KOMPOSISI TUMBUHAN BAWAH DI TAHURA NIPA

advertisement
KOMPOSISI TUMBUHAN BAWAH DI TAHURA NIPA-NIPA
DESA SOROPIA KECAMATAN SOROPIA KABUPATEN KONAWE
SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Oleh :
MUH. RISAL M
D1B5 09 076
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KOMPOSISI TUMBUHAN BAWAH DI TAHURA NIPA-NIPA
DESA SOROPIA KECAMATAN SOROPIA KABUPATEN KONAWE
SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Oleh:
Muh.Risal M
diajukan kepada program studi manajemen hutan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada program studi manajemen hutan.
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANA PUN. APABILA DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU
DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN. MAKA SAYA
BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari,
April 2016
MUH.RISAL M
NIM. D1B5 09 076
iii
iv
v
ABSTRAK
MUH.RISAL M (D1B509076). Komposisi Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-nipa
Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (dibimbing
oleh NIKEN PUJIRAHAYU sebagai pembimbing I dan ASRIANTI ARIEF
sebagai pembimbing II).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komposisi Tumbuhan Bawah Di
Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawasei
Tenggara. Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober sampai Desember 2015.
Metode penelitian ini menggunakan analisis vegetasi kuantitatif dengan
pengambilan data di lokasi penelitian. Bentuk desain sampel metode garis berpetak
dibuat tiga transek (100 m dpl, 200 m dpl dan 300 m dpl). Tiap transek terdiri 10
petak, masing-masing petak contoh berukuran 2 x 2 meter dengan jarak antara petak
10 meter diharapkan mewakili tiap komposisi vegetasi dan jarak antara transek 100
meter pada tiap ketinggian yang berbeda.
Hasil penelitian komposisi tumbuhan bawah terdapat 20 jenis dalam 16 famili.
Jenis yang memiliki kerapatan, frekuensi dan indeks nilai penting tertinggi yaitu jenis
Rumput teki (Cyperus cyperiodes (L) O.K), Melastoma affine, Paku hata (Ligadium
circnatum (Burn) Sw dari famili Cyperaceae, Melastomataceae dan Poaceae. Total
indeks keanekaragaman tesebut menandakan bahwa indeks keanekaragaman
komunitas (H’) masuk kategori sedang.
Kata Kunci: Komposisi, Keanekaragaman jenis, Tumbuhan bawah.
vi
ABSTRACT
MUH.RISAL M (D1B509076). Composition Of Understorey In Tahura Nipa-nipa
on Soropia village, Soropia district, Konawe of southeast Sulawesi (guided by
NIKEN PUJIRAHAYU as mentor I and ASRIANTI ARIEF as mentor II).
This studies aims to determined the Composition Of Understorey In Tahura
Nipa-nipa on Soropia village, Soropia District Konawe of Southeast Sulawesi. This
studied was conducted since October until December 2015.
This research method using vegetation analysis of quantitative data collection
in the field. The Sample design form line method terraced made three transects (100
m dpl, 200 m dpl and 300 m dpl), sample plots each measuring 2 x 2 meter by 10
meter spacing between plots are expected to represent each composition vegetation
and the distance between transects of 100 meters at each study site at different
heights.
Results of the study of composition species under there are 20 species in 16
families. The kind that has a density, frequency and the index value of highest
importance are the type of (Cyperus cyperuides (L) O, K), (Melastoma affine),
(Ligodium circnatum (Burn) Sw) of the family Cyperaceae, Melastomataceae and
Poaceae. The total index of diversity indicates that the community diversity index
(H ') in the category of medium.
Keywords: Composition, diversity, understorey.
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Konaweha Kecamatan Samaturu
Kabupaten Kolaka pada tanggal 12 Desember 1988 yang
merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara anak dari
pasangan Bapak H. Mursalim dan Ibu Hj. Asnia.
Pada tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 1 Konaweha, tahun 2005 lulus
dari SLTP Negeri 2 Samaturu dan pada tahun 2008 penulis lulus dari SMK Negeri 1
Samaturu.
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Halu
Oleo melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)
tahun2009
pada Program Studi Manajemen Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Halu Oleo, yang sekarang ini telah menjadi Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Komposisi Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-nipa Desa Soropia
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe” untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan
dan Ilmu lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghormatan kepada Ibu
Niken Pujirahayu, S.Hut., MP selaku Pembimbing I dan Ibu Asrianti Arief, SP,
M.Si selaku Pembimbing II, yang telah banyak membantu baik secara moral maupun
bimbingan, saran, kritik, nasehat, serta permohonan maaf atas segala kesalahan
penulis perbuat, baik sengaja maupun tidak sengaja mulai dari awal sampai akhir
pembimbingan. Terimah kasih penulis tujukan kepada Ayahanda dan bunda atas
perhatian dan do‟anya kepada penulis.
Pada
kesempatan
ini
pula
penulis
dengan
kerendahan
hati
ingin
menyampaikan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada :
1.
Rektor Universitas Halu Oleo serta Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan di Universitas Halu Oleo (UHO).
2.
Bapak Zulkarnain, S.Hut., M.Si dan Ibu Niken Pujirahayu, S.Hut., MP, selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari.
ix
3.
Bapak Alamsyah Flamin selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan Jurusan
Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo
Kendari.
4.
Bapak Dr. Nur Arafah, SP., M,Si Selaku penasehat akademik yang telah banyak
memberikan masukan dan nasehat yang sangat berarti selama mengikuti
pendidikan di Universitas Halu Oleo.
5.
Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan di
Universitas Halu Oleo.
6.
Kekasihku Rahmawati yang selalu memberiku semangat dan dukungan serta
doa yang tulus.
7.
Saudara saya Muh.Japar, dan Teman-teman saya, Atfal, Dilla, Lirman, Nani
marlina, Suci, Isra, Fian, Reisal, Asdawar arsamid, Murtato, Tini, Reisal dan
masih banyak lagi serta rekan-rekan 09 - 015 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu terima kasih atas dukungan dan kekompakkan yang telah diperjuangkan
bersama, semoga senantiasa tetap terjaga.
Akhirnya penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, penulis dengan segala kerendahan hati menerima
segala bentuk saran dan kritik yang sifatnya membangun, guna kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang senantiasa mendapat
hidayah dari Allah SWT.
Kendari,
Penulis
x
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iv
ABSTRACT ....................................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR....................................................................................
viii
DAFTAR ISI...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................
1
3
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori.....................................................................................
1. Pengertian Hutan dan Fungsinya...................................................
2. Komposisi Vegetasi.......................................................................
3. Tumbuhan Bawah .........................................................................
4. Habitus (Bentuk Pertumbuhan).....................................................
5. Parameter Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam Analisis Tumbuhan
6. Metode Pengambilan Contoh Untuk Analisis Tumbuhan............ .
B. Kerangka Pikir......................................................................................
4
4
6
7
10
13
17
19
III. METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................
Alat dan Bahan....................................................................................
Populasi dan Tehnik Pengambilan Sampel ........................................
Jenis dan Sumber Data .......................................................................
Analisis Data .......................................................................................
Konsep Operasional ............................................................................
xi
21
21
22
23
24
26
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak geografis dan Luas wilayah ......................................................
B. Jenis tanah dan Iklim ..........................................................................
29
30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan................................................................................
1. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang ditemukan ....................................
2. Komposisi jenis berdasarkan Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Indeks
Nilai Penting (INP) dari jenis tumuhan bawah ..................................
3. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah............................................
B. Pembahasan.........................................................................................
1. Jenis-jenis tumbuhan bawah yang ditemukan berdasarkan famili .....
a. Faktor yang mempengaruhi Tumbuhan Bawah di lokasi
penilitian........................................................................................
2. Komposisi jenis berdasarkan Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Indeks
Nilai Penting (INP) dari jenis tumuhan bawah ..................................
3. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah............................................
31
31
32
37
38
39
40
43
48
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
xii
52
52
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
Jenis, Jumlah, dan Famili Tumbuhan Bawah di Hutan Soropia ........
2.
Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura NipaNipa Desa Soropia pada ketinggian 100 mdpl...................................
3
35
Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura NipaNipa Desa Soropia pada Keseluruhan Petak Sampel.........................
6
34
Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura NipaNipa Desa Soropia pada ketinggian 300 mdpl...................................
5
33
Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura NipaNipa Desa Soropia pada ketinggian 200 mdpl...................................
4
31
36
Perbandingan Keanekaragaman Jenis dari Tumbuhan Bawah di Hutan
Soropia Pada Tiap Ketinggian Tempat ..............................................
xiii
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
3.
4.
Teks
Halaman
Alur kerangka pikir penelitian………………………………………
Desain petak contoh dengan metode garis berpetak………………..
Peta Lokasi Penelitian………………………………………………
Gambar. Pengamatan jenis tumbuhan bawah………………………
xiv
20
23
67
69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Teks
Halaman
1. Rekapitulasi Jenis, Jumlah, dan Famili Tumbuhan
Bawah di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia………………………
58
2. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan
tiap Petak di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia……...…………….
59
3. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan
pada Ketinggian 100 m dpl di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia…..
60
4. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan
pada Ketinggian 200 m dpl di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia….
61
5. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan
pada Ketinggian 300 m dpl di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia…
62
6. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada
Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia pada
Keseluruhan Petak Sampel………………………………….……
63
7. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada
Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia pada
ketinggian 100 m dpl..……………………………………...……
8.
64
Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada
Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia pada
ketinggian 200 mdpl. ……………………………………………
65
9. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada
Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia pada
ketinggian 300 mdpl………………………………………………
xv
66
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman Hutan Raya Nipa-nipa yang ada di kawasan pegunungan Nipa-Nipa,
Kendari merupakan salah satu dari 16 kawasan konservasi alam di Sulawesi
Tenggara. Pada tahun 1999 penetapan Tahura Nipa-nipa sebagai kawasan hutan
tetap seluas 7.877,5 Ha, (Keputusan Mentri Kehutanan No 103/Kpts-II/1999). Taman
Hutan Raya Nipa-nipa memiliki beraneka keunikan, mulai dari jenis flora dan fauna,
hingga keindahan alamnya. Aneka jenis flora yang terdapat di Tahura Nipa-nipa, di
antaranya tumbuh-tumbuhan kecil, seperti aneka jenis semak, perdu, dan aneka pohon
mulai dari batang yang berdiameter di bawah 10 cm sampai yang lebih besar (Rustam
BR, 2011).
Tumbuhan bawah adalah suatu tipe vegetasi dasar yang terdapat di bawah
tegakan hutan, kecuali permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan, herba dan
semak belukar. Lingkungan stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah
menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup
tanah pada stratum E (Soerinegara dan Indrawan, 2008).
Tumbuhan
bawah
berperan
penting
dalam
keseimbangan
ekosistem.
Keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan dapat berfungsi sebagai penahan
pukulan air hujan dan aliran
permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi.
Tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan
penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah serta sumber pangan bagi
2
flora bakteri. Selain itu, sebagian besar jenis tumbuhan bawah bisa dijadikan sebagai
obat-obatan sehingga tumbuhan tersebut harus terjaga kelestariannya (Indriyanto,
2009).
Jenis
tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan
seperti
cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat
kompetisi dari masing-masing jenis. Pada komunitas hutan hujan tropis, penetrasi
cahaya matahari yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini
disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut,
sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat
cahaya, sedangkan cahaya matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor
penting dalam proses perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Gusmaylina,
1983 dalam Nirwani, 2010).
Sehubungan dengan keberadaan tumbuhan bawah yang perlu mendapat
perhatian dan kurangnya informasi tentang tumbuhan bawah pada hutan konservasi
Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe maka
dianggap penting untuk melakukan penelitian tentang Komposisi Tumbuhan Bawah
Di Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tumbuhan bawah yang
berada di hutan konservasi Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana komposisi jenis tumbuhan bawah yang berada di Kawasan Hutan
Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia?
2. Bagaimana tingkat keanekaragaman tumbuhan bawah yang berada di Kawasan
Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui komposisi jenis tumbuhan bawah yang berada di Hutan
Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia.
2. Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman tumbuhan bawah di Kawasan
Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia.
D. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti di kawasan Hutan Konservasi Tahura
Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia.
2. Sebagai pengembangan pengetahuan mengenai Hutan Konservasi di kawasan
Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Hutan dan Fungsinya
Hutan adalah komunitas hidup terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara
umum serta hewan lain. Suatu komunitas tiap individu berkembang, tumbuh menjadi
dewasa, tua dan mati. Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas biologi dari
tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu kondisi tertentu, berinteraksi secara
kompleks dengan komponen lingkungan tak hidup (abiotik) yang meliputi faktorfaktor seperti: tanah, iklim dan fisiografi. Lebih khusus, maka hutan adalah
komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu
dengan tajuk yang rapat (Robert et al, 2010).
Berdasarkan Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan, secara
tersurat dinyatakan pada pertimbangan pertama (butir a): bahwa hutan sebagai
karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan kepada Bangsa
Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat
serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan
secara optimal serta dijaga kelestariannya dengan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, penerintah menetapkan
hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:
5
1. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
3.
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
2. Komposisi Vegetasi
Komposisi vegetasi dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun
suatu komunitas dan merupakan daftar floristik dari jenis tumbuhan yang ada dalam
suatu komunitas. Daftar floristik sangat berguna karena dapat dipakai sebagai salah
satu parameter vegetasi untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan dalam
ekosistem dan komuniatas. Jenis tumbuhan yang ada dalam ekosistem dapat
diketahui melalui pengumpulan atau koleksi secara periodik dan identifikasi di
lapangan (Ferianita, 2007).
Komposisi merupakan langkah awal studi komunitas untuk mengetahui jenis
atau kelompok organisme penyusun komunitas dan biasanya disusun dalam bentuk
tabel berdasarkan taksonomi, dan struktur merupakan studi selanjutnya yang
mempelajari tentang kontribusi dari masing-masing jenis komunitas, serta bagaimana
jenis-jenis organisme itu hidup bersama dalam menyusun komunitas (Suin, 2002).
6
Struktur komunitas digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran
dalam ruang, keanekaragaman tajuk serta kesinambungan jenis. Struktur suatu
ekosistem dengan komposisinya tertentu akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi
lingkungan atau habitatnya (Ferianti dan Fachrul, 2007).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan komposisi secara
bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh–tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan. Kelompokkelompok tegakan vegetasi mempunyai karakteristik tertentu yang membentuk
asosiasi yang kemudian disebut tipe-tipe hutan. Penandaan tipe hutan merupakan
klasifikasi inventarisasi hutan pada tiap tegakan. Tegakan dinyatakan murni bila 90%
atau lebih pohon-pohon dominan atau kodominan berjenis sama. Tegakan biasa
mempunyai tumbuhan bawah jenis lain tanpa mengubah arti murni tegakan itu
(Indriyanto, 2006).
3. Tumbuhan Bawah
Tegakan hutan dapat berupa kumpulan dari beberapa spesies tumbuhan atau
satu spesies saja. Namun, di dalam tegakan hutan pasti akan dijumpai stratifikasi atau
pelapisan tajuk. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara
vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi terjadi
karena dua hal penting yang dialami atau dimiliki tumbuhan dalam persekutuan
7
hidupnya dengan tumbuhan lain, yakni akibat persaingan tumbuhan dan akibat sifat
toleransi spesies pohon terhadap instensitas radiasi matahari (Indriyanto, 2006).
Tumbuhan bawah adalah komunitas tanaman yang menyusun stratifikasi bawah
dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau
perdu rendah. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku
Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini
banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan,
lahan pertanian dan perkebunan (Aththorick, 2005 dalam Nirwani, 2010).
Kehadiran tumbuhan bawah dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor biotik
maupun abiotik, dalam waktu yang lama menghasilkan pola khusus. Polunin (1990)
dalam Miranti (2007) menyatakan bahwa suatu hutan dengan susunan tajuk yang
rapat, hanya terdapat sedikit saja perkembangan tumbuhan bawah (under growth) dan
tumbuhan penutup tanah, sehingga batang-batang pokok pohon tampak menonjol,
dan persaingan antara pohon-pohon akan terjadi untuk mendapatkan cahaya.
Sedangkan pada hutan yang lapisan pohon-pohonnya tidak begitu lebat menyebabkan
cukup cahaya untuk menembus ke lantai hutan, sehingga vegetasi bawah dapat
berkembang.
Menurut (Arief, 1994; Ewusie, 1990, dalam Indriyanto, 2006) stratifikasi tajuk
dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh beberapa stratum antara lain:
a. Stratum A: merupakan lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya
sekitar 80 meter ke atas. Pepohonan tersebut umumnya mempunyai 3 atau 4
8
lapisan tajuk, batang yang tumbuh lurus, tinggi serta batang cabangnya cukup
tinggi.
b. Stratum B: terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 18-30 meter
dengan tajuk yang beraturan (kontinu). Batang pohon umumnya bercabang dan
batang bebas cabangnya tidak begitu tinggi. Jenis pohon pada stratum ini
kurang memerlukan cahaya atau naungan (toleran).
c. Stratum C: terdiri dari pohon-pohon yang mempunyai tinggi 4-18 meter dan
bertajuk kontinu. Pohon-pohon dalam sratum ini rendah, kecil dan bercabang
banyak, lapisannya bersinambungan dan agak rapat.
d. Stratum D: terdiri dari lapisan tumbuhan semak dan perdu yang mempunyai
tinggi 1-4 meter. Termasuk di dalamnya adalah pohon-pohon muda, palmapalma kecil, herba besar dan paku-pakuan besar.
e. Stratum E: terdiri dari lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah atau lapisan
lapangan yang mempunyai tinggi 0-1 meter.
Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah tumbuhan
bawah. Tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah
tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan, herba dan
semak belukar. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati
stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada
stratum E (Soerianegara dan Indrawan, 2008 dalam Dahlan, 2011).
Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman
yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim
9
serta
perbandingan
keanekaragaman
spesies
vegetasi
tumbuhan
bawah,
memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun
pertumbuhannya (Nirwani, 2010).
Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban
sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat
menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung
sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke
pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (Irwanto 2007
dalam Nirwani, 2010).
Pada lahan atau tegakan hutan, tumbuhan bawah seringkali dianggap sebagai
gulma. Menurut Nazif dalam Dahlan, (2011) gulma adalah tumbuhan yang
mengganggu tanaman budidaya, sebab gulma memiliki kemampuan yang bersaing
dengan tanaman pokok dalam hal unsur hara, cahaya, air dan tempat tumbuh. Selain
itu juga dapat berperan sebagai perantara dari hama penyakit dan juga dapat bersifat
alelopati yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis bagi tanaman pokok.
Lebih lanjut Soerianegara dan Idrawan (2008) dalam Dahlan (2011)
mengemukakan bahwa jenis-jenis pohon kecil (perdu), semak-semak dan tumbuhan
bawah serta liana di pelajari juga karena tumbuh-tumbuhan ini antara lain :
a. Mungkin merupakan indikator tempat tumbuh.
b. Merupakan penganggu bagi pertumbuhan permudaan pohon-pohon penting.
c. Penting sebagai penutup lahan.
d. Penting dalam pencampuran serasah dan pembentukan bunga tanah.
10
4. Habitus (Bentuk Pertumbuhan)
Habitus didefinisikan sebagai bentuk atau sosok tubuh. Habitus erat kaitannya
dengan bentuk pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan merupakan penggolongan
tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat atau menurut karakteristik
lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum diantaranya pohon, perdu, herba dan liana
(Indriyanto, 2006). Adapun menurut Depdikbud 1989 dalam Prinando, 2011) definisi
dari masing-masing bentuk pertumbuhan dan umumnya lebih dikenal sebagai habitus
adalah:
a. Pohon, merupakan tumbuhan yang berbatang keras dan besar
b. Semak merupakan tumbuhan sperti perdu, tetapi lebih kecil dan rendah, hanya
cabang utamanya yang berkayu.
c. Perdu merupakan tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh rendah
dekat dengan permukaan tanah, dan tidak mempunyai batang yang tegak.
d. Herba merupakan tumbuhan yang mempunyai batang basah karena banyak
mengandung air dan tidak mempunyai kayu.
e. Liana merupakan tumbuhan yang merambat hanya ada di hutan tropis
mempunyai batang berkayu panjang dan terkadang berbentuk unik.
Bentuk pertumbuhan yang dapat dipengaruhi oleh faktor klimatik dan fakto
edafik berdasarkan lingkungannya.
a. Ketinggian tempat tumbuh
Ketinggian tempat tumbuh merupakan kondisi lingkungan yang di dalamnya
dapat mencakup keragaman kondisi yang dapat membatasi ataupun mendukung
11
pertumbuhan tanaman (Duryat, 2008). Ketinggian tempat tumbuh termasuk faktor
fisiografis, yang merupakan pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan bentuk
dan struktur dari permukaan tanah. Elevasi tanah berpengaruh terhadap keadaan
lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama suhu, kelembaban, kadar oksigen di
udara dan keadaan tanahnya. Ketinggian tempat memiliki korelasi positif dengan
kelembaban udara. Tingkat ketinggian tempat yang semakin tinggi menyebabkan
kelembaban udara juga semakin tinggi (Daryono, 2002).
b. Intensitas cahaya
Cahaya sangat penting dalam siklus hidup tumbuhan karena merupakan faktor
kunci utama produksi senyawa yaitu sebagai pasokan energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya
fotosintesis
(Cseke et al, 2006). Proses
fotosintesis
akan
menghasilkan metabolit primer yang digunakan untuk metabolisme tanaman sehingga
terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Di samping itu, metabolit primer dipakai
untuk menyusun metabolit sekunder yang mendukung proses adaptasi dan proteksi
tanaman (Purwanti, 2007). Aktivitas sintesis zat-zat makanan ini juga berbeda-beda
tergantung pada banyaknya cahaya matahari yang mengenai tanaman. Hal ini
mempengaruhi sifat hasil tanaman obat yang diperoleh. Cahaya juga mempengaruhi
kerja hormon-hormon pertumbuhan (auksin) yang berperan pada pembesaran dan
pemanjangan sel pada tanaman (Hopkins & Huner, 2009).
Tumbuhan terdiri atas spesies yang mampu tumbuh terpapar cahaya dan
dengan naungan (tempat teduh), tergantung pada kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap pancaran sinar matahari (Hopkins & Huner, 2009). Setiap tanaman
12
memiliki toleransi (kemampuan menerima cahaya) yang berbeda-beda. Beberapa
tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat terbuka sedangkan
yang lainnya dapat tumbuh dengan baik di tempat teduh (bernaungan) hingga batas
tertentu. Hal ini karena tanaman memiliki ambang batas terhadap intensitas cahaya
yang harus diterima. Naungan dapat menyebabkan terjadinya perubahan terhadap
radiasi matahari yang diterima tanaman, baik intensitas maupun kualitasnya, sehingga
sangat berpengaruh terhadap berbagai aktivitas tanaman (Suryawati et al, 2007).
c. pH tanah
Nilai pH tanah merupakan gambaran kepekatan ion hidrogen dalam partikel
tanah. Semakin tinggi kadar H+, tanah tersebut dikatakan asam dan jika semakin
rendah dikatakan basa. Keasaman tanah merupakan salah satu faktor yang dapat
digunakan sebagai indikator kualitas tanah. pH tanah termasuk faktor edafik, yang
merupakan pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan keadaan tanah. Kondisi
keasaman mempengaruhi bahan fisik tanah, ketersediaan mineral tertentu, serapan
unsur hara, adanya unsur-unsur beracun, dan aktivitas biologi di dalam tanah
sehingga berpengaruh kuat pada pertumbuhan tanaman. Kebanyakan tanaman
tumbuh baik pada tanah yang netral, agak asam, atau sedikit basa. Perubahan kondisi
keasaman bisa menyebabkan perubahan dalam proses biokimia dan fisiologi pada
semua tanaman (Gerendas & Raticliffe, 2000).
d. Kelembaban tanah
Kelembaban tanah termasuk faktor edafik. Kelembaban tanah merupakan
kondisi lingkungan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi laju
13
metabolisme dan pertumbuhan tanaman. Kelembaban tanah menunjukkan kadar air di
dalam tanah. Kelembaban tanah optimal bagi suatu jenis tumbuhan tidak selalu
optimal bagi tumbuhan bawah. Saat musim kemarau, kelembaban tanah rendah
sehingga kandungan zat-zat aktif lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman pada
musim hujan kelembaban tanah tinggi (Rost et al, 2004).
5. Parameter Kualitatif dan Kuantitatif dalam Analisis Komunitas Tumbuhan
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter
kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia
memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif.
Beberapa parameter kualitatif
komunitas tumbuhan antara lain: fisiognomi, fenologi, stratifikasi, kelimpahan,
penyebaran, daya hidup, bentuk pertumbuhan, dan periodisitas (Gopal dan Bhardwaj,
1979 dalam Indriyanto, 2006).
Masing-masing parameter ini diuraikan sebagai
berikut:
1. Fisiognomi
Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan spesies tumbuhan dominan,
penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tetumbuhan yang tampak oleh mata.
2. Fenologi
Fenologi adalah perwujudan spesies pada setiap fase dalam siklus hidupnya.
Bentuk dari tetumbuhan berubah-ubah sesuai dengan umurnya, sehingga spesies
yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk struktur komunitas
14
yang berbeda. Perbedaan keanekaragaman spesies dalam komunitas tumbuhan
menimbulkan perbedaan struktur antara komunitas yang satu dengan yang lainnya.
3. Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam kehidupan
tumbuhan. Kejadian musiman pada tumbuhan dapat ditunjukkan oleh perwujudan
bentuk daun dan ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, dan peluruhan
buah dan biji.
4. Stratifikasi
Stratifikasi adalah distribusi tetumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua
spesies tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara vertikal
tidak menempati ruang yang sama. Dalam ekosistem hutan, stratifikasi tersebut
diciptakan oleh susunan tajuk pohon-pohon menurut arah vertikal dan terjadi
karena adanya pohon-pohon yang menduduki kelas pohon dominan, pohon
kodominan, pohon tengahan, pohon tertekan, dan pohon bawah/mati.
5. Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif
spesies organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan
dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif.
6. Penyebaran
Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
spesies organisme pada ruang secara horizontal.
Penyebaran tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga, antara lain random, seragam, dan berkelompok.
15
7. Daya Hidup
Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk
hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup
akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara kedudukannya
dalam komunitas.
8. Bentuk Pertumbuhan
Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan
yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba, dan liana.
Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979) dalam Indriyanto (2006), untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekuensi, dan dominansi. Kusmana
(1997) dalam Indriyanto (2006) mengemukakan bahwa untuk keperluan deskripsi
vegetasi tersebut ada tiga macam parameter kuantitatif yang penting, antara lain
densitas, frekuensi, dan kelindungan.
Di antara beberapa parameter yang telah disebutkan di atas akan dijelaskan satu
per satu sebagai berikut:
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan
kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama
dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K.
16
2. Frekuensi
Frekuensi
spesies
tumbuhan
adalah
jumlah
petak
contoh
tempat
ditemukannnya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi
merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies organisme dalam
pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.
3. Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif
yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan)
spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994 dalam
Indriyanto, 2006). Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu
komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga
spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling
besar.
4. Indeks Dominansi
Indeks Dominansi (index of dominance) adalah parameter yang menyatakan
tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu komunitas.
Penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu
spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diprakirakan dari
tinggi rendahnya indeks dominansi (ID).
5. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan
organisasi
biologinya. Keanekaragaman
spesies
dapat
digunakan
untuk
17
menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman spesies juga dapat digunakan
untuk mengukur stabilitas komunitas.
6. Metode Pengambilan Contoh untuk Analisis Tumbuhan
Pengambilan contoh untuk analisis data komunitas tumbuhan dapat dilakukan
dengan menggunakan metode petak (plot), metode jalur, ataupun metode kuadran
(Soegianto, 1994; Gopal dan Bhardwaj, 1979; Kusmana, 1997 dalam Indriyanto).
a. Metode Petak
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk
pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan. Petak
yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi atau lingkaran. Di samping itu,
untuk kepentingan komunitas tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak
ganda.
1) Petak Tunggal
Di dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh dengan
ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas
tumbuhan. Ukuran minimum petak contoh dapat di tentukan menggunakan kurva
spesies area. Luas minimum petak contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa
penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih dari 5%.
2) Petak Ganda
Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda di lakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebut merata pada areal yang
18
dipelajari, dan peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematik. Ukuran tiap
petak contoh di sesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhnya.
Menurut Kusmana (1997) dalam Indriyanto (2006), ukuran petak contoh
untuk pohon dewasa adalah 20 m x 20 m, fase tiang adalah 10 m x 10 m, fase
sapihan adalah 5 m x 5 m dan fase semai serta tumbuhan bawah menggunakan
petak contoh ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 2 m.
b. Metode Jalur
Metode Jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, dan elevasi. Jalurjalur contoh dibuat memotong garis kontur (garis tinggi/garis topografi) dan sejajar
satu dengan yang lainnya. pendekatan, cara ini untuk amplikasi di lapangan
misalnya jalur-jalur contoh dibuat tegak lurus pantai, memotong sungai atau naik
turung lereng gunung. Jumlah jalur disesuaikan dengan intensitas samplingnya.
Jalur contoh yang dibuat berukuran lebar 20 cm dapat dibuat dengan intensitas
samplingnya 2-10% ( Indriyanto, 2006).
c. Metode Garis Berpetak
Metode ini dianggap sebagai modifikasi dari metode petak ganda atau
metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur,
sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.
semua parameter kuantitatif dapat dihitung menggunakan rumus-rumus seperti
yang telah diuraikan di atas, dan cara perghitungan semua parameter kuantitatif
sama dengan cara pada petak ganda maupun pada cara jalur.
19
d. Metode Kombinasi
Metode kombinasi adalah kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak
dalam metode tersebut, risalah pohon dilakukan dengan metode jalur, yaitu pada
jalur-jalur yang lebarnya 20 m. Petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan
pohon, petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan tiang, petak berukuran 5
m x 5 m untuk pengamatan pancang, sampling dan seedling, serta metode garis
berpetak berukuran 2 m x2 m untuk pengamatan semai atau tumbuhan bawah.
e. Metode Kuadran
Metode kuadran umumnya dipergunakan untuk pengambilan contoh vegetasi
tumbuhan jika hanya vegetasi yang menjadi obyek kajiannya, (Indriyanto, 2006).
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari Penelitian ini yaitu untuk mengetahui komposisi jenis
tumbuhan bawah di Kawasan Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, hutan konservasi Tahura Nipa-nipa yang
berada di Desa Soropia tidak hanya terdapat vegetasi pohonnya melainkan juga
terdapat tumbuhan bawahnya, tumbuhan bawah banyak memiliki fungsi yaitu
berfungsi sebagai penutup tanah, dapat juga berfungsi untuk perlindungan unsur hara,
dan juga memperbaiki sifat tanah sehingga pertumbuhan vegetasi menjadi baik, maka
dilakukan penelitian analisis vegetasi dengan variabel yang diamati meliputi Densitas
(kerapatan), Frekuensi, Indeks Nilai Penting serta variabel tingkat keragaman.
Melalui penelitian ini akan di peroleh data informasi mengenai tumbuhan
bawah pada Kawasan Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan
20
Soropia Kabupaten Konawe. Dari tahapan-tahapan diatas untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bagan kerangka pikir berikut ini.
Kerangka fikir dari penelitian ini adalah :
Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa
Desa Soropia Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe
Tumbuhan Bawah
Variabel tingkat keragaman :
Keanekaragaman jenis
tumbuhan
Vegetasi pohon
Variabel komposisi jenis :
- Densitas (kerapatan)
- Frekuensi
- Indeks Nilai Penting (INP)
Data informasi tentang komposisi tumbuhan bawah
di Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa
Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, Penelitian ini dilakukan pada bulan
Oktober sampai Desember 2015.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Tallysheet pengamatan,
2. Buku panduan tumbuhan bawah.
Alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini meliputi:
1. Patok kayu untuk tanda batas
2. Meteran rol untuk pengukuran petak dan garis rintis,
3. Parang untuk membersihkan petak atau plot pengamatan,
4. Kompas untuk membantu penentuan arah garis,
5. Tali rafia untuk membuat batas plot pengamatan,
6. Alat tulis menulis untuk mencatat data,
7. Global Positioning System GPS untuk penentuan koordinat posisi 100, 200
dan 300 mdpl di Hutan Tahura Nipa nipa Desa Soropia,
8. Kamera untuk dokumentasi.
22
C. Populasi dan Tehknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan bawah yang
terdapat di Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe dengan luas 374 Ha. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah
jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada plot/petak pengamatan.
Penentuan titik sampling dilakukan secara purposive sampling yaitu lokasi
sampel ditentukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan jenis tumbuhan bawah
yang ada di Hutan Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia. Alasan menggunakan teknik
purposive sampling karena jenis tumbuhan bawah di lokasi penelitian tidak tersebar
secara merata, sehingga penentuan titik sampling dapat dilakukan secara sengaja.
Bentuk desain sampel yang digunakan untuk mengetahui jenis tumbuhan bawah
yang berada di Hutan Tahura Nipa-nipa Desa Soropia adalah pada tiap lokasi
penelitian dibuat tiga transek (100 m dpl, 200 m dpl dan 300 m dpl) jarak antara
transek 100 meter pada ketinggian yang berbeda, sejajar dengan garis kontur yang
diharapkan mewakili tiap ketinggian tempat. Penentuan desain petak contoh
menggunakan metode garis berpetak. Masing-masing petak contoh berukuran 2 x 2
meter Tiap transek terdiri 10 petak, dengan jarak antar petak 10 meter diharapkan
mewakili tiap kompisisi vegetasi (Indriyanto, 2009).
Desain petak contoh dengan metode garis berpetak dapat dilihat pada
Gambar 2 sebagai berikut.
23
300 mdpl
200 mdpl
100 mdpl
Keterangan :
: Petak Contoh ukuran 2 meter x 2 meter
: Garis transek
: Jarak antar Transek 100 meter
: Jarak antar petak 10 meter
D. Jenis dan Sumber Data
Sesuai dengan tujuan penelitian, jenis dan sumber data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
1) Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui metode survei dan
pengamatan langsung di lapangan. Sebelum pengumpulan data primer dilakukan
terlebih
dulu
melakukan
survei
lapangan
untuk
menetapkan
lokasi
pengamatan yang dianggap akan mewakili jenis tumbuhan bawah pada
Kawasan Hutan Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia.
24
Jenis tumbuhan bawah yang dapat dikenali dengan jelas nama jenisnya dapat
langsung dicatat baik itu nama lokal, Indonesia, maupun nama ilmiahnya. Namun
pada jenis-jenis yang belum dapat diketahui nama ilmiah, maupun nama
Indonesianya, identifikasi jenis dapat dilakukan menggunakan buku literatur
tentang tumbuhan bawah ( Tjitrosoedirdjo et al, 2011), Buku Tumbuhan Obat Di
Sulut Jilid 1 (Kinho, et al, 2006), Buku Some Important Invasive Of Species Weeds
of Forest Plantation Areas In Indonesia (Wibowo A, 2008), Buku Tumbuhan
Berguna Indonesia I-IV (Heyne K, 1987 Terjemahan : de Nuttige Planten van
Indonesia. Dephut Jakarta) dan literatur-literatur yang berhubungan dengan
tumbuhan bawah.
2) Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari berbagai sumber terpercaya atau instansi/dinas
/lembaga, studi pustaka maupun dari hasil-hasil penelitian/publikasi yang
berkaitan dengan tujuan penelitian ini.
E. Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Komposisi tumbuhan bawah yang ditemukan.
2. Keanekaragaman jenis tumbuan bawah.
25
F. Analisis Data
Analis data dalam penelitian ini secara garis besar dibedakan menjadi dua
variabel pengamatan jenis tumbuhan bawah dan variabel keanekaragaman jenis.
Variabel komposisi meliputi densitas, frekuensi, Indeks Nilai Penting (INP). Untuk
variabel keanekaragaman jenis yaitu indeks keragaman jenis tumbuhan.
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu perunit luas atau perunit volume. Dengan
kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama
dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K.
Perbandingan kerapatan suatu jenis dengan kerapatan seluruh jenis yang
dinyatakan dalam persen disebut kerapatan relatif (KR). Dapat dihitung
menggunakan rumus Soegianto (1994) dalam Indriyanto (2006) sebagai berikut:
Jumlah individu
Kerapatan (K)
=
Luas seluruh petak contoh
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR)
=
x100%
Kerapatan seluruh jenis
26
2. Frekuensi
Untuk kepentingan analisis tumbuhan, frekuensi spesies (F) dan frekuensi
relatif spesies (FR). Dihitung dengan rumus Soegianto (1994) dalam Indriyanto
(2006) sebagai berikut:
Jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies
Frekuensi (F)
=
Jumlah seluruh petak contoh
Frekuensi suatu jenis
FR
=
x100%
Frekuensi seluruh jenis
3. Indeks Nilai Penting
Indeks niali penting (Importance Value Index) adalah parameter kuantitatif
yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan)
spesies-spesies dalam satu komunitas tumbuhan. Spesies-Spesies yang dominan
(yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai
penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki
indeks nilai yang sangat besar. Jenis dominan tersebut dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus Soegianto (1994) dalam indriyanto (2006) yaitu Indeks Nilai
Penting (%) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif
INP (%) = KR + FR
4. Keanekaragaman Jenis
Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan
27
memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu disusun oleh
sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies dominan.
Untuk menentukan besarnya keragaman jenis tumbuhan dilakukan analisis
dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener Soegianto (1994) dalam Indriyanto
(2006) sebagai berikut:
H’ = - Σ {(n.i/N) ln (n.i/N)} …………………………………….. (1)
dengan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
n.i = nilai penting dari spesies
N = total nilai penting
Nilai derajat keanekaragaman (H’) suatu komunitas biasanya lebih besar dari
nol. Menurut Shannon-Wiener (1963) dan Fachrul (2008) dalam Prinando (2011),
apabila derajat keanekaragaman :
(H’)<1 maka keanekaragamanya rendah,
1≤H’≥3 keanekaragamannya sedang, dan
H‟>3
maka keanekaragamannya tinggi
G. Konsep Operasional
Konsep operasional di Kawasan Hutan Tahura Nipa-nipa Desa Soropia
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe mempunyai batasan operasional dari
beberapa istilah yang berhubungan dengan penelitian ini.
1. Tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah
tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan,
28
herbal atau semak belukar yang menempati stratum D yakni lapisan perdu,
semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E.
2. Perdu merupakan tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh rendah
dekat dengan permukaan tanah, tidak mempunyai batang yang tegak dan tinggi
1-4 meter.
3. Semak merupakan tumbuhan sperti perdu, tetapi lebih kecil dan rendah, hanya
cabang utamanya yang berkayu.
4. Herba merupakan tumbuhan yang mempunyai batang basah karena banyak
mengandung air dan tidak mempunyai kayu.
5. Liana merupakan tumbuhan yang merambat hanya ada di hutan tropis
mempunyai batang berkayu panjang dan terkadang berbentuk unik.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak georafis dan luas wilayah
Desa Soropia merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe, Wilayah Desa Soropia terletak di sepanjang pesisir pantai
Soropia, Pola pemukiman masyarakat mengikuti alur sepenjang pantai dan wilayah
perbukitan. Luas wilayah Desa Soropia ± 549, Ha, dengan rincian penggunaan
sebagai berikut :
No Penggunaan lahan
Luas
1
Pemukiman
12 Ha
2
Pekarangan
5,5 Ha
3
Perkebunan
145 Ha
4
Jalan
3 Ha
5
Kuburan
1 Ha
6
Perkantoran,Sekolah/sarana lain
7
Lainnya
8
Hutan Negara
3,5 Ha
5 Ha
374 Ha
Batas-batas Wilayah Desa Soropia meliputi:

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda

Sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Nipa- Nipa

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sawapudo

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waworaha,
30
B. Jenis tanah dan Iklim
Berdasarkan informasi dari peta tanah kawasan Tahura Nipa-Nipa Kota
Kendari skala 1:250.000 tahun 1985, dan hasil observasi lapangan Juni 2009. Jenis
tanah daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel berikut.
Luas
No
1.
2.
Jenis Tanah
Hektar (Ha)
Kambisol
Podsolik
106,9
7.770,6
Total
7.877,5
Sumber: Data Sekunder UPT Balai Tahura Nipa-Nipa, 2012.
Persen (%)
1,36
98,64
100,00
Tanah podsolik merupakan tanah sangat tercuci yang berwarna abu-abu muda
sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan bawah berwarna merah
atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi
tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4.2 – 4.8). Sedangkan jenis tanah
kambisol merupakan tanah yang mempunyai horison B kambik dan horison A umbrik
atau molik, dan tidak terdapat gejala hidromorfik.
Berdasarkan klasifikasi iklim dari Schmidt dan Fergusson Kawasan Tahura
Nipa-Nipa termasuk iklim tipe C dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.592 mm,
musim penghujan terjadi pada bulan November-Maret. Bulan kering jatuh pada bulan
Agustus-Oktober dengan suhu berkisar antara 19
relatif 83% (Rustam BR, 2011).
O
C sampai 33
O
C dan kelembaban
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
1. Jenis-Jenis Tumbuhan Bawah Yang Ditemukan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di Kawasan Tahura NipaNipa Desa Soropia Kecamatan Soropia, maka jenis tumbuhan bawah yang
teridentifikasi sebanyak 20 jenis dalam 16 famili. Data hasil identifikasi jenis dan
famili tumbuhan bawah diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, Jumlah, dan Famili Tumbuhan Bawah di Hutan Soroia.
No.
Famili
Jenis Tumbuhan
Jumlah
individu
1
Cyperaceae
Rumput teki (Cyperus cyperuides (L) O.K)
90
2
Melastomataceae
3
Poaceae
4
Schizaeaceae
5
Asteraceae
Harendong (Melastoma affine)
Rumput sarang buaya (Ottochloa nodosa)
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg)
Rumput setaria (Seteria flavidum)
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw
Paku Sayur (Diplazium dietrichianum (Luerss) C.Chr)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena odorata (L).
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
80
46
6
1
52
3
17
10
6
Ophioglosscaceae
Paku tajuk langit (Helminthostachys zeynalica (L) Kaulf
25
7
Amaranthaceae
Garutan (Donax cahrformis K. Schum)
22
8
Piperaceae
Sirih Hutan (Piper betle)
22
9
Gleicheniacea
Resam (Dicrenopteris linearsis Burm. F)
20
10
Araceae
Sirih gading (Epipremnum aureum)
19
11
Zingiberaceae
Kunyit Hutan (Curcuma indica)
13
12
Thelyteriduceae
Cristella parasitica (L) Lew
5
13
Martiaceae
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
2
14
Verbenaceae
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl
2
15
Pandanaceae
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
1
16
Roscaceae
Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik) Roxb)
1
Total
Sumber: Data Primer, diolah 2015
20
437
32
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kawasan Hutan Tahura Nipa-nipa Desa Soropia,
terdapat jenis tumbuhan bawah
sebanyak 20 jenis dalam 16 famili. Dimana
berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat bahwa jenis-jenis tumbuhan bawah yang
terdapat di lokasi penelitian adalah dari famili Poaceae, Cyperaceae, Zingiberaceae,
Schizaeaceae, Marantaceae, Roscaceae, Ophioglosscaceae, Araceae, Pandanaceae,
Melastomataceae, Asteraceae, Gleicheniaceae, Martiaceae, Piperaceae,Verbenaceae
,Thelyteriduceae.
2.
Komposisi Jenis berdasarkan Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Indeks
Nilai Penting (INP) dari Jenis Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah disekitar Hutan Soropia,
maka diperoleh nilai kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi
relatif (FR) dan indeks nilai penting (INP) pada tiap ketinggian disajikan pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2 menunjukkan
bahwa
pada
ketinggian 100 m dpl,
jenis
yang
ditemukan memiliki kerapatan tertinggi yaitu Rumput Teki (Cyperus cyperuides (L)
O.K) yaitu 22500 Ind/Ha sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah
Rumput sateria (Seteria fladium) yaitu 250 Ind/Ha. Kemudian Jenis yang memiliki
frekuensi paling tertinggi ditemukan pada jenis Rumput teki (Cyperus cyperuides
(L) O.K yaitu 1 sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah
Pandan Hutan (Pandanus nidus) yaitu 0,10. Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting
(INP) paling tinggi adalah Rumput Teki (Cyperus cyperuides (L) O.K)yaitu 50,16%.
33
Sedangkan jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling rendah Pandan
Hutan (Pandanus nidus) yaitu 1,43%.
Tabel 2. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa
Soropia pada ketinggian 100 m dpl.
1
FR
(%)
19,23
50,16
11,00
0,50
9,62
20,61
5250
7,22
0,40
7,69
14,91
1000
1,37
0,70
13,46
14,84
6750
9,28
0,20
3,85
13,12
6
Sirih Hutan (Piper betle)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
Sirih gading (Epipremnum aureum)
4500
6,19
0,30
5,77
11,95
7
Garutan (Donax Cahrformis K. Schum)
5500
7,56
0,10
1,92
9,48
8
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
2500
3,44
0,30
5,77
9,21
9
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F)
5000
6,87
0,10
1,92
8,80
10
Patah kemudi (Elophantopus Mollis Kunth)
750
1,03
0,40
7,69
8,72
11
Rumput sarang buaya (Ottochloa nodosa)
3250
4
0,20
3,85
8,31
12
Kunyit (Curcuma indica)
3250
4,47
0,20
3,85
8,31
13
Cristlla parasitica (L) Lew
1250
1,72
0,10
1,92
3,64
14
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg)
Paku Sayur(Diplazium Dietrichianum(Luerss)
C,Chr,)
750
1,03
0,10
1,92
2,95
750
1,03
0,10
1,92
2,95
16
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
500
0,69
0,10
1,92
2,61
17
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl.
500
0,69
0,10
1,92
2,61
18
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
250
0,34
0,10
1,92
2,27
19
Pandan suji Dracaena angustifolia (Medik)
Roxb)
250
0,34
0,10
1,92
2,27
20
Rumput setaria (Seteria flavidum)
250
0,34
0,10
1,92
2,27
72750
100
5,20
100
200
No
1
2
3
4
5
15
Jenis Tumbuhan
Rumput teki (Cyperus cyperuides (L) O.K)
Paku tajuk langit (Helminthostachys
zeynalica (L) Kaulf)
Harendong (Melastoma affine)
Total
K
(Ind/Ha)
22500
KR
(%)
30,93
8000
F
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai
penting).
INP
34
Tabel 3. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia pada ketinggian 200 m dpl.
No
Jenis Tumbuhan
K
(Ind/Ha)
KR
(%)
F
FR
(%)
INP
1
Harendong (Melastoma affine)
7000
27,45
0,50
20
47,45
2
Rumput sarang buaya (Ottochloa
nodosa)
5750
22,55
0,50
20
42,55
3
Sirih Hutan (Piper betle)
4500
17,65
0,60
24
41,65
5500
21,57
0,40
16
37,57
7,84
0,30
12
19,84
750
2,94
0,20
8
10,94
25500
100
3
100
200
4
5
6
Paku tajuk langit (Helminthostachys
zeynalica (L) Kaulf)
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)
Sw.
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg)
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
2000
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai
penting).
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ketinggian 200 m dpl, jenis yang yang
ditemukan memiliki kerapatan tertinggi yaitu Harendong (Melastoma affine) yaitu
7000 Ind/Ha sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah pada jenis
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg) yaitu 750 Ind/Ha. Kemudian jenis yang
memiliki frekuensi paling tinggi adalah Sirih Hutan (Piper betle) yaitu 0,60
sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah Jukut pahit (Paspalum
Conjugtum Berg) yaitu 0,20. Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling
tinggi adalah Harendong (Melastoma affine) 47,45%. Sedangkan jenis yang memiliki
Indeks Nilai Penting (INP) paling rendah yaitu Jukut pahit (Paspalum Conjugtum
Berg) yaitu 10,94%.
35
Tabel 4. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia pada ketinggian 300 m dpl.
No
Jenis Tumbuhan
K
(Ind/Ha)
KR
(%)
F
FR
(%)
INP
1
Paku hata (Ligodium circnatum
(Burn) Sw.
10500
40,78
0,80
38,10
78,87
2
Harendong (Melastoma affine)
7000
27,18
0,30
14,29
41,47
3500
13,59
0,30
14,29
27,88
2750
10,68
0,30
14,29
24,97
3
4
Rumput sarang buaya (Ottochloa
nodosa)
Komba-komba/Kirinyuh
(Choromolaena Odorata (L)
5
Patah kemudi (Elophantopus mollis
Kunth)
1750
6,80
0,30
14,29
21,08
6
Sirih gading (Epipremnum aureum)
250
0,97
0,10
4,76
5,73
25750
100
2
100
200
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai
penting).
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada ketinggian 300 m dpl, jenis yang yang
ditemukan memiliki kerapatan tertinggi yaitu Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)
yaitu 10500 Ind/Ha sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah pada
jenis Sirih gading (Epipremnum aureum) yaitu 250 Ind/Ha. Kemudian jenis yang
memiliki frekuensi paling tinggi adalah Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw,
yaitu 0,80 sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah Sirih gading
(Epipremnum aureum) yaitu 0,10. Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP)
paling tinggi Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw yaitu 78,87 sedangkan jenis
yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling rendah yaitu Sirih gading
(Epipremnum aureum) yaitu 5,73%.
36
Tabel 5. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia pada Keseluruhan Petak Sampel.
No
Jenis Tumbuhan
K
(Ind/Ha)
KR
(%)
F
FR
(%)
INP
1
Harendong (Melastoma affine)
7083,33
17,60
0,40
14,12
31,72
2
Rumput teki (Cyperus cyperuides (L) O.K)
7500
18,63
0,33
11,76
30,40
3
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw)
5000
12,42
0,47
16,47
28,89
4
Rumput sarang buaya (Ottochloa nodosa)
4083,33
10
0,33
11,76
21,91
5
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
3333,33
8,28
0,17
5,88
14,16
2666,67
6,63
0,17
5,88
12,51
1833,33
4,55
0,23
8,24
12,79
7
Paku tajuk langit (Helminthostachys zeynalica
(L) Kaulf)
Sirih Hutan (Piper betle)
8
Sirih gading (Epipremnum aureum)
1583,33
3,93
0,13
4,71
8,64
9
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
833,33
2,07
0,13
4,71
6,78
10
Garutan (Donax cahrformis K. Schum)
1833,33
4,55
0,03
1,18
5,73
11
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F)
1666,67
4,14
0,03
1,18
5,32
12
Kunyit (Curcuma indica)
1083,33
2,69
0,07
2,35
5,04
13
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg,)
500
1,24
0,10
3,53
4,77
14
Cristlla parasitica (L) Lew
416,67
1,04
0,03
1,18
2,21
15
Paku Sayur (Diplazium dietrichianum(Luerss)
C.Chr)
250
0,62
0,03
1,18
1,80
16
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl,
166,67
0,41
0,03
1,18
1,59
17
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
166,67
0,41
0,03
1,18
1,59
18
Rumput setaria (Seteria flavidum)
83,33
0,21
0,03
1,18
1,38
19
Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik)
Roxb)
83,33
0,21
0,03
1,18
1,38
20
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
83,33
0,21
0,03
1,18
1,38
40250
100
2,83
100
200
6
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai
penting)
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada keseluruhan petak contoh, jenis yang yang
ditemukan memiliki Kerapatan tertinggi yaitu Rumput teki (Cyperus cyperuides (L)
37
O.K) yaitu 7500 Ind/Ha sedangkan jenis yang memiliki Kerapatan terendah adalah
pada jenis Rumput setaria (Seteria flavidum) yaitu 83,33 Ind/Ha. Kemudian jenis
yang memiliki frekuensi paling tinggi adalah Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)
Sw yaitu 0,47 sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah Pandan
Hutan (Pandanus nidus) yaitu 0,03. Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP)
paling tinggi Harendong (Melastoma affine) yaitu 31,72 %, sedangkan jenis yang
memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling rendah yaitu Pandan suji (Dracaena
angustifolia (Medik) Roxb) yaitu 1,38 %.
3.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap parameter kuantitatif Indeks
keanekaragaman, keanekaragaman jenis dari Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan Keanekaragaman Jenis dari Tumbuhan Bawah di Hutan
Soropia Pada Tiap Ketinggian Tempat.
Transek Ketinggian Tempat (mdpl)
H'
1
100
2,60
2
200
2
3
300
2
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : H’ (keanekaragaman Jenis)
Berdasarkan data diatas mengenai perbandingan keanekaragaman jenis
berdasarkan tempat ketinggian, nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada transek
1 dengan tempat ketinggian 100 m dpl yaitu 2,60 yang nilai tersebut menandakan
bahwa indeks keanekaragaman komunitas (H’) pada tingkat suksesi atau kestabilan
dari suatu komunitas untuk tingkat vegetasi tumbuhan bawah masuk dalam kategori
38
sedang, selanjutnya nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada transek 2 dengan
tempat ketinggian 200 m dpl yaitu 2 yang nilai tersebut menandakan bahwa indeks
keanekaragaman komunitas (H’) masuk dalam kategori sedang, dan nilai indeks
keanekaragaman jenis (H’) pada transek 3 dengan tempat ketinggian 300 m dpl yaitu
2 yang nilai tersebut menandakan bahwa indeks keanekaragaman komunitas (H’)
masuk dalam kategori sedang.
B. Pembahasan
Komposisi keanekaragaman tumbuhan bawah dipengaruhi beberapa faktor
lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di
sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis (Nirwani, 2010).
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir
seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian
tempat di atas permukaan laut (dpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim
secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan.
Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang,
ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada dataran rendah
ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi. Sedangkan
dataran tinggi banyak mempengaruhi penurunan tekanan udara dan suhu udara serta
peningkatan curah hujan. Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi
yang berbeda-beda untuk setiap tempat (Sangadji, 2001). Hal tersebut yang
mempengaruhi perbedaan keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat pada tiap
ketinggian tempat.
39
1. Jenis-Jenis Tumbuhan Bawah Yang Ditemukan Berdasarkan Famili
Beberapa jenis berdasarkan famili yang ditemukan memberikan gambaran
bahwa komposisi jenis tumbuhan bawah dikawasan lokasi penelitian cukup tinggi
keanekaragamannya tersaji pada Tabel 1 bahwa terdapat jenis tumbuhan bawah
sebanyak 20 jenis dalam 16 famili. Keseluruhan tumbuhan bawah tersebut memiliki
cara perkembangbiakan yang berbeda-beda dikarenakan beberapa faktor salah
satunya karena sinar matahari yang di halangi vegetasi tingkat tinggi. Oleh karena itu,
intensitas naungan sangat berpengaruh juga terhadap pertumbuhan.
Banyaknya serasah dan batu-batuan dapat menghambat pertumbuhan
tumbuhan bawah. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Endriani (2015) yang
melakukan penelitian
di Hutan Andowia, pada kawasan hutan yang berada di
Kecamatan Andowia, memiliki kondisi yang berbeda dengan hutan lainnya termasuk
kondisi hutan di bawah tegakan. Komunitas tumbuhan bawah pada lokasi penelitian
memiliki tingkat keanekaragaman vegetasi kategori sedang.
Jenis-jenis yang ditemukan terdiri dari famili Poaceae atau golongan rumputrumputan meliputi jenis Jukut Pahit (Paspalum conjugatum Berg), Ottochloa
nodosa, dan Seteria fladiu. Sedangkan famili lainnya yang ditemukan pada lokasi
penelitian yaitu Famili Cyperaceae terdiri dari jenis Rumput Teki (Cyperus
cyperoides (L) O.K). Famili Verbenaceae terdiri dari jenis Jarong (Stachytarpheta
jamaicensis (L) Vahl). Famili Melastomaceae hanya meliputi jenis Harendong
(Melastoma affine D. Don). Famili Asteraceae (Compositae) terdiri dari jenis
40
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) dan Patah Kemudi (Elephantopus mollis
Kunth). Famili Zingiberaceae terdiri dari jenis Kunyit (Curcuma indica). Famili
Martiaceae terdiri dari jenis Paku Gajah (Angiopteris evecta). Famili Amaranthaceae
terdiri dari jenis Garutan (Donax cahrformis K. Schum). Famili Araceae terdiri dari
jenis Sirih gading (Epipremnum aureum). Selanjutnya Athyriaceae hanya terdiri dari
jenis Paku Sayur (Diplazium dietrichianum (Luerss) C.Chr), dan famili Schizaeaceae
hanya terdiri dari jenis Paku Hata (Lygodium circinatum (Burm.) Sw), Famili
Roscaceae dari jenis Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik) Roxb), Famili
Ophioglosscaceae dari jenis Helminthostachys zeinalica (L) Kaulf, Famili
Thelypteridaceae hanya terdiri dari Christella parasitica (L) Lev. Famili Piperaceae
dari jenis Sirih Hutan (Piper betle), dan Famili Pandanaceae terdiri dari jenis Pandan
Hutan (Pandanus nidus).
Total 20 jenis yang diketahui, jenis yang selalu dijumpai pada petak contoh
yaitu jenis Paku Hata (Lygodium circinatum (Burm) Sw). Jenis ini termasuk dalam
famili Schizaeaceae dimana umumnya tumbuh secara teresterial dan epifit pada
tempat terbuka maupun dibawah naungan (Kinho J, 2008).
a. Faktor yang mempengaruhi Tumbuhan Bawah di lokasi penilitian.
Faktor ekologi atau faktor lingkungan yang dapat diperebutkan oleh
tetumbuhan dalam persaingan antara lain cahaya, air tanah, oksigen, unsur hara dan
karbon dioksida. Di atas tanah, cahaya merupakan faktor penting dalam persaingan
antartetumbuhan. Tetumbuhan yang memerlukan cahaya (intoleran) dan tetumbuhan
yang memerlukan naungan (toleran) dapat hidup berdampingan tetapi persaingan
41
tetap terjadi diantara mereka. Kecepatan pertumbuhan akar pada tanaman bergantung
kemampuan fotosintesis, pertumbuhan pucuk yang bagus menyebabkan kemampuan
bersaing untuk memperoleh cahaya sebagai energi utama dalam proses fotosintesis
dan pada akhirnya akan berpengaruh pada semua pertumbuhan organ baik batang,
daun, maupun pertumbuhan akar (Indriyanto, 2006).
Tumbuhan bawah yang dapat bersaing di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia
yaitu tumbuhan Paku Hata (Lygodium circinatum (Burm) Sw) tumbuh pada jenis
tanah podsolik yang sesuai ditemukan di lapangan. Tanah ini dijumpai pada
ketinggian antara 50-300 meter.
Podsolik merupakan tanah sangat tercuci yang
berwarna abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan
bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa
yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4.2 – 4.8).
Pada horison bawah permukaan terjadi akumulasi liat dengan struktur tanah gumpal
dengan permeabilitas rendah. Tanah mempunyai bahan induk batu endapan bersilika,
napal, batu pasir dan batu liat. Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50 – 350 m
dengan curah hujan antara 2500 – 3500 mm/tahun (Dudal dan Supraptoharjo, 1992).
Jenis Harendong (Melastoma affine D. Don) juga yang memiliki nilai penting
dalam komunitas yang ditemukan pada tiap ketinggian dimana jenis ini dapat
beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan apapun dibawah naungan dan
tempat terbuka.
Jenis Harendong (Melastoma affine D. Don) merupakan tanaman yang
tumbuh di lahan asam dengan kandungan Almonium (Al) tinggi dan mampu
42
mengakumulasi Al pada akar dan daun tanpa mengalami gangguan. Kemampuan
adaptasi ini dimungkinkan bahwa tumbuhan ini mempunyai mekanisme detoksifikasi
Al secara internal dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber gen untuk pemuliaan
ketahanan pH rendah. Kemampuan tumbuh pada pH rendah dan aluminium yang
tinggi, memungkinkan Melastoma affine dapat dijadikan sebagai perangkat untuk
rehabilitasi lahan kritis, khususnya yang mempunyai pH rendah (Watanabe, et al,
2005).
Selanjutnya jenis individu yang paling banyak tumbuh adalah jenis Rumput
Teki (Cyperus cyperoides (L) O.K) dari jenis Famili Cyperaceae. Sedangkan Famili
Poaceae merupakan famili yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian
yang terdiri dari jenis Jukut Pahit (Paspalum conjugatum Berg), Ottochloa nodosa,
dan Rumput sateria (Seteria fladium).
Famili
Poaceae
merupakan
tumbuhan
bawah
yang
memiliki
alat
perkembangbiakan yang ringan dan mudah dipencarkan serta memiliki syarat hidup
yang sederhana sehingga mudah hidup pada berbagai tipe habitat. Holm (1978) dan
Sastroutomo (1990) dalam Aththorick (2005) menyatakan bahwa dari 250 jenis
tumbuhan bawah yang tumbuh diantara tanaman pokoknya 40% diantaranya
termasuk ke dalam famili Poaceae dan Asteraceae, Famili Poaceae memiliki daya
adaptasi yang tinggi, distribusi luas dan mampu tumbuh pada lahan kering maupun
tergenang (Rukmana dan Saputra, 1999 dalam Aththorick, 2005). Sesuai dengan hasil
penelitian, bahwa famili Poaceae (Gramineae) yang merupakan family yang paling
banyak ditemukan pada lokasi penelitian.
43
2. Komposisi Jenis berdasarkan Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Indeks Nilai
Penting (INP) dari Jenis Tumbuhan Bawah
Banyaknya individu dari jenis tumbuhan yang dapat ditaksir atau dihitung,
apabila banyaknya individu tumbuhan dinyatakan per satuan luas maka nilai itu
disebut kerapatan (density) (Fachrul, 2007).
a. Densitas (Kerapatan)
Pada ketinggian 100 m dpl, jenis yang yang ditemukan memiliki kerapatan
tertinggi yaitu Rumput Teki (Cyperus cyperuides (L) O.K) yaitu 22500 Ind/Ha
sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah pada jenis Pandan suji,
Pandan Hutan (Pandanus nidus), dan Seteria fladium yaitu 250 Ind/Ha. Pada
ketinggian 200 m dpl, jenis yang ditemukan memiliki kerapatan tertinggi yaitu
Melastoma affine yaitu 7000 Ind/Ha, sedangkan jenis yang memiliki kerapatan
terendah adalah pada jenis Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg) yaitu 750 Ind/Ha.
Sedangkan pada ketinggian 300 mdpl, jenis yang yang ditemukan memiliki kerapatan
tertinggi yaitu Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw, yaitu 10500 Ind/Ha
sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah pada jenis Sirih gading
(Epipremnum aureum) yaitu 250 Ind/Ha.
Perbedaan tiap ketinggian tempat berdasarkan penempatan transek 1,2 dan 3
menunjukan bahwa nilai kerapatan pada masing-masing ketinggian diperoleh dari
jenis yang berbeda-beda.
Pada Transek 1 (100 mdpl) menunjukan bahwa jenis Rumput Teki (Cyperus
cyperuides (L) O.K) yang memiliki kerapatan tertinggi mampu beradaptasi pada
44
daerah yang memiliki kelembaban cukup tinggi dengan penutupan tajuk yang lebih
rapat. Hal ini dikaitkan dengan kondisi dilapangan yang memang memiliki kondisi
demikian dan diareal tersebut terdapat aliran sungai yang mendukung kondisi areal
yang memiliki kelembaban tersebut. Sedangkan pada jenis Rumput sateria (Seteria
fladium) yang memiliki kerapatan rendah, hal ini dikaitkan bahwa jenis ini memang
kurang ditemukan di lokasi penelitian. Meski kondisi lingkungan mendukung untuk
salah satu jenis ini dapat hidup dengan baik tetapi jenis tanah tempat hidup tumbuhan
ini kurang baik dimana jenis tanah yang ditemukan lebih dominan adalah jenis tanah
berpasir dan beberapa bebatuan yang berasal dari sungai kecil pada areal tersebut,
dengan kondisi demikian jenis yang dapat bertahan
yakni jenis Rumput Teki
(Cyperus cyperuides (L) O.K).
Pada ketinggian 200 m dpl, jenis yang yang ditemukan memiliki kerapatan
tertinggi yaitu Harendong (Melastoma affine), jenis dapat hidup pada kondisi yang
kurang mendapat naungan. Dikaitkan dengan kondisi dilapangan bahwa ini
disebabkan oleh struktur tajuk tegakan yang kurang rapat sehingga menyebabkan
intensitas cahaya matahari yang masuk cukup tinggi (60-70%). Akibatnya jenis
Harendong (Melastoma affine), tumbuh dominan dan menekan pertumbuhan vegetasi
lainnya.
Sedangkan pada ketinggian 300 m dpl, jenis yang yang ditemukan memiliki
kerapatan tertinggi yaitu Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw, jenis ini juga
lebih dominan dari vegetasi lainnya karena jenis ini dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan apapun.
45
Dari keseluruhan petak contoh yang ditemukan memiliki kerapatan jenis
tertinggi yaitu Rumput Teki (Cyperus cyperuides (L) O.K) yaitu 7500 Ind/Ha
sedangkan jenis yang memiliki kerapatan terendah adalah pada jenis Rumput sateria
(Seteria fladium) yaitu 83,33 Ind/Ha. Rumput teki (Cyperus cyperuides (L) O.K)
tumbuh dominan dan menekan pertumbuhan vegetasi lainnya kususnya pada transek
1.
Jenis-jenis tumbuhan bawah yang lain kurang dapat berkompetisi dalam
pemenuhan kebutuhan unsur hara dibandingkan dengan jenis-jenis yang lebih
dominan pada transek 1,2 dan 3. Hal ini seperti diungkapkan oleh McIlroy (1977)
dalam Octavia (2004), bahwa kelimpahan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti: persistensi (daya tahan), agresivitas (daya saing), kemampuan tumbuh
kembali akibat manipulasi lahan, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran
produksi musiman, kemampuan menghasilkan biji, kesuburan tanah, serta iklim
terutama curah dan distribusi hujan. Kartawinata (1989) menyatakan bahwa topografi
medan, sifat-sifat fisik dan kimia tanah sangat berpengaruh terhadap kondisi tersebut.
b. Frekuensi
Frekuensi diketemukannya tiap jenis tumbuhan juga bervariasi dari tiap
ketinggian yaitu pada ketinggian 100 m dpl yaitu berkisar 0,10-1, ketinggian 200 m
dpl yaitu
berkisar 0,20-0,60, dan ketinggian 300 m dpl berkisar 0,10-0,80.
Sedangkan Frekuensi ditemukannya pada keseluruhan petak contoh yaitu berkisar
0,03-0,47 dengan nilai Frekuensi Relatif yakni 1,18-16,47% dengan kata lain jenis
tumbuhan bawah masuk dalam kategori kelas A.
46
Menurut Raunkiaer dalam Indriyanto (2006) kriteria tersebut menggolongkan
frekuensi terdiri atas 5 kelas, yaitu kelas A adalah spesies yang mempunyai frekuensi
1-20% tergolong kategori sangat rendah, kelas B adalah spesies yang mempunyai
frekuensi 21-40% tergolong kategori rendah, kelas C adalah spesies yang mempunyai
frekuensi 41-60% tergolong kategori sedang, kelas D adalah spesies yang mempunyai
frekuensi 61-80% tergolong kategori tinggi dan kelas E adalah spesies yang
mempunyai frekuensi 81-100% tergolong kategori sangat tinggi.
Sedangkan nilai frekuensi tiap jenis tumbuhan Nilai frekuensi tertinggi
tumbuhan bawah pada keseluruhan petak contoh pada transek 1,2 dan 3 ditunjukkan
oleh jenis Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw, dengan nilai frekuensi 0,47.
Fachrul (2007) menyatakan bahwa frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang
dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem atau
memperlihatkan pola distribusi tumbuhan. Dengan demikian, dari hasil penelitian
menggambarkan bahwa jenis Paku hata (Ligodium circnatum (Burn) Sw memiliki
penyebaran paling luas atau ditemukan pada semua petak pengamatan.
Beberapa jenis tumbuhan bawah yang memiliki frekuensi tertinggi pada tiap
transek (ketinggian) yaitu pada transek 1 (100 mdpl) yaitu Rumput Teki (Cyperus
cyperuides (L) O.K) sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah terdiri
dari 9 jenis yaitu Garutan (Donax Cahrformis K. Schum), Pandan suji (Dracaena
angustifolia (Medik) Roxb), Seteria fladium, Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L)
Vanl, Paku Sayur (Diplazium Dietrichianum(Luerss) C.Chr), Resam (Dicrenopteris
47
Linearsis Burm. F), Pandan Hutan (Pandanus nidus), Paku Gajah (Angiopteris
evecta), Cristlla parasitica (L) Lew, dan Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg).
Pada transek 2 (200 m dpl) yaitu frekuensi paling tinggi adalah Sirih Hutan
(Piper betle) sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah Jukut
pahit (Paspalum Conjugtum Berg). Sedangkan pada Transek 3 (300 m dpl) yaitu jenis
yang memiliki frekuensi paling tinggi adalah Paku hata (Ligodium circnatum
(Burn)Sw sedangkan jenis yang memiliki frekuensi paling rendah adalah Sirih gading
(Epipremnum aureum).
Indriyanto (2006) menyatakan bahwa apabila pengamatan dilakukan pada
petak-petak contoh, semakin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu
spesies, berarti semakin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika semakin
sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, semakin kecil
frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat
menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun
belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang
penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.
c. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif
yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan)
spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto,
2006). Indriyanto (2006) mengemukakan bahwa spesies-spesies yang dominan (yang
48
berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang
tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting
yang paling besar.
Indeks Nilai Penting tertinggi ditemukan pada keseluruhan petak contoh yaitu
terdiri dari 7 jenis diantaranya jenis Melastoma affine yaitu 31,72%, Rumput teki
(Cyperus cyperuides (L) O.K) yaitu 30,40%, Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)
Sw, yaitu 28,89%, Ottochloa
nodosa yaitu 21,91%, Komba-komba/Kirinyuh
(Choromolaena Odorata (L)) yaitu 14,16%, Sirih Hutan (Piper betle) yaitu 12,79,
Cristlla parasitica (L) Lew yaitu 12,51%. Parameter INP (Indeks Nilai Penting).
Sutisna (1981) dan Rosalia (2008) dalam Prinando (2011) mengemukakan
bahwa suatu spesies tumbuhan dapat dikatakan berperan atau berpengaruh dalam
suatu komunitas apabila memiliki INP untuk tingkat semai ≥ 10%, begitu juga
dengan tumbuhan bawah. Hal ini berarti bahwa terdapat 7 jenis yang memiliki INP ≥
10%, merupakan spesies-spesies yang berpengaruh di masing-masing komunitasnya.
Sementara itu, spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan biasanya
memiliki INP paling tinggi diantara spesies lainnya. Selain itu, besarnya nilai INP
juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu
komunitas tumbuhan (Indriyanto, 2006 dalam Prinando, 2011).
3. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Indeks keanekaragaman merupakan parameter vegetasi yang sangat berguna
untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari
49
pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas atau
untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas komunitas. Karena dalam suatu
komunitas pada umumnya terdapat berbagai jenis tumbuhan, maka semakin tua atau
semakin stabil keadaan suatu komunitas, makin tinggi keanekaragaman jenis
tumbuhannya (Fachrul, 2007).
Penentukan besarnya keragaman jenis tumbuhan digunakan nilai indeks
Shannon-Wiener (H’). Apabila derajat keanekaragaman (H’) dalam suatu komunitas
<1, maka keanekaragaman rendah, 1≤H’≥3 keanekaragaman sedang, dan H’>3 maka
keanekaragaman tinggi (Shannon-Wienner, 1963 dan Fachrul, 2008 dalam Prinando,
2011).
Keanekaragaman dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk
mengukur kestabilan suatu komunitas. Semakin tinggi keanekaragaman, maka
komunitas tersebut akan lebih stabil. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah
keanekaragaman, maka komunitas tersebut akan mudah mengalami ganguan. Sedikit
besarnya gangguan sangat mempengaruhi komposisi penyusutan di lokasi penelitian.
Holdridge (1967) dalam Ewusie (1990) menunjukan bahwa berkurangnya
keanekaragaman dalam jumlah jenis dapat dikaitkan dengan berkurangnya intensitas
curah hujan.
Fitter dan Hay (1998); Setyawan dkk (2006) dalam Dahlan (2011)
menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap
pertumbuhan, tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari dan naungan.
Menurut Marsono (1991) dalam Marlina (2014), ada beberapa faktor yang
50
menentukan suatu jenis habitus tumbuhan ditemukan di suatu tempat seperti flora
setempat, habitat (iklim, tanah dll), waktu dan kesempatan. Pada umumnya
pertumbuhan herba, epifit dan tumbuhan bawah sangat bergantung pada sinar
matahari, karena semakin banyak cahaya matahari yang menembus lantai hutan,
maka akan memacu pertumbuhan flora tersebut.
Berdasarkan data mengenai perbandingan keanekaragaman jenis berdasarkan
tempat ketinggian, nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada transek 1 dengan
tempat ketinggian 100 m dpl yaitu 2,60 yang nilai tersebut menandakan bahwa indeks
keanekaragaman komunitas (H’) pada tingkat suksesi atau kestabilan dari suatu
komunitas untuk tingkat vegetasi tumbuhan bawah masuk dalam kategori sedang.
Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada transek 2 dengan tempat
ketinggian 200 m dpl yaitu 2 yang nilai tersebut menandakan bahwa indeks
keanekaragaman komunitas (H’) masuk dalam kategori sedang, dan nilai indeks
keanekaragaman jenis (H’) pada transek 3 dengan tempat ketinggian 300 m dpl yaitu
2 yang nilai tersebut menandakan bahwa indeks keanekaragaman komunitas (H’)
masuk dalam kategori sedang dengan kriteria H’ 1-3 atau tingkat keanekaragaman
jenis sedang.
Perbedaan tingkat keanekaragaman ini, berdasarkan hasil pengamatan
dilapangan dapat diketahui bahwa jenis tanahnya adalah podsolik yang terdapat pada
ketinggian 50 m dpl-300 m dpl. Hal ini diduga menjadi faktor penyebab rendahnya
51
keragaman jenis tumbuhan bawah dimana ada jenis yang dapat beradaptasi pada jenis
tanah ini dan ada juga yang tidak dapat beradaptasi.
Keanekaragaman tertinggi terdapat pada transek 1 dengan ketinggian 100 m
dpl, hal ini dikarenakan pada ketinggian ini intensitas cahaya masuk sampai ke lantai
hutan kurang karena struktur penutupan tajuk yang begitu tinggi sehingga
kelembaban yang tercipta juga tinggi. Jika dikaitkan dengan kondisi tanah, tanah pada
areal ini cukup subur dengan adanya unsur hara yang berasal dari serasah dari
tegakan pohon maupun sumber bahan organik selain berasal dari serasah juga berasal
dari vegetasi tumbuhan bawah itu sendiri.
Keanekaragaman jenis pada transek 2 (200 m dpl) dan 3 (300 m dpl) masingmasing adalah sama yaitu 2. Kondisi yang tercipta pada daerah ini hampir sama yaitu
struktur penutupan tajuk yang kurang sehingga intensitas cahaya yang masuk pada
lantai hutan lebih banyak ketimbang pada areal transek 1 sehingga tercipta kondisi
yang memiliki kelembaban yang kurang.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Komposisi jenis tumbuhan bawah yang teridentifikasi yang berada di Kawasan
Hutan Konservasi Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia Kecamatan Soropia yaitu
sebanyak 20 jenis dalam 16 famili yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP)
tertinggi Melastoma affine yaitu 31,72% dan Rumput Teki (Cyperus cyperuides
(L) O.K yaitu 30,40%. Sedangkan Indeks Nilai Penting (INP) terendah yaitu
Pandan Hutan (Pandanus nidus) sebanya 1,38 %.
2. Tingkat keanekaragaman (H’) tumbuhan bawah yang berada di Kawasan Hutan
Konservasi Tahura Nipa-nipa Desa Soropia menunjukkan komunitas tumbuhan
bawah pada lokasi penelitian yang berbeda ketinggian tempat 100 m dpl yaitu
(2,60). Sedangkan ketinggian 200 m dpl dan 300 m dpl memiliki tingkat
keanekaragaman yang sama yaitu (2). Tingkat keanekaragaman jenis masuk
kategori sedang menurut Shannon-Wiener, 1963.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, komposisi tumbuhan bawah di Tahura Nipa-nipa
Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, tumbuhan bawah yang
teridentifikasi dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat-obatan sehingga perlu
dijaga kelestariannya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Aththorick, T,A,, 2005, Kemiripan komunitas tumbuhan bawah pada beberapa tipe
ekosistem perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu, Jurnal Komunikasi
Penelitian, Vol, 17, No, 5, (http://repository,usu,ac,id/ diakses pada tanggal
25 November 2015),
Arief, A., 1994. Hutan hakikat dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Cseke, L.J., Kirakosyan, A., Kaufman, P.B., Warber, S.L., Duke, J.A., & Brielmann
H.L., 2006, Natural Product from Plants, 2nd Edition, 97-98, 102, CRC
Press, Taylor & Francis Group, Boca Raton, Florida.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang – Undang Repoblik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta. (Diakses pada tanggal 19
september 2014).
Dahlan, M.M., 2011. Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria L., Nielsen) ( Studi Kasus Di Areal Kampus IPB
Darmaga). Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Daryono, 2002, Identifikasi Unsur Iklim, Sifat Hujan, Evaluasi Zone Iklim Olderman
dan Schmidt-Fergusson Daerah Bali Berdasarkan Pemutakhiran Data, Tesis,
Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Denpasar.
Duryat, 2008, Pengaruh Faktor Fisiografis Terhadap Produksi Damar Mata Kucing
(Shorea javanica K.et.V) di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah
Kabupaten Lampung Barat, dalam Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian
kepada Masyarakat, 48-54, Lembaga Penelitian Universitas Lampung,
Lampung.
Dudal dan Supraptoharjo, 1992. Klasifikasi Tanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah
Bogor. Bogor.
Endriani, S. 2015. Komposisi Dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada
Hutan Lindung Di Desa Lamondowo Kecamatan Andowia Kabupaten
Konawe Utara. Skripsi Sarjana, Fakultas Kehutanan, Universitas Haluoleo
Kendari.
54
Ferianti dan Fachrul Melati. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Gerendas, J. & Raticliffe, R.G., 2000, Intracellular pH Regulation In Maize Root Tips
Exposed to Ammonium at High External pH, Journal of Experimental Botany,
51, 207-219.
Hopkins, W.G. & Huner, N.P.A., 2009, Introduction to Plant Physiology, Edisi IV,
225-229, 262-263, 305-322, John Wiley & Sons Inc., Ontario.
Indriyanto, 2006. Ekologi hutan, PT, Bumi Aksara, Jakarta,
Indriyanto, 2009. Komposisi Jenis Dan Pola Penyebaran Tumbuhan Bawah Pada
Komunitas Hutan Yang Dikelola Petani di Register 19 Provinsi Lampung.
Dalam: Seminar Hasil Penelitian & Pengapdian Kepada Masyarakat,
Unila. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, (online),
(http://lemlit.unila.ae.id/file/ diakses pada tanggal 23 Maret 2015).
Kinho J, 2008. Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku Di Kawasan Hutan Payahe
Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Balai Penelitian
Kehutanan Manado. Manado.
Kinho, J. Arini D. ID. Tabba.S, Kama, H, Kafiar Y, Shabri, S. Karundeng M.C, 2011.
Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Utara Jilid 1. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Manado. Kementrian Kehutanan. Manado.
Diakses Juni 2015.
Marlina, N, 2014, Inventarisasi Jenis Flora yang Berpotensi Sebagai Objek Daya
Tarik Wisata Alam Di Kawasan Tanjung Peropa, Skripsi Sarjana, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu
Oleo, Kendari.
Miranti, 2007. Keanekaragaman tumbuhan herba pada persentase penutupan tajuk
yang berbeda di kawasan hutan Kemaraya Taman Hutan Raya Murhum
Kendari. Skripsi Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Haluoleo, Kendari. (tidak dipublikasikan).
Nirwani, Z., 2010. Keanekaragaman Tumbuhan Bawah yang Berpotensi Sebagai
Tanaman Obat Di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit
Lawang. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Fakultas Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.
55
Prinando, M, 2011, Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di kampus IPB
Darmaga, Bogor, Skripsi Sarjana, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Purwanti, E., 2007, Senyawa Bioaktif Tanaman Sereh (Cymbopogon nardus) Ekstrak
Kloroform dan Etanol Serta Pengaruhnya Terhadap Mikroorganisme
Penyebab Diare, Laporan Penelitian, Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Rustam, BR. 2011. Refleksi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA)
Nipa-Nipa Kabupaten Konawe dan Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara. Balai Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Kendari.
Robert J. Kodoatie dan Roestam yarief, 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta.
Rost, T.L., Barbour, M.G., Thornton R.M., Weier, T.E., Stocking, C.R., 2004, Botany
: A Brief Introduction to Plant Biology, 2nd Edition, 135-137, John Wiley &
Sons, Canada.
Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Andalas University Press, Padang.
Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dua Ketinggian Tempat yang
Berbeda Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum
Moench.). Tesis. IPB, Bogor.
Suryawati, S., Djunaedy, A. & Trieandari, A., 2007, Respon Tanaman Sambiloto
(Andrographis paniculata) Nees Akibat Naungan dan Selang Penyiraman
Air, Embryo, 4 (2), 146-155.
Suhardi, L.A., 2007. Tumbuhan Bawah Herbaceous di Hutan Silui Dan Potensi
Pemanfaatannya di Desa Porabua Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka
Profinsi Sulawesi Tenggara. Skripsi Sarjana Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.
Soerianegara I dan Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Laboratorium
Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institu Pertanian Bogor.
Sopandie, D.M.A., Chozin, Sastrosumarjo, S., Juhacti, T. & Sahardi, 2003, Toleransi
Padi Gogo Terhadap Naungan, Hayati, 10 (2), 71-75.
Tjitrosoedirdjo, S.S., Tjitrosoedirdjo, S., Mochtar, M. dan Cicuzza, D., 2011.
Pengelolaan gulma dalam sistem agroforestri Kakao di Sulawesi Tengah.
PT. Penerbit IPB Press. Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Indonesia
56
Tahura Nipa-nipa, 2012. Lembar Informasi Tahura Nipa-nipa 2012. Tahura
Nipanipa.Kendari.
Watanabe, T., M. Osaki, T. Tadano. 2005. Al uptake kineticsin roots of Melastoma
malabathricum L. – an Al accumulator plant. Plant Soil 231:283-291.
Wibowo, A. 2008. Some Important Invasive Species as Weeds of Forest Plantation
Areas in Indonesia. Centre For Plantation Forest Research and Development.
Bogor. Indonesia.
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Rekapitulasi Jenis, Jumlah, dan Famili Tumbuhan Bawah di
Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia.
No
Jenis Tumbuhan
Famili
Jumlah
Individu
90
1
Cyperus cyperuides (L) O.K
Cyperaceae
2
Melastoma affine
Melastomataceae
80
3
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
Schizaeaceae
52
4
Ottochloa nodosa
Poaceae
46
5
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
Ophioglosscaceae
25
6
Garutan (Donax cahrformis K. Schum)
Amaranthaceae
22
7
Sirih Hutan (Piper betle)
Piperaceae
22
8
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F.)
Gleicheniacea
20
9
Araceae
19
Asteraceae
17
11
Sirih gading (Epipremnum aureum)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
Kunyit (Curcuma indica)
Zingiberaceae
13
12
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
Asteraceae
10
13
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg.)
Poaceae
6
14
Cristlla parasitica (L) Lew
Paku Sayur (Diplazium dietrichianum(Luerss.)
C.Chr.)
Thelyteriduceae
5
Schizaeaceae
3
16
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
Martiaceae
2
17
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
Pandanaceae
1
18
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl.
Verbenaceae
2
19
Seteria fladium
Poaceae
1
20
Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik)
Roxb)
Roscaceae
1
10
15
Total Jenis
Sumber: Data primer, diolah 2015
437
59
Lampiran 2. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan tiap Petak di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia.
No
Jenis Tumbuhan
Famili
Jumlah
Individu
19
Petak yang ditemukan
Jenis
1,3.9. 4
Jumlah
Petak
4
1
Sirih gading (Epipremnum aureum)
Araceae
2
Cyperus cyperuides (L) O.K
Cyperaceae
90
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
10
3
Kunyit (Curcuma indica)
Zingiberaceae
13
1,3
2
4
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
Schizaeaceae
60
2,6,8. 1,6,10. 1,2,3,4,5,6,8,9,
14
5
Amaranthaceae
22
3,
1
Roscaceae
1
3,
1
7
Garutan(Donax cahrformis K. Schum)
Pandan suji (Dracaena angustifolia
(Medik) Roxb)
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
Ophioglosscaceae
32
4, 2,4,7,9
5
8
9
10
Cristlla parasitica (L) Lew
Melastoma affine
Ottochloa nodosa
Thelyteriduceae
Melastomataceae
Poaceae
5
85
49
4,
4,5,8,9. 1,4,5,7,9. 6,9,10.
5,10. 1,3,5,7,10. 2,3,10.
1
12
10
11
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg.)
Poaceae
6
6. 3,9.
3
12
Piperaceae
22
6. 1,5,6,8,9,10.
7
Asteraceae
40
7,10. 3,6,10.
5
14
15
Sirih Hutan (Piper betle)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F.)
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
Gleicheniacea
Martiaceae
20
2
7,
7,
1
1
16
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
Asteraceae
10
7. 3,5,8.
4
17
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
Pandanaceae
1
9,
1
Schizaeaceae
3
8,
1
Poaceae
1
10,
1
Verbenaceae
2
10,
1
6
13
Paku Sayur (Diplazium
dietrichianum(Luerss.) C.Chr.)
19 Seteria fladium
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L)
20
Vanl.
Sumber: Data primer, diolah 2015
18
60
Lampiran 3. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan pada Ketinggian 100 mdpl di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia
Araceae
Cyperaceae
Zingiberaceae
Jumlah
Individu
18
90
13
Petak yang
ditemukan Jenis
1,3.9.
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
1,3
Jumlah
Petak
3
10
2
Schizaeaceae
10
2,6,8.
3
Amaranthaceae
22
3,
1
Roscaceae
1
3,
1
Ophioglosscaceae
32
4, 2,4,7,9
5
Cristlla parasitica (L) Lew
Melastoma affine
Ottochloa nodosa
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg.)
Thelyteriduceae
Melastomataceae
Poaceae
Poaceae
5
21
13
3
4,
4,5,8,9.
5,10.
6,
1
4
2
1
Sirih Hutan (Piper betle)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F.)
Piperaceae
4
6,
7
Asteraceae
27
7,10.
2
Gleicheniacea
20
7,
1
Martiaceae
2
7,
1
Asteraceae
3
7,
4
Pandanaceae
1
9,
1
Schizaeaceae
3
8,
1
Poaceae
1
10,
1
Verbenaceae
2
10,
1
No
Jenis Tumbuhan
1
2
3
7
Sirih gading (Epipremnum aureum)
Rumput teki Cyperus cyperuides (L) O.K
Kunyit (Curcuma indica)
Paku hata (Ligodium circnatum
(Burn)Sw.
Garutan (Donax cahrformis K. Schum)
Pandan suji (Dracaena angustifolia
(Medik) Roxb)
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
8
9
10
11
12
4
5
6
13
14
15
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
Patah kemudi (Elophantopus mollis
16
Kunth)
17 Pandan Hutan (Pandanus nidus)
Paku Sayur (Diplazium
18
dietrichianum(Luerss.) C.Chr.)
19 Seteria fladium
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L)
20
Vanl.
Sumber: Data primer, diolah 2015
Famili
61
Lampiran 4. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan pada Ketinggian 200 mdpl di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia
No
Jenis Tumbuhan
Famili
Jumlah
Individu
8
Petak yang ditemukan
Jenis
Jumlah
Petak
1,6,10.
3
1
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
Schizaeaceae
2
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
Ophioglosscaceae
22
2,4,7,9
4
3
Melastoma affine
Melastomataceae
28
1,4,5,7,9.
5
4
Ottochloa nodosa
Poaceae
23
1,3,5,7,10.
5
5
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg.)
Poaceae
3
3,9.
2
Piperaceae
18
1,5,6,8,9,10.
6
Sirih Hutan (Piper betle)
6
Sumber: Data primer, diolah 2015
Lampiran 5. Frekuensi Jenis Tumbuhan Bawah yang ditemukan pada Ketinggian 300 mdpl di Tahura Nipa-Nipa
Desa Soropia
No
Jenis Tumbuhan
Famili
Jumlah
Individu
1
Petak yang
ditemukan Jenis
Jumlah
Petak
4,
1
1
Sirih gading (Epipremnum aureum)
Araceae
2
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
Schizaeaceae
42
1,2,3,4,5,6,8,9,
8
3
Melastoma affine
Melastomataceae
28
6,9,10.
3
4
Ottochloa nodosa
Poaceae
14
2,3,10.
3
5
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
odorata (L))
Asteraceae
11
3,6,10.
3
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
Asteraceae
3,5,8.
3
6
Sumber: Data primer, diolah 2015
7
62
Lampiran 6. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia
pada Keseluruhan Petak Sampel
No
Jenis Tumbuhan
Jumlah
K
KR %
F
FR %
INP
H'
1583.33
7500
1083.33
3.93
18.63
2.69
0.13
0.33
0.07
4.71
11.76
2.35
8.64
30.40
5.04
0.14
0.29
0.09
1
2
3
Sirih gading (Epipremnum aureum)
Cyperus cyperuides (L) O.K
Kunyit (Curcuma indica)
19
4
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
60
5
Garutan(Donax Cahrformis K. Schum)
Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik)
Roxb)
22
7
8
9
10
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
Cristlla parasitica (L) Lew
Melastoma affine
Ottochloa nodosa
32
11
12
90
13
5000.00
12.42
0.47
16.47
28.89
0.28
1833.33
4.55
0.03
1.18
5.73
0.10
83.33
0.21
0.03
1.18
1.38
0.03
5
85
49
2666.67
416.67
7083.33
4083.33
6.63
1.04
17.60
10
0.17
0.03
0.40
0.33
5.88
1.18
14.12
11.76
12.51
2.21
31.72
21.91
0.17
0.05
0.29
0.24
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg.)
6
500
1.24
0.10
3.53
4.77
0.09
22
1833.33
4.55
0.23
8.24
12.79
0.18
14
Sirih Hutan (Piper Hetle)
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F.)
20
1666.67
4.14
0.03
1.18
5.32
0.10
15
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
2
166.67
0.41
0.03
1.18
1.59
0.04
833.33
83.33
2.07
0.21
0.13
0.03
4.71
1.18
6.78
1.38
0.11
0.03
18
Patah kemudi (Elophantopus Mollis Kunth)
Pandan Hutan
Paku Sayur (Diplazium
Dietrichianum(Luerss.) C.Chr.)
10
1
3
250
0.62
0.03
1.18
1.80
0.04
19
Seteria fladium
1
83.33
0.21
0.03
1.18
1.38
0.03
6
13
16
17
1
40
3333.33
8.28
0.17
5.88
14.16
0.19
63
Lanjutan Lampiran 6-
No
20
Jenis Tumbuhan
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L)
Vanl.
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Jumlah
Individu
K
KR %
F
FR %
INP
H'
2
166.67
0.41
0.03
1.18
1.59
0.04
40250.00
100
2.83
100
200
2.54
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai penting), H’(Keanekaragaman Jenis)s.
64
Lampiran 7. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia
pada ketinggian 100 mdpl.
No
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Individu
18
K
KR %
F
FR %
INP
H'
4500
6.19
0.30
5.77
11.95
0.17
1
Sirih gading (Epipremnum aureum)
2
Cyperus cyperuides (L) O.K
90
22500
30.93
1
19.23
50.16
0.35
3
Kunyit (Curcuma indica)
13
3250
4.47
0.20
3.85
8.31
0.13
4
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
10
2500
3.44
0.30
5.77
9.21
0.14
5
Garutan(Donax cahrformis K. Schum)
22
5500
7.56
0.10
1.92
9.48
0.14
6
Pandan suji (Dracaena angustifolia (Medik)
Roxb)
1
250
0.34
0.10
1.92
2.27
0.05
7
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
32
8000
11.00
0.50
9.62
20.61
0.23
8
Cristlla parasitica (L) Lew
5
1250
1.72
0.10
1.92
3.64
0.07
9
Melastoma affine
21
5250
7.22
0.40
7.69
14.91
0.19
10
Ottochloa nodosa
13
3250
4
0.20
3.85
8.31
0.13
11
Jukut pahit (Paspalum conjugtum Berg.)
3
750
1.03
0.10
1.92
2.95
0.06
12
Sirih Hutan (Piper betle)
4
1000
1.37
0.70
13.46
14.84
0.19
13
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
Odorata (L))
27
6750
9.28
0.20
3.85
13.12
0.18
14
Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm. F.)
20
5000
6.87
0.10
1.92
8.80
0.14
15
Paku Gajah (Angiopteris evecta)
2
500
0.69
0.10
1.92
2.61
0.06
16
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
3
750
1.03
0.40
7.69
8.72
0.14
17
Pandan Hutan (Pandanus nidus)
1
250
0.34
0.10
1.92
2.27
0.05
18
Paku Sayur (Diplazium dietrichianum(Luerss.)
C.Chr.)
3
750
1.03
0.10
1.92
2.95
0.17
65
No
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Individu
K
KR %
F
FR %
INP
H'
19
Seteria fladium
1
250
0.34
0.10
1.92
2.27
0.06
20
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl.
2
500
0.69
0.10
1.92
2.61
0.05
291
72750.00
100
5.20
100
200
0.06
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai penting), H’(Keanekaragaman Jenis)s.
Lampiran 8, Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia
pada ketinggian 200 mdpl.
No
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Individu
8
K
KR %
F
FR %
INP
H'
2000
7.84
0.30
12
19.84
0.23
1
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
2
Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf
22
5500
21.57
0.40
16
37.57
0.31
3
Melastoma affine
28
7000
27.45
0.50
20
47.45
0.34
4
Ottochloa nodosa
23
5750
22.55
0.50
20
42.55
0.33
5
Jukut pahit (Paspalum Conjugtum Berg.)
3
750
2.94
0.20
8
10.94
0.16
6
Sirih Hutan (Piper betle)
18
4500
17.65
0.60
24
41.65
0.33
25500
100
3
100
200
2
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai penting), H’(Keanekaragaman Jenis)s.
66
Lampiran 9. Rekapitulasi Komposisi Jenis Vegetasi Pada Tumbuhan Bawah Di Tahura Nipa-Nipa Desa Soropia
pada ketinggian 300 mdpl.
No
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Individu
1
K
KR %
F
FR %
INP
H'
250
0.97
0.10
4.76
5.73
0.10
1
Sirih gading (Epipremnum aureum)
2
Paku hata (Ligodium circnatum (Burn)Sw.
42
10500
40.78
0.80
38.10
78.87
0.37
3
Melastoma affine
28
7000
27.18
0.30
14.29
41.47
0.33
4
Ottochloa nodosa
14
3500
13.59
0.30
14.29
27.88
0.27
5
Komba-komba/Kirinyuh (Choromolaena
odorata (L))
11
2750
10.68
0.30
14.29
24.97
0.26
6
Patah kemudi (Elophantopus mollis Kunth)
7
1750
6.80
0.30
14.29
21.08
0.24
25750
100
2
100
200
2
Total
Sumber : Data primer setelah diolah, 2015
Keterangan : K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), F (frekuensi), FR (frekuensi relatif), INP (indeks nilai penting), H’(Keanekaragaman Jenis).
67
68
69
Gambar 1. Rumput Teki (Cyperus
cyperuides (L) O.K )
Gambar 2. Harendong (Melastoma affine)
GA
Gambar 3. Paku hata (Ligodium circnatum
(Burn) Sw.
Gambar 5. Paku Gajah (Angiopteris evecta)
Gambar 4. Rumput sarang buaya (Ottochloa
nodosa)
Gambar 6. Paku tajuk langit
(Helminthostachys Zeinalica (L) Kaulf )
70
Gambar 7. Resam (Dicrenopteris Linearsis Burm.
F.)
Gambar 9. Sirih Hutan (Piper betle)
Gambar 8. Jukut pahit (Paspalum conjugtum
Berg.)
Gambar 10. Garutan (Donax cahrformis K.
Schum)
Gambar 11. Komba-komba/Kirinyuh
Gambar 12. Patah kemudi (Elophantopus mollis
(Choromolaena Odorata (L)
Kunth)
71
Gambar 13. Sirih gading (Epipremnum
Gambar 14. Rumput setaria (Seteria
aureum)
flavidum)
Gambar 15. Paku Sayur (Diplazium
dietrichianum(Luerss.) C.Chr.)
Gambar 16. Pandan Hutan (Pandanus nidus)
Gambar 17.
Jarong (Stachytarpheta jamaicensis (L) Vanl.
Gambar 18. Kunyit hutan (Curcuma indica)
72
Gambar 19. Pandan suji (Dracaena
angustifolia (Medik) Roxb)
Gambar 21. Pembuatan plot transek 1 ketinggian
100 mdpl
Gambar 23. Pemasangan patok plot transek 1
ketinggian 100 mdpl
Gambar 20. (Cristlla parasitica (L) Lew)
Gambar 22. Pembuatan plot transek 1
ketinggian 100 mdpl
Gambar 24. Pengamatan pada tumbuhan
transek 1 ketinggian 100 mdpl
73
Gambar 25. Pengamatan pada jenis tumbuhan
di transek 1 ketinggian 100 mdpl
Gambar 26. Pengamatan pada jenis
tumbuhan di transek 1 ketinggian 100 mdpl
Gambar 27. Pengamatanpada jenis tumbuhan di
transek 1 ketinggian 100 mdpl
Gambar 28. Pengukuran patok plot transek 1
ketinggian 100 mdpl
Gamabar 29. Pembuatan jalur transek 2
ketinggian 200 mdpl
Gamabar 30. Pembuatan jalur transek 2
ketinggian 200 mdpl
74
Gambar 31. Pengamatan pada tumbuhan
transek 2 ketinggian 200 mdpl
Gambar 32. Pembuatan plot di transek 2
ketinggian 200 mdpl
Gambar 33. Pengamatan pada tumbuhan
transek 2 ketinggian 200 mdpl
Gambar 34. Pengamatan pada tumbuhan
transek 2 ketinggian 200 mdpl
Gambar 35. Pembuatan jalur transek 3
ketinggian 300 mdpl
Gambar 36. Pembuatan jalur transek 3
ketinggian 300 mdpl
75
Gambar 37. Pembuatan plot di transek 3
ketinggian 300 mdpl
Gambar 39. Pengamatan pada tumbuhan transek
3 ketinggian 300 mdpl
Gambar 38. Pengamatan pada tumbuhan
transek 3 ketinggian 300 mdpl
Gambar 40. Pengamatan pada tumbuhan
transek 3 ketinggian 300 mdpl
Download