat Umur 5 tahun Kebun Campuran Rakyat Lahan Terbuka Kebun Sawit Rakyat Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 5 tahun Hutan Rawa Sekunder Kebun Sawit Rakyat Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Rawa Primer Sawit Rakyat umur 1 tahun Sawit Rakyat umur 3 tahun Sawit Rakyat umur 5 tahun Hutan Rawa Sekunder Stok Karbon di atas Permukaan (t/ha) (tC/ha) (tCO2-e/ha) 307.93 142.88 523.89 23.01 10.68 39.15 74.47 34.55 126.70 35.41 16.43 60.24 19.09 8.86 32.48 8.03 3.73 13.66 26.21 12.16 44.59 331.24 153.70 563.55 27.52 12.77 46.82 228.60 106.07 388.92 32.77 15.21 55.75 318.02 147.56 541.06 291.86 135.42 496.55 209.41 97.17 356.28 13.05 6.06 22.20 20.19 9.37 34.35 38.94 18.07 66.25 100.47 46.62 170.93 Sumber: Hasil Analisis (2013) Gambar 10. Kondisi Hutan Rawa Gambut Primer pada Lokasi Survei plot-01 Gambar 11. Kondisi Kebun Kelapa Sawit pada Lokasi Survei plot-02 LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|415 Selanjutnya stok karbon pada penutupan lahan Hutan Rawa Sekunder berkisar 170,93 tCO2-e/ha sampai dengan 388,92 tCO2-e/ha dengan rata-rata mencapai 352,14 tCO2e/ha. Semetara itu untuk tata guna lahan kebun sawit rakyat dengan berbagai umur tanaman berkisar stok karbon di atas permukaan adalah 22,20 tCO2-e/ha - 66,25 tCO2e/ha dengan rata-rata 46,17 tCO2-e/ha. Selanjutnya stok karbon di atas permukaan untuk Kebun Kelapa Sawit umur 15 tahun yang telah menjadi hutan rawa sekunder pada lahan PT. GSM adalah 127,60 tCO2-e/ha. Jika dibandingkan kebun sawit dengan kebun sawit yang telah berubah menjadi hutan rawa sekunder akan mengalami peningkatan stok karbon atas yang cukup besar seperti yang terjadi pada lahan PT. GSM (kebun sawit dan hutan sekunder). Sedangkan stok karbon di atas permukaan untuk Kebun Campuran adalah 32,48 tCO2-e/ha. Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2010), kandungan karbon di atas permukaan di Hutan Rawa Gambut Tripa yang diukur pada daerah agroforestri dan tiga jenis hutan yaitu hutan primer tidak terganggu, hutan primer terganggu dan hutan sekunder menggunakan protokol standar berkisar 28,5 t/ha (13,22 tC/ha atau 48,49 tCO2-e/ha) hingga 193 t/ha(89,55 tC/ha atau 328,36 tCO2-e/ha), pada agroforestri dan hutan primer tidak terganggu secara berurutan. Sementara itu hasil pengukuran hutan primer menunjukkan nilai stok karbon di atas permukaan rata-rata adalah sebesar 496,19 tCO2-e/ha. Selanjutnya Rawa Gambut di daerah tropis Asia Tenggara memegang peranan yang sangat penting dalam siklus karbon dunia (Maltby dan Immirzi 1993; Page et al., 2004; Takashi et al., 2007), mengingat ekosistim rawa gambut merupakan bagian dari penyimpanan karbon terbesar di alam (Jauhiainen et al., 2005; Rydin dan Jeglum, 2006) sehingga gambut memainkan peran yang sangat besar dalam menyimpan karbon (Bellamy 1991; Parish, 2002; Chimmer and Ewel, 2005). Riley et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan karbon di atas permukaan tanah berkisar antara 150 - 250 Mg/ha atau 150-250 t/ha karbon. Karbon tersimpan di tanah gambut tropis seperti yang ditemukan di Indonesia dapat melebihi 18 kali kandungan karbon pada lapisan atas hutan primer rawa gambut (Jaenicke et al., 2008). Hasil perkalian stok karbon setiap tata guna lahan dengan luas lahan diperolah stok karbon total per tata guna lahan. Jumlah seluruh stok karbon setiap penggunaan lahan di Areal Gambut Rawa Tripa merupakan penjumlahan stok karbon setiap tata guna lahan. Total stok karbon pada Hutan Rawa adalah 1.685.528,60 tC (6.180.271,54 tCO2-e), Hutan Rawa Sekunder 95.304,18 tC (349.448,66 tCO2-e), Kebun Campuran 96.046,71 tC (352.171,27 tCO2-e), Kebun Kelapa Sawit Rakyat 313.839,46 tC (1.150.744,68 tCO2-e), Kebun Sawit dan Hutan Sekunder 261.263 tC (957.964,34 tCO2-e), Lahan Terbuka 8.334,76 tC (30.560,77 tCO2-e), Padang Rumput 3.767,19 tC (13.813,05 tCO2-e) dan Pertanian Lahan Kering 5.226,12 tC (19.162,45 tCO2-e). Total stok karbon di atas permukaan pada Areal Gambut Rawa Tripa mencapai 2.469.310,02 tC atau setara dengan 9.054.136,75 tCO2-e, uraian selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Peta Stok Karbon di Atas Permukaan pada Areal Gambut Rawa Tripa disajikan pada Gambar 12. Tabel 5. Stok Karbon Atas Permukaan berdasarkan Tata Guna Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tata Guna Lahan Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Kebun Campuran Kebun Kelapa Sawit Rakyat Kebun Sawit + Hutan Sekunder Lahan Terbuka Padang Rumput Pertanian Lahan Kering TOTAL Karbon Stok (tCO2-e/ha) 496.19 352.14 32.48 46.17 126.70 13.48 13.48 32.48 Sumber: Hasil Pengukuran dan Analisis, 2013 Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala Luas Jumlah Stok Karbon (tCO2-e) (ha) Biomassa (t) Karbon (tC) 12,455.45 3,632,604.74 1,685,528.60 6,180,271.54 992.36 205,396.94 95,304.18 349,448.66 10,842.71 206,997.22 96,046.71 352,171.27 24,924.08 676,378.14 313,839.46 1,150,744.68 7,560.89 563,066.81 261,263.00 957,964.34 2,267.12 17,962.84 8,334.76 30,560.77 1,024.71 8,118.95 3,767.19 13,813.05 589.98 11,263.20 5,226.12 19,162.45 60,657.29 5,321,788.84 2,469,310.02 9,054,136.75 416 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Gambar 12. Peta Stok Karbon Atas Permukaan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa Tahun 2013 F. Hasil Pengukuran Emisi Karbon (CO2) Pengukuran emisi CO2 di Rawa Tripa dilakukan pada 4 (empat) lokasi dengan jenis tanah yang berbeda. Lokasi-1 pengukuran CO2 berada pada areal gambut dengan jenis tanah Organosol dan Glei Humus yang berada di bagian Timur Areal Gambut Rawa Tripa seluas 20.931,12 Ha. Lokasi pengukuran emisi CO2 ke-2 dan ke-3 berada pada bagian Barat Areal Gambut Rawa Tripa dengan jenis tanah Tropohemist dan Troposaprist seluas 12.402,76 Ha. Sedangkan Lokasi pengukuran emisi CO2 ke-4 berada pada bagian Tengah Areal Gambut Rawa Tripa dengan jenis tanah Tropoquepts dan Tropofluvents seluas 18.106,13 Ha. Sebelum dilakukan pengukuran lahan lokasi penempatan colar untuk pengukuran emisi CO2 dibersihkan dahulu dari tumbuhan yang terdapat dipermukaan lahan seluas minimal 2 meter x 2 meter. Sehingga emisi CO2 yang diukur adalah emisi pada lahan terbuka, namun tidak bisa dihindari emisi yang terukur adalah akumulasi dari proses dekomposisi dan respirasi perakaran tumbuhan yang masih berada di bawah colar. 1. Hasil Pengukuran Emisi CO2 Tanah Gambut Orgonosol dan Glei Humus Lokasi-1 berada di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya, tepatnya di Gampong/Desa Cot Seumantok dengan titik koordinat 3o47,64' LU dan 96o40.98' BT. Hasil pengukuran curah hujan (rainfall) dan kedalaman air tanah (water table, WT) selama pengukuran emisi CO2 (30 Juni - 1 Juli 2013) disajikan dalam bentuk grafik hubungan waktu pengamatan terhadap rainfall dan water table dapat dilihat pada Gambar 13. berikut ini. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|417 10 9 0.0 Rainfall & Water Table 0.1 0.25 0.2 R 7 0.3 6 0.4 5 4 0.5 0.6 WT 3 0.7 2 Water Table (m) Rainfall (mm) 8 0.8 1 0.9 0.82 0 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 1.0 30-Jun-13 1-Jul-13 Gambar 13. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Water Table pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Pada Gambar 13 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan muka air tanah setelah terjadi hujan (rainfall) pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus, dimana sebelum kejadian hujan, kedalaman muka air tanah dari permukaan lahan adalah 0,82 m dan mengalami kenaikan muka air tanah menjadi 0,25 m dari permukaan lahan. Demikian juga halnya dengan kadar air tanah gambut (peat moisture atau volumetric water contents), sebelum kejadian hujan kadar air gambut 0,27 m3/m3 dan mengalami peningkatan setelah kejadian hujan sebesar 0,45 m3/m3. Hubungan waktu pengamatan terhadap curah hujan dan peat moisture disajikan pada Gambar 14. berikut ini. 10 9 Rainfall and Peat Moisture 8 0.40 0.35 VWC 6 5 4 0.30 0.25 0.27 0.20 3 0.15 2 0.10 1 0.05 0 0.00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 Rainfall (mm) 0.45 R Peat Moisture (m3 /m 3 ) 7 0.50 0.45 30-Jun-13 1-Jul-13 Gambar 14. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Moisture pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Hasil pengukuran suhu gambut (peat temperature, Ts) berfluktuasi antara waktu siang dan malam. Suhu gambut tertinggi terjadi pada siang hari sebesar 37,50oC dan terendah pada malam hari 25,90oC untuk Jenis Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan suhu gambut disajikan pada Gambar 15. Sementara itu hasil pengukuran Peat Electrical Conductivity (EC) memperlihatkan terjadi peningkatan pada saat terjadi rainfall dari sebelum rainfall nilai EC = 0,12 mS/cm dan meningkat setelah rainfall nilai EC = 0,19 mS/cm. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan EC disajikan pada Gambar 18. berikut ini. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF 418 THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 10 9 40 37.50 38 Rainfall (mm) 36 R 7 34 Ts 6 32 5 30 4 28 3 26 25.90 2 1 24 Peat Temperature (oC) 8 22 Rainfall and Peat Temperature 0 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 20 30-Jun-13 R Ts 1-Jul-13 Gambar 15. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Temperature pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus 9 0.25 Rainfall and Peat Electrical Conductivity 8 0.19 0.20 Rainfall (mm) 7 6 5 0.15 EC 4 0.12 0.10 R 3 2 0.05 1 0 Peat Electrical Conductivity (mS/cm) 10 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0.00 30-Jun-13 1-Jul-13 Gambar 16. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Electrical Conductivity pada Jenis Tanah Gambut dan Glei Humus Hasil pengukuran emisi CO2 memperlihatkan fluktuasi emisi CO2 terhadap waktu pengukuran dan kejadian hujan. Fluktuasi emisi CO2 ini dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika, biologi dan kimia gambut. Dalam studi pengukuran emisi CO2 ini hanya mengukur parameter fisika gambut, yaitu: peat temperature, peat moisture, peat electrical conductivity, water table dan rainfall. Berdasarkan pengaruh parameter tersebut di atas, menghasilkan emisi CO2 yang terukur dengan Licor-800. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan emisi CO2 pada Jenis tanah gambut Organosol dan Glei Humus disajikan pada Gambar 19. Sementara itu akumulasi emisi karbon yang terjadi selama pengukuran dalam waktu 45 jam dari Tanggal 30 Juni - 1 Juli 2013 mencapai 0,24 tC/ha, sehingga emisi karbon yang terjadi setiap jamnya mencapai 0,24 tC/ha : 45 jam = 0,005333 tC/ha/jam. Jika diproyeksikan selama satu tahun, maka total emisi karbon yang terjadi adalah 0,005333 tC/ha/jam x 24 jam x 365 hari x 1 tahun = 46,74 tC/ha/tahun atau setara dengan emisi CO2 sebesar 171,31 tCO2/ha/tahun. Sehingga total emisi CO2 yang terjadi pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus seluas 20.931,12 ha adalah 171,31 tCO2/ha/tahun x 20.931,12 ha = 3.585.640 tCO2/tahun (977.901,9 tC/tahun). Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|419 emisi karbon kumulatif disajikan pada Gambar 20 berikut ini. Foto kondisi lingkungan saat pengukuran emisi karbon dan sifat fisika tanah secara realtimes pada Jenis Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus disajikan pada Gambar 17. 10 9 2.0 Rainfall and CO2 Emission 8 1.8 1.6 Rainfall (mm) 7 1.4 6 1.2 0.98 5 4 1.0 0.8 CO2 3 0.6 2 0.4 1 0.2 0.08 0.0 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0 CO2 Emission (mg/m 2 /s) R 30-Jun-13 1-Jul-13 Gambar 17. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Emisi CO2 pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus 10 0.50 Rainfall and Cumulative Carbon Emission 8 0.45 0.40 R Rainfall (mm) 7 0.35 6 0.24 5 4 0.25 0.20 3 2 0.30 0.15 0.10 ΣC 0.05 0 0.00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 1 30-Jun-13 1-Jul-13 Gambar 18. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Emisi Karbon Kumulatif pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Gambar 19. Foto Kondisi Lingkungan Pengukuran Emisi Karbon pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala Cumulative Carbon Emission (ton/ha) 9 420 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Hubungan emisi CO2 Flux terhadap water table disajikan pada Gambar 22, memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi dengan R2 = 0,19 (tidak signifikan). Selanjutnya hubungan emisi CO2 Flux terhadap volumetric water content (VWC) disajikan pada Gambar 23. Hubungan CO2 Flux terhadap VWC memperlihatkan hubungan yang mempunyai korelasi kuat dengan R2 = 0,71. CO2 Flux (mg/m2/s) 1.2 CO2 Flux vs WT 1.0 0.8 0.6 0.4 y = -0.41x + 0.81 R² = 0.19 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Water Table (m) Gambar 20. Grafik CO2 flux terhadap water table pada tanah gambut Organosol dan Glei Humus CO2 Flux vs VWC CO2 Flux (mg/m2/s) 1.2 1.0 0.8 0.6 y = 3.45x - 0.59 R² = 0.71 0.4 0.2 0.0 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) Gambar 21. Grafik CO2 flux terhadap Volumetric Water Table pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Hubungan CO2 Flux terhadap peat temperature (Ts) tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan R2 = 0,16 seperti disajikan pada Gambar 24. Selanjutnya hubungan CO2 Flux terhadap peat electrical conductivity mempunyai korelasi dengan R2 = 0,47, seperti disajikan pada Gambar 25. Sedangkan hubungan volumetrik water content (VWC) terhadap water table (WT) mempunyai korelasi dengan R2 = 0,28, seperti disajikan pada Gambar 26. Sementara itu hubungan VWC terhadap peat temperature (Ts) mempunyai korelasi R2= 0,30 sedangkan hubungan VWC terhadap peat electrical conductivity (EC) LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|421 mempunyai korelasi R2 = 0,75. Hubungan VWC terhadap Ts dan EC disajikan pada Gambar 22. CO2 Flux vs Ts 1.2 CO2 Flux (mg/m2/s) 1.0 0.8 0.6 y = -0.03x + 1.36 R² = 0.16 0.4 0.2 0.0 20 25 30 35 40 Peat Temperature (Ts, oC) Gambar 22. Grafik CO2 flux terhadap Peat Temperature pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus CO2 Flux vs EC CO2 Flux (mg/m2/s) 2.5 2.0 y = 8.51x - 0.55 R² = 0.47 1.5 1.0 0.5 0.0 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) Gambar 23. Grafik CO2 flux terhadap Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus VWC vs WT 0.50 VWC (m3/m3) 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 y = -0.12x + 0.41 R² = 0.28 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Water Table (WT, m) Gambar 24. Grafik Volumetric Water Contents terhadap Water Table pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 422 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 0.20 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 y = 0.29x + 0.04 R² = 0.75 y = -35.12x + 42.46 R² = 0.30 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Peat Electrical Conductivity (mS/cm) Peat Temperature (oC) VWC, Ts & EC Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) Gambar 25. Grafik Volumetric Water Contents terhadap Peat Temperature dan Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Berdasarkan hasil korelasi beberapa parameter fisika gambut terhadap emisi CO2 Flux memperlihatkan volumetric water content (VWC) yang mempunyai hubungan dengan korelasi R2 = 0,75 yang paling tinggin dan peat electrical conductivity (EC) dengan R2 = 0,47. Sementara hubungan VWC dan EC juga mempunyai korelasi yang kuat dengan R2 = 0,75, sedangkan hubungan VWC dan peat temperature (Ts) mempunyai korelasi R2 = 0,30. Sehingga ketiga parameter VWC, EC dan Ts diduga kuat mempengaruhi besarnya emisi CO2. Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis Artificial Neural Network (ANN) untuk memprediksi besarnya emisi CO2. Sehingga hasil ANN berdasarkan data VWC, EC dan Ts dapat diprediksi besarnya emisi CO2, hasil Model ANN disajikan pada Gambar 28. Model ANN yang dihasilkan mempunyai R2 = 0,81 memperlihatkan korelasi kuat antara emisi CO2 yang terjadi dipengaruhi oleh ketiga parameter fisika gambut tersebut di atas. Normalized CO2 Flux 1.0 0.8 y = 1.01x R² = 0.81 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 ANN Model Gambar 26. Grafik Model ANN terhadap CO2 flux pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Berdasarkan Model ANN, menghasilkan monograf hubungan volumetric water content (VWC) dan peat temperature (Ts) terhadap CO2 Flux pada EC = 0,12 disajikan pada Gambar 29, untuk EC = 0,13 disajikan pada Gambar 30 dan EC = 0,19 disajikan pada LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|423 Gambar 31. Model ANN yang dihasilkan dapat memprediksi besarnya CO2 Flux yang terjadi di lahan gambut dengan mengukur parameter VWC, Ts dan EC. Monograf model ANN CO2 Flux dapat digunakan untuk memprediksi emisi CO2 yang terjadi di lahan gambut pada jenis tanah Organosol dan Glei Humus di TPSF. 1.2 Ts=26. CO2 Flux (mg/m2/s) 1.0 Ts=32. Ts=37. 0.8 0.6 0.4 EC=0.12 mS/cm 0.2 0.0 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 Volumetric Water Content (VWC, m3/m3) Gambar 27. Monograf model ANN CO2flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,12 pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus 1.2 CO2 Flux (mg/m2/s) Ts=32. Ts=26. 1.0 Ts=37. 0.8 0.6 0.4 EC=0.13 mS/cm 0.2 0.0 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 Volumetric Water Content (VWC, m3/m3) Gambar 28. Monograf Model ANN CO2flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,13 pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus 1.2 Ts=26. Ts=32. CO2 Flux (mg/m2/s) 1.0 Ts=37. 0.8 0.6 0.4 EC=0.19 mS/cm 0.2 0.0 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 Volumetric Water Content (VWC, m3/m3) Gambar 29. Monograf Model ANN CO2flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,19 pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 424 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Berdasarkan hasil labotorium tanah gambut Organosol dan Glei Humus dapat dibuat hubungan volumetric water content (VWC) terhadap nilai pF, disajikan pada Gambar 32. Gambar 32 memperlihatkan titik layu (WP) terjadi pada nilai pF 4,2 dengan VWC sebesar 0,185 m3/m3 berdasarkan optimasi persamaan Genuchten. Hasil optimasi hubungan pF terhadap VWC menghasilkan nilai kedalaman muka air gambut minimal (WTmin) adalah 86,48 cm. Nilai WTmin = 86,48 cm, menunjukkan bahwa, jika kedalaman muka air gambut lebih dalam (WT > 86,48 cm), menyebabkan gambut akan berisiko mudah terbakar jika kondisi VWC < 0,185 m3/m3. Sehingga kedalaman permukaan air gambut harus lebih rendah dari 86,48 cm (WT < 86,48 cm). 0.60 VWC (m3/m3) 0.50 0.40 FC 0.30 0.20 WP 0.10 0.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Matric Potential, pF Data Pengukuran Gambar 30. Genuchten Batas Basah (Wet) Grafik hubungan Volumetric Water Content terhadap Matric Potential pada Tanah Gambut Organosol dan Glei Humus 2. Hasil Pengukuran Emisi CO2 pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Lokasi-2 berada di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, tepatnya di Gampong/Desa Makarti Jaya dengan titik koordinat lokasi 3o54.3' LU dan 96o30.3' BT. Jenis tanah gambut pada lokasi-2 ini adalah Tropohemist dan Troposaprist. Pengukuran emisi karbon dilakukan setiap jam sekali selama 24 jam sehari dan selama 4 (empat) hari secara terus menerus. Hasil pengukuran rainfall dan water table selama pengukuran emisi karbon dioksida disajikan pada Gambar 31. Selama pengukuran parameter fisika gambut dan CO2 Flux secara realtimes tidak terjadi rainfall, sehingga tidak terjadi fluktuasi kedalaman muka air gambut yang besar, tapi mengalami penurunan. Kedalaman muka air gambut pada awal pengamatan 0,86 m menurun menjadi 0,96 m dari permukaan lahan selama waktu pengamatan, namun selama pengukuran tidak terjadi rainfall. Selanjutnya hasil pengukuran volumetric water contents berkisar dari 0,134 m3/m3 hingga 0,158 m3/m3, seperti disajikan pada Gambar 32. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|425 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0.60 Rainfall & Water Table 0.65 Rainfall (mm) Water Table (m) 0.70 0.75 0.80 0.86 0.85 WT 0.96 0.90 0.95 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 1.00 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R 18-Jul-13 WT Gambar 31. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Water Table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist 10 Rainfall & Volumetric Water Content 9 8 Rainfall (mm) 0.158 0.148 VWC 0.134 6 5 4 3 2 1 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 0 VWC (m 3 /m 3 ) 7 0.26 0.24 0.22 0.20 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R 18-Jul-13 VWC Gambar 32. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Volumetric Water Contents pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Hasil pengukuran peat temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist berkisar minimum 24,2oC pada malam hari dan maksimum 28,9oC pada siang hari, seperti disajikan pada Gambar 35. Selanjutnya kondisi peat electrical conductivity selama pengukuran emisi CO2 berkisar 0,01 mS/cm sampai dengan 0,02 mS/cm, seperti disajikan pada Gambar 33. 10 9 Rainfall (mm) 28.9 Ts 7 24.2 6 5 4 3 2 1 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 0 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R 18-Jul-13 Ts Gambar 33. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala Peat Temperature (oC) 8 Rainfall & Peat Temperature 426 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF 0.030 Rainfall & Peat Electrical Conductivity 0.02 EC 0.025 0.020 0.015 0.01 0.010 0.005 0.000 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Peat EC (mS/cm) Rainfall (mm) THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R 18-Jul-13 EC Gambar 34. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist 1.60 1.4471 Rainfall and CO2 Emission 1.40 1.20 1.00 CO2 Flux 0.80 0.60 0.40 0.20 0.1930 0.00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 CO2 Flux (mg/m 2 /s) Rainfall (mm) Hasil pengukuran emisi CO2 memperlihatkan fluktuasi emisi CO2 terhadap waktu pengukuran. Fluktuasi emisi CO2 ini dipengaruhi parameter fisika gambut, yaitu: peat temperature, peat moisture, peat electrical conductivity, water table dan rainfall. Berdasarkan pengaruh parameter tersebut di atas, menghasilkan emisi CO2 yang terukur dengan Licor-800. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan emisi CO2 pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist disajikan pada Gambar 40. Sementara itu akumulasi emisi karbon yang terjadi selama pengukuran dalam waktu 66 jam dari Tanggal 15 Juli - 18 Juli 2013 mencapai 13,955 tC/ha, sehingga emisi karbon yang terjadi setiap jamnya mencapai 13,955 tC/ha : 66 jam = 0,211 tC/ha/jam. Jika diproyeksikan selama satu tahun, maka total emisi karbon yang terjadi adalah 0,211 tC/ha/jam x 24 jam x 365 hari x 1 tahun = 1.852,2 tC/ha/tahun atau setara dengan emisi CO2 sebesar 6.791,4 tCO2/ha/tahun. Sehingga total emisi CO2 yang terjadi pada Tanah Tropohemist dan Troposaprist seluas 12.402,76 ha adalah 6.791,4 tCO2/ha/tahun x 12.402,76 ha = 84.232.518 tCO2/tahun (2.297.505 tC/tahun). Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan emisi karbon kumulatif disajikan pada Gambar 35 berikut ini. Kondisi lahan lokasi pengukuran merupakan lahan gambut yang telah mengalami pemadatan dengan tanaman kelapa sawit telah berumur 15 tahun. Foto kondisi lingkungan saat pengukuran emisi karbon dan sifat fisika tanah secara realtimes pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist disajikan pada Gambar 36. 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R 18-Jul-13 CO2 Gambar 35. Grafik waktu pengukuran terhadap rainfall dan CO2 emission pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist LAPORAN UTAMA 13.955 Rainfall and Cumulative Carbon Emission 16 14 12 10 C 8 6 4 2 0 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 15-Jul-13 16-Jul-13 17-Jul-13 R Cumulative Carbon Emission (ton/ha) Rainfall (mm) PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|427 18-Jul-13 Carbon Emission Gambar 36. Grafik waktu pengukuran terhadap rainfall dan cumulative Carbon Emission pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Gambar 37. Foto Kondisi Lingkungan Pengukuran Emisi Karbon Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Hubungan emisi CO2 Flux terhadap water table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist disajikan pada Gambar 40, memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan R2 = 0,03. Selanjutnya hubungan emisi CO2 Flux terhadap volumetric water content (VWC) disajikan pada Gambar 41. Hubungan CO2 Flux terhadap VWC memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi dengan R2 = 0,13. CO2 Flux vs WT 1.6 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 1.4 1.2 y = 3.37x - 2.20 R² = 0.03 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.900 0.925 0.950 0.975 1.000 Water Table (WT, m) Gambar 38. Grafik CO2 flux terhadap Water Table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 428 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST CO2 Flux vs VWC 1.6 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 y = 30.73x - 3.70 R² = 0.13 0.4 0.2 0.0 0.140 0.145 0.150 0.155 0.160 Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) Gambar 39. Grafik CO2flux terhadap Volumetric Water Contents pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Hubungan CO2 Flux terhadap peat temperature (Ts) tmempunyai korelasi yang signifikan dengan R2 = 0,55 seperti disajikan pada Gambar 42. Selanjutnya hubungan CO2 Flux terhadap peat electrical conductivity yang tidak mempunyai korelasi dengan R2 = 0,10, seperti disajikan pada Gambar 43. Sedangkan hubungan volumetrik water content (VWC) terhadap water table (WT) mempunyai korelasi dengan R2 = 0,60, seperti disajikan pada Gambar 44. Sementara itu hubungan VWC terhadap peat temperature (Ts) mempunyai korelasi R2= 0,56 sedangkan hubungan VWC terhadap peat electrical conductivity (EC) mempunyai korelasi R2 = 0,69. Hubungan VWC terhadap Ts dan EC disajikan pada Gambar 40. CO2 Flux vs Ts 1.6 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 1.4 1.2 1.0 0.8 y = 0.12x - 2.24 R² = 0.55 0.6 0.4 0.2 0.0 24 25 26 27 Peat Temperature (Ts, Gambar 40. 28 29 30 oC) Grafik CO2flux terhadap Peat Temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|429 CO2 Flux vs EC CO2 Flux (mg/m 2 /s) 3.0 y = 30.34x + 0.19 R² = 0.10 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 0.030 Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) Gambar 41. Grafik CO2flux terhadap Peat Electrical Conductivity pada Tanah GambutTropohemist dan Troposaprist VWC vs WT 0.160 VWC (m3 /m 3 ) 0.158 0.156 0.154 0.152 0.150 0.148 y = -0.19x + 0.33 R² = 0.60 0.146 0.90 0.91 0.92 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 Water Table (WT, m) Gambar 42. Grafik Volumetric Water Content terhadap Water Table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist 0.130 0.22 0.20 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 y = 382.42x - 32.25 R² = 0.56 y = 0.46x - 0.05 R² = 0.69 0.135 0.140 0.145 0.150 Volumetric Water Content (VWC, 0.155 Electrical Conductivity (mS/cm) Peat Temperature (TS, oC) VWC, Ts & EC 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 0.160 m 3 /m 3 ) Gambar 43. Grafik Volumetric Water Contents terhadap Peat Temperature dan Electrical conductivity pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 430 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Berdasarkan hasil korelasi beberapa parameter fisika gambut terhadap volumetric water content (VWC) memperlihatkan peat electrical conductivity (EC) yang mempunyai hubungan dengan korelasi R2 = 0,69 dan peat temperature dengan R2 = 0,47. Sementara hubungan VWC dan water table juga mempunyai korelasi yang kuat dengan R2 = 0,60. Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis Artificial Neural Network (ANN) untuk memprediksi besarnya emisi CO2. Sehingga hasil ANN berdasarkan data VWC, EC dan Ts dapat diprediksi besarnya emisi CO2, hasil Model ANN disajikan pada Gambar 46. Model ANN yang dihasilkan mempunyai R2 = 0,61 memperlihatkan korelasi kuat antara emisi CO2 yang terjadi dipengaruhi oleh ketiga parameter fisika gambut tersebut di atas. Normalized CO2 Flux 1.0 0.8 y = 2.20x R² = 0.61 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 ANN Model Gambar 44. Grafik Model ANN terhadap CO2 flux pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist CO2 Flux (mg/m2/s) Berdasarkan Model ANN, menghasilkan monograf hubungan volumetric water content (VWC) dan peat temperature (Ts) terhadap CO2 Flux pada EC = 0,01 disajikan pada Gambar 45, dan untuk EC = 0,02 disajikan pada Gambar 48. Model ANN yang dihasilkan dapat memprediksi besarnya CO2 Flux yang terjadi di lahan gambut dengan mengukur parameter VWC, Ts dan EC. Monograf Model ANN CO2 Flux dapat digunakan untuk memprediksi emisi CO2 yang terjadi di lahan gambut pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Areal Gambut Rawa Tripa. 1.70 1.60 1.50 1.40 1.30 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.130 Ts=35. Ts=30. EC = 0.01 mS/cm Ts=25. 0.135 0.140 0.145 0.150 0.155 Volumetric Water Contents (VWC, 0.160 0.165 0.170 m 3 /m 3 ) Gambar 45. Monograf Model ANN CO2 Flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,01 pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist LAPORAN UTAMA CO2 Flux (mg/m 2 /s) PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|431 1.70 1.60 1.50 1.40 1.30 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 Ts=35. Ts=30. EC = 0.02 mS/cm Ts=25. 0.130 0.135 0.140 0.145 0.150 0.155 0.160 0.165 0.170 Volumetric Water Content (VWC, m3 /m 3 ) Gambar 46. Monograf model ANN CO2 Flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,02 pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Berdasarkan hasil labotorium Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist dapat dibuat hubungan volumetric water content (VWC) terhadap nilai pF, disajikan pada Gambar 47. Gambar 48 memperlihatkan titik layu (WP) terjadi pada nilai pF 4,2 dengan VWC sebesar 0,254 m3/m3 berdasarkan optimasi persamaan Genuchten. Hasil optimasi hubungan pF terhadap VWC menghasilkan nilai kedalaman muka air gambut minimal (WTmin) adalah 57,4 cm. Nilai WTmin = 57,4 cm, menunjukkan bahwa, jika kedalaman muka air gambut lebih dalam (WT > 57,4 cm), menyebabkan gambut akan berisiko mudah terbakar jika kondisi VWC < 0,254 m3/m3. Sehingga kedalaman permukaan air gambut harus lebih rendah dari 57,4 cm (WT < 57,4 cm). pF Volumetric Water Conternt (VWC, m3/m3) 0.60 0.1 1 2 2.54 3 3.5 4.2 0.50 0.40 qs qr a n m FC 0.30 h (cm) 1 10 100 347 1000 3162 15849 w 0.535 0.425 0.374 0.235 Error 0.535 0.235 57.4 cm 1.488 0.328 w* 0.534 0.528 0.438 0.357 0.309 0.277 0.254 0.001 WP 0.20 0.10 0.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Matric Potential (pF) Pengukuran Model Genuchten Batas Basah (Wet) Gambar 47. Grafik Hubungan Volumetric Water Content terhadap Matric Potential pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF 432 THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 3. Pengukuran Emisi CO2 Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist (Lokasi-3) Lokasi-3 berada di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, tepatnya di Gampong/Desa Makarti Jaya (UPT II Seuneuam) berada pada koordinat 3o53.982' LU dan 96o29.252' BT. Pengukuran emisi karbon dilakukan setiap jam sekali selama 24 jam sehari, selama 4 (empat) hari. Hasil pengukuran rainfall dan water table selama pengukuran emisi karbon dioksida disajikan pada Gambar 48. Selama pengukuran parameter fisika gambut dan CO2 Flux secara realtimes tidak terjadi rainfall, sehingga tidak terjadi fluktuasi kedalaman muka air gambut yang besar, tapi mengalami penurunan. Kedalaman muka air gambut pada awal pengamatan 0,76 m menurun menjadi 0,83 m dari permukaan lahan selama waktu pengamatan. Selanjutnya hasil pengukuran volumetric water contents berkisar dari 0,376 m3/m3 hingga 0,396 m3/m3, seperti disajikan pada Gambar 49. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0.70 0.76 m Rainfall and Water Table 0.75 Rainfall (mm) 0.83 m 0.80 0.85 0.90 Water Table (m) WT 0.95 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 1.00 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R 7/21/2013 WT Gambar 48. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Water Table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 10 8 0.44 Rainfall and Volumetric Water Content Rainfall (mm) 7 0.42 0.396 0.40 VWC 6 0.38 5 0.36 0.376 4 3 0.34 2 0.32 1 0 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 0.30 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) 9 7/21/2013 VWC Gambar 49. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Volumetric Water content pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Hasil pengukuran peat temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist berkisar minimum 25,4oC pada malam hari dan maksimum 33,4oC pada siang hari, seperti disajikan pada Gambar 50. Selanjutnya kondisi peat electrical conductivity selama pengukuran emisi CO2 berkisar 0,18 mS/cm sampai dengan 0,19 mS/cm, seperti disajikan pada Gambar 51. LAPORAN UTAMA 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 Rainfall and Peat Temperature 33.4oC Ts 25.4oC 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Peat Temperature (Ts, oC) Rainfall (mm) PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|433 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R 7/21/2013 Ts 0.25 Rainfall and Electrical Conductivity 0.19 EC 0.20 0.18 0.15 0.10 0.05 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) Rainfall (mm) Gambar 50. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 7/21/2013 EC Gambar 51. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Hasil pengukuran emisi CO2 pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi3, memperlihatkan fluktuasi emisi CO2 terhadap waktu pengukuran. Fluktuasi emisi CO2 ini dipengaruhi parameter fisika gambut, yaitu: peat temperature, peat moisture, peat electrical conductivity, water table dan rainfall. Berdasarkan pengaruh parameter tersebut di atas, menghasilkan emisi CO2 yang terukur dengan Licor-800. Hubungan waktu pengukuran terhadap emisi CO2 pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist pada Lokasi-3 disajikan pada Gambar 52. Sementara itu akumulasi emisi karbon yang terjadi selama pengukuran dalam waktu 68 jam dari Tanggal 18 Juli - 21 Juli 2013 mencapai 40,3 tC/ha, sehingga emisi karbon yang terjadi setiap jamnya mencapai 40,3 tC/ha : 68 jam = 0,593 tC/ha/jam. Jika diproyeksikan selama satu tahun, maka total emisi karbon yang terjadi adalah 0,593 tC/ha/jam x 24 jam x 365 hari x 1 tahun = 5.191,6 tC/ha/tahun atau setara dengan emisi CO2 sebesar 19.035,8 tCO2/ha/tahun. Sehingga total emisi CO2 yang terjadi pada Tanah Tropohemistdan Troposaprist seluas 12.402,76 ha adalah 19.035,8 tCO2/ha/tahun x 12.402,76 ha = 236.096.751 tCO2/tahun (64.390.023 tC/tahun). Nilai emisi CO2 ini sangat besar jika dibandingkan dengan hasil pengukuran dan perhitungan pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist yang sama pada Tahun 2013. Hubungan waktu pengukuran terhadap emisi karbon kumulatif disajikan pada Gambar 53 berikut ini. Kondisi lahan di Lokasi-3 merupakan lahan gambut yang baru dibuka, sementara itu lahan di Lokasi-2 merupakan lahan gambut yang sudah Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF 434 THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 4.00 3.55 Rainfall and CO2 Flux 3.50 3.00 CO2 Flux 2.50 2.00 1.50 1.00 0.80 0.50 0.00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 CO2 Flux (mg/m 2 /s) Rainfall (mm) mengalami pemadatan dan telah mengalami subsidence dengan tanaman sawit telah berumur 15 tahun. Foto kondisi lingkungan saat pengukuran emisi karbon dan sifat fisika tanah secara realtimes pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist pada Lokasi-3 disajikan pada Gambar 54. 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R 7/21/2013 CO2 40.30 Rainfall and Cumulative Carbon Emission 45 40 35 C 30 25 20 15 10 5 0 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7/18/2013 7/19/2013 7/20/2013 R Cumulative Carbon Emission (ton/ha) Rainfall (mm) Gambar 52. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan CO2 flux pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 7/21/2013 Carbon Emission Gambar 53. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Kumulatif Emisi Karbon pada Tanah GambutTropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Gambar 54. Foto Kondisi Lingkungan Pengukuran Emisi Karbon pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|435 Hubungan emisi CO2 Flux terhadap water table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist pada Lokasi-3 disajikan pada Gambar 55, memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan R2 = 0,11. Selanjutnya hubungan emisi CO2 Flux terhadap volumetric water content (VWC) disajikan pada Gambar 58. Hubungan CO2 Flux terhadap VWC memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi dengan R2 = 0,02. Hubungan CO2 Flux terhadap peat temperature (Ts) tidak mempunyai korelasi, seperti disajikan pada Gambar 59. Selanjutnya hubungan CO2 Flux terhadap peat electrical conductivity yang tidak mempunyai korelasi seperti disajikan pada Gambar 60. Sedangkan hubungan volumetrik water content (VWC) terhadap water table (WT) tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan R2 = 0,21, seperti disajikan pada Gambar 61. Sementara itu hubungan VWC terhadap peat temperature (Ts) mempunyai korelasi R2= 0,53 sedangkan hubungan VWC terhadap peat electrical conductivity (EC) tidak mempunyai korelasi. Hubungan VWC terhadap Ts dan EC disajikan pada Gambar 56. CO2 Flux vs WT 4.0 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 y = -10.70x + 10.91 R² = 0.11 0.5 0.0 0.750 0.775 0.800 0.825 0.850 Water Table (WT, m) Gambar 55. Grafik CO2 flux terhadap Water Table pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 CO2 Flux vs VWC 4.0 y = -13.80x + 7.52 R² = 0.02 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.375 0.380 0.385 0.390 0.395 0.400 Volumetric Water Contents (VWC, m3/m3) Gambar 56. Grafik CO2flux terhadap Volumetric Water Contents pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST CO2 Flux vs Ts 4.0 y = 0.00x + 2.10 R² = 0.00 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 25 27 29 31 Peat Temperature (Ts, 33 35 oC) Gambar 57. Grafik CO2 flux terhadap Peat Temperature pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 CO2 Flux (mg/m 2 /s) CO2 Flux vs EC 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 y = -1.50x + 2.48 R² = 0.00 0.175 0.180 0.185 0.190 0.195 0.200 Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) Gambar 58. Grafik CO2 flux terhadap Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 VWC vs WT 0.50 y = 0.26x + 0.17 R² = 0.21 0.40 VWC (m 3 /m3 ) 436 0.30 0.20 0.10 0.00 0.75 0.80 0.85 Water Table (WT, m) 0.90 Gambar 59. Grafik volumetric water content terhadap water table pada Tanah GambutTropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|437 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 0.195 y = -0.01x + 0.19 R² = 0.00 0.19 0.185 0.18 y = -604.86x + 264.94 R² = 0.53 Peat EC (mS/cm) Peat Temperature (TS, oC) VWC, Ts & EC 0.175 0.36 0.37 0.38 Volumetric Water Content 0.39 0.40 (VWC, m3 /m 3 ) Gambar 60. Grafik volumetric water content terhadap peat temperature dan peat electrical conductivity pada tanah gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Berdasarkan hasil korelasi beberapa parameter fisika gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3: VWC, EC dan Ts dilakukan analisis Artificial Neural Network (ANN) untuk memprediksi besarnya emisi CO2. Model ANN yang dihasilkan dengan R2 = 0,61 dapat dilihat pada Gambar 61. Normalized CO2 Flux 1.0 0.8 0.6 y = 1.00x R² = 0.61 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 ANN Model Gambar 61. Grafik Model ANN terhadap CO2 flux pada tanah gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Berdasarkan Model ANN, menghasilkan monograf hubungan volumetric water content (VWC) dan peat temperature (Ts) terhadap CO2 Flux pada EC = 0,18 disajikan pada Gambar 64. dan untuk EC = 0,19 disajikan pada Gambar 65. Model ANN yang dihasilkan dapat memprediksi besarnya CO2 Flux yang terjadi di lahan gambut dengan mengukur parameter VWC, Ts dan EC. Monograf Model ANN CO2 Flux dapat digunakan untuk memprediksi emisi CO2 yang terjadi di lahan gambut pada Jenis Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Areal Gambut Rawa Tripa. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 438 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 5.00 EC=0.18 mS/cm 4.50 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 4.00 3.50 Ts=30oC 3.00 Ts=25oC 2.50 2.00 1.50 Ts=35oC 1.00 0.50 0.00 0.370 0.375 0.380 0.385 0.390 0.395 0.400 0.405 Volumetric Water Content (VWC, m3 /m3 ) Gambar 62. Monograf model ANN CO2 flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,18 pada tanah gambut Tropohemist dan Troposapristdi Lokasi-3 5.00 EC=0.19 mS/cm 4.50 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 4.00 3.50 3.00 Ts=25oC Ts=30oC 2.50 2.00 1.50 Ts=35oC 1.00 0.50 0.00 0.370 0.375 0.380 0.385 0.390 0.395 0.400 0.405 Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) Gambar 63. Monograf model ANN CO2 flux terhadap VWC, Ts dan EC = 0,19 pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 Berdasarkan hasil laboratorium Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi3, dapat dibuat hubungan volumetric water content (VWC) terhadap nilai pF seperti disajikan pada Gambar 64. Gambar 4.55 memperlihatkan titik layu (WP) terjadi pada nilai pF 4,2 dengan VWC sebesar 0,224 m3/m3 berdasarkan optimasi persamaan Genuchten. Hasil optimasi hubungan pF terhadap VWC menghasilkan nilai kedalaman muka air gambut minimal (WTmin) adalah 55,46 cm. Nilai WTmin = 55,46 cm, menunjukkan bahwa, jika kedalaman muka air gambut lebih dalam (WT > 55,46 cm), menyebabkan gambut akan berisiko mudah terbakar jika kondisi VWC < 0,224 m 3/m3. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|439 Sehingga kedalaman permukaan air gambut harus lebih dangkal dari 55,46 cm diukur dari permukaan lahan (WT < 55,46 cm). 0.7 Volumetric Water Content (VWC, m3/m3) 0.6 0.5 0.4 FC 0.3 0.2 WP 0.1 0.0 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Matric Potential, pF Pengukuran Model Genuchten Batas Basah (Wet) Gambar 64. Grafik Hubungan Volumetric Water Content terhadap Matric Potential pada Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist di Lokasi-3 3. Hasil Pengukuran Emisi CO2 pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Lokasi-4 berada di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, tepatnya di Desa Suka Makmur (UPT III Seuneuam) berada pada koordinat 3o52.92' LU dan 96o31.14' BT. Pengukuran emisi CO2 dilakukan setiap jam sekali selama 24 jam sehari dan selama 5 (lima) hari. Hasil pengukuran rainfall dan water table selama pengukuran emisi CO2 di Tanah Gambut Tropohemist dan Troposaprist (26 Juli - 31 Juli 2013) disajikan dalam bentuk grafik hubungan waktu pengamatan terhadap rainfall dan water table dapat dilihat pada Gambar 65 berikut ini. 5 4 Rainfall (mm) 0.4 0.46 R WT 3 0.44 2 1 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 0 Water Table (m) 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 Rainfall and Water Table 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 R 7/29/2013 7/30/2013 WT Gambar 65. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Water Table pada tanah GambutTropoquepts dan Tropofluvents Pada Gambar 65 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan muka air tanah setelah terjadi hujan (rainfall) pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents, dimana sebelum kejadian hujan, kedalaman muka air tanah dari permukaan lahan adalah 0,46 m dan mengalami kenaikan muka air tanah menjadi 0,44 m dari permukaan lahan. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 440 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Demikian juga halnya dengan kadar air volumetrik tanah gambut (peat volumetric water contents), sebelum kejadian hujan kadar air gambut 0,436 m3/m3 dan mengalami peningkatan setelah kejadian hujan sebesar 0,459 m3/m3. Hubungan waktu pengamatan terhadap rainfall dan peat VWC disajikan pada Gambar 68 berikut ini. 5 1.0 Rainfall and Volumetric Water Content 0.9 4 0.8 Rainfall (mm) 3 0.436 2 0.6 0.459 VWC 0.5 0.4 R 0.3 1 VWC (m 3 /m 3 ) 0.7 R 0.2 0.1 0 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 0.0 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 7/29/2013 R 7/30/2013 VWC Gambar 66. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Volumetric Water Content pada tanah gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Hasil pengukuran suhu gambut (peat temperature, Ts) berfluktuasi antara waktu siang dan malam. Suhu gambut tertinggi terjadi pada siang hari sebesar 31,1oC dan terendah pada malam hari 24,6oC untuk Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan suhu gambut disajikan pada Gambar 69. Sementara itu hasil pengukuran Peat Electrical Conductivity (EC) memperlihatkan peningkatan pada saat terjadi rainfall nilai 0,04 mS/cm dan meningkat setelah rainfall nilai 0,06 mS/cm. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan EC disajikan pada Gambar 67. 5 40 Rainfall and Peat Temperature 38 36 Rainfall (mm) 34 R 31.1 3 32 30 2 28 26 1 24 24.6 0 Peat Temperature (oC) 4 22 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 20 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 7/29/2013 R 7/30/2013 Ts Gambar 67. Grafik waktu pengukuran terhadap rainfall dan peat temperaturepada tanah gambut Tropoquepts dan Tropofluvents LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|441 5 0.10 Rainfall and Peat Electrical Conductivity 4 0.08 0.06 EC 2 0.04 R 0.04 1 0.02 0 0.00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 Rainfall (mm) 3 Peat EC (mS/cm) 0.06 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 R 7/29/2013 7/30/2013 EC Gambar 68. Grafik Waktu pengukuran terhadap rainfall dan peat electrical conductivity pada tanah gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Hasil pengukuran emisi CO2 memperlihatkan fluktuasi emisi CO2 terhadap waktu pengukuran dan rainfall. Fluktuasi emisi CO2 ini dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika gambut, yaitu: peat temperature, peat moisture, peat electrical conductivity, water table dan rainfall. Berdasarkan pengaruh parameter tersebut di atas, menghasilkan emisi CO2 yang terukur. Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan emisi CO2 pada Jenis Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents disajikan pada Gambar 69. Sementara itu akumulasi emisi karbon yang terjadi selama pengukuran dalam waktu 106 jam dari Tanggal 26 Juli - 31 Juli 2013 mencapai 0,83 tC/ha, sehingga emisi karbon yang terjadi setiap jamnya mencapai 0,83 tC/ha : 106 jam = 0,0078 tC/ha/jam. Jika diproyeksikan selama satu tahun, maka total emisi karbon yang terjadi adalah 0,0078 tC/ha/jam x 24 jam x 365 hari x 1 tahun = 68,592 tC/ha/tahun atau setara dengan emisi CO2 sebesar 251,5 tCO2/ha/tahun. Sehingga total emisi CO2 yang terjadi pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents seluas 18.106,13 ha adalah 171,31 tCO2/ha/tahun x 18.106,13 ha = 4.553.794 tCO2/tahun (1.241.943,9 tC/tahun). Hubungan waktu pengukuran terhadap rainfall dan emisi karbon kumulatif disajikan pada Gambar 70. Foto kondisi lingkungan saat pengukuran emisi karbon dan sifat fisika tanah secara realtimes pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents disajikan pada Gambar 71. 5 Rainfall (mm) 1.40 1.20 CO2 Flux 3 1.00 R 0.80 2 0.60 0.7621 1 0.40 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 4 1.60 1.3725 Rainfall and CO2 Flux 0.20 0.00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 0 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 R 7/29/2013 7/30/2013 CO2 Gambar 69. Grafik Waktu Pengukuran terhadap rainfall dan CO2flux pada tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 442 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST 5 3 R C R 2 1 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 3:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 5:00 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 0 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 ΣC (t/ha) Rainfall (mm) 4 0.83 Rainfall and Cumulative Carbon Emission 7/26/2013 7/27/2013 7/28/2013 R 7/29/2013 7/30/2013 ΣC Gambar 70. Grafik Waktu Pengukuran terhadap Rainfall dan Kumulatif Emisi Karbon pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Gambar 71. Foto Kondisi Lingkungan Pengukuran Emisi Karbon Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Hubungan emisi CO2 Flux pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents terhadap water table disajikan pada Gambar 72, memperlihatkan tidak memiliki korelasi yang kuat dengan R2 = 0,17. Selanjutnya hubungan emisi CO2 Flux terhadapvolumetric water content (VWC) disajikan pada Gambar 73. Hubungan CO2 Flux terhadap VWC memperlihatkan hubungan yang tidak mempunyai korelasi. Demikian juga hubungan CO2 Flux terhadap peat temperature (Ts) tidak mempunyai korelasi, seperti disajikan pada Gambar 74. Selanjutnya hubungan CO2 Flux terhadap peat electrical conductivity tidak mempunyai korelasi, seperti disajikan pada Gambar 75. Sedangkan hubungan volumetrik water content (VWC) terhadap water table (WT) mempunyai korelasi dengan R2 = 0,64, seperti disajikan pada Gambar 78. Sementara itu hubungan VWC terhadap peat temperature (Ts) mempunyai korelasi R2= 0,28 dan hubungan VWC terhadap peat electrical conductivity (EC) mempunyai korelasi R2 = 0,20. Hubungan VWC terhadap Ts dan EC disajikan pada Gambar 77. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|443 CO2 Flux vs WT 1.6 y = 12.95x - 4.81 R² = 0.17 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.42 0.44 0.46 0.48 Water Table (WT, m) Gambar 72. Grafik CO2flux terhadap Water Table pada Tanah Gambut Tropoquepts danTropofluvents CO2 Flux vs VWC 1.6 y = -1.19x + 1.52 R² = 0.01 CO2 Flux (mg/m 2 /s) 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.42 0.44 0.46 0.48 0.50 Volumetric Water Content (VWC, m3 /m 3 ) Gambar 73. Grafik CO2flux terhadap Volumetric Water Content pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents CO2 Flux vs Ts 1.6 y = 0.06x - 0.64 R² = 0.05 CO2 Flux (mg/m 2/s) 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 24 25 26 27 28 29 Peat Temperature (Ts, oC) Gambar 74. Grafik CO2flux terhadap Peat Temperature pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST CO2 Flux vs EC CO2 Flux (mg/m 2 /s) 3.0 y = 9.38x + 0.50 R² = 0.01 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.040 0.045 0.050 0.055 0.060 0.065 0.070 Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) Gambar 75. Grafik CO2flux terhadap peat electrical conductivity pada tanah gambutTropoquepts dan Tropofluvents VWC vs WT 0.50 0.45 VWC (m3 /m 3 ) 0.40 0.35 0.30 y = -1.50x + 1.13 R² = 0.64 0.25 0.20 0.435 0.440 0.445 0.450 0.455 0.460 0.465 Water Table (WT, m) Gambar 76. Grafik Volumetric Water Content terhadap Water Table pada Tanah GambutTropoquepts dan Tropofluvents 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 0.07 y = 0.09x + 0.01 R² = 0.20 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 y = 32.55x + 11.46 R² = 0.28 0.40 0.41 0.42 0.43 0.44 0.45 0.46 0.47 0.48 0.49 0.50 0.01 0 Peat Electrical Conductivity (EC, mS/cm) VWC, Ts & EC Peat Temperature (TS, oC) 444 Volumetric Water Content (VWC, m 3 /m 3 ) Gambar 77. Grafik Volumetric Water Content terhadap Peat Temperature dan Peat Electrical Conductivity pada Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluvents LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|445 Berdasarkan hasil laboratorium Tanah Gambut Tropoquepts dan Tropofluventsdi Lokasi3, dapat dibuat hubungan volumetric water content (VWC) terhadap nilai pF seperti disajikan pada Gambar 78. Gambar 4.68 memperlihatkan titik layu (WP) terjadi pada nilai pF 4,2 dengan VWC sebesar 0,119 m3/m3 berdasarkan optimasi persamaan Genuchten. Hasil optimasi hubungan pF terhadap VWC menghasilkan nilai kedalaman muka air gambut minimal (WTmin) adalah 45,39 cm. Nilai WTmin = 45,39 cm, menunjukkan bahwa, jika kedalaman muka air gambut lebih dalam (WT > 45,39 cm), menyebabkan gambut akan berisiko mudah terbakar jika kondisi VWC < 0,119 m 3/m3. Sehingga kedalaman permukaan air gambut harus lebih dangkal dari 45,39 cm diukur dari permukaan lahan (WT < 45,39 cm). 0.6 VWC ((m3/m3) 0.5 0.4 0.3 FC 0.2 0.1 WP 0.0 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Matric Potential, pF Pengukuran Model Genuchten Batas Basah (Wet) Gambar 78. Grafik hubungan volumetric water content terhadap matric potential pada tanah gambut Tropoquepts dan Tropofluvents 5. Rekapitulasi Emisi Karbon di Areal Gambut Rawa Tripa Berdasarkan hasil analisis ke-4 lokasi pengukuran emisi karbon pada tiga jenis tanah gambut, dapat direkapitulasi total emisi CO2 yang terjadi di TPSF pada Tahun 2013, disajikan pada Tabel 10. Selanjutnya, hasil analisis emisi CO2 ini dapat dibuatkan peta pewilayahan tingkat emisi CO2 yang terjadi di Areal Gambut Rawa Tripa. Peta tingkat emisi CO2 tersebut dapat dilihat pada Gambar 81. Total emisi CO2 yang terjadi di TPSF adalah sebesar 96.322.647,79 tCO2-e/tahun atau rata-rata 1588 tCO2-e/ha/tahun. Hasil pengukuran dan perhitungan emisi CO2 di TPSF ini jauh lebih besar dari perhitungan yang dilakukan Tata et al. (2012), menyatakan bahwa total emisi di TPSF pada periode pengamatan 1990-2009 rata-rata sekitar 5,7 MgCO2-e/ha/tahun. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 446 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Tabel 5. Total Emisi CO2 berdasarkan Jenis Tanah pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa. No Jenis Tanah Emisi Luas Emisi Total (tCO2/ha/tahun) (Ha) (tCO2/tahun) 1 Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol 171 640,11 109.657,24 2 Organsol dan Glei Humus 171 20.931,12 3.585.710,17 3 Podsolik Merah Kuning 171 668,90 114.589,26 4 Dystropepts, Tropodults 252 1834,10 462.276,15 5 Tropodults, Dystropepts, Uetro 252 3.108,90 781.888,35 6 Tropofluvents, Tropofluvents, Eu 252 2.700,85 679.263,78 7 Tropaquepts, Tropofluvents, Eu 252 18.104,13 4.562.240,76 8 Fluvaquepts, Tropoquepts, Trop 6.791 131,90 895.785,66 9 Tropohemist, Troposaprist 6.791 12.402,76 84.232.104,26 Tropoquepts, Dystropepts, Trop 6.791 132,54 900.132,16 60.657,29 96.322.647,79 10 Total Keterangan: Tidak termasuk emisi CO2 akibat kebakaran lahan dan subsiden Jenis tanah yang diukur emisi CO2 dan diolah (2013) Gambar 79. Peta emisi CO2 Areal Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. 2. 3. Stok karbon atas pemukaan total pada Tahun 2013 seluruh Areal Gambut Rawa Tripa mencapai 2.469.310,02 ton C atau setara dengan 9.054.136,75 ton CO2-e. Emisi CO2 yang terjadi di Areal Gambut Rawa Tripa dipengaruhi temperatur gambut, kadar air gambut, kedalaman muka air gambut dan electrical conductivity gambut. Perkiraan total emisi yang terjadi pada Tahun 2013 di seluruh Areal Rawa Gambut Tripa mencapai 96.322.647,79 ton CO2-e atau setara dengan 26.269.813,03 Ton C. LAPORAN UTAMA PENDUGAAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH|447 B. Saran 1. Pembukaan lahan untuk dijadikan kebun kelapa sawit perlu dihentikan untuk mempertahankan dan meningkatkan stok karbon di atas permukaan. 2. Perlu dilakukan pengukuran secara realtimes terhadap emisi CO2 pada Areal Gambut Rawa Tripa, untuk dapat memprediksi perkembangan dinamika CO2 yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Agus, F., Hairiah, K., dan Mulyani, A. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Indonesia. 58 p. Bellamy, D. 1991. Wetlands: Draining the World Dry. In: Poritt J (ed) Save the Earth. Angus and Robertson, Australia. Chimmer, R.A. and Ewel, K.C. 2005. A Tropical Freshwater Wetland: II. Production, decomposition and Peat Formation. Wetl Ecol Manage 13:671-684. Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R. dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk Praktis. Edisi kedua. Bogor. World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia. Harmon, M.E. and SeMg, J. 1996. Guidelines for Measurements of Woody Detritus in Forest Ecosystems. US LTER Publication No. 20. US LTER Network Office, University of WahingMg, College of Forest Resources, Seattle, USA. 73p. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). 2001. Concentration of Atmospheric Green House Gase. Cambridge University Press. ----------------. 1991. Climate Change. The IPCC Response State. Cambridge Press. Isaac M. Held and Brian J. Soden. WaterVapour Feedback and Global Warming. Annual Review of Energy and Environment. Annual Review 25: 441-475. Jaenicke, J., Rieley, J.O., Mott, C., Kimman, P. and Siegert, F. 2008. Determination of the amount of carbon stored in Indonesian peatlands. Geoderma 147: 151-158. Jauhiainen, J., Takahashi, H., Heikkinen, J.E.P., Martikainen, P.J., and Vasanderet, H. 2005. Carbon Fluxes From a Tropical Peat Swamp Forest Floor. Glob Change Biol 11:1788-1797. Kielhl, J. T.; Kevin E. Trenberth. 1957. Earth Annual Global Mean Energy Budget. Bulletin of American Metheorology Society. 78 (2): 197-207. Krinawati, H., Adinugroho, W.C., dan Imanuddin, R. 2012. Monogaf Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor. MacDicken, K.G. 2001. Cash for tropical peat: land use change and forestry project for climate change mitigation. In: Rieley, J.O., Page, S.E., and Setiadi, B (eds.) Peatlands for people: natural resource functions and sustainable management. Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas Syiah Kuala 448 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST Proceedings of the Internatioanal Symposium on Tropical Peatland, 22-23 August 2001, Jakarta, Indonesia. BPPT and Indonesian Peat Association, 272 pp. Maltby, E. and Immirzi, C.P. 1993. Carbon Dynamics in Peatlands and Other Wetland Soils Regional and Global Perspectives. Chemosphere 27:999-1023. Noor, M. 2010. Peatland productivity improvement and work opportunity enlargement. proceeding Seminar Lokakarya Nasional Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan untuk Pengurangan Kemiskinan dan Percepatan Pembangunan Daerah. Bogor. 28 October, 2010. pp. III-1 - III-20 (in Indonesian). NRC. 2008. Understanding and Responding Climate Change. Board on Athmospheric Science and Climate US National Academy of Science. Page, S.E., Rieley, J.O. and Wuest, R. 2006. Low land tropical peatlands of Southeast Asia. In Martini, P. Martinez-Cortizas, A and Chesworth, W. (eds.), Peatlands: Basin Evolution and Depository of Records on Global Environmental and Climatic Changes. Elsivier, Amsterdam. Rahayu, S., Oktaviani, R., Tata, H.L. and Van Noordwijk, M. 2010. Carbon Stock and Tree Diversity in Tripa Peat Swamp Forest. The 2nd International Symposium of IWoRS, 12-13 November 2010. Bali. Indonesia. Rieley, J.O., Wust, R.A.J., Jauhiainen, J., Page, S.E., Wosten, H., Hooejir, A., Siegert, F., Limin, S.H.,Vasander, H. and Stahlhut, M. 2008. Tropical peatlands: Carbon stores, carbon gas emissions and contribution to climate change process. In: Strack, M., (ed.) Peatlands and Climate Change, 148-181. International Peat Society, Jyvaskyla, Finland. Rydin, H. and Jeglum, J.K. (eds). 2006. The Biology of Peatlands. Oxford University Press, p.360. Setiawan, B. I. dan Sumawinata, B. 2013. Direct and Indirect Measurements CO2 Flux Emission in Peatlands. Workshop of Methology of Measuring Emission from Peatlands for REDD+, UKP4. Jakarta, 06 Nov. 2013. Takashi, H., Segah, H., Harada, T., Limin, S., June, T., Biotrop, S., Hirata, R. and Osaki, M. 2007. Carbon dioxide balance of a tropical peat swamp forest in Kalimantan. Indonesia. Global Change Biol 13(2):412-425. Whitten, A.J., Damanik, S.J., Anwar, J. and Hisam, N. 1987. The ecology of Sumatera. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. World Bank. 2010. World Development Report 2010: Development and Climate Change. Washington DC. LAPORAN UTAMA