KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SKRIPSI OLEH: EKO KRISTIAN ADI WIBOWO E1A006311 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 2012 Lembar Pengesahan Skripsi KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Disusun Oleh : EKO KRISTIAN ADI WIBOWO E1A006311 Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Pembimbing I Diterima dan disahkan Pada tanggal Februari 2012 Pembimbing II Sri Hartini, S.H, M.H. NIP.19630926 199002 2 001 Tedi Sudrajat, S.H, M.H NIP. 19800403 200604 1 003 Penguji Dr. Muhammad Fauzan, S.H, M.Hum. 19650520 199003 1 003 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hj. Rochani Urip Salami,SH.,MS NIP.19520603 198003 2 001 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya, Nama : EKO KRISTIAN ADI WIBOWO NIM : E1A006311 Judul Skripsi : KEWENANGAN CAMAT PELAKSANAAN OTONOMI BERDASARKAN NOMOR 32 TAHUN DALAM DAERAH UNDANG-UNDANG 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas. Purwokerto, Februari 2012 Eko Kristian Adi Wibowo E1A006311 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : KEWENANGAN CAMAT DALAM BERDASARKAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG OTONOMI NOMOR 32 DAERAH TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada : 1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, SH,MS, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Ibu Sri Hartini, SH, M.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala bantuan, arahan, dukungan, waktu dan masukan selama penulisan skripsi ini. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 3. Bapak Tedi Sudrajat , SH, M.H. selaku dosen Pembimbing II Skripsi atas segala bantuan, arahan dukungan, masukan, menyediakan waktu dan kebaikan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini. 4. Bapak H. Dr. Muhammad Fauzan, S.H, M.Hum. Selaku dosen penguji Skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi penulis. ABSTRAK Berdasarkan rumusan Pasal 18 Undang-undang 32 Tahun 2004. bahwa Negara Indonesia mengunakan sistem pembagian kekuasaan secara vertikal. Dimana dalam pelaksanaanya menggunakan sistem otonomi daerah. Sejalan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Camat tidak lagi menjadi kepala wilayah, tetapi sebagai perangkat daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan Camat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah. Kegunaan Penelitian Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang Hukum Admistrasi Negara mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif. Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya agar dapat memberi rumusan tertentu. Bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode dokumenter dan studi kepustakaan. Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode display, Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks Naratif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis peraturan perundang-undangan, maka dapat diketahui bahwa : 1. Kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-undang 32 Tahun 2004 adalah, Camat mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif, yaitu kewenangan yang berasal dari bupati. 2. Dalam pelaksanaan kewenangannya, terdapat hambatan-hambatan normatif terhadap kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Kata Kunci : Kewenangan, Camat dan Otonomi Daerah. ABSTRACT Based on the formulation of Article 18 of Act 32 of 2004. that the State of Indonesia using vertical power-sharing system. Where in the implementation of regional autonomy system. Along the enactment of Law No. 32 of 2004 sub-district is no longer the head region, but as a local device. In this regard, this study aims to determine the authority of the subdistrict is based on Law Number 32 Year 2004 on Regional Government. Usability study is expected to provide benefits to the development of legal science, particularly in the areas of administration of the State Law regarding authority of the subdistrict in the implementation of regional autonomy. From the approach used in this study is the method of normative juridical approach. Specifications in this research study is to use prescriptive research specification, which is a study that set the standard procedure provisions, the guidelines in implementing the rule of law, so what is actual dealing with what ought to be able to give a specific formula. Legal materials in this study were obtained by using the method of documentary and literary study. Method of presentation of legal materials used in this study is the method of display, then, legal material presented in the form of narrative text. Based on the results of research and analysis of legislation, it is known that: 1. Authority of the Head in the implementation of regional autonomy, under the Act 32 of 2004 is, sub-district has two powers, namely attributive and delegative authority. Where are the authority of the Head attributive authority derived from Act No. 32 of 2004. The second authority is the Head of delegative authority, that authority is derived from the regents. 2. In the exercise of its authority, there are normative constraints on the authority of sub-district in the implementation of regional autonomy. Keywords: Authority, Head and Regional Autonomy. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI i ii iii iv v vii viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Perumusan Masalah 7 C. Tujuan Penelitian 8 D. Kegunaan Penelitian 8 BAB II TINJAUHAN PUSTAKA A. Hukum Administrasi Negara 9 1. Definisi Hukum Administrasi Negara 9 2. Asas Hukum Administrasi Negara 14 3. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara 18 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 4. Lapanagan Hukum Administrasi Negara B. Pemerintah Daerah 25 28 1. Definisi Pemerintah Daerah 28 2. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 31 3. Pengertian Otonomi Daerah 36 4. Perangkat Daerah 41 C. Kewenangan 43 1. Definisi Kewenangan 43 2. Jenis-jenis Kewenangan 46 3. Hubungan Kerja Kecamatan 68 D. Kecamatan 61 1. Definisi Kecamatan 61 2. Struktur Organisasi Kecamatan 65 3. Hubungan Kerja Kecamatan 68 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 71 B. Spesifikasi Penelitian 72 C. Sumber Bahan Hukum 73 D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum 74 E. Metode Penyajian Bahan Hukum 75 F. Metode analisis Bahan Hukum 75 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 78 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net B. Pembahasan 91 BAB V PENUTUP A.Simpulan 141 B.Saran 143 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan rumusan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip pemberian otonomi kepada Pemerintah Daerah pada dasarnya adalah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Otonomi juga diartikan sebagai sesuatu yang bermakna kebebasan atau kemandirian (Zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (Onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan. Pada masa kini, titik berat pemberian otonomi diberikan kepada Pemerintah Kabupaten. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama Pemerintah Daerah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan, di samping sebagai pembina kestabilan sosial, politik, ekonomi dan kesatuan bangsa. Pemerintah Kabupaten dianggap sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya dari masyarakat di daerahnya. Negara Penyelenggaraan Republik Indonesia pemerintahannya sebagai menganut Negara asas Kesatuan Dalam desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Adapun bunyi pasal sebagai berikut : (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net (2) (3) (4) (5) (6) (7) kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Pemerintahan Daerah yang diatur dengan Undang-undang Dasar 1945, diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14, ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa, urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net memberikan pengaturan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan Pusat dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada Daerah. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kewenangan adalah hak untuk melakukan sesuatu. Dalam kepustakaan hukum belanda, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena obyek administrasi adalah wewenang pemerintah (bestuurbevoeghaeid). Cara memperoleh wewenang dalam hukum administrasi negara dikenal dengan tiga cara utama untuk memperoleh wewenang yaitu dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, angka 5 berbunyi sebagai berikut : dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Tata cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang mengacu pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang bertugas membantu kepala daerah dalam melaksanakan sebagian tugas-tugas kepala daerah. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, camat tidak lagi ditempatkan sebagai kepala wilayah dan wakil Pemerintah Pusat seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, status kecamatan kini merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang setara dengan dinas dan lembaga teknis daerah, bahkan setara dengan kelurahan. Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, camat merupakan kepala wilayah. Hal ini dinyatakan dengan tegas dan jelas dalam pasal 76 dan pasal 77. Pada pasal 76 dikatakan bahwa ”setiap Wilayah dipimpin oleh ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net seorang Kepala Wilayah”, sedangkan dalam pasal 77 dikatakan bahwa ”Kepala Wilayah Kecamatan disebut Camat”. Selanjutnya dalam pasal 80 dikatakan bahwa, ”kepala wilayah sebagai wakil pemerintahan adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan mengkoodinasikan pembanguanan dan membina kehidupan masyarakat disegala bidang”. Wewenang, tugas dan kewajiban camat selaku Kepala Wilayah Kecamatan sama dengan wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah lainnya, yakni gubernur, bupati, walikotamadya dan walikota. Secara lengkap dalam pasal 81, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dijelaskan bahwa wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah : Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah : a. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ; b. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ; c. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya; d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; e. mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan-perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan; f. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net g. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya. Berdasarkan ketentuan diatas dapat diketahui bahwa camat adalah kepala wilayah dan wakil Pemerintah Pusat yang mempunyai kewenangan yang berbeda dengan pengaturan yang sekarang ini. Hal ini bermakna, bahwa secara hukum camat mengalami perubahan status dan kewenangan dari kepala wilayah dan wakil Pemerintah Pusat menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, yang setara dengan dinas dan lembaga teknis daerah, bahkan setara dengan kelurahan. Perubahan status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah dengan fungsi utama menangani urusan otonomi daerah yang dilimpahkan, serta menyelenggarakan tugas umum pemerintahan ini, ternyata membawa perubahan yang fundamental bagi camat dan institusi kecamatan itu sendiri. Dan perubahan status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah membawa perubahan juga terhadap hubungan camat dengan kepala desa. Saat ini secara struktural setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, camat tidak lagi sebagai atasan, dan sebaliknya kepala desa juga bukan sebagai bawahan camat. Camat merupakan mitra kerja kepala desa, dimana hubungan antara camat dan kepala desa merupakan hubungan koordinatif. Hal itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap kedudukan dan wewenang camat dalam pelaksanaan otonomi dengan judul : KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah? 2. Hambatan normatif apakah yang timbul terhadap pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. 2. Untuk menganalisis hambatan normatif yang timbul terhadap pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. D. Kegunaan Penelitian ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Secara teoritis Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang Hukum Admistrasi Negara mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Secara praktis Bagi penulis secara pribadi, hal ini merupakan salah satu bentuk latihan menyusun suatu karya ilmiah walaupun masih sangat sederhana. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khusunya mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Administrasi Negara 1. Definisi Hukum Administrasi Negara Pada dasarnya definisi Hukum Administrasi Negara sangat sulit untuk dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah pengolahan/penyelenggaraan suatu Negara. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Sebagai pegangan dapat diberikan beberapa definisi sebagai berikut : 1. Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara”. 2. J.H.P. Beltefroid mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya”. 3. Logemann mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus”. 4. De La Bascecoir Anan mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi/ bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga Negara dengan pemerintah”. 5. L.J. Van Apeldoorn mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu”. 6. A.A.H. Strungken mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah aturan-aturan yang menguasai tiap-tiap cabang kegiatan penguasa sendiri.” ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 7. J.P. Hooykaas mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah ketentuan-ketentuan mengenai campur tangan dan alat-alat perlengkapan Negara dalam lingkungan swasta”. 8. Sir. W. Ivor Jennings mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berhubungan dengan Administrasi Negara, hukum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat administrasi”. 9. Marcel Waline mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiatan-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata usaha negara/administrasi memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum”. 10. E. Utrecht mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara khusus”. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 11. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi”. 12. Bachsan Mustofa mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintahan dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan kehakiman”. Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara tersebut, jelaslah bahwa bidang hukum administrasi Negara sangatlah luas, banyak segi dan macam ragamnya. Pemerintah adalah pengurus dari pada Negara, pengurus Negara adalah keseluruhan dari jabatan-jabatan didalam suatu Negara yang mempunyai tugas dan wewenang politik Negara dan pemerintahan. Apa yang dijalanakan oleh pemerintah adalah tugas Negara dan merupakan tanggung jawab dari pada alat-alat pemerintahan. Kata administrasi negara berasal dari bahasa latin “administrare” yang berarti to manage. Derivasinya antara lain menjadi “administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adminstrasi diartikan sebagai: a. Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi; b. Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan; c. Kegiatan yang berkaiatan dengan penyelenggaraan pemerintahan; d. Kegiatan kantor dan tata usaha. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Dari beberapa definisi tersebut di atas, bahwa yang dimaksud hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri. Jika melihat definisi tersebut diatas, tampak bahwa dalam hukum administrasi negara terkandung dua aspek yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugas-tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan warga negaranya. Pendapat A.M. Donner yang dikutip oleh E. Utrecht bahwa hukum administrasi merupakan hukum yang sulit pula untuk didefinisikan ruang lingkupnya, karena peraturan perundang-undangan hukum administrasi negara berubah lebih cepat dan sering mendadak, serta pembuatan peraturan-peraturan hukum adminstrasi negara tidak dalam satu tangan. Oleh karena itu, penulis HAN lainnya membagi HAN menjadi Hukum Administrasi Negara Umum dan Hukum Administrasi Khusus. Hukum Adminstrasi Negara umum adalah hukum administrasi negara yang berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Hukum Administrasi Negara khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu dari kebijakan penguasa, sehingga hukun administrasi negara khusus tersebut telah terhimpun dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang disusun berdasarkan bidang-bidang tertentu. Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa bidang hukum administrasi sangat luas sehingga tidak dapat secara tegas ditentukan ruang lingkupnya. Disamping itu, khusus bagi negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, terdapat pula hukum administrasi daerah, yaitu peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi daerah atau pemerintahan daerah. Hukum Administrasi Negara dengan demikian dapat dikatakan adalah hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi negara yang dibentuk oleh badan legislatif untuk mengatur tindakan pemerintah dalam hubungannya dengan warga negara dan sebagian peraturan-peraturan tersebut dibentuk pula oleh administrasi negara. 2. Asas Hukum Administrasi Negara Asas dalam istilah asing disebut “ beginsel “ yang asal katanya “ begin “ artinya permulaan atau awal, jadi asas itu adalah mengawali atau yang menjadi permulaan “ sesuatu “. Dengan demikian yang dimaksud dengan asas adalah permulaan sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tujuan berpikir, berpendapat dan sebagainya. Asas Hukum Administrasi Negara adalah pikiran dasar yang umum sifatnya yang melatar belakangi dari suatu ketentuan konkrit dan asas hukum bisa terjelma dalam suatu keputusan atau peraturan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Asas hukum administrasi negara meliputi : 1. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dala sistem kontinental. Menurut H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt dalam hukum administrasi negara asas legalitas memiliki makna, ”dat het bestur aan de wet is onderworpen” (bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang) atau ” hat legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten” (asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan pada undang-undang). Asas legalitas ini merupakan prinsip negara hukum yang sering dirumuskan secara khas dalam ungkapan ”het beginsel van wetmatigeheid van bestuur”. Penerapan asas legalitas, menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan berlakunya kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang berada dalam situasi seperti yang ditentukan dalam suatu ketentuan undang-undang itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam undng-undang tersebut. Kepastian hukum akan terjadi karena suatu peraturan dapat semau tindakan yang akan dilakukan pemerintah itu dapat diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu, dengan melihat peraturan-peraturan yang berlaku, maka pada asasnya lalu dapat dilihat atau diharapkan apa yang akan dilakukan oleh aparat pemerintahan yang bersangkutan. Dengan demikian, warga masyarakat lalu dapat menyesuaikan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dengan keadaan tersebut. Asas Legalitas, merupakan setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum. Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa perbuatan/ tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa dimana hak negara ada batasnya, yang tentu dibatasi oleh hak-hak asasi manusia. Sedangkan Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistik selaku pilar-pilar, yang sifatnya konstitutif. 2. Asas tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan atau dengan istilah lain asas tidak boleh melakukan Deteurnement De Pouvoir. Setelah badan-badan kenegaraan memperoleh kekuasaan dari UU, jangan sampai terjadi kekuasaan itu digunakan secara tidak sesuai dengan pemberian kekuasaan itu oleh UU tersebut. Jadi jangan menggunakan kekuasaan atau wewenang tersebut melampaui batas yang diberikan oleh UU. 3. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya, atau disebut asas Exes De Pouvoir. Arti asas ini adalah: Bila sudah diadakan pembagian tugas diantara para pejabat administrasi ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net negara, hendaknya para pejabat melakukan tugas-tugasnya dalam batas-batas tugas yang telah diberikan oleh UU. Asas ini diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas administrasinya. Fungsi administrasi negara adalah melayani umum, public services atau abdi negara. 4. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat membedakan sesama WNI (warga negara asli maupun keturunan asing) sebaliknya warga negara keturunan asing yang pada umumnya mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik daripada warga negara asli dituntut agar WNI keturunan asing bersikap lebih luwes dan loyal serta memiliki desikasi yang pantas terhadap bangsa dan negara Indonesia. 5. Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi adalah sanksi merupakan jaminan terhadap penaatan kepada hukum administrasi negara, sanksi administrasi, baik yang tercantum dalam peraturan hukum administrasi maupun yang ada di luar peraturan hukum administrasi, misalnya dalam KUHP. 6. Asas Freis Emerssen (Droit Funciton) adalah kewenangan atas inisiatif sendiri, untuk membuat maupun menafsirkan undang-undang. Istilah freies Emerssen berasal dari bahasa jerman. Kata freies diturunkan dari kata frei dan freie yang artinya : bebas, merdeka, tidak terikat, lepas, dan orang bebas. Sedangkan Emerssen menagndung arti mempertimbangkan, menilai, menduga, penilaian, pertimbangan, dan keputusan. Jadi secara etimologis, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net freies Emerssen dapat diartikan sebagai ”orang yang bebas mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, bebas mengambil keputusan”. Selain itu istilah freies Emerssen ini sepadan dengan kata discretionair, yang artinya menurut kebijaksanaan, dan sebagai kata sifat, berarti: menurut wewenang dan kekuasaan yang tidak atau tidak seluruhnya terikat pada undang-undang. Amrah Muslimin mengartikan freies Emerssen sebagai ”lapangan bergerak selaku kebijaksanaannya” atau ”kebebasan kebijaksanaan”. Sedangkan Menurut Sjachran Basah freies ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba dimana hukum (peraturan perundang-undangan) tidak mengaturnya, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral. 3. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara Berangkat dari pengertian atau batasan Hukum Administrasi Negara, kita dapat menentukan hal-hal apa yang menjadi (merupakan) ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Karena Hukum Administrasi Negara bertalian erat dengan tugas dan wewenang lembaga Negara (administrasi Negara) baik tingkat pusat maupun daerah, dan perhubungan kekuasaan antar lembaga Negara (administrasi Negara) dan antar lembaga Negara dengan warga masyarakat serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, warga masyarakat dan administrasi Negara. Maka ruang lingkup Hukum Administrasi Negara akan berkisar sekitar ketiga masalah tersebut. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Perkembangan sekarang dengan kecenderungan Negara turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum Administrasi Negara menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan membuat luas dan complicated dalam menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat sederhana, yaitu sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Karena Negara itu hanya sekedar penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak saling berbenturan, baik menyangkut kepentingan, hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan atau kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal ini telah tercapai, tugas Negara telah selesai dan sempurna. Dalam suasana seperti ini Hukum Administrasi Negara tidak berkembang bahkan statis. Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai kembali, baik di Indonesia maupun di Negara-negara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu, sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun, tidak ada lagi Negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan kemasyarakatan. Oleh sebab itu disadari bahwa kebutuhan akan adanya Peradilan Administrasi Negara dikarenakan dalam melaksanakan tugas mencapai tujuan Negara bukan hal mustahil terjadi saling menyinggung antara kepentingan umum dengan kepentingan individu. Bahkan sangat mungkin bertentangan dengan hak-hak dan kemerdekaan masyarakat dan ini semaksimal mugkin harus dihindari. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Untuk menghidari kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka perlu dibentuk hokum yang mengatur pemberian jaminan dan dan perlindungan bagi masyarakat apabila sewaktu-waktu sikap tindak administrasi Negara menimbulkan kerugian terhadapnya, dan bagi administrasi Negara sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ini berarti melindungi administrasi Negara dari kemungkinan melakukan perbuatan yang salah menurut hukum atau bertentangan dengan hukum. Disinilah letak pentingnya jaminan perlindungan hukum yang berdimensi ganda guna membantu merealisasi jalur pemerataan kesempatan memperoleh keadilan yang sesungguhnya lebih penting sekalipun dibandingkan dengan semata-mata kemakmuran. Untuk mewujudkan semua cita-cita diatas, tepatlah apa yang dikembangkan oleh Sjacharan Basah bahwa fungsihukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana pembaharua masyarakat. Karena itu, hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu hukum berfungsi sebagai pengaruh dan jalan tempat berpinjak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Dilain pihak, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, yaitu hukum harus mampu memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju (progresif), tidak terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan memperhatikan faktor-faktor sosiologis, antropologi, dan kebudayaan masyarakat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Baik hukum sebagai saran pembangunan maupun sebagai sarana pembaruhan masyarakat, tetap memperhatikan, memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi klasik dari hukum. Ini dimaksudkan agar selama perkembangan dan perubahan terjadi, ketertiban dan keteraturan tetap terpelihara. Dengan kata lain, perubahan dan pembaharuan yang terjadi tidak menyebabkan ketertiban dan keteraturan terabaikan. Hal diatas secara tepat diajarkan dan dikembangkan oleh Sjachran Basah, dengan panca fungsi hukum sebagai upaya penegakan hukum yang merupakan condition sine quanom atau syarat mutlak untuk fungsi hukum itu sendiri, yaitu : 1. Fungsi direktif, sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara. 2. Fungsi integrative, sebagai pembina kesatuan bangsa. 3. Fungsi stabilitatif, sebagai pemelihara termasuk didalamnya hasil-hasil pembangunan dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 4. Fungsi perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tidak administrasi Negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 5. Fungsi korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tidak, baik administrasi Negara maupun warga. Apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Uraian diatas memberikan kenyakinan kepada kita betapa besar dan luasnya ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Di satu segi Hukum Administrasi Negara tidak semata-mata menyangkut hukum yang mengatur bagaimana lembaga Negara melalui pejabatnya (administrasi negara) menjalankan kekuasaan, mengatur hubungan antara lembaga Negara (administrasi negara) dan antara lembaga Negara (administrasi negara) dengan warga Negara, namun yang lebih utama hukum harus mampu menjadikan dirinya sebagai sarana pembangunan masyarakat dengan kelima fungsi hukum diatas. Inilah ruang lingkup Hukum Administrasi Negara dalam kehidupan ketatanegaraan modern dalam rangka pembangunan bangsa dan Negara Republik Indonesia. Hal ini berarti menunjukan bahwa tidak mudah untuk menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Disamping itu, kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara ini disebabkan oleh beberapa faktor ; pertama, Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan tindakan pemerintahan yang tidak semuanya dapat ditentukan tertulis dalam peraturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah dan masing-masing masyarakat di suatu daerah atau Negara berbeda peraturan-peraturan, tuntutan dan keputusan-keputusan, kebutuhan; dan kedua, instrumen pembuatan yuridis bidang administrasi lainnya tidak hanya terletak pada satu tangan ataupun lembaga; ketiga, hukum administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net bidang hukum administrasi Negara tertentu sejalan secara sektoral. Oleh karena faktor-faktor inilah Hukum Administrasi Negara tidak dapat dikodifikasikan. Menurut pendapat E. Utrecht, dengan mengutip pendapat A. M. Donner, bahwa hukum administrasi Negara itu sukar dikodifikasikan karena dua alasan yaitu; pertama, peraturan-peraturan hukum administrasi Negara berubah lebih cepat dan sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan hukum privat dan huku pidana hanya berubah secara berangsur-angsur saja; kedua, pembuatan peraturan-peraturan hukum administrasi negara tidak dalam satu tangan. Di luar pembuat undang-undang pusat hampir semua departemen dan pemerintah daerah otonom membuat juga peraturan-peraturan hukum administrasi negara, sehingga lapangan hukum administrasi negara itu sangat beraneka warna dan tidak bersistem. Karena tidak dapat dikodifikasi, maka sukar diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah membagi bidang-bidang atau abagian-bagian Hukum Administrasi Negara. Prajudi Atmosudirdjo membagi Hukum Administrasi Negara dalam dua bagian; Hukum Administrasi Negara heteronom dan Hukum Administrasi Negara otonom. Hukum Administrasi Negara heteronom bersumber pada Undang-undang Dasar, TAP MPR, dan Undang-undang adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara. Hukum Administrasi Negara otonom adalah hukum operasional yang diciptakan pemerintah dan administrasi negara. Sementara penulis Hukum Administrasi Negara lain, membagi bidang HAN menjadi HAN umum (algemeen deel) dan HAN khusus (bijzonder deel). HAN ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang-bidang tertentu. Sedangkan HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian, peraturan perpajakan, peraturan bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya. C. J. N. Versteden menyebutkan bahwa secara garis besar hukum administrasi negara meliputi : 1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan kesopanan, dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah; 2. Peraturan yang ditunjukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat; 3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah; 4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum; 5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak; 6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara terhadap pemerintah; 7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi; 8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan yang lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah; 9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan. Sesudah menguraikan peraturan-peraturan bidang administrasi negara ini, C. J. N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, menolak pembagian hukum administrasi negara menjadi Hukum Administrasi Negara umum dan Hukum Administrasi Negara khusus. Menurutnya pembagian ini menyesatkan “ Hukum Administrasi Negara tidak dapat dibagi menjadi bagian umum dan khusus. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara itu sangat kompleks dan luas. Persoalan Hukum Administrasi Negara muncul dalam semua sektor, seperti mengenai keputusan dan perlindungan hukum”. Pendapat C. J. N. Versteden yang menganggap pembagian hukum administrasi negara umum dan khusus adalah menyesatkan agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada. 4. Lapangan Hukum Administrasi Negara a. Lapangan Hukum Administrasi Khusus Lapangan Hukum Administrasi Negara Khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijakan pengausa seperti contoh : hukum atas tata ruang dan hukum perizinan bangunan. W.F Prins mengemukakan bahwa perkembangan Hukum Administrasi bermula dari lapangan hukum khusus karena didasarkan pada oleh kebutuhan untuk mengatur lapangan pekerjaan pemerintahan dalam bidang khusus tertentu. Menurut W.F Prins : Hukum Administrasi Negara tidak merupakan kegenapan yang lengkap dari peraturan yang jelas berpangkal pada beberapa pokok yang berlaku sekarang. Hukum Administrasi Negara telah berkembang dengan agak tidak teratur, sejalan dengan keperluan untuk mengatur satu cabang pekerjaan pemerintahan (wajib militer, hukum kepolisian), atau berhubungan dengan keperluan untuk menyusun sesuatu segi kegiatan manusia (hukum perburuhan, hukum perikatan). Di bidang tersebut belakangan ini, selain daripada peraturan hukum administrasi negara, yang oleh pememrintah diawasi agar orang menaatinya acapkali terdapat pula aturan hukum perdata, namun demikian, hukum seperti hukum perburuhan dan hukum perikatan ini biasanya suka digolongkan sebagai bagian luar biasa hukum administrasi Negara. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Bertitik tolak dari pengertian Hukum Administrasi dan lapangan hukum administrasi adalah bestuur dan besturen, maka dari hal tersebut dapat dikelompokan aturan-aturan lapangan hukum administrasi khusus meliputi : 1. Aturan pokok yang memuat garis-garis besar sebagai instruksi di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 2. Bidang tata hukum yang diasumsikan timbul atau tumbuh dari sistem GBHN; a) Aturan-aturan di bidang ekonomi; b) Aturan-aturan di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; c) Aturan di bidang politik, aparatur pemerintah, hukum, penerangan dan pers serta hubungan luar negeri. 3. Bidang tata hukum yang asumsinya tumbuh dari kegiatan manusia Indonesia seutuhnya; 4. Bidang tata hukum yang dihubungkan dengan departemen yang mengasuhnya (objecten van staatszorg).. Daftar yang menjelaskan lapangan hukum administrasi khusus tersebut hanya berupa gambaran awal dan merupakan suatu daftar yang sifatnya limitatif, karena dalam menjelaskannya selalu terdapat perluasan dan perkembangan dalam hukum administrasi khusus. b. Lapangan Hukum Administrasi Umum ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Hukum Administrasi Negara Umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksaan penguasa, seperti contoh : algemene beginsel van behoorlijk bestuur (asas-asas umum pemerintahan yang baik), undang-undang peradilan tata usaha negara. Dalam upaya melihat gambaran lapangan hukum administrasi umum, maka didalamnya terdapat hubungan antara pihak pemerintah dengan masyarakat pada masing-masing bidang urusan pemerintah yang ditandai oleh dua saluran kegiatan : 1. Pihak pemerintah mempengaruhi masyarakat umum; 2. Masyarakat mempengaruhi kalangan pemerintah. Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas terhadap masyarakat dengan melaksanakan suatu kebijakan lingkungan dalam bentuk wewenang, yaitu kekuasaan yuridis memberikannya akan kepada orang-orang pribadi, pegawai negeri badan-badan bawahan hukum hak-hak dan dan kewajiban-kewajiban yang dapat dan mereka pegang menurut hukum. Pemerintah tidak mempunyai kekuasaan yang sangat besar karena dalam negara demokratis berlaku ketentuan bahwa wewenang pihak pemerintah dalam beberapa bentuk selalu terbatas, wewenang dilaksanakan oleh badan-badan yang dibentuk secara demokratis. Pemerintah berusaha melaksanakan pengendalian dalam masyarakat melalui sarana-sarana yang dapat diperkuat dengan, antara lain: hukuman-hukuman. Sebaliknya masyarakat dapat mempengaruhi pemerintahan dengan fungsi kontrolnya. Dalam hubungan antara masyarakat dengan pemerintah ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net terdapat dua saluran di mana dalam beberapa keputusan pemerintah tentunya mengakibatkan hasil-hasil pemilihan tertentu yang kembali dapat mempengaruhi terhadap keputusan-keputusan pemerintah yang baru. B. Pemerintah Daerah 1. Definisi Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Menentukan bahwa : ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Kemudian pasal 4 ayat (1) menentukan : ” Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dan pasal 18 ayat (1) menentukan bahwa : Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Ketentuan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa konsep pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan suatu konsep yang dianut secara formal dalam negara kesatuan Republik Indonesia atau atau dengan rumusan lain dapat disimpulkan bahwa terdapat pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dipandang perlu untuk lebih menenkankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keberagaman daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk memepercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan, dan atau pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Pemerintahan daerah dalam Undang-Undang No 32 Tentang Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah yang lainya. Hubungan ynag dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan merata. Hubungan-hubungan tersebut dapat menimbulkan hubungan administrasi dan hubungan antarsusunan kewilayahan. Hubungan administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan administrasi negara. Hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintah ini adalah pemerintah yang mutlak menjadi kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian-bagian ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Penyelenggaraan urusan pemerintah merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan. Pendapat HAW. Widjaja tentang antar pemerintahan daerah adalah hubungan antara provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota atau provinsi dengan kabupaten/kota. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah daerah yang berdasarkan kriteria tersebut terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, antaralain perlindungan hal konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejahtraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, dan pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Perangkat Pemerintahan atau Wakil Pemerintahan di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 2. Asas-asas Penyelengaraan Pemerintahan Daerah Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah, dan DPRD. Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, Pemerintah Pusat mengunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekosentrasi sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan. Guna penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi Negara dikenal dengan ”Asas-asas umum Pemerintahan yang layak”. Sebelumnya dalam praktik penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, asas-asas ini sudah mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui sebagai sesuatu norma hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggaran pemerintahan, baik di Pusat maupun Daerah. Secara yuridis formal, hal semacam ini baru diakui di Indonesia, dengan diundangkannya UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas. Kemudian ditegaskan bahwa asas-asas tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Asas penyelenggaraan pemerintah seperti yang diatur oleh Pasal 20 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu: a. Penyelenggaraan pemerintah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1) Asas kepastian hukum 2) Asas tertib penyelenggaraan negara 3) Asas kepentingan umum 4) Asas keterbukaan 5) Asas Proporsionalitas 6) Asas profesionalitas 7) Asas akuntabilitas 8) Asas efisiensi 9) Asas efektivitas b. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan, dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada provinsi kepada desa untuk melakukan tugas tertentu. Desentralisasi dimaksudkan untuk memperlancar terlaksananya urusan pemerintahan agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan dan mampu menciptakan pelayanan masyarakat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net yang efektif, efisien, ekonomis dan berkualitas. Prakarsa, wewenang dan tanggungjawab daerah baik mengenai sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta pelaksanaannya, maupun segi-segi pembiayaan, perangkat pelaksanaannya juga perangkat daerah sendiri. Kecuali politik luar negeri, pertahanan, keamanan yustisi, moneter, fiskal nasional dan agama. Keuntungan yang dapat diperoleh dari asas desentralisasi adalah : a) Daerah diberi wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan. b) Pengurusan jauh lebih efisien. c) Birokrasi yang berbelit-belit berkurang. d) Asas demokrasi akan lebih berkembang karena masing-masing daerah dapat menentukan kebijakannya sendiri sepanjang tidak melanggar undang-undang atau aturan pemerintah pusat atau yang diatasnya. Dilihat dari implementasinya, desentralisasi adalah pembentukan badan-badan yang terpisah dari pusat, badan-badan perwakilan lokal memiliki kekuasaan formal untuk memutuskan tentang beragam isu publik. Basis politik badan-badan lokal dan bukan nasional. Wilayah kewenangannya dibatasi dan diikat oleh hukum nasional. Kewenangan dan pembatasannya hanya bisa diubah oleh legislasi baru. Badan-badan tersebut memiliki sumber-sumber pembiayaan dan digunakan untuk keperluan yang dirancang sendiri. Bagir Manan menyatakan bahwa desentralisasi bersifat ketatanegaraan (staatkundig). Sedangkan dekonsentrasi hanya bersangkutan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dengan penyelenggaraan administrasi negara, karena itu bersifat kepegawaian (ambtelijke). Dalam aspek ketatanegaraan, desentralisasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi merupakan bagian dari organisasi negara. Desentralisasi sebagai organisasi negara, harus mencerminkan tatanan negara dalam penyelenggaraan negara. Dekonsentrasi dapat hadir tanpa menghiraukan corak negara atau sistem kenegaraan, kehadiran dekonsentrasi semata-mata untuk “melancarkan” penyelenggaraan pemerintah sentral di daerah. 2) Mengenai Tugas kemungkinan Pembantuan, kepada dapat pemerintah diartikan sebagai pusat/pemerintah pemberian daerah yang tingkatannya lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah didalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-kepentingan yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang diminta bantuan tersebut. Sjachran Basah merumuskan bahwa yang dimaksud dengan tugas pembantuan pada hakikatnya adalah menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya dari pihak lain secara bebas. Yang dimaksud dengan bebas dalam arti, terdapat kemungkinan untuk mengadakan peraturan yang mengkhususkan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya, supaya sesuai dengan kenyataan nyata di daerah-daerah sendiri. Bagir Manan sendiri mengartikan tugas pembantuan adalah kewajiban membantu mengurus kepentingan rumah tangga tingkat lebih atas. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Menjalankan “medebewind”, urusan-urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah itu, masih tetap merupakan urusan pusat/daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga yang dimintakan bantuan, akan tetapi bagaimana caranya daerah otonom yang dimintakan bantuan itu melakukan tugas pembantuannya, diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu sendiri. Daerah-daerah yang dimintakan bantuan itu tidak dibawah perintah dari dan pula tidak dapat dimintai pertanggung jawaban oleh pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi. Dalam hal daerah atau satuan pemerintahan yang dimintakan bantuan melaksanakan tugas pembantuan, tidak dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pembantuan, maka tugas pembantuan tersebut dapat dihentikan dengan tidak menutup kemungkinan pemerintah yang mempunyai urusan pemerintahan tersebut minta ganti kerugian dari daerah yang tidak bertanggungjawab tersebut. 3) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Pengertian Otonomi Daerah ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Persoalan otonomi daerah merupakan suatu persoalan inti dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan salah satu kunci terpenting bagi terlaksananya mekanisme pemerintahan di daerah. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah merupakan tuntutan dari reformasi yang tidak dapat dipisahkan dari penerapan konsep Desentralisasi. Istilah Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autonomos/ outonomia”, yang berarti keputusan sendiri (self ruling), secara terperinci otonomi dapat mengandung beberapa pengertian sebagai berikut: a. Otonomi adalah suatu kondisi atau cirri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain ataupun kekuatan luar. b. Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (selg government) yaitu hak untuk memrintah dan menentukan nasib sendiri (the right og self government; self detern ination). c. Pemerintahan sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tidak adanya kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal affairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa. d. Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasibnya sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup secara adil (self determination, self sufficiency, self relience). e. Pemerintahan otonomi memiliki supremasi/ dominasi kekuasaan (supremacy of authority) atau hukum (rule) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Istilah otonomi memiliki arti kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu sendiri ada dua unsur. Pertama, pemberian tugas dalam arti melaksanakannya. Kedua, pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas tersebut. Dengan demikian pemberian otonomi mempunyai sifat mendorong untuk berusaha mengembangkan kemampuan sendiri. Otonomi merupakan pemberian kebebasan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, tanpa mengabaikan kedudukan Pemerintah Daerah sebagai aparat Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang ditugaskan kepadanya. Menurut Ateng Syarifudin bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian (zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah perwujudan pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Syarief Saleh mengartikan Otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri, atas inisiatif sendiri, kemauan sendiri dan hak itu diperoleh dari Pemerintah Pusat. Kesimpulan dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otonomi merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri atas inisiatif sendiri, urusan rumah tangga didaerahnya. Akan tetapi akan memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net tepat tentang otonomi daerah dapat dilihat dalam Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004. Otonomi daerah menurut Sugeng Istanto adalah sebagian dari organisasi jabatan-jabatan negara yang merupakan satu kesatuan (yang batas tugas dan wewenangnya hanya meliputi sebagian tertentu di wilayah negara yang bersangkutan) yang mempunyai “zelfstandigheid”. Adapun zelfstandigheidnya ini meliputi sebagian hal, yakni dalam kedudukanya secara organisatoris terhadap pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi, dalam tugas serta wewenangnya dan dalam pembiayaanya. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengintrodusir suatu konsep baru mengenai otonomi daerah. Dalam Pasal 1 Angka 5 dirumuskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain prinsip tersebut, juga dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otinomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sesuai dengan tujuan dan maksud pemberi otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang penyelenggaraan Nomor otonomi 32 dilandasi Tahun 2004 dengan mengisyaratkan prinsip-prinsip bahwa demokrasi, pemberdayaan partisipasi masyarakat Pemerataan dan keadilan, serta pelayanan kepada msyarakat. Hal ini sejalan dengan pemahaman demokrasi itu sendiri yang intinya memerankan masyarakat. Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang mengunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri dijamin, istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi masyarakat. 4. Perangkat Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan undang-undang. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Perangkat daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertangggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota ) dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah. Ketentuan Pasal 128 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 ditetapkan bahwa susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan daerah (PERDA) dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Selanjutnya Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) dengan menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan struktur organisasi perangkat daerah. Penjabaran tugas pokok dan fungsi Perangkat Daerah ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a. unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat; b. unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat; c. unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan; d. unsur pendukung tugas Kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah; serta e. unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh Daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan Daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing Daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat. C. Kewenangan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Definisi Kewenangan Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban. Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengantur sendiri dan mengelola sendiri. Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya. Dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah Negara secara keseluruhan. Kita perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaannya tidak selalu dirasakan perlu. “Kewenangan” adalah apa yang disebut”kekuasaan formal”, kekuasan yang berasal dari Kekuasaan Legeslatif (diberi oleh Undang-ungang) atau dari kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechts bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Mentri (delegasi wewenang). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ”wewenang” memiliki arti : a. Hak dan kekuasaan untuk bertindak ; kewenangan, b. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, c. Fungsi yang boleh dilaksanakan. Kewenangan memiliki arti : a. Hal berwenang, b. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Kekuasaan dalam KBBI memilki arti : a. Kuasa (untuk mengurus, memerintah, dan sebagainya), b. Kemampuan; kesanggupan, c. Daerah (tempat dsb) yang dikuasai, d. Kemampuan orang atau golongan, untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma, atau kekusaan fisik, e. Fungsi menciptakan dan memantapkan kedamaian, keadilan serta mencegah dan menindak ketidakdamaian atau ketidakadilan. Soerjono Soekanto menguraikan beda antara kekuasaan dan wewenang bahwa “setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak lain dapat dinamakan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat”. Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi. 2. Jenis-jenis Kewenangan Setiap perbuatan pemerintahan harus bertumpu pada suatu kewenangan yang sah. Tanpa disertai kewenangan yang sah, seorang pejabat atupun lembaga tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu, kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun lembaga. Berdasarkan sumbernya, wewenang dibedakan menjadi dua yaitu wewenang personal dan wewenang ofisial. Wewenang personal yaitu wewenang yang bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net untuk memimpin. Sedangkan wewenang ofisial merupakan wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya. Penetapan suatu kewenangan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yakni pendekatan yuridis atau top down, dan pendekatan sosiologis atau bottom up. Menurut pendekatan yuridis, kewajiban melimpahkan kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan secara limitatif melalui peraturan perundang-undangan tertentu. Sedangkan pendekatan sosiologis, kewenangan berasal dari aspirasi masyarakat tingkat grassroot atas dasar kemampuan riil dan kebutuhan obyektif mereka. Jika model ini diterapkan, maka yang ada sesungguhnya bukanlah “pelimpahan atau penyerahan wewenang”, melainkan “pengakuan kewenangan”. Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 (dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang. a. Atribusi Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata negara, atribusi ini ditunjukkan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat Undang-Undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan. b. Pelimpahan wewenang ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah : 1. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n). Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah: a. Pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa; b. Materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan; c. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net d. Penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan; e. Tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang diatasnamakan. 2. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b). Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua) tingkat struktural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi : a. Materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan; b. Dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan sementara atau yang mewakili; c. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat; d. Tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 3. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.) dan atas perintah (ap.). Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan. Wewenang selain didapat secara atribusi, juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut: a. Delegasi : Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. b. Mandat : Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan. Diantara jenis-jenis pelimpahan wewenang ini, perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut : a. Delegasi 1) Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang; 2) Terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 3) Pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang dimilikinya karena telah terjadi pengalihan wewenang kepada yang diserahi wewenang; 4) Pemberi delegasi tidak wajib memberikan instruksi (penjelasan) kepada yang diserahi wewenang mengenai penggunaan wewenang tersebut namun berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut; 5) Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang berada pada pihak yang menerima wewenang tersebut. b. Mandat 1) Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan; 2) Tidak terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan dalam arti yang diberi mandat hanya bertindak untuk dan atas nama yang memberikan mandat; 3) Pemberi mandat masih dapat menggunakan wewenang bilamana mandat telah berakhir; 4) Pemberi mandat wajib untuk memberikan instruksi (penjelasan) kepada yang diserahi wewenang dan berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut; 5) Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang tidak beralih dan tetap berada pada pihak yang memberi mandat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Dalam buku Lutfi Effendi, kewenangan yang sah jika ditinjau dari mana kewenangan itu diperoleh, maka ada tiga kategori kewenangan, yaitu atributif, mandat, dan delegasi. a. Kewenangan Atributif Kewenangan atributif lazimnya digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan negara oleh UUD. Istilah lain untuk kewenangan atributif adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dapat dibagi- bagikan kepada siapapun. Dalam kewenangan atributif, pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut tertera dalam peraturan dasarnya. Adapun mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pejabat ataupun pada badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya. b. Kewenangan Mandat Kewenangan mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam hubungan rutin atasan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas. Kemudian, setiap saat si pemberi kewenangan dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan tersebut. c. Kewenangan delegatif Kewenangan delegatif merupakan kewenangan yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan kewenangan mandat, dalam kewenangan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net delegatif, tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi limpahan wewenang tersebut atau beralih pada delegataris. Dengan begitu, si pemberi limpahan wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada azas contrarius actus. Oleh sebab itu, dalam kewenangan delegatif peraturan dasar berupa peraturan perundang-undangan merupakan dasar pijakan yang menyebabkan lahirnya kewenangan delegatif tersebut. Tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan wewenang tersebut, maka tidak terdapat kewenangan delegatif. Sementara menurut Philipus M. Hadjon, “Kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau dengan delegasi. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan”. Philipus menambahkan bahwa “Berbicara tentang delegasi dalam hal ada pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna, berarti bahwa keputusan yang berdasarkan kewenangan itu tidak sah menurut hukum”. Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa atribusi dan delegasi merupakan suatu alat atau sarana yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu badan itu berwenang atau tidak dalam memberikan kewajiban-kewajiban kepada masyarakat. Mengenai mandat, Philipus menyatakan “Dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalih tanganan kewenangan. Di sini ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net menyangkut janji-janji kerja intern antara penguasa dan pegawai. Dalam hal-hal tertentu seorang pegawai memperoleh kewenangan untuk atas nama si penguasa”. Menurut pendapat S. F. Marbun, Sumber kewenangan ada tiga yaitu : 1. Atribusi adalah terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. 2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, sebagai wewenang sendiri. 3. Mandat adalah organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Ketiga sumber kewenangan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Atribusi a. Bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan b. Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. 2. Delegasi a. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang telah dilimpahkan. b. Delegasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan kepegawaian tidak diperkenankan. 3. Mandat a. Mandataris hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net b. Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris, tetap berada pada pemberi mandat. Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan. Demikian pula wewenang dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibedakan antara atribusi dan delegasi. Atribusi terdapat apabila adanya wewenang yang dberikan oleh UUD atau UU kepada suatu badan dengan kekuasaan dan tanggung jawab sendiri (mandiri) untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan. Delegasi terdapat apabila suatu badan (organ) yang mempunyai wewenang secara mandiri membuat peraturan perundang-undangan (wewenang atribusi) menyerahkan (overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung jawab sendiri perundang-undangan. wewenang untuk Wewenang membuat/membentuk atribusi dan delegasi peraturan dalam membuat/membentuk peraturan perundang-undangan timbul karena : 1. Tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat yang rinci. 2. Adanya tuntutan dari para pelaksana untuk melayani kebutuhan dengan cepat berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu. Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net (UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini tidak dapat dilaksanakan oleh pimpinan lembaga Negara tersebut karenanya kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya. 3. Teori Pembagian kewenangan a. Teori Residu (Residu Theory) Van Vollenhoven dalam “Omtrek van hok Administratief Recht” menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sisa dari keseluruhan hukum nasional suatu Negara setelah dikurangi dengan hukum tata Negara material, hukum perdata material, dan hukum pidana material. Teori Residu ini menjelaskan bahwa Hukum Nasional terdiri dari : 1) Hukum tata Negara Material (Staats Recht), terbagi antara lain : a) Bestuur (Pemerintahan) b) Rechtpraak (Peradilan) c) Politie (Kepolisian) d) Regeling (Perundang-undangan) 2) Hukum perdata Material (Burgerlijk Recht) 3) Hukum Pidana Material (Straf Recht) 4) Hukum Administrasi (Admnistratie Recht) Material-formil a) Hukum Pemerintahan (Bestuur Recht) b) Hukum Peradilan (Politie Recht), yang terdiri : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a. Hukum Acara Tata Negara (Staatsrechtterlijke Rechtspleging) b. Hukum Acara Perdata (Burgerlijke Rechtspleging) c. Hukum Acara Pidana (Straf Rechtspleging) d. Hukum Acara Administrasi (Admnistratieve Rechtspleging) c) Hukum Kepolisian (Poliyie Recht) d) Hukum Peraturan (Regelaars Recht) Dalam hal pembagian penyelenggaraan pemerintahan Negara terhadap urusan-urusan di daerah dimana satu pihak tetap urusan pusat dan dipihak lain sebagai urusan rumah tangga sendiri, dikenal dengan Sistem Rumah Tangga Daerah. Dalam sistem tersebut, daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan atau yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah. Dalam penyelenggaraannya pemerintah lokal, dikenal tiga sistem rumah tangga daerah yaitu : 1) Sistem Rumah Tangga Daerah Materiil Ajaran rumah tangga materiil mengemukakan bahwa untuk mengetahui urusan-urusan yang ternyata menjadi urusan rumah tangga daerah, orang harus melihat kepada ”hakekat” dari pada masing-masing urusannya. Menurut hakekat dari pada masing-masing urusan sudah dapat ditentukan apakah urusan itu menjadi urusan pusat atau urusan rumah tangga daerah. Maka pemerintah daerah tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut dan sebaliknya. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Pada hakekatnya sistem ini berpijak dari isi dan substansi dari wewenang pemerintahan yang dapat diserahkan kepada daerah. Secara singkat, sistem ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a) Urusan rumah tangga daerah yang merupakan wewenang pemerintah lokal ditentukan dengan jelas; b) Ada pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang rinci antara pusat dan daerah; c) Secara kodrati wewenang pemerintah pusat dan daerah sudah dapat dipisahkan; d) Daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tanggga sendiri; e) Ada pembedaan yang mendasar antara urusan pemerintah pusat dan daerah, yaitu daerah tidak berhak menyelenggarakan kewenangan untuk mengatur suatu urusan jika urusan tersebut merupakan urusan pusat. Kelebihan sistem rumah tangga materiil adalah : a) Ada kepastian mengenai jenis dan jumlah kewenangan pemerintahan yang dapat menjadi wewenang pemerintah daerah; b) Daerah dapat dengan segera melaksanakan otonominya, karena kepastian wewenang sudah didapatkan; c) Kemungkinan terjadinya overlap dan duplikasi pengaturan wewenang kepemerintahan dapat dieliminir. Adapun kelemahan sistem ruamh tangga materiil adalah : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a) Sistem rumah tangga materiil (driekringenleer) bertitik tolak dari asumsi yang keliru, bahwa seolah-olah urusan pemerintahan dapat diketahui jumlah dan dapat dipilih-pilah secara pasti; b) Mudah menimbulkan spanning hubungan antara pusat dan daerah, karena kemungkinan daerah dapat menuntut agar urusan pemerintahan tertutu diserahkan kepadanya; c) Tidak fleksibel, karena daerah tergantung pada hakekat dan kecenderungan yang ada di pusat; d) Ada kecenderungan serba uniformitas (penyeragaman) tanpa memperhituyngkan perbedaan antara daerah yang berlainan. 2) Sistem Rumah Tangga Formil Ajaran rumah tangga formil mengemukakan bahwa suatu urusan itu pada hakekatnya tidak dapat dibeda-bedakan apakah itu hanya dapat diselengarakan oleh pemerintah lokal ataukah urusan itu hanya dapat diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Menurut ajaran ini untuk melihat apakah sesuatu urusan itu merupakan urusan pemerintah lokal ataukah urusan pemerintah pusat dapat dilihat dari apakah itu “formil” diserahkan dengan peraturan perundangan atau tidak. Ciri-ciri sistem rumah tangga formil antara lain : a) Merupakan penyempurnaan sistem rumah tangga materiil; b) Tidak ada pemerintah urusan pusat dan daerah; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net c) Daerah dapat mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tanpa harus ada penyerahan; d) Penyerahan urusan pemerintahan harus secara formal melalui undang-undang desentralisasi. Sistem rumah tangga formil merupakan sarana yang baik untuk mendukung sentralisasi, ketidakpastian urusan rumah tangga daerah akan menjelmakan daerah yang serba menunggu dan serba tergantung dari pusat. Beberapa hambatan dari penerapan sistem rumah tangga formil adalah : a) Kriteria kewenangan pemerintahan daerah belum dapat ditentukan secara jelas; b) Penyerahan wewenang pemerintahan tidak memperhatikan karakteristik dan kondisi masing-masing daerah; c) Pelaksanaan Sistem rumah tangga formil sangat tergantung dari ada atau tidaknya budaya otonomi dari daerah; d) Pola penyerahan wewenang pemerintahan tidak jelas, apakah penyerahan langsung ataukah penyerahan bertingkat. 3) Rumah Tangga Riil Sistem ini merupakan bentuk penyempurnaan dari kedua sistem sebelumnya, karena isi kewenangan pemerintahan bagi daerah didasarkan pada faktor dan kedudukan yang riil dari suatu daerah. Cirri-ciri sistem rumah tangga riil antara lain adalah : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a) Adanya urusan pangkal yang ditetapkan pada saat pembentukan suatu daerah otonom, memberikan kepastian mengenai urusan ruamah tangga daerah; b) Daerah dapat mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan bagi daerahnya sepanjang belum diatur dan di urus oleh pusat atau daerah diatasnya; c) Otonomi didasarkan pada faktor nyata suatu daerah. Hal ini memungkinkan perbedaan isi dan jenis urusan rumah tangga daerah sesuai dengan keadaan masing-masing daerah. D. Kecamatan 1. Definisi Kecamatan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 menyebutkan bahwa camat merupakan kepala wilayah dari kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan masyarakat disegala bidang. Wewenang dan tugas camat sebagai kepala wilayah kecamatan adalah sama dengan wewenang kepala wilayah lainnya seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Walikotamadya. Tugas dan wewenang Camat selaku kepala wilayah dari kecamatan adalah : a. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ; b. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net c. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya; d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; e. mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan-perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan; f. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; g. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya. Kewenangan yang dinyatakan dalam Undang-undang No 5 tahun 1974 diatas, jelas terlihat bahwa camat selaku kepala wilayah , wakil pemerintah pusat dan pemimpin tunggal diwilayahnya. Selain itu kecamatan juga dapat mengambil tindakan yang digunakan untuk kelancaran pemerintahan, sehingga terlihat bahwa camat memiliki kedudukan yang kuat. Pada era Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa camat, posisinya tidak lagi sebagai kepala wilayah melainkan perangkat daerah. Dimana dalam UU no 32 tahun 2004 pasal 120, dijelaskan bahwa perangkat daerah kabupaten dan kota terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi posisi camat secara hukum sama dengan posisi kepala dinas. Dan camat merupakan perpanjang tanganan dari Bupati. Lebih lanjut tugas dan wewenang camat di ungkapkan dalam pasal 126 (2) dimana camat dalam pelaksanaan tugasnya mendapatkan pelimpahan dari Bupati dan Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, sementara itu pada ayat (3) dijelaskan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net juga tugas umum pemerintahan yang dilakukan oleh kecamatan, tugas tersebut antara lain : a. b. c. d. e. f. g. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman umum Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan ditingkat kecamatan Membina penyelenggaraan pemeirntahan desa dan kelurahan Melaksanakan pelayanan masyarakat yang belum menjadi tugas desa atau kelurahan. Tugas yang diembankan kepada kecamatan menurut UU No 32 tahun 2004 ini sangat berat dijalankan oleh kecamatan, hal ini mengingat bahwa kedudukan desa pada era otonomi daerah tidaklah berada dibawah kecamatan lagi, melainkan berdiri sendiri sebagai daerah otonom yang berada dibawah Bupati, dan mereka pun tidak bertanggung jawab kepada kelurahan melainkan langsung pada Bupati. Jadi untuk merealisasikan pelaksanaan undang-undang ini, perlu keputusan yang tegas dari pemerintah daerah agar kewenangan ini dapat terlaksana dengan baik dan kecamatan dapat pula menerima ketegasan dimana posisi kecamatan sebenarnya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pelaksanaan otonomi daerah sangatlah memiliki dampak yang besar. Pemerintah memberikan keleluasaan dan pengembangan kreatifitas bagi pemimpin daerah untuk mengembangkan daerahnya, ini diwujudkan dengan adanya pelimpahan kewenangan yang diberikan pada Pemerintahan daerah, baik itu pembagian urusan yang wajib ataupun berupa pilihan yang dibatasi jelas dengan dikeluarkannya PP No 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, sehingga pembangunan daerah dapat disesuaikan dengan karateristik masing-masing daerah. Tujuan utama dari diberlakukannya otonomi daerah adalah agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih nyata dan lebih dekat sehingga diharapkan masyarakat akan dapat lebih tersejahterakan dan terberdayakan karena semuanya telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan tidak lagi diurusi oleh pusat, jadi kontrolnya pun akan jauh lebih efektif dan lebih dekat ketimbang dilakukan oleh pemerintah pusat. Dan pelimpahan kewenangan ini diberikan mulai pada tingkat profinsi, kabupaten kota, dan kecamatan yang masing-masing kewenangan diatur dalam Undang-undang otonomi daerah yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2004. Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan Perda. Sebagai perangkat daerah organisasi Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang melaksanakan sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan Bupati dan tugas-tugas umum pemerintahan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah organisasi Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, hal ini disebabkan Kecamatan menjadi penyambung kebijakan pemerintah daerah dengan masyarakat luas. Fungsi-fungsi koordinatif dan pembinaan pada level desa dan kelurahan menjadi tanggung jawab Kecamatan. Oleh sebab itu pengembangan lembaga Kecamatan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan. Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu itikad baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimana Kecamatan sebagai unsur perangkat daerah memiliki peran peran dalam keberhasilan otonomi daerah. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 2008 Tentang Kecamatan menyebutkan bahwa : Kecamatan dibentuk diwilayah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang Camat. Pengertian camat juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2008 tentang kecamatan adalah : pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Tanpa menunggu pelimpahan wewenang dari Bupati atau Walikota, undang-undang mengamanatkan agar camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi: mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum, mengoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya. 2. Struktur Organisasi Kecamatan Ada banyak pendapat mengenai definisi tentang organisasi, diantaranya adalah pendapat Victor A. Thompson yang menyatakan bahwa :”suatu organisasi adalah suatu integrasi dari sejumlah spesialis-spesialis yang bekerja sama sangat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net rasional dan imperasional untuk mencapai beberapa tujuan spesifik yang telah dirumuskan sebelumnya” Chester Bernard sendiri juga mempunyai rumusan tertentu tentang organisasi sesuai dengan prespektifnya. Ia merumuskan organisasi sebagai berikut: “suatu organisasi adalah suatu sistem dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasi secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih”. Dari dua orang ahli organisasi ini jelas mempunyai prespektif yang berbeda. Thompson merumuskan organisasi dengan penekanan pada tingkat rasioanalitas dalam usaha kerja sama tersebut, sedangkan Bernard menentukan system kerja sama yang terkoordinasi secara sadar. Pandangan klasik tentang organisasi dinyatakan oleh Max Weber dengan mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber membedakan suatu kelompok kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurut dia kelompok kerja adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh atauran-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajeg, baik dilakukan oleh pemimpin maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya. Aspek dari pengertian yang dikemukakan Max Weber ini ialah bahwa suatu organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai unsur-unsur properties sebagai berikut : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seseorang individu melakuakn proses interaksi sesamanya di dalam organisasi tersebut. 2. Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu. Dengan demikian seseorang individu yang melakukan hubungan interaksi dengan lainnya tidak didasarkan atas kemauan sendiri. Akan tetapi, mereka dibatasi peraturan-peraturan tertentu. 3. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang biasa membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun proses interaksi di antara orang-orang yang bekerja sama di dalamnya sehingga interaksi tersebut tidak muncul begitu saja. 4. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan bahwa, implementasi penataan kelembagaan perangkat daerah menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas. Hal ini dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Organisasi Perangkat Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan-pertimbangan : a. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah. b. Karateristik, potensi, dan kebutuhan daerah. c. Kemampuan keuangan daerah. d. Kesediaan sumber daya aparatur. e. Pengembangan pola kerja sama ( antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga). Melihat posisi kewenangan bagi daerah yang sedemikian luas, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh Daerah dan Pusat, sehingga otonomi dapat terlaksana dengan baik. Dalam implementasi Otonomi Daerah ada beberapa hal yang perlu mendapat prioritas yang menuntut peningkatan kinerja Pusat dan Daerah yaitu kelembagaan, kepegawaian dan bidang tata laksana. Mengenai struktur organisasi kecamatan berpedoman pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Di dalam peraturan tersebut tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai bentuk dan susunan Organisasi Kecamatan. Namun hanya ditemukan ketentuan yang mengatur bahwa” Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah” (pasal 128 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004). Dari ketentuan tersebut diatas maka Struktur Organisasi Kecamatan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berbeda-beda dari satu Daerah Kabupaten/Kota dengan Daerah Kabupaten/Kota yang lain. Dengan itu ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net susunan organisasi, fungsi dan tugasnya ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja. 3. Hubungan Kerja Kecamatan Dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan Organisasi Kecamatan yang dimanifestasikan oleh camat melakukan hubungan kerja dengan berbagai instansi antara lain: 1) Dengan Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah; 2) Dengan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Lainnya; 3) Dengan Pemerintah Desa; 4) Dengan Pemerintahan Kelurahan; 5) Dengan instansi vertikal yang ada di Kecamatan. Hubungan kerja Camat dengan Bupati/Walikota sifatnya hirarkis, karena Camat adalah bawahan dari Bupati/Walikota. Di dalam pasal 126 ayat (5) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas disebutkan : “Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota”. Hubungan kerja Camat dengan Pemerintah Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah bersifat koordinatif dan teknis fungsional. Terlebih lagi apabila didalam organisasi Kecamatan terdapat seksi-seksi yang menjalankan fungsi dinas teknis dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Hubungan kerja Camat dengan Pemerintah Desa bersifat kordinatif dan fasilitatif, tidak lagi bersifat hirarkis. Sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan menagatur dirinya sendiri (self governing society), secara organisasi Desa tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kabupaten/Kota. Akan tetapi dilihat dari kepentingannya, terdapat hubungan yang bersifat hirarkis. Prinsip umum yang dipakai ialah bahwa kepentingan masyarakat yang lebih kecil tunduk pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hubungan kerja Camat dengan Kepala Desa (Lurah) bersifat kordinatif dan fasilitatif, tidak lagi bersifat hirarkis. Dijelaskan dalam pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi :”Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Disini terlihat bahwa kelurahan mempunyai kedudukan yang sama dengan kecamatan, tidak ada hubungan saling membawahi antara Camat dan Kepala Desa. Dan dijelaskan juga dalam pasal 127 ayat (5) yaitu :” Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Di sini terlihat bahwa Lurah/Kepala Desa bertangggung jawab kepada Bupati/Walikota, Camat hanya sebagai perantara saja. Hubungan kerja Camat dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya, bersifat koordinasi teknis fungsional. Dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan yang berbunyi: Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya, bersifat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net koordinasi teknis fungsional. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif atau legal approach, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata. Objek yang ada kemudian diteliti dengan pendekatan masalah yang terdiri dari : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut-paut dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menelaah peraturan yang berkaitan dengan kewenangan camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. Pendekatan Analisis (Analytical Approach) Pendekatan analisis adalah pendekatan dengan menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penulis menggunakan kedua pendekatan tersebut dalam penulisan ilmiah ini. Tujuan dari penggunaan pendekatan perundang-undangan agar penelitian ini menghasilkan simpulan yang mampu menggambarkan peraturan mengenai kewenangan kecamatan dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, apakah sudah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang baik (comprehensive, all inclusive, dan systemathic). Pendekatan analisis digunakan istilah-istilah dalam peraturan untuk memperoleh makna-makna dari mengenai kewenangan kecamatan dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. B. Spesifikasi Penelitian ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya agar dapat memberi rumusan tertentu. Dalam spesifikasi penelitian preskriptif ada dua macam spesifikasi penelitian yaitu inventarisasi dan sinkronisasi hukum. Spesifikasi penelitian inventarisasi dilakukan dengan cara menginventarisir peraturan peundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi daerah, sedangkan penelitian terhadap sinkronisasi hukum dapat dilakukan baik secara vertikal (beda derajat) ataupun secara horizontal (sama derajat/sederajat). Sinkronisasi secara vertikal merupakan sinkronosasi yang didasarkan atas hierarki suatu peraturan perundang-undangan. Sinkronisasi horizontal, merupakan sinkronisasi terhadap peraturan perundangan yang mengatur tentang berbagai bidang yang mempunyai hubungan fungsional, konsisten yang sama derajatnya. C. Sumber Bahan Hukum Pada penelitian normatif bahan pustaka merupakan data dasar, dimana dalam penelitian ini penulis mengumpulkan bahan sekunder, dan bahan hukum tersier yang merupakan data sekunder. Dalam hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian, yakni: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hirarki Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda). Peraturan perundang-undangan yang digunakan penulis sebagai bahan hukum primer yaitu : a. Undang-undang Dasar 1945. b. Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. d. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. 2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku-buku teks yang berkaitan dengan kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, dan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net artikel-artikel yang berasal dari situs-situs internet, serta materi kuliah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus umum bahasa Indonesia. D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode dokumenter dan studi kepustakaan. Metode dokumenter dilakukan dengan cara melakukan inventarisasi peraturan–peraturan, dokumen resmi, buku-buku literatur, jurnal, makalah ilmiah, dan karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh instansi yang bekaitan dengan penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan–peraturan, dokumen resmi, buku-buku literatur, jurnal, makalah ilmiah, dan karya tulis ilmiah yang telah diinventarisasi tersebut. E. Metode Penyajian Bahan Hukum Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode display, suatu kegiatan memilah-milah bahan hukum ke dalam bagian-bagian tertentu yang mendeskripsikan seluruh bahan hukum yang dikumpulkan. Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks Naratif, yaitu suatu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net disusun secara logis dan sistematis. Setelah bahan hukum primer, sekunder dan tersier dikumpulkan, akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi. Dari hasil klasifikasi dan inventarisasi tersebut, hasil yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah yang diteliti. F. Metode Analisis Bahan Hukum Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung dari istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsep dan tekhnis penerapannya. Analisis bahan hukum bertujuan untuk menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan arti atau makna terhadap bahan hukum yang telah diolah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan logika deduktif melalui metode analisis normatif kualitatif. Metode analisis normatif kualitatif merupakan cara menginterpretasikan berdasarkan pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum, serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Norma hukum diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution). Analisis bahan hukum tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi sebagai berikut : 1. Interpretasi Sistematis Menurut P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan melihat kepada hubungan dimana aturan dalam suatu undang-undang yang ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net saling bergantung. Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satu pun ketentuan dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri. 2. Interpretasi Gramatikal Merumuskan suatu aturan perundang-undangan atau suatu perjanjian seharusnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat yang menjadi tujuan pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait dengan pembuatan suatu teks perjanjian. Peneliti menggunakan kedua model interpretasi tersebut untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya tentang Objek yang diteliti. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam menganalisis kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah meliputi : a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah. c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dasar hukum penyelengaraan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18, 18 A, 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun bunyi pasal sebagai berikut : Pasal 18 : (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (9) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (10) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. (11) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. (12) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net (13) Pemerintahan daerah peraturan-peraturan berhak lain untuk menetapkan melaksanakan peraturan otonomi daerah dan dan tugas pembantuan. (14) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Pasal 18A : (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 18B : (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, menyebutkan bahwa camat merupakan kepala wilayah dari kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan masyarakat disegala bidang. Wewenang, tugas dan kewajiban camat sebagai kepala wilayah kecamatan adalah sama dengan wewenang, tugas dan kewajiban kepala wilayah lainnya seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Walikotamadya. Dalam hal camat merupakan kepala wilayah (KW) dinyatakan secara tegas dan jelas dalam pasal 76 dan 77. Pada pasal 76 dikatakan bahwa “setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah”. Sedangkan dalam pasal 77 dikatakan bahwa “Kepala Wilayah Kecamatan disebut Camat. Selanjutnya dalam pasal 80 dikatakan bahwa “Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat disegala bidang. Sedangkan wewenang , tugas, dan kewajiban camat secara lengkap dijelaskan dalam pasal 81 yaitu : h. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net i. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ; j. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya; k. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; l. mengusahakan secara terus-menerus peraturan-perundang-undangan dan Peraturan agar Daerah segala dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan; m. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; n. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah, melainkan sebagai perangkat daerah (PD). Dalam ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net undang-undang ini juga menyebutkan bahwa camat adalah perangkat Daerah Kabupaten atau perangkat Daerah Kota berdasarkan pasal 1 huruf (m) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, karena camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota yang memiliki wewenang penuh untuk mengangkat dan memberhentikannya. Dalam pasal 66 juga mejelaskan bahwa camat adalah perangkat daerah. Yang disebutkan dalam bunyi pasalnya yaitu: “Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan. Camat adalah kepala wilayah (memiliki wilayah kerja) yang bertidak memiliki daerah (dalam arti daerah kewenangan), karena itu bukan kepala daerah yang”membawahkan lurah/kepala desa didalam batas wilayah kerjanya, meskipun pasal 1 huruf (n) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 terdapat kata: “Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota di bawah Kecamatan. Oleh karena itu kedudukan camat sangat lemah dalam hubungan”ke bawah” dengan lurah/kepala desa. Hal ini dibuktikan dalam pasal 109 ayat (1) maupun penjelasan pasal tersebut, yaitu tentang kerja sama antar desa. Mengingat kerja sama antar desa dimaksud memberikan beban kepada masyarakat maka harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa dan bukan persetujuan camat. Pasal 109 berbunyi “Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Dan penjelasan pasal ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net tersebut adalah Kerja sama antar Desa yang memberi beban kepada masyarakat harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, kecamatan hanyalah merupakan wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah, artinya kedudukan camat di kecamatan tidak berbeda jauh dengan Perangkat Daerah lainnya yang ada dikecamatan seperti kepala Dinas dan UPTD (Unit Pelayan Teknis Daerah). Dengan demikian camat tidak secara otomatis mempunyai kewenangan untuk menjalankan urusan pemerintahan umum yang meliputi pengawasan, koordinasi serta kewenangan. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, camat tidak memiliki kewenangan atributif, melainkan hanya kewenagan delegatif. Hal ini secara jelas disebutkan dalam pasal 66 ayat (4) yang mengatakan bahwa : “Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota”. Tanpa adanya pelimpahan kewenanagan dari Bupati/Walikota, camat tidak dapat menjalankan aktifitasnya dengan sah. d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Camat dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 hampir sama dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu camat tidak lagi sebagai Kepala Wilayah (KW), melainkan sebagai perangkat Daerah (PD). Hal ini secara jelas dan tegas disebutkan dalam pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net dikatakan bahwa: “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi, secara hukum posisi camat adalah sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah maupun lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan bupati. Secara terinci kewenangan camat, dalam pasal 126 ayat (2) dijelaskan bahwa: “camat yang dalam pelaksanaan tugasanya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Jadi, berdasarkan ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan oleh bupati atau walikota, untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Sementara pada ayat (3), dijelaskan bahwa “camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintah”. Tugas umum pemerintah ini meliputi: a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Dijelaskan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 juga mengatur mengenai tugas umum pemerintah dan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Tugas umum pemerintahan dalam peraturan ini diatur dalam pasal 15 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut : a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksana kan pemerintahan desa atau kelurahan. Kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh camat diatur dalam pasal 15 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut : a. perizinan; b. rekomendasi; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net c. koordinasi; d. pembinaan; e. pengawasan; f. fasilitasi; g. penetapan; h. penyelenggaraan; dan i. kewenangan lain yang dilimpahkan. Tugas umum pemerintahan yang terdapat dalam pasal 15 (1) dijelaskan atau diuraikan dalam pasal 16, 18, 19, 20, 21, dan pasal 22 yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 Tugas Camat dalam mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, meliputi: a. mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan; b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja baik pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan; c. melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun swasta; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net d. melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang -undangan; dan e. melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah yangmembidangi urusan pemberdayaan masyarakat. Pasal 17 Tugas Camat dalam mengoordinasikan upaya peyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, meliputi: a. melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah kecamatan; b. melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat di wilayah kecamatan; dan c. melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban kepada bupati/walikota. Pasal 18 Tugas Camat dalam mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang -undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, meliputi: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-undangan; b. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan c. melaporkah pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang -undangan di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 19 Tugas Camat dalam mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d, meliputi: a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; b. melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan c. melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 20 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Tugas Camat dalam mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e, meliputi: a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; b. melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; c. melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; dan d. melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 21 Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f, meliputi: a. melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa dan/atau kelurahan; b. memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan; c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau lurah; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net d. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau kelurahan; e. melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan; dan f. melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 22 Tugas Camat dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 aya t (1) huruf g, meliputi: a. melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan; b. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya; c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan; d. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan; e. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan kepada Bupati/Walikota. f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net B. Pembahasan 1. Kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur otonomi daerah, membawa implikasi mendasar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Salah satu institusi yang mengalami dampak mendasar akibat berlakunya undang-undang 32 Tahun 2004 adalah kecamatan. Dalam undang-undang 32 Tahun 2004 tersebut kecamatan tidak lagi merupakan satuan wilayah kekuasaan pemerintahan, melainkan sebagai satuan kerja atau pelayanan. Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, camat merupakan kepala wilayah. Pada pasal 76 dinyatakan setiap wilayah dipimpin oleh seorang kepala wilayah. Dalam pasal 77 dinyatakan bahwa kepala wilayah kecamatan disebut camat. Dalam pasal 80 dinyatakan kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan mengoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. Wewenang, tugas, dan kewajiban camat selaku kepala wilayah kecamatan sama dengan wewenang, tugas, dan kewajiban kepala wilayah lainnya, yakni gubernur, bupati, dan walikota. Pasal 81 secara lengkap menyebutkan bahwa wewenang, tugas dan kewajiban kepala wilayah adalah membina ketentraman dan ketertiban di ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi, Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan instansi-instansi vertikal dan antara instansi-instansi vertikal dengan dinas-dinas daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasil guna yang sebesar-besarnya; membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah; mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah; melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; melaksanakan segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi lainnya. Dari sini terlihat betapa kuatnya posisi dan kewenangan seorang camat di wilayah kecamatan. Camat adalah kepala wilayah, wakil pemerintah pusat, dan penguasa tunggal di wilayah kecamatan yang dapat mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah. Meskipun camat adalah bawahan bupati/walikota, camat mempunyai kewenangan yang cukup besar di wilayahnya. Tidak heran pada masa Undang-undang Nomor 5 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Tahun 1974, camat dapat memutuskan segala sesuatu tanpa perlu mengkonsultasikannya dengan bupati. Pada masa setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, camat tidak lagi menjadi kepala wilayah, melainkan sebagai perangkat daerah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi, secara hukum posisi camat sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah dan lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan bupati. Secara terinci, kewenangan camat dijelaskan dalam Pasal 126 ayat (2) yang menyatakan bahwa camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Jadi, berdasarkan ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan oleh bupati atau walikota, untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Pada ayat (3), dijelaskan bahwa camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintah. Tugas umum pemerintah ini meliputi: 1. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 3. mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan perundang-undangan; mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 4. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat kecamatan; 5. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; 6. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan Perubahan posisi atau status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah dengan fungsi utama “menangani sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan serta “menyelenggarakan tugas umum pemerintah” ini ternyata membawa implikasi yang sangat mendasar bagi camat dan institusi kecamatan itu sendiri. Saat ini, para camat merasakan bahwa secara formal (yuridis), kewenangan dan kekuasaan mereka sangat berkurang. Selain itu, para camat juga merasa bahwa kewenangan dan fungsi mereka sekarang menjadi kurang jelas. Hal ini sering menimbulkan keraguan bagi para camat dalam menjalankan tugasnya. Sebelum membahas mengenai kewenangan camat dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, terlebih dahulu kita membahas mengenai kewenangan itu sendiri. Dalam bab sebelumya telah dijabarkan mengenai kewenangan. Dimana Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban. Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengantur sendiri dan mengelola sendiri. Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya. Dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah Negara secara keseluruhan. Perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaannya tidak selalu dirasakan perlu. “Kewenangan” adalah apa yang disebut”kekuasaan formal”, kekuasan yang berasal dari Kekuasaan Legeslatif (diberi oleh Undang-undang) atau dari kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan (yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechts bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Mentri (delegasi wewenang). ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal” ,kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 (dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang. Hal ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Bagan 1. Kewenangan Kewenangan Atribusi Pelimpahan Wewenang Delegasi Mandat Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net perundang-undangan. Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan. Pelimpahan adalah Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelimpahan wewenang juga dibagi menjadi 2 yaitu delegasi dan mandat. Delegasi adalah Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Sedangkan mandat adalah Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan. Bahwa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 camat mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan delegatif dan atributif. Camat memiliki kewenangan delegatif seperti yang dinyatakan dalam Pasal 126 ayat (2) bahwa : ”Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Ini berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh Camat merupakan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Dengan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net demikian luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota. Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan yang merupakan kewenangan atributif sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) yaitu sebagai berikut : 1. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; 3. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; 4. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; 6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; 7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yg belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 berbeda maknanya dengan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j) Undang-undanng Nomor 5 Tahun 1974, yang dimaksud dengan urusan pemerintahan umum adalah : “urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi. Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk pelayanan secara tidak langsung (indirect services), karena yang dilayani adalah entitas pemerintahan lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna akhirnya (end users) tetap masyarakat. Sedangkan kewenangan pemberian pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhirnya (end users) sama yakni masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai pelayanan secara langsung (direct services). Berdasarkan uraian mengenai kewenangan camat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dapat disajikan bagan pemberian wewenang kepada camat sebagai berikut : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Bagan 2. Pemberian wewenang pada Camat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 kewenangan ATRIBUTIF DELEGASI Pasal 126 (2) Wewenang dari bupati/walikota 1.mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2.mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; 3.mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; 4.mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5.mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; 6.membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; 7.melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. camat Arus pertanggung jawaban Arus pemberian wewenang Keterangan : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa camat mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam artian adalah bahwa wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan. Kewenangan atributif disebutkan dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 ayat (3) yang meliputi : a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yang ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net disebutkan dalam pasal 15 Ayat (1), juga dijelaskan dalam pasal 16 sampai pasal 22, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 Tugas Camat dalam mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, meliputi: f. mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan; g. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja baik pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan; h. melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun swasta; i. melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang -undangan; dan j. melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah yangmembidangi urusan pemberdayaan masyarakat. Pasal 17 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Tugas Camat dalam mengoordinasikan upaya peyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, meliputi: d. melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah kecamatan; e. melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat di wilayah kecamatan; dan f. melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban kepada bupati/walikota. Pasal 18 Tugas Camat dalam mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang -undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, meliputi: d. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-undangan; e. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan f. melaporkah pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang -undangan di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Pasal 19 Tugas Camat dalam mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d, meliputi: d. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan f. melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 20 Tugas Camat dalam mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e, meliputi: e. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; f. melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; g. melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; dan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net h. melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 21 Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f, meliputi: g. melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa dan/atau kelurahan; h. memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan; i. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau lurah; j. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau kelurahan; k. melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan; dan l. melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota. Pasal 22 ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Tugas Camat dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 aya t (1) huruf g, meliputi: g. melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan; h. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya; i. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan; j. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan; k. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan kepada Bupati/Walikota. l. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif yaitu wewenang yang diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Dalam hal ini adalah wewenang yang didelegasaikan oleh Bupati kepada Camat, diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 Ayat (2) yang berbunyi : Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat juga diatur dalam Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam pasal 15 Ayat (2) yang berbunyi : Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: a. perizinan; b. rekomendasi; c. koordinasi; d. pembinaan; e. pengawasan; f. fasilitasi; g. penetapan; h. penyelenggaraan; dan i. kewenangan lain yang dilimpahkan. Dalam hal arus pendelegasian kewenangan dari bupati kepada camat, maka camat dalam hal ini bertanggungjawab kepada bupati atas kewenangan yang ia jalankan. Diberikannya kewenangan atributif bersama-sama kewenangan delegatif kepada Camat menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya merupakan koreksi terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pada masa ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Undang-undang tersebut, Camat hanya memiliki kewenangan delegatif dari Bupati/Walikota tanpa disertai kewenangan atributif. Dalam prakteknya selama Undang-undang tersebut berlaku, masih banyak Bupati/Walikota yang tidak mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Camat, entah karena tidak tahu ataupun karena tidak mau tahu. Akibatnya banyak Camat yang tidak mengetahui secara tepat mengenai apa yang menjadi kewenangannya. Mereka umumnya hanya menjalankan kewenangan tradisional yang sudah dijalankan secara turun temurun, padahal peraturan perundang-undangannya sudah berubah. Posisi camat menjadi serba tidak menentu. Pada sisi lain, bagi Bupati/Walikota yang paham tentang penyelenggaraan pemerintahan, mereka akan melakukan delegasi kewenangan yang luas kepada Camat sehingga fungsinya menjadi lebih besar dan luas dibanding pada waktu Camat masih menjadi kepala wilayah. Pendelegasian sebagian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat sebenarnya menguntungkan Bupati/Walikota bersangkutan, karena mereka tidak dibebani oleh urusan-urusan elementer berskala kecamatan yang dapat diselesaikan oleh Camat. Penetapan suatu kewenangan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yakni pendekatan yuridis atau top down, dan pendekatan sosiologis atau bottom up. Menurut pendekatan yuridis, kewajiban melimpahkan kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan secara limitatif melalui peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam hal ini, produk-produk hukum yang mengatur mengenai pelimpahan kewenangan kepada Kecamatan adalah sebagai berikut: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1) Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pelimpahan kewenangan camat diatur dalam pasal 66 ayat (4) yang berbunyi : Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota. Dimana kewenangan seorang camat adalah kewenangan delegatif. 2) Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan camat diatur dalam pasal 126 ayat (2), dimana kewenagan camat adalah kewenangan delegatif . Pada pasal 126 (2) dijelaskan bahwa: “camat yang dalam pelaksanaan tugasanya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Jadi, berdasarkan ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan oleh bupati atau walikota, untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah (pendelegasian kewenangan). 3) Lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 yang mengatur bahwa kewenangan pemerintahan yang dapat dilimpahkan oleh Bupati/Walikota kepada Camat meliputi 5 Bidang dengan 43 rincian kewenangan, yakni: a) Pemerintahan (17 rincian) b) Ekonomi dan Pembangunan (8 rincian) c) Pendidikan dan Kesehatan (8 rincian) d) Sosial dan Kesejahteraan Rakyat (6 rincian) e) Pertanahan (4 rincian) ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 4) Keputusan Bupati / Walikota suatu daerah otonom tentang “Pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan kepada Camat”. Pendelegasian wewenang dari Bupati/Walikota kepada Camat agar memiliki “kekuatan hukum dan mengikat”, baik untuk Camat dalam pelaksanaan tugas dan hubungan kerja antar perangkat daerah dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati/Walikota, bukan dengan Peraturan Daerah. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan, bahwa wewenang yang didelegasikan merupakan wewenang dari pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat bawahannya (camat). Pada sisi lain, kewenangan dapat juga berasal dari aspirasi masyarakat tingkat grassroot atas dasar kemampuan riil dan kebutuhan obyektif mereka. Jika model ini diterapkan, maka yang ada sesungguhnya bukanlah “pelimpahan atau penyerahan wewenanang”, melainkan “pengakuan kewenangan”. Kecamatan hanyalah merupakan perangkat daerah dan bukan unit kewilayahan yang otonom. Namun demi alasan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pendekatan sosiologis (bottom up) ini penting untuk dipertimbangkan. Satu hal yang patut dicermati dari pendekatan yang digunakan dalam pelimpahan kewenangan tadi adalah tentang besaran kewenangan kecamatan. Terdapat kecenderungan adanya orientasi yang sangat kontras dalam menetapkan besaran kewenangan. Jika pendekatan sosiologis dipakai, ada kemungkinan bahwa besaran kewenangan yang dihasilkan akan sangat berbeda dibanding melalui pendekatan yuridis. Boleh jadi, besaran ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net kewenangan menjadi sangat kecil, jika memang potensi kecamatan dan masyarakatnya belum tergali secara optimal. Sebaliknya, kewenangan tadi bisa saja lebih besar, tergantung pada kondisi obyektifnya. Intinya adalah, kewenangan kecamatan akan berjalan secara efektif apabila sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki kecamatan tersebut. Pola pendelegasian wewenang ada dua macam yaitu, pola homogen dan pola heterogen. Dalam pola homogen, kecamatan diasumsikan memiliki potensi dan karakteristik yang relatif sama, sehingga diberikan kewenangan delegatif yang sama pula. Sedangkan dalam pola heterogen, setiap kecamatan hanya menerima kewenangan yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi obyektif kecamatan yang bersangkutan. Dalam prakteknya, opsi pertamalah yang banyak diterapkan. Namun, tentu saja pola ini mengandung kelemahan yang cukup mendasar. Pola ini mengabaikan kondisi dan karakteristik yang berbeda-beda untuk tiap wilayah/kecamatan. Padahal, setipis apapun perbedaannya, setiap kecamatan pasti memiliki ciri khas yang membedakannya dengan kecamatan lainnya. Katakanlah dalam kewenangan bidang pertambangan, tidak semua kecamatan memiliki potensi tambang. Kecamatan yang tidak memiliki potensi tambang namun tetap diberi delegasi wewenang untuk mengurus / mengatur bidang ini, adalah sebuah kesia-siaan, kalau tidak dikatakan kesalahan administrasi. Dampaknya jelas bahwa kewenangan tadi tidak mungkin dapat dioperasionalkan. Dan jika pendelegasian kewenangan ini dijadikan sebagai alat ukur menilai kinerja kecamatan, maka dapat dipastikan bahwa tingkat kinerja ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net kecamatan dalam bidang itu sangat rendah (bahkan nol). Untuk menghindari hal tersebut, pendelegasian kewenangan dengan pola heterogen lebih dianjurkan. Meskipun demikian, pola homogen dapat saja diterapkan, namun harus disertai dengan klausul bahwa kecamatan berhak untuk menyatakan suatu kewenangan tertentu “tidak dapat dilaksanakan” atas dasar pertimbangan pertimbangan yang rasional. Pendelegasian kewenangan dapat berjalan secara efektif, maka dalam pelaksanaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Menurut Koontz, O’ Donnell and Weihrich yang dikutip oleh Sadu Wasistiono , bahwa ada 7 (tujuh) prinsip untuk melakukan pendelegasian kewenangan yaitu: 1. Principle of delegation by results expected; Pendelegasian berdasarkan hasil yang diperkirakan, maksudnya adalah bahwa pendelegasian diberikan berdasarkan tujuan dan rencana yang telah disiapkan sebelumnya. Perlu tidaknya sebuah kewenangan didelegasikan, akan tergantung kepada hasil yang diperkirakan, apakah akan menguntungkan bagi pencapaian tujuan organisasi atau bahkan cenderung merugikan organisasi. 2. Principle of functional definition; pendelegasian berdasarkan prinsip definisi fungsional. Prinsip ini dimaksudkan bahwa pelimpahan kewenangan hendaknya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan fungsional agar pekerjaan atau tugas tertentu dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Prinsip ini lebih menekankan pada ketepatan arah pendelegasian sesuai dengan fungsi si penerima delegasi. Tidak diharapkan adanya ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net pendelegasian kepada unit atau orang yang secara fungsional tidak atau kurang terkait. 3. Scalar principle; prinsip berurutan berdasarkan hierarkhi jabatan. Kewenangan yang diberikan hendaknya dilimpahkan secara berurutan dari jabatan tertinggi hingga jabatan di bawahnya. Hal ini dimaksudkan agar kewenangan-kewenangan pada setiap level jabatan lebih jelas tingkat proporsi ataupun substansinya. Authority level principle; yakni prinsip jenjang kewenangan. Prinsip ini mengharapkan adanya kewenangan yang didelegasikan secara bertahap berdasarkan tingkat kewenangan yang dimiliki pejabat atau satu unit organisasi tertentu. Prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip ketiga dimana jenjang hierarkhi akan berimplikasi kepada tahapan-tahapan pendelegasian wewenang, baik tahapan dalam arti proses maupun tahapan dalam arti struktur atau tingkatan organisasi. 4. Principle of unity of command; Prinsip ini lebih menekankan akan pentingnya satu kesatuan komando dalam pendelegasian kewenangan. Dengan adanya kesatuan komando, dapat dihindari kesimpangsiuran ataupun tumpang tindih kegiatan dan tanggung jawab. Apa yang harus dilakukan dan kepada siapa harus bertanggung jawab akan menjadi lebih jelas arahnya. 5. Principle of absoluteness of responsibility; Prinsip keenam mengharapkan adanya pendelegasian kewenangan yang diimbangi dengan pemberian tanggung jawab yang penuh. Pihak yang mendelegasikan tidak seharusnya terlalu campur tangan terhadap urusan yang sudah didelegasikan. Oleh karena ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net itu, nilai-nilai kepercayaan menjadi faktor utama sehingga sipenerima delegasi dapat mengambil keputusan dengan berbagai resikonya yang harus dipertanggungjawabkan kepada yang memberikan delegasi. 6. Principle of parity of authority and responsibility. keseimbangan antara kewenangan dan tanggung jawab, artinya bahwa kewenangan yang didelegasikan harus dibarengi dengan tanggung jawab yang seimbang. Dalam hal ini, proporsi pertanggungjawaban sesuai dengan proporsi kewenangan yang diberikan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinilai tidak memberi cukup ruang bagi camat untuk menjalankan peran yang diharapkan publik. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya mendapatkan sebagian pelimpahan wewenang dari bupati/walikota. Peran camat ditentukan oleh bagaimana bupati atau walikota mendelegasikan kewenangan kepada camat. Masalahnya, di hampir semua daerah di Indonesia camat belum mendapatkan delegasi kewenangan dari bupati atau wali kota secara maksimal. Pemerintah daerah cenderung mengedepankan logika sektoral dan belum mampu memberdayakan kecamatan dalam logika kewilayahan. Sebagian besar kewenangan lebih banyak dimiliki instansi sektoral. Hal ini diperparah dengan tidak mudahnya membuka kesediaan instansi sektoral untuk berbagi kewenangan dengan kecamatan karena terkait dengan pembagian sumber daya. Meski ada komitmen menguatkan kelembagaan kecamatan, dalam praktiknya pemerintah daerah masih menemukan masalah dalam dua hal. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Pertama, masih lemahnya pembagian urusan dari instansi sektoral ke kecamatan. Kedua, adanya kecenderungan untuk melakukan pengaturan kelembagaan kecamatan yang seragam sehingga gagal merespons kebutuhan dan konteks lokal kecamatan. Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan peraturan pemerintah. Pengembangan kualitas aparatur menyangkut pengembangan dari segi pengetahuan teknis, teoritis, konseptual, moral, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan pekerjaan baik dengan jalan pendidikan maupun pelatihan, magang, dan training agar aparatur tersebut profesional dalam tugasnya. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 secara eksplisit telah mengatur tentang hal itu. Sebagai perangkat daerah, kecamatan mendapatkan pelimpahan kewenangan dalam hal urusan pelayanan masyarakat. Selain itu, kecamatan juga akan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupati atau walikota melalui sekretaris daerah (SEKDA), diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 126 ayat (5). Pasal 126 ayat (5) dan (6) UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Selanjutnya menurut Pasal 14 Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004, susunan organisasi kecamatan terdiri dari Camat, Sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) seksi, serta kelompok jabatan fungsional. Susunan organisasi kecamatan terdiri dari : a. Camat; b. Sekretarias Kecamatan; c. Seksi Pemerintahan; d. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum; e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan daerah; f. Kelompok jabatan fungsional. Sekretariat kecamatan dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Camat. Sekretaris Kecamatan mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat/ aparatur kecamatan. Seksi yang wajib ada pada susunan setiap organisasi kecamatan sebagaimana Pasal 7 Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004 adalah : 1. Seksi Pemerintahan, mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 2. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum, mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan ketenteraman dan ketertiban umum. Kelompok jabatan fungsional yang ada di kecamatan biasanya merupakan “kepanjangan tangan” dari Dinas dan Lemtekda Kabupaten/Kota maupun instansi vertikal yang bertugas dalam lingkungan kecamatan bersangkutan seperti PLKB (Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana), PPL Pertanian (Petugas Penyuluh Lapangan), Petugas/Mantri Statistik, dsb. Adapun nomenklatur dan tugas masing-masing seksi ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota sesuai kebutuhan berdasarkan beban tugas dan urusan pemerintahan yang diselenggarakan kecamatan. Dimungkinkan dibentuknya jabatan fungsional sesuai kebutuhan. Penempatan jabatan fungsional dalam susunan organisasi kecamatan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 23 Peraturan-Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, susunan organisasi Kecamatan diatur sebagai berikut : 1. Organisasi kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian. 2. Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. seksi tata pemerintahan; b. seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan c. seksi ketenteraman dan ketertiban umum. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 3. Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara. Berdasarkan uraian tersebut, maka struktur organisasi dan tata kerja kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut : Bagan 3. Struktur Organisasi Kecamatan Menurut Peraturan-Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Camat Kelompok jabatan fungsional Sekretaris Kecamatan Subbag 1 Seksi Tata pemerintahan Seksi Ketentraman Dan Ketertiban umum Seksi Pemberdayaan Masyarakat Subbag 2 Seksi Subbag 3 Seksi Keterangan : Menurut PP 19 Tahun 2008, jumlah seksi paling sedikit 3 artinya minimal seksi yang ada adalah seksi tapem, seksi trantib dan seksi pemmasy, tergantung Perda masing-masing daerah (bisa 3, 4, 5 atau bahkan lebih). Sedangkan di bawah Sekretaris Kecamatan (Sekcam) ditambah dengan adanya jabatan setingkat Kepala Sub Bagian (paling banyak 3) yang mengurusi administrasi umum, kepegawaian dan keuangan. Camat bertanggung jawab kepada bupati melalui Sekretaris daerah, hal ini bukan berarti camat menjadi bawahan langsung sekda karena secara struktural ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net camat berada langsung pertanggungjawaban camat di bawah tersebut bupati atau merupakan walikota. Namun, pertanggungjawaban administratif. Camat juga berperan sebagai kepala wilayah-wilayah kerja, karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan. Hal ini khususnya berkaitan dengan tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundangan, pembinaan desa atau kelurahan, serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa atau kelurahan serta instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Dari bagan tersebut, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan karena penyelenggaraan tugas instansi tersebut harus berada dalam koordinasi camat. Kecamatan sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan asas desentralisasi. Kekhususan tersebut dapat ditinjau dari adanya kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio-kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun integrasi kesatuan wilayah. Dalam hal ini, fungsi utama camat, selain memberikan pelayanan kepada masyarakat, melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Secara filosofis kecamatan yang dipimpin oleh camat perlu diperkuat dan diberdayakan dari aspek sarana-prasarana, sistem adminitrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/walikota. Sehubungan dengan itu, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan dari dua sumber, yaitu bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan dan kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Memberdayakan dan mengoptimalkan pelayanan camat berarti mendekatkan rakyat kepada jajaran aparat yang paling dekat. Permasalahannya adalah selama ini pemerintahan kota dan kabupaten lebih menjadikan kepala dinas dan kepala badan sebagai ujung tombak pelayanan. Ada beberapa alasan mengapa camat harus mengambil peran dalam proses otonomi daerah. Pertama, dalam posisi barunya di perundang-undangan, camat adalah ujung tombak kembar pelayanan kota dan kabupaten. Harus diakui, masih banyak camat yang berbuat dan bekerja hanya atas perintah atasannya dan kurang mendasarkan pekerjaannya pada kepentingan masyarakat. Kedua, pada beberapa negara yang tidak memiliki level kecamatan dalam struktur pemerintahannya, fungsi pendekatan pelayanan state kepada community ini diperankan baik oleh neighborhood community. Neighborhood community ini merupakan kelompok ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net masyarakat dalam kota yang bertujuan mendengar dan meneruskan apa yang menjadi kebutuhan lokal. Pondasi dan nilai utama desentralisasi adalah kehendak untuk mengubah dari kultur top down menjadi bottom up. Hal ini mempunyai makna, mengubah penguasaan pusat yang berlebihan menuju kebebasan lokal (kecamatan) yang sewajarnya. Desentralisasi juga menuntut pertahanan sedemikian rupa agar daerah tidak melebihi haknya untuk berubah. Setiap proses desentralisasi atau otonomi harus diikuti dengan penyerahan tugas dan kekuasaan. Pada konteks Indonesia, proses ini selalu dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan kapabilitas daerah. Oleh karena itu, tidak semua kecamatan boleh diberi keleluasaan, hanya kecamatan dengan kategori dan penilaian kemampuan tinggi boleh diberi wewenang luas, termasuk dalam hal penanganan konflik sosial di masyarakat. Pada dasarnya membangun sistem administrasi pemerintahan yang kuat harus terpusat ke kota karena kota berkecenderungan memiliki kemampuan financial yang lebih kuat. Namun, di masa lalu pemerintah pusat terlalu kuat sehingga mengakibatkan terkikisnya proses desentralisasi. Seharusnya proses ini perlu dipelihara berkaitan dengan mengikis kecenderungan terkekangnya posisi camat oleh kedudukan bupati atau walikota. Selain itu, hal ini juga bertujuan agar camat beserta aparatnya tidak terlalu meminta lebih dari jatah rasional kekuasaan yang ada. Adanya perubahan status camat dari kepala wilayah (KW) menjadi perangkat daerah (PD) membawa perubahan terhadap hubungan koordinasi antar ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net camat dengan instansi lain yang ada di kecamatan. Koordinasi ini mencangkup koordinasi dengan kepala desa maupun dengan instansi-instansi teknis yang berada dikecamatan seperti dinas pertanian, dinas pendidikan, kesehatan, agama dan lain sebagainya. Menurut Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 19 Tahun 2008, Camat melakukan koordinasi dengan kecamatan di sekitarnya. Selain itu, Camat juga mengoordinasikan unit kerja di wilayah kerja kecamatan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan kinerja kecamatan. Selanjutnya Camat juga melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di kecamatan. Pasal 28 ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan bahwa hubungan kerja kecamatan dengan perangkat daerah kabupaten/kota bersifat koordinasi teknis fungsional dan teknis operasional. Sedangkan hubungan kerja kecamatan dengan swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan organisasi kemasyarakatan lainnya di wilayah kerja kecamatan bersifat koordinasi dan fasilitasi. Instansi daerah otonom (Kabupaten/Kota) yang biasanya ada di kecamatan antara lain : a) Unit Pelaksana Teknis Dinas seperti Puskesmas, Terminal, Pasar, Sekolah Negeri dan lain sebagainya; ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net b) Cabang dinas daerah, seperti Cabang Dinas Pendidikan, Cabang Dinas PU dan lain sebagainya, meskipun seharusnya menurut PP Nomor 8 Tahun 2003 keberadaannya sudah dihapus. Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya bersifat koordinasi. Hal tersebut diatur secara tegas pada Pasal 28 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa : “Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya bersifat koordinasi teknis fungsional”. Ada beberapa instansi vertikal yang ada di kecamatan antara lain : a) Komando Rayon Militer (Koramil); b) Kantor Polisi Sektor (Polsek); c) Mantri Statistik; d) Kantor Urusan Agama (KUA). Keberadaan Camat sampai saat ini masih diposisikan sebagai koordinator Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan), meskipun Camat bukan lagi kepala wilayah. Hanya saja kedudukan sebagai koordinator tidak sekuat pada saat Camat berposisi sebagai kepala wilayah . Hubungan kerja kecamatan dengan pemerintahan desa bersifat koordinasi dan fasilitasi. Hubungan Camat dengan Kepala Desa juga mengalami perubahan yang sangat berarti. Apabila pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU Nomor 5 Tahun 1979, hubungannya bersifat hirarkhis, sekarang hubungannya bersifat koordinasi, pembinaan dan fasilitasi. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, pada UU Nomor 32 Tahun 2004, hubungan Camat dengan Lurah bersifat koordinatif. Hubungan ini terjadi karena delegasi kewenangan yang dijalankan oleh Lurah berasal dari Bupati/Walikota, sehingga Lurahpun bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Prinsip yang digunakan adalah bahwa mekanisme pertanggungjawaban mengikuti mekanisme pendelegasian kewenangan. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan yang serius bagi camat untuk melakukan koordinasi. Sebenarnya, sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 camat merupakan koordinator di wilayah kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan. Baik kepala desa maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa camat bukan atasan mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya. Berdasarkan uraian mengenai kewenangan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dapat disajikan bagan pemberian wewenang dari tingakat pusat sampai tingkat daerah sebagai berikut : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Bagan 4. Alur pemberian wewenang kepada Camat dari Tingkat Pusat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net kewenangan (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004) Pemerintah Pusat 1 3 Pemerintahan Daerah 1. Gubernur 2. Bupati 3. Walikota (Pasal 10) 2 ATRIBUTIF Pasal 126 (3) 6 5 Camat 4 DELEGASI Pasal 126 (2) Wewenang dari Perangkat Kecamatan (Psl 126 Ayat 5) Garis Pemberian Wewenang Garis Pertanggungjawaban Wewenang Keterangan Dalam bagan tersebut dijelaskan, mengenai alur pemberian wewenang kepada Camat dari Tingkat Pusat adalah sebagai berikut : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 1. Bahwa kewenangan berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam hal pemerintahan ini Pemerintah negara Pusat Republik sebagai Indonesia, pemegang memberikan kekuasaan sebagian kewenangannya kepada daerah untuk menjalankan pemerintahan daerah. Dalam alur ini dijelaskan bahwa pemerintah pusat memberikan kewenangannya kepada pemerintahan daerah. Dimana Pemerintahan daerah dalam pasal 24 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan sebagai berikut: “Setiap daerah dipimpin kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah. Dalam Pasal 24 Ayat (2) dijelaskan bahwa : “Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota”. Pemerintahan Daerah dalam menjalankan kewenangan diatur dalam dalam pasal 10 Ayat (1) yaitu : Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Dan dalam Ayat (2) disebutkan Sebagai Berikut : Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menjalankan pemerintahan daerah, kepala daerah mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada perangkat daerah ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net (Kepala Daerah yang dimaksud adalah Bupati/Walikota). Dalam hal ini perangkat Daerah yang dimaksud adalah Camat. Kewenangan yang diberikan oleh bupati/walikota kepada Camat meliputi : Kewenangan Perijinan, Kewenangan Kewenangan Fasilitasi, Pembinaan, Kewenangan Rekomendasi, Kewenangan Koordinasi, Kewenangan Pengawasan, Kewenangan Penetapan, Kewenangan Pengumpulan & Penyampaian Informasi, Kewenangan penyelenggaraan. 2. Dalam alur ini menyelengarakan dijelaskan urusan bahwa pemerintahan pemerintahannya daerah memberikan dalam sebagian kewenangnya pada Camat. Berarti dalam hal ini Camat memiliki kewenangan delegasi, yaitu kewenangan yang didelegasaikan oleh Bupati/Walikota kepada Camat. Kewenangan delegasi Camat tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam pasal 126 Ayat (2) yang berbunyi : Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat juga diatur dalam Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam pasal 15 Ayat (2) yang berbunyi : Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net a. perizinan; b. rekomendasi; c. koordinasi; d. pembinaan; e. pengawasan; f. fasilitasi; g. penetapan; h. penyelenggaraan; dan i. kewenangan lain yang dilimpahkan. 3. Kewenangan camat yang diberikan oleh bupati adalah kewenangan delegasi, selain kewenangan tersebut Camat juga mempunyai kewenangan atributif, dimana kewenangan atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam artian adalah bahwa wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan. Kewenangan atributif disebutkan dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 ayat (3). 4. Camat dalam menjalankan wewenangnya dibantu oleh perangkat kecamatan, hal ini diatur dalam Pasal 126 (5) yang berbunyi sebagai ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net berikut : “Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. Dalam hal ini perangkat kecamatan hanya membantu melaksanakan kewenangan yang dimiliki camat, bukan dalam artian pendelegasian kewenangan Camat tersebut didelegasiakan lagi kepada perangkat kecamatan. Dikarenakan Delegasi dari pejabat kepada pejabat tidak dapat didelegasikan lagi kepada pejabat lainnya tanpa seijin pejabat pemberi delegasi. 5. Dalam kewenangannya (kewenangan delegasi), camat bertanggungjawab kepada bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini di perjelas dalam Pasal 126 (5) yang berbunyi sebagai berikut : “Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. 6. Perangkat kecamatan dalam hal menjalankan kewenangan yang diberikan oleh camat, bertanggung jawab pada Camat, dijelaskan dalam Pasal 126 Ayat (6), Undang-undang 32 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut : “Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada camat”. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net 2. Hambatan normatif yang timbul terhadap kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 Hambatan normatif adalah faktor-faktor yang menjadi kendala atau penghambat terhadap suatu hal tertentu, dimana hambatan tersebut berasal dari peraturan perundangan yang ada. Dalam hal ini mengenai hambatan normatif tentang kewenangan Camat, berarti hambatan apa saja atau faktor-faktor apa saja yang berasal dari Undang-undang atau Peraturan perundangan yang mempengaruhi terhadap kewenangan Camat tersebut. Hambatan normatif yang timbul terhadap kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah berlakunya undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang membawa perubahan status dan kedudukan camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun hambatan-hambatan normatif untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam matrik sebagai berikut : ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Matrik Hambatan Normatif terhadap kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 No 1. Dasar Dasar Hukum Hukum Lain UU 32 Tahun Yang terkait 2004 Posisi P e r a n g k a t PP Nomor 19 a t a u Daerah (Pasal Tahun 2008 s t a t u s 120 ayat 2 ) Pasal 1 angka kecam 5 atan menyebutkan b a h w a kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat d a e r a h kabupaten/kot a. Topik Penafsiran Camat dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai Perangkat Daerah, dimana secara hukum posisi camat sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah dan lurah. Di sebutkan dalam Pasal 120 ayat (2). Dan dijelaskan pula dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dalam pasal 1 angka 5. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Hambata Dalam Undang-u yaitu UU Nom menyebutkan merupakan kep kecamatan, dima sebagai wakil penguasa tu pemerintahan d dalam artia pemerintahan, pembangunan m bidang. Dinyatak jelas dalam Pasa perubahan posis dari kepala perangkat daerah dalam pasal 120 fungsi utama “m urusan otonom dilimpahkan “menyelenggarak pemerintah” ini implikasi yang sa camat dan insti sendiri. Saat i formal (yuridis) kekuasaan merek karena dengan yang baru, yaitu daerah Camat t sebagai kepala w 2 Kewen a. A t r i b u s i angan (Pasal 126 Camat Ayat 3) b. D e l e g a s i (Pasal 126 Ayat 2) Dalam hal kewenangan yang dimiliki C a m a t , Peraturan-pe merintah Nomor 19 Tahun 2008 j u g a mengaturnya. Kewenangan atribusi diatur dalam Pasal 15 Ayat (1), sedangkan wewenang delegasi diatur dalam Pasal 15 Ayat (2). Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan Camat, dalam UU ini kewenangan Camat ada dua yaitu, atribusi dan delegasi. Kewenangan atribusi diatur dalam Pasal 126 Ayat (3). Kewenangan delegasi diatur dalam Pasal 126 Ayat (2). Kewenangan camat selain diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, juga diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2008. dimana kewenangan atribusi diatur dalam Pasal 15 Ayat (1), dan kewenangan delegasi diatur dalam Pasal 15 (2). 3 Pendel Pendelegasian PP menagtur egasia d a r i m e n g e n a i n bupati/walikot pendelegasian a Pasal 126 kewenanngan Ayat 2 pada camat yang diatur dalam pasal 15 Ayat 2 Hubun H u b u n g a n PP Nomor 19 g a n K e c a m a t a n Tahun 2009 kecam d e n g a n menyebutkan at an Instansi b a h w a d e n g a Vertikal dan H u b u n g a n n kelurahan k e r j a Instans a d a l a h k e c a m a t a n i hubungan d e n g a n Vertik koordinatif. inst an si Pendelegasian kewenangan dari bupati kepada camat diatur dalam Undang-undang dan PP Tentang Kecamatan. 4 Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya bersifat koordinasi. Hal tersebut diatur secara tegas pada Pasal 28 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2008. Sedangkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004, hubungan Camat dengan Lurah bersifat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Dalam undangTahun 1974 kewenangan yan adalah kewenan disebutkan dala pasal terlihat kewenangan se wilayah kecamat adalah bawaha Sedangkan dala 32 Tahun 2004 yaitu atribusi da hal kewenangan umum pemerin kewenangan del Undang-undang diatur dalam Pas dipertegas dalam Tahun 2008, yan Pasal 15 Ay kewenangan pendelegasaian bupati/walikota, Dengan demik terbatasnya pelim dari Bupati/W tergantung pada dari Bupati/Walik Pengaturan pe bupati kepada C dalam UU d kecamatan, juga eksplisit dalam secara terper dimaksudkan u kewenangan dari Dalam UU Nom bahwa keduduk Instansi Vertika Adalah hubung bawahan, se Undang-undang dipertegas deng Tahun 2008, P Sebenarnya, sesu al dan denga n Kelura han vertikal di w i l a y a h kerjanya b e r s i f a t koordinasi. Hal tersebut diatur secara tegas pada Pasal 28 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2008.Hubung an dengan kelurahan juga bersifat kordinatif dijelaskan dalam Pasal 28 Ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2008. koordinatif. Hubungan ini terjadi karena delegasi kewenangan yang dijalankan oleh Lurah berasal dari Bupati/Walikota, sehingga Lurahpun bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Prinsip yang digunakan adalah bahwa m e k a n i s m e pertanggungjawaban mengikuti mekanisme pendelegasian kewenangan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Nomor 32 ta merupakan koor kecamatannya. prakteknya koord dilakukan. Baik aparatur dinas te camat bukan sehingga mere menaatinya. Berdasarkan matrik hambatan normatif terhadap kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 maka dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai susbtansi pengaturan masing-masing topik sebagai berikut : a. Posisi atau status kecamatan Camat dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004, tidak lagi sebagai Kepala Wilayah (KW) seperti yang diatur dalam Undang-undang 5 Tahun 1974, yang dijelaskan dalam Pasal 76 dan pasal 77. yang berbunyi : Pasal 76 berbunyi : “Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah”. Pasal 77 huruf e berbunyi : “Kepala Wilayah Kecamatan disebut Camat” melainkan sebagai perangkat Daerah (PD). Hal ini secara jelas dan tegas disebutkan dalam pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dikatakan bahwa: “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan”. Jadi, ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net secara hukum posisi camat adalah sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah maupun lurah. Selain itu juga dijelaskan dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 1974, yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi : “kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat daerah kabupaten/kota”. Perubahan Status Camat yang tadinya sebagai Kepala Wilayah menjadi perangkat daerah membawa dampak bagi kewenangan yang dijalankan camat menjadi berkurang. Berkurangnya kewenangan camat, yaitu yang dulunya dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 camat menjalankan urusan pemerintahan umum yaitu: “urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi. Tetapi sekarang hanya menjalankan tugas umum pemerintahan yang meliputi: kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. b. Kewenangan Camat Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat meliputi kewenangan atribusi dan kewengan delegasi. Kewenangan Camat ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net atribusi diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, dalam Pasal 126 ayat (3), dan diatur juga dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dalam Pasal 15 ayat (1). Dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, Pasal 126 Ayat (3) meyebutkan : “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi: a) mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b) mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, Pasal 15 Ayat (1) menyebutkan : sama bunyi Pasalnya dengan Undang-undang 32 Tahun 2004, Pasal 126 (3), tetapi diperjelas lagi dalam pasal 16 sampai 22 Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenanangan delegasi yang diatur dalam Pasal 126 Ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2004, dan Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 15 Ayat (2). Dalam pasal 126 Ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2004, berbunyi : “Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 15 Ayat (2), berbunyi : “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: a. perizinan; b. rekomendasi; c. koordinasi; d. pembinaan; e. pengawasan; f. fasilitasi; g. penetapan; h. penyelenggaraan; dan i. kewenangan lain yang dilimpahkan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Dalam hal kewenangan atribusi yaitu Tugas umum pemerintahan, Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini berarti kewenangan atribusi sekarang lebih berkurang dari pada UU sebelunnya. Dalam hal pelimpahan kewenangan yang diberikan bupati kepada Camat, hal ini berarti luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota. Sehingga Camat Dalam hal ini, apabila tidak menerima pelimpahan wewenang dari bupati/walikota maka tidak ada kewenangan yang dijalankan camat. c. Pendelegasian Kewengan Camat dalam hal ini adalah kewenangan delagasi, yaitu kewenangan yang diberikan Bupati kepada Camat, selain kewenangan diatur dalam UU dan PP Tentang kecamatan, juga harus diatur secara eksplisit dalam keputusan bupati secara terperinci. Dalam hal ini agar jelas kewenangan yang didelagasikan kekecamatan atau pada camat itu kewenangan apa saja. d. Hubungan Kecamatan dengan Instansi Vertikal dan Kelurahan ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak disebutkan secara jelas mengenai hubungan kecamatan dengan Instansi Vertikal, tetapi diperjelas dalam Peraturan-Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 28 Ayat (2) yang berbunyi : “Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya, bersifat koordinasi teknis fungsional”. Dan hubungan Kecamatn dengan kelurahan juga bersifat koordinatif diperjelas pada Pasal 28 Ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2008 yang berbunyi : “Hubungan kerja kecamatan dengan perangkat daerah kabupaten/kota bersifat koordinasi teknis fungsional dan teknis operasional”. Hal inilah yang menyebabkan hambatan normatif terhadap kewenangan yang dijalankan camat. Sebenarnya, sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 camat merupakan koordinator di wilayah kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan. Baik Lurah maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa camat bukan atasan mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Berdasarkan Undang-undang 32 Tahun 2004 bahwa camat mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, diatur dalam Pasal 126 Ayat (3), dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yang disebutkan dalam pasal 15 Ayat (1). Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 16 sampai pasal 22. Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif yaitu ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net wewenang yang diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Kewenangan delegasi Camat diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 Ayat (2). Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat juga diatur dalam Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam pasal 15 Ayat (2). Dalam hal arus pendelegasian kewenangan dari bupati kepada camat, maka camat bertanggungjawab kepada bupati atas kewenangan yang dijalankan. 2. Hambatan-hambatan normatif terhadap kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu dalam hal : a. Perubahan kedudukan camat, yang membawa dampak pada kewenangan yang harus dijalankan camat. Berkurangnya kewenangan camat, mengenai kewenangan atribusi yang dulunya dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 camat menjalankan urusan pemerintahan umum yaitu: “urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi. Tetapi sekarang hanya menjalankan tugas umum pemerintahan yang meliputi: ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. b. Kewenangan Camat itu tertanggung dari pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh Bupati, hal ini berarti luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan Camat sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota. Sehingga Camat Dalam hal ini, apabila tidak menerima pelimpahan wewenang dari bupati/walikota maka tidak ada kewenangan delagasi yang dijalankan camat. c. Hubungan camat dengan instansi vertikal dan kelurahan adalah hubungan koordinatif dan fasilitatif. Hal inilah yang menyebabkan hambatan normatif terhadap kewenangan yang dijalankan camat. Sebenarnya, sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 camat merupakan koordinator di wilayah kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan. Baik Lurah maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa camat bukan atasan mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya. B. Saran 1. Dengan adanya perubahan terhadap posisi dan status kewenangan camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka dalam hal ini perlu adanya penguatan kecamatan kembali, karena masih pentingnya peran camat dalam meningkatkan pemerintahan daerah. Penguatan yang dimaksud adalah ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net menjadikan camat sebagai penguasa wilayah seperti dalam Undang-undang 5 Nomor 1974, meskipun pengaturan kecamatan masih dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004, di sini camat tetap sebagai perangkat daerah dalam artian camat adalah perpanjangan tangan bupati, bukan wakil dari pemerintah pusat seperti dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Namun demikian, atas nama bupati, camat bertindak sebagai penguasa diwilayah kecamatan tempat ia bekerja. Kekuasan atau kewenangan tersebut juga bukan dari pemerintah pusat, melainkan dari bupati. 2. Berkaitan dengan pendelegasian kewenangan dari Bupati/Walikota kepada Camat, selain diatur dalam Undang-undang dan Peraturan-pemerintah tentang kecamatan juga harus diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota secara terperinci. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas kewenangan yang dijalankan oleh Camat. DAFTAR PUSTAKA Literatur: Adolf Heuken SJ. Kamus Jerman-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1987. Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung,1985. Benny M. Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, Bandung, Cetakan IV, 1986. CST. Kansil, Hukum Tata Pememrintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983. E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1966. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net F. Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan Indonesia, Karya Putera, Yogyakarta, 1971. Fockema-Andreae, Kamus Istilah Hukum, Terjemahan Saleh Adiwinata, et.A.I, Binacipta, Bandung, 1983. HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesi, Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005. -------------------, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2003. HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2006. Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang 2005. Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administras, Edisi pertama Cetakan kedua, Malang: Bayumedia Publishing, 2004. Mahfud MD, Moh, 1999, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta. Miftah, Thoha, Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005. Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan perkembangan Hukum Dalam Pembanguan Nasional, Binacipta, Bandung, 1985. Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintah Paerah kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Yogyakarta, UII Perss, 2006. Mukti Fajar ND, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Kencana, 2005. Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan ketujuh Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2001. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi ketiga, balai pustaka, Jakarta, 2003. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981. Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985. ------------------, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988. Rozali Aabdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. S. F. Marbun, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002. Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2001. Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis UNPAD ke XXIX, Bandung, 1986. -------------------, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara, Bandung, Alumni, 1994. Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta, Liberty 1984. Soemitro. Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia1983. Soerdjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT Rajagrafindo, 2007. Supomo, Prof. Dr. Mr. , Soal Otonomi Daerah, Mimbar Indonesia, Tahun VII, Nomor 38, 19 September 1953. Syarief Saleh, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Endang, Jakarta, 1953. Peraturan Perundang-Undangan: Undang Undang Dasar 1945. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 2004 Nomor 125. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 1974 Nomor 38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 2008 Nomor 40. Bahan Hukum Lain: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka. http://books.google.co.id/ Pasang_surut_otonomi_daerah. http://www.google.com/ Pendelegasian Kewenangan Pemda Kepada Kecamatan & Kelurahan. http://www.google.com/, Pendelegasian Kewenangan Pemerintah Daerah Kepada Kecamatan Dan Kelurahan, Bahan Diskusi Pada Diklat Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah. http://www.google.com/, Menata Ulang Kelembagaan Pemerintah Kecamatan. ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net