View/Open - Repository UNEJ

advertisement
Digital Repository Universitas Jember
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENETAPAN KADAR FLAVONOID
TOTAL EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN KENARI (Canarium indicum L.)
SKRIPSI
Oleh
Lukmanto
102210101046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
i
Digital Repository Universitas Jember
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENETAPAN KADAR FLAVONOID
TOTAL EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN KENARI (Canarium indicum L.)
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan program strata satu pada Fakultas Farmasi (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Farmasi
Oleh
Lukmanto
102210101046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
i
Digital Repository Universitas Jember
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1.
Orang tuaku, terutama ibuku Sulikah atas segala kasih sayang, doa, didikan,
dukungan dan pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya yang tak akan pernah
terbalaskan;
2.
Nenek dan Kakekku, yang ikut memberikan kasih sayang dan pengorbanan yang
tak terhitung jumlahnya;
3.
Bapak dan Ibu guruku sejak sekolah dasar hingga perguran tinggi yang telah
memberikan ilmu dan seluruh kemampuannya untuk mendidikku;
4.
Almamaterku Fakultas Farmasi Universitas Jember;
ii
Digital Repository Universitas Jember
MOTTO
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(terjemahan Surat Al-Mujadalah ayat 11)*)
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(terjemahan Surat Alam-Nasyroh ayat 5-6)*)
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
(Thomas Alva Edison) *))
*)
Departemen Agama Republik Indonesia. 1998. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang:
PT Kumudasoro Grafindo
*))
Kennelly, A.E. 1932. Biographical Memoir of Thomas Alva Edison 1847-1931. National
Academy Biographical Memoirs, Vol. XV.
iii
Digital Repository Universitas Jember
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lukmanto
NIM : 102210101046
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas
Antioksidan dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak dan Fraksi Daun Kenari
(Canarium indicum L.)” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam
pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada instansi
manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan
kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 15 April 2015
Yang menyatakan,
Lukmanto
NIM 102210101046
iv
Digital Repository Universitas Jember
SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENETAPAN KADAR FLAVONOID
TOTAL EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN KENARI (Canarium indicum L.)
Oleh
Lukmanto
102210101046
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama
: Endah Puspitasari, S.Farm., M.Sc., Apt.
Dosen Pembimbing Anggota : Lestyo Wulandari, S.Si., Apt. M.Farm
v
Digital Repository Universitas Jember
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan Kadar Flavonoid Total
Ekstrak dan Fraksi Dau Kenari (Canarium indicum L.)” telah diuji dan disahkan oleh
Fakultas Farmasi, Universitas Jember pada :
Hari
: Rabu
Tanggal
: 15 April 2015
Tempat
: Fakultas Farmasi, Universitas Jember
Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama,
Dosen Pembimbing Anggota,
Endah Puspitasari, S.Farm., M.Sc., Apt.
NIP. 198107232006042002
Lestyo Wulandari, S.Si., Apt. M.Farm
NIP. 197604142002122001
Tim Penguji
Penguji I,
Siti Muslichah, S.Si., M.Sc., Apt.
NIP. 197305132005012001
Penguji II,
Nia Kristiningrum, S.Farm., M.Farm., Apt.
NIP. 198204062006042001
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jember
Lestyo Wulandari, S.Si., Apt. M.Farm
NIP. 197604142002122001
vi
Digital Repository Universitas Jember
RINGKASAN
Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak dan
Fraksi Daun Kenari (Canarium indicum L.); Lukmanto, 102210101046; 2015; 49
halaman; Fakultas Farmasi, Universitas Jember.
Sumber radikal bebas mudah dijumpai dalam lingkungan sehari-hari, seperti
asap rokok, obat tertentu, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan lain-lain.
Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung elektron tidak berpasangan
yang sangat reaktif mencari pasangan elektronnya yang dapat bereaksi dengan
molekul sel tubuh sehingga dapat menginduksi penyakit kanker, arteriosklerosis dan
penuaan dini, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi. Radikal bebas ini
dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sumber antioksidan dapat berupa antioksidan
sintetik maupun alami, namun antioksidan dari bahan sintetik memberikan efek
samping yang cukup berbahaya bagi kesehatan sehingga dicari sumber antioksidan
alami yang lebih aman untuk dikembangkan salah satunya dari tumbuhan.
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa daun beberapa spesies genus
Canarium L. mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat. Kemungkinan daun kenari
(Canarium indicum L.) juga berpotensi besar mempunyai aktivitas antioksidan,
karena semakin dekat kekerabatan semakin banyak senyawa fitokimia yang mirip
termasuk senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia, menguji
aktivitas antioksidan, menetapkan kadar flavonoid total dan mengetahui hubungan
kadar flavonoid total dengan aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari.
Serbuk kering daun kenari diekstraksi dengan ultasonikasi menggunakan pelarut
etanol 96%, kemudian ekstrak dilarutkan campuran air dan etanol dan dilakukan
ekstraksi cair-cair (fraksinasi) dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Pengukuran
aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan penetapan kadar flavonoid
vii
Digital Repository Universitas Jember
total
menggunakan
spektrofotometer
UV-Vis
dengan
metode
kolorimetri
menggunakan pereaksi AlCl dengan standar kuersetin.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi
etanol-air mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC
berturut-turut adalah 25,294; 20,135; dan 28,806 μg/ml. Sedangkan fraksi n-heksana
memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan nilai IC
175,245 μg/ml. Kadar
flavonoid total pada ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi
etanol-air berturut-turut adalah 2,624; 0,499; 3,846; dan 1,596 gram kuersetin
ekuivalen per gram ekstrak/fraksi.
Hubungan antara aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari dengan
kadar flavonoid totalnya diperoleh persamaan regresi linier y = -41,896 + 152,079;
r² = 0.632. Hasil ini menunjukkan bahwa 63,2 % aktivitas antioksidan ekstrak dan
fraksi daun kenari merupakan kontribusi dari senyawa flavonoid dan 36,8 % karena
kehadiran metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antioksidan lainnya.
viii
Digital Repository Universitas Jember
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas
Antioksidan dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak dan Fraksi Daun Kenari
(Canarium indicum L.)”. Skripsi ini disusun sebagai prasyarat untuk memperoleh
gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Lestyo Wulandari, S.Si., Apt. M.Farm selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jember;
2. Ibu Endah Puspitasari, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing utama dan
Ibu Lestyo Wulandari, S.Si., Apt. M.Farm selaku dosen pembimbing anggota
yang telah bersedia memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama
penelitian dan penulisan skripsi ini;
3. Ibu Siti Muslichah, S.Si., M.Sc., Apt. dan Ibu Nia Kristiningrum, S.Farm.,
M.Farm., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan bantuan,
saran, waktu dan perhatiannya dalam penulisan skripsi ini;
4. Ibu Fransisca Maria C, S.Farm., Apt. dan Ibu Lidya Ameliana, S.Farm., M.Sc.,
Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis untuk
menentukan SKS selama kuliah;
5. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Jember yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi saya;
6. Teman-teman angkatan 2010, terima kasih untuk masa-masa indah dan
kehangatan persahabatan kita;
7. Bu Widi dan Mbak Anggra selaku laboran laboratorium biologi, Bu Wayan dan
Mbak Hani selaku laboran kimia, serta Mbak Indri dan Mbak Dinik yang telah
membantu selama penulis melakukan penelitian;
ix
Digital Repository Universitas Jember
8. Taman Nasional Meru Betiri Jember yang telah memberikan bahan berupa daun
kenari yang penulis butuhkan dalam penelitian ini;
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jember, 15 April 2015
Penulis
x
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .........................................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN ......................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vi
RINGKASAN .................................................................................................... vii
PRAKATA ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4
1.4 Manfaat .................................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Kenari (Canarium indicum L.) ................................................... 5
2.1.1 Nama dan Sinonim .......................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi ....................................................................................... 5
2.1.3 Deskripsi.............................................................................................6
2.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................ 8
2.1.5 Kegunaan ........................................................................................ 9
2.2 Ekstraksi .................................................................................................. 9
2.2.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut ........................................... 9
xi
Digital Repository Universitas Jember
2.2.1.1 Cara Dingin ....................................................................... 10
2.2.1.2 Cara Panas ......................................................................... 11
2.2.2 Cara Ekstraksi Lainnya .................................................................. 12
2.3 Ekstraksi Cair-cair (Partisi/Fraksinasi).................................................... 13
2.4 Radikal Bebas ........................................................................................ 14
2.5 Antioksidan ............................................................................................ 18
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan ....................................................................... 19
2.6.1 Metode DPPH ............................................................................... 19
2.6.2 Metode FRAP ................................................................................ 20
2.6.3 Metode ABTS................................................................................ 21
2.6.4 Metode ORAC ............................................................................... 21
2.6.5 Metode CUPRAC .......................................................................... 22
2.7 Flavonoid ............................................................................................... 22
2.8 Spektrofotometri UV-Vis ....................................................................... 25
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 27
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 27
3.3.1 Variabel Bebas .............................................................................. 27
3.3.2 Variabel Tergantung ...................................................................... 27
3.3.3 Variabel Terkendali ....................................................................... 27
3.4 Definisi Operasional ............................................................................... 28
3.5 Bahan dan Alat yang Digunakan............................................................. 28
3.5.1 Bahan Uji ...................................................................................... 28
3.5.2 Alat Uji.......................................................................................... 29
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 29
3.6.1 Preparasi Sampel ........................................................................... 29
3.6.2 Persiapan Ekstrak .......................................................................... 29
3.6.3 Fraksinasi ...................................................................................... 29
xii
Digital Repository Universitas Jember
3.6.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak .......................................................... 30
3.6.4.1 Identifikasi Alkaloid .......................................................... 30
3.6.4.2 Identifikasi Saponin ........................................................... 30
3.6.4.3 Identifikasi Flavonoid ........................................................ 30
3.6.4.4 Identifikasi Polifenol dan Tanin ......................................... 31
3.6.4.5 Identifikasi Steroid ............................................................. 31
3.6.5 Pengujian Aktivitas Antioksidan dan Penetapan IC
.................... 31
3.6.6.1 Pembuatan Larutan DPPH ................................................. 31
3.6.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH............. 32
3.6.5.3 Pembuatan Larutan Larutan Kontrol .................................. 32
3.6.5.4 Penentuan Operating Time ................................................. 32
3.6.5.5 Pembuatan Larutan Uji ...................................................... 32
3.6.5.6 Pembuatan Larutan Vit.C ................................................... 33
3.6.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan ....................................... 33
3.6.5.8 Penentuan Persentase Peredaman ....................................... 34
3.6.6 Analisis Kuantitatif Total Flavonoid .............................................. 34
3.6.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kuersetin................................ 34
3.6.6.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total ...................................... 34
3.7 Analisis Data .......................................................................................... 35
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kenari ............................................................ 36
4.2 Penapisan Fitokimia ............................................................................... 38
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan ....................................................................... 39
4.3.1 Optimasi Panjang Gelombang DPPH ............................................. 39
4.3.2 Penentuan Waktu Optimum ........................................................... 40
4.3.3 Pengukuran Aktivitas Antioksidan ................................................. 41
4.4 Penetapan Kadar Flavonoid Total ........................................................... 45
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
xiii
Digital Repository Universitas Jember
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 49
5.2 Saran ...................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 50
LAMPIRAN
xiv
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1. Daun kenari................................................................................................... 7
2.2 Rumus bangun DPPH radikal dan non-radikal.............................................. 19
2.3 Struktur dasar flavonoid ............................................................................... 23
2.4 Tempat pengikatan trace metal pada flavonoid ............................................. 24
2.5 Peredaman ROS oleh flavonoid .................................................................... 24
4.1 Absorbansi DPPH dan sampel pada λ 400-600 nm ....................................... 40
4.2 Absorbansi rata-rata larutan DPPH 0,004% dengan penambahan
larutan uji mulai menit ke 5 hingga ke 60 ..................................................... 41
4.3 Hubungan konsentrasi dengan persen peredaman DPPH
(rata-rata ± SD) ekstrak dan fraksi daun kenari ............................................ 42
4.4 Struktur dasar flavonoid ............................................................................... 44
4.5 Korelasi linier antara aktivitas antioksidan IC
dan kadar flavonoid
total ekstrak dan fraksi daun kenari .............................................................. 47
xv
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1. Data rendemen ekstrak dan fraksi daun kenari ............................................. 37
4.2 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol daun kenari............................... 38
4.3 Nilai IC
ekstrak dan fraksi daun kenari ..................................................... 43
4.4 Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak dan fraksi daun kenari ........... 46
xvi
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun kenari..................................... 56
A.1 Uji alkaloid............................................................................................ 56
A.2 Uji steroid ............................................................................................. 57
A.3 Uji saponin ............................................................................................ 58
A.4 Uji flavonoid ......................................................................................... 59
A.5 Uji polifenol dan tanin ........................................................................... 60
B. Pengamatan absorbansi DPPH ....................................................................... 61
C. Pengamatan absorbansi sampel ...................................................................... 63
C.1 Pengamatan absorbansi ekstrak etanol daun kenari 40 μg/ml ................. 63
C.2 Pengamatan absorbansi fraksi n-heksana ekstrak etanol
daun kenari 150 μg/ml .......................................................................... 65
C.3 Pengamatan absorbansi fraksi etil asetat ekstrak etanol
daun kenari 40 μg/ml ............................................................................ 67
C.4 Pengamatan absorbansi fraksi etanol-air ekstrak etanol
daun kenari 40 μg/ml ............................................................................ 69
D. Perhitungan ................................................................................................... 71
E. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH .......................................... 77
F. Penentuan operating time ............................................................................... 78
G. Data % peredaman DPPH ekstrak dan fraksi daun kenari .............................. 79
H. Regresi konsentrasi sampel terhadap % peredaman DPPH ............................ 80
H.1 Regresi konsentrasi ekstrak etanol daun kenari terhadap
% peredaman DPPH .............................................................................. 80
H.2 Regresi konsentrasi fraksi n-heksana ekstrak etanol
daun kenari terhadap % peredaman DPPH ............................................. 81
H.3 Regresi konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak etanol
daun kenari terhadap % peredaman DPPH ............................................. 82
xvii
Digital Repository Universitas Jember
H.4 Regresi konsentrasi fraksi etanol-air ekstrak etanol
daun kenari terhadap % peredaman DPPH ............................................. 83
H.5 Regresi konsentrasi vitamin C terhadap
% peredaman DPPH .............................................................................. 84
I. Kadar flavonoid total ...................................................................................... 85
I.1 Kalibrasi standar kuersetin ...................................................................... 85
I.2 Kadar flavonoid total sampel................................................................... 86
J. Korelasi kadar flavonoid total dengan aktivitas antioksidan daun kenari ......... 86
xviii
Digital Repository Universitas Jember
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber radikal bebas mudah dijumpai dalam lingkungan kehidupan seharihari, seperti asap rokok, obat tertentu, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan
lain-lain (Winarsi, 2007). Radikal bebas merupakan molekul atau fragmen molekul
yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital atomnya.
Radikal bebas ini berbahaya karena sangat reaktif mencari pasangan elektronnya
untuk mencapai kestabilan (Valko et al., 2007). Radikal bebas dapat menyebabkan
stres oksidatif yang memainkan peranan utama dalam perkembangan penyakit kronis
dan degenaratif seperti kanker, arthritis, penuaan, gangguan autoimun, kardiovaskular
dan penyakit neurodegeneratif (Pham-Huy et al., 2008).
Sebenarnya radikal bebas penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh jika
jumlahnya tidak berlebihan atau dalam keadaan seimbang seperti sebagai molekul
pengatur relaksasi otot polos, meningkatkan fungsi imun dan menjaga homeostatis
redoks (Droge, 2002). Kelebihan radikal bebas dalam tubuh dapat memacu timbulnya
berbagai macam penyakit degeneratif dan kronis (Pham-Huy et al., 2008).
Radikal bebas yang merusak tubuh dapat dinetralisir oleh senyawa
antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen
reaktif dan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga menjadi bentuk molekul yang
normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Sasikumar
et al., 2009). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah
berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen (Hariyatmi, 2004). Sumber antioksidan dapat
berupa antioksidan sintetik maupun alami. Antioksidan sintetik misalnya BHA
(butylated hydroxy anisole), BHT (butylated hydroxy toluene), PG (propyl gallate),
1
Digital Repository Universitas Jember
2
dan TBHQ (tertiary butyl hydroquinone) (Widowati et al., 2005). Namun,
antioksidan dari bahan sintetik memberikan efek samping yang cukup berbahaya bagi
kesehatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa antioksidan sintetik BHA dan BHT
dapat meracuni binatang percobaan dan pada pemaparan yang lama dapat
meningkatkan risiko karsinogenesis (Whysner et al., 1994). Oleh karena itu dicari
sumber antioksidan alami yang lebih aman untuk dikembangkan.
Salah satu sumber antioksidan alami berasal dari tumbuhan. Tumbuhan
mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan salah satunya
adalah senyawa flavonoid (Pietta, 2000). Flavonoid adalah golongan senyawa
polifenol yang diketahui memiliki sifat antioksidan, antimikroba, antialergi, antivirus,
antiinflamasi dan vasodilator (Pietta, 2000). Flavonoid terdapat dalam semua
tumbuhan hijau sehingga pasti ditemukan pada setiap telaah ekstrak tumbuhan
(Markham, 1988). Flavonoid adalah senyawa yang ditemukan pada buah-buahan,
sayur-sayuran, dan beberapa minuman yang memiliki beragam manfaat biokimia dan
efek antioksidan (Donald dan Cristobal, 2006).
Indonesia dikenal sebagai mega biodervisity country, yaitu bangsa yang
memiliki banyak keanekaragaman hayati. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar
30.000 tumbuhan, diduga sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, dan sekitar
200 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat
tradisional. Saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam
yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan
kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Salah satunya adalah
penggunaan tumbuhan untuk pengobatan (Kardinan dan Kusuma, 2004). Salah satu
tumbuhan yang terdapat di Indonesia adalah kenari (Canarium indicum L.). Kenari
banyak tumbuh di daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan
pulau Seram (Thomson dan Evans, 2006). Tumbuhan kenari termasuk dalam genus
Canarium L. Tanaman ini menghasilkan buah dan biji (kernel) yang biasanya
dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap kue (Dzarkasi et al., 2011). Kenari juga
bermanfaat sebagai tumbuhan obat. Resin untuk mengobati ulser, buah untuk laksan,
Digital Repository Universitas Jember
3
akar untuk mengobati sakit kepala, serta biji keringnya dimakan untuk menginduksi
sterilitas (Quattrocchi, 2012).
Tidak banyak penelitian yang dilakukan mengenai kenari. Dzarkasi et al.
(2011) telah meneliti senyawa bioaktif pada biji kenari yang meyebutkan komponen
terbanyak biji kenari adalah minyak serta biji kenari mengandung banyak senyawa
fenol dan flavonoid dan memberikan aktivitas sebagai antioksidan. Limbono (2013)
juga melakukan penelitian yang menyebutkan ekstrak etanol biji kenari memiliki
daya antioksidan dengan harga IC
sebesar 10.106,75 μg/ml. Sedangkan penelitian
mengenai daun kenari belum pernah dilakukan, namun telah dilakukan beberapa
penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada daun beberapa spesies genus
Canarium. Zhang dan Lin (2008) melaporkan daun C. album mengandung tanin yang
memiliki aktivitas peredaman DPPH yang baik dengan IC
sebesar 56,86 μg/ml.
Mogana et al. (2011) melaporkan daun C. patentinervium Miq. memiliki aktivitas
antioksidan sama bagusnya dengan asam askorbat dengan IC
sebesar 2,93 μg/ml.
Berdasarkan pendekatan kemotaksonomi kemungkinan daun C. indicum L. juga
mempunyai aktivitas antioksidan.
Berdasarkan fakta di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia, menguji aktivitas antioksidan,
menetapkan kadar flavonoid total dan mengetahui hubungan kadar flavonoid total
dengan aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari. Peneliti berharap hasil
penelitian ini nantinya dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
dapat menemukan sumber antioksidan alami.
Digital Repository Universitas Jember
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa sajakah kandungan fitokimia pada ekstrak etanol daun kenari?
2. Berapakah nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun kenari dan fraksinya
dengan menggunakan metode DPPH yang dinyatakan dengan IC ?
3. Berapakah kadar kandungan flavonoid total pada ekstrak etanol daun kenari dan
fraksinya?
4. Bagaimanakah hubungan kadar flavonoid total ekstrak etanol daun kenari dan
fraksinya terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kandungan fitokimia pada ekstrak etanol daun kenari.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari dengan
menggunakan metode DPPH.
3. Mengetahui kadar kandungan flavonoid total ekstrak dan fraksi daun kenari
4. Mengetahui hubungan kadar flavonoid total ekstrak dan fraksi daun kenari
terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
untuk mengembangkan daun kenari menjadi salah satu tanaman yang memiliki
khasiat sebagai antioksidan.
2. Sebagai salah satu referensi/perbandingan dalam penelitian lebih lanjut.
Digital Repository Universitas Jember
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Kenari (Canarium indicum L.)
2.1.1 Nama dan Sinonim
C. indicum L. memiliki beberapa sebutan nama. Penyebutan umum atau
dalam bahasa Inggris di antaranya Blume Galip, C. Almond, C. Nut, Galip, Galip
Nut, Almond Java, Java Olive, Kanari, Nangai Nut, Nut Ali. Penyebutan dalam
bahasa daerah diantaranya, Indonesia: Jal, Jar (Ambon), Kanari Bagéa (Maluku),
Kenari Ambon (Suku Sunda), Buah Kenari. Malaysia: Canari, Ngali, Nangai, Kenari,
Pokok Kenari. Papua New Guinea: Baga, Galip, Galip Nut (General), Hinue (New
Ireland), a ngallip lawele (New Britain). Kepulauan Solomon: Eghe (Pulau Savo),
Nina, Ninge, Voia (Santa Cruz), Angari (Santa Ana), Ngari (Kausage, Simbo dan
Varisi), Ngoeta (Marovo), Nolepo (Garciosa Bay), Nyia Nyinge (Ayiwo). Vanuatu:
Nangai (Bislama), Bunnige, Punnige, Nige Kava. Perancis: Noix De Nangaille, Oli,
Galap, La Nangaille, Noix De Kanari. Jerman: Indisces Kananaribaum, Kanarinuß,
Galipnuß. India: Agarbati, Dhup (Hindi) (Lim, 2012). C. indicum ini dikenal juga
dengan nama C. amboinense Hochr., C. commune L., C. mehenbethene Gaertn., C.
moluccanum Blume, dan C. zephyrinum Rumphius (Thomson dan Evans, 2006).
2.1.2 Klasifikasi
Tumbuhan C. indicum L. secara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai
berikut (USDA, 2014) :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Klas
: Magnoliopsida
5
Digital Repository Universitas Jember
Subklas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Burseraceae
Genus
: Canarium L.
Jenis
: Canarium indicum L.
6
2.1.3 Deskripsi
Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di daerah
Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan pulau Seram. Diduga,
tanaman ini berasal dari Indonesia bagian timur. Beberapa sumber menyatakan bahwa
tanaman kenari juga banyak dijumpai di beberapa negara seperti Thailand, Filipina,
Kepulauan Fiji, dan Papua New Guinea. Penelitian intensif tentang asal-usul tanaman
ini yang sebenarnya masih perlu dilakukan. Di Indonesia, tanaman ini masih
merupakan tanaman hutan dan belum banyak dibudidayakan. Sumber lain
menyatakan bahwa tanaman ini banyak dijumpai di daerah Malenesian (Kennedy dan
Clarke, 2004; Thomson dan Evans, 2006).
Genus Canarium L. termasuk dalam famili Burseraceae. Genus Canarium L.
terdiri dari 75 spesies utama yang ditemukan di daerah tropis Asia dan Pasifik dan
beberapa spesies di daerah Afrika tropis (Orwa et al., 2009). Dari spesies yang ada,
spesies yang terdapat di Pasifik Barat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,
yaitu: (1) maluense (spesies: C. lamili, C. salomonense, C. harveyi) dan (2) vulgare
(spesies: C. vulgare, C. indicum, C. ovatum) (Leenhouts, 1959; Yen, 1994; Keneddy
dan Clarke, 2004). Kenyataan bahwa kemiripan ketiga spesies C. indicum L., C.
vulgare, dan C. ovatum yang termasuk dalam kelompok vulgare juga dikemukakan
oleh Thomson dan Evans (2006). Menurut Evans (1994) ketiga spesies yang dominan
tersebut berbeda-beda asalnya C. vulgare dari Indonesia, C. ovatum dari Filipina, dan
C. indicum L. berasal dari Indonesia, Papua New Guinea, Solomon, dan Vanuatu.
Leenhouts (1959) mengemukakan bahwa C. indicum L. dan C. vulgare sangat mirip
(overlap). Terutama jika didasarkan pada stipula dan morfologi buahnya (bentuk,
Digital Repository Universitas Jember
7
ukuran, ketebalan shell, dan warna kulit buah). Namun demikian, C. indicum L.
mempunyai produksi lebih tinggi dari spesies yang lain dan ukuran lebih besar
sehingga paling sesuai untuk dijadikan komoditi komersil (Yen, 1994).
Genus Canarium L. memiliki sekitar 100 spesies yang kebanyakan tumbuh di
hutan lembab dataran rendah di daerah Melanesia (Kennedy dan Clarke, 2004).
Namun demikian, spesies domestik yang paling banyak terdapat di Indonesia antara
lain, C. lamili (Irian Jaya), C. vulgare (Sangihe Talaud, Sulawesi, Seram, Morotai,
Tanimbar, dan Flores), dan C. indicum L. (Sulawesi utara, Ambon, Ternate, pulau
Seram, dan Kai) (Leenhouts, 1959; Yen, 1994).
Tempat tumbuh tanaman kenari umumnya di hutan primer dengan kondisi
tanah bervariasi; berkapur, berpasir maupun tanah liat. Selain itu, tanaman ini tumbuh
baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter di atas
permukaan laut. Saat matur ketinggiannya 40 sampai 50 meter dan diameter batang
bagian bawah 1 – 1,5 meter (Thomson dan Evans, 2006).
Daunnya majemuk menyirip ganjil terdiri dari 6 – 8 pasang berhadapan,
lonjong, dan pangkal meruncing, berwarna terang sampai hijau gelap seperti pada
Gambar 2.1. Daun tanaman kenari berukuran panjang daun 7 – 28 cm dan lebar 3,5 –
11 cm (Thomson dan Evans, 2006).
Gambar 2.1. Daun kenari (C. indicum L.)
Digital Repository Universitas Jember
8
Tanaman ini termasuk tanaman berbunga. Bunganya kecil berwarna putih
kekuning-kuningan dengan mahkota berbentuk segi tiga. Tanaman ini menghasilkan
buah dan biji (kernel) yang biasanya dimanfaatkan sebagai pangan camilan. Biji
(kernel) tersebut mengandung lemak dan protein tinggi. Buah kenari berbentuk
lonjong (ovoid) sampai agak bulat, dengan dimensi morfologi 2-4 x 3-6 cm, dan pada
umumnya berwarna hijau pada saat masih mentah, berubah menjadi hijau tua agak
kegelapan sampai kehitaman pada saat buah matang. Warna hitam terjadi karena
degradasi klorofil pada kulit buah. Secara morfologi, buah kenari terdiri dari bagian
kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), dan bagian tempurung dan isinya
(endocarp) (Thomson dan Evans, 2006).
2.1.4 Kandungan Kimia
Belum ada sumber pustaka maupun penelitian mengenai kandungan kimia
dari daun kenari. Namun berdasarkan studi literatur, telah banyak dilaporkan tentang
kandungan kimia dari daun spesies genus Canarium L. lainnya, di antaranya pada C.
schweinfurthii (Atile) mengandung saponin, tanin, glikosida jantung, steroid dan
flavonoid sedangkan alkaloid dan antrakuinon tidak ada (Ngbede et al., 2008). Pada
C. odontophyllum mengandung terpenoid, tanin, flavonoid, fenol dan saponin
sedangkan alkaloid tidak ada (Basri dan Nor, 2014). Pada C. album mengandung
flavonoid, triterpena dan seskuiterpena (Mogana et al., 2011). Pada C. bengalense
mengandung sabinene, caryophyllene, epi-bisyclosesquiterpene (Thang et al., 2004).
Pada C. parvum Leen mengandung β-caryophyllene, β-ocimene, germacrene D, αhumulene dan allo-ocimene (Thang et al., 2014). Penggunaan kandungan zat kimia
sebagai salah satu cara untuk menentukan hubungan kekerabatan jenis (inter-specific)
dan di bawah tingkat jenis (infra-specific) disebut kemotaksonomi (Stuessy, 1989).
McNair (1935) menyatakan bahwa semakin dekat hubungan kekerabatan (taxa)
menghasilkan
kandungan
kimia
yang
lebih
mirip.
Berdasarkan
metode
kemotaksonomi kemungkinan kandungan kimia daun kenari mirip pada spesies genus
Canarium L. lainnya.
Digital Repository Universitas Jember
9
2.1.5 Kegunaan
Minyak kernel kenari umumnya digunakan untuk memasak, namun juga
digunakan untuk obat terutama sebagai produk kosmetik dan perawatan kulit (Lim,
2012). Kernel kenari juga memiliki aktivitas antiinflamasi in vitro seperti yang
ditunjukkan oleh penghambatan produksi prostaglandin (PGE 2) pada sel fibroblast
3T3 tikus Swiss Albino oleh minyak kernel (Leakey et al., 2008). Minyak kernel
menghambat produksi PGE2 sebanding dengan aspirin (Lim, 2012).
Ekstrak minyak kenari sudah diketahui sebagai agen antiinflamasi untuk
melawan keriput dan hilangnya kekencangan kulit. Maestro et al. (2009) melaporkan
bahwa produk kosmetik perawatan kulit kenari dimaksudkan untuk mencegah dan
atau mengobati setidaknya salah satu tanda penuaan kulit. Di Kepulauan Solomon
barat, kulit kayunya digunakan sebagai obat tradisional untuk sakit dada (Lim, 2012).
Resin untuk mengobati ulser, buah untuk laksan, akar untuk mengobati sakit kepala,
serta biji keringnya dimakan untuk menginduksi sterilitas (Quattrocchi, 2012).
Berdasarkan studi literatur diketahui daun C. album memiliki aktivitas
peredaman DPPH yang bagus dengan IC
sebesar 56,86 μg/ml (Zhang dan Lin,
2008). Daun C. patentinervium Miq. memiliki aktivitas antioksidan sama bagusnya
dengan asam askorbat dengan IC
sebesar 2,93 μg/ml (Mogana et al., 2011).
Berdasarkan metode kemotaksonomi kemungkinan daun C. indicum L. juga
mempunyai aktivitas antioksidan.
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak terlarut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstraksi mengandung berbagai senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa aktif
yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Depkes RI,
2000). Metode ekstraksi yang digunakan dalam bidang farmasi meliputi pemisahan
bagian aktif tanaman berkhasiat obat dari komponen yang tidak aktif dengan
Digital Repository Universitas Jember
10
menggunakan pelarut selektif. Ketika bahan padat kontak dengan pelarut, komponen
yang dapat larut dalam bahan padat berpindah menuju pelarut sehingga ekstraksi
pelarut bahan tumbuhan obat menghasilkan perpindahan masa senyawa aktif yang
larut menuju pelarut sesuai gradien konsentrasi. Laju perpindahan masa akan
menurun jika konsentrasi senyawa aktif dalam pelarut tinggi sampai dicapai titik
kesetimbangan yakni konsentrasi senyawa aktif dalam bahan dan pelarut sama
(Handa et al., 2008).
Prosedur ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan
dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari tanaman
menggunakan pelarut yang selektif. Ekstrak yang diperoleh setelah distandardisasi
dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti dalam bentuk tingtur atau ekstrak
cair dan dapat diproses lebih lanjut untuk dibuat dalam bentuk sediaan seperti tablet
dan kapsul. Tanaman yang diekstraksi mengandung campuran kompleks dari
metabolit seperti alkaloid, glikosida, terpenoid, flavonoid dan lignan (Handa et al.,
2008).
Beberapa metode yang digunakan dalam ekstraksi bahan alam antara lain:
2.2.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut
2.2.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu
(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
Kelemahan utama dari maserasi adalah prosesnya cukup memakan waktu yang lama,
dapat berlangsung beberapa jam sampai beberapa minggu. Ekstraksi secara
menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut dan dapat
berpotensi hilangnya metabolit. Selain itu, beberapa senyawa tidak terekstraksi secara
Digital Repository Universitas Jember
11
efisien jika kurang terlarut dalam temperatur kamar. Di lain pihak, dikarenakan
ekstraksi dilakukan pada temperatur kamar, maserasi tidak menyebabkan degradasi
dari metabolit yang tidak tahan panas (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Pada perkolasi, serbuk tanaman
direndam dalam pelarut pada sebuah alat perkolator, bentuknya seperti kerucut
terbalik. Perkolasi cukup sesuai baik untuk ekstraksi pendahuluan maupun dalam
jumlah besar. Bahan padat basah dimasukkan dalam jumlah yang tepat kemudian
didiamkan selama sekitar 4 jam dalam keadaan tertutup. Setelah itu cairan penyari
akan menetes melewati serbuk tanaman, mengganti pelarut yang keluar berupa
ekstrak. Seperti pada maserasi, untuk mengekstrak secara menyeluruh dilakukan
dengan penambahan pelarut yang baru (fresh solvent) dan semua ekstrak
dikumpulkan. Untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat diuji
adanya metabolit dengan reagen spesifik (Depkes RI, 2000; Handa et al., 2008).
2.2.1.2 Cara Panas
a. Refluks
Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk ekstraksi sempurna. Kekurangan yang utama dari metode ini
adalah terdegradasinya komponen yang tidak tahan panas (Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI,
2000). Ekstraksi soxhlet hanya diperlukan bila senyawa yang diinginkan memiliki
kelarutan terbatas dalam suatu pelarut. Keuntungan dari metode ini adalah banyaknya
Digital Repository Universitas Jember
12
bagian tanaman akan terlarut dengan kondisi pemanasan. Kelemahannya adalah tidak
dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan pemanasan karena pemanasan yang
berkepanjangan dapat menyebabkan degradasi senyawa aktif (Nikhal et al., 2010).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 °C (Depkes RI, 2000).
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 °C)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infusa pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air (Depkes RI, 2000).
2.2.2 Cara ekstraksi lainnya:
a. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai
sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes RI, 2000).
b. Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda
atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses
ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk
bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi (Depkes RI,
2000).
Digital Repository Universitas Jember
13
c. Superkritikal karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan
umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperaur
akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan
golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah
dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung
diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000).
d. Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta
electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan
prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan
berkecepatan ultrasonik (Depkes RI, 2000).
e. Sonikasi
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses ekstrak
dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung
spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil
ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses
ultrasonikasi (Depkes RI, 2000).
2.3 Ekstraksi Cair-cair (Partisi/Fraksinasi)
Sebuah ekstrak kasar bahan alam umumnya mengandung campuran banyak
senyawa kimia yang mempunyai sifat fisika dan kimia yang beragam. Strategi dasar
untuk pemisahan senyawa ini adalah berdasarkan sifat fisika kimianya yang dapat
dipisahkan ke dalam beberapa kelompok senyawa kimia (Sarker et al., 2006).
Ada beberapa jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga
ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer.
Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam skala
mikro maupun makro. Selain itu, alat yang digunakan tergolong sederhana (Khopkar,
2003).
Digital Repository Universitas Jember
14
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2003). Senyawa
kimia akan terdistribusi dalam dua pelarut tergantung pada perbedaan koefisien
partisinya. Teknik ini sangat efektif pada langkah awal pemisahan senyawa dari
ekstrak bahan alam (Sarker et al., 2006).
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Hasil yang baik diperoleh apabila jumlah ekstraksi yang dilakukan
berulang-ulang dengan penambahan jumlah pelarut sedikit demi sedikit (Khopkar,
2003).
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul atau fragmen molekul yang mengandung
satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital atomnya. Elektron tidak
berpasangan menyebabkan radikal bebas mempunyai reaktifitas tinggi (Valko et al.,
2007). Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul radikal bebas akan bereaksi
dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron (Kohen dan
Nyska, 2002). Radikal bebas oksigen lebih umum disebut reactive oxygen species
(ROS) serta reactive nitrogen species (RNS) merupakan produk metabolisme seluler.
ROS dan RNS keduanya dapat berperan ganda sebagai spesies yang merusak dan
menguntungkan karena dapat membahayakan dan menguntungkan sistem kehidupan.
Pada konsentrasi rendah atau sedang ROS dan RNS bermanfaat pada respon seluler
dan fungsi imun sedangkan pada konsentrasi tinggi menyebabkan stres oksidatif
yakni sebuah proses yang dapat merusak semua struktur sel. Stres oksidatif
memainkan peranan utama dalam perkembangan penyakit kronis dan degenaratif
seperti kanker, arthritis, penuaan, gangguan autoimun, kardiovaskular dan penyakit
neurodegeneratif (Pham-Huy et al., 2008).
Pembentukan ROS dan RNS dapat terjadi pada sel dengan dua cara, yaitu
reaksi enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi enzimatis yang menghasilkan radikal
bebas misalnya pada rantai proses pernapasan, fagositosis, sintesis prostaglandin dan
Digital Repository Universitas Jember
15
sistem sitokrom P450. Reaksi non-enzimatis yang menghasilkan radikal bebas
misalnya dari reaksi oksigen dengan senyawa organik dan yang diprakarsai oleh
radiasi pengion. ROS dan RNS dapat berasal dari sumber endogen dan eksogen.
Radikal bebas endogen dihasilkan dari aktivasi sel imun, inflamasi, stres mental,
olahraga yang berlebihan, iskemia, kanker dan penuaan. Radikal bebas eksogen
berasal dari polusi udara atau air, asap rokok, alkohol, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe,
As), obat-obatan tertentu (cylcosporine, tacrolimus, gentamycin, bleomycin), pelarut
industri, makanan tertentu dan radiasi (Pham-Huy et al., 2008).
ROS memiliki beberapa macam bentuk seperti superoksida (O• ), peroksil
(ROO•), alkoksil (RO•), hidroksil (HO•) dan hidroperoksil (HO •), sedangkan RNS
seperti nitrit oksida (NO•) dan peroksinitrit (ONOO ).
1. Radikal anion superoksida (O• )
Anion superoksida baik karena proses metabolisme dan aktivasi oksigen
melalui radiasi fisika merupakan ROS primer dan dapat bereaksi dengan molekul
lainnya menghasilkan ROS sekunder. Produksi superoksida banyak terjadi dalam sel
mitokondria. Reaksi transport elektron mitokondria merupakan sumber utama ATP
dalam sel mamalia. Selama transduksi energi, sejumlah kecil elektron bocor ke
oksigen sebelum waktunya membentuk radikal oksigen superoksida (Pham-Huy et
al., 2008).
Superoksida memiliki sifat yang berbeda tergantung pada lingkungan dan pH.
Superoksida mempunyai pKa 4,8 sehingga dapat berada dalam bentuk anion
superoksida (O• ) dan pada pH rendah dalam bentuk hidroperoksil (HO •).
Hidroperoksil lebih mudah menembus membran biologis daripada bentuk bermuatan.
Hidroperoksil merupakan spesies yang penting walaupun dalam pH fisiologis
superoksida banyak dalam bentuk bermuatan. Pada lingkungan hidrofilik, keduanya
dapat bertindak sebagai agen pereduksi, misalnya pada reduksi ion ferik (Fe )
menjadi ion feros (Fe ), namun kapasitas pereduksi hidroperoksil lebih besar. Pada
Digital Repository Universitas Jember
16
pelarut organik kelarutan anion superoksida lebih besar dan kemampuan mereduksi
meningkat.
Anion superoksida juga beraksi sebagai nukleofil kuat yang dapat menyerang
muatan positif dan sebagai agen pengoksidasi dapat bereaksi dengan senyawa
pendonor H . Reaksi terpenting radikal superoksida adalah dismutasi ditunjukkan
pada reaksi 1. Dalam reaksi ini, superoksida bereaksi dengan superoksida lainnya,
salah satu dioksidasi menjadi oksigen dan yang lain direduksi menjadi hidrogen
peroksida (Kohen dan Nyska, 2002).
HO •/O• + HO •/O• → H O + O
(1)
2. Hidrogen peroksida H O
Hidrogen peroksida adalah spesies reaktif non-radikal dan dapat dengan
mudah berdifusi di antara sel hidup. H O secara efisen diubah menjadi air dengan
enzim katalase, proses yang menentukan waktu paronya (Diplock et al., 1998).
3. Radikal hidroksil (HO•)
Radikal hidroksil mempunyai reaktifitas paling tinggi, membuatnya menjadi
radikal yang sangat berbahaya dengan waktu paruh in vivo sangat pendek sekitar
10
detik. Radikal HO• dapat terbentuk in vivo pada radiasi energi tinggi (misal:
sinar X) dengan pemutusan homolitik molekul air atau H O endogen pada reaksi
yang dikatalis logam. Sinar UV tidak cukup energi untuk memecah molekul air
namun dapat memecah H O menjadi dua molekul radikal hidroksil (Diplock et al.,
1998).
4. Radikal peroksil (ROO•)
Radikal peroksil mempunyai waktu paro yang relatif lama dengan jarak difusi
yang besar pada sistem biologi. Radikal peroksil dapat dihasilkan dari proses
peroksidasi lipid yang diinisiasi dari abstraksi atom H polyunsaturated fatty acid
(PUFA), radikal hidroksil dapat memulai pemanjangan reaksi ini. Produk lebih lanjut
yang dihasilkan dari peroksidasi lipid adalah radikal alkoksil (RO•) dan
hidroperoksida organik (ROOH) (Diplock et al., 1998).
Digital Repository Universitas Jember
17
5. Molekul oksigen singlet ( O )
Oksigen singlet adalah ROS non-radikal yang diduga terbentuk pada jaringan
yang terpapar cahaya. Waktu paruhnya sekitar 10
detik tergantung sifat matriks di
sekitarnya. Oksigen singlet dapat berinteraksi dengan molekul lain dengan
mentransfer energi aktivasinya atau penggabungan secara kimia.Target utama untuk
reaksi kimia adalah ikatan rangkap misalnya pada PUFA atau basa guanin DNA
(Diplock et al., 1998).
6. Radikal nitrit oksida (NO•)
NO• adalah molekul kecil yang mengandung satu elektron tak berpasangan
pada orbital antibonding
∗
sehingga merupakan radikal. NO• dihasilkan pada
jaringan biologis oleh specific nitric oxide synthases (NOSs), yang memetabolisme
arginine menjadi citrulline dengan pembentukan NO• melalui lima reaksi oksidatif
elektron. Nitrit oksida merupakan radikal reaktif yang berlimpah, yang bertindak
sebagai molekul sinyal biologis dalam berbagai proses fisiologis, termasuk
neurotransmisi, pengatur tekanan darah, mekanisme pertahanan, relaksasi otot polos
dan pengaturan sistem imun. NO• memiliki waktu paruh hanya beberapa detik dalam
lingkungan berair (>15 detik) dan mempunyai stabilitas lebih besar pada lingkungan
dengan konsentrasi oksigen rendah. NO• bereaksi dengan oksigen dan air membentuk
nitrat dan anion nitrit. Kelebihan produksi spesies nitrogen reaktif disebut stres
nitrosatif. Stres nitrosatif dapat menyebabkan reaksi nitrosilasi yang dapat mengubah
struktur dan menghambat fungsi normal protein. Sel sistem imun memproduksi nitrit
oksida dan anion superoksida selama proses terjadinya inflamasi, nitrit oksida dan
anion superoksida dapat bereaksi menghasilkan sejumlah besar molekul yang lebih
oksidatif yakni anion peroksinitrit (ONOO ) yang merupakan agen pengoksidasi kuat
yang bisa menyebabkan fragmentasi DNA dan oksidasi lipid (Pham-Huy et al.,
2008).
Digital Repository Universitas Jember
18
2.5 Antioksidan
Antioksidan adalah suatu zat yang pada konsentrasi rendah dibandingkan
substrat yang teroksidasi yang secara sigifikan dapat menunda atau menghambat
oksidasi substrat (Diplock et al., 1998). Peran antioksidan adalah menetralisir
kelebihan radikal bebas untuk melindungi sel terhadap efek toksik radikal dan
berkontribusi dalam pencegahan penyakit (Pham-Huy et al., 2008).
Antioksidan dapat berasal dari dalam tubuh (antioksidan endogen) dan dari
luar berasal dari makanan (antioksidan eksogen). Antioksidan endogen dalam sel
dapat diklasifikasikan sebagai antioksidan enzim dan antioksidan non-enzim.
Antioksidan enzim utama yang terlibat langsung dalam netralisasi ROS dan RNS
adalah superoksida dismustase (SOD), katalase (CAT), glutathione peroxidase (GPx)
dan glutathione reductase (GRx). Antioksidan non-enzim dibagi menjadi antioksidan
metabolik dan antioksidan gizi. Antioksidan metabolik termasuk antioksidan endogen
yang diproduksi dalam tubuh seperti asam lipoid, glutathione, L-arginine, koenzim
Q10, melatonin, asam urat, bilirubin, protein pengkhelat logam, transferrin dan
sebagainya. Sedangkan antioksidan gizi termasuk antioksidan eksogen yaitu senyawa
yang tidak dapat diproduksi dalam tubuh dan harus diberikan melalui makanan atau
suplemen seperti vitamin E, vitamin C, karotenoid, trace logam
(selenium,
magnesium, seng), flavonoid, asam lemak omega-3, omega-6 dan lain-lain (PhamHuy et al., 2008).
Berdasarkan jenisnya, antioksidan dibagi menjadi dua golongan, yakni
antioksidan sintetik yaitu antioksidan buatan manusia dan berguna untuk lemak,
minyak, dan lipida yang terkandung di dalam makanan, misalnya BHA, BHT, propil
galat, TBHQ dan antioksidan alami yaitu antioksidan yang berasal dari bagian-bagian
tanaman dan berguna untuk mencegah oksidasi dan polimerisasi asam lemak tak
jenuh (Widowati et al., 2005). Antioksidan dari bahan sintetik dapat memberikan
efek samping yang cukup berbahaya bagi kesehatan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa antioksidan sintetik BHA dan BHT dapat meracuni binatang percobaan dan
pada pemaparan yang lama dapat meningkatkan risiko karsinogenesis (Whysner et
Digital Repository Universitas Jember
19
al., 1994). Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga
digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan
sebagainya (Tahir et al., 2003).
Komponen antioksidan yang terdapat pada tanaman seperti karotenoid,
flavanoid, fenol dan glucobrasicin bermanfaat bagi kesehatan yang dapat berfungsi
sebagai antioksidan (Arnao et al.,1999).
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan
Untuk menentukan aktivitas antioksidan in vitro dapat dilakukan dengan
bermacam metode, antara lain:
2.6.1 Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
Merupakan salah satu metode uji aktivitas antioksidan yang populer dengan
menggunakan
radikal
bebas
stabil
DPPH.
Molekul
DPPH
(1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil) mempunyai karakter sebagai radikal bebas yang stabil karena adanya
delokalisasi elektron pada keseluruhan molekul, sehingga molekul tidak mengalami
dimerisasi tidak seperti dengan radikal bebas lain (Molyeneux, 2004). Delokalisasi
juga memberikan warna ungu, ditandai dengan serapan pita sekitar 520 nm
(Molyeneux, 2004). Ketika larutan DPPH dicampur dengan substansi yang dapat
mendonorkan atom hidrogen, akan menghasilkan bentuk tereduksi (non-radikal)
(Gambar 2.2) ditandai dengan hilangnya warna ungu (Molyeneux, 2004).
1. Radikal bebas DPPH
2. DPPH non-radikal
Gambar 2.2. Rumus bangun DPPH radikal bebas (1) dan DPPH non-radikal (2) (Molyeneux,
2004).
Digital Repository Universitas Jember
20
Mekanisme reaksi yang terjadi antara radikal DPPH (Z • ) dengan molekul
donor (AH) digambarkan sebagai berikut:
Z • + AH = ZH + A•
Dimana ZH merupakan bentuk tereduksi DPPH (non radikal) dan A• adalah
radikal baru yang dihasilkan dari reaksi ini. Radikal A• akan mengalami reaksi
selanjutnya yang mengendalikan stoikiometri keseluruhan yaitu jumlah molekul
DPPH yang tereduksi oleh molekul tersebut (Molyneux, 2004).
Metode DPPH secara luas digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan
ekstrak tumbuhan maupun senyawa fenol isolat. Metode DPPH memberikan
repeatibilitas yang baik dan sering digunakan (Teow, 2005; Thaipong et al., 2006).
Namun, metode DPPH juga mempunyai kekurangan. Bondet et al. (1997)
melaporkan bahwa banyak antioksidan fenol bereaksi lambat dengan DPPH,
membutuhkan waktu 1 sampai 6 jam atau lebih. Selain itu, DPPH hanya bisa larut
dalam pelarut organik dan pengaruh warna sampel pada DPPH menyebabkan
penurunan aktivitas antioksidan (Arnao, 2000).
Salah satu parameter yang digunakann untuk interpretasi hasil dari metode
DPPH adalah nilai EC
(inhibition
(efficient concentration) penyebutan lainnya nilai IC
concentration)
adalah
konsentrasi
substrat
yang
menyebabkan
berkurangnya aktivitas DPPH sebanyak 50%, semakin kecil nilainya menunjukkan
aktivitas antioksidan semakin besar (Molyenux, 2004). Menurut Blois (2003), tingkat
kekuatan antioksidan adalah sangat kuat (IC
μg/ml), sedang (IC
< 50 μg/ml), kuat (IC
101-150 μg/ml) dan lemah (IC
50-100
> 150 μg/ml).
2.6.2 FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)
Metode ini mengukur kapasitas antioksidan berdasarkan transfer elektron.
Oksidan yang digunakan adalah probe terdiri dari garam besi, Fe(III) (TPTZ ) (2,4,6tripyridyls-triazine) (Teow, 2005). Metode ini mengukur kemampuan mereduksi
ferric 2,4,6-tripyridyl-s-triazine (TPTZ) menjadi produk berwarna.
Metode
Digital Repository Universitas Jember
21
mendeteksi senyawa dengan potensial redoks kurang dari 0,7 V (potensial redoks
Fe -TPTZ). Kekurangannya adalah hasil uji FRAP bisa sangat bervariasi tergantung
pada skala waktu analisis, tidak relevan untuk mengukur aktivitas antioksidan secara
mekanis dan fisiologis karena FRAP tidak mengukur antioksidan thiol seperti
glutathione. Kelebihannya merupakan uji yang sederhana, cepat, murah, kuat dan
tidak memerlukan peralatan khusus (Prior et al., 2005).
2.6.3 Metode ABTS 2,2’-azinobis (3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid)
Metode ABTS menggunakan senyawa 2,2’-azobis (3-ethylbenzthiazoline-6sulfonic acid) sebagai sumber penghasil radikal bebas. Metode ini mengukur
kemampuan antioksidan untuk meredam ABTS
yang dihasilkan dalam fase air,
hasilnya dibandingkan dengan pembanding trolox (analog vitamin E larut air). Dalam
uji ini, kapasitas antioksidan diuji dengan mereaksikan senyawa uji dengan larutan
ABTS yang menghasilkan penurunan warna larutan. ABTS
dihasilkan dengan
mereaksikan garam ABTS dengan agen pengoksidasi kuat seperti potasium
permanganat atau potasium persulfat. Penurunan warna hijau-biru radikal ABTS
karena donasi atom hidrogen diukur pada panjang gelombang karakteristik (Teow,
2005). Kelebihan metode ini adalah cepat, dapat dilakukan pada rentang pH yang
luas serta dapat digunakan pada sistem larutan berbasis air maupun organik (Arnao et
al., 1999). Kekurangannya adalah reprodusibilitasnya lebih jelek dibanding metode
DPPH, ABTS perlu disimpan pada tempat gelap selama 12 jam untuk membentuk
radikal bebas dari garam ABTS dan radikal ABTS tidak ditemukan dalam sistem
fisiologis mamalia sehingga mempresentasikan sumber radikal non-fisiologis
(Thaipong et al., 2006; Prior et al., 2005).
2.6.4 ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity)
Metode ORAC menggunakan senyawa radikal peroksil yang dihasilkan
melalui larutan cair dari 2,2’-azobis-2-metil-propanimidamida. Antioksidan akan
Digital Repository Universitas Jember
22
bereaksi dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi pendaran zat warna.
Kelebihan metode pengujian ORAC adalah kemampuannya dalam menguji
antioksidan hipofilik dan lipofilik sehingga akan menghasilkan pengukuran lebih baik
terhadap total aktivitas antioksidan (Teow, 2005). Kelemahan dari metode ini adalah
membutuhkan peralatan yang mahal, waktu analisis yang lama (>1 jam), dan
reprodusibilitasnya jelek karena reaksi ORAC sensitif dengan suhu (Thaipong et al.,
2005; Prior et al., 2005).
2.6.5 Metode CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant Capacity)
CUPRAC merupakan variasi dari metode FRAP dengan mengganti Fe dengan
Cu. Prinsip dari metode CUPRAC adalah berdasarkan reduksi Cu(II) menjadi Cu(I)
oleh senyawa pereduksi pada sampel. Uji CUPRAC menggunakan reagen
neocuproine (2,9-dimethyl-1,10-phenanthroline). Kelebihannya adalah lebih bagus
dibanding FRAP karena Cu (tembaga) bisa menguji antioksidan thiol dan reaksinya
lebih cepat dibanding Fe (besi), sedangkan kekurangannya adalah waktu reaksi lama
minimal 30-60 menit (Prior et al., 2005).
2.7 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenolik yang ditemukan banyak tumbuhan
berpembuluh, lebih dari 8000 jenis senyawa telah diketahui. Flavonoid umumnya
ditemukan pada tumbuhan dalam bentuk glikosida dan berfungsi memberikan warna
pada daun, bunga dan buah. Banyak penelitian mengungkapkan flavonoid
mempunyai
aktivitas
biologis
diantaranya
sebagai
antialergen,
antivirus,
antiinflamasi, vasodilator dan yang terkenal sebagai antioksidan. Flavonoid terbentuk
pada tumbuhan dari asam amino aromatik fenilalanin, tirosin dan malonat (Pietta,
2000). Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang terdiri dari 15 atom karbon
yang membentuk tiga cincin (C6-C3-C6), yang berlabel A, B C seperti Gambar 2.3.
Digital Repository Universitas Jember
23
Gambar 2.3. Struktur dasar flavonoid (Pietta, 2000)
Kombinasi yang beragam pada rantai tiga karbon C3 yang menghubungkan
dua cincin benzena struktur ini menjadi dasar pembagian golongan flavonoid menjadi
flavonol, flavon, flavanon, flavanonol, katekin, antosianidin, leukoantosianidin,
kalkon, dihidrokalkon, auron dan isoflavon (Robinson, 1995).
Menurut Pietta (2000), mekanisme aktivitas antioksidan flavonoid ada dua,
yaitu:
1. Flavonoid mengambat enzim yang bertangung jawab terhadap produksi anion
superoksida, seperti xanthine oxidase dan protein kinase C. Flavonoid juga
menghambat siklooksigenase, lipoksigenase, mikrosomal monoksigenase, glutathione
S-transferase, mitochondrial succinoxidase dan NADH oksidase yang kesemuanya
terlibat dalam pembentukan spesies oksigen reaktif.
Sejumlah flavonoid mengkelat trace metal secara efisen yang berperan
penting dalam metabolisme oksigen. Besi dan tembaga bebas adalah peningkat efektif
pembentukan spesies oksigen reaktif, misalnya pada reduksi hidrogen peroksida yang
menghasilkan radikal bebas hidroksil yang sangat reaktif ditunjukkan reaksi (1), dan
tembaga yang memediasi oksidasi LDL (LH) ditunjukkan reaksi (2).
H O + Fe (Cu ) → HO• + OH + Fe (Cu )
LH → L• → LOO•
(1)
(2)
Tempat pengikatan trace metal pada flavonoid katekol adalah pada gugus 3’hidroksil, 4’-hidroksil pada cincin B heterosiklik dan gugus 3-hidroksil, 4-oxo dan
gugus 5-hidroksil pada cincin A seperti Gambar 2.4.
Digital Repository Universitas Jember
Gambar 2.4. Tempat pengikatan trace metal (Me
24
) pada flavonoid
2. Flavonoid mempunyai potensial redoks yang rendah (0,23 < E7 < 0,75 V) sehingga
dapat secara termodinamika meredam oksidasi radikal bebas dengan potensial redoks
sekitar 2,13-1,0 V, seperti radikal superoksida, peroksil, alkoksil dan hidroksil
dengan mendonorkan atom hidrogen.
Fl-OH + R° → Fl-O° + RH
FL-OH adalah flavonoid, R° adalah radikal superoksida, peroksil, alkoksil dan
hidroksil. Radikal aroksil Fl-O° dapat bereaksi dengan radikal aroksil kedua
membentuk struktur stabil kuinon seperti Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Peredaman ROS (R° ) oleh flavonoid
Analisis flavonoid pada suatu sampel dapat dilakukan dengan berbagai
metode, diantaranya metode kolorimetri, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas,
kromatografi gas-spektrofotometri masa dan kromatografi cair performa tinggi.
Meskipun metode kromatografi dengan kombinasi analisis absorbsi spektra dan
Digital Repository Universitas Jember
25
spektrofotometri masa memberikan informasi pasti untuk analisis identifikasi dan
kuantifikisai flavonoid, tetapi metode tersebut membutuhkan instrumen tertentu,
standar yang autentik dan menghabiskan waktu. Berbeda dengan metode kolorimetri
yang menarget struktur flavonoid adalah metode yang baik dan cocok untuk analisis
rutin. Namun, metode kolorimetri tidak dapat mendeteksi semua jenis flavonoid,
hanya untuk jenis flavon dan flavonol.
Metode kolorimetri untuk menentukan kadar flavonoid dalam tumbuhan
dibagi menjadi dua macam. Metode pertama merupakan metode kolorimetri
menggunakan aluminum klorida berdasarkan pada pembentukan kompleks antara
Aluminum klorida dengan gugus keton C-4 dan gugus hidroksil C-3 atau C-5
kelompok flavon dan flavonol yang menghasilkan warna kuning, serta membentuk
kompleks asam labil dengan gugus orto-dihidroksil dalam cincin A atau B flavonoid
(Chang et al., 2002). Metode kedua merupakan metode kolorimetri dengan DNP (2,4dinitrophenylhydrazine). Prinsip metode ini adalah reagen 2,4-dinitrophenylhydrazine
yang bereaksi dengan karbonil keton dan aldehid untuk 2,4-dinitrophenylhydrazone
sehingga menghasilkan warna merah (Chang et al., 2002). Metode kolorimetri
menggunakan Aluminum klorida dipilih karena sederhana, cepat, dan mudah
dilakukan.
2.8 Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel)
Spektrum tampak terdapat pada rentang panjang gelombang 400 nm (ungu)
sampai 750 nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet terdapat pada rentang
panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm. Absorbansi cahaya ultraviolet atau
cahaya tampak mengakibatkan suatu transisi elektronik yaitu promosi elektronelektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi yang berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap selanjutnya terbuang
sebagai kalor, sebagai cahaya, atau tersalurkan dalam reaksi kimia (Fessenden dan
Fessenden, 1995).
Digital Repository Universitas Jember
26
Absorbsi energi direkam sebagai absorban. Absorban pada sutau panjang
gelombang tertentu didefinisikan sebagai :
A= log
Dengan:
A = absorbansi
= Intensitas sinar yang datang
I = Intensitas sinar yang ditransmisikan
Absorban suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah
dengan molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu absorban bergantung pada
struktur elektronik senyawanya dan juga pada kepekatan sampel (Fessenden dan
Fessenden, 1995).
Output dari spektrofotometri UV-Vis dapat berupa spektra UV-Vis yang
dapat digunakan sebagai informasi kualitatif dan dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif. Dari aspek kualitatif spektroskopi UV-Vis menghasilkan data berupa
panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut yang kesemuanya
dapat dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Dari aspek
kuantitatif suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) yang akan
diiukur dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan tersebut kemudian diukur
besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton
melalui satu satuan luas penampang per detik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Digital Repository Universitas Jember
BAB 3. METODE PENELITIAN
3. 1 Jenis Penelitian
Uji aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun kenari (C. indicum L.)
dengan metode DPPH ini adalah penelitian experimental laboratories.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli tahun 2014 sampai bulan Januari
2015 di Laboratorium Fitokimia Bagian Biologi Fakultas Farmasi dan Laboratorium
Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Jember.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi (% b/v) ekstrak dan
fraksi daun kenari dalam pelarut etanol dan jenis pelarut untuk fraksinasi.
3.3.2 Variabel Tergantung
Variabel
tergantung
dalam
penelitian
ini
adalah
persen
inhibition
concentration (IC ) ekstrak dan fraksi daun kenari serta kadar flavonoid total
ekstrak dan fraksi daun kenari.
3.3.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pengambilan sampel,
umur tanaman, cara pemanenan, metode ekstraksi, metode pengujian aktivitas
antioksidan dan metode penetapan flavonoid total.
27
Digital Repository Universitas Jember
28
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional dari penelitian ini adalah:
a. Daun kenari adalah daun kenari yang diperoleh dari Taman Nasional Meru Betiri
Jember, daun kenari yang digunakan merupakan daun yang cukup umur. Daun
yang diambil mulai daun deretan kelima dari pucuk sampai deretan ketiga dari
pangkal. Daun yang masih muda dan berwarna hijau kekuningan serta daun yang
sudah layu dan mengering tidak digunakan pada penelitian ini. Daun diambil dari
pohon yang sudah besar dan berbunga penuh pada bulan Juli tahun 2014.
b. Ekstrak etanol daun kenari adalah ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi simplisia
daun kenari dengan metode ultrasonikasi selama satu jam dengan pelarut etanol
96% pada suhu 45 ºC.
c. Fraksi ekstrak adalah fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi etanol-air yang
diperoleh dari partisi (ekstraksi cair-cair) ekstrak etanol daun kenari yang
dilarutkan dalam campuran pelarut etanol dan akuades hangat (1:1) menggunakan
pelarut berturut-turut n-heksana dan etil asetat.
d. Inhibition concentration (IC ) adalah nilai konsentrasi ekstrak dan fraksi daun
kenari yang mampu meredam 50% radikal DPPH.
e. Quercetine equivalent (QE) merupakan kadar flavonoid total pada ekstrak dan
fraksi daun kenari yang dinyatakan dengan massa (gram) ekuivalen kuersetin per
massa (gram) ekstrak/fraksi
3.5 Bahan dan Alat yang Digunakan
3.5.1 Bahan Uji
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan kenari
yang diperoleh dari Taman Nasional Meru Betiri Jember, bahan kimia yang
digunakan adalah etil asetat, n-heksana dan etanol 96% teknis yang telah diredestilasi,
etanol p.a (pro analysis) (Merck), akuades (Brataco Chemica), Wagner LP, Mayer
LP, besi (III) klorida, serbuk magnesium, asam klorida, natrium klorida, asam sulfat,
Digital Repository Universitas Jember
29
alumunium klorida, potasium asetat, asam askorbat, DPPH (Sigma-Aldrich) dan
kuersetin (Sigma-Aldrich).
3.5.2 Alat Uji
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, neraca
analitik, alat ultrasonic (Elmasonic S 180H), penangas air, mikropipet, corong
Buchner, alumunium foil, kertas saring, kuvet, rotary evaporator (Heidolph) dan
spektrofotometer (UV-Vis Hitachi U 1800).
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Preparasi Sampel
Sampel daun diambil dan dikumpulkan, daun yang digunakan adalah daun
cukup umur. Selanjutnya daun-daun tersebut disortir dan dicuci, kemudian daun-daun
tersebut diiris tipis-tipis. Selanjutnya irisan daun dikeringanginkan selama 3 hari pada
suhu kamar terhindar dari cahaya matahari langsung dan dihaluskan.
3.6.2 Persiapan Ekstrak
Sebanyak 200 g serbuk daun kenari kering diultrasonikasi dalam 2000 ml
etanol 96% selama 1 jam pada suhu 45 ºC. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan
rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat etanol (Oktavia, 2011).
3.6.3 Partisi/Fraksinasi
Ekstrak kental 15 g dilarutkan dalam 100 ml etanol pa dan ditambahkan 100
ml akuades hangat lalu dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambah
larutan n-heksana 200 ml, dikocok-kocok kuat dan didiamkan hingga terpisah
sempurna. Fase n-heksana akan berada pada bagian atas dan fase etanol-air berada
pada bagian bawah, kemudian dipisahkan. Fase etanol-airnya diekstraksi lagi dengan
n-heksana sebanyak 2 kali. Fase etanol-air kemudian ditambahkan dengan etil asetat
200 ml, dikocok perlahan dan didiamkan hingga terpisah sempurna. Fase etil asetat
Digital Repository Universitas Jember
30
akan berada pada bagian atas dan fase etanol-air berada pada bagian bawah,
kemudian dipisahkan. Fase etanol-airnya diekstraksi lagi dengan etil asetat sebanyak
2 kali. Kemudian masing-masing fraksi dipekatkan (Sarker et al., 2006).
3.6.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak
3.6.4.1 Identifikasi Alkaloid
Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah 5 ml HCl 2 N, dipanaskan di atas
penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk. Setelah dingin ditambah 0,3 gram
NaCl, diaduk rata kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah 5 ml HCl 2 N
dan dibagi menjadi tiga bagian yang disebut sebagai larutan IA, IB dan IC. Larutan
IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi wagner dan
larutan IC dipakai sebagai blangko. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan
adanya alkaloid (Depkes RI, 1995a).
3.6.4.2 Identifikasi Saponin
Sebanyak 0,3 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 10 ml air suling, dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Tes buih positif
mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30 menit dengan
tinggi 3 cm di atas permukaan cairan (Depkes RI, 1995a).
3.6.4.3. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 2 mg ekstrak kental dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%) P.
Kemudian ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 tetes asam klorida
pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya
flavonoid. Jika warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron
(Fansworth, 1996).
Digital Repository Universitas Jember
31
3.6.4.4. Identifikasi Polifenol dan Tanin
Sebanyak 0,3 gram ekstrak ditambah 10 ml akuades panas, diaduk dan
dibiarkan sampai temperature kamar, lalu ditambahkan 3-4 tetes NaCl 10%, diaduk
dan disaring. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 4 ml dan disebut
sebagai larutan IA, IB dan IC (Depkes RI, 1995a).
a. Larutan IC diberi beberapa tetes larutan FeCl3 , kemudian diamati terjadi perubahan
warna. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa
polifenol.
b. Larutan IA digunakan sebagai blangko, larutan IB ditambahkan dengan sedikit
larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%. Jika terjadi endapan putih
menunjukkan adanya tanin.
3.6.4.5. Identifikasi Senyawa Steroid
Sebanyak 0,2 gram ekstrak dilarutkan dalam 10 ml etanol, lalu dibagi menjadi
dua bagian masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IA dan IB. Larutan IA
digunakan sebagai blangko, sedangkan larutan IIB ditambah 1-2 ml H SO pekat
melalui dinding tabung reaksi. Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya
cincin berwarna merah (Depkes RI, 1995a).
3.6.5. Pengujian Aktivitas Antioksidan dan Penetapan IC
Pengujian aktivitas antioksidan dan penetapan IC
Fraksi
fraksi dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) secara spektrofotometri
UV-Visibel.
3.6.5.1 Pembuatan larutan DPPH
Ditimbang sebanyak 10 mg DPPH dan dilarutkan dengan etanol dalam labu
10 ml sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μg/ml. Kemudian dipipet 2
ml dilarutkan etanol hingga 50 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,004% atau
Digital Repository Universitas Jember
32
40 μg/ml atau 0,10 mM. Larutan dijaga pada suhu rendah, terlindung dari cahaya
untuk segera digunakan.
3.6.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Larutan DPPH 0,004% (40 μg/ml) ditentukan spektrum serapannya
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm
kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
3.6.5.3 Pembuatan Larutan Kontrol
Pembuatan larutan kontrol dilakukan dengan cara etanol p.a dipipet sebanyak
200 µL kemudian dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 800 µL larutan DPPH
lalu dikocok sampai homogen dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimumnya.
3.6.5.4 Penentuan Operating Time
Larutan DPPH ditambahkan kedalam larutan ekstrak uji dan larutan vitamin C
30 μg/ml dan 7 μg/ml (Vit. C) (4:1), dihomogenkan, lalu diamati absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum DPPH, dengan interval waktu 5 menit hingga
diperoleh absorbansi yang stabil yaitu tidak terlihat adanya penurunan absorbansi
sampai waktu 60 menit (1 jam).
3.6.5.5 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak dan Fraksi
Sebanyak 25 mg masing-masing ekstrak dan fraksi daun kenari dilarutkan
dengan 10 ml etanol pa dalam labu ukur 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi 2500
μg/ml (larutan induk). Kemudian dilakukan pengenceran dengan memipet 1,6 ml dari
larutan induk masing-masing (kecuali fraksi n–heksana) dilarutkan etanol hinga 10
ml dalam labu ukur sehingga diperoleh konsentrasi 400 μg/ml. Kemudian dipipet 1;
0,75; 0,5 dan 0,25 ml larutan induk 400 μg/ml masing-masing ke dalam labu ukur
10,0 ml, ditambahkan etanol p.a hingga tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi
Digital Repository Universitas Jember
33
10, 20, 30 dan 40 μg/ml. Larutan uji fraksi n-heksana dibuat dengan cara memipet
0,3; 0,4; 0,5 dan 0,6 dari larutan induk 2500 μg/ml dilarutkan etanol hingga 10 ml
dalam labu ukur sehingga diperoleh konsentrasi 75, 100, 125 dan 150 μg/ml.
3.6.5.6 Pembuatan Larutan Vitamin C sebagai Pembanding
a. Pembuatan larutan induk 1 vitamin C konsentrasi 2000 μg/ml
Sebanyak 20 mg vitamin C ditimbang dan dilarutkan dalam 10 ml etanol p.a
kemudian dikocok hingga homogen.
b. Pembuatan larutan vitamin C konsentrasi 3, 5, 7 dan 9 μg/ml
Dipipet 0,2 ml larutan induk 1 masukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml didapatkan
konsentrasi 40 μg/ml disebut larutan induk 2 vitamin C. Dipipet 0,75; 1,25; 1,75
dan 2,25 ml larutan induk 2 vitamin C masing-masing ke dalam labu ukur 10,0 ml,
ditambahkan etanol p.a hingga tanda batas. Selanjutnya dipipet 200 µL masingmasing ke dalam 5 vial dan ditambahkan 800 µL larutan DPPH 0,004% dikocok
hingga homogen kemudian diinkubasi pada suhu kamar pada operating time.
c. Serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang maksimum DPPH.
3.6.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan metode Molyneux
(2003) dengan modifikasi. Dipipet 800 µL larutan DPPH 0,004 % ditambah dengan
200 µL masing-masing larutan uji ekstrak dan fraksi konsentrasi 10, 20, 30 dan 40
μg/ml (fraksi n–heksana: 75, 100, 125 dan 150 μg/ml). Campuran didiamkan selama
waktu operating time yang telah diperoleh. Larutan ini kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum DPPH. Blangko yang digunakan
adalah larutan ekstrak dengan etanol 1:4 (200 µL ekstrak : 800 µL etanol). Sebagai
kontrol digunakan larutan DPPH dengan etanol 4:1(800 µL DPPH : 200 µL etanol).
Sebagai pembanding digunakan vitamin C konsentrasi 3, 5, 7 dan 9 μg/ml dengan
perlakuan yang sama dengan larutan uji.
Digital Repository Universitas Jember
34
3.6.5.8 Penentuan Persentase Peredaman
Persen peredaman dihitung menggunakan rumus :
% Inhibisi =
–
x 100%
Setelah didapatkan presentasi inhibisi dari masing-masing konsentrasi,
kemudian ditentukan persamaan y = bx + a dengan perhitungan secara regresi linear
dimana x adalah konsentrasi (μg/ml) dan y adalah presentase inhibisi (%). Aktivitas
antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% (IC ) yaitu
konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%. Nilai IC
didapatkan dari nilai x setelah mengganti y = 50.
3.6.6 Analisis Kuantitatif Flavonoid Total (Chang et al., 2002).
3.6.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kuersetin
Larutan baku dibuat dengan menimbang 20 mg kuersetin, dilarutkan dengan
etanol sampai 10 ml. Satu seri konsentrasi larutan kuersetin dalam etanol dibuat dari
larutan baku, yaitu dengan konsentrasi: 5, 10, 15, 20 dan 25 µg/ml. Kemudian
masing-masing dipipet 0,5 ml dilarutkan 1,5 mL etanol ditambahkan 0,1 mL AlCl
10% ditambahkan 0,1 mL potasium asetat 1M ditambakan 2,8 mL akuades,
didiamkan 30 menit diukur absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm, blangko
dibuat sama dengan larutan standar dengan mengganti AlCl 10% dengan akuades.
Dari data ini persamaan regresi antara konsentrasi kuersetin dengan serapan dibuat.
3.6.6.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total
Penentuan kadar
flavonoid
total dilakukan dengan spektrofotometri
menggunakan reagen aluminium klorida sesuai prosedur Chang et al. (2002).
Sebanyak 0,5 ml larutan ekstrak dengan konsentrasi 200 μg/ml dilarutkan 1,5 mL
etanol ditambahkan 0,1 mL AlCl 10% ditambahkan 0,1 mL potasium asetat 1M
ditambakan 2,8 mL akuades, didiamkan 30 menit diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 415 nm, blangko dibuat sama dengan larutan uji dengan mengganti AlCl
Digital Repository Universitas Jember
35
10% dengan akuades. Dibuat perhitungan rata-rata dua kali pengukuran dan
kandungan flavonoid dinyatakan dengan kesetaraan pembanding baku kuersetin.
3.7 Analisis Data
Seluruh analisis dilakukan dua kali replikasi. Data ditunjukkan sebagai ratarata ± standar deviasi. Aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC
yang
diperoleh dari persamaan regresi konsentrasi larutan uji dengan persen peredaman
DPPH. Nilai flavonoid total diperoleh dari substitusi nilai absorbansi sampel pada
persamaan regresi kurva standar kuersetin dinyatakan dengan gram kuersetin
ekuivalen tiap gram ekstrak sampel. Korelasi antara kadar flavonoid total dengan
aktivitas antioksidan diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi antara
flavonoid total dengan nilai IC
masing-masing sampel ekstrak.
Digital Repository Universitas Jember
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kenari
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kenari
yang berasal dari Taman Nasional Merubetiri Jember. Daun kenari yang digunakan
adalah daun yang berwarna hijau, daun yang masih muda dan kering tidak digunakan.
Daun kenari yang telah dikeringkan kemudian dibuat serbuk dengan penggilingan
untuk memperluas permukaan bahan agar pada tahap ekstraksi interaksi antara
pelarut pengekstraksi dan bahan yang diekstraksi menjadi lebih efektif (Harborne,
1996). Serbuk kering daun kenari sebanyak 200 g kemudian diultrasonikasi dengan
2000 ml etanol 96% selama satu jam pada suhu 45 ºC, kemudian disaring dengan
corong Buchner dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental etanol.
Metode ekstraksi ultrasonikasi digunakan karena ultrasonikasi memanfaatkan
gelombang ultrasonik dengan frekuensi rendah 20-40 kHz yang menyebabkan proses
kavitasi untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman sehingga
proses perpindahan masa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi
lebih cepat yang menyebabkan waktu ekstraksi lebih singkat (Ashley et al., 2001).
Etanol dipilih sebagai pelarut pengekstraksi karena etanol merupakan pelarut
universal dengan indeks polaritas 5,2 (Snyder et al., 1997), sehingga berbagai
senyawa baik polar maupun nonpolar seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
steroid dan terpenoid yang terkandung pada daun kenari dapat tertarik ke dalam
pelarut serta toksisitasnya lebih rendah dibanding metanol (Tiwari et al., 2011).
Etanol dengan konsentrasi 96 % dengan 4 % air dipilih sebagai pelarut pengekstraksi
karena menghasilkan ekstrak yang mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi
dibandingkan dengan menggunakan pelarut etanol 70 % maupun air (Elleanore,
2013).
36
Digital Repository Universitas Jember
37
Sebagian ekstrak kental etanol yang diperoleh kemudian difraksinasi. Prinsip
metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara
dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2003). Sebanyak 15 g ekstrak
etanol dilarutkan dengan campuran etanol dan air hangat (1:1) kemudian dilakukan
pemisahan partisi (fraksinasi) menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksana
dengan jumlah yang sama, setelah didiamkan akan terjadi dua fase, fase n-heksana
akan berada di atas karena memiliki berat jenis lebih kecil yaitu 0,660 sedangkan fase
etanol-air akan berada di bawah karena memiliki berat jenis lebih besar yaitu 0,996
(Depkes RI, 1995b). Kedua fase kemudian dipisahkan dan dilakukan fraksinasi ulang
pada fase etanol-air sebanyak dua kali. Fase etanol-air kemudian difraksinasi lagi
dengan pelarut etil asetat, akan terbentuk dua fase, fase etil asetat akan berada di atas
karena memiliki berat jenis lebih kecil dari air yaitu 0,902 (Depkes RI, 1995b).
Kedua fase kemudian dipisahkan dan dilakukan fraksinasi ulang pada fase etanol-air
sebanyak dua kali. Masing-masing fraksi kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi etanolair. Hasil rendemen masing-masing ekstrak dan fraksi dapat dilihat dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak dan fraksi daun kenari
Nama ekstrak/fraksi
Bobot ekstrak
(g)
Rendemen ekstrak
(%)
Ekstrak etanol 96 %
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
Fraksi etanol-air
19,14
0,86
5,43
12,18
9,57
5,733
36,20
81,20
Fraksinasi dalam penelitian ini menggunakan beberapa pelarut yang
mempunyai kepolaran berbeda. N-heksana bersifat non-polar dengan tujuan untuk
menghilangkan lemak dan mengekstraksi senyawa-senyawa yang bersifat non-polar
seperti asam lemak, sterol, kumarin, dan beberapa terpenoid. Etil asetat dengan
tingkat kepolaran menengah digunakan untuk mengekstraksi senyawa dengan
polaritas menengah seperti flavonoid, tanin dan beberapa alkaloid. Pemilihan etil
Digital Repository Universitas Jember
38
asetat sebagai pelarut didasarkan pada asumsi bahwa etil asetat mampu
menggabungkan gugus polar dan non-polar sehingga komponen pada ekstrak yang
bersifat polar dan non-polar dapat terekstrak. Air merupakan pelarut yang bersifat
polar digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat polar seperti flavonoid,
glikosida, tanin dan beberapa alkaloid (Sarker et al, 2006).
4.2 Penapisan Fitokimia
Analisis fitokimia adalah salah satu cara untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder pada suatu tanaman. Senyawa-senyawa yang diperiksa
keberadaannya adalah alkaloid, steroid, saponin, flavonoid, tanin dan senyawa
fenolik. Penapisan dilakukan pada ekstrak etanol daun kenari. Hasil uji fitokimia
ekstrak etanol kenari dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol daun kenari
Senyawa
yang diuji
Pereaksi
Alkaloid
Mayer, wagner
Steroid
H SO
Saponin
Uji buih
Tanin
Serbuk magnesium
dan HCl pekat
NaCl 10 %
Polifenol
FeCl
Flavonoid
Hasil
Tidak terbentuk
endapan/kekeruhan
Tidak terbentuk cincin merah di
permukaan
Terbentuk buih yang stabil
selama 30 menit
Keterangan
+
Terbentuk warna merah ungu
+
Terbentuk endapan putih
Terbentuk warna hijau
kehitaman
+
+
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia pada ekstrak etanol daun kenari yang
diperoleh, diketahui mempunyai banyak persamaan dengan kandungan fitokimia
genus Canarium L. lainnya yakni mengandung flavonoid, polifenol, tanin, saponin
dan sama-sama tidak terkandungnya senyawa alkaloid. Pada C. schweinfurthii (Atile)
mengandung saponin, tanin, glikosida jantung, steroid dan flavonoid sedangkan
alkaloid dan antrakuinon tidak ada (Ngbede et al, 2008). Pada C. odontophyllum
Digital Repository Universitas Jember
39
mengandung terpenoid, tanin, flavonoid, fenol dan saponin sedangkan alkaloid tidak
ada (Basri dan Nor, 2014). Pada C. album mengandung flavonoid, triterpena dan
seskuiterpena (Mogana et al., 2011). Semakin dekat hubungan kekerabatan (taxa)
menghasilkan kandunga kimia yang lebih mirip (McNair, 1935).
Terdapatnya senyawa tanin, polifenol dan flavonoid mendukung ekstrak daun
kenari memiliki potensi sebagai sebagai antioksidan karena senyawa polifenol,
flavonoid dan tanin dalam beberapa tanaman mempunyai korelasi yang signifikan
dengan aktivitas antioksidan (Heim et al., 2002; Robinson, 1995).
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan
4.3.1 Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Optimasi ini bertujuan untuk mencari panjang gelombang yang memberikan
absorbansi DPPH maksimal. Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan absorbansi
larutan kontrol DPPH 0,004% dan larutan uji sampel konsentrasi tertinggi pada
panjang gelombang 400-800 nm, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum larutan
DPPH 0,004% adalah 516 nm. Berdasarkan hasil spektra sampel, diketahui bahwa
pada panjang gelombang maksimum larutan DPPH 0,004% (516 nm) fraksi nheksana dan ekstrak etanol memberikan nilai absorbansi sehingga pada pengukuran
antioksidan penelitian ini digunakan blangko campuran ekstrak uji dengan etanol
sebagai pengganti larutan DPPH untuk menghilangkan pengaruh absorbansi sampel.
Data pengamatan panjang gelombang DPPH dan ekstrak uji dapat dilihat pada
Lampiran C.
Digital Repository Universitas Jember
40
2
Absorbansi
1.5
DPPH 0,004 %
Ekstrak etanol
40 μg/ml
1
Fraksi n-heksana
150 μg/ml
0.5
Fraksi etil asetat
40 μg/ml
Fraksi etanol-air
40 μg/ml
0
400
450
500
550
600
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.1 Absorbansi DPPH dan sampel ekstrak pada panjang gelombang
(λ) 400-600 nm
4.3.2 Penentuan Waktu Optimum
Pada tahap ini ditentukan waktu optimum inkubasi sampel dengan larutan
DPPH untuk bereaksi sempurna. Sampel ekstrak dan fraksi serta pembanding vitamin
C direaksikan dengan larutan DPPH dan diamati absorbansinya pada panjang
gelombang 516 nm mulai menit ke 0 sampai menit ke 60 dengan selang waktu 5
menit. Waktu reaksi dikatakan optimum jika reaksi terjadi sampai membentuk plateau
(Molyneux, 2004). Nilai waktu optimum inkubasi selama 30 menit merupakan waktu
yang sering digunakan dalam mereaksikan DPPH (Molyneux, 2004). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada menit ke-30, absorbansi larutan uji ekstrak etanol, fraksi
etil asetat, fraksi etanol-air dan vitamin C relatif konstan, sedangkan fraksi n-heksana
absorbansinya konstan pada menit ke-35 sehingga pada uji aktivitas antioksidan
semua sampel selanjutnya dilakukan pada menit ke-30 dan menit ke-35 untuk fraksi
n-heksana (Gambar 4.2).
Digital Repository Universitas Jember
41
0.9
0.8
Absorbansi
0.7
0.6
Ekstrak etanol
0.5
Fraksi n-heksana
0.4
Fraksi etil asetat
0.3
Fraksi etanol-air
0.2
Vit.C
0.1
0
0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit)
Gambar 4.2 Absorbansi rata-rata larutan DPPH 0,004 % dengan penambahan larutan uji
mulai menit ke 5 hingga ke 60
4.3.3 Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH. Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat, peka,
reprodusibel dan hanya memerlukan sedikit sampel (Blois, 2003). Prinsip dari metode
DPPH adalah senyawa antioksidan akan mendonorkan atom hidrogennya pada
radikal DPPH sehingga akan menyebabkan DPPH menjadi bentuk tereduksi yang
bersifat non-radikal. DPPH dalam bentuk non-radikal akan kehilangan warna
ungunya yang mana pemudaran warna ini dapat ditunjukkan dengan penurunan
serapan dari DPPH pada panjang gelombang maksimum yang diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis (Molyeneux, 2004). Pengukuran penurunan serapan DPPH
pada larutan uji dihitung terhadap serapan kontrol yakni larutan DPPH dengan pelarut
tanpa sampel. Digunakan blangko berupa larutan uji ekstrak ditambahkan etanol
Digital Repository Universitas Jember
42
pengganti larutan DPPH untuk menghilangkan pengaruh absorbansi sampel pada
setiap pengukuran sampel uji.
Berdasarkan data penurunan absorbansi DPPH pada larutan uji, dapat dihitung
peredaman DPPH (%) seperti yang terlihat pada Lampiran G. Setelah itu, diperoleh
hubungan antara konsentrasi larutan uji dan persen peredaman DPPH. Hasil regresi
linier menunjukkan adanya korelasi yang baik antara konsentrasi larutan uji dengan
% peredaman DPPH. Hal ini ditunjukkan dengan nilai r yang mendekati 1 dan semua
nilai r hitung sampel uji > r tabel dengan signifikasi 0,05 yakni 0,950 yang berarti
semakin besar konsentrasi larutan uji, semakin besar pula persen peredamannya
seperti yang terlihat pada Lampiran H dan Gambar 4.3.
100
Peredaman DPPH (%)
90
80
70
60
Ekstrak etanol
50
Fraksi n-heksana
40
Fraksi etil asetat
30
Fraksi etanol-air
20
Vit. C
10
0
0
20
40
60
80
100
120
140
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 4.3 Hubungan konsentrasi dengan persen peredaman DPPH (rata-rata ± SD) ekstrak
dan fraksi daun kenari
Untuk menyatakan aktivitas antioksidan ekstrak daun kenari, digunakan nilai
IC
sebagai parameter karena IC
menunjukkan nilai konsentrasi yang mampu
meredam 50 % radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004). Nilai IC
diperoleh dari
Digital Repository Universitas Jember
43
mensubstitusi nilai y dari persamaan regresi linear antara konsentrasi larutan uji
dengan persen peredaman DPPH dengan nilai 50, sehingga diperoleh nilai x (IC ).
Semakin kecil IC , maka semakin besar daya peredamannya. Menurut Blois (2003),
tingkat kekuatan antioksidan adalah sangat kuat (IC
μg/ml), sedang (IC
101-150 μg/ml), lemah (IC
penelitian, diperoleh IC
Replikasi
1
Ekstrak etanol
2
Fraksi nheksana
50-100
> 150 μg/ml). Berdasarkan hasil
seperti yang terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nilai IC
Sampel
< 50 μg/ml), kuat (IC
1
2
1
Fraksi etil asetat
2
1
Fraksi etanol-air
2
1
Vit. C
2
ekstrak dan fraksi daun kenari
Persamaan regresi
y = 1,540x + 10,987
r² = 0,996; r = 0,998
y = 1,537x + 11,184
r² = 0,996; r = 0,998
y = 0,358x – 12,864
r² = 0,999; r = 0,999
y = 0,362x - 13,311
r² = 0,999; r = 0,999
y = 2,193x + 5,829
r² = 0,997; r = 0,998
y = 2,185x + 6,018
r² = 0,997; r = 0,998
y = 1,503x + 6,660
r² = 0,983; r = 0,991
y = 1,515x + 6,375
r² = 0,985; r = 0,992
y = 6,749x + 5,620
r² = 0,999; r = 0,999
y = 6,744x + 5,815
r² = 0,999; r = 0,999
IC
(μg/ml) rata-rata
± SD
25,294 ± 0,055
175,245 ± 0,499
20,135 ± 0,009
28,806 ± 0,042
6,564 ± 0,016
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum keempat
ekstrak mempunyai aktivitas antioksidan, meskipun fraksi n-heksana memiliki IC
di atas 150 μg/ml. Ekstrak etanol, fraksi etanol-air dan fraksi etil asetat mempunyai
aktivitas yang sangat kuat sebagai antioksidan dengan IC
masing-masing 25,294
μg/ml, 28,806 μg/ml dan 20,135 μg/ml. Aktivitas terkuat dimiliki oleh fraksi etil
Digital Repository Universitas Jember
44
asetat, kemudian ekstrak etanol, fraksi etanol-air dan fraksi n-heksana dengan
aktivitas terendah. Bila keempat ekstrak tersebut dibandingkan dengan kontrol positif
vitamin C, IC
vitamin C lebih kecil daripada keempat ekstrak tersebut. Hal ini
disebabkan karena vitamin C yang digunakan merupakan senyawa murni yang
terbukti mempunyai aktivitas antioksidan bila dibandingkan dengan ekstrak yang
terdiri dari berbagai komponen.
Menurut Khokhar dan Apenten (2003), kemungkinan aktivitas antioksidan
dipengaruhi oleh kehadiran gugus hidroksil (OH). Aktivitas antioksidan juga sangat
tergantung pada jumlah dan konfigurasi gugus OH yang ada pada suatu molekul
(Heim et al., 2002). Flavonoid merupakan senyawa golongan fenolik yang
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Pietta, 2000). Keberadaan gugus hidroksil
pada senyawa fenol dan flavonoid menimbulkan aktivitas antioksidan (Egwaikhide
dan Gimba, 2007). Hal ini dapat disebabkan karena atom oksigen pada gugus
hidroksil mempunyai pasangan elektron bebas yang cukup untuk menghambat
reaktivitas atom reaktif penyusun senyawa radikal bebas (Egwaikhide dan Gimba,
2007). Flavonoid akan memberikan aktivitas antioksidan jika gugus OH pada posisi
orto C 3’,4’, OH pada C-3, fungsi okso pada C-4, ikatan rangkap C-2 dengan C-3.
Gugus OH pada posisi orto C 3’,4’ (cincin B) mempunyai pengaruh terbesar terhadap
aktivitas atioksidan flavonoid. Flavonoid yang memiliki gugus OH pada C-3 dan
ikatan rangkap C-2 dengan C-3 memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi
dibandingkan dengan flavonoid yang hanya memiliki gugus OH pada C-3 serta
flavonoid aglikon akan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan
dengan flavonoid glikosida (Heim et al., 2002).
Gambar 4.4. Struktur dasar flavonoid (Heim et al., 2002)
Digital Repository Universitas Jember
45
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui fraksi etil asetat memberikan aktivitas
antioksidan paling kuat, dengan IC
sebesar 20,135 μg/ml sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa mana yang memberikan aktivitas
antioksidan pada fraksi etil asetat, misalnya dengan cara menggunakan metode
pemisahan kromatografi kolom kemudian menguji aktivitas antioksidan setiap fraksi
yang dihasilkan.
Fraksi teraktif dapat
dikarakterisasi senyawa apa
yang
dikandungnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat mempunyai
aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan IC
sebesar 20,135 μg/ml, sehingga
perlu dilakukan pengembangan formulasi yang tepat agar dapat dimanfaatkan secara
optimal sesuai tujuan penelitian untuk mencari bahan alam yang berpotensi sebagai
sumber antioksidan. Perlu juga dilakukan uji aktivitas antioksidan pada daun spesies
genus Canarium L. lainnya yang belum pernah dilakukan karena kemungkinan juga
berpotensi memiliki aktivitas antioksidan karena semakin dekat hubungan
kekerabatan (taxa) menghasilkan kandungan kimia yang lebih mirip, termasuk
senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (McNair, 1935).
4.4 Penetapan Kadar Flavonoid Total
Pada penetapan kadar flavonoid total, masing-masing ekstrak dan fraksi daun
kenari direaksikan dengan AlCl dan potasium asetat sehingga larutan berwarna
kuning. Hal ini disebabkan pembentukan kompleks asam yang stabil dengan gugus
keton pada C-4 atau gugus hidroksil pada C-3 atau C-5 dari flavon dan flavonol,
sehingga terbentuk larutan kuning (Chang et al., 2002). Kandungan flavonoid total
dinyatakan dalam masa ekivalen kuersetin tiap gram ekstrak. Hasil pengukuran
flavonoid total dapat dilihat pada Lampiran I. Dari data tersebut, dibuat kurva
kalibrasi kuersetin yang menghasilkan persamaan y = 0,006x - 0,054 (r = 0,993; r =
0,986), dengan y merupakan nilai absorbansi dan x merupakan kadar kuersetin. Dari
persamaan kurva kalibrasi didapat nilai r = 0,993 yang lebih besar dari nilai r tabel
dengan signifikasi 0,05 yaitu 0,878 sehingga ada korelasi bermakna antara absorbansi
Digital Repository Universitas Jember
46
dengan konsentrasi dan persamaan regresi tersebut dapat digunakan (Gandjar dan
Rohman, 2007). Kemudian ditentukan kadar flavonoid total dengan memasukkan
nilai absorbansi sampel pada persamaan kurva. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak daun kenari
Sampel
Kadar g QE/g ekstrak ± SD
Ekstrak etanol
2,624 ±0,012
Fraksi n-hesana
0,499 ± 0,023
Fraksi etil asetat
3,846 ± 0,006
Fraksi etanol-air
1,596 ± 0,006
Berdasarkan hasil penetapan kadar flavonoid total sampel, diketahui fraksi etil
asetat memiliki kadar flavonoid total tertinggi, kemudian ekstrak etanol, fraksi etanolair dan fraksi n-heksana mempunyai kadar flavonoid total terendah. Diduga hasil ini
mempengaruhi besar aktivitas antioksidan yang dihasilkan yang menunjukkan
aktivitas antioksidan terbesar dimiliki fraksi etil asetat, kemudian ekstrak etanol,
fraksi etanol-air dan fraksi n-heksana mempunyai aktivitas terendah. Diduga bahwa
senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tanaman ini adalah
flavonoid yang bersifat semi polar sehingga cenderung berada dalam etil asetat,
seperti katekin dan proantosianidin (Robinson, 1995). Jumlah gugus hidroksil dan
jenis substituen pada struktur flavonoid yang mempengaruhi kelarutannya, semakin
banyak gugus hidroksil yang dimiliki menyebabkan semakin besar kelarutannya
dalam air, begitu pula sebaliknya semakin sedikit gugus hidroksil dan semakin
banyak substituen yang bersifat kurang polar seperti gugus metoksi menyebabkan
kelarutan flavonoid menurun (Akowuah et al., 2005).
Nilai kadar flavonoid total masing-masing sampel yang telah ditentukan,
dikorelasikan terhadap nilai IC
masing-masing sampel dengan menggunakan
persamaan regresi linier untuk mengetahui korelasi antara keduanya. Berdasarkan
hasil korelasi, diperoleh persamaan regresi linier seperti pada Gambar 4.4.
Digital Repository Universitas Jember
47
IC 50 (µg/mL)
200
180
160
140
120
100
y = -41,896x + 152,079
r² = 0,632
80
60
40
20
0
0
1
2
3
4
5
Flavonoid Total (g kuersetin ekuivalen/g ekstrak)
Gambar 4.4. Korelasi linier antara aktivitas antioksidan IC
ekstrak dan fraksi daun kenari
(y) dan kadar flavonoid total (x)
Berdasarkan hasil dari regresi linier diketahui korelasi antara IC
(y) dan
kadar flavonoid total (x) ekstrak dan fraksi daun kenari yang mempunyai koefisien
korelasi r² = 0,632 (y = -41,896 + 152,079). Hal ini menunjukkan bahwa 63,2 %
aktivitas antioksidan dari ekstak dan fraksi daun kenari karena kontribusi kehadiran
senyawa flavonoid. Juga dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak dan
fraksi daun kenari tidak hanya karena adanya senyawa flavonoid, aktivitas
antioksidan juga dapat berasal dari adanya metabolit sekunder yang bersifat
antioksidan seperti minyak volatil, karotenoid dan vitamin, sehingga 36,8 % aktivitas
antioksidan yang dihasilkan ekstrak dan fraksi daun kenari dipengaruhi kehadiran
senyawa selain flavonoid (Javanmardi et al., 2003). Kandungan senyawa polifenol,
tanin dan saponin yang diketahui melalui penapisan fitokimia pada daun kenari juga
berkontribusi pada aktivitas antioksidan yang dihasilkan karena telah diketahui
senyawa polifenol, tanin dan saponin mempunyai aktivitas antioksidan (Heim et al.,
2002; Robinson, 1995).
Digital Repository Universitas Jember
48
Flavonoid, polifenol, tanin dan saponin yang terkandung dalam daun kenari
pada penelitian ini mempunyai aktivitas antioksidan karena dapat mendonorkan atom
hidrogen pada radikal DPPH. Menurut Molyneux (2004), ketika larutan DPPH
dicampur dengan substansi yang dapat mendonorkan atom hidrogen, DPPH akan
menjadi bentuk tereduksi ditandai dengan perubahan warna ungu DPPH. DPPH
digambarkan dengan Z • dan molekul yang dapat mendonorkan atom H dengan AH,
reaksi yang tejadi adalah:
Z • + AH = ZH + A•
Dimana ZH merupakan bentuk tereduksi DPPH (non radikal) dan A• adalah
radikal baru yang dihasilkan dari reaksi ini. Radikal A• akan mengalami reaksi
selanjutnya yang mengendalikan stoikiometri keseluruhan yaitu jumlah molekul
DPPH yang tereduksi oleh molekul tersebut (Molyneux, 2004).
Digital Repository Universitas Jember
49
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Ekstrak etanol daun kenari mengandung senyawa flavonoid, polifenol, tanin dan
saponin serta tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid.
b. Ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol-air daun kenari
memiliki aktivitas antioksidan dengan IC
berturut turut 25,294 ± 0,055; 175,245
± 0,4999; 20,135 ± 0,009 dan 28,806 ± 0,0424 μg/ml.
c. Kandungan flavonoid total ekstrak dan fraksi daun kenari yang dinyatakan dengan
massa ekivalen kuersetin, keempat ekstraknya yakni ekstrak etanol, fraksi nheksan, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol-air masing-masing memiliki kadar
sebesar 2,624 ± 0,012; 0,499 ± 0,023; 3,846 ± 0,006 dan 1,596 ± 0,006 gram
ekuivalen kuersetin per gram ekstrak, korelasi aktivitas antioksidan dengan kadar
flavonoid ekstrak dan fraksi daun kenari diperoleh nilai r² = 0,632.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan:
a. Perlu dilakukan pemurnian fraksi etil asetat dari ekstrak etanol daun kenari dengan
metode pemisahan yang sesuai untuk mengetahui senyawa murni yang berperan
sebagai antioksidan.
b. Perlu dilakukan pengembangan formulasi yang tepat dari fraksi etil asetat ekstrak
etanol daun kenari.
c. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan pada daun spesies genus Canarium lainnya
yang belum pernah dilakukan.
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR PUSTAKA
Akowuah, G.A., Ismail, Z., Norhayati, I., & Sadikin, A. 2005. The Effect of Different
Extraction Solvents of Varying Polarities on Polyphenols of Orthosiphon
stamineus and Evaluation of Free Radical-Scavenging Activity. Food
Chemistry. Vol. 93: 311.
Arnao, M.B. 2000. Some Methodological Problems in The Determination of
Antioxidant Activity Using Chromogen Radicals: A Practical Case. Trends
Food Sci.Technol. Vol. 11: 419-421.
Arnao, M.B., Cano, A. & Acosta, M. 1999. Method to Measure The Antioxidant
Activity in Plant Material. A Comparative Discussion. Free Radical Res. Vol.
31: 89- 96.
Ashley, K., Andrews, R.N., Cavazos, L., & Demange, M. 2001. Ultrasonic Extraction
as a Sampel Preparation Technique for Elemental Analysis by Atomic
Spectrometry. Journal of Analytic Spectrometry. Vol. 16: 1147-1153.
Basri, D.F. & Nor, N.H.M. 2014. Phytoconstituent Srceening and Antibacterial
Activity of the Leaf Extracts from Canarium odontophyllum Miq. American
Journal of Plant Science. Vol. 5: 2878-2888.
Blois, MS. 1958. Antioxidant Determinations by The Use of A Stable Free Radical.
Nature. Vol. 181: 1199-1200.
Chang, C.C., Yang, M.H., Wen, H.M., & Chern, J.C. 2002. Estimation of Total
Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods
Journal of Food and Drug Analysis. Vol. 10: 178-182.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995a. Materia Medika Indonesia Jilid
VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995b. Farmakope Indonesia Edisi VI.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
50
Digital Repository Universitas Jember
51
Diplock, A.T., Charleux, J.L., Willi, G.C., Kok, F.J., Evans, C.R., Roberfroid, M.,
Stahl, W., & Ribes, J.V. 1998. Functional Food Science and Defence Against
Reactive Oxidative Species. Suppl. Vol. 1: 77-112.
Djarkasi, G.S.S., Nurali, E.J.N., Sumual, M.F., & Lalujan, L.E. 2011, Analysis of
Bioactive Compound C. Nut (C. indicum L). Skripsi. Universitas Sam
Ratulangi in cooperation with USAID – Texas A&M University.
Donald, R.B. & Cristobal, M. 2006. Antioxidant Activities of Flavonoids. J. Agric.
Vol. 52: 125-757.
Droge, W. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell Function.
Physiol. Rev. Vol. 82: 47-95.
Egwaikhide, P.A & Gimba, C.E. 2007. Analysis of the Phytochemical Content and
Anti-microbial Activity of Plectranthus glandulosis Whole Plant. Middle-East
Journal of Scientific Research. Vol 2 (3-4):135-138.
Elleanore, Y. 2013. Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Menggunakan Metode DPPH.
Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Evans, B. 1994. Overview of resource potential for indigenous nut production dalam
South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R.
Evans. Canberra: ACAR.
Fansworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of
Pharmaceutical Science. Vol. 55 (3): 257-259.
Fessenden, R.J. & Fessenden, J.S. 1995. Kimia Organik, Jilid II, diterjemahkan oleh
Pudjaatmaka, A.H., edisi ke 3. Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. G. & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Handa, S.S., Khanuja, S.P.S., Longo G., & Rakes, D.D. 2008. Extraction
Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: International Centre
for Sciences and High Technology.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, penerjemah Padmawinata, K., Soediro, I. Bandung: ITB Press.
Digital Repository Universitas Jember
52
Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin E Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal
Bebas Pada Lanjut Usia. MIPA. Vol. 14 (1): 52-60.
Heim, K.E., Tagliaferro, A.R., & Bobilya, D.J. 2002. Flavonoid Antioxidants:
Chemistry, Metabolism and Structure-Activity Relationships. Journal of
Nutritional Biochemistry. Vol. 13: 572 -584.
Javanmardi, J., Stushnoff, C., Locke, E., & Vivanco, J.M. 2003. Antioxidant Activity
and Total Phenolic Content of Iranian Ocimum accessions. Food Chemistry.
Vol. 83: 547-550.
Kardinan, A. & Kusuma, F.R. 2004. Meniran: Penambah Daya Tahan Tubuh Alami.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Kennedy, J. & Clarke, W. 2004. Cultivated Landscapes of the Southwest Pasific.
Canberra: Resource Management in Asia-Pasific Program.
Khokhar, S.M. & Apenten, O.R.K. 2003. Iron Binding Characteristics of Phenolic
Compounds: Some Tentative Structure–Activity Relations. Food Chemistry.
Vol. 81 (1): 133–140.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kohen, R. & Nyska, A. 2002. Invited Review: Oxidation of Biological Systems:
Oxidative Stress Phenomena, Antioxidants, Redox Reactions, and Methods for
Their Quantification. Toxicol Pathol. Vol. 30: 620.
Leakey, R., Fuller, S., Treloar, T., Stevenson, L., Hunter, D., Nevenimo, T., Binifa,
J., & Moxon, J. 2008. Characterization of Tree-to-Tree Variation in
Morphological, Nutritional and Medicinal Properties of Canarium indicum
Nuts. Agroforest Syst. Vol. 73: 77-87.
Leenhout, P.W. 1959. Revision of the the Burseraceae of the Malaysian Area in
Woder Sense. C. Stickm. Blumea. Vol. 9 (2): 275-647.
Lim, T.K. 2012. Edible Medicinal and Non-medicinal Plants Volume 1, Fruits. New
York: Springer Science+Business Media.
Limbono, S. 2013. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Kenari (Canarium indicum
L.) dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Calyptra: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 (2).
Digital Repository Universitas Jember
53
Maestro, Y., Saintingny, G., & Bernard, F.X. 2009. Cosmetic Use of An Active Agent
Capable of Stimulating Tensin 1 Expression. Alexandria: United States Patent
Application Publication.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid (Terjemahan). Bandung :
ITB.
McNair, J.B. 1935. Angiosperm Phylogeny on Chemical Basis. Bull Torrey Bot.Club.
Vol. 62: 515-32.
Mogana, R., Jin, K.T., & Wiart, C. 2011. In Vitro Antimicrobial, Antioxidant
Activities and Phytochemical Analysis of Canarium patentinervium Miq. From
Malaysia. Biotechnology Research International. Vol. 2011.
Molyneux, P. 2003. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.
Vol. 26 (2): 211-219.
Ngbede, J., Yakbu, R.A., & Nyam, D.A. 2008. Pytochemical Screening for Active
Compound in Canarium shweinfurthii (Atile) Leaves from Jos North, Plateau
State, Nigeria. Research Journal of Biological Science. Vol. 3 (9): 1076-1078.
Nikhal, S.B., Dambe, P.A., Ghongade, D.B., & Goupale, D.C. 2010. Hidroalcoholic
Extraction of Mangifera Indica (Leaves) by Soxhletion. International Journal
of Pharmaceutical Science. Vol. 2 (1): 30-32.
Oktavia, J.D. 2011. Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam (Syzgium
polyanthum) dan Analisis Sidik Jari dengan Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi.
Bogor: Fakultas MIPA IPB.
Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., & Anthony, S. 2009. Agroforestree
Database: A Tree Reference and Selection Guide Version 4.0. [serial on line].
http://www.worldagroforestry.org/sites/treadbs/treedatabase.asp [15 Mei 2014].
Pham-Huy, L.A., He, H., & Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in
Disease and Health. Intenational Journal of Biomedical Science. Vol. 4 (2): 8996.
Pietta, P.G. 2000. Flavonoids and Antioxidant. J. Nat. Prod. Vol. 63: 1035-1042.
Prior, R.L., Wu, X., & Schaich, K. 2005. Standardized Methods for Determination of
Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements.
Journal of Aggricultural and Food Chemistry. Vol. 53: 4290-4302.
Digital Repository Universitas Jember
54
Quattrocchi, U. 2012. CRC World Dictionary of Medicinal and Poisonous Plants:
Common names, Scientific names, Eponyms, Synonyms, and Etymology. Boca
Raton: CRC Press.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (Penerjemah Kosasih
Padmawinata). Bandung: ITB.
Sarker, D., Latif Z., Gray, I., & Alexander. 2006. Natural Product Isolation. New
Jersey: Humana Press.
Sasikumar, J.M., Maheshu, V., & Jayadev, R. 2009. In Vitro Antioxidant Activity of
Methanolic Extracts of Berberis Tinctoria Lesch. Root and Root Bark. Journal
of Herbal and Toxicology. Vol. 3 (2): 53-58.
Snyder, C.R., Kirkland, J.J., & Glajach, J.L. 1997. Practical HPLC Method
Development, Second Edition. New York: John Wiley and Sons.
Stuessy, T.F. 1989. Plant Taxonomy. The Systematic Evaluation of Comparative
Data. New York: Columbia University Press.
Tahir, I., Wijaya, K., & Widyaningsih, D. 2003. Terapan Analisis Hansch Untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Seminar on
Chemometrics. Yogyakarta: Departemen Kimia Universitas Gadjah Mada.
Teow, C.C. 2005. Antioxidant Activity and Bioactive Compounds of Sweetptatoes.
Thesis. Raleigh: Food Science Faculty of North Carolina State Unversity.
Thaipong, K., Boonprakob, U., Crosby, K., Cisneroz-Zevallos, L., & Byrne, H, D.
2006. Comparison of ABTS, FRAP, and ORAC Assays for Estimating
Antioxidant Activity from Guajava Fruit Extracts. J. of Food and Analysis. Vol.
19: 669-675.
Thang, T.D., Dai, D.N., Luong, N.X., & Ogunwande, I.A. 2014. Constituents of
Essential Oils from the Leaves, Stem barks and Resins of Canarium parvum
Leen., and Canarium tramdenanum Dai et Yakovl. (Burseraceae) Grown in
Vietnam. Natural Product Research: Formerly Natural Product Letters. Vol.
28 (7): 461-466.
Thang, T.D., Luu, H.V., & Dung, N.X. 2004. Chemical Composition of the Leaf Oil
of Canarium bengalense Roxb. from Vietnam. J Essent Oil Bear Plants. Vol. 7
(1): 43–48.
Digital Repository Universitas Jember
55
Thomson, L.A.J & Evans, B. 2006. C. indicum var. indicum and C. harveyi (C. nut),
ver 2.1. Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. [serial on line].
www.agroforestry.org/images/pdfs/Canarium canariumnut.pdf. [14 Mei 2014].
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., & Kaur, H. 2011. Pythochemical Screening and
Extraction: A Review. Int. Pharm. Sci. Vol. 1: 1-9.
United States Department of Agriculture. 2014. Canarium indicum L. [serial on line].
http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=CAIN42 [14 Mei 2014].
Valko, M., Leibfritz, D., Moncol, J., Cronin, M.T.D., Mazur, M., & Telser, J. 2007.
Review Free Radical Antioxidants in Normal Physiological Functions and
Human Disease. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology.
Vol. 39: 44-84.
Whysner, J., Wang, C.X., Zang, E., Iatropoulos, M.J., & Williams, G.M.1994. Dose
Response of Promotion by Butylated Hydroxyanisole in Chemically Initiated
Tumours of the Rat Forestomach. Fd Chem. Toxic. Vol. 32 (3): 215-222.
Widowati, W., Safitri, R., Rumumpuk, R., & Siahaan, M. 2005. Penapisan Aktivitas
Superoksida Dismutase pada Berbagai Tanaman. Universitas Kristen
Maranatha Bandung, MKU, Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Menado, Fakultas MIPA Universitas Advent
Indonesia Bandung, Fakultas MIPA. Vol. 5 (1): 33–48.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
Yen, D.E. 1994. Melanesian Arboriculture: Historical Perspective with Emphasis on
Genus C. dalam South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M.
Bourke, and B.R. Evans. Canberra: ACIAR.
Zhang, L.L., & Lin, Y.M. 2008. Tanins from Canarium album with Potent
Antioxidant Activity. Journal of Zhejiang University SCIENCE B. Vol. 9 (5):
407-415.
Digital Repository Universitas Jember
56
LAMPIRAN A. HASIL PENAPISAN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN
KENARI
A1. UJI ALKALOID
a
b
c
Keterangan :
a. Blangko larutan ekstrak etanol daun kenari tanpa pereaksi
b. Ekstrak etanol dengan pereaksi mayer hasil negatif alkaloid (tidak ada
endapan/kekeruhan)
c. Ekstrak etanol dengan pereaksi wagner hasil negatif alkaloid (tidak ada
endapan/kekeruhan)
Digital Repository Universitas Jember
A2. UJI STEROID
a
b
Keterangan :
a. Blangko larutan ekstrak etanol daun kenari tanpa pereaksi
b. Larutan ekstrak dengan pereaksi H SO pekat hasil negatif steroid
57
Digital Repository Universitas Jember
A3. UJI SAPONIN
Keterangan :
Ekstrak mengandung saponin ditandai dengan buih yang stabil lebih dari 30 menit.
58
Digital Repository Universitas Jember
59
A4. UJI FLAVONOID
Keterangan :
Ekstrak dalam pelarut etanol dengan penambahan serbuk magnesium dan asam
klorida pekat hasil positif flavonoid ditandai terjadinya warna merah ungu.
Digital Repository Universitas Jember
A5. UJI POLIFENOL DAN TANIN
a
b
c
Keterangan :
a. Blangko larutan ekstrak etanol daun kenari tanpa pereaksi
b. Larutan uji dengan pereaksi FeCl hasil positif polifenol (warna hijau kehitaman)
c. Larutan uji dengan pereaksi NaCl 10 % hasil positif tanin (endapan putih)
60
Digital Repository Universitas Jember
LAMPIRAN B. PENGAMATAN ABSORBANSI DPPH 0,004 %
61
Digital Repository Universitas Jember
62
Digital Repository Universitas Jember
LAMPIRAN C. PENGAMATAN ABSORBANSI SAMPEL
C1. ABSORBANSI EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI 40 μg/mL
63
Digital Repository Universitas Jember
64
Digital Repository Universitas Jember
65
C2. ABSORBANSI FRAKSI N-HEKSANA EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI
150 μg/mL
Digital Repository Universitas Jember
66
Digital Repository Universitas Jember
67
C3. ABSORBANSI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL DAUN
KENARI 40 μg/mL
Digital Repository Universitas Jember
68
Digital Repository Universitas Jember
69
C.4 ABSORBANSI FRAKSI ETANOL-AIR EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI
40 μg/mL
Digital Repository Universitas Jember
70
Digital Repository Universitas Jember
71
LAMPIRAN D. PERHITUNGAN
1. % Rendemen ekstrak dan fraksi
obot ekstrak yang didapat
% Rendemen ekstrak =
,
Fraksi etil asetat =
,
Fraksi air =
,
,
x 100 %
x 100 %
x 100% = 9,57 %
Fraksi n-heksana =
obot fraksi yang didapat
% Rendemen fraksi =
Ekstrak etanol =
x 100% = 5,733 %
x 100% = 36,20 %
x 100% = 81,20 %
2. Perhitungan konsentrasi DPPH
= 0,1 %
x 0,1 % = 0,004 %
3. Perhitungan konsentrasi larutan uji ekstrak dan fraksi daun kenari (2x replikasi)
Larutan uji ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air:
x 1000
x 1000 = 2500 μg/ml
Diencerkan
, x 2500 μg/ml = 400 μg/ml
x 400 μg/ml = 40 μg/ml
,
x 400 μg/ml = 30 μg/ml
Digital Repository Universitas Jember
, x 400 μg/ml = 20 μg/ml
,
x 400 μg/ml = 10 μg/ml
Larutan uji fraksi n-heksana :
x 1000
x 1000 = 2500 μg/ml
Diencerkan
, x 2500 μg/ml = 75 μg/ml
, x 2500 μg/ml = 100 μg/ml
, x 2500 μg/ml = 125 μg/ml
, x 2500 μg/ml = 150 μg/ml
4. Perhitungan konsentrasi pembanding vitamin C (2 x replikasi)
. x 1000
x 1000 μg/ml = 2000 μg/ml
Diencerkan
, x 2000 μg/ml = 40 μg/ml
,
,
,
,
x 20 μg/ml = 3 μg/ml
x 20 μg/ml = 5 μg/ml
x 20 μg/ml = 7 μg/ml
x 20 μg/ml = 9 μg/ml
72
Digital Repository Universitas Jember
73
5. Perhitungan Uji Aktivitas Antioksidan
Rumus :
% Inhibisi =
x 100 %
Contoh perhitungan :
% Inhibisi =
,
,
,
x 100 % = 92,512 %
Setelah didapatkan presentasi inhibisi dari masing-masing konsentrasi,
kemudian ditentukan persamaan y = bx + a dengan perhitungan secara regresi linear
dimana x adalah konsentrasi (μg/ml) dan y adalah presentase inhibisi (%). Nilai IC
didapatkan dari nilai x setelah mengganti y = 50.
Contoh perhitungan:
Nilai IC
fraksi etil asetat
y = 2,193x + 5,829
50 = 2,193x + 5,829
= 20,142 μg/ml
x
Nilai IC
fraksi etil asetat adalah 20,142 μg/ml
6. Penetapan Kadar Flavonoid Total
0,5 mL sampel uji dilarutkan 1,5 mL etanol ditambahkan 0,1 mL AlCl 10%
ditambahkan 0,1 mL potasium asetat 1M ditambakan 2,8 mL akuades, didiamkan
30 menit diukur absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm, blangko dibuat
sama dengan larutan uji dengan mengganti AlCl 10% dengan akuades (Khatiwora
et al., 2010).
7. Pembuatan AlCl 10% :
= 10 %
8. Pembuatan potasium asetat :
Molar =
x
(
)
; Mr potasium asetat = 98,15
Digital Repository Universitas Jember
,
74
=1M
9. Pembuatan larutan standar kuersetin :
x 1000 μg/ml = 4000 μg/ml
,
, , , , x 4000 μg/ml = 500 μg/ml
x 500 μg/ml = 20 μg/ml
x 500 μg/ml = 40 μg/ml
x 500 μg/ml = 40 μg/ml
x 500 μg/ml = 60 μg/ml
x 500 μg/ml = 100 μg/ml
10. Pembuatan larutan ekstrak uji 200 μg/ml (ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi
til asetat, fraksi air) 2x replkasi :
, x 1000 μg/ml = 5000 μg/ml
x 5000 μg/ml = 200 μg/ml
11. Pengamatan absorbansi standar kuersetin
Konsentrasi
20
40
60
80
100
Absorbansi
Replikasi 1
Replikasi 2
0,068
0,071
0,174
0,171
0,351
0,359
0,417
0,420
0,560
0,568
Digital Repository Universitas Jember
75
12. Pengamatan absorbansi sampel ekstrak dan fraksi daun kenari
Jenis
sampel
Ekstrak
etanol
Fraksi nheksana
Fraksi etil
asetat
Fraksi
etanol-air
kosentrasi
replikasi
Absorbansi
200
200
200
200
200
200
200
200
1
2
1
2
1
2
1
2
0,260
0,262
0,004
0,008
0,407
0,408
0,138
0,137
Persamaan regresi kurva standar kuersetin:
y 1 = 0,0061x– 0,0541
r = 0,993; r
= 0,983
y 2 = 0,0062 x – 0,0621
r = 0,991; r = 0,982
Digunakan persamaan regresi pertama (y = 0,0061x– 0,0541 r
= 0,983)
Berdasarkan persamaan yang telah didapatkan, dapat diketahui nilai x atau
kandungan flavonoid total larutan uji ekstrak dan fraksi daun kenari ekuivalen
kuersetin dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ekstrak dan fraksi daun kenari
ke y. Berikut contoh penghitungannya:
Y = 0,006x – 0,054
0,260 = 0,006x – 0,054
x = 52,333 µg QE/mL larutan uji
Kemudian dapat dicari kadar dalam 5 mL larutan uji, selanjutnya dapat dicari
kadar dalam larutan pengenceran dan larutan induk sampel sehingga dapat dicari
kadar flavonoid total massa ekuivalen kuersetin per massa penimbangan sampel.
Berikut contoh perhitungannya:
Kadar dalam dalam 5 mL larutan uji = 52,333 µg QE/mL x 5 mL = 261,665 µg QE
Kadar dalam larutan pengenceran = 261,665 µg QE x
, = 2.616,65 µg QE
Digital Repository Universitas Jember
Kadar dalam larutan induk 5000 μg/ml = 2.616,65 µg QE x
QE
,
Kadar tiap gram ekstrak =
,
= 2,616 g QE/g ekstrak
13. Perhitungan Simpangan Deviasi
SD =
(
)
(
)
,
)
Contoh :
SD =
( ,
= 0,012
( ,
,
)
, 76
= 130.832,5 µg
Digital Repository Universitas Jember
77
LAMPIRAN E. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM DPPH
Absorbansi
2
1.5
DPPH 0,004 %
Ekstrak etanol
40 μg/ml
Fraksi n-heksana
150 μg/ml
Fraksi etil asetat
40 μg/ml
Fraksi etanol-air
40 μg/ml
1
0.5
0
400
450
500
550
Panjang gelombang (nm)
600
Digital Repository Universitas Jember
LAMPIRAN F. PENENTUAN OPERATING TIME
Absorbansi rata-rata
Waktu
Ekstrak
Fraksi n- Fraksi
etanol
heksana
Fraksi air Vitamin C
etil asetat
5
0,294
0,798
0,177
0,420
0,399
10
0,292
0,789
0,166
0,410
0,396
15
0,290
0,780
0,108
0,339
0,390
20
0,288
0,760
0,104
0,334
0,387
25
0,287
0,705
0,087
0,330
0,379
30
0,286
0,671
0,082
0,322
0,360
35
0,286
0,621
0,082
0,322
0,360
40
0,286
0,621
0,082
0,322
0,360
45
0,286
0,621
0,082
0,322
0,360
50
0,286
0,621
0,081
0,321
0,360
55
0,285
0,620
0,081
0,321
0,360
60
0,285
0,620
0,080
0,321
0,360
0.9
0.8
Absorbansi
0.7
0.6
Ekstrak etanol
0.5
0.4
Fraksi n-heksana
0.3
Fraksi etil asetat
0.2
Fraksi air
0.1
Vit.C
0
0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit)
78
Digital Repository Universitas Jember
79
LAMPIRAN G. DATA PERSEN PEREDAMAN DPPH EKSTRAK DAN FRAKSI
DAUN KENARI
Sampel
Konsentrasi
(µg⁄ml)
Eks.
10
Etanol
20
Absorbansi
% Peredaman DPPH
Kontrol
Sampel
Sampel
Sampel
Sampel
DPPH
Rep.1
Rep.2
Rep.1
Rep.2
0,785
0,783
25,592
25,782
0,593
0,595
43,577
43,602
0,464
0,462
56,018
56,208
40
0,286
0,284
72,787
72,798
Frak.
75
0,906
0,905
13,796
13,891
n-hek
100
0,805
0,809
23,406
23,026
-sana
125
0,719
0,718
31,588
31,684
150
0,621
0,618
40,913
41,198
Frak.
10
0,777
0,776
26,351
26,445
Etil
20
0,513
0,511
51,374
51,564
asetat
30
0,290
0,294
72,512
72,133
40
0,079
0,080
92,512
92,417
Frak.
10
0,805
0,808
23,406
23,121
Etanol-
20
0,676
0,675
35,680
35,775
air
30
0,539
0,537
48,715
48,905
40
0,324
0,323
69,172
69,267
3
0,787
0,785
25,402
25,592
0,635
0,633
39,810
40,000
0,492
0,491
53,364
53,459
0,360
0,358
65,876
6,066
30
Vit. C
5
7
9
1,055
1,051
1,055
1,051
1,055
Digital Repository Universitas Jember
80
LAMPIRAN H. REGRESI KONSENTRASI (μg⁄mL) EKSTRAK DAN FRAKSI
DAUN KENARI TERHADAP PERSEN PEREDAMAN DPPH (%)
LAMPIRAN H1. REGRESI KONSENTRASI (µg⁄mL) EKSTRAK ETANOL
DAUN KENARI TERHADAP PERSEN PEREDAMAN DPPH (%)
Replikasi 1
80
y = 1,540x + 10,987
r² = 0,996
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
40
50
Replikasi 2
80
y = 1,537x + 11,184
r² = 0,996
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
Digital Repository Universitas Jember
81
LAMPIRAN H2. REGRESI KONSENTRASI (µg⁄ml) FRAKSI N-HEKSANA
EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI TERHADAP PEREDAMAN DPPH (%)
Replikasi 1
45
y = 0,358x - 12,864
r² = 0,999
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
140
160
Replikasi 2
50
45
y = 0,362x - 13,311
r² = 0,999
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
20
40
60
80
100
120
Digital Repository Universitas Jember
82
LAMPIRAN H3. REGRESI KONSENTRASI (µg⁄ml) FRAKSI ETIL ASETAT
EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI TERHADAP PEREDAMAN DPPH (%)
Replikasi 1
100
y = 2,193x + 5,829
r² = 0,997
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
40
50
Replikasi 2
100
y = 2,185x + 6,018
r² = 0,997
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
Digital Repository Universitas Jember
83
LAMPIRAN H4. REGRESI KONSENTRASI (µg⁄ml) FRAKSI ETANOL-AIR
EKSTRAK ETANOL DAUN KENARI TERHADAP PEREDAMAN DPPH (%)
Replikasi 1
80
70
y = 1,503x + 6,660
r² = 0,983
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
40
50
Replikasi 2
80
y = 1,515x + 6,375
r² = 0,985
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
Digital Repository Universitas Jember
84
LAMPIRAN H5. REGRESI KONSENTRASI (µg⁄ml) VITAMIN C TERHADAP
PEREDAMAN DPPH (%)
Replikasi 1
70
y = 6,749x + 5,620
r² = 0,999
60
50
40
30
20
10
0
0
2
4
6
8
10
8
10
Replikasi 2
70
y = 6,744x + 5,815
r² = 0,999
60
50
40
30
20
10
0
0
2
4
6
Digital Repository Universitas Jember
85
LAMPIRAN I. KADAR FLAVONOID TOTAL
I.1 KALIBRASI STANDAR KUERSETIN
Konsetrasi (μg/ml )
20
40
60
80
100
Absorbansi
0,068
0,174
0,351
0,417
0,560
0.6
y = 0,006x - 0,054
r² = 0,986
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
20
40
60
80
Kurva kalibrasi standar kuersetin
100
120
Digital Repository Universitas Jember
86
I2. KADAR FLAVONOID TOTAL SAMPEL
Sampel
n
Ekstrak etanol
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
Fraksi etanol-air
2
2
2
2
LAMPIRAN
J.
KORELASI
Kadar flavonoid total rata-rata
(g QE/g ekstrak) ± SD
2,624 ±0,012
1,596 ± 0,006
3,846 ± 0,006
0,499 ± 0023
KADAR
FLAVONOID
TOTAL
DENGAN
IC 50 (µg/mL)
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAUN KENARI
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
y = -41,896x + 152,079
r² = 0,632
0
1
2
3
4
Flavonoid Total (g kuersetin ekuivalen/g ekstrak)
5
Download