BAB I - Fakultas Hukum UNSOED - Universitas Jenderal Soedirman

advertisement
KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN
2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
SKRIPSI
OLEH:
EKO KRISTIAN ADI WIBOWO
E1A006311
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
2012
Lembar Pengesahan Skripsi
KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN
2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Disusun Oleh :
EKO KRISTIAN ADI WIBOWO
E1A006311
Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Pembimbing I
Diterima dan disahkan
Pada tanggal
Februari 2012
Pembimbing II
Sri Hartini, S.H, M.H.
NIP.19630926 199002 2
001
Tedi Sudrajat, S.H, M.H
NIP. 19800403 200604 1
003
Penguji
Dr. Muhammad Fauzan, S.H,
M.Hum.
19650520 199003 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami,SH.,MS
NIP.19520603 198003 2 001
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama
: EKO KRISTIAN ADI WIBOWO
NIM
: E1A006311
Judul Skripsi
: KEWENANGAN
CAMAT
PELAKSANAAN
OTONOMI
BERDASARKAN
NOMOR
32
TAHUN
DALAM
DAERAH
UNDANG-UNDANG
2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto,
Februari 2012
Eko Kristian Adi Wibowo
E1A006311
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : KEWENANGAN
CAMAT
DALAM
BERDASARKAN
PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG
OTONOMI
NOMOR
32
DAERAH
TAHUN
2004
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Skripsi ini merupakan salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan
skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari
berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, SH,MS, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Ibu Sri Hartini, SH, M.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala
bantuan, arahan, dukungan, waktu dan masukan selama penulisan skripsi
ini.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
3. Bapak Tedi Sudrajat , SH, M.H. selaku dosen Pembimbing II Skripsi atas
segala bantuan, arahan dukungan, masukan, menyediakan waktu dan
kebaikan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak H. Dr. Muhammad Fauzan, S.H, M.Hum. Selaku dosen penguji
Skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi penulis.
ABSTRAK
Berdasarkan rumusan Pasal 18 Undang-undang 32 Tahun 2004. bahwa
Negara Indonesia mengunakan sistem pembagian kekuasaan secara vertikal.
Dimana dalam pelaksanaanya menggunakan sistem otonomi daerah. Sejalan
berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Camat tidak lagi menjadi
kepala wilayah, tetapi sebagai perangkat daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kewenangan Camat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
pemerintahan Daerah. Kegunaan Penelitian Diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang Hukum
Admistrasi Negara mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi
daerah.
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan Yuridis Normatif. Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah
menggunakan spesifikasi penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang
menetapkan standar prosedur ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam
melaksanakan aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan
apa yang seharusnya agar dapat memberi rumusan tertentu. Bahan hukum dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode dokumenter dan studi
kepustakaan. Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode display, Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks
Naratif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis peraturan perundang-undangan,
maka dapat diketahui bahwa :
1. Kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan
Undang-undang 32 Tahun 2004 adalah, Camat mempunyai dua kewenangan
yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan atributif Camat
adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif, yaitu
kewenangan yang berasal dari bupati.
2. Dalam pelaksanaan kewenangannya, terdapat hambatan-hambatan normatif
terhadap kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Kata Kunci : Kewenangan, Camat dan Otonomi Daerah.
ABSTRACT
Based on the formulation of Article 18 of Act 32 of 2004. that the State of
Indonesia using vertical power-sharing system. Where in the implementation of
regional autonomy system. Along the enactment of Law No. 32 of 2004
sub-district is no longer the head region, but as a local device.
In this regard, this study aims to determine the authority of the subdistrict
is based on Law Number 32 Year 2004 on Regional Government. Usability study
is expected to provide benefits to the development of legal science, particularly in
the areas of administration of the State Law regarding authority of the subdistrict
in the implementation of regional autonomy.
From the approach used in this study is the method of normative juridical
approach. Specifications in this research study is to use prescriptive research
specification, which is a study that set the standard procedure provisions, the
guidelines in implementing the rule of law, so what is actual dealing with what
ought to be able to give a specific formula. Legal materials in this study were
obtained by using the method of documentary and literary study. Method of
presentation of legal materials used in this study is the method of display, then,
legal material presented in the form of narrative text. Based on the results of
research and analysis of legislation, it is known that:
1. Authority of the Head in the implementation of regional autonomy, under the
Act 32 of 2004 is, sub-district has two powers, namely attributive and
delegative authority. Where are the authority of the Head attributive authority
derived from Act No. 32 of 2004. The second authority is the Head of
delegative authority, that authority is derived from the regents.
2. In the exercise of its authority, there are normative constraints on the
authority of sub-district in the implementation of regional autonomy.
Keywords: Authority, Head and Regional Autonomy.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Perumusan Masalah
7
C. Tujuan Penelitian
8
D. Kegunaan Penelitian
8
BAB II TINJAUHAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara
9
1. Definisi Hukum Administrasi Negara
9
2. Asas Hukum Administrasi Negara
14
3. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
18
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
4. Lapanagan Hukum Administrasi Negara
B. Pemerintah Daerah
25
28
1. Definisi Pemerintah Daerah
28
2. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
31
3. Pengertian Otonomi Daerah
36
4. Perangkat Daerah
41
C. Kewenangan
43
1. Definisi Kewenangan
43
2. Jenis-jenis Kewenangan
46
3. Hubungan Kerja Kecamatan
68
D. Kecamatan
61
1. Definisi Kecamatan
61
2. Struktur Organisasi Kecamatan
65
3. Hubungan Kerja Kecamatan
68
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
71
B. Spesifikasi Penelitian
72
C. Sumber Bahan Hukum
73
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
74
E. Metode Penyajian Bahan Hukum
75
F. Metode analisis Bahan Hukum
75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
78
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
B. Pembahasan
91
BAB V PENUTUP
A.Simpulan
141
B.Saran
143
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan rumusan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 “Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi
luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip pemberian otonomi kepada Pemerintah Daerah pada dasarnya
adalah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan
di daerah. Otonomi juga diartikan sebagai sesuatu yang bermakna kebebasan atau
kemandirian (Zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (Onafhankelijkheid).
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian
kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan. Pada masa kini, titik berat
pemberian otonomi diberikan kepada Pemerintah Kabupaten. Hal ini erat
kaitannya dengan fungsi utama Pemerintah Daerah sebagai penyedia pelayanan
kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan, di samping sebagai pembina
kestabilan sosial, politik, ekonomi dan kesatuan bangsa. Pemerintah Kabupaten
dianggap sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat,
sehingga mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya dari masyarakat di
daerahnya.
Negara
Penyelenggaraan
Republik
Indonesia
pemerintahannya
sebagai
menganut
Negara
asas
Kesatuan
Dalam
desentralisasi,
asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 18
Undang-undang Dasar 1945. Adapun bunyi pasal sebagai berikut :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Pemerintahan Daerah yang diatur dengan Undang-undang Dasar 1945,
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 14, ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa, urusan yang menjadi
kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup
minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas ditempuh
melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul daerah terhadap
bagian urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan
usulan tersebut pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
memberikan pengaturan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh
Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan Pusat
dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada Daerah.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kewenangan adalah hak untuk
melakukan sesuatu. Dalam kepustakaan hukum belanda, soal wewenang selalu
menjadi bagian penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena obyek
administrasi
adalah
wewenang
pemerintah
(bestuurbevoeghaeid).
Cara
memperoleh wewenang dalam hukum administrasi negara dikenal dengan tiga
cara utama untuk memperoleh wewenang yaitu dengan cara atribusi, delegasi dan
mandat.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, angka 5
berbunyi sebagai berikut : dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala
daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari
unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam
lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga
teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga
dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani, namun tidak
berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam
organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya
tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk;
potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat
daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Tata cara
atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat
daerah ditetapkan dalam peraturan daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang
mengacu pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan
bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kecamatan merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota yang bertugas membantu kepala daerah dalam melaksanakan
sebagian tugas-tugas kepala daerah.
Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, camat
tidak lagi ditempatkan sebagai kepala wilayah dan wakil Pemerintah Pusat seperti
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, status kecamatan kini merupakan
perangkat daerah kabupaten/kota yang setara dengan dinas dan lembaga teknis
daerah, bahkan setara dengan kelurahan.
Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, camat
merupakan kepala wilayah. Hal ini dinyatakan dengan tegas dan jelas dalam pasal
76 dan pasal 77. Pada pasal 76 dikatakan bahwa ”setiap Wilayah dipimpin oleh
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
seorang Kepala Wilayah”, sedangkan dalam pasal 77 dikatakan bahwa ”Kepala
Wilayah Kecamatan disebut Camat”. Selanjutnya dalam pasal 80 dikatakan
bahwa, ”kepala wilayah sebagai wakil pemerintahan adalah penguasa tunggal
dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan
mengkoodinasikan pembanguanan dan membina kehidupan masyarakat disegala
bidang”. Wewenang, tugas dan kewajiban camat selaku Kepala Wilayah
Kecamatan sama dengan wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah
lainnya, yakni gubernur, bupati, walikotamadya dan walikota. Secara lengkap
dalam pasal 81, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dijelaskan bahwa
wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah :
Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah :
a. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan
kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh
Pemerintah ;
b. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi
Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
c. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi
Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah,
baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai
dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya;
d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah;
e. mengusahakan
secara
terus-menerus
agar
segala
peraturan-perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh
Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat
yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap
perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan;
f. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
g. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas
sesuatu Instansi lainnya.
Berdasarkan ketentuan diatas dapat diketahui bahwa camat adalah kepala
wilayah dan wakil Pemerintah Pusat yang mempunyai kewenangan yang berbeda
dengan pengaturan yang sekarang ini. Hal ini bermakna, bahwa secara hukum
camat mengalami perubahan status dan kewenangan dari kepala wilayah dan
wakil Pemerintah Pusat menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, yang setara
dengan dinas dan lembaga teknis daerah, bahkan setara dengan kelurahan.
Perubahan status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah
dengan fungsi utama menangani urusan otonomi daerah yang dilimpahkan, serta
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan ini, ternyata membawa perubahan
yang fundamental bagi camat dan institusi kecamatan itu sendiri. Dan perubahan
status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah membawa perubahan
juga terhadap hubungan camat dengan kepala desa. Saat ini secara struktural
setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, camat tidak lagi
sebagai atasan, dan sebaliknya kepala desa juga bukan sebagai bawahan camat.
Camat merupakan mitra kerja kepala desa, dimana hubungan antara camat dan
kepala desa merupakan hubungan koordinatif.
Hal itulah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap
kedudukan dan wewenang camat dalam pelaksanaan otonomi dengan judul :
KEWENANGAN
CAMAT
DALAM
PELAKSANAAN
OTONOMI
DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN
2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah?
2. Hambatan normatif apakah yang timbul terhadap pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah.
2. Untuk menganalisis hambatan normatif yang timbul terhadap pelaksanaan
otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah.
D. Kegunaan Penelitian
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Secara teoritis
Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum,
khususnya di bidang Hukum Admistrasi Negara mengenai kewenangan camat
dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
2. Secara praktis
Bagi penulis secara pribadi, hal ini merupakan salah satu bentuk latihan
menyusun suatu karya ilmiah walaupun masih sangat sederhana. Skripsi ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah pengetahuan
masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khusunya
mengenai kewenangan camat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara
1. Definisi Hukum Administrasi Negara
Pada dasarnya definisi Hukum Administrasi Negara sangat sulit untuk
dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak,
mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang
mengikuti arah pengolahan/penyelenggaraan suatu Negara.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Sebagai pegangan dapat diberikan beberapa definisi sebagai berikut :
1. Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu
gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi
maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah
diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara”.
2. J.H.P. Beltefroid mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah
keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan
badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak
memenuhi tugasnya”.
3. Logemann mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari
norma norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk
memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka
yang khusus”.
4. De La Bascecoir Anan mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah
himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi/
bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara
warga Negara dengan pemerintah”.
5. L.J. Van Apeldoorn mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah
keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung
kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu”.
6. A.A.H. Strungken mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah
aturan-aturan yang menguasai tiap-tiap cabang kegiatan penguasa sendiri.”
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
7. J.P.
Hooykaas
mengatakan
“Hukum
Administrasi
Negara
adalah
ketentuan-ketentuan mengenai campur tangan dan alat-alat perlengkapan
Negara dalam lingkungan swasta”.
8. Sir. W. Ivor Jennings mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah
hukum yang berhubungan dengan Administrasi Negara, hukum ini
menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat
administrasi”.
9. Marcel Waline mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan
aturan-aturan yang menguasai kegiatan-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara
yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman
menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut,
baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat perlengkapan itu
sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan
syarat-syarat
bagaimana
badan-badan
tata
usaha
negara/administrasi
memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-kewajiban kepada para
warga
masyarakat
dengan
peraturan
alat-alat
perlengkapannya
guna
kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum”.
10. E. Utrecht mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah menguji
hubungan hukum istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat
pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara khusus”.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
11. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah
hukum mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan
administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi”.
12. Bachsan Mustofa mengatakan “Hukum Administrasi Negara adalah sebagai
gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang
diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintahan dalam arti
luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan
badan-badan kehakiman”.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara tersebut, jelaslah bahwa
bidang hukum administrasi Negara sangatlah luas, banyak segi dan macam
ragamnya. Pemerintah adalah pengurus dari pada Negara, pengurus Negara adalah
keseluruhan dari jabatan-jabatan didalam suatu Negara yang mempunyai tugas dan
wewenang politik Negara dan pemerintahan. Apa yang dijalanakan oleh
pemerintah adalah tugas Negara dan merupakan tanggung jawab dari pada
alat-alat pemerintahan. Kata administrasi negara berasal dari bahasa latin
“administrare” yang berarti to manage. Derivasinya antara lain menjadi
“administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adminstrasi diartikan sebagai:
a. Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara
penyelenggaraan pembinaan organisasi;
b. Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan
serta mencapai tujuan;
c. Kegiatan yang berkaiatan dengan penyelenggaraan pemerintahan;
d. Kegiatan kantor dan tata usaha.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Dari beberapa definisi tersebut di atas, bahwa yang dimaksud hukum
administrasi
negara
adalah
seperangkat
peraturan
yang
memungkinkan
administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga
terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu
sendiri. Jika melihat definisi tersebut diatas, tampak bahwa dalam hukum
administrasi negara terkandung dua aspek yaitu pertama, aturan-aturan hukum
yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu
melakukan tugas-tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan
warga negaranya.
Pendapat A.M. Donner yang dikutip oleh E. Utrecht bahwa hukum
administrasi merupakan hukum yang sulit pula untuk didefinisikan ruang
lingkupnya, karena peraturan perundang-undangan hukum administrasi negara
berubah lebih cepat dan sering mendadak, serta pembuatan peraturan-peraturan
hukum adminstrasi negara tidak dalam satu tangan. Oleh karena itu, penulis HAN
lainnya membagi HAN menjadi Hukum Administrasi Negara Umum dan Hukum
Administrasi Khusus.
Hukum Adminstrasi Negara umum adalah hukum administrasi negara
yang berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan
hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang
berlaku untuk semua bidang hukum administrasi.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Hukum Administrasi Negara khusus adalah peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan bidang-bidang tertentu dari kebijakan penguasa, sehingga hukun
administrasi negara khusus tersebut telah terhimpun dalam Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia yang disusun berdasarkan bidang-bidang
tertentu. Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa bidang hukum
administrasi sangat luas sehingga tidak dapat secara tegas ditentukan ruang
lingkupnya. Disamping itu, khusus bagi negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi, terdapat pula hukum administrasi daerah, yaitu peraturan-peraturan
yang berkenaan dengan administrasi daerah atau pemerintahan daerah.
Hukum Administrasi Negara dengan demikian dapat dikatakan adalah
hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi negara yang
dibentuk oleh badan legislatif untuk mengatur tindakan pemerintah dalam
hubungannya dengan warga negara dan sebagian peraturan-peraturan tersebut
dibentuk pula oleh administrasi negara.
2. Asas Hukum Administrasi Negara
Asas dalam istilah asing disebut “ beginsel “ yang asal katanya “ begin “
artinya permulaan atau awal, jadi asas itu adalah mengawali atau yang menjadi
permulaan “ sesuatu “. Dengan demikian yang dimaksud dengan asas adalah
permulaan sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tujuan berpikir,
berpendapat dan sebagainya. Asas Hukum Administrasi Negara adalah pikiran
dasar yang umum sifatnya yang melatar belakangi dari suatu ketentuan konkrit dan
asas hukum bisa terjelma dalam suatu keputusan atau peraturan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Asas hukum administrasi negara meliputi :
1. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai
dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara
hukum terutama bagi negara-negara hukum dala sistem kontinental. Menurut
H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt dalam hukum administrasi negara asas
legalitas memiliki makna, ”dat het bestur aan de wet is onderworpen” (bahwa
pemerintah tunduk kepada undang-undang) atau ” hat legaliteitsbeginsel houdt
in dat alle (algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten
berusten” (asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat
warga negara harus didasarkan pada undang-undang). Asas legalitas ini
merupakan prinsip negara hukum yang sering dirumuskan secara khas dalam
ungkapan ”het beginsel van wetmatigeheid van bestuur”. Penerapan asas
legalitas, menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian hukum
dan berlakunya kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap
orang yang berada dalam situasi seperti yang ditentukan dalam suatu ketentuan
undang-undang itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang
ditentukan dalam undng-undang tersebut. Kepastian hukum akan terjadi
karena suatu peraturan dapat semau tindakan yang akan dilakukan pemerintah
itu dapat diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu, dengan melihat
peraturan-peraturan yang berlaku, maka pada asasnya lalu dapat dilihat atau
diharapkan apa yang akan dilakukan oleh aparat pemerintahan yang
bersangkutan. Dengan demikian, warga masyarakat lalu dapat menyesuaikan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dengan keadaan tersebut. Asas Legalitas, merupakan setiap perbuatan
administrasi negara berdasarkan hukum. Asas ini sesuai dengan asas negara
kita yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3
UUD 1945. namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan
dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara
hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh
“kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa
perbuatan/ tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa
dimana hak negara ada batasnya, yang tentu dibatasi oleh hak-hak asasi
manusia. Sedangkan Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya
mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum
dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistik selaku
pilar-pilar, yang sifatnya konstitutif.
2. Asas tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan atau dengan
istilah lain asas tidak boleh melakukan Deteurnement De Pouvoir. Setelah
badan-badan kenegaraan memperoleh kekuasaan dari UU, jangan sampai
terjadi kekuasaan itu digunakan secara tidak sesuai dengan pemberian
kekuasaan itu oleh UU tersebut. Jadi jangan menggunakan kekuasaan atau
wewenang tersebut melampaui batas yang diberikan oleh UU.
3. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu
oleh yang lainnya, atau disebut asas Exes De Pouvoir. Arti asas ini adalah:
Bila sudah diadakan pembagian tugas diantara para pejabat administrasi
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
negara, hendaknya para pejabat melakukan tugas-tugasnya dalam batas-batas
tugas yang telah diberikan oleh UU. Asas ini diperlukan agar tidak terjadi
kesimpangsiuran
dalam
melaksanakan
tugas
administrasinya.
Fungsi
administrasi negara adalah melayani umum, public services atau abdi negara.
4. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat
1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat membedakan sesama WNI
(warga negara asli maupun keturunan asing) sebaliknya warga negara
keturunan asing yang pada umumnya mempunyai kedudukan sosial dan
ekonomi lebih baik daripada warga negara asli dituntut agar WNI keturunan
asing bersikap lebih luwes dan loyal serta memiliki desikasi yang pantas
terhadap bangsa dan negara Indonesia.
5. Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi adalah sanksi merupakan jaminan
terhadap penaatan kepada hukum administrasi negara, sanksi administrasi,
baik yang tercantum dalam peraturan hukum administrasi maupun yang ada di
luar peraturan hukum administrasi, misalnya dalam KUHP.
6. Asas Freis Emerssen (Droit Funciton) adalah kewenangan atas inisiatif
sendiri, untuk membuat maupun menafsirkan undang-undang. Istilah freies
Emerssen berasal dari bahasa jerman. Kata freies diturunkan dari kata frei dan
freie yang artinya : bebas, merdeka, tidak terikat, lepas, dan orang bebas.
Sedangkan
Emerssen
menagndung
arti
mempertimbangkan,
menilai,
menduga, penilaian, pertimbangan, dan keputusan. Jadi secara etimologis,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
freies
Emerssen
dapat
diartikan
sebagai
”orang
yang
bebas
mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, bebas mengambil
keputusan”. Selain itu istilah freies Emerssen ini sepadan dengan kata
discretionair, yang artinya menurut kebijaksanaan, dan sebagai kata sifat,
berarti: menurut wewenang dan kekuasaan yang tidak atau tidak seluruhnya
terikat pada undang-undang. Amrah Muslimin mengartikan freies Emerssen
sebagai ”lapangan bergerak selaku kebijaksanaannya” atau ”kebebasan
kebijaksanaan”. Sedangkan Menurut Sjachran Basah freies ermessen adalah
kebebasan
untuk
bertindak
atas
inisiatif
sendiri
menyelesaikan
persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba
dimana hukum (peraturan perundang-undangan) tidak mengaturnya, serta
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
3. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Berangkat dari pengertian atau batasan Hukum Administrasi Negara, kita
dapat menentukan hal-hal apa yang menjadi (merupakan) ruang lingkup Hukum
Administrasi Negara. Karena Hukum Administrasi Negara bertalian erat dengan
tugas dan wewenang lembaga Negara (administrasi Negara) baik tingkat pusat
maupun daerah, dan perhubungan kekuasaan antar lembaga Negara (administrasi
Negara) dan antar lembaga Negara dengan warga masyarakat serta memberikan
jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, warga masyarakat dan
administrasi Negara. Maka ruang lingkup Hukum Administrasi Negara akan
berkisar sekitar ketiga masalah tersebut.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Perkembangan sekarang dengan kecenderungan Negara turut campur
tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum
Administrasi Negara menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan membuat
luas dan complicated dalam menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi
Negara.
Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat sederhana, yaitu
sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan dan keteraturan
serta ketentraman masyarakat. Karena Negara itu hanya sekedar penjaga dan
pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak saling berbenturan, baik
menyangkut kepentingan, hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan
atau kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal ini telah tercapai, tugas Negara
telah selesai dan sempurna. Dalam suasana seperti ini Hukum Administrasi
Negara tidak berkembang bahkan statis.
Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai kembali, baik di Indonesia
maupun di Negara-negara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu,
sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun, tidak ada lagi Negara yang tidak turut
ambil bagian dalam kehidupan kemasyarakatan. Oleh sebab itu disadari bahwa
kebutuhan akan adanya Peradilan Administrasi Negara dikarenakan dalam
melaksanakan tugas mencapai tujuan Negara bukan hal mustahil terjadi saling
menyinggung antara kepentingan umum dengan kepentingan individu. Bahkan
sangat mungkin bertentangan dengan hak-hak dan kemerdekaan masyarakat dan
ini semaksimal mugkin harus dihindari.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Untuk menghidari kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka perlu
dibentuk hokum yang mengatur pemberian jaminan dan dan perlindungan bagi
masyarakat apabila sewaktu-waktu sikap tindak administrasi Negara menimbulkan
kerugian terhadapnya, dan bagi administrasi Negara sendiri dilakukan terhadap
sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik tertulis maupun
tidak tertulis. Ini berarti melindungi administrasi Negara dari kemungkinan
melakukan perbuatan yang salah menurut hukum atau bertentangan dengan
hukum. Disinilah letak pentingnya jaminan perlindungan hukum yang berdimensi
ganda guna membantu merealisasi jalur pemerataan kesempatan memperoleh
keadilan yang sesungguhnya lebih penting sekalipun dibandingkan dengan
semata-mata kemakmuran.
Untuk
mewujudkan
semua
cita-cita
diatas,
tepatlah
apa
yang
dikembangkan oleh Sjacharan Basah bahwa fungsihukum secara klasik perlu
ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana
pembaharua masyarakat. Karena itu, hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah
semata-mata, tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu hukum berfungsi
sebagai pengaruh dan jalan tempat berpinjak kegiatan pembangunan untuk
mencapai tujuan kehidupan bernegara.
Dilain pihak, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, yaitu
hukum harus mampu memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang
lebih maju (progresif), tidak terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan
memperhatikan faktor-faktor sosiologis, antropologi, dan kebudayaan masyarakat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Baik hukum sebagai saran pembangunan maupun sebagai sarana
pembaruhan masyarakat, tetap memperhatikan, memelihara dan mempertahankan
ketertiban sebagai fungsi klasik dari hukum. Ini dimaksudkan agar selama
perkembangan dan perubahan terjadi, ketertiban dan keteraturan tetap terpelihara.
Dengan kata lain, perubahan dan pembaharuan yang terjadi tidak menyebabkan
ketertiban dan keteraturan terabaikan. Hal diatas secara tepat diajarkan dan
dikembangkan oleh Sjachran Basah, dengan panca fungsi hukum sebagai upaya
penegakan hukum yang merupakan condition sine quanom atau syarat mutlak
untuk fungsi hukum itu sendiri, yaitu :
1. Fungsi direktif, sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk
masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
2. Fungsi integrative, sebagai pembina kesatuan bangsa.
3. Fungsi stabilitatif, sebagai pemelihara termasuk didalamnya hasil-hasil
pembangunan dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4. Fungsi perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tidak administrasi
Negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
5. Fungsi korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tidak, baik administrasi Negara
maupun warga. Apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk
mendapatkan keadilan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Uraian diatas memberikan kenyakinan kepada kita betapa besar dan
luasnya ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Di satu segi Hukum
Administrasi Negara tidak semata-mata menyangkut hukum yang mengatur
bagaimana lembaga Negara melalui pejabatnya (administrasi negara) menjalankan
kekuasaan, mengatur hubungan antara lembaga Negara (administrasi negara) dan
antara lembaga Negara (administrasi negara) dengan warga Negara, namun yang
lebih utama hukum harus mampu menjadikan dirinya sebagai sarana
pembangunan masyarakat dengan kelima fungsi hukum diatas. Inilah ruang
lingkup Hukum Administrasi Negara dalam kehidupan ketatanegaraan modern
dalam rangka pembangunan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti menunjukan bahwa tidak mudah untuk menentukan ruang
lingkup Hukum Administrasi Negara. Disamping itu, kesukaran menentukan
ruang lingkup Hukum Administrasi Negara ini disebabkan oleh beberapa faktor ;
pertama, Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan tindakan pemerintahan
yang
tidak
semuanya
dapat
ditentukan
tertulis
dalam
peraturan
perundang-undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang
memerlukan pelayanan pemerintah dan masing-masing masyarakat di suatu daerah
atau
Negara
berbeda
peraturan-peraturan,
tuntutan
dan
keputusan-keputusan,
kebutuhan;
dan
kedua,
instrumen
pembuatan
yuridis
bidang
administrasi lainnya tidak hanya terletak pada satu tangan ataupun lembaga;
ketiga, hukum administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan
tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
bidang hukum administrasi Negara tertentu sejalan secara sektoral. Oleh karena
faktor-faktor inilah Hukum Administrasi Negara tidak dapat dikodifikasikan.
Menurut pendapat E. Utrecht, dengan mengutip pendapat A. M. Donner, bahwa
hukum administrasi Negara itu sukar dikodifikasikan karena dua alasan yaitu;
pertama, peraturan-peraturan hukum administrasi Negara berubah lebih cepat dan
sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan hukum privat dan huku
pidana hanya berubah secara berangsur-angsur saja; kedua, pembuatan
peraturan-peraturan hukum administrasi negara tidak dalam satu tangan. Di luar
pembuat undang-undang pusat hampir semua departemen dan pemerintah daerah
otonom membuat juga peraturan-peraturan hukum administrasi negara, sehingga
lapangan hukum administrasi negara itu sangat beraneka warna dan tidak
bersistem. Karena tidak dapat dikodifikasi, maka sukar diidentifikasi ruang
lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah membagi bidang-bidang atau
abagian-bagian Hukum Administrasi Negara.
Prajudi Atmosudirdjo membagi Hukum Administrasi Negara dalam dua
bagian; Hukum Administrasi Negara heteronom dan Hukum Administrasi Negara
otonom. Hukum Administrasi Negara heteronom bersumber pada Undang-undang
Dasar, TAP MPR, dan Undang-undang adalah hukum yang mengatur seluk beluk
organisasi dan fungsi administrasi negara. Hukum Administrasi Negara otonom
adalah hukum operasional yang diciptakan pemerintah dan administrasi negara.
Sementara penulis Hukum Administrasi Negara lain, membagi bidang HAN
menjadi HAN umum (algemeen deel) dan HAN khusus (bijzonder deel). HAN
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum
dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip
yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat
pada bidang-bidang tertentu. Sedangkan HAN khusus adalah peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang,
peraturan
tentang
kepegawaian,
peraturan
perpajakan,
peraturan
bidang
pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.
C. J. N. Versteden menyebutkan bahwa secara garis besar hukum
administrasi negara meliputi :
1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan
kesopanan, dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang
ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;
2. Peraturan yang ditunjukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat;
3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;
4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari
pemerintah termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka
pelayanan umum;
5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;
6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga
negara terhadap pemerintah;
7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;
8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan yang lebih
tinggi terhadap organ yang lebih rendah;
9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.
Sesudah menguraikan peraturan-peraturan bidang administrasi negara ini,
C. J. N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, menolak pembagian hukum
administrasi negara menjadi Hukum Administrasi Negara umum dan Hukum
Administrasi Negara khusus. Menurutnya pembagian ini menyesatkan “ Hukum
Administrasi Negara tidak dapat dibagi menjadi bagian umum dan khusus.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara itu sangat kompleks dan luas.
Persoalan Hukum Administrasi Negara muncul dalam semua sektor, seperti
mengenai keputusan dan perlindungan hukum”. Pendapat C. J. N. Versteden yang
menganggap pembagian hukum administrasi negara umum dan khusus adalah
menyesatkan agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada.
4. Lapangan Hukum Administrasi Negara
a. Lapangan Hukum Administrasi Khusus
Lapangan Hukum Administrasi Negara Khusus adalah peraturan-peraturan
hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijakan pengausa seperti
contoh : hukum atas tata ruang dan hukum perizinan bangunan.
W.F Prins mengemukakan bahwa perkembangan Hukum Administrasi
bermula dari lapangan hukum khusus karena didasarkan pada oleh kebutuhan
untuk mengatur lapangan pekerjaan pemerintahan dalam bidang khusus tertentu.
Menurut W.F Prins :
Hukum Administrasi Negara tidak merupakan kegenapan yang lengkap
dari peraturan yang jelas berpangkal pada beberapa pokok yang berlaku
sekarang. Hukum Administrasi Negara telah berkembang dengan agak
tidak teratur, sejalan dengan keperluan untuk mengatur satu cabang
pekerjaan pemerintahan (wajib militer, hukum kepolisian), atau
berhubungan dengan keperluan untuk menyusun sesuatu segi kegiatan
manusia (hukum perburuhan, hukum perikatan). Di bidang tersebut
belakangan ini, selain daripada peraturan hukum administrasi negara, yang
oleh pememrintah diawasi agar orang menaatinya acapkali terdapat pula
aturan hukum perdata, namun demikian, hukum seperti hukum perburuhan
dan hukum perikatan ini biasanya suka digolongkan sebagai bagian luar
biasa hukum administrasi Negara.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Bertitik tolak dari pengertian Hukum Administrasi dan lapangan hukum
administrasi adalah bestuur dan besturen, maka dari hal tersebut dapat
dikelompokan aturan-aturan lapangan hukum administrasi khusus meliputi :
1. Aturan pokok yang memuat garis-garis besar sebagai instruksi di bidang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
2. Bidang tata hukum yang diasumsikan timbul atau tumbuh dari sistem GBHN;
a)
Aturan-aturan di bidang ekonomi;
b) Aturan-aturan di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa;
c) Aturan di bidang politik, aparatur pemerintah, hukum, penerangan dan
pers serta hubungan luar negeri.
3. Bidang tata hukum yang asumsinya tumbuh dari kegiatan manusia Indonesia
seutuhnya;
4. Bidang tata hukum yang dihubungkan dengan departemen yang mengasuhnya
(objecten van staatszorg)..
Daftar yang menjelaskan lapangan hukum administrasi khusus tersebut
hanya berupa gambaran awal dan merupakan suatu daftar yang sifatnya limitatif,
karena dalam menjelaskannya selalu terdapat perluasan dan perkembangan dalam
hukum administrasi khusus.
b. Lapangan Hukum Administrasi Umum
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Hukum Administrasi Negara Umum adalah peraturan-peraturan hukum
yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksaan penguasa, seperti
contoh : algemene beginsel van behoorlijk bestuur (asas-asas umum pemerintahan
yang baik), undang-undang peradilan tata usaha negara.
Dalam upaya melihat gambaran lapangan hukum administrasi umum,
maka didalamnya terdapat hubungan antara pihak pemerintah dengan masyarakat
pada masing-masing bidang urusan pemerintah yang ditandai oleh dua saluran
kegiatan :
1. Pihak pemerintah mempengaruhi masyarakat umum;
2. Masyarakat mempengaruhi kalangan pemerintah.
Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas terhadap masyarakat dengan
melaksanakan suatu kebijakan lingkungan dalam bentuk wewenang, yaitu
kekuasaan
yuridis
memberikannya
akan
kepada
orang-orang pribadi,
pegawai
negeri
badan-badan
bawahan
hukum
hak-hak
dan
dan
kewajiban-kewajiban yang dapat dan mereka pegang menurut hukum. Pemerintah
tidak mempunyai kekuasaan yang sangat besar karena dalam negara demokratis
berlaku ketentuan bahwa wewenang pihak pemerintah dalam beberapa bentuk
selalu terbatas, wewenang dilaksanakan oleh badan-badan yang dibentuk secara
demokratis. Pemerintah berusaha melaksanakan pengendalian dalam masyarakat
melalui
sarana-sarana
yang
dapat
diperkuat
dengan,
antara
lain:
hukuman-hukuman. Sebaliknya masyarakat dapat mempengaruhi pemerintahan
dengan fungsi kontrolnya. Dalam hubungan antara masyarakat dengan pemerintah
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
terdapat dua saluran di mana dalam beberapa keputusan pemerintah tentunya
mengakibatkan hasil-hasil pemilihan tertentu yang kembali dapat mempengaruhi
terhadap keputusan-keputusan pemerintah yang baru.
B. Pemerintah Daerah
1. Definisi Pemerintah Daerah
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Menentukan bahwa : ”Negara Indonesia ialah
Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Kemudian pasal 4 ayat (1)
menentukan : ” Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar”. Dan pasal 18 ayat (1) menentukan bahwa :
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang”.
Ketentuan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa konsep
pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan suatu konsep yang dianut secara
formal dalam negara kesatuan Republik Indonesia atau atau dengan rumusan lain
dapat disimpulkan bahwa terdapat pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dipandang perlu untuk lebih menenkankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan
keberagaman daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan
untuk memepercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan
pemerintahan, dan atau pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
Pemerintahan Negara.
Pemerintahan daerah dalam Undang-Undang No 32 Tentang Pemerintah
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah yang
lainya. Hubungan ynag dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan merata. Hubungan-hubungan tersebut dapat
menimbulkan hubungan administrasi dan hubungan antarsusunan kewilayahan.
Hubungan administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan
dalam penyelenggaraan administrasi negara.
Hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu
kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi
kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintah ini adalah pemerintah yang mutlak
menjadi kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian-bagian
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Penyelenggaraan
urusan pemerintah merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara
pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan
daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu sistem
pemerintahan.
Pendapat HAW. Widjaja tentang antar pemerintahan daerah adalah
hubungan antara provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota atau provinsi dengan
kabupaten/kota. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah daerah
yang berdasarkan kriteria tersebut terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan
pelayanan dasar warga negara, antaralain perlindungan hal konstitusional,
perlindungan kepentingan nasional, kesejahtraan masyarakat, ketentraman dan
ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, dan pemenuhan
komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi
internasional. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Dalam
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan,
pemerintah
menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan
kepada Perangkat Pemerintahan atau Wakil Pemerintahan di daerah atau dapat
menugaskan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
2. Asas-asas Penyelengaraan Pemerintahan Daerah
Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah, dan
DPRD. Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, Pemerintah Pusat mengunakan
asas desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekosentrasi sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas
pembantuan.
Guna penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah berpedoman
pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi
Negara dikenal dengan ”Asas-asas umum Pemerintahan yang layak”. Sebelumnya
dalam praktik penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, asas-asas ini sudah
mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui sebagai sesuatu norma
hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggaran pemerintahan, baik di
Pusat maupun Daerah. Secara yuridis formal, hal semacam ini baru diakui di
Indonesia, dengan diundangkannya UU No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas. Kemudian ditegaskan bahwa
asas-asas tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. Asas penyelenggaraan pemerintah seperti yang diatur oleh Pasal 20
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu:
a. Penyelenggaraan pemerintah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan
Negara yang terdiri atas:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1) Asas kepastian hukum
2) Asas tertib penyelenggaraan negara
3) Asas kepentingan umum
4) Asas keterbukaan
5) Asas Proporsionalitas
6) Asas profesionalitas
7) Asas akuntabilitas
8) Asas efisiensi
9) Asas efektivitas
b. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil pemerintahan, dan atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada provinsi kepada desa
untuk melakukan tugas tertentu. Desentralisasi dimaksudkan untuk
memperlancar terlaksananya urusan pemerintahan agar tidak terjadi
penumpukan kekuasaan dan mampu menciptakan pelayanan masyarakat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
yang efektif, efisien, ekonomis dan berkualitas. Prakarsa, wewenang dan
tanggungjawab daerah baik mengenai sarana dan prasarana, sumber daya
manusia serta pelaksanaannya, maupun segi-segi pembiayaan, perangkat
pelaksanaannya juga perangkat daerah sendiri. Kecuali politik luar negeri,
pertahanan, keamanan yustisi, moneter, fiskal nasional dan agama.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari asas desentralisasi adalah :
a) Daerah diberi wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan
daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan.
b) Pengurusan jauh lebih efisien.
c) Birokrasi yang berbelit-belit berkurang.
d) Asas demokrasi akan lebih berkembang karena masing-masing daerah
dapat menentukan kebijakannya sendiri sepanjang tidak melanggar
undang-undang atau aturan pemerintah pusat atau yang diatasnya.
Dilihat
dari
implementasinya,
desentralisasi
adalah
pembentukan
badan-badan yang terpisah dari pusat, badan-badan perwakilan lokal
memiliki kekuasaan formal untuk memutuskan tentang beragam isu publik.
Basis
politik
badan-badan
lokal
dan
bukan
nasional.
Wilayah
kewenangannya dibatasi dan diikat oleh hukum nasional. Kewenangan dan
pembatasannya hanya bisa diubah oleh legislasi baru. Badan-badan tersebut
memiliki sumber-sumber pembiayaan dan digunakan untuk keperluan yang
dirancang sendiri. Bagir Manan menyatakan bahwa desentralisasi bersifat
ketatanegaraan (staatkundig). Sedangkan dekonsentrasi hanya bersangkutan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dengan
penyelenggaraan
administrasi
negara,
karena
itu
bersifat
kepegawaian (ambtelijke). Dalam aspek ketatanegaraan, desentralisasi
mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi merupakan bagian
dari organisasi negara. Desentralisasi sebagai organisasi negara, harus
mencerminkan tatanan negara dalam penyelenggaraan negara. Dekonsentrasi
dapat hadir tanpa menghiraukan corak negara atau sistem kenegaraan,
kehadiran dekonsentrasi semata-mata untuk “melancarkan” penyelenggaraan
pemerintah sentral di daerah.
2) Mengenai
Tugas
kemungkinan
Pembantuan,
kepada
dapat
pemerintah
diartikan
sebagai
pusat/pemerintah
pemberian
daerah
yang
tingkatannya lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah
pusat/pemerintah
daerah
yang
tingkatannya
lebih
rendah
didalam
menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-kepentingan yang termasuk
urusan rumah tangga daerah yang diminta bantuan tersebut. Sjachran Basah
merumuskan bahwa yang dimaksud dengan tugas pembantuan pada
hakikatnya adalah menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi derajatnya dari pihak lain secara bebas. Yang dimaksud dengan bebas
dalam arti, terdapat kemungkinan untuk mengadakan peraturan yang
mengkhususkan
ketentuan
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi
derajatnya, supaya sesuai dengan kenyataan nyata di daerah-daerah sendiri.
Bagir Manan sendiri mengartikan tugas pembantuan adalah kewajiban
membantu mengurus kepentingan rumah tangga tingkat lebih atas.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Menjalankan “medebewind”, urusan-urusan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah itu, masih tetap merupakan urusan pusat/daerah yang
lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga yang dimintakan
bantuan, akan tetapi bagaimana caranya daerah otonom yang dimintakan
bantuan itu melakukan tugas pembantuannya, diserahkan sepenuhnya
kepada daerah itu sendiri. Daerah-daerah yang dimintakan bantuan itu tidak
dibawah perintah dari dan pula tidak dapat dimintai pertanggung jawaban
oleh pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi. Dalam hal daerah atau
satuan pemerintahan yang dimintakan bantuan melaksanakan tugas
pembantuan, tidak dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
pembantuan, maka tugas pembantuan tersebut dapat dihentikan dengan tidak
menutup kemungkinan pemerintah yang mempunyai urusan pemerintahan
tersebut minta ganti kerugian dari daerah yang tidak bertanggungjawab
tersebut.
3) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
c. Dalam
menyelenggarakan
pemerintahan
daerah,
pemerintah
daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pengertian Otonomi Daerah
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Persoalan otonomi daerah merupakan suatu persoalan inti dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan salah satu kunci terpenting bagi
terlaksananya mekanisme pemerintahan di daerah. Selain itu pelaksanaan otonomi
daerah merupakan tuntutan dari reformasi yang tidak dapat dipisahkan dari
penerapan konsep Desentralisasi.
Istilah Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autonomos/ outonomia”,
yang berarti keputusan sendiri (self ruling), secara terperinci otonomi dapat
mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
a. Otonomi adalah suatu kondisi atau cirri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain
ataupun kekuatan luar.
b. Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (selg government) yaitu hak untuk
memrintah dan menentukan nasib sendiri (the right og self government; self
detern ination).
c. Pemerintahan sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tidak adanya kontrol
oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal affairs) atau terhadap
minoritas suatu bangsa.
d. Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan
nasibnya sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan
hidup secara adil (self determination, self sufficiency, self relience).
e. Pemerintahan otonomi memiliki supremasi/ dominasi kekuasaan (supremacy of
authority) atau hukum (rule) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang
kekuasaan di daerah.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Istilah otonomi memiliki arti kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian
sebagai wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban itu sendiri ada dua unsur. Pertama, pemberian tugas dalam
arti melaksanakannya. Kedua, pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk
memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas tersebut.
Dengan demikian pemberian otonomi mempunyai sifat mendorong untuk
berusaha mengembangkan kemampuan sendiri. Otonomi merupakan pemberian
kebebasan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, tanpa mengabaikan
kedudukan Pemerintah Daerah sebagai aparat Pemerintah Pusat untuk
menyelenggarakan urusan-urusan yang ditugaskan kepadanya.
Menurut Ateng Syarifudin bahwa istilah otonomi mempunyai makna
kebebasan atas kemandirian (zelfstandigheid) tetapi bukan kemerdekaan
(onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah
perwujudan pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Syarief
Saleh mengartikan Otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri,
atas inisiatif sendiri, kemauan sendiri dan hak itu diperoleh dari Pemerintah Pusat.
Kesimpulan dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa otonomi merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri atas inisiatif sendiri, urusan rumah tangga
didaerahnya. Akan tetapi akan memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
tepat tentang otonomi daerah dapat dilihat dalam Undang- undang Nomor 32
Tahun 2004.
Otonomi daerah menurut Sugeng Istanto adalah sebagian dari organisasi
jabatan-jabatan negara yang merupakan satu kesatuan (yang batas tugas dan
wewenangnya hanya meliputi sebagian tertentu di wilayah negara yang
bersangkutan) yang mempunyai “zelfstandigheid”. Adapun zelfstandigheidnya ini
meliputi sebagian hal, yakni dalam kedudukanya secara organisatoris terhadap
pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi, dalam tugas serta
wewenangnya dan dalam pembiayaanya.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
mengintrodusir suatu konsep baru mengenai otonomi daerah. Dalam Pasal 1
Angka 5 dirumuskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Prinsip otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
adalah
menggunakan
prinsip
otonomi
seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa,
dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat. Selain prinsip tersebut, juga dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan
jenis otinomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sesuai dengan tujuan dan maksud
pemberi otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu
berorientasi
pada
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan
antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar
Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan
antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus
mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya
harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan
negara.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang
hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian
pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.
Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,
pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah
wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan,
dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang
penyelenggaraan
Nomor
otonomi
32
dilandasi
Tahun
2004
dengan
mengisyaratkan
prinsip-prinsip
bahwa
demokrasi,
pemberdayaan partisipasi masyarakat Pemerataan dan keadilan, serta pelayanan
kepada msyarakat. Hal ini sejalan dengan pemahaman demokrasi itu sendiri yang
intinya memerankan masyarakat. Demokrasi mempunyai arti penting bagi
masyarakat yang mengunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk
menentukan sendiri dijamin, istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting
bagi masyarakat.
4. Perangkat Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi.
Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap
daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai Pemerintahan
Daerah yang diatur dengan undang-undang.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah Daerah
adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Perangkat daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah
yang bertangggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah
(Gubernur dan Bupati/Walikota ) dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
terdiri atas Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan
dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Ketentuan Pasal 128 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 ditetapkan
bahwa susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan daerah
(PERDA) dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah. Selanjutnya Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan
dengan
Peraturan
Daerah
(PERDA)
dengan
menetapkan
pembentukan,
kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan struktur organisasi perangkat daerah.
Penjabaran tugas pokok dan fungsi Perangkat Daerah ditetapkan dengan
keputusan Kepala Daerah.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu
oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a. unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi
dalam Sekretariat;
b. unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat;
c. unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan;
d. unsur pendukung tugas Kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis
Daerah; serta
e. unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
yang
bersifat
wajib,
diselenggarakan oleh seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota, sedangkan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat
diselenggarakan oleh Daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan
Daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.
Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan
masing-masing Daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya
daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.
C. Kewenangan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Definisi Kewenangan
Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa
hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan
hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk
melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan
untuk mengantur sendiri dan mengelola sendiri. Sedangkan kewajiban mempunyai
dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya. Dan wewenang dalam
pengertian vertikal berarti kekuasan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu
tertib ikatan pemerintah Negara secara keseluruhan.
Kita perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan
wewenang (competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaannya
tidak selalu dirasakan perlu. “Kewenangan” adalah apa yang disebut”kekuasaan
formal”, kekuasan yang berasal dari Kekuasaan Legeslatif (diberi oleh
Undang-ungang) atau dari kekuasaan Eksekutif Administratif.
Kewenangan yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah
kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap
sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertu yang bulat, sedangkan
wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja.
Didalam
kewenangan
terdapat
wewenang-wewenang
(rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin
dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di
tangan Mentri (delegasi wewenang).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ”wewenang”
memiliki arti :
a. Hak dan kekuasaan untuk bertindak ; kewenangan,
b. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung
jawab kepada orang lain,
c. Fungsi yang boleh dilaksanakan.
Kewenangan memiliki arti :
a. Hal berwenang,
b. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.
Kekuasaan dalam KBBI memilki arti :
a. Kuasa (untuk mengurus, memerintah, dan sebagainya),
b. Kemampuan; kesanggupan,
c. Daerah (tempat dsb) yang dikuasai,
d. Kemampuan orang atau golongan, untuk menguasai orang atau golongan lain
berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma, atau kekusaan fisik,
e. Fungsi menciptakan dan memantapkan kedamaian, keadilan serta mencegah
dan menindak ketidakdamaian atau ketidakadilan.
Soerjono Soekanto menguraikan beda antara kekuasaan dan wewenang
bahwa “setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak lain dapat dinamakan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau
sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari
masyarakat”.
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara
keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif
dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya
mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority)
adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.
2. Jenis-jenis Kewenangan
Setiap perbuatan pemerintahan harus bertumpu pada suatu kewenangan
yang sah. Tanpa disertai kewenangan yang sah, seorang pejabat atupun lembaga
tidak dapat
melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu,
kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun lembaga.
Berdasarkan sumbernya, wewenang dibedakan menjadi dua yaitu
wewenang personal dan wewenang ofisial. Wewenang personal yaitu wewenang
yang bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
untuk memimpin. Sedangkan wewenang ofisial merupakan wewenang resmi yang
diterima dari wewenang yang berada di atasnya.
Penetapan suatu kewenangan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2
(dua) pendekatan, yakni pendekatan yuridis atau top down, dan pendekatan
sosiologis atau bottom up. Menurut pendekatan yuridis, kewajiban melimpahkan
kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan secara limitatif melalui
peraturan perundang-undangan tertentu. Sedangkan pendekatan sosiologis,
kewenangan berasal dari aspirasi masyarakat tingkat grassroot atas dasar
kemampuan riil dan kebutuhan obyektif mereka. Jika model ini diterapkan, maka
yang ada sesungguhnya bukanlah “pelimpahan atau penyerahan wewenang”,
melainkan “pengakuan kewenangan”.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 (dua) cara yaitu dengan
atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.
a. Atribusi
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam
tinjauan hukum tata negara, atribusi ini ditunjukkan dalam wewenang yang
dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan
kewenangan yang dibentuk oleh pembuat Undang-Undang. Atribusi ini menunjuk
pada
kewenangan
asli
atas
dasar
konstitusi
(UUD)
atau
peraturan
perundang-undangan.
b. Pelimpahan wewenang
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat
atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan
tugas-tugas
kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan
untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang
bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Pelimpahan
wewenang
yang
dapat
dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan.
Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :
1. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n).
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama digunakan
jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang
bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab
pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan
wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang
jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah:
a. Pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam
bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
b. Materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab
pejabat yang melimpahkan;
c. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk
kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara
tersebut;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
d. Penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan
kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan
oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan;
e. Tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
2. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b).
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau
digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu
tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama
(a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua) tingkat
struktural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan
yang harus dipenuhi :
a. Materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang
melimpahkan;
b. Dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan
sementara atau yang mewakili;
c. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk
kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui
batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
d. Tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
3. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.)
dan atas perintah (ap.).
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang
seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya
untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua
jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam
keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.
Wewenang selain didapat secara atribusi, juga dapat diperoleh melalui
proses pelimpahan yang disebut:
a. Delegasi : Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu
dengan organ
pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang
memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang.
b. Mandat : Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara
atasan dan bawahan.
Diantara jenis-jenis pelimpahan wewenang ini, perbedaan antara keduanya
adalah sebagai berikut :
a. Delegasi
1) Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan
organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki
kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang;
2) Terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
3) Pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang
dimilikinya karena telah terjadi pengalihan wewenang kepada yang
diserahi wewenang;
4) Pemberi delegasi tidak wajib memberikan instruksi (penjelasan) kepada
yang diserahi wewenang mengenai penggunaan wewenang tersebut namun
berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang
tersebut;
5) Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang berada pada pihak yang
menerima wewenang tersebut.
b. Mandat
1) Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan
dan bawahan;
2) Tidak terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan
dalam arti yang diberi mandat hanya bertindak untuk dan atas nama yang
memberikan mandat;
3) Pemberi mandat masih dapat menggunakan wewenang bilamana mandat
telah berakhir;
4) Pemberi mandat wajib untuk memberikan instruksi (penjelasan) kepada
yang diserahi wewenang dan berhak untuk meminta penjelasan mengenai
pelaksanaan wewenang tersebut;
5) Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang tidak beralih dan tetap berada
pada pihak yang memberi mandat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Dalam buku Lutfi Effendi, kewenangan yang sah jika ditinjau dari mana
kewenangan itu diperoleh, maka ada tiga kategori kewenangan, yaitu atributif,
mandat, dan delegasi.
a. Kewenangan Atributif
Kewenangan atributif lazimnya digariskan atau berasal dari adanya
pembagian kekuasaan negara oleh UUD. Istilah lain untuk kewenangan atributif
adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dapat dibagi- bagikan kepada
siapapun. Dalam kewenangan atributif, pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh
pejabat atau badan tersebut tertera dalam peraturan dasarnya. Adapun mengenai
tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pejabat ataupun pada badan
sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya.
b. Kewenangan Mandat
Kewenangan mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses
atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat
atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam hubungan
rutin atasan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas. Kemudian, setiap saat si
pemberi kewenangan dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan
tersebut.
c. Kewenangan delegatif
Kewenangan delegatif merupakan kewenangan yang bersumber dari
pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan
perundang-undangan. Berbeda dengan kewenangan mandat, dalam kewenangan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
delegatif, tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi
limpahan wewenang tersebut atau beralih pada delegataris. Dengan begitu, si
pemberi limpahan wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali
setelah ada pencabutan dengan berpegang pada azas contrarius actus. Oleh sebab
itu,
dalam
kewenangan
delegatif
peraturan
dasar
berupa
peraturan
perundang-undangan merupakan dasar pijakan yang menyebabkan lahirnya
kewenangan delegatif tersebut. Tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang
mengatur pelimpahan wewenang tersebut, maka tidak terdapat kewenangan
delegatif.
Sementara menurut Philipus M. Hadjon, “Kewenangan membuat
keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau
dengan delegasi. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan”.
Philipus menambahkan bahwa “Berbicara tentang delegasi dalam hal ada
pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu
kurang sempurna, berarti bahwa keputusan yang berdasarkan kewenangan itu
tidak sah menurut hukum”.
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa atribusi dan delegasi
merupakan suatu alat atau sarana yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu
badan itu berwenang atau tidak dalam memberikan kewajiban-kewajiban kepada
masyarakat.
Mengenai mandat, Philipus menyatakan “Dalam hal mandat tidak ada
sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalih tanganan kewenangan. Di sini
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
menyangkut janji-janji kerja intern antara penguasa dan pegawai. Dalam hal-hal
tertentu seorang pegawai memperoleh kewenangan untuk atas nama si penguasa”.
Menurut pendapat S. F. Marbun, Sumber kewenangan ada tiga yaitu :
1. Atribusi adalah terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh
suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, sebagai wewenang sendiri.
3.
Mandat adalah organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan
oleh organ lain atas namanya.
Ketiga sumber kewenangan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Atribusi
a. Bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan
b. Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas
wewenang yang sudah ada.
2. Delegasi
a. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi tidak dapat lagi
menggunakan wewenang yang telah dilimpahkan.
b. Delegasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan kepegawaian
tidak diperkenankan.
3. Mandat
a. Mandataris hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
b. Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris, tetap berada
pada pemberi mandat.
Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan
pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan
benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan
konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan. Demikian pula wewenang
dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibedakan antara
atribusi dan delegasi. Atribusi terdapat apabila adanya wewenang yang dberikan
oleh UUD atau UU kepada suatu badan dengan kekuasaan dan tanggung jawab
sendiri (mandiri) untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan.
Delegasi terdapat apabila suatu badan (organ) yang mempunyai wewenang secara
mandiri
membuat
peraturan
perundang-undangan
(wewenang
atribusi)
menyerahkan (overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung
jawab
sendiri
perundang-undangan.
wewenang
untuk
Wewenang
membuat/membentuk
atribusi
dan
delegasi
peraturan
dalam
membuat/membentuk peraturan perundang-undangan timbul karena :
1. Tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat
yang rinci.
2. Adanya tuntutan dari para pelaksana untuk melayani kebutuhan dengan cepat
berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.
Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi
adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
(UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan
atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini
tidak dapat dilaksanakan oleh pimpinan lembaga Negara tersebut karenanya
kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga
Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya.
3. Teori Pembagian kewenangan
a. Teori Residu (Residu Theory)
Van Vollenhoven dalam “Omtrek van hok Administratief Recht”
menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sisa dari keseluruhan
hukum nasional suatu Negara setelah dikurangi dengan hukum tata Negara
material, hukum perdata material, dan hukum pidana material. Teori Residu ini
menjelaskan bahwa Hukum Nasional terdiri dari :
1) Hukum tata Negara Material (Staats Recht), terbagi antara lain :
a) Bestuur (Pemerintahan)
b) Rechtpraak (Peradilan)
c) Politie (Kepolisian)
d) Regeling (Perundang-undangan)
2) Hukum perdata Material (Burgerlijk Recht)
3) Hukum Pidana Material (Straf Recht)
4) Hukum Administrasi (Admnistratie Recht) Material-formil
a) Hukum Pemerintahan (Bestuur Recht)
b) Hukum Peradilan (Politie Recht), yang terdiri :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a. Hukum Acara Tata Negara (Staatsrechtterlijke Rechtspleging)
b. Hukum Acara Perdata (Burgerlijke Rechtspleging)
c. Hukum Acara Pidana (Straf Rechtspleging)
d. Hukum Acara Administrasi (Admnistratieve Rechtspleging)
c) Hukum Kepolisian (Poliyie Recht)
d) Hukum Peraturan (Regelaars Recht)
Dalam hal pembagian penyelenggaraan pemerintahan Negara terhadap
urusan-urusan di daerah dimana satu pihak tetap urusan pusat dan dipihak lain
sebagai urusan rumah tangga sendiri, dikenal dengan Sistem Rumah Tangga
Daerah.
Dalam
sistem
tersebut,
daerah
akan
memiliki
sejumlah
urusan
pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan atau yang dibiarkan
sebagai urusan rumah tangga daerah. Dalam penyelenggaraannya pemerintah
lokal, dikenal tiga sistem rumah tangga daerah yaitu :
1) Sistem Rumah Tangga Daerah Materiil
Ajaran rumah tangga materiil mengemukakan bahwa untuk mengetahui
urusan-urusan yang ternyata menjadi urusan rumah tangga daerah, orang harus
melihat kepada ”hakekat” dari pada masing-masing urusannya. Menurut
hakekat dari pada masing-masing urusan sudah dapat ditentukan apakah
urusan itu menjadi urusan pusat atau urusan rumah tangga daerah. Maka
pemerintah daerah tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut dan
sebaliknya.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Pada hakekatnya sistem ini berpijak dari isi dan substansi dari wewenang
pemerintahan yang dapat diserahkan kepada daerah. Secara singkat, sistem ini
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Urusan rumah tangga daerah yang merupakan wewenang pemerintah lokal
ditentukan dengan jelas;
b) Ada pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang rinci antara
pusat dan daerah;
c) Secara kodrati wewenang pemerintah pusat dan daerah sudah dapat
dipisahkan;
d) Daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tanggga sendiri;
e) Ada pembedaan yang mendasar antara urusan pemerintah pusat dan
daerah, yaitu daerah tidak berhak menyelenggarakan kewenangan untuk
mengatur suatu urusan jika urusan tersebut merupakan urusan pusat.
Kelebihan sistem rumah tangga materiil adalah :
a) Ada kepastian mengenai jenis dan jumlah kewenangan pemerintahan yang
dapat menjadi wewenang pemerintah daerah;
b) Daerah dapat dengan segera melaksanakan otonominya, karena kepastian
wewenang sudah didapatkan;
c) Kemungkinan terjadinya overlap dan duplikasi pengaturan wewenang
kepemerintahan dapat dieliminir.
Adapun kelemahan sistem ruamh tangga materiil adalah :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a) Sistem rumah tangga materiil (driekringenleer) bertitik tolak dari asumsi
yang keliru, bahwa seolah-olah urusan pemerintahan dapat diketahui
jumlah dan dapat dipilih-pilah secara pasti;
b) Mudah menimbulkan spanning hubungan antara pusat dan daerah, karena
kemungkinan daerah dapat menuntut agar urusan pemerintahan tertutu
diserahkan kepadanya;
c) Tidak fleksibel, karena daerah tergantung pada hakekat dan kecenderungan
yang ada di pusat;
d) Ada
kecenderungan
serba
uniformitas
(penyeragaman)
tanpa
memperhituyngkan perbedaan antara daerah yang berlainan.
2) Sistem Rumah Tangga Formil
Ajaran rumah tangga formil mengemukakan bahwa suatu urusan itu pada
hakekatnya tidak dapat dibeda-bedakan apakah itu hanya dapat diselengarakan
oleh pemerintah lokal ataukah urusan itu hanya dapat diselenggarakan oleh
pemerintah pusat. Menurut ajaran ini untuk melihat apakah sesuatu urusan itu
merupakan urusan pemerintah lokal ataukah urusan pemerintah pusat dapat
dilihat dari apakah itu “formil” diserahkan dengan peraturan perundangan atau
tidak.
Ciri-ciri sistem rumah tangga formil antara lain :
a) Merupakan penyempurnaan sistem rumah tangga materiil;
b) Tidak ada pemerintah urusan pusat dan daerah;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
c) Daerah dapat mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tanpa harus
ada penyerahan;
d) Penyerahan
urusan
pemerintahan
harus
secara
formal
melalui
undang-undang desentralisasi.
Sistem rumah tangga formil merupakan sarana yang baik untuk mendukung
sentralisasi, ketidakpastian urusan rumah tangga daerah akan menjelmakan
daerah yang serba menunggu dan serba tergantung dari pusat.
Beberapa hambatan dari penerapan sistem rumah tangga formil adalah :
a) Kriteria kewenangan pemerintahan daerah belum dapat ditentukan secara
jelas;
b) Penyerahan wewenang pemerintahan tidak memperhatikan karakteristik
dan kondisi masing-masing daerah;
c) Pelaksanaan Sistem rumah tangga formil sangat tergantung dari ada atau
tidaknya budaya otonomi dari daerah;
d) Pola penyerahan wewenang pemerintahan tidak jelas, apakah penyerahan
langsung ataukah penyerahan bertingkat.
3) Rumah Tangga Riil
Sistem ini merupakan bentuk penyempurnaan dari kedua sistem sebelumnya,
karena isi kewenangan pemerintahan bagi daerah didasarkan pada faktor dan
kedudukan yang riil dari suatu daerah.
Cirri-ciri sistem rumah tangga riil antara lain adalah :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a) Adanya urusan pangkal yang ditetapkan pada saat pembentukan suatu
daerah otonom, memberikan kepastian mengenai urusan ruamah tangga
daerah;
b) Daerah dapat mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan bagi
daerahnya sepanjang belum diatur dan di urus oleh pusat atau daerah
diatasnya;
c) Otonomi
didasarkan
pada
faktor
nyata
suatu
daerah.
Hal
ini
memungkinkan perbedaan isi dan jenis urusan rumah tangga daerah sesuai
dengan keadaan masing-masing daerah.
D. Kecamatan
1. Definisi Kecamatan
Pasal 81 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 menyebutkan bahwa camat
merupakan kepala wilayah dari kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil
pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya
dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan
masyarakat disegala bidang. Wewenang dan tugas camat sebagai kepala wilayah
kecamatan adalah sama dengan wewenang kepala wilayah lainnya seperti Bupati,
Walikota, Gubernur, Walikotamadya. Tugas dan wewenang Camat selaku kepala
wilayah dari kecamatan adalah :
a. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan
kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
b. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara
dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
c. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal
dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam
perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan
hasilguna yang sebesar-besarnya;
d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah;
e. mengusahakan
secara
terus-menerus
agar
segala
peraturan-perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh
Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang
ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu
untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan;
f. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya;
g. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas
sesuatu Instansi lainnya.
Kewenangan yang dinyatakan dalam Undang-undang No 5 tahun 1974
diatas, jelas terlihat bahwa camat selaku kepala wilayah , wakil pemerintah pusat
dan pemimpin tunggal diwilayahnya. Selain itu kecamatan juga dapat mengambil
tindakan yang digunakan untuk kelancaran pemerintahan, sehingga terlihat bahwa
camat memiliki kedudukan yang kuat.
Pada era Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa camat, posisinya tidak lagi sebagai kepala
wilayah melainkan perangkat daerah. Dimana dalam UU no 32 tahun 2004 pasal
120, dijelaskan bahwa perangkat daerah kabupaten dan kota terdiri dari sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan. Jadi posisi camat secara hukum sama dengan posisi kepala dinas. Dan
camat merupakan perpanjang tanganan dari Bupati. Lebih lanjut tugas dan
wewenang camat di ungkapkan dalam pasal 126 (2) dimana camat dalam
pelaksanaan tugasnya mendapatkan pelimpahan dari Bupati dan Walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, sementara itu pada ayat (3) dijelaskan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
juga tugas umum pemerintahan yang dilakukan oleh kecamatan, tugas tersebut
antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman umum
Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan
Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan ditingkat kecamatan
Membina penyelenggaraan pemeirntahan desa dan kelurahan
Melaksanakan pelayanan masyarakat yang belum menjadi tugas desa atau
kelurahan.
Tugas yang diembankan kepada kecamatan menurut UU No 32 tahun 2004
ini sangat berat dijalankan oleh kecamatan, hal ini mengingat bahwa kedudukan
desa pada era otonomi daerah tidaklah berada dibawah kecamatan lagi, melainkan
berdiri sendiri sebagai daerah otonom yang berada dibawah Bupati, dan mereka
pun tidak bertanggung jawab kepada kelurahan melainkan langsung pada Bupati.
Jadi untuk merealisasikan pelaksanaan undang-undang ini, perlu keputusan yang
tegas dari pemerintah daerah agar kewenangan ini dapat terlaksana dengan baik
dan kecamatan dapat pula menerima ketegasan dimana posisi kecamatan
sebenarnya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah sangatlah memiliki dampak yang besar.
Pemerintah memberikan keleluasaan dan pengembangan kreatifitas bagi
pemimpin daerah untuk mengembangkan daerahnya, ini diwujudkan dengan
adanya pelimpahan kewenangan yang diberikan pada Pemerintahan daerah, baik
itu pembagian urusan yang wajib ataupun berupa pilihan yang dibatasi jelas
dengan dikeluarkannya PP No 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan
Antara
Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, sehingga pembangunan daerah dapat
disesuaikan dengan karateristik masing-masing daerah.
Tujuan utama dari diberlakukannya otonomi daerah adalah agar pelayanan
kepada masyarakat menjadi lebih nyata dan lebih dekat sehingga diharapkan
masyarakat akan dapat lebih tersejahterakan dan terberdayakan karena semuanya
telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan tidak lagi diurusi oleh pusat, jadi
kontrolnya pun akan jauh lebih efektif dan lebih dekat ketimbang dilakukan oleh
pemerintah pusat. Dan pelimpahan kewenangan ini diberikan mulai pada tingkat
profinsi, kabupaten kota, dan kecamatan yang masing-masing kewenangan diatur
dalam Undang-undang otonomi daerah yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2004.
Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan Perda.
Sebagai perangkat daerah organisasi Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat
yang melaksanakan sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan Bupati dan
tugas-tugas umum pemerintahan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah organisasi
Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, hal ini disebabkan
Kecamatan menjadi penyambung kebijakan pemerintah daerah dengan masyarakat
luas. Fungsi-fungsi koordinatif dan pembinaan pada level desa dan kelurahan
menjadi tanggung jawab Kecamatan. Oleh sebab itu pengembangan lembaga
Kecamatan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan. Kebijakan otonomi
daerah merupakan suatu itikad baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dimana Kecamatan sebagai unsur perangkat daerah memiliki peran
peran dalam keberhasilan otonomi daerah. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
2008 Tentang Kecamatan menyebutkan bahwa : Kecamatan dibentuk diwilayah
Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang Camat.
Pengertian camat juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 19
Tahun
2008
tentang
kecamatan
adalah
:
pemimpin
dan
koordinator
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Tanpa menunggu pelimpahan
wewenang dari Bupati atau Walikota, undang-undang mengamanatkan agar camat
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi: mengoordinasikan
kegiatan pemberdayaan masyarakat, mengoordinasikan upaya penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum, mengoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan, mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum, mengoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan, melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya.
2. Struktur Organisasi Kecamatan
Ada banyak pendapat mengenai definisi tentang organisasi, diantaranya
adalah pendapat Victor A. Thompson yang menyatakan bahwa :”suatu organisasi
adalah suatu integrasi dari sejumlah spesialis-spesialis yang bekerja sama sangat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
rasional dan imperasional untuk mencapai beberapa tujuan spesifik yang telah
dirumuskan sebelumnya”
Chester Bernard sendiri juga mempunyai rumusan tertentu tentang
organisasi sesuai dengan prespektifnya. Ia merumuskan organisasi sebagai berikut:
“suatu organisasi adalah suatu sistem dari aktivita-aktivita orang yang
terkoordinasi secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau
lebih”.
Dari dua orang ahli organisasi ini jelas mempunyai prespektif yang
berbeda. Thompson merumuskan organisasi dengan penekanan pada tingkat
rasioanalitas dalam usaha kerja sama tersebut, sedangkan Bernard menentukan
system kerja sama yang terkoordinasi secara sadar.
Pandangan klasik tentang organisasi dinyatakan oleh Max Weber dengan
mendemonstrasikan pendapatnya mengenai birokrasi. Weber membedakan suatu
kelompok kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurut dia kelompok
kerja adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh
atauran-aturan. Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk
melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajeg, baik dilakukan oleh
pemimpin maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya.
Aspek dari pengertian yang dikemukakan Max Weber ini ialah bahwa
suatu organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai unsur-unsur properties
sebagai berikut :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seseorang individu
melakuakn proses interaksi sesamanya di dalam organisasi tersebut.
2. Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu. Dengan demikian seseorang
individu yang melakukan hubungan interaksi dengan lainnya tidak didasarkan
atas kemauan sendiri. Akan tetapi, mereka dibatasi peraturan-peraturan
tertentu.
3. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang biasa membedakan
suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata aturan ini
menyusun proses interaksi di antara orang-orang yang bekerja sama di
dalamnya sehingga interaksi tersebut tidak muncul begitu saja.
4. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang di
dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk
menjalankan sesuatu fungsi tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah menyebutkan bahwa, implementasi penataan kelembagaan perangkat
daerah menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas,
pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas,
efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas. Hal ini
dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam
menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi
dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Organisasi
Perangkat
Daerah
dibentuk
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan :
a. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah.
b. Karateristik, potensi, dan kebutuhan daerah.
c. Kemampuan keuangan daerah.
d. Kesediaan sumber daya aparatur.
e. Pengembangan pola kerja sama ( antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga).
Melihat posisi kewenangan bagi daerah yang sedemikian luas, maka ada
beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh Daerah dan Pusat, sehingga otonomi
dapat terlaksana dengan baik. Dalam implementasi Otonomi Daerah ada beberapa
hal yang perlu mendapat prioritas yang menuntut peningkatan kinerja Pusat dan
Daerah yaitu kelembagaan, kepegawaian dan bidang tata laksana.
Mengenai
struktur
organisasi
kecamatan
berpedoman
pada
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Di dalam peraturan tersebut tidak
ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai bentuk dan susunan Organisasi
Kecamatan. Namun hanya ditemukan ketentuan yang mengatur bahwa” Susunan
organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah” (pasal 128 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2004). Dari ketentuan tersebut diatas maka Struktur Organisasi Kecamatan
berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berbeda-beda dari satu
Daerah Kabupaten/Kota dengan Daerah Kabupaten/Kota yang lain. Dengan itu
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
susunan organisasi, fungsi dan tugasnya ditetapkan oleh masing-masing
Pemerintah Daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja.
3. Hubungan Kerja Kecamatan
Dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan Organisasi
Kecamatan yang dimanifestasikan oleh camat melakukan hubungan kerja dengan
berbagai instansi antara lain:
1) Dengan Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah;
2) Dengan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Lainnya;
3) Dengan Pemerintah Desa;
4) Dengan Pemerintahan Kelurahan;
5) Dengan instansi vertikal yang ada di Kecamatan.
Hubungan kerja Camat dengan Bupati/Walikota sifatnya hirarkis, karena
Camat adalah bawahan dari Bupati/Walikota. Di dalam pasal 126 ayat (5)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas disebutkan : “Camat dalam
menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dibantu
oleh
perangkat
kecamatan
dan
bertanggung
jawab
kepada
Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota”.
Hubungan kerja Camat dengan Pemerintah Dinas Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah bersifat koordinatif dan teknis fungsional. Terlebih lagi apabila
didalam organisasi Kecamatan terdapat seksi-seksi yang menjalankan fungsi dinas
teknis dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Hubungan kerja Camat dengan Pemerintah Desa bersifat kordinatif dan
fasilitatif, tidak lagi bersifat hirarkis. Sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki
kewenangan menagatur dirinya sendiri (self governing society), secara organisasi
Desa tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kabupaten/Kota. Akan tetapi
dilihat dari kepentingannya, terdapat hubungan yang bersifat hirarkis. Prinsip
umum yang dipakai ialah bahwa kepentingan masyarakat yang lebih kecil tunduk
pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Hubungan kerja Camat dengan Kepala Desa (Lurah) bersifat kordinatif
dan fasilitatif, tidak lagi bersifat hirarkis. Dijelaskan dalam pasal 120 ayat (2)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi :”Perangkat daerah
kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Disini terlihat bahwa kelurahan
mempunyai kedudukan yang sama dengan kecamatan, tidak ada hubungan saling
membawahi antara Camat dan Kepala Desa. Dan dijelaskan juga dalam pasal 127
ayat (5) yaitu :” Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Di sini terlihat
bahwa Lurah/Kepala Desa bertangggung jawab kepada Bupati/Walikota, Camat
hanya sebagai perantara saja.
Hubungan kerja Camat dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya,
bersifat koordinasi teknis fungsional. Dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan yang berbunyi:
Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya, bersifat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
koordinasi teknis fungsional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan Yuridis Normatif atau legal approach, yaitu pendekatan yang
menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik
dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau
pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem
normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat
yang nyata. Objek yang ada kemudian diteliti dengan pendekatan masalah yang
terdiri dari :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
Pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut-paut
dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menelaah
peraturan yang berkaitan dengan kewenangan camat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
2. Pendekatan Analisis (Analytical Approach)
Pendekatan analisis adalah pendekatan dengan menganalisa bahan hukum
untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan
dalam peraturan perundang-undangan, yaitu mengenai kewenangan camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Penulis menggunakan kedua pendekatan tersebut dalam penulisan ilmiah
ini. Tujuan dari penggunaan pendekatan perundang-undangan agar penelitian ini
menghasilkan simpulan yang mampu menggambarkan peraturan mengenai
kewenangan kecamatan dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, apakah sudah memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang baik (comprehensive, all inclusive, dan systemathic).
Pendekatan analisis digunakan
istilah-istilah
dalam
peraturan
untuk memperoleh makna-makna dari
mengenai
kewenangan
kecamatan
dalam
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
B. Spesifikasi Penelitian
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi
penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum, sehingga
apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya agar dapat memberi
rumusan tertentu. Dalam spesifikasi penelitian preskriptif
ada dua macam
spesifikasi penelitian yaitu inventarisasi dan sinkronisasi hukum. Spesifikasi
penelitian inventarisasi dilakukan dengan cara menginventarisir peraturan
peundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan camat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, sedangkan penelitian terhadap sinkronisasi
hukum dapat dilakukan baik secara vertikal (beda derajat) ataupun secara
horizontal (sama derajat/sederajat). Sinkronisasi secara vertikal merupakan
sinkronosasi yang didasarkan atas hierarki suatu peraturan perundang-undangan.
Sinkronisasi horizontal, merupakan sinkronisasi terhadap peraturan perundangan
yang mengatur tentang berbagai bidang yang mempunyai hubungan fungsional,
konsisten yang sama derajatnya.
C. Sumber Bahan Hukum
Pada penelitian normatif bahan pustaka merupakan data dasar, dimana
dalam penelitian ini penulis mengumpulkan bahan sekunder, dan bahan hukum
tersier yang merupakan data sekunder.
Dalam hal ini data sekunder dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hirarki Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pengganti Undang-Undang
(Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan
Daerah (Perda). Peraturan perundang-undangan yang digunakan penulis
sebagai bahan hukum primer yaitu :
a. Undang-undang Dasar 1945.
b. Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
c. Undang-undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
d. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok
Pemerintahan di Daerah.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Kecamatan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks
(textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal
hukum, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium
mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penulisan ini, bahan
hukum sekunder yang digunakan berupa buku-buku teks yang berkaitan
dengan kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, dan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
artikel-artikel yang berasal dari situs-situs internet, serta materi kuliah Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, bahan hukum
tersier yang digunakan adalah kamus umum bahasa Indonesia.
D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode
dokumenter dan studi kepustakaan. Metode dokumenter dilakukan dengan cara
melakukan inventarisasi peraturan–peraturan, dokumen resmi, buku-buku
literatur, jurnal, makalah ilmiah, dan karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh
instansi yang bekaitan dengan penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan
cara mempelajari peraturan–peraturan, dokumen resmi, buku-buku literatur,
jurnal, makalah ilmiah, dan karya tulis ilmiah yang telah diinventarisasi tersebut.
E. Metode Penyajian Bahan Hukum
Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode display, suatu kegiatan memilah-milah bahan hukum ke dalam
bagian-bagian tertentu yang mendeskripsikan seluruh bahan hukum yang
dikumpulkan. Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks Naratif,
yaitu suatu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
disusun secara logis dan sistematis. Setelah bahan hukum primer, sekunder dan
tersier dikumpulkan, akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi. Dari hasil
klasifikasi dan inventarisasi tersebut, hasil yang diperoleh akan disusun secara
sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah yang diteliti.
F. Metode Analisis Bahan Hukum
Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung dari
istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsep
dan tekhnis penerapannya. Analisis bahan hukum bertujuan untuk menjelaskan
suatu permasalahan dengan memberikan arti atau makna terhadap bahan hukum
yang telah diolah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan logika deduktif melalui
metode analisis normatif kualitatif. Metode analisis normatif kualitatif merupakan
cara menginterpretasikan berdasarkan pengertian hukum, norma hukum,
teori-teori hukum, serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
Norma hukum diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan
fakta-fakta yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan
melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution). Analisis bahan
hukum tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi sebagai
berikut :
1. Interpretasi Sistematis
Menurut P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi
dengan melihat kepada hubungan dimana aturan dalam suatu undang-undang yang
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
saling bergantung. Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak
bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya. Landasan
pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang merupakan suatu kesatuan
dan tidak satu pun ketentuan dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri
sendiri.
2. Interpretasi Gramatikal
Merumuskan suatu aturan perundang-undangan atau suatu perjanjian
seharusnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat yang
menjadi tujuan pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait dengan
pembuatan suatu teks perjanjian.
Peneliti menggunakan kedua model interpretasi tersebut untuk mengetahui
makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa,
susunan kata atau bunyinya tentang Objek yang diteliti.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam menganalisis
kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah meliputi :
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-undang
Nomor
5
Tahun
1974
Tentang
Pokok
Pokok
Pemerintahan di Daerah.
c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Kecamatan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dasar hukum penyelengaraan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18,
18 A, 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun bunyi pasal sebagai berikut :
Pasal 18 :
(8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang.
(9) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(10) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(11) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
(12) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
(13) Pemerintahan
daerah
peraturan-peraturan
berhak
lain
untuk
menetapkan
melaksanakan
peraturan
otonomi
daerah
dan
dan
tugas
pembantuan.
(14) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Pasal 18A :
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B :
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat
khusus
atau
bersifat
istimewa
yang
diatur dengan
undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 Tentang
Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, menyebutkan bahwa camat
merupakan kepala wilayah dari kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil
pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya
dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan
masyarakat disegala bidang. Wewenang, tugas dan kewajiban camat sebagai
kepala wilayah kecamatan adalah sama dengan wewenang, tugas dan kewajiban
kepala wilayah lainnya seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Walikotamadya.
Dalam hal camat merupakan kepala wilayah (KW) dinyatakan secara tegas
dan jelas dalam pasal 76 dan 77. Pada pasal 76 dikatakan bahwa “setiap wilayah
dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah”. Sedangkan dalam pasal 77 dikatakan
bahwa “Kepala Wilayah Kecamatan disebut Camat. Selanjutnya dalam pasal 80
dikatakan bahwa “Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa
Tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin
pemerintahan mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan
masyarakat disegala bidang. Sedangkan wewenang , tugas, dan kewajiban camat
secara lengkap dijelaskan dalam pasal 81 yaitu :
h. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan
kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
i. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara
dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
j. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal
dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam
perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan
hasilguna yang sebesar-besarnya;
k. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah;
l. mengusahakan
secara
terus-menerus
peraturan-perundang-undangan
dan
Peraturan
agar
Daerah
segala
dijalankan
oleh
Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang
ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu
untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan;
m. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya;
n. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas
sesuatu Instansi lainnya.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 camat tidak lagi menjadi
Kepala
Wilayah,
melainkan
sebagai
perangkat
daerah
(PD).
Dalam
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
undang-undang ini juga menyebutkan bahwa camat adalah perangkat Daerah
Kabupaten atau perangkat Daerah Kota berdasarkan pasal 1 huruf (m)
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, karena camat bertanggungjawab kepada
Bupati atau Walikota yang memiliki wewenang penuh untuk mengangkat dan
memberhentikannya. Dalam pasal 66 juga mejelaskan bahwa camat adalah
perangkat daerah. Yang disebutkan dalam bunyi pasalnya yaitu: “Kecamatan
merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh
Kepala Kecamatan.
Camat adalah kepala wilayah (memiliki wilayah kerja) yang bertidak
memiliki daerah (dalam arti daerah kewenangan), karena itu bukan kepala daerah
yang”membawahkan lurah/kepala desa didalam batas wilayah kerjanya, meskipun
pasal 1 huruf (n) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 terdapat kata:
“Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten
dan/atau Daerah Kota di bawah Kecamatan. Oleh karena itu kedudukan camat
sangat lemah dalam hubungan”ke bawah” dengan lurah/kepala desa. Hal ini
dibuktikan dalam pasal 109 ayat (1) maupun penjelasan pasal tersebut, yaitu
tentang kerja sama antar desa. Mengingat kerja sama antar desa dimaksud
memberikan beban kepada masyarakat maka harus mendapat persetujuan Badan
Perwakilan Desa dan bukan persetujuan camat. Pasal 109 berbunyi “Beberapa
Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan
keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Dan penjelasan pasal
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
tersebut adalah Kerja sama antar Desa yang memberi beban kepada masyarakat
harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, kecamatan hanyalah
merupakan wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah, artinya kedudukan
camat di kecamatan tidak berbeda jauh dengan Perangkat Daerah lainnya yang ada
dikecamatan seperti kepala Dinas dan UPTD (Unit Pelayan Teknis Daerah).
Dengan demikian camat tidak secara otomatis mempunyai kewenangan untuk
menjalankan urusan pemerintahan umum yang meliputi pengawasan, koordinasi
serta kewenangan.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, camat tidak memiliki
kewenangan atributif, melainkan hanya kewenagan delegatif. Hal ini secara jelas
disebutkan dalam pasal 66 ayat (4) yang mengatakan bahwa : “Camat menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota”. Tanpa
adanya pelimpahan kewenanagan dari Bupati/Walikota, camat tidak dapat
menjalankan aktifitasnya dengan sah.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Camat dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 hampir sama dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu camat tidak lagi sebagai Kepala
Wilayah (KW), melainkan sebagai perangkat Daerah (PD). Hal ini secara jelas dan
tegas disebutkan dalam pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
dikatakan bahwa: “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan. Jadi, secara hukum posisi camat adalah sejajar dengan posisi para
kepala dinas daerah maupun lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan bupati.
Secara terinci kewenangan camat, dalam pasal 126 ayat (2) dijelaskan bahwa:
“camat yang dalam pelaksanaan tugasanya memperoleh pelimpahan sebagian
wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah”. Jadi, berdasarkan ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang
dilimpahkan atau diberikan oleh bupati atau walikota, untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah. Sementara pada ayat (3), dijelaskan bahwa “camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintah”. Tugas umum pemerintah ini
meliputi:
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Kecamatan.
Dijelaskan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 juga
mengatur mengenai tugas umum pemerintah dan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Tugas umum pemerintahan dalam peraturan ini diatur dalam pasal 15 ayat
(1) yang berbunyi sebagai berikut :
a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan
di
tingkat
kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksana kan pemerintahan desa atau kelurahan.
Kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota
untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh
camat diatur dalam pasal 15 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut :
a. perizinan;
b. rekomendasi;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
c. koordinasi;
d. pembinaan;
e. pengawasan;
f. fasilitasi;
g. penetapan;
h. penyelenggaraan; dan
i. kewenangan lain yang dilimpahkan.
Tugas umum pemerintahan yang terdapat dalam pasal 15 (1) dijelaskan
atau diuraikan dalam pasal 16, 18, 19, 20, 21, dan pasal 22 yang berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 16
Tugas Camat dalam mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan
pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan
pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja baik
pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan;
c. melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat di
wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun
swasta;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
d. melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang -undangan; dan
e. melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja
kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja
perangkat daerah yangmembidangi urusan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 17
Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
upaya
peyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(1) huruf b, meliputi:
a. melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau
Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah kecamatan;
b. melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di wilayah kerja
kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat
di wilayah kecamatan; dan
c. melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban kepada
bupati/walikota.
Pasal 18
Tugas Camat dalam mengoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang -undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf c, meliputi:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan
fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-undangan;
b. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan
fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
c. melaporkah pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang
-undangan di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota.
Pasal 19
Tugas Camat dalam mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d,
meliputi:
a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi
vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum;
b. melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan
c. melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota.
Pasal 20
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(1) huruf e, meliputi:
a. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi
vertikal dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
b. melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja
perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan; dan
d. melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan
kepada bupati/walikota.
Pasal 21
Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f,
meliputi:
a. melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa
dan/atau kelurahan;
b. memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan
administrasi desa dan/atau kelurahan;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau lurah;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
d. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau
kelurahan;
e. melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di
tingkat kecamatan; dan
f. melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada
bupati/walikota.
Pasal 22
Tugas Camat dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi
ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 aya t (1) huruf g,
meliputi:
a. melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
b. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan
kepada masyarakat di kecamatan;
d. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di
wilayah kecamatan;
e. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah
kecamatan kepada Bupati/Walikota.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
B.
Pembahasan
1. Kewenangan camat dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah yang mengatur otonomi daerah, membawa implikasi mendasar dalam
sistem pemerintahan Indonesia. Salah satu institusi yang mengalami dampak
mendasar akibat berlakunya undang-undang 32 Tahun 2004 adalah kecamatan.
Dalam undang-undang 32 Tahun 2004 tersebut kecamatan tidak lagi merupakan
satuan wilayah kekuasaan pemerintahan, melainkan sebagai satuan kerja atau
pelayanan.
Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, camat
merupakan kepala wilayah. Pada pasal 76 dinyatakan setiap wilayah dipimpin oleh
seorang kepala wilayah. Dalam pasal 77 dinyatakan bahwa kepala wilayah
kecamatan disebut camat. Dalam pasal 80 dinyatakan kepala wilayah sebagai
wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam
wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan mengoordinasikan pembangunan
dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. Wewenang, tugas, dan
kewajiban camat selaku kepala wilayah kecamatan sama dengan wewenang, tugas,
dan kewajiban kepala wilayah lainnya, yakni gubernur, bupati, dan walikota.
Pasal 81 secara lengkap menyebutkan bahwa wewenang, tugas dan
kewajiban kepala wilayah adalah membina ketentraman dan ketertiban di
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah;
melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi, Negara
dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; menyelenggarakan koordinasi
atas kegiatan-kegiatan instansi-instansi vertikal dan antara instansi-instansi
vertikal dengan dinas-dinas daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam
pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasil guna yang sebesar-besarnya;
membimbing
dan
mengawasi
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah;
mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan perundang-undangan
dan peraturan daerah dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah dan pemerintah
daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan
pemerintah; melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; melaksanakan
segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi lainnya.
Dari sini terlihat betapa kuatnya posisi dan kewenangan seorang camat di
wilayah kecamatan. Camat adalah kepala wilayah, wakil pemerintah pusat, dan
penguasa tunggal di wilayah kecamatan yang dapat mengambil segala tindakan
yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah.
Meskipun camat adalah bawahan bupati/walikota, camat mempunyai kewenangan
yang cukup besar di wilayahnya. Tidak heran pada masa Undang-undang Nomor 5
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Tahun
1974,
camat
dapat
memutuskan
segala
sesuatu
tanpa
perlu
mengkonsultasikannya dengan bupati.
Pada masa setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
kemudian Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, camat tidak lagi menjadi
kepala wilayah, melainkan sebagai perangkat daerah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan
bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi,
secara hukum posisi camat sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah dan
lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan bupati. Secara terinci, kewenangan
camat dijelaskan dalam Pasal 126 ayat (2) yang menyatakan bahwa camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati
atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Jadi, berdasarkan
ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan
oleh bupati atau walikota, untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Pada ayat (3), dijelaskan bahwa camat juga menyelenggarakan tugas
umum pemerintah. Tugas umum pemerintah ini meliputi:
1. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
3. mengkoordinasikan
penerapan
dan
penegakkan
peraturan
perundang-undangan; mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
4. mengkoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintah
di
tingkat
kecamatan;
5. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
6. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan
Perubahan posisi atau status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat
daerah dengan fungsi utama “menangani sebagian urusan otonomi daerah yang
dilimpahkan serta “menyelenggarakan tugas umum pemerintah” ini ternyata
membawa implikasi yang sangat mendasar bagi camat dan institusi kecamatan itu
sendiri. Saat ini, para camat merasakan bahwa secara formal (yuridis),
kewenangan dan kekuasaan mereka sangat berkurang. Selain itu, para camat juga
merasa bahwa kewenangan dan fungsi mereka sekarang menjadi kurang jelas. Hal
ini sering menimbulkan keraguan bagi para camat dalam menjalankan tugasnya.
Sebelum membahas mengenai kewenangan camat dalam Undang-undang
32 Tahun 2004, terlebih dahulu kita membahas mengenai kewenangan itu sendiri.
Dalam bab sebelumya telah dijabarkan mengenai kewenangan. Dimana
Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak
sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk
berbuat atau tidak berbuat. Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan
untuk mengantur sendiri dan mengelola sendiri. Sedangkan kewajiban mempunyai
dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya. Dan wewenang dalam
pengertian vertikal berarti kekuasan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu
tertib ikatan pemerintah Negara secara keseluruhan.
Perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang
(competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaannya tidak selalu
dirasakan perlu. “Kewenangan” adalah apa yang disebut”kekuasaan formal”,
kekuasan yang berasal dari Kekuasaan Legeslatif (diberi oleh Undang-undang)
atau dari kekuasaan Eksekutif Administratif.
Kewenangan (yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah
kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap
sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertu yang bulat, sedangkan
wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja.
Didalam
kewenangan
terdapat
wewenang-wewenang
(rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan
hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin
dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di
tangan Mentri (delegasi wewenang).
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal” ,kekuasaan yang
berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari
kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2 (dua) cara yaitu dengan
atribusi atau dengan pelimpahan wewenang. Hal ini dapat dilihat pada bagan
dibawah ini :
Bagan 1.
Kewenangan
Kewenangan
Atribusi
Pelimpahan
Wewenang
Delegasi
Mandat
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam
tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang
dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan
kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk
pada
kewenangan
asli
atas
dasar
konstitusi
(UUD)
atau
peraturan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
perundang-undangan. Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh
melalui proses pelimpahan.
Pelimpahan adalah Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian
dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam
melaksanakan
tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan
wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur
komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara
khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelimpahan wewenang juga dibagi menjadi 2 yaitu delegasi dan mandat.
Delegasi adalah Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu
dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki
kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Sedangkan mandat
adalah Umumnya mandat diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan
dan bawahan.
Bahwa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 camat mempunyai
dua kewenangan yaitu kewenangan delegatif dan atributif. Camat memiliki
kewenangan delegatif seperti yang dinyatakan dalam Pasal 126 ayat (2) bahwa :
”Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah”. Ini berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh
Camat merupakan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Dengan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
demikian luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota
sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota.
Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan yang merupakan
kewenangan atributif sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) yaitu sebagai
berikut :
1. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
3. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
4. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5. mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan
di
tingkat
kecamatan;
6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yg belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 berbeda maknanya dengan urusan
pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j) Undang-undanng Nomor 5 Tahun 1974,
yang dimaksud dengan urusan pemerintahan umum adalah : “urusan pemerintahan
yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi,
pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas
sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap
tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan
asas dekonsentrasi.
Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak
dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan
lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum
pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan
yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan,
kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk
pelayanan secara tidak langsung (indirect services), karena yang dilayani adalah
entitas pemerintahan lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna
akhirnya (end users) tetap masyarakat. Sedangkan kewenangan pemberian
pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhirnya (end
users) sama yakni masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai
pelayanan secara langsung (direct services).
Berdasarkan uraian mengenai kewenangan camat dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004, maka dapat disajikan bagan pemberian wewenang kepada
camat sebagai berikut :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Bagan 2.
Pemberian wewenang pada Camat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004
kewenangan
ATRIBUTIF
DELEGASI Pasal 126 (2)
Wewenang dari
bupati/walikota
1.mengkoordinasikan kegiatan
pemberdayaan masyarakat;
2.mengkoordinasikan upaya
penyelenggaraan ketentraman
dan ketertiban umum;
3.mengkoordinasikan penerapan
dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
4.mengkoordinasikan
pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum;
5.mengkoordinasikan
penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat
kecamatan;
6.membina penyelenggaraan
pemerintahan desa dan/atau
kelurahan;
7.melaksanakan pelayanan
masyarakat yang menjadi
ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat
dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan.
camat
Arus
pertanggung
jawaban
Arus
pemberian
wewenang
Keterangan :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa camat mempunyai dua
kewenangan yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan
atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, dalam artian adalah bahwa wewenang yang melekat pada suatu
jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam
wewenang
yang
dimiliki
oleh
organ
pemerintah
dalam
menjalankan
pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat
undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi
(UUD) atau peraturan perundang-undangan. Kewenangan atributif disebutkan
dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 ayat (3) yang meliputi :
a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yang
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
disebutkan dalam pasal 15 Ayat (1), juga dijelaskan dalam pasal 16 sampai pasal
22, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
Tugas Camat dalam mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, meliputi:
f. mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan
pembangunan lingkup kecamatan dalam forum musyawarah perencanaan
pembangunan di desa/kelurahan dan kecamatan;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit kerja baik
pemerintah maupun swasta yang mempunyai program kerja dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja kecamatan;
h. melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat di
wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit kerja pemerintah maupun
swasta;
i. melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang -undangan; dan
j. melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja
kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada satuan kerja
perangkat daerah yangmembidangi urusan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 17
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
upaya
peyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(1) huruf b, meliputi:
d. melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau
Tentara Nasional Indonesia mengenai program dan kegiatan penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah kecamatan;
e. melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di wilayah kerja
kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat
di wilayah kecamatan; dan
f. melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban kepada
bupati/walikota.
Pasal 18
Tugas Camat dalam mengoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang -undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf c, meliputi:
d. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan
fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan
fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
f. melaporkah pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang
-undangan di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Pasal 19
Tugas Camat dalam mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d,
meliputi:
d. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi
vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum;
e. melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan
f. melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum di wilayah kecamatan kepada bupati/walikota.
Pasal 20
Tugas
Camat
dalam
mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(1) huruf e, meliputi:
e. melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi
vertikal dibidang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
f. melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan kerja
perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan;
g. melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan; dan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
h. melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan
kepada bupati/walikota.
Pasal 21
Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f,
meliputi:
g. melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa
dan/atau kelurahan;
h. memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan
administrasi desa dan/atau kelurahan;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau lurah;
j. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau
kelurahan;
k. melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di
tingkat kecamatan; dan
l. melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada
bupati/walikota.
Pasal 22
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Tugas Camat dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi
ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 aya t (1) huruf g,
meliputi:
g. melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
h. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan
kepada masyarakat di kecamatan;
j. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di
wilayah kecamatan;
k. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah
kecamatan kepada Bupati/Walikota.
l. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif yaitu
wewenang yang diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ
pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan
lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Dalam hal ini adalah wewenang
yang didelegasaikan oleh Bupati kepada Camat, diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 Ayat (2) yang berbunyi : Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat juga diatur dalam
Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam pasal 15 Ayat (2)
yang berbunyi :
Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:
a. perizinan;
b. rekomendasi;
c. koordinasi;
d. pembinaan;
e. pengawasan;
f. fasilitasi;
g. penetapan;
h. penyelenggaraan; dan
i. kewenangan lain yang dilimpahkan.
Dalam hal arus pendelegasian kewenangan dari bupati kepada camat, maka
camat dalam hal ini bertanggungjawab kepada bupati atas kewenangan yang ia
jalankan.
Diberikannya kewenangan atributif bersama-sama kewenangan delegatif
kepada Camat menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya
merupakan koreksi terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pada masa
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Undang-undang tersebut, Camat hanya memiliki kewenangan delegatif dari
Bupati/Walikota tanpa disertai kewenangan atributif. Dalam prakteknya selama
Undang-undang tersebut berlaku, masih banyak Bupati/Walikota yang tidak
mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Camat, entah karena tidak tahu
ataupun karena tidak mau tahu. Akibatnya banyak Camat yang tidak mengetahui
secara tepat mengenai apa yang menjadi kewenangannya. Mereka umumnya hanya
menjalankan kewenangan tradisional yang sudah dijalankan secara turun temurun,
padahal peraturan perundang-undangannya sudah berubah. Posisi camat menjadi
serba tidak menentu. Pada sisi lain, bagi Bupati/Walikota yang paham tentang
penyelenggaraan pemerintahan, mereka akan melakukan delegasi kewenangan
yang luas kepada Camat sehingga fungsinya menjadi lebih besar dan luas
dibanding pada waktu Camat masih menjadi kepala wilayah. Pendelegasian
sebagian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat sebenarnya menguntungkan
Bupati/Walikota bersangkutan, karena mereka tidak dibebani oleh urusan-urusan
elementer berskala kecamatan yang dapat diselesaikan oleh Camat.
Penetapan suatu kewenangan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2
(dua) pendekatan, yakni pendekatan yuridis atau top down, dan pendekatan
sosiologis atau bottom up. Menurut pendekatan yuridis, kewajiban melimpahkan
kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan secara limitatif melalui
peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam hal ini, produk-produk hukum
yang mengatur mengenai pelimpahan kewenangan kepada Kecamatan adalah
sebagai berikut:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1) Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pelimpahan
kewenangan camat diatur dalam pasal 66 ayat (4) yang berbunyi : Camat
menerima
pelimpahan
sebagian
kewenangan
pemerintahan
dari
Bupati/Walikota. Dimana kewenangan seorang camat adalah kewenangan
delegatif.
2) Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan
camat diatur dalam pasal 126 ayat (2), dimana kewenagan camat adalah
kewenangan delegatif . Pada pasal 126 (2) dijelaskan bahwa: “camat yang
dalam pelaksanaan tugasanya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang
bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Jadi,
berdasarkan ayat (2) ini seorang camat mendapat kewenangan yang
dilimpahkan atau diberikan oleh bupati atau walikota, untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah (pendelegasian kewenangan).
3) Lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 yang
mengatur bahwa kewenangan pemerintahan yang dapat dilimpahkan oleh
Bupati/Walikota kepada Camat meliputi 5 Bidang dengan 43 rincian
kewenangan, yakni:
a) Pemerintahan (17 rincian)
b) Ekonomi dan Pembangunan (8 rincian)
c) Pendidikan dan Kesehatan (8 rincian)
d) Sosial dan Kesejahteraan Rakyat (6 rincian)
e) Pertanahan (4 rincian)
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
4) Keputusan Bupati / Walikota suatu daerah otonom tentang “Pelimpahan
sebagian kewenangan pemerintahan kepada Camat”. Pendelegasian wewenang
dari Bupati/Walikota kepada Camat agar memiliki “kekuatan hukum dan
mengikat”, baik untuk Camat dalam pelaksanaan tugas dan hubungan kerja
antar perangkat daerah dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan
Bupati/Walikota, bukan dengan Peraturan Daerah. Hal tersebut didasarkan
atas pertimbangan, bahwa wewenang yang didelegasikan merupakan
wewenang dari pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat bawahannya
(camat).
Pada sisi lain, kewenangan dapat juga berasal dari aspirasi masyarakat
tingkat grassroot atas dasar kemampuan riil dan kebutuhan obyektif mereka. Jika
model ini diterapkan, maka yang ada sesungguhnya bukanlah “pelimpahan atau
penyerahan wewenanang”, melainkan “pengakuan kewenangan”.
Kecamatan hanyalah merupakan perangkat daerah dan bukan unit
kewilayahan yang otonom. Namun demi alasan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan, pendekatan sosiologis (bottom up) ini penting
untuk dipertimbangkan. Satu hal yang patut dicermati dari pendekatan yang
digunakan dalam pelimpahan kewenangan tadi adalah tentang besaran
kewenangan kecamatan. Terdapat kecenderungan adanya orientasi yang sangat
kontras dalam menetapkan besaran kewenangan. Jika pendekatan sosiologis
dipakai, ada kemungkinan bahwa besaran kewenangan yang dihasilkan akan
sangat berbeda dibanding melalui pendekatan yuridis. Boleh jadi, besaran
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
kewenangan menjadi sangat kecil, jika memang potensi kecamatan dan
masyarakatnya belum tergali secara optimal. Sebaliknya, kewenangan tadi bisa
saja lebih besar, tergantung pada kondisi obyektifnya. Intinya adalah, kewenangan
kecamatan akan berjalan secara efektif apabila sesuai dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki kecamatan tersebut.
Pola pendelegasian wewenang ada dua macam yaitu, pola homogen dan
pola heterogen. Dalam pola homogen, kecamatan diasumsikan memiliki potensi
dan karakteristik yang relatif sama, sehingga diberikan kewenangan delegatif yang
sama pula. Sedangkan dalam pola heterogen, setiap kecamatan hanya menerima
kewenangan yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi
obyektif kecamatan yang bersangkutan. Dalam prakteknya, opsi pertamalah yang
banyak diterapkan. Namun, tentu saja pola ini mengandung kelemahan yang
cukup mendasar. Pola ini mengabaikan kondisi dan karakteristik yang
berbeda-beda
untuk
tiap
wilayah/kecamatan.
Padahal,
setipis
apapun
perbedaannya, setiap kecamatan pasti memiliki ciri khas yang membedakannya
dengan kecamatan lainnya. Katakanlah dalam kewenangan bidang pertambangan,
tidak semua kecamatan memiliki potensi tambang. Kecamatan yang tidak
memiliki potensi tambang namun tetap diberi delegasi wewenang untuk mengurus
/ mengatur bidang ini, adalah sebuah kesia-siaan, kalau tidak dikatakan kesalahan
administrasi. Dampaknya jelas bahwa kewenangan tadi tidak mungkin dapat
dioperasionalkan. Dan jika pendelegasian kewenangan ini dijadikan sebagai alat
ukur menilai kinerja kecamatan, maka dapat dipastikan bahwa tingkat kinerja
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
kecamatan dalam bidang itu sangat rendah (bahkan nol). Untuk menghindari hal
tersebut, pendelegasian kewenangan dengan pola heterogen lebih dianjurkan.
Meskipun demikian, pola homogen dapat saja diterapkan, namun harus disertai
dengan klausul bahwa kecamatan berhak untuk menyatakan suatu kewenangan
tertentu “tidak dapat dilaksanakan” atas dasar pertimbangan pertimbangan yang
rasional.
Pendelegasian kewenangan dapat berjalan secara efektif, maka dalam
pelaksanaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Menurut Koontz, O’
Donnell and Weihrich yang dikutip oleh Sadu Wasistiono , bahwa ada 7 (tujuh)
prinsip untuk melakukan pendelegasian kewenangan yaitu:
1. Principle of delegation by results expected; Pendelegasian berdasarkan hasil
yang diperkirakan, maksudnya adalah bahwa pendelegasian diberikan
berdasarkan tujuan dan rencana yang telah disiapkan sebelumnya. Perlu
tidaknya sebuah kewenangan didelegasikan, akan tergantung kepada hasil
yang diperkirakan, apakah akan menguntungkan bagi pencapaian tujuan
organisasi atau bahkan cenderung merugikan organisasi.
2. Principle of functional definition; pendelegasian berdasarkan prinsip definisi
fungsional. Prinsip ini dimaksudkan bahwa pelimpahan kewenangan
hendaknya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan fungsional agar
pekerjaan atau tugas tertentu dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan
efisien. Prinsip ini lebih menekankan pada ketepatan arah pendelegasian
sesuai dengan fungsi si penerima delegasi. Tidak diharapkan adanya
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
pendelegasian kepada unit atau orang yang secara fungsional tidak atau kurang
terkait.
3. Scalar
principle;
prinsip
berurutan
berdasarkan
hierarkhi
jabatan.
Kewenangan yang diberikan hendaknya dilimpahkan secara berurutan dari
jabatan tertinggi hingga jabatan di bawahnya. Hal ini dimaksudkan agar
kewenangan-kewenangan pada setiap level jabatan lebih jelas tingkat proporsi
ataupun substansinya. Authority level principle; yakni prinsip jenjang
kewenangan.
Prinsip
ini
mengharapkan
adanya
kewenangan
yang
didelegasikan secara bertahap berdasarkan tingkat kewenangan yang dimiliki
pejabat atau satu unit organisasi tertentu. Prinsip ini erat kaitannya dengan
prinsip
ketiga
dimana
jenjang
hierarkhi
akan
berimplikasi
kepada
tahapan-tahapan pendelegasian wewenang, baik tahapan dalam arti proses
maupun tahapan dalam arti struktur atau tingkatan organisasi.
4. Principle of unity of command; Prinsip ini lebih menekankan akan
pentingnya satu kesatuan komando dalam pendelegasian kewenangan. Dengan
adanya kesatuan komando, dapat dihindari kesimpangsiuran ataupun tumpang
tindih kegiatan dan tanggung jawab. Apa yang harus dilakukan dan kepada
siapa harus bertanggung jawab akan menjadi lebih jelas arahnya.
5. Principle of absoluteness of responsibility; Prinsip keenam mengharapkan
adanya pendelegasian kewenangan yang diimbangi dengan pemberian
tanggung jawab yang penuh. Pihak yang mendelegasikan tidak seharusnya
terlalu campur tangan terhadap urusan yang sudah didelegasikan. Oleh karena
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
itu, nilai-nilai kepercayaan menjadi faktor utama sehingga sipenerima delegasi
dapat mengambil keputusan dengan berbagai resikonya yang harus
dipertanggungjawabkan kepada yang memberikan delegasi.
6. Principle of parity of authority and responsibility. keseimbangan antara
kewenangan dan tanggung jawab, artinya bahwa kewenangan yang
didelegasikan harus dibarengi dengan tanggung jawab yang seimbang. Dalam
hal ini, proporsi pertanggungjawaban sesuai dengan proporsi kewenangan
yang diberikan.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinilai tidak memberi cukup ruang
bagi camat untuk menjalankan peran yang diharapkan publik. Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya
mendapatkan sebagian pelimpahan wewenang dari bupati/walikota. Peran camat
ditentukan oleh bagaimana bupati atau walikota mendelegasikan kewenangan
kepada camat. Masalahnya, di hampir semua daerah di Indonesia camat belum
mendapatkan delegasi kewenangan dari bupati atau wali kota secara maksimal.
Pemerintah daerah cenderung mengedepankan logika sektoral dan belum mampu
memberdayakan
kecamatan
dalam
logika
kewilayahan.
Sebagian
besar
kewenangan lebih banyak dimiliki instansi sektoral. Hal ini diperparah dengan
tidak mudahnya membuka kesediaan instansi sektoral untuk berbagi kewenangan
dengan kecamatan karena terkait dengan pembagian sumber daya. Meski ada
komitmen menguatkan kelembagaan kecamatan, dalam praktiknya pemerintah
daerah masih menemukan masalah dalam dua hal.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Pertama, masih lemahnya pembagian urusan dari instansi sektoral ke
kecamatan. Kedua, adanya kecenderungan untuk melakukan pengaturan
kelembagaan kecamatan yang seragam sehingga gagal merespons kebutuhan dan
konteks lokal kecamatan.
Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan,
kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan peraturan
pemerintah. Pengembangan kualitas aparatur menyangkut pengembangan dari segi
pengetahuan teknis, teoritis, konseptual, moral, dan tanggung jawab sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan baik dengan jalan pendidikan maupun pelatihan, magang,
dan training agar aparatur tersebut profesional dalam tugasnya. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 secara eksplisit telah mengatur tentang hal itu.
Sebagai perangkat daerah, kecamatan mendapatkan pelimpahan kewenangan
dalam hal urusan pelayanan masyarakat. Selain itu, kecamatan juga akan
mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan. Camat dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab
kepada bupati atau walikota melalui sekretaris daerah (SEKDA), diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 126 ayat (5).
Pasal 126 ayat (5) dan (6) UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan
bertanggung
jawab
kepada
Bupati/Walikota
melalui
Sekretaris
Daerah
kabupaten/kota. Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Selanjutnya menurut Pasal 14 Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004,
susunan
organisasi
kecamatan
terdiri
dari
Camat,
Sekretaris,
dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) seksi, serta kelompok jabatan fungsional.
Susunan organisasi kecamatan terdiri dari :
a. Camat;
b. Sekretarias Kecamatan;
c. Seksi Pemerintahan;
d. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum;
e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan
dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan
daerah;
f. Kelompok jabatan fungsional.
Sekretariat kecamatan dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Camat. Sekretaris Kecamatan mempunyai
tugas membantu Camat dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan
dan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat/ aparatur
kecamatan.
Seksi yang wajib ada pada susunan setiap organisasi kecamatan
sebagaimana Pasal 7 Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004 adalah :
1. Seksi Pemerintahan, mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan
bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan
pemerintahan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
2. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum, mempunyai tugas membantu
Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi
dan pelaporan urusan ketenteraman dan ketertiban umum.
Kelompok jabatan fungsional yang ada di kecamatan biasanya merupakan
“kepanjangan tangan” dari Dinas dan Lemtekda Kabupaten/Kota maupun instansi
vertikal yang bertugas dalam lingkungan kecamatan bersangkutan seperti PLKB
(Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana), PPL Pertanian (Petugas Penyuluh
Lapangan), Petugas/Mantri Statistik, dsb.
Adapun nomenklatur dan tugas masing-masing seksi ditetapkan lebih
lanjut oleh Bupati/Walikota sesuai kebutuhan berdasarkan beban tugas dan urusan
pemerintahan yang diselenggarakan kecamatan. Dimungkinkan dibentuknya
jabatan fungsional sesuai kebutuhan. Penempatan jabatan fungsional dalam
susunan
organisasi
kecamatan
menyesuaikan
dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 23 Peraturan-Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan, susunan organisasi Kecamatan diatur sebagai berikut :
1. Organisasi kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima)
seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian.
2. Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. seksi tata pemerintahan;
b. seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan
c. seksi ketenteraman dan ketertiban umum.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
3. Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Berdasarkan uraian tersebut, maka struktur organisasi dan tata kerja
kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.
Struktur Organisasi Kecamatan Menurut Peraturan-Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2008.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Camat
Kelompok
jabatan
fungsional
Sekretaris
Kecamatan
Subbag
1
Seksi
Tata
pemerintahan
Seksi
Ketentraman
Dan
Ketertiban
umum
Seksi
Pemberdayaan
Masyarakat
Subbag
2
Seksi
Subbag
3
Seksi
Keterangan :
Menurut PP 19 Tahun 2008, jumlah seksi paling sedikit 3 artinya minimal
seksi yang ada adalah seksi tapem, seksi trantib dan seksi pemmasy, tergantung
Perda masing-masing daerah (bisa 3, 4, 5 atau bahkan lebih). Sedangkan di bawah
Sekretaris Kecamatan (Sekcam) ditambah dengan adanya jabatan setingkat Kepala
Sub Bagian (paling banyak 3) yang mengurusi administrasi umum, kepegawaian
dan keuangan.
Camat bertanggung jawab kepada bupati melalui Sekretaris daerah, hal ini
bukan berarti camat menjadi bawahan langsung sekda karena secara struktural
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
camat
berada
langsung
pertanggungjawaban
camat
di
bawah
tersebut
bupati
atau
merupakan
walikota.
Namun,
pertanggungjawaban
administratif. Camat juga berperan sebagai kepala wilayah-wilayah kerja, karena
melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan. Hal ini
khususnya berkaitan dengan tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi
pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan,
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundangan,
pembinaan desa atau kelurahan, serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya
yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa atau kelurahan serta instansi
pemerintah lainnya di wilayah kecamatan.
Dari bagan tersebut, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi
pemerintah lainnya di wilayah kecamatan karena penyelenggaraan tugas instansi
tersebut harus berada dalam koordinasi camat. Kecamatan sebagai perangkat
daerah juga mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan perangkat daerah
lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung
pelaksanaan asas desentralisasi. Kekhususan tersebut dapat ditinjau dari adanya
kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio-kultural, menciptakan stabilitas
dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya
ketentraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta
masyarakat dalam kerangka membangun integrasi kesatuan wilayah. Dalam hal
ini, fungsi utama camat, selain memberikan pelayanan kepada masyarakat,
melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Secara filosofis kecamatan yang dipimpin oleh camat perlu diperkuat dan
diberdayakan dari aspek sarana-prasarana, sistem adminitrasi, keuangan dan
kewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan di
kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis
dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota yang
dipimpin oleh bupati/walikota. Sehubungan dengan itu, camat melaksanakan
kewenangan pemerintahan dari dua sumber, yaitu bidang kewenangan dalam
lingkup tugas umum pemerintahan dan kewenangan bidang pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Memberdayakan dan mengoptimalkan pelayanan camat berarti mendekatkan
rakyat kepada jajaran aparat yang paling dekat. Permasalahannya adalah selama
ini pemerintahan kota dan kabupaten lebih menjadikan kepala dinas dan kepala
badan sebagai ujung tombak pelayanan.
Ada beberapa alasan mengapa camat harus mengambil peran dalam proses
otonomi daerah. Pertama, dalam posisi barunya di perundang-undangan, camat
adalah ujung tombak kembar pelayanan kota dan kabupaten. Harus diakui, masih
banyak camat yang berbuat dan bekerja hanya atas perintah atasannya dan kurang
mendasarkan pekerjaannya pada kepentingan masyarakat. Kedua, pada beberapa
negara yang tidak memiliki level kecamatan dalam struktur pemerintahannya,
fungsi pendekatan pelayanan state kepada community ini diperankan baik oleh
neighborhood community. Neighborhood community ini merupakan kelompok
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
masyarakat dalam kota yang bertujuan mendengar dan meneruskan apa yang
menjadi kebutuhan lokal.
Pondasi dan nilai utama desentralisasi adalah kehendak untuk mengubah
dari kultur top down menjadi bottom up. Hal ini mempunyai makna, mengubah
penguasaan pusat yang berlebihan menuju kebebasan lokal (kecamatan) yang
sewajarnya. Desentralisasi juga menuntut pertahanan sedemikian rupa agar daerah
tidak melebihi haknya untuk berubah. Setiap proses desentralisasi atau otonomi
harus diikuti dengan penyerahan tugas dan kekuasaan. Pada konteks Indonesia,
proses ini selalu dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan kapabilitas
daerah. Oleh karena itu, tidak semua kecamatan boleh diberi keleluasaan, hanya
kecamatan dengan kategori dan penilaian kemampuan tinggi boleh diberi
wewenang luas, termasuk dalam hal penanganan konflik sosial di masyarakat.
Pada dasarnya membangun sistem administrasi pemerintahan yang kuat harus
terpusat ke kota karena kota berkecenderungan memiliki kemampuan financial
yang lebih kuat. Namun, di masa lalu pemerintah pusat terlalu kuat sehingga
mengakibatkan terkikisnya proses desentralisasi. Seharusnya proses ini perlu
dipelihara berkaitan dengan mengikis kecenderungan terkekangnya posisi camat
oleh kedudukan bupati atau walikota. Selain itu, hal ini juga bertujuan agar camat
beserta aparatnya tidak terlalu meminta lebih dari jatah rasional kekuasaan yang
ada.
Adanya perubahan status camat dari kepala wilayah (KW) menjadi
perangkat daerah (PD) membawa perubahan terhadap hubungan koordinasi antar
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
camat dengan instansi lain yang ada di kecamatan. Koordinasi ini mencangkup
koordinasi dengan kepala desa maupun dengan instansi-instansi teknis yang
berada dikecamatan seperti dinas pertanian, dinas pendidikan, kesehatan, agama
dan lain sebagainya.
Menurut Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 19 Tahun 2008,
Camat melakukan koordinasi dengan kecamatan di sekitarnya. Selain itu, Camat
juga mengoordinasikan unit kerja di wilayah kerja kecamatan dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan kinerja kecamatan.
Selanjutnya Camat juga melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat
daerah di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan di kecamatan.
Pasal 28 ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan bahwa hubungan
kerja kecamatan dengan perangkat daerah kabupaten/kota bersifat koordinasi
teknis fungsional dan teknis operasional. Sedangkan hubungan kerja kecamatan
dengan swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan organisasi
kemasyarakatan lainnya di wilayah kerja kecamatan bersifat koordinasi dan
fasilitasi. Instansi daerah otonom (Kabupaten/Kota) yang biasanya ada di
kecamatan antara lain :
a) Unit Pelaksana Teknis Dinas seperti Puskesmas, Terminal, Pasar, Sekolah
Negeri dan lain sebagainya;
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
b) Cabang dinas daerah, seperti Cabang Dinas Pendidikan, Cabang Dinas PU dan
lain sebagainya, meskipun seharusnya menurut PP Nomor 8 Tahun 2003
keberadaannya sudah dihapus.
Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya
bersifat koordinasi. Hal tersebut diatur secara tegas pada Pasal 28 ayat (2) PP
Nomor 19 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa : “Hubungan kerja kecamatan
dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya bersifat koordinasi teknis fungsional”.
Ada beberapa instansi vertikal yang ada di kecamatan antara lain :
a) Komando Rayon Militer (Koramil);
b) Kantor Polisi Sektor (Polsek);
c) Mantri Statistik;
d) Kantor Urusan Agama (KUA).
Keberadaan Camat sampai saat ini masih diposisikan sebagai koordinator
Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan), meskipun Camat bukan lagi kepala
wilayah. Hanya saja kedudukan sebagai koordinator tidak sekuat pada saat Camat
berposisi sebagai kepala wilayah .
Hubungan kerja kecamatan dengan pemerintahan desa bersifat koordinasi
dan fasilitasi. Hubungan Camat dengan Kepala Desa juga mengalami perubahan
yang sangat berarti. Apabila pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU Nomor
5 Tahun 1979, hubungannya bersifat hirarkhis, sekarang hubungannya bersifat
koordinasi, pembinaan dan fasilitasi.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, pada UU Nomor 32 Tahun
2004, hubungan Camat dengan Lurah bersifat koordinatif. Hubungan ini terjadi
karena delegasi kewenangan yang dijalankan oleh Lurah berasal dari
Bupati/Walikota, sehingga Lurahpun bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
melalui
Camat.
Prinsip
yang
digunakan
adalah
bahwa
mekanisme
pertanggungjawaban mengikuti mekanisme pendelegasian kewenangan.
Hal ini menyebabkan adanya kesulitan yang serius bagi camat untuk
melakukan koordinasi. Sebenarnya, sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
camat merupakan koordinator di wilayah kecamatannya. Namun dalam
prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan. Baik kepala desa maupun
aparatur dinas teknis merasa bahwa camat bukan atasan mereka, sehingga mereka
bisa tidak menaatinya.
Berdasarkan uraian mengenai kewenangan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, maka dapat disajikan bagan pemberian wewenang dari tingakat pusat
sampai tingkat daerah sebagai berikut :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Bagan 4.
Alur pemberian wewenang kepada Camat dari Tingkat Pusat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
kewenangan
(Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004)
Pemerintah Pusat
1
3
Pemerintahan Daerah
1. Gubernur
2. Bupati
3. Walikota
(Pasal 10)
2
ATRIBUTIF
Pasal 126 (3)
6
5
Camat
4
DELEGASI
Pasal 126 (2)
Wewenang dari
Perangkat
Kecamatan
(Psl 126 Ayat 5)
Garis Pemberian Wewenang
Garis Pertanggungjawaban Wewenang
Keterangan
Dalam bagan tersebut dijelaskan, mengenai alur pemberian wewenang
kepada Camat dari Tingkat Pusat adalah sebagai berikut :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
1. Bahwa kewenangan berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
dalam
hal
pemerintahan
ini
Pemerintah
negara
Pusat
Republik
sebagai
Indonesia,
pemegang
memberikan
kekuasaan
sebagian
kewenangannya kepada daerah untuk menjalankan pemerintahan daerah.
Dalam alur ini dijelaskan bahwa pemerintah pusat memberikan
kewenangannya kepada pemerintahan daerah. Dimana Pemerintahan
daerah dalam pasal 24 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
dijelaskan sebagai berikut: “Setiap daerah dipimpin kepala pemerintahan
daerah yang disebut kepala daerah. Dalam Pasal 24 Ayat (2) dijelaskan
bahwa : “Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota
disebut walikota”. Pemerintahan Daerah dalam menjalankan kewenangan
diatur dalam dalam pasal 10 Ayat (1) yaitu : Pemerintahan daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan
menjadi urusan Pemerintah. Dan dalam Ayat (2) disebutkan Sebagai
Berikut : Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Dalam menjalankan pemerintahan daerah, kepala daerah
mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada perangkat daerah
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
(Kepala Daerah yang dimaksud adalah Bupati/Walikota). Dalam hal ini
perangkat Daerah yang dimaksud adalah Camat. Kewenangan yang
diberikan oleh bupati/walikota kepada Camat meliputi : Kewenangan
Perijinan,
Kewenangan
Kewenangan
Fasilitasi,
Pembinaan,
Kewenangan
Rekomendasi,
Kewenangan
Koordinasi,
Kewenangan
Pengawasan,
Kewenangan
Penetapan,
Kewenangan
Pengumpulan
&
Penyampaian Informasi, Kewenangan penyelenggaraan.
2. Dalam
alur
ini
menyelengarakan
dijelaskan
urusan
bahwa
pemerintahan
pemerintahannya
daerah
memberikan
dalam
sebagian
kewenangnya pada Camat. Berarti dalam hal ini Camat memiliki
kewenangan delegasi, yaitu kewenangan yang didelegasaikan oleh
Bupati/Walikota kepada Camat. Kewenangan delegasi Camat tersebut
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam pasal 126
Ayat (2) yang berbunyi : Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Selain dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, kewenangan Camat juga diatur dalam Peraturan pemerintah
No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam pasal 15 Ayat (2) yang berbunyi :
Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
a. perizinan;
b. rekomendasi;
c. koordinasi;
d. pembinaan;
e. pengawasan;
f. fasilitasi;
g. penetapan;
h. penyelenggaraan; dan
i. kewenangan lain yang dilimpahkan.
3. Kewenangan camat yang diberikan oleh bupati adalah kewenangan
delegasi, selain kewenangan tersebut Camat juga mempunyai kewenangan
atributif, dimana kewenangan atributif Camat adalah kewenangan yang
berasal dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam artian adalah
bahwa wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum
tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh
organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan
kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini
menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau
peraturan perundang-undangan. Kewenangan atributif disebutkan dalam
Undang-undang 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 ayat (3).
4. Camat dalam menjalankan wewenangnya dibantu oleh perangkat
kecamatan, hal ini diatur dalam Pasal 126 (5) yang berbunyi sebagai
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
berikut : “Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah
kabupaten/kota. Dalam hal ini perangkat kecamatan hanya membantu
melaksanakan kewenangan yang dimiliki camat, bukan dalam artian
pendelegasian kewenangan Camat tersebut didelegasiakan lagi kepada
perangkat kecamatan. Dikarenakan Delegasi dari pejabat kepada pejabat
tidak dapat didelegasikan lagi kepada pejabat lainnya tanpa seijin pejabat
pemberi delegasi.
5. Dalam kewenangannya (kewenangan delegasi), camat bertanggungjawab
kepada bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini di
perjelas dalam Pasal 126 (5) yang berbunyi sebagai berikut : “Camat dalam
menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota.
6. Perangkat kecamatan dalam hal menjalankan kewenangan yang diberikan
oleh camat, bertanggung jawab pada Camat, dijelaskan dalam Pasal 126
Ayat (6), Undang-undang 32 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :
“Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung
jawab kepada camat”.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
2. Hambatan normatif yang timbul terhadap kewenangan camat dalam
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32
tahun 2004
Hambatan normatif adalah faktor-faktor yang menjadi kendala atau
penghambat terhadap suatu hal tertentu, dimana hambatan tersebut berasal dari
peraturan perundangan yang ada. Dalam hal ini mengenai hambatan normatif
tentang kewenangan Camat, berarti hambatan apa saja atau faktor-faktor apa saja
yang
berasal
dari
Undang-undang
atau
Peraturan
perundangan
yang
mempengaruhi terhadap kewenangan Camat tersebut.
Hambatan normatif yang timbul terhadap kewenangan camat dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah berlakunya undang-undang Nomor 32 tahun
2004
yang membawa
perubahan
status
dan
kedudukan camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun hambatan-hambatan normatif
untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam matrik sebagai berikut :
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Matrik Hambatan Normatif terhadap kewenangan camat dalam
pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004
No
1.
Dasar
Dasar
Hukum
Hukum Lain
UU 32 Tahun Yang terkait
2004
Posisi P e r a n g k a t PP Nomor 19
a t a u Daerah (Pasal Tahun 2008
s t a t u s 120 ayat 2 )
Pasal 1 angka
kecam
5
atan
menyebutkan
b a h w a
kecamatan
atau sebutan
lain
adalah
wilayah kerja
Camat sebagai
Perangkat
d a e r a h
kabupaten/kot
a.
Topik
Penafsiran
Camat dalam undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 adalah
sebagai Perangkat Daerah,
dimana secara hukum posisi
camat sejajar dengan posisi
para kepala dinas daerah dan
lurah. Di sebutkan dalam Pasal
120 ayat (2). Dan dijelaskan
pula
dalam
Peraturan-pemerintah Nomor
19 Tahun 2008 dalam pasal 1
angka 5.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Hambata
Dalam Undang-u
yaitu UU Nom
menyebutkan
merupakan kep
kecamatan, dima
sebagai wakil
penguasa
tu
pemerintahan d
dalam
artia
pemerintahan,
pembangunan m
bidang. Dinyatak
jelas dalam Pasa
perubahan posis
dari kepala
perangkat daerah
dalam pasal 120
fungsi utama “m
urusan otonom
dilimpahkan
“menyelenggarak
pemerintah” ini
implikasi yang sa
camat dan insti
sendiri. Saat i
formal (yuridis)
kekuasaan merek
karena dengan
yang baru, yaitu
daerah Camat t
sebagai kepala w
2
Kewen a. A t r i b u s i
angan
(Pasal 126
Camat
Ayat 3)
b. D e l e g a s i
(Pasal 126
Ayat 2)
Dalam
hal
kewenangan
yang dimiliki
C a m a t ,
Peraturan-pe
merintah
Nomor
19
Tahun 2008
j u g a
mengaturnya.
Kewenangan
atribusi diatur
dalam Pasal
15 Ayat (1),
sedangkan
wewenang
delegasi diatur
dalam Pasal
15 Ayat (2).
Dalam Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 mengatur
mengenai kewenangan Camat,
dalam UU ini kewenangan
Camat ada dua yaitu, atribusi
dan delegasi. Kewenangan
atribusi diatur dalam Pasal 126
Ayat (3). Kewenangan delegasi
diatur dalam Pasal 126 Ayat
(2). Kewenangan camat selain
diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004, juga
diatur dalam PP Nomor 19
Tahun
2008.
dimana
kewenangan atribusi diatur
dalam Pasal 15 Ayat (1), dan
kewenangan delegasi diatur
dalam Pasal 15 (2).
3
Pendel Pendelegasian PP menagtur
egasia d a r i m e n g e n a i
n
bupati/walikot pendelegasian
a Pasal 126 kewenanngan
Ayat 2
pada
camat
yang
diatur
dalam pasal
15 Ayat 2
Hubun H u b u n g a n PP Nomor 19
g a n K e c a m a t a n Tahun 2009
kecam d e n g a n menyebutkan
at an Instansi b a h w a
d e n g a Vertikal dan H u b u n g a n
n
kelurahan k e r j a
Instans a d a l a h k e c a m a t a n
i
hubungan d e n g a n
Vertik koordinatif.
inst an si
Pendelegasian
kewenangan
dari bupati kepada camat diatur
dalam Undang-undang dan PP
Tentang Kecamatan.
4
Hubungan kerja kecamatan
dengan instansi vertikal di
wilayah
kerjanya
bersifat
koordinasi. Hal tersebut diatur
secara tegas pada Pasal 28 ayat
(2) PP Nomor 19 Tahun 2008.
Sedangkan pada UU Nomor 32
Tahun 2004, hubungan Camat
dengan
Lurah
bersifat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Dalam undangTahun 1974
kewenangan yan
adalah kewenan
disebutkan dala
pasal terlihat
kewenangan se
wilayah kecamat
adalah bawaha
Sedangkan dala
32 Tahun 2004
yaitu atribusi da
hal kewenangan
umum pemerin
kewenangan del
Undang-undang
diatur dalam Pas
dipertegas dalam
Tahun 2008, yan
Pasal 15 Ay
kewenangan
pendelegasaian
bupati/walikota,
Dengan
demik
terbatasnya pelim
dari
Bupati/W
tergantung pada
dari Bupati/Walik
Pengaturan
pe
bupati kepada C
dalam UU d
kecamatan, juga
eksplisit dalam
secara
terper
dimaksudkan u
kewenangan dari
Dalam UU Nom
bahwa keduduk
Instansi Vertika
Adalah hubung
bawahan,
se
Undang-undang
dipertegas deng
Tahun 2008, P
Sebenarnya, sesu
al dan
denga
n
Kelura
han
vertikal
di
w i l a y a h
kerjanya
b e r s i f a t
koordinasi.
Hal tersebut
diatur secara
tegas
pada
Pasal 28 ayat
(2) PP Nomor
19
Tahun
2008.Hubung
an
dengan
kelurahan
juga bersifat
kordinatif
dijelaskan
dalam Pasal
28 Ayat (1)
PP Nomor 19
Tahun 2008.
koordinatif. Hubungan ini
terjadi
karena
delegasi
kewenangan yang dijalankan
oleh Lurah berasal dari
Bupati/Walikota,
sehingga
Lurahpun bertanggung jawab
kepada
Bupati/Walikota
melalui Camat. Prinsip yang
digunakan
adalah
bahwa
m e k a n i s m e
pertanggungjawaban mengikuti
mekanisme
pendelegasian
kewenangan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Nomor 32 ta
merupakan koor
kecamatannya.
prakteknya koord
dilakukan. Baik
aparatur dinas te
camat bukan
sehingga
mere
menaatinya.
Berdasarkan matrik hambatan normatif terhadap kewenangan camat dalam
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
maka dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai susbtansi pengaturan masing-masing
topik sebagai berikut :
a. Posisi atau status kecamatan
Camat dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004, tidak lagi sebagai
Kepala Wilayah (KW) seperti yang diatur dalam Undang-undang 5 Tahun
1974, yang dijelaskan dalam Pasal 76 dan pasal 77. yang berbunyi :
Pasal 76 berbunyi :
“Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah”.
Pasal 77 huruf e berbunyi :
“Kepala Wilayah Kecamatan disebut Camat”
melainkan sebagai perangkat Daerah (PD). Hal ini secara jelas dan tegas
disebutkan dalam pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
dikatakan bahwa:
“Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan”. Jadi,
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
secara hukum posisi camat adalah sejajar dengan posisi para kepala dinas
daerah maupun lurah.
Selain itu juga dijelaskan dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19
Tahun 1974, yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi :
“kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat
daerah kabupaten/kota”. Perubahan Status Camat yang tadinya sebagai Kepala
Wilayah menjadi perangkat daerah membawa dampak bagi kewenangan yang
dijalankan camat menjadi berkurang. Berkurangnya kewenangan camat, yaitu
yang dulunya dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 camat menjalankan urusan
pemerintahan umum yaitu: “urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang
ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan
pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan
tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan pemerintahan umum ini
diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas
dekonsentrasi. Tetapi sekarang hanya menjalankan tugas umum pemerintahan
yang meliputi: kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang
kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat.
b. Kewenangan Camat
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat
meliputi kewenangan atribusi dan kewengan delegasi. Kewenangan Camat
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
atribusi diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, dalam Pasal 126 ayat
(3), dan diatur juga dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dalam
Pasal 15 ayat (1).
Dalam Undang-undang 32 Tahun 2004, Pasal 126 Ayat (3) meyebutkan :
“Selain
tugas
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
camat
juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a) mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b) mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
c) mengkoordinasikan
penerapan
dan
penegakan
peraturan
perundang-undangan;
d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
f) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan.
Dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, Pasal 15 Ayat
(1) menyebutkan : sama bunyi Pasalnya dengan Undang-undang 32 Tahun
2004, Pasal 126 (3), tetapi diperjelas lagi dalam pasal 16 sampai 22
Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenanangan delegasi yang
diatur dalam Pasal 126 Ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2004, dan
Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 15 Ayat (2).
Dalam pasal 126 Ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2004, berbunyi :
“Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang
bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Dalam Peraturan-pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 15 Ayat (2),
berbunyi :
“Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:
a. perizinan;
b. rekomendasi;
c. koordinasi;
d. pembinaan;
e. pengawasan;
f. fasilitasi;
g. penetapan;
h. penyelenggaraan; dan
i. kewenangan lain yang dilimpahkan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Dalam hal kewenangan atribusi yaitu Tugas umum pemerintahan,
Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak
dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat
bukan lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas
umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis
kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima
bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini berarti
kewenangan atribusi sekarang lebih berkurang dari pada UU sebelunnya.
Dalam hal pelimpahan kewenangan yang diberikan bupati kepada Camat, hal
ini berarti luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota
sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota. Sehingga
Camat Dalam hal ini, apabila tidak menerima pelimpahan wewenang dari
bupati/walikota maka tidak ada kewenangan yang dijalankan camat.
c. Pendelegasian
Kewengan Camat dalam hal ini adalah kewenangan delagasi, yaitu
kewenangan yang diberikan Bupati kepada Camat, selain kewenangan diatur
dalam UU dan PP Tentang kecamatan, juga harus diatur secara eksplisit dalam
keputusan bupati secara terperinci. Dalam hal ini agar jelas kewenangan yang
didelagasikan kekecamatan atau pada camat itu kewenangan apa saja.
d. Hubungan Kecamatan dengan Instansi Vertikal dan Kelurahan
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak disebutkan secara jelas
mengenai hubungan kecamatan dengan Instansi Vertikal, tetapi diperjelas
dalam Peraturan-Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dalam Pasal 28 Ayat (2)
yang berbunyi :
“Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di wilayah kerjanya,
bersifat koordinasi teknis fungsional”.
Dan hubungan Kecamatn dengan kelurahan juga bersifat koordinatif diperjelas
pada Pasal 28 Ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2008 yang berbunyi :
“Hubungan kerja kecamatan dengan perangkat daerah kabupaten/kota bersifat
koordinasi teknis fungsional dan teknis operasional”.
Hal inilah yang menyebabkan hambatan normatif terhadap
kewenangan yang dijalankan camat. Sebenarnya, sesuai Undang-undang
Nomor
32
tahun
2004
camat
merupakan
koordinator
di
wilayah
kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan.
Baik Lurah maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa camat bukan atasan
mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan Undang-undang 32 Tahun 2004 bahwa camat mempunyai dua
kewenangan yaitu kewenangan atributif dan delegatif. Dimana kewenangan
atributif Camat adalah kewenangan yang berasal dari Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004, diatur dalam Pasal 126 Ayat (3), dan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yang disebutkan
dalam pasal 15 Ayat (1). Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 16 sampai pasal
22. Kewenangan Camat yang kedua adalah kewenangan delegatif yaitu
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
wewenang yang diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ
pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan
lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Kewenangan delegasi Camat
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 126 Ayat
(2). Selain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan Camat
juga diatur dalam Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2008, yang diatur dalam
pasal 15 Ayat (2). Dalam hal arus pendelegasian kewenangan dari bupati
kepada camat, maka camat bertanggungjawab kepada bupati atas kewenangan
yang dijalankan.
2. Hambatan-hambatan normatif terhadap kewenangan Camat dalam pelaksanaan
otonomi daerah, yaitu dalam hal :
a. Perubahan kedudukan camat, yang membawa dampak pada kewenangan
yang harus dijalankan camat. Berkurangnya kewenangan camat, mengenai
kewenangan atribusi yang dulunya dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 camat menjalankan urusan pemerintahan umum yaitu: “urusan
pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban,
politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang
tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan
rumah tangga Daerah”. Urusan pemerintahan umum ini diselenggarakan
oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi. Tetapi
sekarang hanya menjalankan tugas umum pemerintahan yang meliputi:
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan,
kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat.
b. Kewenangan Camat itu tertanggung dari pelimpahan kewenangan yang
diberikan oleh Bupati, hal ini berarti luas atau terbatasnya pelimpahan
kewenangan Camat sangat tergantung pada keinginan politis dari
Bupati/Walikota. Sehingga Camat Dalam hal ini, apabila tidak menerima
pelimpahan wewenang dari bupati/walikota maka tidak ada kewenangan
delagasi yang dijalankan camat.
c. Hubungan camat dengan instansi vertikal dan kelurahan adalah hubungan
koordinatif dan fasilitatif. Hal inilah yang menyebabkan hambatan
normatif terhadap kewenangan yang dijalankan camat. Sebenarnya, sesuai
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 camat merupakan koordinator di
wilayah kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja
sulit dilakukan. Baik Lurah maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa
camat bukan atasan mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya.
B. Saran
1. Dengan adanya perubahan terhadap posisi dan status kewenangan camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah maka dalam hal ini perlu adanya
penguatan kecamatan kembali, karena masih pentingnya peran camat dalam
meningkatkan pemerintahan daerah. Penguatan yang dimaksud adalah
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
menjadikan camat sebagai penguasa wilayah seperti dalam Undang-undang 5
Nomor 1974, meskipun pengaturan kecamatan masih dalam Undang-undang
No 32 Tahun 2004, di sini camat tetap sebagai perangkat daerah dalam artian
camat adalah perpanjangan tangan bupati, bukan wakil dari pemerintah pusat
seperti dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Namun demikian, atas
nama bupati, camat bertindak sebagai penguasa diwilayah kecamatan tempat
ia bekerja. Kekuasan atau kewenangan tersebut juga bukan dari pemerintah
pusat, melainkan dari bupati.
2. Berkaitan dengan pendelegasian kewenangan dari Bupati/Walikota kepada
Camat, selain diatur dalam Undang-undang dan Peraturan-pemerintah tentang
kecamatan juga harus diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota secara
terperinci. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas kewenangan yang
dijalankan oleh Camat.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Adolf Heuken SJ. Kamus Jerman-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1987.
Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi
dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung,1985.
Benny M. Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, Bandung, Cetakan IV,
1986.
CST. Kansil, Hukum Tata Pememrintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta
1983.
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku Ichtiar,
Jakarta, 1966.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
F. Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
Negara Kesatuan Indonesia, Karya Putera, Yogyakarta, 1971.
Fockema-Andreae, Kamus Istilah Hukum, Terjemahan Saleh Adiwinata, et.A.I,
Binacipta, Bandung, 1983.
HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesi, Dalam Rangka
Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2005.
-------------------, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh,
Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2003.
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
2006.
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Malang 2005.
Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administras, Edisi pertama Cetakan kedua,
Malang: Bayumedia Publishing, 2004.
Mahfud MD, Moh, 1999, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media,
Yogyakarta.
Miftah, Thoha, Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
2005.
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan perkembangan Hukum Dalam Pembanguan
Nasional, Binacipta, Bandung, 1985.
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintah Paerah kajian tentang Hubungan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, Yogyakarta, UII Perss, 2006.
Mukti Fajar ND, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Kencana, 2005.
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan ketujuh
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2001.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi ketiga, balai
pustaka, Jakarta, 2003.
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1981.
Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
------------------, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1988.
Rozali Aabdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah
secara Langsung, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
S. F. Marbun, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002.
Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 2001.
Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak Administrasi
Negara, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis UNPAD ke XXIX, Bandung,
1986.
-------------------, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak Administrasi
Negara, Bandung, Alumni, 1994.
Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta, Liberty 1984.
Soemitro. Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia
Indonesia1983.
Soerdjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT Rajagrafindo, 2007.
Supomo, Prof. Dr. Mr. , Soal Otonomi Daerah, Mimbar Indonesia, Tahun VII,
Nomor 38, 19 September 1953.
Syarief Saleh, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Endang, Jakarta, 1953.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang Undang Dasar 1945.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran
Negara Republik Inonesia Tahun 2004 Nomor 125.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan di
Daerah Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 1974 Nomor 38.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Kecamatan Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 2008 Nomor 40.
Bahan Hukum Lain:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka.
http://books.google.co.id/ Pasang_surut_otonomi_daerah.
http://www.google.com/ Pendelegasian Kewenangan Pemda Kepada Kecamatan
& Kelurahan.
http://www.google.com/, Pendelegasian Kewenangan Pemerintah Daerah
Kepada Kecamatan Dan Kelurahan, Bahan Diskusi Pada Diklat Penataan
Kelembagaan Pemerintah Daerah.
http://www.google.com/, Menata Ulang Kelembagaan Pemerintah Kecamatan.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net
Download