BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori Yang Relevan Terdapat 3 teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Teori Pembelajaran Sosial, Theory Sosial Influence, Theory of Planned Behavior. 1. Teori Pembelajaran Sosial (Sosial Learning Theory) Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsipprinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasanpenjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan. Terdapat empat proses dalam pembelajaran sosial yaitu: a. proses perhatian (attentional), b. proses penahanan (retention), c. proses reproduksi motor dan d. proses penguatan (reinforcement). 11 12 Proses perhatian adalah proses dimana seseorang hanya akan belajar dari orang lain/ model jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Teori pembelajaran sosial ini sangat relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Contoh penelitian dibidang perpajakan yang menggunakan dasar teori pembelajaran sosial salah satunya adalah penelitian Jatmiko (2006). 2. Teori Sosial Influence Theory social influence yang dikembangkan oleh Floyd All Port (1920), teori ini merupakan suatu teori yang menjelaskan tentang bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku dari seseorang individu itu dapat dipengaruhi oleh perbuatan, rekayasa, atau karena kehadiran orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat dipisahkan selain itu juga didasarkan pada faktor-faktor social lainnya tentang informasi tersebut. Teori ini berhubungan dengan efek interaksi sosial individu. Dalam riset awal tentang teori sosial influence dapat ditelusuri dari temuan Floyd All port yang menyatakan bahwa individu akan memberikan penilaian lebih konservatif pada kondisi dimana ada keberadaan orang lain daripada di keadaan terisolasi. 13 Berdasarkan uraian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasrat membayar pajak seseorang tergantung dari penguatan positif yang diterimanya. Apabila interaksi dengan individu lain dapat berjalan dengan baik, maka keinginan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya akan berjalan dengan baik pula. Pada akhirnya akan menambah pemasukan negara dan juga meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak. 3. Teory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1980), Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan menunjukkan tindakan manusia diarahkan oleh tiga jenis kepercayaan-kepercayaan, diantaranya adalah: a. Behavioral Beliefs Keyakinan individu sebagai akibat dari hasil suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. Wajib pajak memiliki keyakinan dalam memutuskan untuk melakukan kewajibannya dalam bidang perpajakan atau tidak melakukan nya. Dan hal ini berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. b. Normative Beliefs Persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Yang pada intinya akan menimbulkan norma yang bersifat subjektif. Jadi norma subjektif adalah pengaruh sosialisasi yang baik dari orang sekitar, lingkungan, atau media yang mendorong 14 wajib pajak untuk melakukan kepatuhan pajak atau tidak melakukan kepatuhan pajak. c. Control Beliefs Keyakinan mengenai keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Hal ini lebih dikaitkan dengan seberapa kuat sistem pengawasan yang dilakukan oleh Direktoral Jendral Pajak untuk menangani kepatuhan wajib pajak. Untuk memahami penentu-penentu perilaku, yang digunakan adalah teori keperilakuan (behavioral theory) yang sangat erat hubungannya dengan ilmu psikologi dimana ilmu ini merupakan bagian dari sains atas perilaku dan proses-proses mental yang mencoba mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan berbagai aspek dari perasaan, pikiran, persepsi, dan kegiatan. Penelitian tentang kepatuhan pajak yang menggunakan teori tersebut adalah penelitian Arum (2012:28). B. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Safri Nurmantu, Kepatuhan Perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hal perpajakannya. 15 Menurut Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari : 1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri. 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberi kontribusi bagi pembangunan Negara yang diharapkan didalam pemenuhannya dilakukan secara sukarela. Kepatuhan Wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment dimana dalam prosesnya mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan kewajibannya. Pada tahun 2008 dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagai turunan dari Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 sebagai berikut : 1. Tepat waktu penyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun terakhir. 2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam waktu terakhir untuk Masa pajak dari Januari sampai November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 16 3. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa untuk Masa pajak berikutnya. 4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk menggangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib pajak patuhdan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan. 5. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang menyampaikan SPT tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik. Safri Nurmantu (2006:110) mengatakan bahwa ada dua macam kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan materil. 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 17 Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material. 2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut penelitan yang dilakukan oleh Cindy dan Yenni (2013) kepatuhan Wajib Pajak dapat di pengaruhi oleh dua jenis Faktor, yaitu: a. Faktor Internal yang memepengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor pendidikan, faktor kesadaran keberagamaan, faktor kesadaran perpajakan, faktor pemahaman terhadap Undang-undang dan peraturan perpajakan, dan faktor rasional. b. Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan lingkungan sekitar Wajib Pajak. 18 C. Pengetahuan Perpajakan Menurut Pancawati dan Nila (2011) Pengetahuan pajak adalah langkah pendewasaan pemikiran seorang Wajib Pajak melalui upaya pengajaran dan pelatihan melalui pendidikan formal dapat menigkatkan pengetahuan Wajib Pajak, karena pengetahuan perpajakan merupakan hal yang paling mendasar harus dimiliki Wajib Pajak. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. (Utami, 2012) Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi kesimpulan nya pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan (Veronica Carolina,2009:7). Pengetahuan akan peraturan dan ketentuan perpajakan oleh wajib pajak diharapkan membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Menurut Yuli,dkk (2012) Informasi yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi mereka terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh 19 Yuli,dkk (2012) diperoleh hasil bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat bisa dimulai dari pemahaman terhadap peraturan perpajakan serta kebijakan perpajakan, pemahaman dalam menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemahaman dalam mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), serta pemahaman tentang terdapatnya sanksi pajak dalam hal keterlambatan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan meningkatnya pengetahuan peraturan pajak masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran Wajib Pajak dalam membayarkan pajaknya. D. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang tulus ikhlas. Semakin tinggi tinggi kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meninggkatkan kepatuhan (Muliari dan Ery, 2009). Menurut Marihot (2010) apabila kesadaran bernegara kurang maka masyarakat kurang dapat mengenal dan menikmati pentingnya berbangsa dan bertanah air, berbahasa nasional, menikmati keamanan dan ketertiban, memiliki dan menikmati kebudayaan nasional dan pada akhirnya apabila 20 kesadaran bernegara kurang maka rasa memiliki dan menikmati manfaat pengeluaran pemerintah juga kurang sehingga kesadaran membayar pajak juga tidak tebal. Pada sebagian besar masyarakat dalam hal ini masyarakat Indonesia,tingkat kesadaran dalam membayar pajak sendiri dirasa sangat kurang. Kesadaran wajib pajak akan meningkat dalam hal membayar pajak bilamana di dalam masyarakat itu sendiri muncul persepsi positif terhadap pajak. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan tujuan membayar pajak bisa melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak. Peran aktif pemerintah pun sangat diperlukan untuk menyadarkan pelatihan secara insentif agar kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dapat meningkatkan atau dengan kebijakan perpajakan dapat digunakan sebagai alat untuk menstimulus atau merangsang Wajib Pajak agar melaksanakan dan meningkatkan kesadaran membayar pajak. Penyuluhan pajak yang dilakukan secara insentif dan secara kontinyu akan dapat membantu meningkatkan pemahaman membayar pajak . Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jendral Pajak dalam membangun kesadaran dan kepeduliaan sukarela Wajib Pajak (Tryana A.M Tiraada :2013) antara lain : 21 1. Melakukan sosialisasi Sebagaimana dinyatakan Dierjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif. 2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak. Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak melangkah ke Kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan serta harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu. 3. Meningkatkan Citra Good Governance. Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa saling percaya. 22 4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan. Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. 5. Law enforcement. Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari investigasi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat Wajib Pajak. 6. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Dirjen Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada korupsin di lingkungan Direktorat Jendral Pajak, jangan hanya memandang informasi ini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera dijelaskan maka masyarakat kemudian bersikap resistance dan 23 enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak yang dibayarkannya paling-paling hanya akan dikorupsi. 7. Merealisasikan program sensus perpajakan nasional Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak. E. Sosialisasi Pajak Sosialisasi merupakan kegiatan penyuluhan pajak memiliki peranan dan andil yang cukup peting dalam mensosialisasikan pajak ke seluruh wajib pajak. Pajak memiliki pengertian iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang di pungut oleh lembaga tertentu yang di tunjuk (Ditjen Pajak) berdasarkan KUP (Djoko Muljono, 2010). Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dari wajib pajak pada khusunya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. 24 Sosialisasi perpajakan dalam bidang perpajakan merupakan hal penting dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui media komunikasi, baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audio visual seperti eadio atau televisi (Sulistianingrum, 2009:3). Program-program yang telah dilakukan berkaitan dengan kegiatan sosialisasi pajak yang dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak antara lain (www.pajak.go.id): 1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan tentang perpajakan. 2. Mengadakan seminar-seminar di berbagai profesi serta pelatihanpelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta. 3. Memasang spanduk yang bertemakan pajak. 4. Memasang iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televise. 5. Mengadakan acara tax goes to campus yang diisikan dengan berbagai acara yang menarik mulai dari debat pajak sampai dengan seminar pajak dimana hal tersebut bertujuan untuk menimbulkan pemahaman tentang pajak kepada masyarakat. 6. Memberikan penghargaan terhadap wajib pajak patuh pada setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 25 Kegiatan sosialisasi atau penyuluhan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut (Marisa Herryanto, 2013:127). 1. Sosialisasi langsung Sosialisasi langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan dengan berinteraksi langsung dengan Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak. Bentuk sosialisasi langsung yang pernah diadakan antara lain Early Tax Education, Tax Goes To School/ Tax Goes To Campus, perlombaan perpajakan (Cerdas Cermat, Debat, Pidato Perpajakan, Artikel), sarasehan/ tax gathering, kelas pajak/ klinik pajak, seminar/ diskusi/ ceramah, dan workshop/ bimbingan teknis. 2. Sosialisasi tidak langsung Sosialisasi tidak langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi dengan peserta. Contoh kegiatan sosialisasi tidak langsung antara lain sosialisasi melalui radio/ televisi, penyebaran buku/ booklet/ leaflet perpajakan. Bentuk-bentuk sosialisasi tidak langsung dapat dibedakan berdasarkan medianya. Dengan media elektronik dapat berupa talkshow TV, built-in program, dan talkshow radio. Sedangkan dengan media cetak (koran/ majalah/ tabloid/ buku) dapat berupa suplemen, advertorial (booklet/ leaflet perpajakan), rubrik tanya jawab, penulisan artikel pajak, dan penerbitan majalah/ buku/ alat peraga penyuluhan (termasuk komik pajak). 26 F. Pelayanan Fiskus Pengertian fiskus adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan Yuli dan dkk (2012). Pelayanan fiskus yang meliputi kemampuan kompetensi yaitu memilki keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi, dan perundang-undangan perpajakan serta motivasi yang tinggi sebagai pelayanan publik. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada bagaimana sikap petugas pajak memberikan suatu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan fiskus memiliki lebih banyak peran sebagai seorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakan di butuhkan peran lebih dari sekedar pemeriksa. Selain mengatur hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak, ketentuan umum dan tata cara perpajakan juga mengatur ketentuan bagi petugas pajak (Supramono dan Damayanti, 2009:18), antara lain : 1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya, dengan sengaja menghitung, atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan. 27 2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak diluar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi. Apabila terbukti melakukannya maka pegawai pajak tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Pegawai pajak yang dalam tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum akan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUH Pidana. 4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, dan menerima pembayaran, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri akan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pidana Korupsi dan Perubahannya. 5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan itikad baik dan sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 28 G. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kepatuhan wajib pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pengetahuan, kesadaran wajib pajak, sosialisasi dan pelayanan fiskus telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta memberi kontribusi tambahan bagi wajib pajak untuk mengetahui cara-cara wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya. Tabel 2.1 menunjukan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai kepatuhan wajib pajak. No Peneliti 1. Gede Pani Esa Dharma,K etut Alit Suardana (2014) 2. Tryana A.M. Tiraada (2013) 3. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Variabel Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus dan Kepatuhan WPOP Kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak PKB dan BBNKB pada kantor SAMSAT Denpasar. Kesadaran perpajakan dan sanksi pajak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kabupaten Minahasa Selatan. Sikap fiskus tidak berpengaruh dikarenakan pelayanan yang diberikan fiskus tidak dipergunakan secara rutin oleh wajib pajak di Kabupaten Minahasa Selatan, sehingga wajib pajak tidak terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang diberikan oleh fiskus. Sedangkan kesadaran perpajakan dan sanksi pajak memberikan pengaruh yang besar terhadap kepatuhan wajib pajak di Kabupaten Minahasa Selatan. Ketut Evi Pengaruh Kesadaran Kesadaran wajib pajak, pengetahuan Susilawat, Wajib Pajak, pajak, sanksi perpajakan dan 29 Ketut Budiartha (2013) Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan, Akuntabilitas Pelayanan Publik, dan Kepatuhan Wajib Pajak 4. Cindy Pengaruh Kesadaran Jotopurno Wajib Pajak , mo, Yenni Kualitas Pelayanan Mangoting Fiskus, Sanksi (2013) Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada dan Kepatuhan Wajib Pajak Sumber : Diolah dari beberapa jurnal akuntabilitas pelayanan pubik berpengaruh positif pada kepatuhan pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor pada Kantor Bersama SAMSAT Kota Singaraja Kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan wajib pajak berada berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya. H. Rerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Hubungan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pengetahuan adalah sesuatu yang bisa kita peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pengetahuan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Semua wajib pajak tanpa tergantung dari latar belakang pendidikan, mereka setuju bahwa pendidikan pajak membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai pengetahuan tentang perpajakan, baik soal tarif pajak yang akan mereka bayar, maupun yang berguna bagi kehidupan mereka. Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Pengetahuan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 30 2. Hubungan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Tingkat kesadaran wajib pajak dinegara berkembang masih sangatlah rendah. Kesadaran wajib pajak akan meningkat dalam hal membayar pajak bilamana di dalam masyarakat itu sendiri muncul persepsi positif terhadap pajak. Seseorang dikatakan memiliki kesadaran pajak antara lain apabila mengetahui adanya UU dan ketentuan perpajakan dan mau mematuhinya, mengetahui fungsi pajak untuk menyejahterakan rakyat, menghitung, membayar, melaporkan pajak tepat waktu dan secara sukarela tanpa paksaan. Sikap kesadaran yang tinggi mengenai pemahaman akan manfaat dan pentingnya pajak bagi kesejahteraan masyarakat dan dalam memajukan pembangunan daerah maupun pembangunan secara menyeluruh dapat mendorong seseorang untuk turut serta mewujudkan tanggung jawabnya dalam memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga kepatuhan pajaknya dapat meningkat. Maka, semakin tinggi kesadaran perpajakan maka akan meningkatkan kepatuhan pajak. Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 3. Hubungan Sosialisasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada 31 masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundangundangan. Sosialisasi tidak hanya dapat meningkatkan pengetahuan tentang pajak yang nantinya dapat berdampak pada peningkatan kesadaran wajib pajak itu sendiri. Sosialisasi perpajakan diharapkan dapat menigkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga jumlah penerimaan pajak dapat bertambah sesuai harapan. Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Sosialisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 4. Hubungan Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pelayanan merupakan service yang harus diberikan dengan sebaikbaiknya. Didalam perpajakan harus diterapkan pelayanan yang baik agar wajib pajak tersebut merasa nyaman untuk membayarkan pajaknya. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi berupa keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Kepatuhan wajib pajak akan lebih meningkat apabila fiskus bersikap kooperatif, adil, jujur, memberikan informasi serta kemudahan, 32 sehingga tidak mengecewakan wajib pajak. Berdasarkan hal ini maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi I. Model Konseptual Penelitian Berikut ini merupakan konseptual penelitian secara ilusiatif mengenai pengaruh pengetahuan perpajakan, kesadaran wajib pajak,sosialisasi, dan pelayanan fiskus terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Pengetahuan Perpajakan (X1) (X Kesadaran (X2) Kepatuhan Wajib Pajak (X (Y) Sosialisasi (X (X3) (X Pelayanan Fiskus (X4) (X Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Sumber : Diolah Oleh Penulis